MAKSIM SOPAN SANTUN BAHASA TOLAKI

MAKSIM SOPAN SANTUN BAHASA TOLAKI

Astriani

astrianicby94@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini berjudul “Maksim Sopan Santun Bahasa Tolaki”. Penelitian ini didasari latar belakang, bahwa dalam penuturan bahasa Tolaki oleh generasi orang Tolaki sekarang kurang memperhatikan maksim sopan santun dalam berbicara. Hal ini disebabkan karena terbatasnya pengetahunan penutur tentang jenis-jenis maksim sopan santun bahasa Tolaki. Bahasa Tolaki syarat dengan nilai-nilai sopan santun sehingga perlu untuk dikaji. Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah jenis-jenis maksim sopan santun bahasa Tolaki.Tujuan yang akan dicapai dari masalah tersebut adalah dapat mendeskripsikan jenis-jenis maksim sopan santun bahasa Tolaki. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan. Hasil analisis menujukkan bahwa dalam bahasa Tolaki terdapat jenis-jenis maksim sopan santun yakni (1) maksim kearifan atau lulumbenao (2) maksim kedermawaan atau pesawa (3) maksim pujian atau morere (4) maksim kerendahan hati atau okino pokolaloi’i dowono(5) maksim kesimpatian atau mombeririako (6) maksim kesepakatan atau mesambepe.

Pendahuluan

Bahasa yang digunakan oleh manusia dapat dijadikan sebagai pengungkap masalahkebudayaan suatu masyarakat. Eksitensi bahasa dalam diri setiap manusia tidak terlepas dari berbagai aspek kehidupan. Peranan bahasa yang sangat penting bila dihubungkan dengan dunia moderen sekarang ini.Bahasa daerah sebagai bagian dari kebudayaan sangat bermanfaat bagi masyarakat pemakainya terutama sebagai alat komunikasi antarsesamanya. Dengan demikian bahasa dapat menjadi penerusnya saling pengertian, saling sepakat, saling membutuhkan dalam kehidupan. Dengan kata lain, bahasa-bahasa daerah digunakan sebgai alat komunikasi antarsuku dalam suasana informal untuk menujukkan penghargaan atau rasa hormat, rasa akrab terhadap lawan bicara yang berasal dari kelompok yang sama. Di samping itu, melalui bahasa daerah akan terpupuk rasa persatuan dan kesatuan antarwarga masyarakat penuturnya.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka perlu diadakan suatu penelitian dan pengkajian yang sistematis dalam rangka melestarikan budaya bangsa, terutama bahasa-bahasa daerah yang tersebar di seluruh wilayah nusantara dan sebagai salah satu bagian bahasa daerah adalah bahasa- bahasa yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara salah satunya adalah bahasa Tolaki. Bahasa Tolaki adalah salah satu bahasa daerah yang terdapat di Sulawesi Tenggara yang merupakan bahasa utama masyarakat Tolaki. Hingga saat ini bahasa Tolaki tetap digunakan sebagai bahasa pergaulan dan alat komunikasi dalam alat sosial kultural Tolaki. Penutur bahasa Tolaki tersebar di empat Kabupaten dan satu Kota yaitu Kota Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Konawe Selatan. Penyebaran bahasa Tolaki dimulai dari wilayah sekitar Danau Matana bergeser ke arah selatan di hulu Sungai Lasolo dan konawe‟eha yang mula-mula berlokasi di Andolaki. Daerah tersebut merupakan pemukiman pertama orang tolaki. Selanjutnya, bahasa ini bergeser ke timur sampai di pesisir sungai Lasolo dan Lalindu di Kecamatan Mowewe. Triwuta, Lambuya, Unaaha, Wawotobi, Lasolo, Sampara, Mandonga, Kendari, Ranomeeto, Punggaluku, Tinanggea, Andoolo, Moramo, dan Wawoni‟i, ke selatan sampai di wilayah Kecamatan Wundulako dan Kolaka, dan ke barat sampai di wilayah Kecamatan Lasusua dan Pakue (Tarimana, 1993:70).

Penutur bahasa daerah sekarang kurang memperhatikan maksim sopan santun dalam berbahasa. Hal ini disebabkan faktor terbatasnya pengetahuan penutur yang meliputi tiga faktor Penutur bahasa daerah sekarang kurang memperhatikan maksim sopan santun dalam berbahasa. Hal ini disebabkan faktor terbatasnya pengetahuan penutur yang meliputi tiga faktor

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Qodratillah,Meity Taqdir,dkk,2011: 294) maksim adalah pernyataan ringkas yang mengandung ajaran atau kebenaran umum tentang sifat-sifat manusia. Maksim (maxim) yang juga diistilahkan ungkapan atau pernyataan ringkas, merupakan bagian dari retorika antarpribadi. Retorika ini salah satu kajian pragmatik. Leech dalam Tarigan, (1993:80) mengklasifikasikan menjadi tiga prinsip retorika antarpribadi, yaitu (1) prinsip kerja sama, (2) prinsip sopan santun (prinsip ini menjadi kajian penelitian). Dan (3) prinsip ironi. Maksim sopan santun, kajian pragmatik yang mempelajari tentang bagaimana seseorang dapat mengungkapkan pernyataan dengan menujukkan sikap sopan santun kepada pihak lain sesuai aturan-aturan yang ada. Leech, (1993:206) menjelaskan bahwa secara umum maksim sopan santun berhubungan antara dua orang pemeran yaitu diri sendiri dan orang lain. Untuk mendapatkan gambaran tentang maksim sopan santun bahasa Tolaki dapat dilihat pada contoh berikut :

(1) Ale kona tanggalinggu „Ambil saya cangkulku‟ “Ambilkan cangkul saya”

(2) Tulungii aku ale’i kona tanggalinggu „Tolong saya ambil saya cangkulku‟ “Saya minta tolong ambilkan cangkulku”

(3) Tulungii dahu aku ale’i kona tanggalinggu „Tolong sangat saya ambil saya cangkulku‟ “Saya minta tolong dengan sangat, ambilkan cangkulku”

(4) Tabee, keno oki mobea, inaku mongoni tulungii ale’i kona tanggalinggu. „Permisi, kalau tidak berat, saya minta tolong ambil saya cangkulku‟

“Permisi, kalau tidak keberatan, saya minta tolong ambilkan saya cangkul” Memperhatikan contoh maksim tersebut, deretan tuturan di atas memiliki tingkat

kesantunan. Masing-masing tuturan (1) tuturan ini dipergunakan dalam komunikasi sehari-hari tetapi dalam maksim sopan santun tuturan tersebut tidak sopan karena selain nada ucapan agak tinggi apa bila dituturkan juga terkesan memaksa, hal ini tidak sopan walupun yang menuturkan lebih tua usianya. Tuturan (2) cukup sopan, tuturan (3) lebih sopan, dan tuturan (4) sangat sopan. Yang menandakan so pannya pada kalimat (4) ditandai dengan kata “tabee” yang inti kalimatnya tabee, keno oki mobea, inaku mongoni tulungii ale’i kona tanggalinggu. Maksim ini berdasarkan aturan atau inti pokok “buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin” (Leech,1993:206). Maksim seperti ini, termasuk bentuk maksim kearifan, merupakan salah satu diantara sekian banyak maksim sopan santun. Gambaran demikian yang akan dibahas lebih mendalam dalam penelitian ini.Mengungkapkan sebuah tuturan dalam berbahasa tidak ada yang berhak melarang, menyalahkan dan mengatur seseorang, tetapi perlu diketahui bahwa bangsa Indonesia kental dengan budaya sopan santun, budaya bertutur dan yang demikian merupakan sifat alamiah setiap suku bangsa di Indonesia termasuk bahasa Tolaki.

Permasalahannya adalah bagaiman mengajak kembali penutur-penutur tersebut mau memperhatikan penggunaan maksim sopan santun dalam berbahasa Tolaki, karena memungkinkan kurangnya perhatian penggunaan maksim sopan santun dalam berbahasa Tolaki disebabkan karena ketidaktahuan tentang faktor-faktor yang dijelaskan sebelumnya. Untuk itu peneliti sebagai penutur bahasa Tolaki merasa terpanggil untuk mengadakan penelitian tentang maksim sopan santun bahasa Tolaki yang mengkhusus kepada jenis-jenis maksim sopan santun bahasa Tolaki, sebagai salah satu cara untuk menjawab permasalahan tersebut di atas.

Penelitian maksim sopan santun sudah pernah dilakukan. Misalnya (1) maksim sopan santun bahasa Kulisusu, oleh Satria,(2005), (2) maksim sopan santun bahasa Bugis dialek Bone, oleh Rahman, (2000), (3) maksim sopan santun bahasa Muna dialek Tiworo kepulauan (TIKEP), oleh Suyadi, (2012). Penelitian tentang maksim sopan santun (kajian pragmatik) bahasa Tolaki belum pernah di lakukan. Untuk itu peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut, sebagai wujud kecintaan pada bahasa daerah khususnya dan bahasa Indonesia pada umumnya. Dalam penelitian ini terjemahan yang saya gunakan ada dua bentuk yaitu terjemahan secara bebas dan terjemahan secara glos. Disamping itu alasan mendasar peneliti melakukan penelitian ini karena peneliti merasa prihatin terhadap kenyataan yang terjadi dimasyarakat Kabupaten Konawe Selatan Khususnya di Kelurahan Alangga Kecamatan Andoolo, dimana banyak para generasi muda yang tidak lagi mempunyai etika dan adab sopan santun dalam berkomunikasi, baik pada orang yang lebih muda, teman sebaya dan orang yang lebih tua.

Untuk itu dalam pembahasan ini bahwa pada dasarnya kegiatan berbahasa tidak sekedar menuturkan kata-kata menjadi kalimat sebagai lambang bunyi saja, kemudian orang lain (penyimak) mendengar dan memahami maknanya, tetapi selain itu prinsip sopan santun dalam mengungkapkan tuturan pun menjadi hal yang penting agar tidak menimbulkan sikap antipati, rasa tidak senang terhadap lawan bicara. Tentunya hal ini dapat berdampak terpeliharanya hubungan bermasyarakat yang baik. Dengan demikian maksim sopan santun sebagai kajian pragmatik pada bahasa daerah perlu dikaji dan dikembangkan dan ini pulahlah yang menjadi alasan peneliti mengadakan penelitian. Berdasaarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah jenis-jenis maksim sopan santun dalam bahasa Tolaki?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan jenis-jenis maksim sopan santun dalam bahasa Tolaki.

Kajian Pustaka Pragmatik

Pragmatik ialah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya (Levinson dalam Rahardi,2005:48). Pragmatik ialah menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial. (Tarigan,1984:30). Pragmatik ialah menelaah keseluruhan perilaku insan, terutama dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang pragmatik memusatkan perhatian pada cara insan berperilaku dalam keseluruhan situasi pemberian dan penerimaan tanda. (George dalam Tarigan,1984:30).Mengacu kepada ke tiga pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa pragmatik ialah telaah mengenai makna dalam hubungannya dengan aneka situasi ujaran.

Klasifikasi Jenis-jenis Pragmatik

Jenis-jenis pragmatik dapat diklasifikasikan dengan tujuan beberapa segi. Chaniago et.al. (1997:2.3) membagi hal tersebut sebgai berikut.

1) Fungsi tindak tutur, dikenal tiga jenis pragmatik yaitu (1) lokusi, (2) ilokusi, dan (3) perlokusi.

2) Implikatur, terdiri atas (1) implikatur konvensional, (2) implikatur nonkonvensional.

3) Rujukan atau referensi, terdapat jenis pragmatik (1) anafora dan (2) katafora

4) Prinsip kerja sama, dikenal jenis pragmatik atau maksim percakapan, yaitu (1) maksim kuantitas, (2) maksim kualitas, (3) maksim hubungan, dan (4) maksim cara.

5) Prinsip sopan santun terdapat jenis pragmatik atau maksim : (1) kearifan (2) kedermawaan (3) pujian (4) kerendahan hati (5) kesepakatan dan (6) kesimpatian.

6) Pranggapan, terdapat jenis pragmatik : (1) pranggapan semantik dan (2) peranggapan pragmatik.

Tindak Ilokusi

1) J.R Sarle dalam Tarigan (1984:42-43) mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan kriteria seperti berikut ini : (a) Asertif : bentuk tuturan yang melibatkan pembicara pada kebenaran proposisi yang

diekspresikan,

memberitahukan, menyarankan, membanggakan, mengeluh, menuntut, melaporkan. Ilokusi-ilokusi seperti ini cenderung bersifat netral dari segi kesopansantunan, kecuali sikap membanggakan, menyombongkan dianggap tidak sopan.

misalnya

menyatakan,

(b) Direktif : bentuk tuturan yang dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek melalui tindakan sang penyimak, misalnya memesan, memerintahkan, memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, menasihatkan. Tujuan ilokusi ini bersaing dengan tujuan sosial misalnya meminta, menuntut, mengemis, dan sebagainya. Efek tuturan tersebut negatif, tetapi dalam hal kesopansantunan menjadi penting. Sebaliknya impositif (undangan) pada hakikatnya dianggap sopan.

(c) Komisif : bentuk tuturan yang melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang akan datang misalnya : menjanjikan bersumpah, menawarkan, memanjatkan (doa), dan lain-lain.

(d) Ekspresif : bentuk tuturan yang mempunyai fungsi mengekspresikan, mengungkapkan atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi. Misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, memuji, menyatakan belasungkawa, dan lain-lain.

2) Kebijaksanaan dan Kesopansantunan Bagaimanakah hubungan antara kebijaksanaan dan kesopansantunan? Pertanyaan ini mengantar kita untuk memahami kedua sikap tersebut. Tarigan (1984:44) mengemukakan bahwa kebijaksanaan merupakan salah satu jenis atau aspek kesopansantunan. Dengan demikian ada baiknya jika kita menghubungkan aneka tindak ilokusi secara tepat dengan aneka jenis kesopansantunan yang serasi.

3) Paradoks Santun Pragmatik Adalah suatu atribusi sikap yang bertentangan pada para partisipan dalam suatu dialog (Tarigan, 1984:39).Oran g dapat memperdebatkan bahwa dalam lingkaran „kesopansantunan yang ideal‟, penentuan kedua partisipan dalam wacana haruslah sama hormatnya dengan satu sama lain akan menimbulkan suatu kemunduran yang tiada terhingga dalam „logika‟ perilaku percakapan.

4) Skala Pragmatik Salah satu skala pragmatik yang berkaitan erat dengan maksim sopan santun adalah skala untung rugi. Dimana skala untung rugi ini diperkirakan untung-rugi dari penawaran tindakan A bagi bicara atau penyimak. Skala ini terbagi terbagi atas dua skala yang berbeda, yaitu: skala untung rugi bagi pembicara dan skala untung rugi bagi penyimak (Tarigan, 1984:64).

Maksim Sopan Santun

Maksim sopan santun adalah kajian pragmatik tentang bagaimana seseorang dapat mengungkapkan pernyataan dengan menujukkan sikap sopan kepada pihak lain sesuai aturan- aturan yang ada. (Leech, 1993:206)

Maksim sopan santun adalah kajian pragmatik berupa ungkapan yang berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat kita sebut sebagai diri sendiri dan orang lain. Dalam percakapan diri sendiri biasanya dikenali sebagai pembicara, dan orang lain sebagai penyimak (Tarigan, 1984:75)

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa maksim sopan santun ialah sebuah ungkapan atau tuturan yang berkaitan dengan dengan perilaku sopan santun untuk menyatakan sesuatu hal sesuai aturan atau prinsip maksim, antara pembicara dan penyimak.

Jenis-Jenis Maksim Sopan Santun

Mengacu pada prinsip kesopanan maksim dapat dibagi beberapa jenis. Leech (1993:206) membagi menjadi enam jenis, sebagai berikut.

Maksim Kearifan (tach maxim)

Gagasan dasar maksim kearifan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip inti dalam maksim kearifan adalah buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan impositif dan komisif. Orang yang berpegang dan melaksanakan maksim kearifan akan dapat dikatakan sebagai orang santun.

Maksim Kedermawaan (generosity maxim)

Dengan maksim kedermawaan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan orang lain akan terjadi apabila berpegang pada prinsip maksim inti yang berdasarkan aturan buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Maksim kedermawaan ini diungkapkan dalam tuturan impositif dan komisif.

Maksim Pujian (approbation maxim)

Di dalam maksim pujian dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan pujian kepada pihak lain. Dengan maksim ini inti pokoknya berdasarkan aturan kecam orang lain sedikit mungkin dan pujilah orang lain sebanyak mungkin. Maksim ini di ungkapkan dalam tuturan ekspresif dan asertif.

Maksim pujian oleh Leech (1993) diistilahkan maksim rayuan dalam arti rayuan digunakan untuk pujian yang tidak tulus, seperti merayu, menjilat. Aspek negatif yang menjadi penting dalam hal ini adalah jangan mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan orang lain (Leech, 1993:212).

Maksim Kerendahan Hati (modesty maxim)

Aturan pengungkapan maksim ini mengacu pada prinsip pujilah diri sendiri sedikit mungkin dan kecamlah diri sendiri sedikit mungkin. Maksim kerendahan hati diungkapkan dalam tuturan ekspresif dan asertif.

Di dalam maksim kerendahan hati atau maksim kesederhanaan peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia, kerendahan hati dan kesederhanaan banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan (Rahardi, 2005:64).

Maksim Kesepakatan (agreement maxim)

Maksim kesepakatan intinya adalah usahakan agar kesepakatan antara diri dan orang lain terjadi sedikit mungkin dan usahakan agar kesepakatan antara diri dan orang lain terjadi sebanyak mungkin. Maksim ini diungkapkan dalam tuturan ekspresif dan asertif.

Maksim Kesimpatian (sympathy maxim)

Di dalam maksim kesimpatian, diharapkan agar peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Maksim kesimpatian mengacu pada prinsip inti dengan aturan bahwa kurangilah rasa antipati antara diri dan orang lain hingga sekecil mungkin dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan orang lain. Seperti Di dalam maksim kesimpatian, diharapkan agar peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Maksim kesimpatian mengacu pada prinsip inti dengan aturan bahwa kurangilah rasa antipati antara diri dan orang lain hingga sekecil mungkin dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan orang lain. Seperti

Sosiopragmatik

Menurut (Leech,1993:15) sosiopragmatik ialah tuturan yang dikaitkan dengan kondisi tertentu, kebudayaan dan masyarakat pemakai bahasa yang berebeda, serta kondisi kelas sosial yang berbeda.

Tarigan (1984:26) menjelaskan bahwa sosiopragmatik adalah telaah mengenai kondisi- kondisi setempat atau kondisi-kondisi lokal yang lebih khusus mengenai penggunaan bahasa. Dalam masyarakat setempat yang lebih khusus ini jelas terlihat bahwa prinsip kerja sama dan prinsip kesopansantunan berlangsung secara berubah-ubah dalam kebudayaan yang berbeda- beda atau aneka masyarakat bahasa, dalam situasi-situasi sosial yang berbeda-beda, diantara kelas- kelas sosial yang berbeda-beda, dan sebagainya, dengan perkataan lain sosiopragmatik merupakan tepal betas sosiologis pragmatik.

Metode dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian secara rinci dan mendalam sesuai sifat alamiah bahasa yang diteliti. Deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan data secara alamiah, serta menghasilkan kaidah-kaidah kebahasaan secara linguistik (Djadjasudarma, 1993:15).Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini terutama dalam hubungan langsung dengan pengumpulan data, pengkajian data, dan penyajian data dalam laporan penelitian.

Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan karena data yang diperoleh adalah data lisan oleh karena itu, peneliti langsung kelokasi penelitian untuk mengumpulkan data sesuai dengan masalah penelitian. Penelitian lapangan melibatkan masyarakat sebagai informan dan sumber data penelitian ini (Djadjasudarma, 1993:6).

Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data lisan berupa tuturan yang bersumber dari penutur asli Tolaki khususnya Kelurahan Alangga Kecamatan Andoolo (informan) yang ada hubungannya dalam masalah penelitian ini. Data penelitian ini diperoleh di Kelurahan Alangga Kecamatan Andoolo Kabupaten Konawe Selatan. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa masyarakatnya belum bercampur dengan penutur bahasa daerah lain.

Sumber data lisan diperoleh dari sejumlah informan yang termasuk penutur asli bahasa Tolaki. Informan tersebut berjumlah lima orang yang merupakan tokoh masyarakat dibidang agama, adat istiadat, petani dan generasi muda. Dari informan tersebut di harapkan dapat memberikan data yang betul-betul asli.

Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode cakap dan simak. Metode cakap yakni cara yang ditempuh dalam pengumpulan data berupa percakapan antara peneliti dan informan. Sedangkan metode simak yaitu cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak penggunaan bahasa (Mashun,2007:92-95).

Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Oleh karena itu, untuk memperoleh data peneliti turun langsung ke lokasi penelitian. Dalam pengumpulan data peneliti melakukan percakapan langsung dengan informan, selama percakapan berlangsung peneliti merekam tuturan-tuturan berupa maksim sopan santun bahasa Tolaki dengan menggunakan alat-alat perekam, dan mencatat Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Oleh karena itu, untuk memperoleh data peneliti turun langsung ke lokasi penelitian. Dalam pengumpulan data peneliti melakukan percakapan langsung dengan informan, selama percakapan berlangsung peneliti merekam tuturan-tuturan berupa maksim sopan santun bahasa Tolaki dengan menggunakan alat-alat perekam, dan mencatat

1. Teknik cakap semuka yaitu peneliti langsung mendatangi daerah pengamatan dan melakukan percakapan dengan informan dengan memberikan pertanyaan sesuai dengan masala h penelitian.

2. Teknik rekam yaitu peneliti merekam data dari informan guna memperoleh data yang jelas.

3. Teknik catat yaitu teknik yang digunakan dengan mencatat pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontan.

4. Teknik introspeksi, yaitu teknik pengumpulam data yang digunakan melalui teknik elisitasi, teknik ini dapat digunakan karena peneliti juga asli bahasa Tolaki.

Metode dan Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data peneliti menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan ini sesuai dengan objek penelitian yaitu jenis-jenis maksim sopan santun. Pendekatan ini digunakan sejalan dengan pandangan Des Sausure (Djajasudarma,1993:60) yang menyatakan bahwa bahasa merupakan sistem yang unsur-unsurnya saling berhubungan untuk membentuk satu kesatuan yang utuh.Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosiopragmatik, sebuah pendekatan yang menelaah tuturan-tuturan yang berkaitan dengan kondisi tertentu, kebudayaan-kebudayaan dan masyarakat pemakai bahasa yang berbeda yang dikaitkan sopan santun berbahasa Toalaki.Analisis data dilakukan melalui tahapan-tahapan, sebagai berikut :

1. Identifikasi data, maksudnya data yang sudah ada diberi kode sesuai permasalahan penelitian.

2. Klasifikasi data adalah mengklasifikasikan data berdasarkan permasalahaan penelitian.

3. Interprestasi maksudnya adalah suatu proses penafsiran data yang telah diklasifikasikan. Hal itu dimaksudkan agar mudah untuk mengelompokkan tuturan tersebut menurut karakteristik tertentu yakni : KONTEKS

Sesuai dengan keadaan saat dialog berlangsung DATA Penutur I

Penutur II

4. Deskripsi data maksudnya data yang sudah diklasifikasikan kemudian di interprestasi, dirumuskanlah menjadi sebuah kesimpulan setiap pokok permasalahan.

Pembahasan dan Hasil Penelitian Maksim Kearifan

M aksim kearifan „lulumbenao‟ Adalah bentuk tuturan yang mengedepankan sikap arif, tidak memaksakan kehendak, dalam mengutarakan maksud-maksud kepada lawan tutur agar lawar tutur/penyimak (Pk) merasa senang dalam pembicaraan. Penutur maksim ini memperhitungkan skala untung rugi. Skala untung rugi yang dimaksud adalah skala untung rugi bagi pembicara (Pa) dan skala untung rugi bagi lawan tutur/penyimak (Pk). Ketika seseorang menghendaki orang untuk mengerjakan perintahnya, maka untung pada orang yang menyuruh. Sebaliknya, orang yang mengerjakan apa yang diinginkan oleh penyuruh maka skala untung rugi pada yang disuruh. Dengan demikian sikap arif yang diwujudkan dengan tuturan yang sopan santun dalam menyuruh seseorang dalam melaksanakan apa yang diinginkan (Pa) kepada (Pk) sangatlah penting agar (Pk) dapat melaksanakan keinginan (Pa) tanpa perasaan keberatan atau tersinggung. Maksim kearifan prinsip penuturnya berdasarkan aturan buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. Maksim ini dapat diungkapkan dalam tuturan komisif dan impositif, antara lain sebagai berikut:

Metena (Menyuruh/Memerintahkan)

Dialog seorang Ibu dan Bapak di sebuah tempat, Ibu menyuruh Bapak untuk

KONTEKS mengerjakan sesuatu pada waktu sore hari, umur Ibu lebih muda dari Bapak. Status sosial Ibu dan Bapak kurang lebih sama (situasi nonformal)

DATA Penutur 1

Hawo laa niowaimiu Ama?. Apa ada dibuat Bapak ?. Sedang buat apa Pak?. (data 1)

Penutur II Tambuiki, Laa paralumiu? Tidak ada, ada perlu Anda ?.

„Tidak ada, Anda perlu apa?‟ Penutur I

Oho, laa i ino paralunggu, keno tewaliki tueikonapokai kowunanggu laa ine hori laika. Iya, ada ini perluku, kalau bisa tebangkan bambu saya ada di dekat rumah. „Iya, ada perlu saya, kalau bisa tebangkan saya bambu yang ada di dekat rumah‟.

Konteks dialog di atas termasuk tuturan „lulumbenao‟ (maksim kearifan). Dimana konteks dialognya menyatakan, menyuruh, atau memerintah seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Tuturan-tuturan di atas termasuk tuturan sopan, karena tuturannya sangat mengedepankan sikap arif tidak memaksakan kehendak dalam mengutarakan maksud dan tujuan (Pa) kepada (Pk). (Pa) dan (Pk) sangat menyadari dan paham betul bagaimana bertutur yang sopan. Walaupun umur (Pa) dan (Pk) kurang lebih sama tetapi (Pa) menyuruh (Pk) untuk menebangkan bambu dengan sikap arif, (Pa) menyuruh dengan tidak memaksa (Pk). Kalimat yang menujukkan sikap tidak memaksa yaitu pada tuturan keno tewaliki tueikonapokai kowunanggu laa ine hori laika „kalau bisa tebangkan saya bambu yang ada di dekat rumah‟.

Mombokodunggu Oliwi (Menyampaikan Pesan)

Seseorang yang diberi amanat dari orang lain untuk menyampaikan pesan KONTEK disebuah rumah pada waktu siang, umur (Pa) lebih muda dari (Pk) dan status S sosial (Pa) dan (Pk) kurang lebih sama. (situasi nonformal).

DATA Penutur I

Maamamiu noteeni keinaku nggo inggomiu tinena nggo umolai inimo ino o tau. (data 3) Paman Anda sampaikan kepada saya akan Anda disuruh untuk mengolah kebun di tahun ini. „Paman Anda, menyampaikan kepada saya bahwa Anda yang akan mengolah kebun dei tahun ini‟.

Penutur II Maamamu notee ni keinaku, keno inggo’o laa niharapuno nggo umolai inimo

ino o tau. (data verifikasi 1) Paman kamu, dia bilang kepada saya kalau kamu ada diharap akan mengolah kebun ditahun ini. „Paman kamu, dia sampaikan kepada saya, kalau kamu yang diharapkan untuk me ngolah kebun ditahun ini.‟

Mencermati kalimat di atas maksud tuturannya adalah menyampaikan pesan dan secara tuturan memenuhi syarat (benar). Tetapi dari segi nilai sopan santun, kedua tuturan tersebut berbeda. Penutur (I) sopan sedangkan penutur (II) tidak sopan. Sopannya penutur (I) karena (Pa) Mencermati kalimat di atas maksud tuturannya adalah menyampaikan pesan dan secara tuturan memenuhi syarat (benar). Tetapi dari segi nilai sopan santun, kedua tuturan tersebut berbeda. Penutur (I) sopan sedangkan penutur (II) tidak sopan. Sopannya penutur (I) karena (Pa)

orang yang lebih tua kepada yang lebih muda.

Mongoni (Meminta)

Mongoni „meminta‟ dalam bahasa Tolaki terbagi atas dua kategori yakni (1) Mongoni yang menyatka n menyuruh disebut „Mongoni Tulungi‟ yang diinginkan (Pa) adalah jasa seseorang dan (2) Mongoni yang menyatakan meminta berupa barang.

Seorang Ibu (Pa) meminta tolong „mongoni tulungi’ kepada Bapak (Pk) untuk

KONTEKS membantu mengangkatakan sesuatu ke mobilnya pada waktu sore hari. Umur

(Pa) lebih muda dari (Pk). (situasi nonformal). DATA Penutur I

Hawo laa niowaimiu ama?. Apa ada dibuat Bapak?. „Apa dibuat sekarang Pak?‟. (data 4)

Penutur II Inaku laa mereu-rehu, laa hula paralumiu ina? Saya ada duduk-duduk, ada mungkin perlunya Ibu?. „Saya sedang duduk-duduk, ada mungkin perlunya Ibu?‟.

Penutur I Menai ama. Betul pak.

„Betul pak‟.

Inaku mongoni ambo, tulungiaku leesu teneikonapokai paenggu ine oto. Saya minta maaf, tolong saya dulu angkatkan padi saya di mobil. „Saya minta maaf, tolong dulu angkatkan padi saya di mobil‟.

Tuturan dialog di atas syarat dengan nilai sopan santun. (Pa) dan (Pk) sangat menyadari dan paham betul bagaimana bertutur yang sopan. Tuturan yang diucapkan menujukkan sikap saling menghormati dan menghargai serta sikap persaudaraan. Walaupun yang menuturkan lebih muda usianya, (Pa) sangat memperhatikan maksim lulumbenao. (Pa) mencoba mengungkapkan tuturan yang sopan yang dimintai pertolongan sehingga timbullah keinginan untuk mengabulkan permintaan tersebut. (Pk) tidak merasa dirugikan karena didorong oleh rasa persaudaraan dan sikap tolong menolong serta sikap saling menghargai.

Dialog antara seorang Ibu dan Bapak disebuah rumah, tentang permintaan

KONTEKS sesuatu pada waktu siang hari, umur Ibu lebih muda dari pada Bapak. (situasi

informal) DATA Penutur 1

Inaku mongoni tulungi laa ino nggo pinongoninggu ine inggomiu. Saya minta tolong, ada ini akan saya minta ke Anda. „Saya minta tolong, ada yang ingin saya minta kepada Anda‟.

Penutur II Ina, wahoto itu’o?. Ibu, apa mi itu?. „Ibu, apa ya itu?‟.

Penutur I Inaku nggo mongoni wohamiu asobita. Saya akan minta beras Anda sedikit. „Saya minta beras Anda sedikit‟.(data verifikasi 2)

Tuturan di atas termasuk tuturan meminta „mongoni‟. Tuturan terserbut digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari bagi orang Tolaki. Dari segi kesopansantunan tuturan tersebut tergolong sopan. Sopannya tuturan di atas karena tuturan tersebut terkesan tidak memaksa. (Pa) dengan sikap arif dan tidak memaksakan kehendak kepada (Pk) dalam meminta beras. tuturan di atas sangat memperhatikan prinsip maksim kearifan dia mencoba mengungkapkan tuturan yang sopan sebagai orang yang diminta beras. (Pk) merasa dihargai, dihormati, sehingga timbullah keinginan untuk mengabulkan permintaan tersebut.Yang perlu diperhatikan dalam tuturan

mongoni „meminta‟ adalah menjaga agar tuturan (Pa) tidak menyinggung perasaan (Pk). Buatlah (Pk) merasa senang karena tuturan (Pa) yang sopan, dengan demikian maksud dan tujuan (Pa) dapat tercapai. Dialog (1) dan (2) berbeda maksudnya, dialog (1) menyatakan mongoni tulungi „minta tolong‟ sedangkan dialog (2) mongoni o woha „minta beras‟.

Maksim Kedermawaan

Tuturan maksim kedermawaan (pesawa), inti pokoknya bahwa maksim kedermawaan ini adalah jenis maksim sopan santun dalam bertutur yang menuntut penutur agar membuat keuntungan pada diri sendiri sekecil mungkin, dan membuat kerugian pada diri sendiri sekecil mungkin. Maksim kedermawaan diungkapkan dalam tuturan impositif dan komisif. Lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut ini.

Metena (Menyuruh/ Memerintah)

(Pa) menyuruh kepada (Pk) untuk mengerjakan sesuatu di sebuah tempat pada KONTEKS waktu pagi hari, umur (Pa) lebih tua dari (Pk). (situasi nonformal).

DATA Penutur I

Lakoto mombokondau ! Pergi mengajar. „Pergilah mengajar‟.(data verifikasi 3)

Penutur II Oho, ninggiropo, kulaa mokoari‟i le‟esu indionggu. Iya, sebentarpi, saya sedang selesaikan dulu pekerjaanku. „Iya, sebentar, saya sedang selesaikan dulu pekerjaan saya‟.

Tuturan tersebut termasuk tuturan pesawa. Dimana konteks dialognya menyatakan menyuruh atau memerintahkan seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Inti pembicaraan pada tuturan di atas terasa sangat sopan karena penutur menyuruh lawan tuturnya dengan ucapan lemah lembut serta tidak langsung menyuruh dengan memaksa. Tuturan tersebut baik lawan tutur atau penyimak masing-masing tidak ada yang merasa dirugikan.

Mongoni (Meminta)

Dialog seorang Ibu meminta dengan sangat kepada temannya untuk ikut

KONTEK bersamanya atau meminta sesuatu hal, tempatnya disebuah rumah pada waktu

S pagi hari, umur (Pa) lebih tua dari (Pk). status sosial kurang lebih sama.(situasi nonformal).

DATA Penutur I

Keno tewaliki kuonggo watukomiu lako i Kandari. Kalau bisa saya mau ikut Anda pergi ke Kendari. „Kalau bisa saya ingin ikut Anda pergi ke Kendari‟(data 5)

Penutur II Hawo nggo lako niowaimiu i Kandari ?. Apa akan jalan bikin Anda ke Kendari?.

„Anda mau buat apa ke Kendari ?‟. Penutur I

Kuonggo watukomiu molako-lako, mokongarenggu moiya i kambo lau-lau. Saya akan ikut Anda jalan-jalan, saya malas tinggal di kampung terus. „Saya akan ikut Anda jalan-jalan, saya malas tinggal di kampung terus- menerus‟.

P enutur II Oho, inggomiu tewalikai watukeaku lako i Kandari . Iya, Anda bisa ikut saya pergi ke Kendari . „Iya, Anda bisa ikut saya pergi ke Kendari‟.

Tuturan-tuturan dari dialog di atas syarat dengan nilai sopan santun, tuturan di atas memiliki inti pembicaraan yaitu meminta „mongoni‟ dari segi nilai sopan santun dialog di atas sangat sopan dimana seorang Ibu meminta kepada temannya untuk mengikutinya pergi ke Kendari dengan sikap rendah hati tanpa memaksa sedikitpun terhadap (Pk). Kalimat sopannya ditandai dengan kalimat keno tewaliki „kalau bisa‟, inggomiu ‘Anda‟ dan kata watukomiu „ikut Anda‟. Anda merupakan sapaan yang sopan apa lagi yang menuturkan tuturan di atas umur (Pa) lebih muda dari (Pk).

Maksim Pujian

Moreree „memuji‟ termasuk dalam salah satu jenis maksim sopan santun bahasa Tolaki. Maksim ini digunakan untuk menyatakan pujian, sanjungan kepada seseorang, kelompok, dan kepada diri sendiri ‘moreree dowo’ atau dengan kata lain bahwa maksim moreree dituturkan kepada (1) moreree toono suere disebut memuji orang lain dan (2) moreree dowo disebut memuji diri sendiri. Menuturkan maksim moreree harus didasari aturan „perbanyaklah mengungkapkan tuturan yang memuji orang lain dan kurangilah memuji diri sendiri‟. Inti maksim ini adalah (Pa) harus mampu mengungkapkan tuturan berupa rayuan, sanjungan agar (Pk) dapat merasa senang dengan menyenangkan perasaan orang lain melalui tuturan dan memperhatikan prinsip umum bahasa Tolaki. Berarti seseorang sudah menujukkan sikap sopan santun berbahasa dan yang demikian itu merupakan wujud sopan santun. Maksim ini dapat diungkapkan dalam tuturan ekspresif. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

Moreree Toono Suere (Memuji Orang Lain)

(Pa) menuturkan tuturan moreree kepada (Pk) tempatnya di sebuah rumah

KONTEKS pada waktu sore hari. Usia (Pa) lebih muda dari pada (Pk). Status sosial yang

berbeda (situasi nonformal). DATA Penutur I

Momahenoto tasimiu kuehei modeleno ronga warnano. Cantiknya tas Anda saya suka modelnya dengan warnanya. „Cantiknya tas Anda saya suka model dan warnanya‟. (data 6)

Penutur II Iye ? tarima kasih, RB ikaa hae ino. Iya ? terima kasih, RB ini. „Iya ? terima kasih ini hanya RB‟.

Penutur I Humbee po’oliamiu? kuonggo mo’oli i tonggu. Di mana beli Anda? akan beli juga saya .

„Di mana Anda beli? saya akan membelinya juga‟. Dialog tersebut adalah percakapan antara antara (Pa) dan (Pk) yang menuturkan maksim morere kepada (Pk). Inti dari maksim di atas sangat sopan karena (Pa) menuturkan kata-kata sanjungan kepada (Pk) kata sanjungan tersebut menujukkan sikap penghargaan terhadap seseorang dengan menyenangkan orang lain ditandai dengan tuturan „momahenoto tasimu kuehei modeleno ronga warnano’ dan (Pk) merespon dengan berterima kasih kepada (Pa) atas pujian

yang diberikan kepada (Pk) tanpa (Pk) harus menyombongkan diri. Tuturan yang demikian (Pa) yang diberikan kepada (Pk) tanpa (Pk) harus menyombongkan diri. Tuturan yang demikian (Pa)

Moreree Dowo / Memuji Diri Sendiri

Tuturan ini sudah lazim bagi penutur bahasa Tolaki khususnya penutur yang berdomisili di Kelurahan Alangga. Walaupun tatakrama berbicara kurang berterima oleh masyarakat karena sikap dan nilai tuturan tersebut menujukkan sikap sombong, angkuh, atau merasa dirinya saja yang teratas istilahnya peperere Tuturan pepereree menyimpang dari aturan maksim moreree „maksim pujian‟ sehingga tidak digolongkan maksim moreree. Untuk lebih jelasnya dapat dibaca data berikut.

