HASIL DAN PEMBAHASAN
E. Tingkat Konsumsi Protein
Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2002). Setelah dilakukan pengamatan terhadap sisa makanan pasien maka didapatkan rata-rata konsumsi protein selama 3 hari. Rata-rata asupan protein ditunjukkan dalam tabel 12.
Tabel 12. Tingkat Konsumsi Protein
Tingkat Kode No.
Kebutuhan
Rata-Rata
Konsumsi Konsumsi Kategori Responden
Berdasarkan data dari tabel diatas, tingkat konsumsi diperoleh dari perbandingan antara rata-rata konsumsi protein dengan kebutuhan protein dalam persentase. Konsumsi protein yang sesuai dengan kebutuhan akan membantu pasien penyakit ginjal kronik untuk mengurangi metabolisme dari protein yang dapat memperburuk keadaan ginjal.
Berdasarkan data yang diperoleh, kebutuhan protein responden berkisar antara 33,38 gr hingga 45,15 gr. Kebutuhan protein tersebut sesuai dengan standar rumah sakit, sebesar 0,75 gr/kg BB. Sedangkan untuk rata- rata konsumsi protein responden berkisar antara 30,6 gr hingga 41,97 gr. Sehinggan seluruh responden termasuk dalam kategori baik. Menurut Almatsier (2010), syarat diet bagi pasien penyakit ginjal kronik yaitu protein rendah, sebesar 0,6-0,75 g/kgBB dan sebagian bernilai bioligis tinggi.
Menurut hasil wawancara, responden lebih memilih mengkonsumsi lauk hewani dari pada sumber karbohidrat. Beberapa responden menyatakan lebih menyukai lauk hewani dan kurang menyukai sayur dan nasi yang disediakan oleh rumah sakit. Seperti responden B dan responden C, kedua responden tersebut mengungkapkan bahwa lauk hewani yang disediakan oleh rumah sakit lebih disukai. Sedangkan untuk sayur dan nasi kurang disukai karena kurang menarik.
Pembatasan konsumsi protein pada pasien gagal ginjal kronis sangat penting sekali. Pembatas protein tidak hanya mengurangi kadar ureum tetapi juga mengurangi asupan kalium, dan fosfat yang berasal dari protein. Pembatasan konsumsi protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya gagal ginjal (Prince, 2012).
Berdasarkan tabel seluruh responden termasuk dalam kategori tingkat konsumsi baik yang berarti bahwa kebutuhan protein responden telah terpenuhi oleh makanan yang disajikan oleh rumah sakit. Pemberian diet rendah protein II yang memiliki jumlah protein 35 gram, telah memenuhi kebutuhan responden. Kebutuhan gizi pasien dengan penyakit ginjal kronis sangat bergantung pada keadaan dan berat badan perorangan, maka jumlah protein yang diberikan dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari pada standar (Almatsier, 2006).
F. Mutu Konsumsi Makanan
Mutu konsumsi makanan dalam penelitian ini dinilai dengan NPU (Net Protein Utilization). NPU merupakan bagian dari protein yang dapat dicerna dan dimanfaatkan oleh tubuh dibandingkan protein yang dikonsumsi. Berdasarkan hasil penghitungan NPU pada konsumsi responden didapatkan hasil sesuai pada tabel 13.
Tabel 13. Hasil Perhitungan NPU No. Kode Responden
Rata-Rata NPU
Berdasarkan hasil perhitungan NPU pada asupan makanan responden didapatkan bahwa seluruh responden memiliki nilai NPU lebih dari 100 yang berarti masuk dalam kategori baik. Nilai NPU yang berbeda-beda dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya siklus menu rumah sakit dan penggunaan bahan makanan yang berbeda.
Nilai NPU yang baik bagi makanan lebih dari 100 yang berarti bahwa makanan rumah sakit yang disediakan bagi pasien penyakit ginjal kronik sudah baik. Protein dengan nilai biologis tinggi mempunyai kadar asam amino esensial optimal. Karena asam amino esensial tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh, maka asam amino esensial ini perlu diberikan dari luar melalui makanan (Sidabutar, 1992)
Bagi pasien penyakit ginjal kronik, nilai NPU yang tinggi menunjukkan bahwa konsumsi makanan rumah sakit yang disediakan telah dikonsumsi dengan baik. Selain itu juga makanan yang disediakan rumah sakit telah memenuhi nilai NPU minimal yang dianjurkan.
Nilai gizi protein dapat diartikan sebagai kemampuan suatu protein untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber nitrogen untuk disintesis protein tubuh. Terdapat dua faktor yang menentukan nilai gizi suatu protein yaitu daya cerna atau nilai cerna dan kandungan asam amino esensialnya. Suatu protein dikatakan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam-asam amino esensial yang susunannya lengkap serta komposisinya sesuai dengan kebutuhan tubuh serta asam-asam amino tersebut dapat digunakan oleh tubuh (Muchtadi, 2010).
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan hasil bahwa terdapat tiga responden yang memiliki tingkat konsumsi energi need improvement dan juga responden tersebut memilki tingkat konsumsi protein good diet serta nilai NPU yang masuk kategori baik. Untuk responden yang lain, memiliki tingakat konsumsi energi poor diet, sedangkan tingkat konsumsi proteinnya termasuk dalam kategori good diet serta nilai NPU yang termasuk dalam kategori baik.
Tabel 14. Nilai PER No. Kode Respoden Rata – Rata PER
Nilai PER yang dianjurkan
Berdasarkan hasil perhitungan nilai PER didapatkan hasil nilai PER responden melebihi nilai PER yang dianjurkan untuk kategori umur 20 – 59 tahun (Hardinsyah, 1989). Responden D memiliki nilai PER yang tinggi dibandingkan dengan responden lain.
Nilai PER merupakan perbandingan energi dari protein senilai telur (PST) terhadap total energi yang dikonsumsi dalam sehari (Hardinsyah, 1989). Hal ini berarti setiap responden menggunakan energi dari protein sebagai pemenuhan kebutuhan energi saat kebutuhan dari energi tidak mencukupi. Bagi pasien ginjal kronik, kebutuhan energi yang kurang akan memanfaatkan energi dari protein sehingga akan meningkatkan sisa metabolisme yang banyak. Dari nilai PER ini dapat dilihat bahwa seluruh responden memiliki nilai PER yang diatas yang dianjurkan, sehingga seluruh pasien menggunakan energi dari protein lebih besar dari pada dari sumber enrgi yang lain. Hasil konsumsi protein responden akan menghasilkan sisa metabolisme yang tinggi jika energi yang dikonsumsi tidak mencukupi. Hal ini sesuai dengan tingkat konsumsi protein responden yang seluruhnya termasuk dalam kategori baik, dan tingkat konsumsi energi responden dalam kategori kurang dan sedang.
Setiap pasien penyakit ginjal kronik harus menghindari konsumsi protein yang berlebihan dan kurang mengkonsumsi energi karena akan meningkatkan progresivitas kerusakan ginjal. Sehingga setiap pasien penyakit ginjal kronik menigkatkan asupan energi sesuai kebutuhan dan mengkonsumsi protein sesuai yang kebutuhan pula agar tidak ada pemecahan energi dari protein
Tingkat konsumsi energi dan protein merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk mempercepat kesembuhan dan mengurangi kerusakan ginjal lebih lanjut. Tingkat konsumsi energi yang baik (good diet) akan memenuhi kebutuhan energi responden sehingga energi tidak dipecah oleh protein yang akan menimbulkan ekskresi zat metabolisme yang dapat menambah kerusakan ginjal. Untuk tingkat konsumsi protein juga harus baik (good diet) demi meregenerasi kerusakan ginjal, namun protein harus diberikan sedikit dan sesuai kebutuhan agar tidak terjadi kelebihan. Selanjutnya mutu konsumsi (NPU) harus memiliki nilai biologis yang baik agar dapat dimetabolisme tubuh dengan baik dan tidak menimbulkan sisa metabolisme yang banyak.
Hasil penelitian ini ,asupan energi lima responden masih belum sesuai kebutuhan sehingga energi belum terpenuhi secara baik. Hal ini akan menyebabkan katabolisme pada protein. Sesuai hal tersebut, seluruh responden temasuk dalam kategori baik untuk tingkat konsumsi protein yang mana berarti sudah sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya mutu konsumsi makanan responden juga termasuk dalam kategori baik, ini sudah sesuai menurut Sidabutar (1992) bahwa sebagian besar protein harus bernilai biologis yang tinggi.