Kloning dan Etika

Kloning dan Etika

Keberhasilan kloning dolly menimbulkan pro dan kontra. Banyak kalangan yang mempertanyakan etika dari reproduksi kloning. Direktur WHO Hiroshi Nakajima mengeluarkan pernyataan yang berbunyi:

“WHO consider the use of cloning for the replication of the human individuals to be ethically unacceptable as it would violate some of the basic principles which govern medically assisted procreation. These in- clude respect for the dignity of the human being and protection of the security of human genetic material”.

WHO memberikan dua alasan penting penolakan kloning pada manusia, yaitu karena bertentangan dengan martabat dan integritas manusia, yang seharusnya memiliki ibu dan bapak biologis. Kloning pa-

da manusia berarti mempermainkan kehidupannya, berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama (Hanafiah dan Amir, 2008).

Menurut Annas (2002), kloning akan memiliki dampak buruk bagi kehidupan antara lain: (1) merusak peradaban manusia; (2) memperla- kukan manusia sebagai objek; (3) jika kloning dilakukan, manusia seolah seperti barang mekanis yang bisa dicetak semaunya oleh pemiliki modal. Hal ini akan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki oleh manusia hasil cloning; (4) kloning akan menimbulkan perasaan dominasi dari suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lain. Kloning biasanya dilakukan pada manusia unggulan yang memiliki keistimewaan dibidang tertentu. Hal ini akan menimbulkan perasaan dominasi oleh manusia hasil kloning tersebut sehingga bukan suatu kemustahilan keti- ka manusia hasil kloning malah menguasai manusia sebenarnya karena keunggulan mereka dalam berbagai bidang.

170 Filsafat, Etika dan Kearifan Lokal

Embrio adalah sesosok pribadi. Embrio berhak hidup sebagai indivi- du. Embrio semestinya dihormati. Dengan demikian intervensi manusia yang merusak, melecehkan, atau mengobjekkan embrio tidak dapat dite- rima. Kloning pada manusia pada hakekatnya melecehkan manusia sen- diri dan berakibat buruk. Kloning manusia memiskinkan manusia sebab manusia itu hanya berasal dari satu gen. Ini berbeda dari kepribadian se- seorang yang dilahirkan dari proses kehamilan biasa. Campuran gen la- ki-laki dan perempuan tidak ditemukan dalam proses kloning.

Kloning membuktikan bahwa gen manusia begitu terbatas. Kloning berarti melawan secara fundamental persatuan antara wanita dan laki- laki. Ada bahaya bahwa kloning manusia dipakai sebagai usaha atau ca- ra untuk mengganti seseorang yang terkenal dalam sejarah atau meles- tarikan orang-orang dalam sebuah keluarga. Dengan demikian, muncul wajah-wajah yang sama. Kultus individu akan berlanjut dan manusia akan jatuh ke dalam kesombongan. Manusia dapat menciptakan homo- culus (Chang, 2009).

Charles Birch dalam Lani (2003) yang menggeluti masalah eugenika menyajikan tiga keberatan jika eugenika positif termasuk kloning dite- rapkan pada manusia, yaitu: (1) menurunnya keanekaragaman gen da- lam susunan genetis spesies Homo Sapiens (manusia). Keanekaragaman genetis merupakan kunci dalam evolusi selama ini dan masa datang; (2) pengetahuan masyarakat mengenai konsep “super human” masih sangat terbatas. Sampai sekarang belum ada genotip yang sempurna. Setiap orang termasuk yang jenius sekalipun memiliki gen yang berkaitan den- gan sifat yang tidak diinginkan; (3) sangat diragukan kalau pemuliaan selektif untuk memperoleh sejumlah sifat yang diinginkan akan dila- kukan secara efisien.

Lebih lanjut, menurut Lani (2003), hasil klon yang dimaksudkan akan mewarisi gen unggul juga dipertanyakan oleh pertimbangan etis. Apakah manusia dengan ciri unggul akan menikmati kehidupan sejati, mengingat pengalaman hidup yang kaya dan bermakna diperoleh bila

Reproduksi Kloning 171

manusia dengan kualitas dan kelemahan dirinya berinteraksi dan ber- korelasi dengan masyarakat dan lingkungannya?

Didalam buku Kode Etik Kedokteran Indonesia terdapat penjelasan khusus untuk beberapa pasal dari revisi Kodeki hasil Mukernas Etik Ke- dokteran III, April 2002, dijelaskan tentang kloning, sebagai adopsi dari hasil keputusan Muktamar XXIII IDI tahun 1997, tentang kloning yang pada hakekatnya: menolak dilakukan kloning pada manusia, bakteri, dan seterusnya. Menghimbau para ilmuwan khususnya kedokteran, agar tidak mempromosikan kloning pada kaitan dengan reproduksi manusia. Mendorong ilmuwan untuk tetap memanfaatkan bio-reproduksi kloning pada: (1) Sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan melalui antara lain pembuatan zat atau antigen monoclonal yang dapat digunakan dalam banyak bidang kedokteran baik aspek diagnostic mau- pun aspek pengobatan; (2) pada sel atau jaringan hewan dalam upaya penelitian kemungkinan melakukan konasi organ, serta penelitian lebih lanjut kemungkinan diaplikasikannya kloning organ manusia untuk diri- nya sendiri (Moeloek, 2005).

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) pada tahun 2002 telah menyatakan pandangannya tentang reproduksi kloning untuk kesejah- teraan umat manusia dengan dinyatakannya reproduksi kloning dapat dimanfaatkan untuk proses pemuliaan dan perbanyakan hewan guna pe- ningkatan gizi masyarakat, serta sebagai wahana baru untuk produksi vaksin dan obat. Kloning pada manusia (reproductive cloning) secara etis tidak dapat diterima sedangkan rekayasa jaringan (therapeutic clo- ning) dianggap etis dan perlu mendapat perhatian lebih lanjut (Hanafiah dan Amir, 2008)

Pada Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia (KOGI) di Yogya- karta (2003) Dalam Hanafiah dan Amir (2008) telah diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) kloning pada manusia menimbulkan kesulitan antara lain masalah surplus zigot, mengurangi keunikan genetis, menghasilkan individu dengan orang tua biologis tunggal, dan mengaburkan nama

172 Filsafat, Etika dan Kearifan Lokal

keluarga dan silsilah, pewarisan dan perwalian; (2) pada tahap sekarang ini kloning dan reproduksi tidak dibenarkan, namun penelitian kloning terapeutik perlu dilanjutkan dan dilindungi; (3) diperlukan pemantauan dan penilaian secara berkala dalam perkembangan kloning serta dam- paknya terhadap aspek-aspek etik, hukum dan sosial termasuk aspek ekonomi, agama dan psikologis.