KONTEKS Seorang laki-laki tua menuturkan tentang rumah yang paling bagus di kampungnya, tepatnya di halaman rumah pada waktu sore hari, status sosial kelas menengah. (situasi informal)

DATA Tuturan I

Tambuiki laika meambo ari laikanggu ine kambo ino. Tidak ada rumah bagus dari rumahku di kampung ini. „Tidak ada rumah paling bagus selain rumahku di kampung ini‟.(data verifikasi 4)

Tuturan II Keno pinikiri inaku ika’i nggo tewali dadi kapala lurah ine kambo ino. Kalau dipikir saya saja yang bisa jadi kepala lurah di kampung

ini. „Kalau dipikir-pikir hanya saya yang pantas menjadi kepala lurah di kampung ini‟. (data 7)

Kedua tuturan di atas tidak sopan dimana (Pa) menujukkan sikap sombong, angkuh, dan merasa diri yang lebih tinggi, ini dibuktikan dengan tuturan (a) laikanggu meambo „rumahku paling bagus‟ dan (b) inaku ika’i „hanya saya sajalah. Tuturan laikano ika’i memabo berarti rumahnya saja yang bagus, yang lain jelek semua. Inaku ika’i nggo tewali „saya saja yang pantas‟ kedua sikap dan tuturan seperti itu sangat tidak terpuji terlalu memandang enteng orang lain. Hal ini bertentangan dengan dengan budaya dan adat istiadat, sehingga tuturan demikian tergolong tidak sopan.

Seorang Bapak (Pa) menuturkan pujian terhadap rumahnya untuk dijualnya

KONTEKS kepada (Pk), tepatnya disebuah rumah pada waktu sore hari status sosial kelas

menengah. (situasi nonformal) DATA Penutur I

Laikanggu ino meambo dahu keunggo inggomiu menggenakei ronga laika suere laikangguikai laa molua halamano Rumahku ini bagus sekali, kalau Anda samakan dengan yang lain rumahku saja yang luas halaman rumahnya „Rumahku ini sangat bagus kalau Anda bandingkan dengan yang lain hanya rumah saya saja yang luas halamannya‟. (data 8)

Tuturan di atas merupakan maksim moreree. Jika dilihat dari segi nilai sopan santun tuturan di atas termasuk tuturan yang menyombongkan diri tetapi karena konteks kalimat di atas (Pa) menuturkan pujian terhadap rumahnya sendiri agar (Pk) merasa tertarik. Tuturan tersebut termasuk hal yang wajar karena (Pa) sedang mempromosikan rumahnya agar (Pk) tertarik dan ingin membeli rumahnya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa maksim moreree adalah bentuk tuturan bahasa Tolaki yang penuturnya berdasarkan aturan-aturan perbanyak menggunakan kata menyanjung, memuji terhadap orang lain semoga orang itu menjadi senang karena yang demikian suatu wujud penghargaan kepada orang lain dari cermin sikap sopan santun, dengan memperhatikan sikap-sikap bertutur dan memenuhi prinsip sopan santun berbahasa Tolaki.

Maksim Kerendahan Hati

Aturan maksim kerendahan hati ( okino pokolaloi’i dowono) mengacu pada aturan hindari menuturkan kata-kata yang meninggikan diri sendiri atau membanggakan diri. Perbanyaklah menuturkan kata-kata merendah diri. Maksim okino pokolaloi’i dowono diungkapkan dalam tuturan asertif. Lebih jelasnya dijelaskan berikut ini:

Metena (Menyuruh/Memerintah)

Dialog antara kedua tukang kayu, tempatnya disebuah rumah pada waktu

KONTEKS siang hari, A meminta bantuan kepada si B untuk menyelesaikan lemari yang

dibuat A, usia A lebih tua dari pada B. (situasi nonformal) DATA Penutur I

Pokoarii’i kona leesu lamaringgu, Ama! teembe inaku oki kusanggu umindioi. Selesaikan saya dulu lemariku, Bapak! Karena saya tidak sanggup kerjakan. „Selesaikan dulu lemari saya Pak! Karena saya tidak mampu kerjakan. (data verifikasi 6)

Penutur II No pokoowose-wosei penaono ronga pongoniano, indionggu ronga indiono okino penggena, indionggu okino meambo. Dia kasi besar-besar hati dengan permintaannya, pekerjaanku dengan pekerjaannya tidak sama, pekerjaanku tidak bagus. „Dia kasih besar-besar hati dengan permintaanya, sebenarnya pekerjaanku dengan pekerjaanya tidak sama, pekerjaanku tidak bagus‟. (data 9)

Dialog tersebut adalah percakapan antara penutur I seorang tukang kayu (pembuat lemari) yang meminta tolong kepada penutur II (juga pembuat lemari). Inti dialog tersebut penutur I tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya, dan penutur II menyanggupi pekerjaan tersebut dengan menuturkan kata-kata sopan dengan menujukkan sikap rendah diri. Si penutur II menujukkan rasa hormat dengan tuturan „terima kasih atas permintaannya‟ kemudian dia melanjutkan „saya tidak dapat menyamai anda‟, ditambah ungkapan cara kerja yang saya jelek. Tuturan seperti itulah yang disebut maksim okino pokolaloi’i dowono. Si penutur II menerima pekerjaan itu dengan sikap merendah diri dan bukan tidak mungkin cara kerja si penutur II lebih baik, hanya si penutur II tidak menujukkan sikap sombong atau sikap membanggakan diri sendiri karena dimintai menyelesaikan kursi yang tidak dapat diselesaikan oleh si penutur I. Rangkaian tuturan dan sikap si penutur II menujukkan sikap sopan santun selain itu, unsur pada kata pada akhir kata permintaan anda dan sapaan Pak pada kata lamaringgu Ama sebagai unsur prinsip umum dalam menuturkan maksim sopan santun berbahasa Tolaki terpenuhi.

Dialog antara kedua tukang kayu, tempatnya disebuah rumah pada waktu

KONTEKS siang hari, A meminta bantuan kepada si B untuk menyelesaikan lemari yang

dibuat A, usia A lebih tua dari pada B. (situasi nonformal) DATA

Penutur I Pokoari’i kona leesu lamaringgu, Ama, teembe inaku oki kutulei umindioi. Selesaikan saya dulu lemariku Bapak, karena saya tidak mampu kerjakan. „Selesaikan dulu lemari saya, Bapak! karena saya tidak mampu kerjakan‟.(data verifikasi 7)

Penutur II Ikeni ronga lamari hendeituoikaa oki utulei inggo’o wowai’i, keno inaku lamari hendenggituo okino menggau kuindioi .

