TA : Pembuatan Video Features Tentang Engklek dan Congklak Dengan Teknik Cut Away Sebagai Upaya Pelestarian Permainan Tradisional di Kota Surabaya.

(1)

PEMBUATAN VIDEO FEATURES TENTANG ENGKLEK DAN CONGKLAK DENGAN TEKNIK CUT AWAY SEBAGAI UPAYA

PELESTARIAN PERMAINAN TRADISIONAL DI KOTA SURABAYA

TUGAS AKHIR

Program Studi

DIV Komputer Multimedia

Oleh:

Fahrida Hilda Fariskha

12.51016.0058

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA

INSTITUT BISNIS DAN INFORMATIKA STIKOM SURABAYA 2016


(2)

x

Halaman

KATA PENGANTAR ... ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan masalah ... 5

1.4 Tujuan ... 6

1.5 Manfaat ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Video ... 7

2.2 Features ... 8

2.2.1 Karakteristik Features ... 9

2.2.2 Jenis-Jenis Features ... . 10

2.2.3 Features Interpretatif ... 10

2.2.4 Langkah-Langkah Membuat Features ... 12

2.3 Kota Surabaya ... 13

2.4 Bermain ... 14

2.5 Permainan Tradisional ... ... 15

2.6 Macam-Macam Permainan Tradisional... 16

2.7 Congklak ... 17

2.8 Engklek ... 20

2.9 Nilai Permainan Tradisional Engklek ... 22

2.10 Nilai Permainan Tradisional Congklak ... 24

2.11 Nilai-nilai Terapiutik Dalam Bermain ... 24

2.12 Faktor Penyebab Hilangnya Permainan Tradisional ... 25


(3)

xi

2.14 Komposisi Gambar …... 28

2.15 Teknik Pergerakan kamera... 30

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA... 34

3.1 Metodologi ... 34

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.3 Analisa Data ... 42

3.4 Studi Eksisting ... 45

3.5 STP ... 47

3.6 Keyword ... 49

3.7 Analisa Warna... 50

3.8 Perancangan Karya ... 51

3.8.1 Pra Produksi ... 52

3.8.2 Produksi ... 58

3.8.3 Pasca Produksi ... 58

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA ... 59

4.1 Produksi ... 69

4.2 Pasca Produksi ... 60

4.3 Publikasi... 63

BAB V PENUTUP ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

BIODATA PENULIS ... 75


(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah membuat sebuah video features yang mengenalkan atau melestarikan permainan tradisional warisan budaya lokal di Kota Surabaya. Tugas Akhir ini dibuat sebagai karya audio visual berupa video features yang dilatarbelakangi oleh adanya fenomena perubahan aktivitas bermain anak saat ini, yang sering bermain gadget. Permainan modern juga cenderung bersifat individualis sehingga menghambat anak mengembangkan keterampilan sosialnya. Selama ini ada yang mengukur perkembangan hanya dari sudut kecerdasan dan pencapaian prestasi akademik sekolah, namun di kemudian hari terbukti bahwa di lapangan pekerjaan tingkat kepandaian bukanlah tolak ukur keberhasilan satu-satunya, ada kematangan perkembangan lain yang berpengaruh yaitu kecerdasan emosional (Muslimah, 2004). Dikhawatirkan permainan tradisional lambat tahun akan menghilang (dilupakan), padahal permainan tradisional merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan.

Peneliti mengambil objek Permainan tradisional dikarenakan Permainan tradisional merupakan jenis permainan yang mengandung nilai-nilai budaya dari warisan leluhur yang harus dilestarikan keberadaannya. Nilai-nilai budaya yang menarik akan melatih pemain menjadi jiwa-jiwa yang berkarakter. Pada hakikatnya, permainan tradisional dapat melatih seseorang mempunyai kecakapan yang sangat penting untuk kehidupan bermasyarakat misalnya melatih kejujuran, melatih ketangkasan, melatih keberanian, melatih kecerdasan, melatih


(5)

bersosialisasi, melatih berbagi, melatih keteraturan serta melatih bertanggungjawab (Andang Ismail, 2009:101).

Permainan Tradisional yang diangkat dalam Tugas Akhir ini adalah congklak dan engklek. Karena kedua permainan tradisional itu merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan keberadaanya.

Permainan tradisional congklak di Indonesia sendiri mempunyai banyak nama yang berbeda dari setiap daerah. Di beberapa tempat tetap menyebutnya dengan Congklak. Namun ada pula beberapa tempat yang menyebut dengan Congkak, seperti halnya di daerah Sumatera (www.scribd.com).

Permainan tradisional congklak merupakan permainan yang menitik beratkan pada penguasaan berhitung. Permainan congklak ini memiliki beberapa peranan, diantaranya adalah untuk melatih keterampilan berhitung anak dan motorik halus. Dengan permainan tradisional congklak, anak dapat sambil belajar berhitung dengan menghitung biji-biji congklak, selain itu juga ketika anak meletakkan biji-biji congklak satu persatu di papan congklak hal ini dapat melatih motorik halus anak. Melatih kemampuan manipulasi motorik halus sehingga anak siap menulis. Selain itu juga peranan dari permainan tradisional congklak adalah anak dituntut untuk bersabar ketika menunggu giliran temannya bermain (Kurniati 2006: 123).

Permainan tradisional engklek merupakan permainan tradisional yang paling dikenal oleh anak dan mempunyai prosedur yang paling bervariasi dan paling kompleks dan diduga mempunyai nilai terpiutik yang tinggi. Nilai terapiutik merupakan nilai yang terkandung dalam permainan yang mempunyai


(6)

manfaat dalam membantu mengatasi permasalahan anak (Hughes, 1999; Griffiths, 2005).

Yang dimaksudkan permasalahan anak adalah problem solving, Menurut Gulo (2002: 111), problem solving adalah metode yang mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar.

Beberapa permasalahan yang harus dihadapi anak dalam bermain engklek mencakup bagaimana anak harus mengambil keputusan untuk menentukan pilihan tempat untuk dilempar, membuat strategi untuk memenangkan permainan, mencoba menyelesaikan masalah ketika ada konflik dengan teman.

Dalam KTSP 2007 disebutkan, bahwa anak-anak Usia Sekolah dasar Tingkat Rendah (klas I, II, III) masih memerlukan kegiatan bermain dalam pembelajarannya Menurut Sutton & Smith dalam Hughes (1999) bermain mempunyai fungsi problem solving (pemecahan masalah) yang dapat ditransfer dalam mengatasi permasalahan dalam kedupan nyata.

Menurut Kolhberg dalam Ahira (2012), anak yang berusia 10-12 tahun sudah bisa berfikir bijaksana. Hal ini ditandai dengan anak berprilaku sesuai dengan aturan moral agar disukai oleh orang dewasa, bukan karena takut dihukum. Sehingga berbuat kebaikan bagi anak usia seperti ini lebih dinilai dari tujuannya. Anak pun menjadi anak yang tahu akan aturan.

Menurut Piaget dalam Ahira (2012), anak berusia 11-12 tahun sudah mulai mempertimbangkan tujuan-tujuan perilaku moral. Anak juga sudah bisa menilai bahwa aturan-aturan moral yang ada hanyalah kesepakatan tradisi dan hal ini sangat dapat diubah.


(7)

Pulau Jawa memiliki penduduk paling padat dibandingkan pulau lainnya di Indonesia, dengan posisi seperti itu, pulau Jawa kaya sekali akan budayanya di setiap daerah. Salah satu hasil budaya yang dimiliki oleh masyarakat Jawa adalah permainan tradisional. Dalam hal ini kata tradisional mengacu pada pengertian bahwa permainan ini bersifat turun temurun.

Permainan tradisional anak-anak adalah salah satu genre atau bentuk folklore yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama. Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan (Danandjaja, 1987).

Sehubungan dengan bahasan di atas, maka terpilihlah video features sebagai media penyampaian pesan karena saat ini video tidak hanya sebagai media penyaluran kreatifitas dan seni saja, tetapi sebagai salah satu teknologi media yang turut membangun budaya baru dan berperan serta dalam perubahan perilaku dan cara berpikir masyarakat (Hafiz, dkk, 2009: 12). Sedangkan features menjadi kemasan dalam pembahasan sesuatu yang bersifat informatif dan menghibur (Fachruddin, 2012: 225).


(8)

Dalam pembuatan video features penulis menggunakan teknik cut away karena menunjukan atau menggambarkan reaksi terhadap shot utama atau shot lain yang bisa dimasukan sebagai selingan (Setyawan, 2004).

Pemilihan video features sebagai media audio visual dalam penyampaian pesan diharapkan dapat memberi pandangan baru kepada masyarakat untuk melestarikan permainan tradisional di kota Surabaya sehingga, dibuatlah karya Tugas Akhir yang berjudul Pembuatan Video Features Tentang Engklek dan Congklak Dengan Teknik Cut Away Sebagai Upaya Pelestarian Permainan Tradisional di Kota Surabaya.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, maka rumusan masalah yang akan dikaji, yaitu: bagaimana membuat video features dengan teknik cut away tentang pemainan tradisional?

1.3 Batasan Masalah

Tugas Akhir ini hanya membuat video features permainan tradisional yang berisikan mengenai:

1. Membuat video features tentang melestarikan permainan tradisional congklak dan engklek di Surabaya untuk anak umur 5-12 tahun.

2. Membuat video features dengan teknik cut away tentang permainan tradisional congklak dan engklek.


(9)

1.4 Tujuan

Tujuan pembuatan Tugas Akhir video features permainan tradsional ini sebagai berikut:

1. Menghasilkan video feature permainan tradisional di kota Surabaya dengan teknik cut away.

2. Melestarikan kembali permainan tradisional melalui video feature.

3. Membuat video features yang menjadi media edukasi dalam membuat features dengan variasi visual.

1.5 Manfaat

Manfaat dari pembuatan Tugas Akhir video features permainan tradisional ini adalah:

1. Teoritis:

a. Teknik cut away yang digunakan dalam video features ini dapat dijadikan referensi untuk memperindah visualisasi permainan tradisional, sebagai salah satu trik penguatan arah untuk memberi informasi yang lebih banyak kepada penonton ketika melihat video features.

b. Diharapkan mampu menjadi video yang bukan hanya memberikan informasi tetapi juga mengedukasi, melalui pesan-pesan yang disampaikan secara verbal maupun non verbal.

2. Praktis:


(10)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi landasan dalam teori pembuatan Tugas Akhir ini.

2.1Video

Video menjadi kata populer di saat ini, hingga kalangan masyarakat awam pun sangat familiar dengan kata “video”, namun belum tentu masyarakat mengerti benar apa definisi dari video. Menurut Hafiz, dkk (2009) dalam bukunya yang berjudul Videobase, kata video secara harfiah berasal dari kata videre yang memiliki arti “aku melihat”. Sedangkan video secara teknis merupakan suatu teknologi untuk menangkap pergerakan gambar dengan gelombang cahaya dan suara melalui sensor kamera dan mikrofon yang diubah menjadi sinyal elektromagnetik, kemudian diteruskan pada proses perekaman gambar bergerak menjadi suatu data yang dalam satu kesatuan gambar yang dapat dilihat secara berurutan dan kecepatan yang bervariasi. Gambar-gambar yang tergabung tersebut biasa dinamakan frame dengan kecepatan pembacaan yang dinamakan frame rate (fps).

Video terlahir dari perkembangan teknologi media massa, yaitu televisi. Sehingga dasar dari video saat ini tidak terlepas dari media massa dari media massa dan turut berperan dalam perubahan perilaku dan cara berpikir masyarakat (Hafiz, dkk, 2009: 12).


(11)

2.2 Features

Features merupakan hasil liputan atau reportase dengan gaya bertutur yang ringan kemudian dikemas secara mendalam dan luas yang bertujuan memberi penjelasan akan latar belakang suatu peristiwa, menghibur, serta mendidik yang diberi sedikit sentuhan human interest agar terkesan dramatis. Features membahas pada satu pokok bahasan atau tema yang diungkap melalui berbagai pandangan yang saling melengkapi, mengurai, dan menyoroti secara kritis dengan berbagai kreasi. Kreasi tersebut dapat berupa narasi, wawancara, vox pop (kumpulan opini dari satu hal tertentu), musik, sisipan puisi, atau bahkan sandiwara pendek yang juga merupakan gabungan antara unsur opini, dokumenter, dan ekspresi (Fachruddin, 2012: 225).

Unsur opini merupakan uraian pendapat seorang tokoh, vox pop (kumpulan opini dari satu hal tertentu), dan wawancara yang memperkaya pandangan dan pokok bahasan yang disajikan. Kejadian maupun fakta-fakta yang ada adalah bentuk unsur dokumenter yang memberi bukti dan memperkuat argumen mengenai pokok bahasannya. Ungkapan ekpresi digunakan untuk menciptakan suasana rileks dan fun dari pokok bahasannya disalurkan melalui musik, puisi, dan nyanyian dalam konteks informasi yang tidak aktual (Fachruddin, 2012: 225).

Struktur features tidak terikat dengan bentuk piramida terbalik, yang berarti pokok pikiran dapat disajikan di tengah maupun di akhir, karena kesimpulan cerita bisa jadi tercapai sebelum cerita berakhir. Features memiliki pengaruh dalam bagi audience, karena dapat dilihat secara fisik dengan gambar dan amosfer


(12)

yang terekam dalam kamera yang memberikan gambaran sesungguhnya (Fachruddin, 2012: 225).

2.2.1 Karakteristik Features

Menurut Andi Fachruddin (2012: 226), features terkadang syarat dengan kadar keilmuan, dengan pengolahan secara populer, sehingga nyaman disimak dan menghibur. Dengan cerita features seperti deskripsi di atas, sehingga features memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Kreativitas

Features memungkinkan untuk menciptakan sebuah cerita dan dicitrakan sebagai cermin karya kreatif individual dari seorang jurnalis, namun terikat etika bahwa harus akurat dan non fiktif.

2. Informatif

Features sebagai pembawa pesan moral yang dingin disampaikan kepada audience dan dapat mengelitik hati manusia untuk menciptakan perubahan yang konstruktif.

3. Menghibur

Features biasanya eksklusif, tujuan utamanya adalah meghibur dan memberikan hal-hal baru yang segar.

4. Awet (timeless)

Features dapat ditayangkan kapan saja, bahkan berkali-kalipun masih tetap menarik minat audience.


(13)

5. Subjektivitas

Features memungkinkan jurnalis untuk memasukkan emosi dan pikiranya dalam cerita features.

2.2.2 Jenis-jenis Features

Menurut Andi Fachruddin (2012: 226), dalam pembuatan features ide bisa di dapat dari berbagai hal seperti, kelanjutan berita aktual, hari-hari tertentu, profil tokoh yang banyak diperbincangkan, kejadian tertentu, dan banyak hal lain, karena bukan merupakan fiksi namun fakta yang yang ditulis dalam gaya seperti fiksi. Ide juga dapat digali dari jenis-jenis features berikut:

1. Features Kepribadian (Profil) 2. Features Sejarah

3. Features Petualangan 4. Features Musiman 5. Features Interpretatif

6. Features Kiat (Petunjuk Praktis) 7. Features Ilmiah (Science) 8. Features Perjalanan 9. Features Kuliner 10. Features Minat Insani

2.2.3 Features Interpretatif

Features interpretatif merupakan jenis features yang memberikan deskripsi dan penjelasan lebih detail terhadap topik yang telah diberitakan. Topik yang


(14)

diangkat dapat berupa organisasi, aktivitas, tren atau gagasan tertentu yang menjadi buah bibir di masyarakat.

Dalam buku Developing Story Ideas (Michael Rabiger, 2000: 157) dijelaskan bahwa dalam menyusun ide cerita meliputi 2 metode, yaitu:

Ulasan pada features disusun dalam metode bercerita secara pararel, seperti: 1. Digression merupakan situasi, karakter, serta masalah dapat dikembangkan

diluar cerita utama.

2. Tension merupakan cerita yang ada di dalmnya selalu berhubungan dengan cerita utama.

3. Narative Compresions merupakan isinya diceritakan bersamaan secara naratif. 4. Imagination merupakan intrepretasi yang ada disesuaikan dengan pengetahuan

dari penontonnya.

5. Active Partisipation merupakan bercerita selayaknya ikut serta di dalamnya, sehingga tidak hanya sekedar memberi informasi.

6. Multiple Point of View merupakan plot cerita di dalamnya menyesuaikan dari keberagaman sudut pandang yang ada.

Setelah metode bercerita feaure secara pararel, kemudian features dikembangkang pada cerita yang akan diulas setelah proses produksi selesai.

Pengembangan cerita pada ulasan penulisan:

1. Jangan memperbaiki konsep awal yang ada karena konsep awal digunakan sebagai acuan.

2. Fokus pada masalah yang ada hingga benar-benar tepat. 3. Permasalahan baru akan muncul dari masalah utama.


(15)

5. Mengoreksi keterkaitan detil masalah utama yang diulas.

6. Kembali pada konsep awal supaya tidak banyak merusak ide cerita utama.

2.2.4 Langkah-Langkah Membuat Features

Menurut Andi Fachruddin (2012: 226), langkah-langkah dalam pembuatan video features merupakan hal penting sebagai acuan pembuatannya agar dapat melanjutkan dalam langkah pembuatan selanjutnya. Langkah-langkah pembuatan feature dijelaskan pada gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Langkah-langkah Membuat Features (Sumber: Olahan Peneliti)


(16)

2.3 Kota Surabaya

Kota Surabaya adalah ibukota provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya secara geografis terletak antara 0721' Lintang Selatan dan 11236' - 11254' Bujur Timur. Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang hampir 3 juta jiwa. Wilayah Kota Surabaya di sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Madura, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gresik dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo. Luas wilayah Kota Surabaya 274,06 Km2 yang terbagi menjadi 31 kecamatan dan 163 desa/kelurahan. Wilayah surabaya dapat di lihat pada gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Peta Surabaya (Sumber: www.google.com)

Sebagai kota metropolitan, Surabaya menjadi pusat kegiatan perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industri, dan perdagangan sehingga jarang ditemukan lahan persawahan. Banyak perusahaan besar yang berkantor pusat di Surabaya, seperti PT Sampoerna Tbk, Maspion, Wing's Group, Unilever, dan PT PAL. Kawasan industri di Surabaya diantaranya Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) dan Margomulyo. Sektor industri pengolahan dan perdagangan yang mencakup juga hotel dan restoran, merupakan kontributor utama kegiatan ekonomi surabaya yang tergabung dalam nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Di sektor


(17)

pariwisata, Surabaya memiliki objek wisata alam Kebun Binatang Wonokromo dan Pantai Kenjeran. Kota ini juga mempunyai banyak wisata sejarah dari kenangan Soerabaja Tempo Doeloe, gedung-gedung tua peninggalan zaman Belanda dan Jepang salah satunya adalah Hotel Oranje atau Yamato.

Disamping dianugerahi wisata sejarah, Surabaya juga kaya akan wisata belanja. Sebagai kota perdagangan, Surabaya memiliki cukup banyak pusat perbelanjaan dan mal.

Kesenian tradisional di Kota Surabaya turnbuh dan berusaha untuk tetap dilestarikan. Bentuk kesenian tradisional kota ini banyak ragamnya. Ada seni tari, seni musik dan seni panggung. Tak lupa juga dengan permainan tradisional seperti lompat tali, gundu, engklek, congklak, patil lele dan lain-lain.

2.4 Bermain

Bermain adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan (Mayesty dalam Sujiono 2010 : 44).

Patern dalam Dockett dan Fleer (2000: 41-44)memandang kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat member kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa dia hidup serta lingkungan tempat dimana ia hidup.

Bermain adalah cara bagi anak untuk belajar mengenai tubuh mereka dan dunia ini, dan pada saat itulah mereka akan menggunakan kelima indra yang


(18)

dimilikinya. “Bagaimana rasanya jika benda ini disentuh? Bagaimana bunyinya jika benda ini dijatuhkan? Apa yang terjadi jika benda ini dilempar?” Dengan mengeksplorasi hal-hal yang ada di sekitarnya inilah otak anak akan berkembang. Dengan bermain mereka mengembangkan imajinasi, skill, kemandirian, kreativitas, dan kemampuan bersosialisasi. Disini mereka akan belajar berbagi mainan dengan teman dan saudaranya, belajar mengucapkan kata ‘maaf’ dan ‘terima kasih’. Dalam kehidupan masyarakat banyak dijumpai para orang tua yang kurang atau tidak menyadari betapa pentingnya masalah bermain ini bagi tumbuh kembang anak, sehingga para orang tua tidak pernah memberikan perhatian, apalagi secara terencana.

2.5 Permainan Tradisional

Permainan Tradisional merupakan permainan yang dimainkan oleh anak-anak pada suatu daerah secara tradisi. Yang dimaksudkan secara tradisi disini, ialah permainan ini telah diwariskan dari yang satu ke generasi berikutnya. Jadi permainan tersebut telah dimainkan oleh anak-anak dari suatu jaman ke jaman berikutnya (Sukintaka, 1992: 91).

Permainan tradisional anak-anak adalah salah satu genre atau bentuk folklore yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama.


(19)

Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan (Danandjaja, 1987).

2.6 Macam-Macam Permainan Tradisional

Indonesia adalah negeri yang besar dan kaya akan beragam warisan, salah satunya adalah bermacam permainan anak. Ya, dolanan anak, demikian orang Jawa biasa menyebutnya. Masing-masing daerah mempunyai jenis permainan anak-anak, ada yang memang berbada, ada pula yang permainannya sama tetapi dalam menyebut atau menamainya berbeda. Berikut adalah jenis dolanan anak berasarkan katalog dolanan anak:

1. Dam-daman 2. Dakon 3. Nekeran 4. Gobak sodor 5. Gatheng 6. Gaprik

7. Gangsing bambu 8. Engklek

9. Egrang Jateng 10. Benthik

Kenangan masa kanak-kanak memang tak akan pernah bisa dilupakan begitu saja. Dari pertama masuk sekolah, main bareng teman, hingga


(20)

pengalaman-pengalaman konyol yang kalian lakukan semasa kecil tak akan mudah terhapus dari memori. Bahkan mungkin ada beberapa dari kalian yang rindu akan permainan masa kecil yang sekarang sudah semakin banyak ditinggalkan dan makin susah buat dicari.

2.7 Congklak

Menurut beberapa ahli yang mengatakan bahwa asal permainan tradisional congklak dari negara Arab. Di daerah Timur Tengah memang permainan tradisional congklak ini telah lama dikenal dengan nama “Mancala”. Mancala sendiri berasal dari bahasa Arab “Naqala” yang artinya ”bergerak” (www.scribd.com).

Sedangkan di daerah Afrika, permainan tradisional congklak sering disebut dengan “Wari”. Nama ini mengacu pada bagian yang cekung pada papan congklak yang disebut juga sebagai “Awari” yang berarti “rumah”. Permainan Tradisional Congklak Bukan Berasal Dari Indonesia (www.scribd.com).

Dengan masuknya para pedagang dari negara lain di dunia ke Indonesia, maka tidak bisa dipungkiri telah terjadinya pertukaran budaya antara para pedagang asing dengan penduduk pribumi Indonesia pada masa lampau. Pertukaran tidak hanya terjadi di bidang perdagangan saja, namun juga terjadi dalam bidang kebudayaan, bahasa, ilmu pengetahuan, dan banyak bidang lainnya. Di sinilah permainan tradisional congklak mulai masuk ke Indonesia melalui pertukaran budaya dengan bangsa lain (www.scribd.com).

Pada sebuah penggalian arkeolog dari National Geographic, di wilayah Yordania telah ditemukan sebuah lempengan yang terbut dari batu kapur, dengan


(21)

bentuk memanjang dengan beberapa cekungan berderet paralel. Para ahli menyimpulkan bahwa benda itu adalah sebuah papan permainan tradisional congklak yang berasal dari sekitar tahun 7.000 – 5.000 sebelum masehi (www.scribd.com).

Diyakini permainan tradisional congklak ini berasal dari kebudayaan yang sangat kuno dan kemungkinan merupakan salah satu permainan tertua yang dikenal manusia modern. Catatan tertulis pertama mengenai permainan tradisional congklak adalah pada tulisan-tulisan keagamaan tradisional di Arab. Beberapa ahli berpendapat permainan tradisional congklak dibawa oleh dari Timur Tengah ke dataran Afrika. Dari Afrika kemudian permainan tradisional congklak menyebar ke Asia melalui perdagangan budak yang dilakukan oleh pedagang Afrika di kepulauan Karibia pada sekitar abad ke-17 (www.scribd.com).

Di daerah Jawa permainan tradisional congklak lebih dikenal dengan nama Dakon. Beberapa tempat menyebutnya dengan Dhakon, dan ada pula yang menyebut dengan istilah Dhakonan. Sedangkan istilah lain yang populer di kawasan Sulawesi adalah Maggaleceng. Ada pula yang menyebut dengan istilah Nogarata, atau Makaotan, dan ada pula yang mennyebut dengan Aggalacang. Permainan ini di Malaysia juga dikenal dengan nama congkak, sedangkan dalam bahasa Inggris permainan ini disebut Mancala (www.scribd.com).

Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Umumnya papan congklak terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan congklak terdapat 16


(22)

buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang saling berhadapan dan 2 lobang besar di kedua sisinya. Setiap lobang kecil di sisi pemain dan lobang besar di sisi kananya dianggap sebagai milik sang pemain (www.scribd.com).

Pada awal permainan setiap lobang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lobang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya. Bila biji habis di lobang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bila habis di lobang besar miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lobang kecil di sisinya. Bila habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa (www.scribd.com).

Permainan Tradisional Congklak dianggap selesai bila sudah tidak ada biji lagi yang dapat dimabil (seluruh biji ada di lobang besar kedua pemain). Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak (www.scribd.com).

Gambar 2.3 Permainan Tradisional Congklak (Sumber: www.google.com)


(23)

2.8 Engklek

Permainan engklek atau juga disebut sunda manda adalah permainan anak tradisional yang populer di Indonesia, khususnya dimasyarakat pedesaan. Permainan ini dapat ditemukan diberbagai wilayah di Indonesia baik di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi. Disetiap wilayahnya dikenaldengan nama yang berbeda. Di Jawa permainan ini disebut Engklek dan biasanya dimainkan oleh anak-anak perempuan (www.scribd.com).

Terdapat dugaan bahwa permainan ini berasal dari “Zondag–Maandag” yang berasal dari Belanda dan menyebar ke nusantara pada zaman kolonial. Walaupun dugaan tersebut adalah pendapat sementara (www.scribd.com).

Permainan engklek biasanya dimainkan oleh anak-anak dengan dua sampai lima orang peserta. Peserta permainan ini melompat menggunakan satu kaki disetiap petak-petak yang telah digambar sebelumnya ditanah. Untuk dapat bermain setiap anak harus berbekal “gacuk” yang biasanya berupa pecahan genting, yang juga disebut “kreweng” yang dalam permainan (www.scribd.com).

Kreweng ini ditempatkan disalah satu petak yang tergambar ditanahdengan cara dilempar. Petak yang ada gacuknya tidak boleh diinjak/ditempatioleh setiap pemain, jadi para pemain harus melompat kepetak berikutnyadengan satu kaki mengelilingi petak-petak yang ada (www.scribd.com).

Pemain yang telah menyelesaikan satu putaran terlebih dahulu berhak memilih sebuah petak dijadikan sawah mereka, yang artinya dipetak tersebut pemain yang bersangkutan dapat menginjak petak itu dengan dua kaki, sementara pemain lain tidak boleh menginjak petak itu selama permainan. Peserta


(24)

yang memiliki kotak yang paling banyak adalah yang akan memenangkan permainan ini (www.scribd.com).

Permainan tradisional engklek merupakan permainan tradisional yang paling dikenal oleh anak dan mempunyai prosedur yang paling bervariasi dan paling kompleks dan diduga mempunyai nilai terpiutik yang tinggi. Nilai terapiutik merupakan nilai yang terkandung dalam permainan yang mempunyai manfaat dalam membantu mengatasi permasalahan anak (Hughes, 1999; Griffiths, 2005).

Permainan ini mengandalkan kekuatan kaki dan keseimbangan si pemain. Sebab si pemain harus kuat menapakkan satu kakinya di atas tanah seraya mengangkat kaki lainnya. Pemain tak boleh asal menapakkan kaki. Sebab pemain harus benar-benar menapakkan kakinya pada gambar kotak yang telah dibuat di atas tanah.

Gambar 2.4 Permainan Tradisional Engklek (Sumber: www.google.com)


(25)

2.9 Nilai-Nilai Permainan Tradisional Engklek

Hasil penelitian Iswinarti (2007) menunjukkan bahwa nilai-nilai terapiutik yang terkandung dalam permainan tradisional Engklek meliputi: (1) Nilai deteksi dini untuk mengetahui anak yang mempunyai masalah. (2) Nilai untuk perkembangan fisik yang baik. (3) Nilai untuk kesehatan mental yang baik, (4) Nilai problem solving, (5) Nilai sosial.

Nilai deteksi dini untuk mengetahui anak yang mempunyai masalah mempunyai arti bahwa dengan mengobservasi anak yang sedang bermain engklek bisa diketahui beberapa anak yang diduga mempunyai masalah.. Nilai ini diperoleh dari data yang menunjukkan bahwa ada beberapa anak yang terlihat mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan peneliti untuk bermain engklek. Ada anak yang ragu-ragu untuk memulai permainan, ada yang ragu-ragu ketika akan melempar gaco ke kotak engklek. Di dalam penelitian juga dijumpai beberapa anak yang mudah tersinggung dan tidak percaya diri. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1991) bahwa bermain bisa mencerminkan bagaimana penyesuaian diri anak.

Nilai untuk perkembangan fisik yang baik tercermin dari permainan engklek yang membutuhkan gerakan-gerakan seluruh tubuh yaitu mengangkat satu kaki, menggerakkan tubuh dan tangan. Dengan melakukan kegiatan tersebut berarti bahwa anak telah melakukan kegiatan untuk berolah raga, meningkatkan koordinasi dan keseimbangan tubuh, dan mengembangkan ketrampilan dalam pertumbuhan anak.

Nilai untuk kesehatan mental yang baik, yaitu: membantu anak untuk mengkomunikasikan perasaannya secara efektif dengan cara yang alami,


(26)

mengurangi kecemasan, pengendalian diri, pelatihan konsentrasi. Prosedur permainan engklek memberi kesempatan pada anak untuk bergerak yang memungkinkan anak belajar menjadi relaks sehingga kecemasan berkurang. Dalam permainan engklek juga ada beberapa gerakan yang membutuhkan konsentrasi sehingga anak belajar menjadi lebih tenang dan dituntut untuk berlatih konsentrasi. Pengendalian diri terlihat pada gerakan-gerakan bermain ngklek yang menuntut ketenangan terutama pada engklek gunung

Nilai problem solving, yaitu anak belajar memecahkan masalah. Beberapa permasalahan yang harus dihadapi anak dalam bermain engklek mencakup bagaimana anak harus mengambil keputusan untuk menentukan pilihan tempat untuk dilempar, membuat strategi untuk memenangkan permainan, mencoba menyelesaikan masalah ketika ada konflik dengan teman. Menurut Menurut Sutton & Smith dalam Hughes (1999) bermain mempunyai fungsi problem solving yang dapat ditransfer dalam mengatasi permasalahan dalam kehidupan nyata

Nilai sosial dalam permainan engklek diperoleh dari hasil observasi dan wawancara yang menunjukkan bahwa terjadi proses sosial dalam kegiatan bermain anak. Permainan engklek sendiri merupakan permainan yang berbentuk games yaitu permainan yang mempunyai aturan. Menurut Santrock (2000) syarat permainan games pesertanya lebih dari satu orang. Dalam permainan ini mau tidak mau anak akan berkomunikasi dengan anak lain. Ada beberapa ketrampilan sosial yang dipelajari anak ketika anak bermain engklek, yaitu kompetisi, negosiasi, komunikasi, dan empati.


(27)

2.10 Nilai-Nilai Permainan Tradisional Congklak

Nilai budaya yang dapat diambil dari permainan congkak yaitu ketelitian, kecerdasan dan kejujuran. Ketelitian dituntut agar ketika memasukkan buah congkak tidak salah, seperti salah memasukkan buah congkak ke lubang induk pemain lawan, atau kesalahan-kesalahan lain. Kecerdasan dibutuhkan agar seorang pemain bisa memenangkan permainan tersebut. Dan nilai kejujuran diharapkan agar masing-masing pemain bersikap sportif, dan tidak menipu lawannya ketika lawan tersebut dalam keadaan lengah (www.melayuonline.com/ind)

2.11 Nilai-Nilai Terapiutik Dalam Bermain

Hughes (1999) mengemukakan beberapa nilai terapiutik yang terkandung dalam permainan secara umum, yaitu:

1. Bermain memperbolehkan anak mengkomunikasikan perasaannya secara efektif dengan cara yang alami.

2. Bermain mengijinkan orang dewasa untuk masuk dalam dunia anak dan menunjukkan pada anak bahwa mereka diterima. Di sini anak dan orang tua mempunyai kekuatan yang sama.

3. Dengan mengobservasi anak akan dapat membantu orang dewasa memahami anak lebih baik.

4. Karena bermain merupakan hal yang menyenangkan bagi anak maka anak akan menjadi relax dan kecemasan berkurang.


(28)

5. Bermain memberi kesempatan anak untuk melepaskan perasaannya (misalnya perasaan marah, takut), dan memperbolehkan anak untuk melepaskan kekecewaan terhadap alat permainan tanpa takut terhadap orang dewasa. 6. Bermain mendorong anak mengembangkan ketrampilan sosial. Ketrampilan ini

akan bisa digunakan untuk situasi yang lain.

7. Bermain memberi kesempatan pada anak untuk mencoba peran baru dan mencoba pendekatan pemecahan masalah yang aman.

2.12 Faktor-faktor Penyebab Hilangnya Permainan Tradisional

Tidak ada yang bisa membendung kuat dan derasnya arus globalisasi dan modernisasi. Kehadirannya tanpa pandang bulu bisa melibas semua hal. Siapa bisa bertahan, dia akan tetap hidup dalam globalisasi dan modernisasi. Permainan tradisional pun berada di titik liminal antara ada dan tiada. Di era ini, banyak bermunculan permainan alat-alat elektronik yang menggunakan teknologi canggih, sehingga membuat para generasi muda tertarik untuk memainkannya dan lupa akan permainan tradisional yang ada di daerah tempat tinggal mereka.

Ada beberapa faktor penyebab hilangnya permainan anak tradisional. Beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Arus globalisasi dan perkembangan teknologi melahirkan dan menyuguhkan berbagai permainan elektronik yang dianggap lebih menarik dan variatif seperti: Play Station, Nintendo, robot-robotan, mobil remote, dan lain-lain. 2. Tidak adanya pengenalan dan pengetahuan dari orang tua terhadap anak

mereka tentang permainan tradisional karena kesibukan orang tua di dalam pekerjaan. Bahkan terkadang orang tua lebih suka anak mereka bermain


(29)

dengan layar dan barang elektronik yang berbasis IT, alasannya agar anak lebih betah dirumah. Padahal suatu permainan akan terus bertahan jika kita menurunkan secara estafet ke anak kita, lalu dari anak kita diturunkan ke cucu kita, dan begitu seterusnya.

3. Terputusnya pewarisan budaya yang dilakukan oleh generasi sebelumnya dimana mereka tidak sempat mencatat, mendata, dan mensosialisasikan sebagai produk budaya masyarakatnya kepada generasi di bawahnya. Budaya instan yang sudah merasuk pada setiap anggota masyarakat sekarang juga memberikan sumbangan hilangnya permainan tradisional. Kita selalu terlena oleh budaya cepat saji, yang penting sudah tersedia dan siap “dimakan “ tanpa harus melalui proses.

4. Semakin kompleksnya tuntutan zaman terhadap anak yang semakin membebani menyebabkan mereka sibuk dengan tuntutan disekolahnya. Dengan banyaknya tugas-tugas sekolah dan tuntutan kurikulum yang semakin tinggi mengakibatkan waktu mereka tersita. Sehingga mereka lebih memilih permainan instan yang tidak mengeluarkan banyak tenaga dan bisa dilakukan di rumah. Sekarang ini banyak anak yang memiliki PS di rumah masing-masing.


(30)

2.13 Perkembangan Anak Usia 6-12 Tahun

Pada masa ini anak memasuki masa belajar di dalam dan diluar sekolah. Anak belajar di sekolah, tetapi membuat latihan di rumah yang mendukung hasil belajar di sekolah. Banyak aspek perilaku di bentuk melalui penguatan verbal, keteladanan, dan identifikasi. Anak-anak pada masa ini juga mempunyai tugas-tugas perkembangan menurut (Robert J. Hagvighurst, 1961) , yakni:

1. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan; bermain sepak bola, loncat tali, berenang.

2. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis

3. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya

4. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya 5. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, berhitung 6. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari

7. Membentuk hati nurani, nilai moral, dan nilai social 8. Memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi

9. Membentuk sikap terhadap kelompok social dan lembaga-lemabaga

Menurut teori Piaget, pemikiran anak masa sekolah dasar disebut juga pemikiran operasional kongkrit (concrete operational thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek peristiwa nyata atau kongkrit. Dalam upaya memahami alam sekitarnya mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indera, karena anak mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya (logikanya).


(31)

Menurut Teori Kolhberg dalam menganalisis perkembangan anak usia 6-12 tahun juga membaginya menjadi dua tahapan :

1. Tahapan pertama: usia 6-10 tahun.

Dalam usia ini, ia menilai anak sudah bisa menilai hukuman atau akibat yang diterimanya berdasarkan tingkat hukuman dari kesalahan yang dilakukannnya. Sehingga ia sudah bisa mengetahui bahwa berperilaku baik akan mampu membuatnya jauh atau tak mendapatkan hukuman.

2. Tahapan kedua: usia 10-12 tahun.

Dalam usia ini, menurut Kolhberg, ia sudah bisa berpikir bijaksana. Hal ini ditandai dengan ia berperilaku sesuai dengan aturan moral agar disukai oleh orang dewasa, bukan karena takut dihukum. Sehingga berbuat kebaikan bagi anak usia seperti ini lebih dinilai dari tujuannya. Ia pun menjadi anak yang tahu akan aturan.

2.14 Komposisi Gambar

Dalam Buku Lengkap Tuntunan Menjadi Kameraman Profesional (Al-Firdaus 2010) dijelaskan bahwa komposisi gambar adalah susunan obyek visual secara keseluruhan pada bidang gambar, agar gambar dapat berbicara dengan sendirinya melalui gambar yang diambil. Ada beberapa cara yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan komposisi yang baik, diantaranya Walking Space dan Looking Space, Head Room, In dan Out of, potongan gambar, Rule of Thirds, Aturan Sepertiga.

Walking Space dan Looking Space adalah saat pengambilan benda atau orang yang sedang berjalan, maka perlu memperhatikan ruang dimana obyek tersebut


(32)

menghadap. Head Room adalah komposisi di atas kepala dari obyek, hal ini perlu diperhatikan agar gambar enak dilihat. In dan Out of adalah komposisi yang menunjukkan jika obyek tersebut bergerak mendekat atau menjauh. Potongan gambar juga harus diperhatikan sehingga tidak memotong gambar pada persendian, agar gambar tidak seakan dipenggal. Rule of Thirds merupakan acuan dalam membuat komposisi, komposisinya dibagi menjadi 3 bagian. Sepertiga bagian adalah teknik dalam penempatan objek menjadi fokus, berada diantara salah satu dari 3 bagian yang ada.

Salah satu unsur yang digunakan untuk membangun sebuah komposisi adalah sudut pengambilan gambar yang ditentukan juga oleh motivasi pengambilan gambar. Jika ingin mendapatkan moment dan gambar yang terbaik, maka diambil dari berbagai sudut pandang dan terdapat makna tersendiri untuk memperkuat gambar yang diambil


(33)

2.15 Teknik Pergerakan Kamera

Dalam pengambilan gambar, Al Firdaus (2010) mengungkapkan bahwa pergerakan dari kamera juga dianggap penting sebagi penunjang pengambilan gambarnya. Beberapa pergerakan kamera yang banyak dikenal antara lain:

1. Panning

Merupakan pergerakan kamera secara horizontal ke arah samping kiri ataupun kanan objek. Pergerakan secara horizontal ke arah kanan biasa disebut pan right, sedangkan pergerakan secara horizontal ke arah kiri biasa disebut dengan pan left seperti yang ditunjukkan oleh ilustrasi pergerakan kamera pada gambar 2.5 berikut.

Gambar 2.5 Ilustrasi Panning (Sumber: upload.wikimedia.org)


(34)

2. Tilting

Merupakan pergerakan kamera secara vertikal ke arah atas ataupun arah bawah dari objek yang dituju. Pergerakan secara vertikal ke atas biasa disebut dengan tilt up yang dapat memicu emosi, perasaan, dan perhatian akan rasa ingin tahu tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, namun terkadang juga untukkan mengagungkan objeknya, sedangkan pergerakan vertikal ke bawah disebut dengan tilt down yang umumnya memicu kesedihan dan kekcewaan. Seperti pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Ilustrasi Tilting (Sumber: upload.wikimedia.org)


(35)

3. Zooming

Merupakan pengambilan gambar dengan memperbesar atau memperkecil ukuran gambar dengan mengubah dari sudut pandang sempit ke sudut pandang lebar yang biasa disebut dengan zoom out untuk menunjukkan apa yang berada di sekitar objek yang dituju, ataupun dari sudut pandang lebar ke sudut pandang kecil yang disebut dengan zoom in untuk menunjukkan objek penting dalam satu frame tersebut. Seperti pada gambar 2.7 berikut.

Gambar 2.7 Ilustrasi Zoom in dan Zoom Out (Sumber: static.videomaker.com) 4. Tracking

Merupakan pengmbilan gambar dengan pergerakan maju dan mundur yang diikuti oleh seluruh badan kamera yang mengikuti gerak dari objeknya seperti pada gambar 2.8 berikut.

Gambar 2.8 Ilustrasi Tracking (Sumber: static.videomaker.com)


(36)

5. Timelapse

Merupakan teknik fotografi dengan menggabungkan beberapa foto tanpa memindahkan posisi kamera dan angle di lain posisi yang memiliki selang waktu dalam hitungan detik yang difokuskan pada point of interest obyeknya. Seperti pada gambar 2.9 berikut.

Gambar 2.9 Timelapse (Sumber: google.com) 6. Cutaway

Metode penyambungan dimana dalam shot kedua atau selanjutnya masih ada elemen-elemen visual shot yang pertama atau sebelumnya yang bertujuan untuk memberi informasi yang lebih banyak kepada penonton. Seperti pada gambar 2.10 berikut.

Gambar 2.10 Cut away (Sumber: www.google.com)


(37)

34

Pada bab III ini akan dijelaskan dengan metode yang digunakan dalam pembuatan dan pengolahan data serta perancangan dalam pembuatan Video features ini. Penjelasan konsep dan pokok pikiran dalam Video features ini akan menjadi dasar rancangan karya yang dibuat. Metode penilitian dalam proses pembuatan Video features ini dilakukan berdasarkan penilitian dengan tahapan-tahapan yang digunakan diantaranya adalah planning atau perencanaan, analisa, desain, implementasi.

3.1 Metodologi

Metodologi penelitian adalah ilmu yang mempelajari tentang cara atau metode untuk melakukan penelitian (Soewadji, 2012: 10). Metodologi yang dipilih sesuai dengan masalah yang sedang diteliti agar mendapatkan data yang tepat dan akurat untuk menunjang hasil karya yang dihasilkan. Pada Tugas Akhir ini metodologi yang dipilih adalah metodologi kualitatif. Menurut Idiantoro dan Supomo (1999: 12-13) metodologi kualitatif adalah penelitian kualitatif dengan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis/lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik.


(38)

Metodologi yang dirasa sesuai untuk menunjang pembuatan video features ini adalah menggunakan metode kualitatif karena membutuhkan pengujian secara kualitas sehingga tahap pengumpulan data lebih detail terhadap karya Tugas Akhir guna menghasilkan karya berkualitas yang lebih baik.

3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam kegiatan pembuatan video features ini dilakukan agar dalam proses analisis data tidak terjadi penyimpangan materi serta tujuan yang dicapai. Menurut buku yang berjudul “Metode Penelitian” karya W. Gulo (2010: 115), teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu observasi, wawancara dan literatur. Dari pernyataan tersebut kegiatan pengumpulan data dilakukan dari beberapa bidang, yaitu:

1. Video Features

Pada tahapan ini, pengumpulan data lebih terarah kepada video features. Pengumpulan data dilakukan untuk menemukan keyword yang digunakan sebagai pedoman pembuatan Tugas Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi

Dari situs youtube dilakukan pencarian dengan keyword Lentera Indonesia. Dari sini diketahui bahwa video features itu mengajak atau mempngaruhi audience yang melihatnya. karena dapat dilihat secara fisik dengan gambar dan amosfer yang terekam dalam kamera yang memberikan gambaran hidup atau gambaran sesungguhnya. Video features dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut.


(39)

Gambar 3.1 video features ‘lentera indonesia’ (Sumber: www.youtube.com/netmediatama)

Keyword: mengajak, mempengaruhi audience, gambaran sesungguhnya, gambar yang terekam, gambar hidup.

b. Literatur

(Fachruddin, 2012: 225) menyatakan bahwa Features membahas pada satu pokok bahasan atau tema yang diungkap melalui berbagai pandangan yang saling melengkapi, mengurai, dan menyoroti secara kritis dengan berbagai kreasi.

Videobase oleh Hafiz, dkk (2009) yang berisi bahwa video memiliki pengaruh dalam membangun budaya baru dalam perubahan perilaku dan cara berpikir masyarakat saat ini.

Azhar Arsyad (2011 : 49) menyatakan bahwa video merupakan gambar-gambar dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Keyword: gambar hidup, membahas satu bahan pokok, mengurai, menyoroti, memiliki pengaruh, perubahan perilaku.


(40)

2. Permainan Tradisional Engklek

Pada tahapan ini, pengumpulan data lebih terarah kepada permainan tradisional engklek dan congklak. Pengumpulan data dilakukan untuk menemukan keyword yang digunakan sebagai pedoman pembuatan Tugas Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi

Dari situs youtube dilakukan pencarian dengan keyword permainan tradisional engklek. Dari sini diketahui bahwa permainan tradisional engklek itu dapat membatu anak berkompetisi, negosiasi, komunikasi, dan empati. Permainan ini mengandalkan kekuatan kaki karena pemain harus benar-benar menapakkan kakinya pada gambar kotak yang telah dibuat di atas tanah. Seperti pada gambar 3.2 berikut.

Gambar 3.2 Permainan Tradisional Engklek (Sumber : https://www.youtube.com/Do dolanan UIN)

Biasanya permainan engklek dimainkan oleh anak-anak dengan dua sampai lima orang peserta.

Pemain yang telah menyelesaikan satu putaran terlebih dahulu berhak memilih sebuah petak dijadikan sawah mereka, yang artinya dipetak tersebut pemain yang bersangkutan dapat menginjak petak itu dengan dua kaki, sementara pemain lain tidak boleh menginjak petak itu


(41)

selama permainan. Peserta yang memiliki kotak yang paling banyak adalah yang memenangkan permainan ini.

Dari hasil observasi yang dilakukan terhadap permainan tradisional engklek dapat diperoleh beberapa kata kunci sebagai berikut:

Keyword : mulai terlupakan, permainan tradisional, mengandalkan kekuatan kaki, gambar kotak di atas tanah, melatih berkomunikasi, melatih kompetisi.

b. Literatur

Menurut Santrock (2000) syarat permainan tradisional engklek pesertanya lebih dari satu orang. Dalam permainan ini mau tidak mau anak akan berkomunikasi dengan anak lain. Ada beberapa ketrampilan sosial yang dipelajari anak ketika anak bermain engklek, yaitu kompetisi, negosiasi, komunikasi, dan empati.

Menurut Bycans dari (https://www.scribd.com) Permainan ini mengandalkan kekuatan kaki dan keseimbangan si pemain. Sebab si pemain harus kuat menapakkan satu kakinya di atas tanah seraya mengangkat kaki lainnya. Pemain tak boleh asal menapakkan kaki. Sebab pemain harus benar-benar menapakkan kakinya pada gambar kotak yang telah dibuat di atas tanah.

Dari hasil literatur yang dilakukan terhadap permainan tradisional engklek dapat diperoleh beberapa kata kunci sebagai berikut:

Keyword: permainan tradisional, mengandalkan kekuatan kaki, melatih komunikasi, melatih kompetisi, membantu anak lebih aktif.


(42)

3. Permainan Tradisional Congklak

Pada tahapan ini, pengumpulan data lebih terarah kepada permainan tradisional engklek dan congklak. Pengumpulan data dilakukan untuk menemukan keyword yang digunakan sebagai pedoman pembuatan Tugas Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi

Dari situs youtube dilakukan pencarian dengan keyword permainan tradisional congklak. Dari sini diketahui bahwa permainan tradisional congklak merupakan permainan yang menitik beratkan berhitung. Permainan congklak melatih kita untuk terampil, cermat, jujur, sportif, dan menimbulkan rasa akrab antara sesama.

Permainan ini sudah jarang dimainkan karena kemajuan teknologi yang begitu pesat. Seperti pada gambar 3.3 berikut.

Gambar 3.3 Permainan Tradisional Congklak (Sumber : https://www.youtube.com/Indonesia baru)

Di daerah Jawa permainan tradisional congklak lebih dikenal dengan nama Dakon. Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan, mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan buah biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Pada awal permainan setiap lobang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang


(43)

pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lobang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya. Bila biji habis di lobang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bila habis di lobang besar miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lobang kecil di sisinya. Bila habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa.

Dari hasil observasi yang dilakukan terhadap permainan tradisional congklak dapat diperoleh beberapa kata kunci sebagai berikut:

Keyword: menggunakan papan, menggunakan biji, dimainkan dua orang, menitik beratkan pada berhitung, melatih kejujuran, terampil, cermat, menjalin keakraban.

b. Literatur

Dari (http://www.dakontasik.com/) Permainan ini memerlukan dua orang pemain, sebuah papan congklak, dan biji untuk pengisi masing- masing lubang. Setiap pemain mengambil semua biji yang terdapat pada lubang kecil yang di inginkan, untuk disebar satu biji per lubang berurutan searah jarum jam. Langkah tersebut dilakukan berulang.

Dari (www.melayuonline.com/ind) Nilai budaya yang dapat diambil dari permainan congkak yaitu ketelitian, kecerdasan dan kejujuran. Kecerdasan dibutuhkan agar seorang pemain bisa memenangkan permainan tersebut. Dan nilai kejujuran diharapkan agar masing-masing pemain bersikap


(44)

sportif, dan tidak menipu lawannya ketika lawan tersebut dalam keadaan lengah.

Dari (http://www.dakontasik.com/) nilai pendidikan dari permainan congklak yaitu melatih untuk terampil dan cermat, melatih jiwa sportif, jujur, adil, tepa selira dan akrab dengan orang lain dan menjalin kearaban.

Keyword: permainan tradisional, mengunakan papan, melatih ketelitian, melatih kejujuran, melatih jiwa sportif, menjalin keakraban.

4. Kota Surabaya

Pada tahapan ini, pengumpulan data lebih terarah kepada kota surabaya Pengumpulan data dilakukan untuk menemukan keyword yang digunakan sebagai pedoman pembuatan Tugas Akhir ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Literatur

Dari (http://www.surabaya.eastjava.com) yang berisi tentang kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan, hal ini terjadi sejak adanya pertempuran rakyat Surabaya melawan tentara Belanda dalam revolusi kemerdekaan Indonesia.Sebagai ibukota provinsi, Surabaya juga merupakan rumah bagi banyak kantor dan pusat bisnis. Perekonomian Surabaya juga dipengaruhi oleh pertumbuhan baru dalam industri asing dan beberapa segmen industri yang akan terus berkembang, terutama dalam hal properti, dimana gedung pencakar langit, mall, plaza, apartemen dan hotel berbintang akan terus terbangun setiap tahunnya.


(45)

Meskipun Surabaya banyak dipengaruhi oleh beragam budaya, tetapi keaslian kesenian dan budayanya masih tetap hidup dan berkembang sampai saat ini.

Keyword: kota pahlawan, sebagai ibukota provinsi, pusat bisnis, pusat industri, macet

b. Wawancara

Wawancara dilakukan pada masyarakat Surabaya bahwa kota Surabaya itu kota yang hampir setiap hari macet karena merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta, selain itu kota surabaya itu bersuhu panas, dan terkenal dengan kepahlawanannya.

Keyword: kota yang rame, kota yang macet, bersuhu panas, kota pahlawan.

3.3 Analisa Data

Menurut (Moleong, 2002: 103) analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Dalam table ini, data yang telah didapat dari berbagai sumber dikualifikasikan menurut darimana data itu didapat. Lalu diolah dengan mencari mana yang paling identik atau yang selalu ada saat proses pengumpulan data. Analisa data dapat di lihat pada tabel 3.1, 3.2, 3.3, 3.4 berikut.


(46)

Tabel 3.1 Analisa data materi video features

Subjek Observasi Literatur Wawancara Kesimpulan Keyword

Video Featur es Mengajak Mempengaruhi audience Gambaran sesungguhnya Gambar yang terekam Gambar hidup Gambar hidup Membahas satu bahan pokok Mengurai, Menyoroti Memiliki pengaruh Perubahan perilaku Video features = video ajakan yang dapat mempengaruhi audience yang melihatnya dengan gambar hidup Ajakan Mempengaruhi Merubah

(Sumber: Olahan Penulis)

Tabel 3.2 Analisa data materi Permainan Tradisional Engklek

Subjek Observasi Literatur Wawancara Kesimpulan Keyword Permainan Tradisional Engklek Mulai terlupakan Permainan tradisional Mengandalkan kekuatan kaki Gambar kotak di atas tanah Melatih berkomunikasi Melatih kompetisi Permainan tradisional Mengandalkan kekuatan kaki Melatih komunikasi Melatih kompetisi Membantu anak lebih aktif

Permainan Tradisional engklek = permianan yang sudah mulai terlupakan dan mengandalk an kekuatan kaki Permainan tradisional Kekuatan kaki Malatih komunikasi Melatih kompetisi


(47)

Tabel 3.3 Analisa data materi Permainan Tradisional Congklak Subjek Observasi Literatur Wawanca

ra

Kesimpulan Keyword

Permainan Tradisional Engklek Menggunakan papan Menggunakan biji Dimainkan dua orang Menitik beratkan pada berhitung Melatih kejujuran Terampil Teliti Menjalin keakraban Permainan tradisional Mengunakan papan Melatih ketelitian Melatih kejujuran Melatih jiwa sportif Menjalin keakraban Permainan Tradisional congklak = permainan yang menitik beratkan pada berhitung Berhitung Jujur Teliti Menjalin keakraban

(Sumber: Olahan Penulis)

Tabel 3.4 Analisa data materi Kota Surabaya

Subjek Literatur Observasi Wawancara Kesimpulan Keyword

Kota Surabaya Kota pahlawan Sebagai ibukota provinsi Pusat bisnis Pusat industri Macet Kota yang rame Kota yang macet Bersuhu panas Kota pahlawan Kota Surabaya = kota yang memiliki sejarah dan terkenal dengan kepahlawan an Kota pahlawan Macet Bersuhu panas


(48)

3.4Studi Eksisting

Studi eksisting merupakan acuan yang mempengaruhi secara dominan dalam pembuatan sebuah karya. Beberapa karya yang menjadi referensi dalam pembuatan Tugas Akhir ini adalah:

1. Si Bolang Trans TV

Konsep features yaitu dengan gaya menghadirkan tokoh didalam ceritanya dan dia menceritakan suatu tempat yang berpinda-pindah setiap harinya. Dan di video saya mengambil dari si bolang yaitu shot pengambilan gambar yang bagus dengan moment dan menghadirkan tokohnya.

Gambar 3.4 SI BOLANG (Sumber: www.youtube.com) 2. Discover Indonesia

Konsep yang beragam dalam shot pengambilan gambarnya yang bagus akan menjadi acuan dalam pembuatan konsep dan shot-shot pengambilan gambarnya. Saya mengambil dari Discover Indonesia yaitu shot-shot yang unik, warna yang ada di dalamnya dan musicnya.

Gambar 3.5 Discover Indonesia (Sumber: www.youtube.com)


(49)

3. Cut away

Film yang menggunakan teknik cut away karena ingin memberikan interaksi keada penonton antara orang dengan permainannya. Dan saya mengambil dari Cut away itu Point of Interest dalam pengemasannya dengan memperlihatkan shot-shot ini nantinya akan menjadi salah satu teknik dalam karya Tugas Akhir ini sebagai variasi visual yang menampilkan satu peristiwa sebagai penyangga antar shot.

Gambar 3.6 bukan kesempatan yang terlewat (Sumber: www.youtube.com)

Dari hasil studi eksisting yang dilakukan dapat diperoleh beberapa kata kunci sebagai berikut:


(50)

3.5 STP

Kegunaan dari STP ini adalah untuk membatasi segmentasi, target serta positioning agar lebih jelas dan tidak terlalu melebar. Tabel 3.5 menunjukan analisa STP :

Tabel 3.5 Analisa STP Segmentasi

& Targeting

Geografis Masyarakat Kota Demografi Usia : 6-12 tahun,

Gender : Laki-laki , perempuan Jenjang pendidikan : Sekolah Dasar Psikologi Kelas sosial : Menengah

Gaya hidup : Mengah Keatas

Positioning Video ini diperuntukan bagi semua umur tapi diutamakan bagi anak-anak agar permainan tradisional engklek dan congklak tidak terlupakan dengan adanya kemajuan teknologi.

(Sumber: Olahan Penulis)

Segmenting, Targeting, dan Positioning merupakan pemetaan segmentasi pemasaran produk secara modern (Kotler, 1995: 315). Pemetaan ini dilakukan untuk memfokuskan penentuan komponen strategi suatu produk agar dapat bersaing dengan produk yang sebelumnya ada di pasar. Pemetaan dalam Tugas Akhir ini dilakukan untuk menentukan pasar dengan hasil pembuatan produk berupa video features permainan tradisional engklek dan congklak di kota Surabaya.

Segmenting merupakan pengelompokan karakteristik konsumen (Kotler, 2003: 97). Berdasar dengan segmentasi geografis yaitu seluruh masyarakat


(51)

Indonesia. Dilanjutkan dengan pengerucutan dari segmenting dengan target berdasarkan psikografi yang mengacu pada masyarakat yang tertarik pada budaya. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pembuatannya akan nilai-nilai budaya yang terkandung didalam permainan tradisional engklek dan congklak.

Positioning merupakan cara mengkomunikasikan sebuah pencitraan dari suatu produk. Pencitraan yang ingin dibangun dalam hal ini adalah tentang permainan tradisional engklek dan congklak di kota Surabaya yang dikomunikasikan melalui media video features.

Dari hasil studi eksisting yang dilakukan dapat diperoleh beberapa kata kunci sebagai berikut:


(52)

3.6 Keyword

Gambar 3.6 Bagan keyword (Sumber: Olahan Penulis)


(53)

Kata kunci yang dapat ditarik dari beberapa kesimpulan analisa data di atas sebagai acuan perancangan karya adalah kompetitif yang dapat diterjemahkan sebagai persaingan. Keyword tersebut memiliki banyak kata yang berhubungan erat dengan kompetitif atau persaingan, diantaranya seperti ambisius, masuk akal, bijaksana, (www.oxforddictionaries.com).

3.7 Analisa Warna

Dari keyword yang didapat di atas dimunculkan warna kompetitif sebagai acuan dalam pewarnaan atau color grading untuk menyetarakan warna video dan poster agar mendukung suasana sesuai dengan keyword. Pewarnaan akan didominasi oleh warna yang mewakili warna kompetitif untuk menciptakan nuansa persaingan dengan mengutamakan warna-warna merah. Menurut www.anneahira.com warna-warna warna merah ini menggambarkan keadaan psikis yang berhubungan dengan semangat dan memiliki pengaruh pada produktivitas, kompetitif dan keberanian Warna-warna tersebut dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 3.7 Skema Warna kompetitif


(54)

3.8Perancangan Karya

Agar dapat mengahasilkan sebuah karya video features, maka dibutuhkan sebuah perancangan. Perancangan karya ini dimulai dari perumusan ide yang terdiri dari ide yang mentah disertai dengan penelitian pada studi literatur, observasi, studi eksisting, dan wawancara kemudian dikembangkan menjadi sinopsis awal, dilanjutkan pada tahap analisa data untuk menemukan keyword yang digunakan sebagai acuan dalam pembuatan karya. Tahap pra produksi dirancang untuk menyusun konsep, sinopsis, treatment, naskah, penyusunan tim, penjadwalan, budgeting, dan penentuan alat untuk proses prosuksi. Dilanjutkan pada proses produksi dan pasca produksi yaitu editing, dubbing, scoring music, dan pameran. Alur perancangan karya penelitian video features ini digambarkan seperti gambar 3.8 bagan berikut.


(55)

Gambar 3.8 Bagan Perancangan Karya (Sumber: Dasar-dasar Produksi Televisi)

3.8.1 Pra Produksi

Dari skema tahapan perancangan karya pembuatan video feature di atas, penulis melalui serangkaian persiapan sebelum syuting dilakukan. Berlandaskan tahapan pembuatan video features menurut Andi Fachrudin (2012: 226) penulis melalui beberapa tahapan dalam pembuatan video features ini.


(56)

1. Ide

Ide didapat saat melihat anak-anak jaman sekarang yang berada diperkotaan maupun dikota pinggiran banyak sekali yang tidak lepas dengan nmanya gadget. Padahal bermain gadget itu bisa menjadikan anak bersifat individualisme, maka dari itu anak-anak perlu adanya bersosialisasi kepada teman sebayanya. Contohnya bermain permainan tradisional yang cara bermainnya berkelompok atau rame-rame, sehingga anak-anak tidak cenderung individual tapi bisa bersosialisasi dengan orang disekitarnya. 2. Konsep

Memperkenalkan permainan tradisional dikalangan anak-anak dengan menunjukkan manfaat, cara bermain yang ada di permainan engklek dan congklak dalam kemasan video features. Dengan memberi sentuhan timelase dan cut away sebagai variasi visualnya, kemudian disempurnakan dengan tatanan audio dan voice over.

3. Sinopsis

Surabaya adalah kota metropolitan, tidak banyak anak-anak jaman sekarang ini bermain permainan tradisional, karena adanya perubahan aktivitas anak saat ini yang sering bermain gadget. Tidak hanya itu lahan pun sudah mulai jarang ditemukan dikota-kota besar, maka dari itu video features ini berusaha mengenalkan kembali permainan tradisional kepada masyarakat khusunya anak-anak.


(57)

4. Treatment

Dalam perumusan ide Andi Fachruddin (2012: 226) menjelaskan bahwa treatment merupakan hal penting sebelum memulai observasi yang merupakan acuan dalam urutan dalam penulisan naskah.

Penulisan treatment untuk video features dilakukan seperti halnya penulisan naskah yang dituliskah berdasarkan poin-poin yang ingin ditampilkan, namun dalam penulisannya dianjurkan menggunakan font Sans Serif yang mudah dan cepat untuk dibaca seperti Arial ataupun Century Gothic.

Treatment pebmuatan video features ini tererlampir dalam lampiran 5. 5. Naskah

Naskah dalam pembuatan video features memiliki format berbeda dengan film dalam penulisannya. Naskah dengan format dua kolom yang hanya menuliskan poin visual dengan audio terbagi dalam dua sisi. Namun standarnya dituliskan pada kertas A4 dengan margin normal dengan fontSans Serif yang mudah dan cepat untuk dibaca seperti Arial ataupun Century Gothic berukuran 11 yang mudah terbaca (Andi FAchruddin, 2012: 228). Naskah dari pembuatan film ini terlampir dalam lampiran 6.


(58)

6. Persiapan Teknis

Persiapan teknis meliputi persiapan peralatan produksi dan pemilihan tim produksi dalam pembuatan video features.

a. Alat yang digunakan, yaitu: 1. 2 Kamera Canon 60D 2. 1 Tripod Kamera

3. 4 Baterai cadangan kamera 60D dan 1 lighting 4. Lensa Canon 18-55mm

5. 1 Lensa Canon fix 40mm 6. 1 Lensa Canon 18-200mm b. Tim Produksi:

1. Eksekutif Produser : Bu nanik

2. Produser : Annas Subekhi ES 3. Sutradara : Fahrida Hilda F 4. Ass. Sutradara 1 : Else Rahmawati

Elok Sofiyah 5. Naskah : Fahrida Hilda F

6. DOP : John Cristian

7. Cameraman : John Cristian Almaviva Sakina R Toriditya Yudha Pravira 8. Editor : Fahrida Hilda F

9. Animator : Ade Okta 10. Musik : Ichal Major


(59)

7. Publikasi

Publikasi untuk video features ini menggunakan penyebaran melalui DVD dan pemutaran pada acara-acara screening, sehingga diperlukan beberapa properti promosi diantaranya:

1. Poster a. Konsep

Poster pada karya video features yang berjudul “Remember Me” menggunakan gambar siluet anak-anak yang bercanda kemudian didalam foto dikasih permainan congklak dan engklek dan anak yang sedang memainkan permainan itu.

2. Sampul DVD

Desain yang diadaptasi dari gambar latar desain poster yang menjadi identitas dari video features ini menggunakan konsep desain yang sama. 3. Label DVD

Label pada DVD menggunakan gambar latar desain yang menjadi perpaduan dari sampul DVDnya.

8. Anggaran Produksi

Dalam proses pembuatan video features dibutuhkan anggaran dalam proses produksinya. Berikut merupakan tabel anggaran dana Produksi.

Tabel 3.9 Anggaran Produksi

Kegiatan/ Uraian Dana

Pra Produksi

Transportasi BBM Rp. 100.000,-


(60)

Pulsa Rp. 50.000,- Administrasi (ATK, Tinta, Kertas a4, dll) Rp. 250.000,-

Jilid Proposal TA Rp. 5.000,-

Fotocopy Proposal TA Rp. 30.000,-

Total Pra Produksi Rp. 535.000,-

Produksi ( 3 Hari)

Komunikasi (Pulsa) Rp. 50.000,-

Transport (BBM+Mobil) Rp. 420.000,-

Properti (Dakon, Biji Kopi) Rp. 250.000,-

Konsumsi Rp. 605.000,-

Solatif, Gunting, Cutter, Kapur, dll Rp 200.000,-

Total Produksi Rp. 2.060.000,-

Paska Produksi ( 10 Hari)

Editing Rp. 2.000.000,-

Pameran TA Rp. 1.500.000,-

Pembuatan Laporan TA (4) Rp. 200.000,- Cetak Publikasi (CD, Poster, Souvenir, dll) Rp. 1.500.000,- Total Paska Produksi Rp. 5.200.000,-


(61)

3.8.2 Produksi

Dari skema perancangan karya di atas penulis melalui berbagai tahap produksi dengan melakukan proses persiapan alat dan syuting di lokasi-lokasi yang telah ditentukan di kota Surabaya. Lihat gambar 3.9 berikut.

Gambar 3.9 Lokasi Shoting (sumber: Olahan sendiri) 3.8.3 Pasca Produksi

Dari skema perancangan karya di atas penulis melalui berbagai tahap pasca produksi dengan pemilihan file hasil shooting, editing dengan penyusunan video, pewarnaan, penambahan variasi editing, serta melengkapi dengan recording narasi serta pembuatan scoring musik yang akan dibahas lebih dalam pada BAB IV.


(62)

59 4.1 Produksi

Produksi merupakan tahap lanjutan dari tahap pembuatan film, merupakan rancangan yang sudah disusun dan dibuat pada saat pra produksi di implementasikan pada tahap ini. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi antara lain shotting atau pengambilan gambar secara keseluruhan mulai tahap awal, tengah hingga akhir.

Berikut ini teknik produksi yang akan digunakan dan diterapkan dalam tahap produksi:

1. Setting Artistik Lokasi

Sutradara lebih mengutamakan setting artistik outdoor saat produksi, hal ini dimaksudkan agar visual di video features memberikan kesan hidup bukan hanya lokasi dianggap biasa tetapi sesuai dengan tema dan keadaan yang diinginkan sutradara. Seperti pada gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Screenshot Setting Lokasi Sumber : Hasil Olahan Penulis


(63)

2. Setting Perekaman

Pembuatan video features ini sistem perekaman dilakukan secara langsung. Selain itu crew juga akan menggunakan sistem perekaman tidak langsung untuk unsusr audio yang diantaranya meliputi sound effect, dialog narasi dan instrumen musik. Peralatan yang digunakan dalam perekaman ini beraneka ragam sesuai dengan perancangan shotting list yang dibuat oleh tim, berbagai alat yang disiapkan seperti recorder, slider camera dan masih banyak lainnya. Beberapa alat tersebut memiliki fungsi yang menghasilkan gambar dan audio lebih hidup dan mempermudah proses produksi. Seperti pada gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2 Slider Camera, Recorder, Camera 60D dan Lensa 135mm dan 40mm

Sumber : www.google.com

3. Teknik Pengambilan Gambar

Teknik pengambilan gambar pada video features ini digunakan dengan multiple camera, yaitu pengambilan gambar menggunakan lebih dari satu kamera,


(64)

dengan pertimbangan agar mempercepat produksi dan mempermudah teknis pengambilan karena objek yang ditangkap adalah objek banyak bergerak sehingga tim produksi dapat menyingkat waktu dengan adanya multiple camera.

Beragam teknik digunakan untuk mengambil sebuah adegan agar menimbulkan kesan hidup dan tidak membosankan saat khalayak umum atau penonton menyaksikan hasil dari video ini. Pengambilan gambar menggunakan multiple camera di dalam film ini mempunyai banyak fungsi, diantaranya anggota tim dapat mempersingkat waktu produksi. Seperti pada gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3 Multiple Camera Sumber : www.reddit.com

4.2 Pasca Produksi

Pembahasan pada tahap berikut adalah tentang tahap terakhir produksi sebelum karya video features ini dipublikasikan, tahap ini disebut penyuntingan atau editing, dimana penyuntingan dibagi menjadi tiga tahap yaitu offline editing, online editing, mixing, rendering dan mastering.

1. Offline Editing

Setelah shooting selesai, sutradara dan editor memilah sesuai catatan yang sebelumnya dilakukan saat produksi berdasarkan catatan shooting dan gambar,


(65)

editor dan sutradara menyamakan digit frame per detik, menit, dan jam begitu juga lokasi. Sehingga mempermudah editor dalam penyuntingan sesuai yang diharapkan oleh sutradara. Seperti pada gambar 4.4 berikut.

Gambar 4.4 Screenshot Proses OfflineEditing Sumber : Hasil Olahan Penulis 2. Online Editing

Setelah proses offline editing, tahap kedua pasca produksi adalah menggabungkan hasil shooting asli sesuai dengan scene. setelah menggabungkan shot yang telah dilakukan, editor dan sutradara berhak memberikan warna sesuai karakter yang telah disepakati bersama saat pra produksi, atau sutradara memiliki karakter warna yang merupakan ciri khas sutradara. Seperti pada gambar 4.5 berikut.

Gambar 4.5 Screenshot Proses Online Editing Sumber : Hasil Olahan Penulis

Online editing yang dilakukan merupakan hasil kerja yang rumit dikarenakan pengolahan hasil gambar merupakan objek bergerak, jika tidak ada kesinambungan gerap dapat mengakibatkan kejanggalan atau bisa disebut jumping. Memahami secara mendasar pengolahan gambar memang harus


(66)

dilakukan dengan teliti agar tidak terjadi kesalahan yang fatal, untuk mengurangi kesalahan tersebut sutradara diwajibkan mengikuti tahap editing.

