LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK

H. LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK

Hasil pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa dituangkan secara tertulis ke dalam suatu bentuk laporan yang disebut dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). LHP merupakan bukti penyelesaian penugasan bagi pemeriksa yang dibuat dan disampaikan kepada Pemberi Tugas, yakni BPK-RI.

Laporan tertulis berfungsi untuk: (1) Mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pejabat pemerintah, yang berwenang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku; (2) Membuat hasil pemeriksaan terhindar kesalah pahaman; (3) Membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk tindakan perbaikan oleh instansi terkait dan (4) Memudahkan tindak lanjut untuk menentukan apakah tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan.

1. Jenis-jenis Laporan Hasil Pemeriksaan

Dalam pemeriksaan tahunan atas laporan keuangan pemerintah daerah, Badan Pemeriksa Keuangan akan menerbitkan laporan hasil pemeriksaan (LHP), yang terdiri dari:

a. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan

LHP menyatakan opini BPK-RI atas kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Opini pemeriksaan BPK terhadap LKPD menggunakan opini standar sesuai Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, yaitu:

1) Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, realisasi anggaran, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan standar akuntansi keuangan (SAK) di Indonesia.

2) Wajar dengan pengecualian (qualified opinion). Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, realisasi

anggaran, dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

3) Pendapat tidak wajar (adverse opinion). Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar posisi

keuangan, realisasi anggaran, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

4) Menolak memberikan pendapat (disclaimer opinion). Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa pemeriksa tidak memberikan pendapat

atas laporan keuangan, jika bukti pemeriksaan tidak cukup untuk membuat kesimpulan.

Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan Pemerintah Kota/Kabupaten tidak menjamin pejabat daerah itu bebas dari kasus korupsi. Opini WTP hanya penilaian atas baiknya tata kelola keuangan yang dilakukan oleh pemprov/pemkot/pemkab. WTP tidak menjamin tidak ada korupsi.

Sumber: http://inspektorat.purworejokab.go.id/wtp-bukan-berarti-bebas-korupsi/, 2012

Perkembangan opini pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4 Perkembangan Pemberian Opini BPK 2006-2012 OPINI

LKPD JUMLAH WTP

64 4 1 31 8 415 Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK RI

Sesuai dengan hal di atas, maka selain kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan dan kecukupan pengungkapan, opini didasarkan pula kepada kepatuhan perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern yang berpengaruh terhadap laporan keuangan. Laporan yang memuat kepatuhan dan sistem pengendalian intern dapat dilaporkan terpisah.

b. Laporan Kepatuhan atas Pengendalian Intern

Pemeriksa harus melaporkan kelemahan pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan”. Beberapa contoh “kondisi yang dapat dilaporkan” seperti yang dirumuskan dalam SPAP adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada pemisahan tugas yang memadai sesuai dengan tujuan pengendalian yang layak.

2) Tidak ada reviu dan persetujuan yang memadai untuk transaksi, pencatatan akuntansi atau output dari suatu sistem.

3) Tidak memadainya berbagai persyaratan untuk pengamanan Aset.

4) Bukti kelalaian yang mengakibatkan kerugian, kerusakan atau penggelapan Aset.

5) Bukti bahwa suatu sistem gagal menghasilkan output yang lengkap dan cermat sesuai dengan tujuan pengendalian yang ditentukan oleh entitas yang diperiksa, karena kesalahan penerapan prosedur pengendalian.

6) Bukti adanya kesengajaan mengabaikan pengendalian intern oleh orang-orang yang mempunyai wewenang, sehingga menyebabkan kegagalan tujuan menyeluruh sistem tersebut.

7) Bukti kegagalan untuk menjalankan tugas yang menjadi bagian dari pengendalian intern, seperti tidak dibuatnya rekonsiliasi atau pembuatan rekonsiliasi tidak tepat

waktu.

8) Kelemahan dalam lingkungan pengendalian, seperti tidak adanya tingkat kesadaran yang memadai tentang pengendalian dalam organisasi tersebut.

