1. Perusahaan dengan risiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih
besar tanpa harus terbebani oleh expected cost of financial distress, sehingga akan memperoleh keuntungan pajak karena penggunaan hutang
lebih besar. 2.
Perusahaan dengan tangible assets dan marketable assets seperti real estate seharusnya dapat menggunakan hutang lebih besar daripada
perusahaan yang memiliki nilai terutama intangible assets seperti paten dan goodwill. Hal ini disebabkan karena intangible assets lebih mudah
kehilangan nilai apabila terjadi financial distress disbanding tangible assets.
3. Perusahaan di negara dengan pajak tinggi seharusnya mengambil hutang
yang lebih tinggi dalam struktur modal daripada perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah karena bunga yang
dibayar diakui oleh pemerintah, sehingga mengurangi pajak penghasilan.
2.1.4 Pecking Order Theory
Myers dan Majluf dalam Husnan, 2002 menyebutkan bahwa pecking order theory adalah menentukan preferensi sumber dana yang paling disukai.
Teori ini mendasarkan diri atas informasi asimetrik, karena manajemen memiliki informasi yang lebih banyak mengenai prospek, risiko, dan nilai perusahaan,
daripada pemodal publik, karena manajemen perusahaan merupakan pengambil keputusan-keputusan keuangan, dan yang menyusun berbagai rencana perusahaan.
Informasi asimetrik ini mempengaruhi pilihan sumber dana internal atau eksternal
yang akan diambil. Sesuai dengan teori, maka investasi perusahaan akan diambil dari internal terlebih dahulu, baru diikuti pengambilan hutang. Teori pecking
order menyatakan sebagai berikut Brealey dan Myers, dalam Husnan, 2002: 1.
Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal. 2.
Perusahaan akan berusaha menyesuaikan rasio pembagian deviden dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak melakukan
perubahan pembayaran deviden yang terlalu besar. 3.
Pembayaran deviden yang cenderung konstan dan fluktuasi laba yang diperoleh mengakibatkan dana internal kadang-kadang berlebih atau
kurang untuk invetasi. 4.
Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Penerbitan
sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi yang dapat dikonversikan menjadi modal sendiri, baru akhirnya menerbitkan saham baru.
Perusahaan lebih menyukai pendanaan dari modal internal, yaitu dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan, dan depresiasi. Pendanaan secara
internal lebih disukai karena pendanaan ini memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu ”membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. Penerbitan saham baru
sebagai kebijakan pendanaan perusahaan akan memperoleh sorotan dari pemodal luar dan bisa dipersepsikan sebagai kabar buruk karena asimetrik informasi.
Penerbitan saham baru bisa ditafsirkan sebagai harga saham yang sudah terlampau tinggi sehingga akan terjadi underpricing pada saham baru yang diterbitkan
perusahaan. Selain itu, pertimbangan perusahaan lebih menyukai pendanaan
eksternal dalam bentuk hutang daripada modal sendiri adalah pertimbangan biaya emisi saham baru yang lebih mahal daripada biaya emisi obligasi.
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal