Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.)

PEMANFAATAN WATER ABSORBENT UNTUK
MENINGKATKAN RETENSI AIR TANAH DAN
PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

DRAJAT JATNIKA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Water
Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air dan Pertumbuhan Tanaman Jagung
(Zea mays L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Drajat Jatnika
A14080079

ABSTRAK
DRAJAT JATNIKA. Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi
Air dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.). Dibimbing oleh DWI
PUTRO TEJO BASKORO dan SURIA DARMA TARIGAN.
Ketersediaan air merupakan salah satu permasalahan utama pada sistem
pertanian lahan kering terutama bagi tanaman pangan. Tumbuhan memerlukan
sumber air yang tetap untuk tumbuh berkembang dan hal ini tidak diperoleh pada
pertanian lahan kering yang mengandalkan air hujan. Ketersediaan air yang
terbatas terutama pada musim kemarau menyebabkan pertumbuhan dan produksi
tanaman menurun. Untuk meningkatkan ketersediaan air, pada penelitian ini
digunakan super water absorbent (SWA) pati singkong untuk menahan air dan
melepaskannya secara perlahan-lahan. Penelitian ini bertujuan mengetahui
pengaruh pemberian SWA pati singkong terhadap volume air yang ditahan tanah
dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pemberian bahan water absorbent cenderung meningkakan
jumlah air yang tertahan dalam tanah, namun efeknya tidak terlalu signifikan.
Pemberian bahan water absorbent menunjukkan hasil yang signifikan lebih baik
terhadap pertumbuhan tanaman pangan dibandingkan dengan kontrol (tanpa water
absorbent). Namun pemberian bahan water absorbent tidak dapat
mempertahankan pertumbuhan tanaman pangan sampai pada level optimal.
Perlakuan yang menahan air paling banyak yaitu perlakuan SWA pati singkong
dosis 0.2 g/kg secara disebar dengan interval penyiraman 14 hari sekali.
Sedangkan pemberian SWA pati singkong dengan dosis 0.1 g/kg secara
dikonsentrasikan dengan interval penyiraman 14 hari sekali berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman dan lebar daun, namun tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun.
Kata kunci : SWA (Super Water Absorbent), Volume Air yang tertangkap tanah,
Retensi Air, Pertumbuhan Jagung, Sandy Klei

ABSTRACT
DRAJAT JATNIKA. Utilization of Water Absorbent to Increase Water Retention
and Growth of a Corn Plant (Zea mays L.). Supervised by DWI PUTRO TEJO
BASKORO and SURIA DARMA TARIGAN.
Water availability is one of principal problem in the system of dry-land

farming, especially for food crops. Every plants needs constant water supply to
grow, but this is not obtained in dry land farming that rely mainly on rain as a
water resource. The lack of water availability in dry season caused decreasing of
plant’s growth and productivity. In order to increase water availability, this
research is using super water absorbent (SWA) from cassava’s starch to hold
water and release it slowly. The purposes of this research are analyzing the impact
of cassava’s starch SWA to the volume of water that is retained by soil and
growth of corn (zea mays L). The result showed that application of water
absorbent tend to increase the ammont of water retained by soil, eventhough the
effect was not significant. Application of water absorbent result in significanly
better corn growth as compared to control (no water absorbent). Nevertheless the
application of water absorbent fail to maintain crop growth at optimum level. The
treatment that retained most water is cassava starch SWA with 0.2 g/kg the
dosages of spread mix in soil make every 14 days watering. While, application of
cassava’s starch with 0.1 g/kg the dosages of concentrate in soil make every 14
days watering has a significant with the high and leaves’s wide, but not with the
number it.

Keywords: SWA (Super Water Absorbant), The Volume of Water Retained by
Soil, The growth of corn, Sandy Clay


PEMANFAATAN WATER ABSORBENT UNTUK
MENINGKATKAN RETENSI AIR TANAH DAN
PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

DRAJAT JATNIKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Petanian
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Dan Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi


: Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air
Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.)
: DRAJAT JATNIKA
: A14080079

Nama
NIM

Disetujui oleh

Dr. Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc
Pembimbing I

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi

: Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air
Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.)
: DRAJAT JATNIKA
: A14080079

Nama
NIM

Disetujui oleh

M.Sc

セ@


セG@

ゥ@



/.

ャIエkulゥA^Mセ@L
l
/
.
,-_.!.r A N \ t>. . Dr.'f1r. S lful Anwar M. c
Ketuanepa11emen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
b

セNML@

Ianggal Lulus:


_ ..... ,_

セ@

. '..'. ... _;;,;.--.

_ 2 13

!i

PRAKATA
Puji syukur dan terimakasih kepada ke hadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga penulis diberi kesehatan dalam menyelesaikan penyusunan
skripsi. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Agustus 2012 ini ialah water absorbent, dengan judul Pemanfaatan Water
Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air Tanah dan Pertumbuhan Tanaman
Jagung (Zea mays L.).
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Dr. Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Suria Darma
Tarigan, M.Sc., atas teladan, bimbingan, ide, kritik, saran, kesabaran,

motivasi dan ilmu yang diajarkan selama penulis menempuh pendidikan.
2. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si., sebagai penguji atas kritik dan sarannya.
3. Dr. Darmawan Darwis, M.Sc., Apt dan Ibu Tita Puspitasari, M.Si., selaku
dari pihak BATAN (Badan Tenaga Atom dan Nuklir ) yang telah
membantu selama kegiatan penelitian.
4. Keluarga tercinta bapak, ibu, dan dede Fahri serta dede Hadi atas perhatian,
kasih sayang, kesabaran, motivasi, pengorbanan dan doa yang tidak pernah
putus.
5. Yuwan Pratama Baki dan Rosiana Habayahan yang selalu mendukung
dan memberi motivasi kepada penulis.
6. Rekan-rekan Ilmu Tanah 45 serta keluarga Panjen untuk kebersamaan dan
dukungannya.
7. Staf tata usaha dan laboratorium yang senantiasa membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi
ilmu pengetahuan, khususnya bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Bogor, Agustus 2013


Drajat Jatnika

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

6

Waktu dan Tempat

6

Bahan dan Alat

6

Pelaksanaan Penelitian

6

Rancangan Penelitian

6

Persiapan Bahan Tanah

7

Penanaman Jagung

8

Pemberian Bahan Water Absorbent

8

Penyiraman

8

Pemberian Pupuk

9

Pemeliharaan

9

Pengamatan

9

Kemampuan Pori Menahan Air

9

Pertumbuhan Tanaman Jagung

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Jumlah Air yang Tertangkap Tanah Setelah Siram

11

Pertumbuhan Tanaman

13

Tinggi

13

Lebar Daun

18

Jumlah Daun

22

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Hasil analisis tekstur pada tanah yang digunakan
Kadar air tanah klei berpasir pada pF 2.54
Tinggi tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai perlakuan
Lebar daun tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai perlakuan
Rataan jumlah daun tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai
perlakuan

7
9
13
18
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Denah Peletakan Pot di Rumah Kaca
Cara penanaman benih dan pemberian bahan water absorbent pada pot
Persentase volume air yang ditahan pori tanah bertekstur klei berpasir
Proyeksi penurunan kadar akibat evapotranspirasi dari hari ke hari
Perbandingan tinggi tanaman kontrol dengan nilai tertinggi pada bahan
water absorbent setiap interval penyiraman
Rataan pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada setiap interval
penyiraman
Rataan pola penempatan SWA terhadap tinggi tanaman jagung
Rataan dosis SWA terhadap tinggi tanaman jagung
Perbandingan lebar daun tanaman kontrol dengan nilai tertinggi pada
bahan water absorbent setiap interval penyiraman
Rataan pertumbuhan lebar daun tanaman jagung pada setiap interval
penyiraman
Rataan pola penempatan SWA terhadap lebar daun tanaman jagung
Rataan dosis SWA terhadap lebar daun tanaman jagung
Perbandingan jumlah daun tanaman kontrol dengan nilai tertinggi pada
bahan water absorbent setiap interval penyiraman
Rataan pertumbuhan jumlah daun tanaman jagung setiap interval
penyiraman
Rataan pola penempatan SWA terhadap jumlah daun tanaman jagung
Rataan dosis SWA terhadap jumlah daun tanaman jagung

7
8
11
14
15
16
17
17
19
20
21
21
24
25
25
26

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data pertumbuhan tanaman jagung
2 Analisis ragam pengaruh perlakuan (P) dan interval (I) pada taraf α=5%
terhadap tinggi tanaman jagung berumur 8 MST
3 Analisis ragam pengaruh perlakuan (P) dan interval (I) pada taraf α=5%
terhadap lebar daun tanaman jagung berumur 8 MST
4 Analisis ragam pengaruh perlakuan (P) dan interval (I)pada Taraf α=5%
terhadap jumlah daun tanaman jagung berumur 8 MST
5 Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan tanaman jagung
6 Data % volume air yang ditahan pori tanah bertekstur klei berpasir
7 Sifat fisik tanah campuran
8 Perhitungan nilai pF tanah campuran
9 Foto pelaksanaan penelitian

30
33
34
34
34
35
35
36
37

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat akan membawa berbagai
konsekuensi diantaranya adalah bertambahnya kebutuhan akan air dan bahan
pangan. Sementara itu ketersediaan air terbatas dan tersebar secara tidak merata
karena faktor curah hujan, letak geografis, serta kondisi geologis yang berbeda.
Hal tersebut menyebabkan permasalahan ketersediaan air semakin meningkat.
Permasalahan tersebut di Indonesia akhir-akhir ini semakin terasa karena
pengaruh pemanasan global yang menyebabkan curah hujan tidak merata,
terutama pada sistem pertanian lahan kering yang mengandalkan curah hujan
sebagai sumber pemenuhan kebutuhan utamanya.
Pada sistem pertanian lahan kering terutama tanaman pangan semusim di
Indonesia umumnya dilakukan pada tanah-tanah marginal yang sebagian besar
merupakan lahan kering. Menurut Hidayat dan Mulyani (2002) dalam Mulyani et
al (2011), Indonesia memiliki 144 juta ha lahan kering dan 44.20 juta ha lahan
basah. Dari luas total daratan tersebut, yang sesuai untuk pertanian sekitar 94.07
juta ha (BBSDLP 2008). Lahan yang sesuai untuk pertanian lahan kering sekitar
86.19 juta ha. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pertanian dilahan kering
sangatlah besar, tetapi permasalahan ketersediaan air yang masih mengandalkan
curah hujan menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan rendahnya produksi
yang berkaitan erat dengan produktivitas lahan.
Ketersediaan air yang rendah pada masa awal pertumbuhan tanaman dapat
mengakibatkan kekeringan dan terjadi cekaman air. Kekeringan merupakan salah
satu faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap penurunan produksi
tanaman. Bahkan kekeringan merupakan penyebab terbesar penurunan produksi
pangan dunia dibandingkan dengan faktor lingkungan lain (Boyer 1985).
Tantangan dalam pengembangan tanaman pangan pada lahan kering
khususnya tanaman jagung adalah semakin terbatasnya dan ketidakpastian
pasokan air karena curah hujan yang tidak menentu. Menurut Subandi (1988)
dalam Isnaini (2008), kendala peningkatan produksi jagung terutama karena
sebagian besar areal tanaman jagung berada pada lahan kering yang memiliki
produktivitas rendah, yaitu 4.04 ton/ha pada tahun 2008 (BPS 2008).
Produktivitas yang rendah tidak hanya disebabkan oleh penerapan teknologi
produksi jagung yang belum optimum, namun juga keterbatasan air pada lahan
kering. Oleh karena itu perbaikan yang harus ditempuh untuk meningkatkan
produktivitas lahan kering yaitu dengan memperbaiki sifat retensi air tanahnya.
Masalah kekurangan air tanah dapat berkurang dengan aplikasi
menggunakan bahan organik dan penggunaan bahan humat. Menurut Baskoro dan
Lestari (2008), pemberian bahan humat dapat meningkatkan kemampuan tanah
menyimpan air yang ditunjukkan oleh meningkatnya kadar air kapasitas lapang
dan kapasitas air tersedia. Namun penggunaan bahan organik seringkali
dihadapkan pada kendala yang mengeluarkan aroma yang tidak sedap.
Salah satu bahan water absorbent yang tidak mengeluarkan aroma yang
tidak sedap yaitu SWA (Super Water Absorbent) pati singkong yang berbentuk
seperti gula pasir (kristal). Sebagai bahan water absorbent, SWA pati singkong

2
dapat mengembang dan menyerap air hingga 300 kali lipat dari bobot awalnya
serta ramah lingkungan (Darwis dan Puspitasari 2012). SWA pati singkong adalah
salah satu bahan yang mampu untuk menyerap air dalam jumlah yang besar dan
selanjutnya secara perlahan melepaskannya sehingga ketersediaan air untuk
diserap tanaman cukup memadai.
Sampai saat ini, penggunaan SWA pati singkong sebagai bahan penyerap
air untuk meningkatkan ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman belum banyak
dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penggunaan SWA pati singkong
sebagai bahan penyerap air untuk memperbaiki ketersediaan air dan pertumbuhan
tanaman diujikan pada tanah bertekstur klei berpasir dengan tanaman indikator
yang digunakan adalah jagung.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Memperoleh informasi tentang pengaruh
pemberian SWA pati singkong dari BATAN dengan dosis yang sesuai, interval
penyiraman yang tepat, dan pola penempatan SWA yang sesuai terhadap volume
air yang ditahan tanah dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea Mays L) 2)
Menentukan perbedaan pertumbuhan antara tanaman jagung yang diberi pati
singkong produk BATAN dengan SWA merk lain, kompos, dan yang tidak
diberikan SWA.

TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan Air, Tanah, dan Tanaman
Menurut Tisdale dan Nelson (1975) dalam Tarigan (2002), air didalam
tanah berperan bagi kelangsungan proses kimia dan mikrobiologi tanah. Air
penting bagi mekanisme pengambilan unsur hara yaitu intersepsi akar, difusi dan
aliran massa. Air diserap tanaman melalui akar bersama-sama unsur hara yang
terlarut didalamnya, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman terutama daun
melalui pembuluh xilem. Pembuluh xilem pada akar, batang dan daun merupakan
sistem kontinu, berhubungan satu dengan yang lainnya. Untuk dapat diserap
tanaman molekul-molekul air harus berada di permukaan akar. Dari permukaan
ini air bersama-sama bahan terlarut lainnya diangkut menuju xilem (Lakitan
1993).
Kebutuhan air tanaman adalah kebutuhan air total yang terdiri dari
kebutuhan konsumtif dan kehilangan air melalu perkolasi. Dengan diketahuinya
kebutuhan air konsumtif maka kebutuhan air bagi pertumbuhan tanaman dapat
dipenuhi melalui pengairan. Karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan
pentingnya air, tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan
berkembang. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan
biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya (Gardner, Pierce dan
Mitchell 1991).
Pada kondisi lingkungan tertentu tumbuhan dapat mengalami defisit air.
defisit air berarti terjadi penurunan gradien potensial air antara tanah-akar-daunatmosfer, sehingga laju transpor air dan hara menurun (Taiz dan Zeiger 2002).

3
Penurunan ini akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan tanaman,
terutama pada jaringan yang sedang tumbuh (Kramer and Boyer 1995). Hal ini
biasanya terjadi pada tanah yang kekurangan air, sehingga gradien potensial air di
tanah dan akar menurun. Itulah sebabnya tanaman yang tumbuh pada tanah yang
kering mengalami hambatan pertumbuhan.
Menurut Hillel (1997), untuk tanaman tumbuh dengan baik, suatu tanaman
harus mencapai suatu “ekonomi air” sehingga kebutuhan air seimbang dengan
suplai air yang tersedia. Masalahnya adalah bawa kebutuhan evaporatif atmosfer
hampir kontinu, sedangkan hujan terjadi secara berkala dan tidak teratur. Untuk
hidup selama musim kering diantara dua hujan, tanaman harus menggantungkan
diri pada sumber air yang terbatas yang terdapat pada pori-pori tanah, dimana
pori-pori ini sendiri juga kehilangan air oleh evaporasi langsung dan drainase
internal.
Retensi Air
Retensi air tanah adalah keadaan yang memberikan volume air yang
tertahan di dalam pori-pori sistem tanah sebagai akibat adanya hubungan antara
massa air dengan jarah tanah (adhesi) dan sesama massa tanah (kohesi). Salah satu
hal yang mempengaruhi pasokan air pada tanaman adalah kelengasan tanah dan
tetapan lengas tanah yaitu kapasitas lapang (Purwowidodo 2002). Menurut
Hardjowigeno (2007), kapasitas lapang merupakan keadaan tanah yang cukup
lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah
terhadap gaya tarik gravitasi (pF 2.7 atau 1/3 Bar).
Menurut Hardjowigeno (2007), kapasitas kandungan air maksimum pada
tanah adalah jumlah air maksimal yang dapat ditampung oleh tanah setelah hujan
besar turun (tanah jenuh), jika terjadi penambahan air lebih lanjut akan terjadi
penurunan air gravitasi yang bergerak terus kebawah (pF 0 atau 0.01 Bar). Air
yang tersedia bagi tanaman adalah selisih sejumlah air antara kadar air pada
kapasitas lapang dikurangi kadar air pada titik layu permanen (1/3-15 Bar).
Kapasitas lapang merupakan jumlah air yang ditahan oleh tanah setelah kelebihan
air meresap ke bawah oleh gravitasi. Titik layu permanen adalah kandungan air
tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak mampu menyerap air dari tanah,
sehingga tanaman menjadi layu (pF 4.2 atau 15 Bar).
Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah.
tanah bertekstur halus menahan air lebih banyak dibandingkan dengan bertekstur
liat. Oleh karena itu tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah
bertekstur lempung atau liat. Kondisi kekurangan air ataupun kelebihan air dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 2007).
Selain itu, ketersediaan air dalam tanah tergantung dari banyaknya curah
hujan atau irigasi, kemampuan tanah menahan air, evapotranspirasi, dan tingginya
muka air tanah. Air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa
tanah, tertahan oleh lapisan kedap air atau karena keadaan drainase kurang baik
(Purwowidodo 2002).
Menurut Baver (1961) dalam Wulandari (1989), tanah terdiri tiga fase yang
terdiri dari fase cair, gas, dan padatan. Fase cair adalah yang mengisi sebagian
ruang pori tanah. Soepardi (1983) mengatakan di dalam tanah terdapat empat gaya
yang berperan dalam retensi air, yaitu polaritas, ikatan hidrogen, kohesi dan

4
adhesi, serta tegangan permukaan. Polaritas menjelaskan bagaimana molekulmolekul air berhubungan satu sama lainnya. Sedangkan ikatan hidrogel berfungsi
sebagai titik penghubung antar molekul. Kohesi merupakan cara tertariknya
molekul-molekul air satu dengan lainnya, dan adhesi merupakan tertariknya
molekul air pada permukaan padatan. Sementara itu tegangan permukaan dapat
menjelaskan bagaiman peristiwa kapiler terjadi dalam tanah, yang juga
mempengaruhi adhesi air pada permukaan partikel tanah.
Menurut Baver (1961) dalam Wulandari (1989), retensi air tanah
dipengaruhi oleh jumlah dan jenis liat, kandungan bahan organik, dan banyaknya
ruang pori yang ada diantara partikel-partikel tanah. Kurva yang dapat digunakan
untuk menunjukkan banyaknya air yang dapat diretensi oleh tanah dan air tersedia
bagi tanaman adalah kurva pF (Soedarmo dan Djojoprawiro 1988).
Cekaman Air bagi Tanaman
Cekaman air akan mengakibatkan rendahnya laju penyerapan air oleh akar
tanaman. Ketidakseimbangan antara penyerapan air oleh akar dan kehilangan air
akibat transpirasi membuat tanaman menjadi layu (Arifai 2009). Kekurangan
suplai air didaerah perakaran banyak dialami oleh tanaman terutama yang ditanam
pada lahan-lahan kering di daerah tropis (Hamim 1995).
Cekaman yang terus berlanjut dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan
menurunkan produksi bergantung pada besarnya cekaman yang dialami dan fase
pertumbuhan tanaman pada saat mendapat cekaman kekeringan (Levitt 1980).
Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan mempengaruhi seluruh
proses metabolisme didalam sel dan mengakibatkkan penurunan produksi
tanaman (Bonhert et al 1995).
Menurut Taiz dan Zeiger (2002), ketika tanaman mengalami kekurangan air
akibat cekaman kekeringan, maka akan menyebabkan penurunan asimilasi karbon
dan pembentukan energi untuk proses fotosintesis. Fotosintat sebagian besar
didistribusikan ke akar untuk perkembangan perakaran agar mampu mencapai
zona yang lebih lembab. Dalam hal ini distribusi karbohidrat terlarut melebihi
kecepatan asimilasi sehingga secara simultan menurunkan pertumbuhan tanaman
yang selanjutnya mengakibatkan penurunan produksi (Levitt 1980).
Water Absorbent
Bahan water absorbent merupakan salah satu teknologi yang dapat
digunakan dalam efisiensi penggunaan air untuk pertumbuhan tanaman. Bahan
water absorbent berguna untuk menghemat kebutuhan air yang optimum dan
mengurangi frekuensi penyiraman dan menambah kemampuan menyimpan air.
Berikut beberapa bahan contoh water absorbent diantaranya adalah bahan organik
(humat), terracottem, aquasorb, dan SWA (super water absorbent) pati singkong.
Menurut Baskoro dan Lestari (2008), pemberian bahan humat dapat
meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air yang ditunjukkan oleh
meningkatnya kadar air kapasitas lapang dan kapasitas air tersedia, meningkatkan
lamanya waktu air dipegang oleh tanah, dan dapat meningkatkan laju difusivitas
tanah. Namun bahan humat yang dihasilkan dari bahan organik ini sering

5
dihadapkan pada beberapa kendala yang salah satunya mengeluarkan aroma yang
tidak sedap.
Salah satu contoh bahan water absorbent yaitu SWA (Super Water
Absorbent) pati singkong yang berbentuk hidrogel. SWA pati singkong ini dapat
menyerap air hingga 300 kali lipat dari volume awalnya (Darwis dan Puspitasari
2012), sehingga dapat menyediakan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman
diatasnya, akar tanaman tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh air,
penggunaan air lebih efesien dan memudahkan pekerjaan dalam penyiangan.
Pati merupakan suatu bahan baku alternatif untuk bahan dasar hidrogel yang
berfungsi sebagai absorber. Sebuah campuran pati dan akrilamide mempunyai
potensi untuk membentuk biopolimer komponen unik karena dapat memproduksi
gel. Hidrogel merupakan polimer superabsorben yang mempunyai sifat mampu
menahan pengeluaran air dan mengatur penyerapan. Hidrogel juga bersifat
hidrofilik dan memiliki permeabilitas air yang tinggi. Sifat hidrofilik hidrogel
dipengaruhi oleh gugus -OH, -COOH, -CONH2, NH2 dan -SO3H. Ikatan utama
gugus hidrofilik karena terdiri dari gugus asam karboksilat (-COOH) yang mudah
menyerap air sehingga ketika dimasukkan dalam air atau pelarut akan terjadi
interaksi antara polimer dengan molekul air. Interaksi yang terjadi adalah hidrasi.
Mekanisme hidrasi yang terjadi adalah ion dari zat terlarut dalam polimer seperti
COO- dan Na+ akan tertarik dengan molekul polar air (Darwis dan Puspitasari
2012).
Pati singkong mengandung bahan lignoselulosa yang tinggi. Secara kimia
lignoselulosa kaya akan selulosa yang dapat diolah menjadi produk-produk yang
bernilai ekonomi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) terutama mengenai bahan penyerap, maka limbah lignoselulosa dapat lebih
efisien digunakan dengan modifikasi, salah satunya untuk proses produksi bahan
baku pembuatan hidrogel. Metodologi pembuatan bahan water absorbent
(penyerap air) dari pati singkong yaitu dengan cara mencampurkan Cassava
starch (pati singkong), air, NaOH dengan asam akrilat dan menambahkan mineral
alam yang telah diaktifasi (fisika dan kimia) serta dengan bantuan radiasi sinar
gama. (Darwis dan Puspitasari 2012).
Tanaman Jagung
Jagung (Zea may L) adalah tanaman herba monokotil dan tanaman
semusim. Tanaman ini termasuk dalam famili Gramineae sub family Panicoidae
serta tergolong dalam suku Maydae (Sudarnadi 1996). Thompson dan Kelly
(1957) menyatakan bahwa, suhu yang hangat merupakan kondisi terbaik untuk
perkembangan jagung manis, namun cukup banyak pertanaman jagung manis
yang ditumbuhkan pada daerah yang dingin. Curah hujan optimum yang
dibutuhkan oleh jagung adalah 100-125 mm per tahun (Koswara 1983).
Perkecambahan benih optimum terjadi pada suhu antara 21 °C sampai 27 °C dan
berlangsung sanagat lamban atau gagal berkecambah pada suhu dibawah 10 °C.
Setelah berkecambah kisaran suhu yang terbaik adalah 21 °C sampai 30 °C
(Rubatzky and Yamaguchi 1995).
Tanaman jagung tidak terlalu menuntut jenis tanah yang khusus untuk
pertumbuhannya. Tanah yang mengandung kadar lempung sedang disertai dengan
drainase yang baik serta banyak mengandung bahan organik yang tinggi adalah

6
cocok untuk tanaman jagung. Keasamaan tanah (pH) yang diinginkan antara 5.5 –
6.8. Tanaman jagung yang ditumbuhkan pada tanah-tanah yang terlalu asam akan
memberikan hasil yang rendah (Sutarya and Grubben 1995).

METODE
Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Desember 2012 yang
dilakukan di rumah kaca University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor.
Mekanis pendahuluan sifat-sifat fisik dilakukan di Laboratorium Tanah, Dept
ITSL IPB
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : bibit jagung
berjenis Bonanza F1, SWA pati singkong dari BATAN, water absorbent
komersial lain yang sudah ada di pasaran, kompos, air, pupuk daun gandasil,
pupuk Urea, TSP dan KCl, serta campuran tanah latosol Cikabayan dan tanah
pasir dari material dengan perbandingan 1:1.
Alat-alat yang akan digunakan antara lain : pot, gelas ukur, cangkul, sekop,
ember, corong, penggaris atau meteran, semprotan penyiraman, timbangan,
karung, ayakan 2 mm, dan mangkuk plastik
Pelaksanaan Penelitian
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuannya sebagai berikut :
1. Pemberian bahan water absorbent yang terdiri dari 9 taraf, yaitu:
a. K
= Kontrol
b. C
= Kompos 1 g/kg
c. S
= SWA komersil 0.1 g/kg
d. D1L1 = SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg disebar
e. D1L2 = SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg dikonsentrasikan
f. D2L1 = SWA pati singkong dosis 0.1 g/kg disebar
g. D2L2 = SWA pati singkong dosis 0.1 g/kg dikonsentrasikan
h. D3L1 = SWA pati singkong dosis 0.025 g/kg disebar
i. D3L2 = SWA pati singkong dosis 0.025 g/kg dikonsentrasikan
2. interval penyiraman terdiri dari 3 taraf, yaitu:
a. I1
= penyiraman 0.5 L setiap 3 hari sekali
b. I2
= penyiraman 1 L setiap 7 hari sekali
c. I3
= penyiraman 2 L setiap 14 hari sekali
Dari berbagai perlakuan diatas, diperoleh 27 kombinasi perlakuan dengan
masing-masing diulang sebanyak 3 kali sehingga total satuan percobaan adalah 81.

7
Penyusunan pot yang digunakan dilakukan secara acak dengan cara pengundian.
Letak pot di rumah kaca disajikan pada Gambar 1 :
PINTU
I3D1L2 II

I1D2L1 II

I3D2L1 II

I1D1L2 I

S1I1

I1D2L2 II

S1I2

K2I2

I1D3L2 I

I2D1L2 II

I2D2L1 II

C2I1

C2I2

I2D1L2 III

I2D1L2 I

I2D2L2 II

I2D2L1 I

I2D1L1 II

I2D3L2 I

I3D1L2 I

I3D2L2 III

I3D3L2 III

I3D1L1 III

C1I1

C3I2

C1I2

I1D1L1 I

K1I1

I3D3L1 III

C2I3

I1D2L1 III

K1I2

I1D1L2 III

S3I1

S3I2

I2D1L1 I

I1D3L1 I

I3D1L1 I

I1D2L1 I

S2I3

I3D1L1 II

I3D3L2 II

I3D2L2 II

I3D3L1 I

I2D3L1 I

I3D3L1 II

K3I1

C3I3

C1I3

I3D2L1 I

I2D2L1 III

I3D2L1 III

12D2L2 1

I3D1L2 III

I1D2L2 III

K2I3

I3D2L2 I

I1D1L2 II

I2D3L2 III

S3I3

I1D2L2 I

I2D3L1 III

K3I2

K1I3

I2D3L1 II

I1D1L1 II

K3I3

C3I1

S1I3

U

I1D3L1 III

I1D1L1 III

I1D3L2 II

I2D3L2 II

I3D3L2 I

I2D1L1 III

I1D3L2 III

K2I1

I2D2L2 III

S2I1

S2I2

I1D3L1 II

Gambar 1 Denah Peletakan Pot di Rumah Kaca
Persiapan Bahan Tanah
Penelitian dilakukan dengan menggunakan tanah yang mengandung pasir
yang cukup tinggi, yang diperoleh melalui pencampuran tanah latosol cikabayan
yang bertekstur liat dengan pasir pada rasio 1:1.
Tekstur tanah yang dari hasil pencampuran tersebut adalah klei berpasir
dengan hasil analisisnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisis tekstur pada tanah yang digunakan
Jenis Tanah
Campuran
Latosol
Pasir

Pasir (%)
46.3
5.6
84.5

Liat (%)
49.4
88.2
8.7

Debu (%)
4.3
6.2
6.8

Tekstur
SandyClay
Clay
Loamy Sand

Tanah yang telah diambil kemudian dikering udarakan di suatu ruangan
terbuka di Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor selama kurang
lebih satu sampai dua minggu. Tanah yang telah kering udara kemudian diayak
hingga lolos ayakan 2 mm. Setelah itu tanah hasil ayakan dimasukkan ke dalam
pot sebanyak 5 kg tanah/pot.

8
Penanaman Jagung
Tanah hasil ayakan dimasukkan ke dalam pot yang bagian bawah potnya
diberi saringan agar tanah tidak lolos keluar dan jumlah tanah yang dimasukkan
sebanyak 5 kg/pot. Setiap pot diisi sebanyak dua biji benih jagung dan diberikan
furadan sebanyak 0.1 g/pot.
Pemberian Bahan Water Absorbent
Pemberian bahan water absorbent pada penelitian ini dengan menggunakan
metode kering (tanpa dirandam air terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam
tanah). SWA pati singkong dimasukkan ke dalam tanah dengan pola disebarkan
pada kedalaman 5 cm dan dipusatkan pada kedalaman 10 cm dari permukaan
tanah. Dosis yang diberikan sebesar 0.2 g/kg, 0.1 g/kg, dan 0.025 g/kg. Sedangkan
sebagai pembanding, pemberian kompos dan SWA komersil dengan pola
dipusatkan dengan kedalaman 10 cm dengan masing-masing dosisnya sebesar 1
g/kg dan 0.1 g/kg. Serta kontrol tidak diberikan SWA maupun kompos sama
sekali.

1 cm

1 cm
10 cm
Keterangan:

5 cm
Keterangan:

: Benih Jagung

: Benih Jagung
: Water
Absorbent

: Water
Absorbent

Gambar 2

Cara penanaman benih dan pemberian bahan water absorbent
dikonsentrasikan (gambar kiri) dan disebar (gambar kanan) pada
pot.

Penyiramaan
Sebelum penyiraman dilakukan, terlebih dahulu melakukan pengukuran pF
2.54 agar mengetahui kapasitas lapangnya. Berikut data pF 2.54 disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Kadar air tanah klei berpasir pada pF 2.54
Jenis
Tekstur Tanah

Ulangan

KA pF 2.54
(% V)

Rata-rata
(% V)

Klei Berpasir

1
2
3

37.52
35.99
41.67

38.39

9
Pada Tabel 2 terlihat bahwa rata-rata kadar air tanah bertekstur klei berpasir
pada pF 2.54 atau batas kapasitas lapangnya sebesar 38.39%. Untuk mengetahui
jumlah volume air yang akan disiram pada tanah tersebut, maka nilai batas
kapasitas lapang dikalikan dengan bobot tanah sebesar 5 kg yang dikonversikan
ke satuan volume 5 liter, sehingga diperoleh volume air yang harus disiramkan ke
dalam pot sebesar 38.39 % x 5 liter = 1.92 liter. Volume air siraman ini dilebihkan
menjadi 2 liter agar tanah benar-benar mencapai keadaan kapasitas lapang.
Aplikasi volume air siraman dilakukan dengan membagi total air yang
disiramkan berdasarkan interval penyiraman, dimana I3 siramannya 100% dari
total volume air siraman dan intesitas waktunya 14 hari sekali; I2 siramannya 50%
dari total volume air siraman dan interval waktunya 7 hari sekali; dan I1
siramannya 25% dari total volume air siraman dan interval waktunya 3 hari sekali.
Setelah itu beberapa saat setelah penyiraman, air yang keluar ditampung dengan
mangkuk plastik.
Pemberian Pupuk
Tanah diberikan pupuk sebagai perlakuan dasar. Pupuk yang diberikan
adalah pupuk SP-36 0.1 g/kg, Urea 0.15 g/kg dan KCl 0.075 g/kg. Pemberian
pupuk ini dilakukan pada saat tanam dan diberikan kembali pupuk urea dan KCl
saat 4 MST dengan dosis yang sama.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, pembubunan,
pengendalian gulma, dan pemberian pupuk daun. Penyulaman dilakukan
seminggu setelah tanam dan seterusnya, sehingga untuk mengganti tanaman yang
mati dengan tanaman sulaman yang sebelumnya telah disediakan pada tanaman
pinggir. Pembubunan dilakukan pada saat tanaman mulai terlihat miring. Bila
terdapat benih yang tidak tumbuh, penyulaman dilakukan seminggu setelah
tanam, dan seterusnya. Pembubunan bertujuan untuk memperkokoh posisi batang
sehingga tanaman tidak mudah rebah. Pengendalian gulma ini dilakukan dengan
cara mencabut gulma yang terdapat pada setiap pot. Pupuk daun ini diberikan saat
terlihat bunga mulai mekar. Pupuk ini dilakukan dengan penyemprotan ke daun
secukupnya pada pagi hari., dan jenis pupuk yang diberikan adalah gandasil B.

Pengamatan
Kemampuan Pori Tanah Menahan Air
Pengamatan air yang ditahan oleh tanah dilakukan setiap 30 menit setelah
penyiraman. Berat pot yang telah terisi air tersebut ditimbang dan menghitung
volume air yang keluar pada tampungan mangkuk plastik pada setiap masingmasing pot. Air yang ditahan oleh tanah dilakukan setiap kali penyiraman dengan
menghitung volume air yang diberikan dikurangi volume air yang ditampung (air
yang keluar). Perhitungan persentase volume air yang ditahan oleh tanah sebagai
berikut :

10
% air mengisi ruang pori total tanah =
Dimana, volume total pori tanah (cm3, ml ) =

Pertumbuhan Tanaman jagung
Pengamatan pertumbuhan tanaman jagung ini dilakukan setiap minggu
dengan mengukur dan menghitung 1) tinggi tanaman jagung. Pengukuran
dilakukan dengan mengukur dari permukaan tanah hingga daun yang terpanjang
dengan arah tegak lurus dari tiap pot. 2) lebar daun jagung. Pengukuran dilakukan
dengan mengukur lebar daun yang terlebar sebanyak tiga daun per sampel yang
kemudiaan dirata-ratakan. 3) jumlah daun yang dihitung adalah jumlah daun yang
terbentuk per sampel yaitu daun yang masih segar, terbentuk sempurna dan tidak
termasuk daun yang sudah busuk dan menguning.

Analisis Data
Data yang diperoleh dengan menggunakan analisis ragam satu arah (Anova)
Apabila hasil uji F hitung lebih besar dari F tabel, maka analisis dapat dilanjutkan
dengan menggunakan uji beda nyata duncan.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Air yang Tertangkap Tanah Setelah Siram

% air mengisi
ruang pori tanah

Jumlah air yang tertangkap oleh tanah pada penelitian ini diukur setelah
dilakukan penyiraman dengan cara membagi volume air yang ditahan tanah
dengan volume total pori tanah, dimana volume total pori tanah dari hasil
perhitungan bobot tanah dibagi dengan bobot isi dan dikalikan dengan porositas
total. Berdasarkan sifat fisik tanah pada Tabel Lampiran 10 terlihat bahwa tanah
dalam percobaan ini bertekstur klei berpasir dengan porositas totalnya sebesar
52.08% volume dan termasuk ke dalam kelas baik serta mempunyai jumlah pori
mikro yang lebih banyak dibandingkan pori makro. Selain jumlah pori tanah,
jumlah air yang ditahan dalam tanah juga sangat bergantung kepada besarnya
volume siraman dan interval waktu penyiraman. Data pengamatan persentase pori
tanah yang terisi air pada tanah bertekstur liat berpasir dicantumkan pada Gambar
3.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

I1 = 3 hari
I2 = 7 hari
I3 = 14 hari

Gambar 3 Persentase volume air yang ditahan pori tanah bertekstur klei berpasir.
D1, D2, D3 = SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg, 0.1 g/kg, 0.025 g/kg.
L1, L2 = SWA pati singkong disebar dan dikonsentrasikan. I1, I2, I3 =
volume siram 0.5 liter, 1 liter, 2 liter.
Pada Gambar 3 terlihat bahwa jumlah air yang tertahan di tanah paling besar
adalah pada perlakuan siraman I3 (14 hari sekali). Hal ini disebabkan intesitas
penyiramannya lebih lama yang menyebabkan tanah menjadi lebih kering, kadar
air awal menjadi rendah, sehingga pori didalam tanah menjadi banyak yang
kosong dan air yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas lapang semakin
banyak. Saat penyiraman dengan volume siramannya yang lebih banyak, maka air
banyak ditahan oleh tanah dan pori didalam tanah terisi oleh banyak air. Oleh
karena itu siraman I3 menunjukkan bahwa air yang tertahan dalam tanah paling
banyak. Gambar 3 juga menunjukkan bahwa perlakuan D1L1 menahan air lebih

12
banyak dibandingkan perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan ini, volume air
yang ditahan oleh tanah sebesar 80.02% dari total pori tanah (Tabel Lampiran 9).
Siraman I1 (3 hari sekali) menunjukkan nilai air yang ditahan pori tanah
paling sedikit. Hal ini disebabkan pori didalam tanah selalu terisi air karena
interval penyiramannya lebih cepat empat kali lipat dari I3, sehingga
menyebabkam tanah selalu lebih basah. Dan saat terjadi penambahan air maka
pori makro dan mikro didalam tanah terisi air semua dan mengakibatkan pori
tanah tidak dapat menahan air sehingga air banyak yang keluar dari pot akibat
tekanan gaya gravitasi walaupun volume air yang ditambahkan seperempat
siraman I3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa perlakuan D3L1 menahan air lebih
banyak dibandingkan perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan ini, volume air
yang ditahan oleh tanah sebesar 22.82% dari total pori tanahnya (Tabel Lampiran
9).
Sedangkan siraman I2 (7 minggu sekali) memiliki nilai air yang ditahan pori
yang lebih baik dibandingkan I1 tapi tidak sebaik I3. Pada Gambar 3 terlihat
bahwa perlakuan D2L1 menahan air lebih banyak dibandingkan perlakuan yang
lainnya. Pada perlakuan ini, volume air yang ditahan oleh tanah sebesar 48.76%
dari total pori tanahnya (Tabel Lampiran 9).
Gambar 3 menunjukan bahwa pemberian bahan water absorbent tidak
berpengaruh nyata pada tanah klei berpasir. Hal ini disebabkan pada tanah klei
berpasir mengandung pori mikro yang lebih banyak dari pada pori makro
sehingga air lebih banyak tertahan pada pori mikro dibandingkan pada pori makro
dan bahan water absorbent dalam tanah. Selain itu, pemberian bahan water
absorbent juga tidak berpengaruh nyata pada kondisi kekurangan air (I3 atau
penyiraman 14 hari sekali). Walaupun tidak nyata pada tanah klei berpasir dan
pada kondisi kekurangan air (I3 atau penyiraman air 14 hari sekali) pemberian
bahan water absorbent cenderung meningkatkan kemampuan tanah menahan air
dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan yang menahan air paling banyak yaitu
perlakuan SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg secara disebar. Dengan kata lain
bahan water absorbent ini dapat membantu meningkatkan ketersediaan air pada
kondisi tanah mengalami cekaman air.
Pemberian SWA pati singkong yang disebar memiliki kemampuan menahan
air relatif baik dibandingkan dipusatkan. Hal ini terlihat pada perlakuann D3L1
interval penyiraman 3 hari sekali, D2L1 intesitas penyiraman 7 hari sekali, dan
D1L1 interval penyiraman 14 hari sekali memiliki kemampuan menahan air lebih
baik dibandingkan D3L2, D2L2, dan D1L2. Hal ini dikarenakan saat SWA pati
singkong disebar dapat menahan air dan mengembang secara optimal karena tidak
ada perebutan tempat serta tidak saling dorong untuk mengembang. Berbeda
dengan pola pemberian SWA pati singkong yang dipusatkan tidak akan
mengembang secara optimal karena saling berebut tempat dan saling dorong antar
SWA pati singkong satu sama lain serta ada tekanan dari akar tanaman diatasnya.

13

Pertumbuhan Tanaman Jagung
Tinggi
Pemberian bahan water absorbent umumnya berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman. Hal ini pemberian bahan water absorbent dapat memperbaiki
retensi air terutama pada saat kondisi kekeringan yang interval penyiramannya
jarang dilakukan. Tanaman yang diberikan bahan water absorbent umumnya lebih
tinggi dari pada perlakuan kontrol. Pengaruh tersebut terlihat nyata pada interval
penyiraman I3 (14 hari siram) yang mengalami cekaman air.
Hasil analisis ragam pada taraf α=5% (Tabel Lampiran 5) menunjukkan
bahwa kombinasi antara perlakuan dengan interval penyiraman pada saat 8 MST
berpengaruh sangat nyata terutama pada interval penyiraman I3 dengan pemberian
bahan water absorbent. Tanaman jagung pada tanah yang diberi bahan water
absorbent jauh lebih tinggi dibandingkan pada kontrol. Pertumbuhan yang cukup
baik setelah diberikan perlakuan disebabkan oleh adanya bahan water absorbent
yang berfungsi menahan air sehingga ketersediaan air didalam tanah terpenuhi
dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan tinggi tanaman jagung. Hasil pengukuran
tinggi tanaman jagung disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Tinggi tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai perlakuan.

Perlakuan
Kontrol
Kompos
SWA komersil
D1L1
D1L2
D2L1
D2L2
D3L1
D3L2
Rataan

I1
90.0ab
80.7ab
98.5ab
106.8a
58.5bc
96.5ab
102.1a
104.2a
101.3a
93.2B

Tinggi (cm)
8 MST
I2
107.5 a
106.1 a
115.0 a
99.9 ab
117.0 a
96.5 ab
102.7 a
98.6 ab
100.5 ab
104.9A

I3
43.5c
86.7ab
40.6c
32.8c
90.8ab
84.9ab
97.4ab
82.4ab
91.4ab
72.3C

Rataan
80.3 a
91.2 a
84.7 a
79.9 a
88.8 a
92.6 a
100.7 a
95.1 a
97.8 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada
taraf α=5% dengan Uji Duncan (DMRT). D1, D2, D3 = SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg, 0.1
g/kg, 0.025 g/kg. L1, L2 = SWA pati singkong disebar dan dikonsentrasikan .

Pada Tabel 3 terlihat bahwa tinggi tanaman pada interval penyiraman I1
dengan nilai tertinggi pada perlakuan D1L1 sebesar 106.8 cm. Dibandingkan
dengan kontrol (90.0 cm) terdapat selisih tinggi sebesar 16.8 cm. Pada interval
penyiraman I1 terlihat bahwa pengaruh pemberian bahan water absorbent tidak
nyata karena tanaman tidak mengalami cekaman air.
Pada interval penyiraman I2 nilai tertinggi tanaman pada perlakuan D1L2
sebesar 117 cm sedangkan pertumbuhan tinggi pada kontrolnya sebesar 107.5 cm
dengan selisihnya sebesar 9.5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan

14
water absorbent masih tidak nyata karena tidak memberikan pengaruh perbedaan
yang signifikan dan tanaman tidak mengalami cekaman air.
Bahan water absorbent dapat dikatakan baik jika mampu mengurangi
cekaman air dan meningkatkan kadar air tanah, tetapi pada interval penyiraman I3
dengan perlakuan D2L2 ini yang paling bagus tinggi pertumbuhannya
dibandingkan dengan kontrol. Nilai tinggi tanaman pada perlakuan D2L2 sebesar
97.4 cm sedangkan pertumbuhan tinggi pada kontrolnya sebesar 43.5 cm dengan
selisih tingginya sebesar 53.9 cm. Dengan demikian pengaruh pemberian bahan
absorbant mulai kelihatan sangat nyata karena perlakuan SWA pati singkong
dibandingkan dengan kontrol pertumbuhannya jauh lebih tinggi.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1995) batang jagung manis yang
tumbuh normal mempunyai ketinggian 1.5-2.5 m. Berbeda pada penelitian ini
yang tinggi maksimalnya mencapai 117 cm atau 1.17 m. Perbedaan tinggi
tanaman yang mencolok ini terjadi karena adanya perbedaan tanggapan
tanamanan yang ditanaman dipot dan yang ditanam dilapangan terutama terkait
dengan distribusi akar. Di dalam pot, kerapatan akar cukup seragam sedangkan
dilapangan kerapatan akar beragam dengan kedalaman. Lebih lanjut, akar yang
berada pada lapisan yang berbeda akan mempunyai sifat pengambilan air dan sifat
penyaluran air yang berbeda pula. Sebagai contoh, akar pada lapisan yang lebih
dalam akan memberikan tahanan yang lebih besar terhadap gerakan air didalam
tanaman dibandingkan akar pada lapisan dangkal (Hillel D 1997). Selain itu,
frekuensi siraman (irigasi) berpengaruh akan kebutuhan air untuk pertumbuhan
tanamam yang merupakan kebutuhan untuk evaporasi dari tempat tumbuhnya
tanaman dan kebutuhan air untuk transpirasi bagi tanamannya sendiri. Jumlah
kehilangan air melalui evapotranspirasi rumah kaca rata-rata sebesar Eto = 3.33
mm/hari (Harmanto 2011) dan nilai Kc tanaman jagung sebesar 0.7 (Arsyad 2010).
Berikut disajikan pada Gambar 4 penurunan kadar air tanah yang dipengaruhi
evapotranspirasi.
45
40
35
TLP

KA % V

30
25
20
15
10
5
0
1

2

3

4

5

6

7
8
Hari ke

9

10

11

12

13

14

Gambar 4 Proyeksi penurunan kadar air akibat evapotranspirasi dari hari ke hari
Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar air tanah menurun secara linier
akibat adanya evapotranspirasi. Hal ini terjadi ketika laju evapotranspirasi yang

15

120

120

100

100
Tinggi (cm)

Tinggi (cm)

tinggi, kandungan air tanah dilapisan perakaran berkurang dengan cepat dan
tanaman menjadi semakin sulit menyerap air dari tanah. Pada hari ke 6 tanpa
siram, kadar air tanah menjadi dibawah titik layu permanen. Pada kondisi ini,
secara teoritis tanaman akan mengalami layu permanen (mati). Namun
kenyataannya tidak demikian, hal ini disebabkan tanaman sampai batas tertentu
mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap cekaman air misalnya dengan
menutup stomata sehingga evapotranspirasi aktual lebih kecil dari
evapotranspirasi potensial.

80
60
40

80
60
40
20

20

0

0
1

2

3

4

5

6

7

1

8

2

3

4

5

6

7

8

Minggu

Minggu
K1+I1

K1+I2

D1L1+I1

D1L2+I2

(a)

(b)

120
Tinggi (cm)

100
80
60
40
20
0
1

2

3

4

5

6

7

8

Minggu
K1+13
D2L2+I3

(c)
Gambar 5 Perbandingan tinggi tanaman kontrol dengan nilai tertinggi pada bahan
water absorbent setiap interval penyiraman I1 (gambar a), I2 (gambar
b), dan I3 (gambar c).
Pertumbuhan tinggi tanaman interval penyiraman I3 lebih kecil
dibandingkan interval penyiraman I1 dan I2. Hal ini dikarenakan interval
penyiraman I3 yang lebih lama (2 minggu sekali) sehingga tanah menjadi lebih
kering, kadar air awal menjadi menurun, cekaman tinggi dan akhirnya
pertumbuhan akan terhambat. Pemberian bahan water absorbent seperti kompos,
SWA komersil dan SWA pati singkong dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 5 dengan membandingkan
kontrol dengan perlakuan yang diberikan bahan water absorbent pada interval

16
penyiraman I3, akan tetapi perlakuan yang paling responsif terhadap cekaman air
yaitu dengan pemberian bahan SWA pati singkong pada perlakuan D2L2.
Sedangkan pada interval penyiraman I1 dan I2 pemberian bahan water absorbent
(kompos, SWA komersil dan SWA pati singkong) tidak berbeda jauh dengan
pertumbuhan pada kontrol.
Selisih nilai tertinggi tanaman pada kontrol dengan perlakuan terhadap
interval penyiraman paling tinggi adalah pada interval penyiraman I3. Dengan
interval penyiraman I3 hasilnya akan lebih mengirit biaya, tenaga dan waktu.
Sehingga SWA pati singkong masih mampu menahan air sampai 2 minggu.
120

Tinggi (cm)

100
80
I1

60

I2
40

I3

20
0
1

2

3

4
5
Minggu

6

7

8

Gambar 6 Rataan tinggi tanaman jagung pada setiap interval penyiraman
Nilai rataan setiap interval penyiraman pada Gambar 6 dan Tabel 3
menunjukkan bahwa penyiraman I2 lebih tinggi pertumbuhannya dibanding
dengan penyiraman I1 dan I3. Hal ini disebabkan karena air yang tersedia cukup
bagi pertumbuhan tanaman walaupun disiram selama seminggu sekali, sehingga
pori didalam tanah mampu menyediakan air dan udara untuk pertumbuhan tinggi
tanaman. Sedangkan pada penyiraman I3 waktu penyiraman yang lebih lama dan
volume air yang diberikan paling banyak dibandingkan I1 dan I2, sehingga tanah
dalam keadaan kapasitas lapang saat awal penyiraman dilakukan dan kekeringan
satelah 7 hari penyiraman yang menyebabkan terjadinya cekaman air. Walaupun
taraf pemberian air untuk ketiga perlakuan berada pada batas air tersedia, tetapi
volume yang diberikan berbeda sesuai waktu penyiraman masing-masing
perlakuan. Semakin cepat waktu penyiraman dengan sedikit volume air yang
diberikan ke dalam tanah maka kemampuan pori tanah untuk menahan air bagi
tanaman juga semakin kecil, dan sebaliknya semakin lama waktu penyiraman
dengan banyak volume air yang diberikan sekaligus mengakibatkan kemampuan
pori tanah untuk menahan air bagi tanaman juga semakin besar dan
mengakibatkan cekaman air, sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman
semakin tertekan.

17
120

Tinggi (cm)

100
80
Kontrol

60

L1
40

L2

20
0
1

2

3

4
5
Minggu

6

7

8

Gambar 7 Rataan pola penempatan SWA terhadap tinggi tanaman jagung
Pola penempatan SWA terhadap tinggi tanaman relatifnya sama. Akan
tetapi pada pola penempatan dipusatkan memiliki pertumbuhan tinggi tanaman
yang lebih tinggi dibandingkan disebar maupun pada kontrol. Hal ini disebabkan
SWA yang dipusatkan dapat membantu perakaran dalam menyedikan air.
120

Tinggi (cm)

100
80
Kontrol

60

D1
D2

40

D3
20
0
1

2

3

4
5
Minggu

6

7

8

Gambar 8 Rataan dosis SWA terhadap tinggi tanaman jagung
Pada Gambar 8 menunjukkan grafik setiap dosis SWA pati singkong yang
diberikan hingga berumur 3 MST pertumbuhannya hampir sama, akan tetapi saat
berumur 8 MST dosis D1 pertumbuhannya tidak sesignifikan dibandingkan
dengan dosis D2 dan D3. Pada pemberian dosis SWA sebesar 0.1 g/kg pada
perlakuan D2 cenderung pertumbuhan tingginya lebih cepat dibandingkan dengan
dosis yang lainnya. Hal ini bisa dilihat pada hasil rata-rata perlakuan dengan dosis
0.1 g/kg pertumbuhan tingginya stabil terhadap interval penyiraman. Sehingga
dosis sebesar 0.1 g/kg dapat toleran terhadap interval penyirama I1, I2 dan I3.

18
Perlakuan kombinasi pada umur 8 MST antara dosis SWA pati singkong,
interval penyiraman dan pola penempatan SWA mampu meningkatkan tinggi
pertumbuhan tanaman jagung. Dari hasil ini menunjukkan bahwa pemberian
SWA pati singkong mampu menggantikan kompos sebagai bahan penyerap air
diikuti dengan interval pemberian air yang tepat, dosis yang sesuai serta pola
penempatan yang dapat dijangkau dengan akar, tetapi harus diimbangi juga
dengan pemupukkan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman jagung. Hal ini
disebabkan SWA pati singkong tidak mengandung unsur hara makro seperti N, P
dan K yang dibutuhkan tanaman.
Lebar Daun
Pemberian bahan water absorbent umumnya berpengaruh nyata terhadap
lebar daun tanaman. Hal ini pemberian bahan water absorbent dapat memperbaiki
retensi air terutama pada saat kondisi kekeringan yang interval penyiramannya
jarang. Tanaman yang diberikan bahan water absorbent umumnya lebih lebar
daunnya dari pada perlakuan kontrol. Pengaruh tersebut terlihat nyata pada
interval penyiraman I3 (14 hari siram) yang mengalami cekaman air. Hasil
pengamatan pertumbuhan lebar daun tanaman jagung disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4

Lebar daun t