9) Kelemahan yang signifikan dalam desain atau pelaksanaan pengendalian intern yang dapat mengakibatkan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berdampak langsung dan material atas laporan keuangan.

10) Kegagalan untuk melakukan tindak lanjut dan membentuk sistem informasi pemantauan tindak lanjut untuk secara sistematis dan tepat waktu memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pengendalian intern yang sebelumnya telah diketahui.

Dalam melaporkan kelemahan pengendalian intern atas pelaporan keuangan, pemeriksa harus mengidentifikasi “kondisi yang dapat dilaporkan” yang secara sendiri- sendiri atau secara kumulatif merupakan kelemahan yang material. Pemeriksa harus menempatkan temuan tersebut dalam perspektif yang wajar.

c. Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundangan, Kecurangan (fraud) dan Ketidakpatutan (abuse)

Standar Pemeriksaan mengharuskan pemeriksa untuk melaporkan kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan kepada pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di BPK. Dalam hal pemeriksa menyimpulkan bahwa ketidakpatuhan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah terjadi atau kemungkinan telah terjadi, maka BPK harus menanyakan kepada pihak yang berwenang tersebut dan atau kepada penasihat hukum apakah laporan mengenai adanya informasi tertentu tentang penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut akan mengganggu suatu proses penyidikan atau proses peradilan. Apabila laporan hasil pemeriksaan akan mengganggu proses penyidikan atau peradilan tersebut, BPK harus membatasi laporannya, misalnya pada hal-hal yang telah diketahui oleh umum (masyarakat).

Selain ketiga laporan tersebut di atas, BPK dapat menyampaikan laporan tambahan sesuai dengan kebutuhan. Contoh: pemeriksa dapat menyampaikan hasil transparansi fiskal pada pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

2. Langkah-langkah Penyusunan dan Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan

Pelaporan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan meliputi lima langkah,

yaitu:

1. Penyusunan konsep laporan hasil pemeriksaan. Konsep laporan hasil pemeriksaan disusun oleh ketua tim pemeriksa dan disupervisi oleh pengendali teknis.

2. Penyampaian konsep laporan hasil pemeriksaan kepada Pejabat Entitas yang Berwenang. Konsep LHP yang telah disetujui penanggung jawab harus disampaikan kepada pimpinan entitas sebelum batas akhir waktu penyampaian Laporan keuangan yang telah diperiksa sesuai ketentuan yang berlaku bagi entitas.

3. Pembahasan konsep hasil pemeriksaan dengan Pejabat Entitas yang Berwenang. Konsep LHP yang telah disetujui penanggung jawab dibahas bersama dengan pimpinan entitas yang diperiksa.

4. Perolehan surat representasi, dan

5. Penyusunan konsep akhir dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan. Langkah ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu: (1) Penyusunan konsep akhir LHP, dan (2) Penyampaian LHP kepada pihak-pihak yang diwajibkan sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangan.

3. Surat Representasi

Sesuai SPAP SA Seksi 333 [PSA No.17] Representasi Manajemen, pemeriksa harus memperoleh surat representasi yang dilampiri dengan LKPD yang akan disampaikan Kepala Daerah kepada DPRD. Surat representasi tersebut menggambarkan representasi resmi dan tertulis dari pemerintah daerah atas berbagai keterangan, data, informasi, dan laporan keuangan yang disampaikan selama proses pemeriksaan berlangsung. Surat tersebut merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah daerah.

Hal tersebut akan mempengaruhi opini. Apabila surat representasi dan lampirannya tidak diperoleh sampai dengan penerbitan laporan hasil pemeriksaan, ketua tim pemeriksa dan atau pengendali teknis menyampaikan laporan hasil pemeriksaan dengan opini tidak dapat menyatakan pendapat kepada penanggung jawab untuk disetujui. Surat tersebut harus ditandatangani kepala daerah dan diberi tanggal yang sama dengan tanggal pembahasan konsep LHP atau tanggal LHP.

Contoh Surat Representasi dapat dilihat pada halaman berikut: