Asta Brata raja adalah bapa-babu rakyat; raja adalah lebih dari kepala, pemimpin,

Kata memayu, dari mayu = memasang atap rumah; menjadi memayu = membuat baik, memperbaiki Poerwadarminta, 1939 dalam Yasasusastra, 2011 Kata mangayu, dari ayu = baik, selamat, rahayu, cantik schoon, life v.e.vrouw,Bld. Mangayu of humayu = in geode staat brengen JFC Gerick en T. Roorda I, 1901 = membuat baik, memperbaiki. Dari akar kata tersebut Karkono menyajikan terjemahan Memayu hayuning bawana = melindungi keselamatan kesejahteraan dunia. Koentjaraningrat 1984 dalam Yasasusastra, 2011 menyinggung pula tentang kalimat memayu hayuning bawana pada bagian Hubungan antara Manusia dengan Alam sebagai berikut: Namun orang Jawa merasa berkewajiban untuk memayu ayuning bawana atau memperindah keindahan dunia; hanya inilah yang memberi arti pada hidup. Sehingga dari penjelasan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa konsep memayu hayuning bawana merupakan salah satu konsep ajaran kepemimpinan Jawa yang mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus mampu menjaga keseimbangan hidup antara manusia dan alam, dan yang paling utama adalah harus dapat menjaga alam serta keselamatan dan kesejahteraan masyarakatnya

