MAKSIM SOPAN SANTUN BAHASA TOLAKI

Maksim Kesepakatan

Maksim ini mengacu pada prinsip bertutur sapa orang tua dulu, yang sampai saat ini yang menjadi budaya dalam berbahasa Tolaki. Inti prinsip tersebut apabila dalam berbicara, berkomunikasi kedua partisipan berusaha menciptakan kesepakatan ketika pembicaraan berlangsung dan sebaiknya menghindari perselisihan, tidak banyak bicara agar hubungan semakin akrab dan rasa kekeluargaan semakin dalam. Dengan demikian kebencian, perselisihan, perdebatan yang akan berdampak pertengkaran tidak akan terjadi. Kongkritnya penutur bahasa Tolaki tidak akan menghendaki adanya pertengkaran mulut karena yang demikian dianggap tidak sopan. Bagi mereka mesambepe suatu sikap bertutur atau berbicara yang mempunyai nilai sopan santun karena dapat menghargai orang lain. Orang yang mampu atau selalu mewujudkan kesepakatan dalam berbicara dianggap orang yang mengerti adat istiadat berbicara. Inti maksim mesambepe dalam penutur/pembicara adalah hendaklah dalam berbicara kita selalu mewujudkan kesepakatan, dan jauhkan kesalahpahaman terhadap orang lain. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan ekspresif, sebagai berikut :

Dialog antara (Pa) dengan (Pk) tentang kesepakatan pendapat tentang suatu

KONTEKS hal. Tempatnya di sebuah rumah pada waktu sore hari, usia dan status sosial

sama. DATA Penutur I

kira- kira teembe ponaamu keno inggo’o ronga inakau lako tau wuohu ine kandari?(Data 16)

Kira-kira Bagaimana pendapatmu kalau kamu dengan saya pergi tahun baru di kendari?. „Bagaimana pendapatmu kalau kamu dengan saya pergi tahun baru di

Kendari?‟.

Penutur II sosoito inaku aso ponaa ronga inggo’o. Cocokmi saya satu pendapat dengan kamu. „Cocok, saya sependapat dengan kamu‟.

Penutur I Topedandi tokaa, Keno teipia keuonggo lako. Kita janji saja, kalau kapan kamu akan pergi. „Kita berjanji saja, kalau kapan kamu akan pergi‟.

Penutur II Teembe keno mohina mooru-oru ronga kiniwia?. Bagaimana kalau besok pagi-pagi dengan sore ?.

„Bagaimana, kalau besok pagi-pagi atau sore?.‟ Penutur I

Kiniwia tokaa tolako. Sore saja kita pergi. „Sore saja kita pergi.‟

Penutur II Ietoo, mohina kiniwia tokaa. Iyalah, bsok sore saja.

„Iya, besok sore saja.‟ DATA

Kira- kira inaku ronga ie’i menggena, teembe ponaamu?. Penutur I

Kira-kira saya dengan dia sama, bagaimana pendapatmu?. „Kira-kira saya dan dia serasi, bagaimana pendapatmu?‟.(Data 17)

Penutur II Inaku pikiri’i inggo’o ronga ie’i menggena dahu. Saya pikir kamu dengan dia serasi betul

„Saya pikir kamu dengan dia sangat serasi‟ Penutur I

Ietoo, asombonaakeitoto. Iyalah, satu pendapat saya dengan kamu. „Iya, sependapatlah kita‟.

DATA Teembe meambo ino babu ari inolinggu?. Penutur I

Bagaimana, bagus ini baju yang baru saya beli. „Bagaimana, bagus baju ini yang saya beli?‟. .(data 18)

Penutur II Kuehe’i, keno tewaliki weike kona toka’i. Saya suka, kalau bisa ji kasikan saya saja. „Saya suka. Kalau bisa berikan saja kepada saya‟

Penutur I Kuarimbo pake’i mepowaihaa’ako kuamba weiko’o. Saya selesai pakai acara saya baru kasi.

„Saya pakai dulu acara baru saya berikan‟. Penutur II

Ietoo, sa’arimu pakei iamo kolupe’i weikona. Iyalah,setelah kamu selesai pakai jangan lupa kasih saya. „Iya, setelah kamu selesai pakai jangan lupa berikan kepada saya‟.

Penutur I Ietoo, Kuonggoki weiko’o. Iyalah, saya akan kasih kamu.

„Iya, saya akan berikan kepada kamu‟. Tuturan-tuturan kalimat pada data di atas termasuk maksim kesepakatan. Karena, ketiga data tuturan tersebut menujukkan adanya kesepakatan. Tuturan-tuturan pada kalimat tersebut sangat sopan, karena cara menyampaikan kata-kata dalam berbicara antara satu dengan yang lain sangat sopan dan mereka saling menghargai. Dalam tuturan-tuturan di atas terdapat kata inggo’o „kamu‟. Kata inggo’o merupakan sapaan yang tidak sopan, tetapi usia (Pa) dan (Pk) setara dan status sosial sama maka hal tersebut dianggap sopan. Kata inggo’o akan tidak sopan jika yang menuturkan usianya lebih muda kepada usia yang lebih tua.

Gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa mesambepe suatu sikap bertutur yang tampak dalam komunikasi bagi orang Tolaki. Mereka menginginkan sikap kesepakatan, tidak banyak bicara, tidak banyak protes, karena apabila seorang yang bersikap banyak bicara, suka protes dianggap sikap tersebut tidak sopan.Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa maksim Gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa mesambepe suatu sikap bertutur yang tampak dalam komunikasi bagi orang Tolaki. Mereka menginginkan sikap kesepakatan, tidak banyak bicara, tidak banyak protes, karena apabila seorang yang bersikap banyak bicara, suka protes dianggap sikap tersebut tidak sopan.Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa maksim

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa daerah Tolaki penutur di Kelurahan Alangga terdapat maksim yang berdasarkan prinsip sopan santun, maksim yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Maksim kearifan, dalam berbahasa Tolaki diberi nama lulumbenao maksim ini di tuturkan berdasarkan aturan buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan impositif dan komisif.

2. Maksim kedermawaan, dalam bahasa tolaki diberi nama pesawa Maksim ini dituturkan berdasarkan aturan buatlah kerugian diri sendiri sekecil mungkin. Dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Maksim kedermawaan diungkapkan dalam tuturan imposif dan komisif.

3. Maksim pujian, dalam bahasa Tolaki disebut morere aturan ini menuturkan maksim ini adalah „pokodadioi morere toono suere ronga kurangi’i morere dowo’ . maksim ini diungkapkan dalam tuturan ekspresif. Maksim morere dituturkan dalam dua bentuk, yaitu (1) memuji orang lain „morere toono suere’ dan (2) tuturan menuji diri sendiri „morere dowo ‟.

4. Maksim kerendahan hati, dalam bahasa Tolaki diberi nama okino pokolaloi’i dowono.Inti penuturan maksim ini berdasarkan hindari menuturkan kata-kata yang meninggikan diri sendiri atau membanggakan diri, perbanyaklah menuturkan kata-kata merendah diri. Maksim okino pokolaloi’i dowono diungkapkan dalam tuturan ekspresif.

5. Maksim Kesimpatian, dalam bahasa Tolaki disebut maksim mombeririako. Inti penuturan maksim ini „perbanyak menuturkan kata-kata kesimpatian kepada orang lain agar dapat mengurangi tuturan yang menujukkan kebencian atau antipati‟. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan ekspresif.

6. Maksim kesepakatan, dalam bahasa Tolaki disebut maksim mesambepe. Diungkapkan berdasarkan aturan „hendaklah dalam berbicara kita selalu mewujudkan kesepahaman terhadap orang lain‟ maksim ini diungkapkan dalam tuturan ekspresif.

Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Peneliti yang berniat meneliti pragmatik bahasa daerah, agar dapat melakukan penelitian tentang maksim-maksim yang lain, agar pembahasan tentang maksim bahasa Tolaki lebih mendalam. Karena penelitian ini hanyalah meneliti secara sederhana tentang ada tidaknya maksim sopan santun di dalam bahasa Tolaki khususnya di Kelurahan Alangga Kecamatan Andoolo Kabupaten Konsel.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan buku relevansi sebagai bahan pelajaran muatan lokal (Mulok) di sekolah-sekolah di Kelurahan Alangga Kecamatan Andoolo agar kesopan santunan berbahasa Tolaki tidak diabaikan oleh penutur, khususnya generasi muda, karena maksim berbahasa Tolaki suatu sikap terampil berbahasa (Pragmatik). Keterampilan berbahasa merupakan warisan budaya yang tetap harus dilestarikan keberadaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik, Jakarta: Rpineke Cipta. Chaniago, Sam Mukhtar, et.al. 1997, Materi Pokok Pragmatik,Jakarta: Depdikbud Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataan Guru SLTP Setara D-III Djajasudarma, T. Fatimah.1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT ERESCO. Hanna, dkk. 2012. Kamus Dwibahasa Tolaki-Indonesia. Kendari : Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara. Leech, Geofry. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik (terjemahan Oka), Jakarta: Universitas Indonesia. Marafad, La Ode Sidu. 2010. Buku ajar Bahasa Indonesia dan Karya Tulis Ilmiah. Kendari: Unhalu. Mashun, M. S. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Rajawali Pers Citra Niaga. Oka, Igusti Nugraha. 1990. Retorika Kiat Bertutur, Malang: Yayasan Asih Asah Asuh

(Y.A 3 Malang). Qodratillah, Meity Taqdir, dkk. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Untuk Pelajar. Jakarta Timur. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik, Jakarta: Erlangga. Tarimana, Abdurrauf. 1993. Kebudayaan Tolaki. Jakarta: Balai Pustaka. Tarigan, Henry Guntur, 1984. Pengajaran Pragmatik, Bandung: Angkasa.