3. Mixing

Setelah penggabungan seluruh scene dan sutradara merasa cukup untuk editing gambar, pada tahap ini pemberian musik ilustrasi, narasi, dan sound effect dari berbagai macam suara yang diolah sedemikian rupa agar tidak mengganggu dan terdengar jelas. Seperti pada gambar 4.6 berikut.

Gambar 4.6 Screenshot Proses Mixing Sumber : Hasil Olahan Penulis

4. Rendering

Proses rendering merupakan tahap akhir dari editing yang semua dilakukan, menggabungkan semua scene atau adegan menjadi satu file dan menjadi format video, atau bisa diartikan rendering merupakan format yang menggabungkan file-file yang sudah di edit dan dijadikan satu format sendiri.


(67)

Ada beberapa tahapan melakukan rendering yang perlu dilakukan adalah mengatur settingan render seperti resolusi atau format video. Waktu yang dibutuhkan untuk merender proyek ini cukup lama, tergantung kualitas yang diharapkan dari editor. Setelah selesai rendering, maka video telah selesai. Seperti pada gambar 4.7 berikut.

Gambar 4.7 ScreenshotProses Rendering Sumber : Hasil Olahan Penulis 5. Mastering

Mastering merupakan proses dimana file yang telah dirender dipindahkan ke dalam media kaset, VCD, DVD atau media lainnya dengan menggunakan software berbeda dari tahap yang telah dilalui diatas. Film dokumenter tari joged ini menggunakan media DVD karena kapasitas untuk menyimpan besar dan kualitas video yang tersimpan merupakan High Definition (HD).


(1)

70 BAB V PENUTUP

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian perancangan dan Produksi Video Features ini mengangkat permainan tradisional engklek dan congklak di kota surabaya. Permainan tradisional ini lambat tahun sudah mulai dilupakan oleh anak-anak karena adanya fenomena perubahan aktivitas bermain anak saat ini yang sering bermain gadget, padahal permainan tradisional merupakan warisan budaya yang harus kita lestarikan. Tujuan dibuatnya video features ini adalah untuk mengingatkan dan melestarikan permainan tradisional ini.

Dengan memberi sentuhan baru pada video features ini diharapkan dapat memberikan rasa ketertarikan bermain lagi kepada anak-anak yang menontonnya. Pembuatan video features ini menggunakan teknik cut away karena menunjukan atau menggambarkan reaksi terhadap shot utama atau shot lain yang bisa dimasukan sebagai selingan. Proses editing film dokumenter ini menggunakan software Adobe Premiere CS 5.


(2)

71

5.2Saran

Produksi video features yang diaplikasikan dalam sebuah karya video ini diharapkan menjadi wawasan dan pengetahuan bagi para khalayak luas. Pembuatan video ini mengakui masih banyak kekurangan dalam mengaplikasikan penelitian ini kedalam video features permainan tradisional engklek dan congklak karena dalam pembuatan video featurs ini dibutuhkan sekali untuk bekerja dalam tim. Oleh karenaitu bagi pembaca atau yang lain disarankan untuk meneruskan film ini dengan menambah yang menjadi kekurangan film ini.


(3)

72 Sumber Jurnal :

Ja’far, Fianti, Yosep. 2014. Penciptaan Buku Ilustrasi Permainan Tradisional Sebagai Upaya Pelestarian Warisan Budaya Lokal. Surabaya. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Surabaya. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol.3, No.1, Art Nouveau, 2014.

Diambil dari http://jurnal.stikom.edu/index.php/artnouveau. (24 September2015).

Muslimah, Alfiana Indah & Wahdah, Nadiatul. (2013). Hubungan Antara Attachment dan Self Esteem dengan Need For Achievement pada Siswa Madrasah Aliyah Negeri 8 Cakung Jakarta Timur. Jurnal Soul, Vol. 6, No.1, Maret 2013.

Sukintaka, 1992: 91 ‘Model Pembelajaran Permainan Sudirman Dengan Pemanfaatan Lingkungan Persawahan’, dalam Journal of physical Education, Sport, Health and Recreation Vol.1, No.4

Sumber Skripsi :

Andang, Ismail. 2009. Skripsi. Permainan Tradisional Dakon Sebagai Tema Perancangan Interior Ruang Kelas Di TK Aba Gedongkiwo Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Danandjaja, 1987. Skripsi. Nilai-Nilai Terapiutik Permainan Tradisional Engklek Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Dharmamulya, 2008. Skripsi. Permainan Tradisional Dakon Sebagai Tema Perancangan Interior Ruang Kelas Di TK Aba Gedongkiwo Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Griffiths, 2005. Skripsi. Nilai-Nilai Terapiutik Permainan Tradisional Engklek Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Hughes, 1999. Skripsi. Nilai-Nilai Terapiutik Permainan Tradisional Engklek Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.


(4)

73

Iswinarti, 2007. Skripsi. Nilai-Nilai Terapiutik Permainan Tradisional Engklek Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Kurniati. 2006. Skripsi. Mengenalkan Kemampuan Berhitung Melalui Permainan Tradisional Congklak Pada Anak Usia 5-6 Tahun. Pontianak: Universitas Tanjungpura.

Kolhberg, Ahira.2012. Makalah. PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

Perkembangan Moral. Surabaya: UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA.

Piaget. 1972. Teori Perkembangan Kognitif Piaget, dalam Sujiono dkk 2008,Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta : Universitas Terbuka. Muslimah, Alfiana Indah & Wahdah, Nadiatul. (2013). Hubungan Antara

Attachment dan Self Esteem dengan Need For Achievement pada Siswa Madrasah Aliyah Negeri 8 Cakung Jakarta Timur. Jurnal Soul, Vol. 6, No.1, Maret 2013.

Santrock. 2000. Skripsi. Nilai-Nilai Terapiutik Permainan Tradisional Engklek Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Sumber Website :

Setyawan. 2004. Diktat Editing. AKINDO. Yogyakarta Hal 3. https://Asiaaudiovisualexc09ferryrumyanto.wordpress.com. (Diakses 2 oktober 2015)

https://www.scribd.com/doc/169812595/engklek. Diakses 15 oktober 2015. Publish by bycans

http://www.negeripesona.com/2013/05/dolanan-anak-permainan-tradisional-anak.html. Diakses 15 oktober 2015

http://www.duniapsikologi.com/masa-periodisasi-anak/. Diakses 20 oktober 2015

http://www.scribd.com/doc/27490403/PSIKOLOGI-PERKEMBANGAN-anak. Diakses 23 oktober 2015

http://www.slideshare.net/FauziatulHalim/fungsi-bermain-pada-perkembangan-sosio-emosional-anak. Diakses 22 oktober 2015


(5)

https://www.scribd.com/doc/209733647/Asal-Usul-Nama-Permainan-Tradisional-Congklak. Diakses 22 oktober 2015

http://www.scribd.com/doc/220533556/PKM-GT. Diakses 18 oktober 2015

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/571/jbptunikompp-gdl-rizkinovri-28506-10-unikom_r-i.pdf. Diakses 25 oktober 2015

http://melayuonline.com/ind/culture/dig/1303/permainan-congkak

http://www.dakontasik.com/2014/04/permainan-tradisional-congklak-dakon.html

http://www.eastjava.com/tourism/surabaya/ina/about.html

Sumber Buku :

Al-Firdaus, Iqra’. 2010. Buku Lengkap Tuntunan Menjadi Kameraman Profesional. Yogyakarta: Buku Biru.

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Cetakan ke 15. Jakarta: Rajawalli Pers.

Direktorat Permuseuman. 1998. Permainan Tradisional Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman.

Docket, Sue dan Marlyn Fleer. (2000). Play and pedagogy in early chilhood- bending the rules. Sidney: Harcourt.

Fachruddin, Andi. 2012. Dasar-dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grasindo

Hafiz dan Yudha, Mahardika dkk. 2009. Videobase. Jakarta: Pusat Informasi Data Penelitian dan Pengembangan Forum Lenteng.

Hurlock, E. B. (1991). (a.b Istiwidayanti & Soedjarwo). Psikologi Perkembangan suatu Pendidikan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi kelima). Jakarta:Erlangga.

Indriantoro dan Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.


(6)

75

Kotler, Philip.1995.Manajemen Pemasaran. Jakarta. Penerbit Erlangga Moleong, Lexy. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

remaja Rosdakarya.

Rabiger, Michael. 2000. Developing Story Ideas. Woburn: Butterworth-Heineman.

Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media .

Sujiono, Yuliani & Sujiono, Bambang. 2010. Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan jamak. Jakarta: Indeks.


Dokumen yang terkait

Perancangan buku tentang manfaat permainan tradisional congklak

2 6 1

Perancangan multimedia interaktif permainan tradisional sondah/engklek

7 39 57

TA : Perancangan Buku Komik Kuliner Surabaya Dengan Teknik Ilustrasi Digital Sebagai Upaya Pelestarian Kuliner Tradisional.

1 22 132

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG PERMULAAN MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL CONGKLAK Upaya Meningkatkan Kemampuan Berhitung Permulaan Melalui Permainan Tradisional Congklak Pada Anak Kelompok B Di TK Kridawita Kecamatan Klaten Tengah Semester II Ta 2

0 1 15

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG PERMULAAN MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL CONGKLAK Upaya Meningkatkan Kemampuan Berhitung Permulaan Melalui Permainan Tradisional Congklak Pada Anak Kelompok B Di TK Kridawita Kecamatan Klaten Tengah Semester II Ta 2

0 0 13

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE PERMAINAN TRADISIONAL ENGKLEK TERHADAP PENGETAHUAN Pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode permainan tradisional engklek terhadap pengetahuan dan sikap merokok siswa di sekolah dasar negeri kuniran 3 kecama

0 2 16

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL (ENGKLEK) DI RA AL-HIDAYAH BALEENDAH.

0 4 37

INVENTARISASI PERMAINAN TRADISIONAL ANAK SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN BUDAYA DI KABUPATEN KEBUMEN.

0 1 22

lomba permainan tradisional sebagai upaya pelestarian budaya untuk siswa sekolah dasar di kecamatan

0 3 31

ENGKLEK GEOMETRI: UPAYA PELESTARIAN PERMAINAN TRADISIONAL MELALUI PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SMP MUHAMMADIYAH 4 SURABAYA Nur Isnaini Utami

0 4 7