2.6.3 Asta Brata

Konsep kepemimpinan Asta brata merupakan salah satu konsep yang cukup luas diapresiasi dan berasal dari naskah kuna Mahabarata. Yasasusatra 2011 menjelaskan, menurut konsepsi ini maka seorang pemimpin harus meniru 8 sifat alam yaitu: 1 Bumi Bumi wataknya adalah ajeg. Untuk itu seorang pemimpin sifatnya harus tegas, konstan, konsisten, dan apa adanya. Disamping itu, bumi juga menawarkan kesejahteraan bagi seluruh mahkluk hidup yang ada di atasnya. Tidak pandang bulu, tidak pilih kasih, dan tidak membeda- bedakan. Maka seorang pemimpin harus memikirkan kesejahteraan pengikut atau bawahannya tanpa pandang bulu dan dengan konsisten. 2 Matahari Matahari selalu memberi penerangan, kehangatan, serta energi yang merata di seluruh pelosok bumi. Pemimpin harus memberi semangat, membangkitkan motivasi dan memberi kemanfaatan pengetahuan bagi orang yang dipimpinnya. 3 Bulan Bulan memberi penerangan saat gelap dengan cahaya yang sejuk dan tidak menyilaukan. Pemimpin harus mampu memberi kesempatan di kala gelap, memberi kehangatan di kala susah, memberi solusi saat ada masalah dan menjadi penengah di tengah konflik. 4 Bintang Bintang adalah penunjuk arah yang indah. Seorang pemimpin harus mampu menjadi panutan, menjadi contoh, menjadi suri tauladan dan mampu memberi petunjuk bagi orang yang dipimpinnya 5 Api Api bersifat membakar. Seorang pemimpin harus mampu membakar jika diperlukan. Jika terdapat resiko yang mungkin bisa merusak organisasi, maka seorang pemimpin harus mampu untuk merusak dan menghancurkan resiko tersebut sehingga bisa sangat membantu untuk kelangsungan hidup organisasi yang dipimpinnya. 6 Angin Angin pada dasarnya adalah udara yang bergerak dan udara ada di mana saja dan ringan bergerak ke mana aja. Jadi pemimpin itu harus mampu berada di mana saja dan bergerak ke mana saja dalam artian bahwa meskipun mungkin kehadiran seorang pemimpin itu tidak disadari, namun dia bias berada dimanapun dia dibutuhkan oleh anak buahnya. Pemimpin juga tak pernah lelah bergerak dalam mengawasi orang yang dipimpinnya. 7 Laut atau samudra Air Laut atau samudra yang lapang dan luas, menjadi muara dari banyak aliran sungai. Artinya seorang pemimpin mesti bersifat lapang dada dalam menerima banyak masalah dari anak buah. Disamping itu, seorang pemimpin harus menyikapi keanekaragaman anak buah sebagai hal yang wajar dan menanggapi dengan kacamata dan hati yang bersih. Air mengalir sampai jauh dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Meskipun wadahnya berbeda-beda, air selalu mempunyai permukaan yang datar. Artinya, pemimpin harus berwatak adil dan menjunjung kesamaan derajat dan kedudukan. Selain itu, sifat dasar air adalah menyucikan. Pemimpn harus bersih dan mampu membersihkan diri dan lingkungannya dari hal yang kotor dan mengotori. Laut dan Samudra digambarkan memendam segala kemampuan , kelebihan dan potensinya berada dalam kandungan air yang dalam. Watak samudra menggambarkan jalma tan kena kinira, orang yang tampak bersahaja, tidak norak, tdak dapat disangka-sangka sesungguhnya ia menyimpan potensi yang besar diberbagai bidang, namun tabiatnya sungguh jauh dari sifat takabur, atau sikap menyombongkan diri. Mengambil sisi positif dari watak air selalu rendah hati dalam perilakubadan solah dan perilaku batin bawa atau andhap ashor. Air mengalir sampai jauh dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Meskipun wadahnya berbeda-beda, air selalu mempunyai permukaan yang datar. Artinya, pemimpin harus berwatak adil dan menjunjung kesamaan derajat dan kedudukan. Air adalah gambaran kodrat Tuhan. Air tidak pernah melawan kodrat Tuhan. Orang yang berwatak air, perbuatanya selalu berada pada kehendak Tuhan, jalan yang ditempuh selalu diberkahi Gusti Kang Murbeng Dumadi. Sehingga watak air akan membawa seseorang menemph jalan kehidupan dengan irama yang paling mudah, dan pada akhirnya akan masuk kepada samodra anugrah Tuhan Yang Maha Besar 8. Sebagai watak pamungkas adalah watak Langit Habeg Akasa Akasa atau langit . bersifat melindungi atau mengayomi terhadap seluruh makhluk tanpa pilih kasih dan memberi keadilan dengan membagi musim di berbagai belahan bumi. Dalam Jauhari, 2010 disebutkan konsep kepemimpinan Jawa lainnya yang juga cukup bahyak diapresiasi adalah konsep kepemimpinan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara yang terdiri dari 3 aspek kepemimpinan yaitu 1 ing ngarsa sung tuladha, 2 ing madya mangun karsa, dan 3 tut wuri handayani. Ing ngarsa sung tuladha menekankan peran seorang pemimpin sebagai tokoh yang harus bisa diteladani, yang harus bisa membimbing dan memberi arah ke mana organisasi hendak di bawa. Kalau dikaitkan dengan hasta brata maka konsep ini sama sengan sifat bintang dimana seorang peminpin harus bisa menjadi petujuk arah yang jelas. Akhirnya seorang pemimpin harus mampu bersikap tut wuri handayani, yaitu mampu menyediakan kesempatan untuk berkembang bagi yang dipimpinnya. Seseorang memenuhi syarat untuk menjadi seorang pemimpin ketika dia mampu mengedepankan orang lain terlebih dulu. Keberhasilan seseorang memimpin terkait dengan keberhasilan dia membuat orang-orang yang dipimpinnya berhasil. Secara hakiki seorang pemimpin adalah seseorang yang memegang kendali untuk membuat orang lain mendapatkan kendali. Kewenangan yang dimiliki pada hakekatnya adalah kewenangan untuk memungkinkan orang lain memiliki kendali atas pekerjaan dan kehidupannya. Konsep terakhir yang layak disajikan adalah konsep kepemimpinan yang termuat dalam Serat Wulang Jayalengkara. Prinsip ini menarik karena pemilihan hal yang diacunya sebagai sifat ideal seorang pemimpin. Menurut Serat Wulang Jayalengkara, seorang pemimpin haruslah memilik watak catur empat hal, yakni, retna, estri, curiga, dan paksi dengan penjelasan sebagai berikut: Retna atau permata, wataknya adalah pengayom dan pengayem, karena khasiat batu permata adalah untuk memberikan ketenteraman dan melindungi diri. Berarti seorang pemimpin harus mampu menjadi pelindung bagi yang dipimpinnya, mampu menciptakan rasa tentram dalam hati orang-orang yang dipimpinnya. Estri atau wanita wataknya adalah berbudi luhur, bersifat sabar, bersikap santun, mengalahkan tanpa kekerasan atau pandai berdiplomasi. Seorang pemimpin harus memiliki budi luhur, melebihi dari yang dipimpinnya. Dia juga harus memiliki kesabaran dan sopan santun yang memadai agar bisa menggerakkan orang yang dipimpinnya, tanpa yang bersangkutan merasa terpaksa berbuat karena kalah dalam status dan kedudukan. Curiga atau keris memiliki ujung yang tajam, oleh karena itu seorang pemimpin haruslah memiliki ketajaman olah pikir dalam menetapkan kebijakan policy dan strategi di bidang apapun sesuai dengan organisasi yang dia pimpin. Paksi atau burung, mengisyaratkan watak yang bebas terbang kemanapun. Seorang pemimpin harus bisa mandiri agar dapat bertindak independen tidak terikat oleh kepentingan satu golongan, sehingga pendapat, keputusan, maupun tindakannya bisa menyejukkan semua lapisan masyarakat. Itulah beberapa konsep kepemimpinan Jawa yang cukup dikenal luas dan layak menjadi bahan renungan untuk mengembangkan prinsip kepemimpinan yang membumi di Indonesia. Tentu saja hal itu masih bisa dan harus disinergikan dengan prinsip kepemimpinan dari suku bangsa lain yang membentuk mosaik bangsa Indonesia agar menjadi prinsip yang benar- benar membumi karena didasarkan pada hal-hal yang memang ada dalam pemikiran bangsa sendiri.

2.7 Kepemimpinan Sebagai Konstruksi Sosial