Mari! Dengan lemari seperti itu saja tidak mampu kamu kerjakan, kalau saya lemari seperti itu tidak lama saya kerjakan. „Mari! Hanya dengan lemari seperti itu tidak mampu kamu kerjakan, kalau saya lemari seperti itu tidak lama saya kerjakan‟.(data 10)

Tuturan dalam dialog tersebut sangat jelas sikap dan nilai tuturannya. Si penutur II menujukkan sikap merendahkan diri dan merendahkan orang lain dengan tuturan ‘ronga lamari Tuturan dalam dialog tersebut sangat jelas sikap dan nilai tuturannya. Si penutur II menujukkan sikap merendahkan diri dan merendahkan orang lain dengan tuturan ‘ronga lamari

tidak sopan melanggar ketentuan maksim okino pokolaloi’i dowono. Selain itu, kata „inggo’o oki utulei wowai’i’ menjadikan tuturan tersebut tidak sopan karena sebagi orang lebih muda usianya

tidak pantas menuturkan kata seperti itu.

Mongoni (Meminta)

(Pa) adalah orang yang berusia muda yang berpendidikan tinggi, diminta

KONTEKS untuk memberikan nasihat kepada masyarakat. Tempatnya di balai desa pada

waktu siang hari.(situasi informal). DATA

Penutur I Inggomiu laa pinarasaea nggo mombokodunggu naseha. Anda ada dipercaya akan menyampaikan nasihat „Anda dipercaya untuk menyampaikan sebuah nasihat‟

Penutur II Inaku mongoni o ambo, batuano inaku ino oponohori tewali mowekomiu naseha keinggomiu naluwuako, masalano umurunggu laika tonia. Saya minta maaf, sebenarnya saya ini belum bisa memberikan nasihat ke Anda semuanya, soalnya umur saya masih muda. „Saya minta maaf, sebenarnya saya ini belum pantas memberikan nasihat pada Anda semua, soalnya umur saya masi muda‟. (data 11)

Mencermati tuturan tersebut maksim okino pokolaloi’i dowono di atas menujukkan sikap sopan santun. Tuturan di atas menujukkan bahwa (Pa) tidak merasa pantas memberikan nasihat karena umurnya masih muda. Sikap yang ditunjukkan (Pa) dalam bertutur adalah sikap merendah diri, tidak ambisi. Dengan demikian, Tuturannya pun tergolong tuturan merendah hati dan hal ini merupakan wujud dari sikap sopan santun bahasa Tolaki. Sopannya tuturan di atas menujukkan pada kalimat inaku mongoni o ambo „saya meminta maaf‟ serta pada kata inggomiu „Anda‟.

Moreree (Memuji)

(Pa) menyampaikan pujian terhadap (Pk) tentang kepintarannya, tempatnya

KONTEKS di halaman rumah pada waktu sore hari. Umur (Pa) lebih muda dari pada

(Pk) tetapi status sosial sama. (situasi nonformal) DATA Penutur I

Pindaramiuto monahu. Pintar Anda memasak. „Anda sangat pintar memasak‟. (data 12)

Penutur II Ah tatadenoikaa, laikaa dadio toono laa pindara ari inaku Ah, biasa-biasa saja, masih banyak orang ada pintar dari saya. „Ah, biasa-biasa saja, masih banyak yang lebih pintar dari saya‟.

Tuturan di atas termasuk tutura okino pokolaloi’i dowono Karena menujukkan sikap rendah hati, walaupun kenyataannya apa yang diutarakan oleh (Pa) itu terhadap (Pk) sesuai dengan apa yang dilihat, Tetapi sikap (Pk) merendah diri. Misalnya pada tuturan (1), (Pa) mengatakan terhadap (Pk) bahwa “Pindaramiuto monahu” tetapi (Pk) selalu merendah hati dengan mengatakan „biasa-biasa saja, masih banyak yang lebih pintar dari saya‟. (Pk) selalu mengatakan dengan sikap rendah hati walaupun dipuji atau disanjung-sanjung. Tuturan (1) adalah memenuhi maksim okino pokolaloi’i dowono atau kerendahan hati, karena lahir dari perasaan rendah hati dan budaya yang disepakati oleh penutur bahasa Tolaki.

Uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa maksim okino pokolaloi’i dowono kerendahan hati adalah bentuk maksim sopan santun dalam bahasa Tolaki yang mempunyai prinsip penuturan berdasarkan perasaan atau sikap rendah hati yang diimplementasikan berupa Uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa maksim okino pokolaloi’i dowono kerendahan hati adalah bentuk maksim sopan santun dalam bahasa Tolaki yang mempunyai prinsip penuturan berdasarkan perasaan atau sikap rendah hati yang diimplementasikan berupa

Maksim Kesimpatian

Tuturan maksim kesimpatian ini (momberirioako) pengungkapannya disadari nilai persaudaraan, nilai kekeluargaan, musibah, sedih dan kegembiraan yang dialami oleh orang lain menjadi bagian dari diri sendiri. Mereka menganggap bahwa apa yang dialami oleh orang lain perlu dirasakan juga.Sikap yang dapat diwujudkan adalah ikut merasakan, yakni merasakan kegembiraan apabila orang lain sedang bergembira melalui ungkapan yang sopan. Sikap seperti itu merupakan budaya orang Tolaki yang harus selalu diimplementasikan dalam kehidupan dalam bermasyarakat bagi penutur bahasa Tolaki. Inti penuturan maksim mombeririako ini adalah perbanyaklah menuturkan kata-kata kesimpatian terhadap orang lain agar mengurangi tuturan yang menujukkan rasa kebencian atau antipati.

Mombeririako Toono Suere (Simpatik Pada Orang Lain)

(Pa) menuturkan kata-kata simpatik terhadap apa yang sedang dia lihat. KONTEKS

Tempatnya di sebuah rumah pada siang hari. (situasi nonformal)

DATA Penutur I

Mowilanoto ombone o tina laa mereerehu. Putinyami itu sana perempuan ada duduk. „Putihnya wanita itu yang sedang duduk‟.

Penutur II Oho mamenai doki mowila dahu ombone o tina kuehei kumiki’i. Iya betul memang putih sekali sana perempuan,saya senang lihat. „Iya betul, wanita itu sangat putih, saya senang melihatnya‟.

Penutur I Iro’o o tina mowila dahu , kuehei kumiki’i, nggo mesukoei hawo pinakeno Sana perempuan itu putih sekali, saya senang melihatnya, saya akan