PENGARUH MUROTTAL AL-QUR’AN TERHADAP TINGKAT DEPRESI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALIS DI PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

(1)

i

PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

Disusun oleh NADIA IMARA FASA

20120320170

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FALKUTAS KEDOKTERAN DAN ILM KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

iv

Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialis di RS PKU Muhammadiyah Gamping”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari tanpa adanya bimbingan dan dukungan, maka kurang sempurna penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Sri Sumaryani,Ns., M.Kep., Sp.Mat selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Erfin Firmawati, S.Kep., Ns., MNS selaku pembimbing yang senantiasa mengarahkan penulis untuk mencapai perencanaan penelitian yang maksimal dan optimal sehingga proposal yang menjadi syarat kelulusan dapat terselesaikan.

3. Ibu Arianti, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB selaku dosen penguji yang berkenan meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran serta masukan yang membangun untuk penulis.

4. Segenap Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Kedua orangtuaku, Bapak Suryadi Widjaksana dan Ibu Baby Madelina, yang selalu mendoakan dan selalu memberikan motivasi yang tiada henti-hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal, meskipun belum sebanding dengan perjuangan Bapak dan Ibu dalam merawat dan membesarkan penulis.

6. Kakak tercinta Barry Igor yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

7. Sahabat perjuanganku Hafidz, Deva, Tiffani, Bombay, Ina, Arcil yang selalu mensupport penulis untuk tetap berjuang dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku di Bogor Gneis, Arindi, Marisa, Shinta yang tidak pernah berhenti memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

9. Leni dan Riska, sahabat kos Hidayahtullah yang setia menemani selama 4 tahun ini.

10. Seluruh partisipan yang sudah berkenan menjadi responden dalam penelitian ini dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi


(3)

v konstruktif untuk dikemudian hari.

Penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya, semoga kita semua selalu dalam karunia Allah SWT.

Yogyakarta, Juli 2016


(4)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTARK ... xi

INTISARI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1

B. Rumusan masalah ... 7

C. Tujuan penelitian ... 7

D. Manfaat penelitian ... 8

E. Keasliaan penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 11

1. Gagal Ginjal Kronik ... 11

1.1 Pengertian gagal ginjal kronik ... 11

1.2 Stadium gagal ginjal kronik ... 12

1.3 Etiologi gagal ginjal kronik ... 12

2. Hemodialisis ... 15

2.1 Pengertian hemodialisis ... 15

2.2 Proses hemodialisis ... 16

2.3 Indikasi ... 16

2.4 Komplikasi ... 17

3. Depresi ... 18

3.1 Pengertian depresi ... 18

3.2 Penyebab depresi ... 19

3.3 Faktor yang mempengaruhi depresi ... 23

3.4 Gejala depresi ... 25

3.5 Instrumen depresi ... 27

4. Terapi Murottal Al-Qur’an ... 28

4.1 Pengertian terapi murottal al-qur’an ... 28

4.2 Mekanisme terapi murotal al-qu’an terhadap tingkat depresi ... 29

4.3 Pengaruh murottal al-qu’an terhadap respon tubuh ... 29

4.4 Pengaruh murottal al-qur’an sebagai penyembuh ... 31

4.5 Manfaat murottal al-qur’an ... 31

4.6 Surah Ar-Rahman ... 32

B. Kerangka Konsep ... 35

C. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian ... 36

B. Populasi dan sampel ... 37


(5)

vii

I. Pengolahan Data ... 47

I. Analisis data ... 47

J. Etik penelitian ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ... 51

1.1 Deskripsi Wilayah Penelitian ... 51

1.2 Gambaran Karakteristik Responden ... 52

1.3 Gambaran Tingkat Depresi Responden ... 54

1.3 Gambaran Karakteristik dan Tingkat Depresi ... 55

1.4 Perbedaan Tingkat Depresi Pada Setiap Kelompok Penelitian ... 56

1.5 Perbedaan Tingkat Depresi Antara Kelompok Penelitian ... 57

B. Pembahasan ... 59

2.1 Karakteristik Responden ... 59

2.2 Karakteristik Responden dan Tingkat depresi ... 62

2.3 Pengaruh Pemberian Murotal ... 66

C. Kekuatan dan Kelemahan ... 74

3.1 Kekuatan ... 74

3.2 Kelemahan ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(6)

viii

Tabel 2: Design Penelitian ... 38

Tabel 3: Definisi Operasional ... 41

Tabel 4: Gambaran Karakteristik Responden ... 54

Tabel 5: Gambaran Tingkat Depresi Responden ... 56

Tabel 6: Karakteristik Responden dan Tingkat Depresi ... 57

Tabel 7: Tingkat Depresi dengan Uji Wilcoxon ... 58


(7)

ix


(8)

x

GFR : Glomerular Filtration Rate

PENEFRI : Perhimpunan Nefrologi Indonesia

IRR : Indonesia Renal Registry

URSDS : United State Renal Data System

WHO : World Health Organization

Depkes : Dapertemen Kesehatan

HADS : Hospital Anxiety and Depression Scale CRH : Corticotropin-releasing hormone ACTH : Adrenocorticotropic hormone

SD :Sekolah Dasar

SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama


(9)

xi LAMPIRAN 2: Skor Hasil CVI

LAMPIRAN 3: Lembar Permohonan Menjadi Responden LAMPIRAN 4: Lembar Persetujuan Menjadi Responden

LAMPIRAN 5: Kuisioner Depresi HADS (Hospital Anxiety And Depression Scale) LAMPIRAN 6: Lembar Kelayakan Etika Penelitian


(10)

DEPRESI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI

HEMODIALISIS DI RS PKU MUH AMMADIYAH GAMPING

Disusun oleh: NADIA Th'LARA FASA

20120320170

Telahdisetujui dan dtseminarkan pada 16 Agustus 2016

Dosen pembimbing Dosen penguji

Erfin Firmawati, Ns.,MNS Arianti, M.Kep., Ns., Sp.Kep.MB

セZ 1981070820071 0173080 NlK: 19801 22020051 0]73073

Mengetahui

Kepala Prodi Ilmu Keperawatan FKIK UMY Universitas M

。 ュ ュ 。 セ

Y ogyakarta Sri Sumaryani S.Kep. s., M.Kep.,Sp.Mat.,HNC

NIK: 197703 13200104173046


(11)

x

farmakologi, salah satunya adalah terapi psikoreligius, yaitu terapi murotal Al-Qur’an yang dapat memberikan efek relaksasi.

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian murotal Al-Qur’an terhadap tingkat depresi pasien GGK yang menjalani hemodialisis

Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan Quasy-Experimental with pre-test and post-test control group design. Pengukuran depresi dilakukan dengan menggunakan kuisioner HADS. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli 2016 di PKU Muhammadiyah Gamping. Responden terdiri dari 15 orang di kelompok eksperimen yang berikan intervensi berupa murotal Al-Qur’an dan 15 orang di dalam kelompok kontrol dengan teknik purposive sampling dengan pembagian simple random sampling. Analisa yang digunakan adalah uji Wilcoxon dan Mann-Whitney U. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukan tidak adanya pengaruh yang signifikan pada murotal Al-Qur’an terhadap tingkat depresi dengan ditunjukan p= >1,000.

Kesimpulan: Pemberian murotal Al-Qur’an tidak terdapat pengaruh terhadap tingkat depresi, namun murotal Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai intervensi non-farmakologi terhadap depresi. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar dapat mengontrol faktor-faktor pengganggu.

Kata Kunci: Hemodialisis, Murotal Al-Qur’an, Pasien gagal ginjal kronik, Tingkat depresi.


(12)

x

can be treated with non-pharmacological, One of that is psikoreligius therapy, kind of this therapy is murotal Al-Qur'an that when played will provide a relaxing effect.

Objective: The aim of this study was to determine the effect of murotal al-qur’an the depression levels of CRF patients undergoing hemodialysis.

Methods: This study was a quantitative research with Quasy-Experimental with pre-test and post-test control group design. Measurement of depression can using questionnaires HADS. The research was conducted from July 2016 in PKU Muhammadiyah Gamping. Respondents are divided into 15 people in the treatment group were given intervention in the form of murotal Al-Qur’an and 15 people in the control group with purposive sampling with simple random sampling technique division. The analysis used Wilcoxon test and Mann-Whitney U.

Results: The results showed no significant effect on murotal Al-Qur'an to the level of depression shown p> 1.000.

Conclusion: Murotal Qur'an there is no influence on the level of depression, but murotal Al-Qur'an can be used as non-pharmacological interventions for depression. For further research, the researchers suggest in order to control confounding factors.


(13)

1

Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, dimana tubuh gagal mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia, yang ditandai dengan GFR kurang dari 60 mL/menit per 1,73 m3 selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. (National Kidney Foundation’s Kidney Disease and Outcome Quality Initiative, 2002 dalam Pardede,D, 2012).

Angka GGK di dunia masih tinggi. Prevalensi GKK pada tahun 2011 di Amerika Serikat sebesar 1901 per juta penduduk (The United State Renal Data System (USRDS), 2013). Treatment of End-Stage Organ Failure in Canada (2000-2009) menyebutkan bahwa hampir 38.000 warga Kanada hidup dengan gagal ginjal kronik dan telah meningkat 3x lipat dari tahun 1990. Di Indonesia, diperikirakan jumlah pasien gagal ginjal meningkat dari 19.612 hingga 100.000 antara tahun 2014 sampai 2019 (PENEFRI, 2012). Data yang didapatkan tahun 2007-2014 tercatat 28.882 pasien, dimana pasien baru sebanyak 17.193 pasien dan pasien lama sebanyak 11.689 pasien. Di Yogyakarta terdapat 1.416 pasien, dimana 852 pasien baru dan 564 pasien aktif (Indonesia Renal Registry (IRR), 2014).

Angka kejadian gagal ginjal kronik terbanyak di Indonesia disebabkan oleh hipertensi yang meningkat menjadi 37 % diikuti oleh Nefropati


(14)

diabetika sebanyak 27 %. Glomerulopati primer memberi proporsi yang cukup tinggi sampai 10 % dan Nefropati Obstruktif pun masih memberi angka 7 % (Indonesia Renal Registry (IRR), 2014).

Salah satu terapi GGK adalah hemodialisis. Hemodialisis (HD) adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialiser (Supriyadi, Wagiyo & Widowati, 2011). Frekuensi tindakan hemodialisis bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani 3x dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan hemodialisis paling sedikit 3-4 jam tiap sekali tindakan terapi (Yang, Lin, Ye, Mao, Rong, Zhao & Mei, 2011).

Hemodialisis mempunyai dampak tertentu bagi pasien. Dampak pasien yang menjalani hemodialisis yaitu kurangnya kontrol atas aktivitas kehidupan sehari-hari dan sosial, kehilangan kebebasan, pensiun dini, tekanan keuangan, gangguan dalam kehidupan keluarga, perubahan citra diri, dan berkurang harga diri, sehingga mengakibatkan masalah dalam psikososial seperti kecemasan, isolasi sosial, kesepian, tidak berdaya, putus asa dan depresi (Karabulutlu & Tezel, 2011).

Depresi menjadi salah satu masalah psikologis pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Depresi merupakan penyakit yang melibatkan tubuh, suasana hati, dan pikiran (Shanty, 2011). Menurut World Health Organization, depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood depresi, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur terganggu atau nafsu makan menurun, energi rendah,


(15)

dan hilang konsentrasi (WHO, 2014). Menurut Chang, Ku, Park, Kim dan Ryu (2012) dalam Alfiyanti, Setyawan dan Kusuma (2014), menyatakan prevalensi depresi pada populasi umum yang termasuk berat sekitar 1,1-15% pada laki-laki dan 1,8-23% pada wanita, sedangkan prevalensi pada pasien hemodialisis yang mengalami depresi sekitar 20-30% bahkan bisa mencapai 47%. Diperkuat dengan pernyataan Dr. Andri, Sp.KJ dari Klinik Psikosomatik RS Omni, Tangerang dalam Kompasiana yang menyebutkan bahwa prevalensi depresi yang terjadi pada pasien hemodialisis saat ini adalah sekitar 20%-30% bahkan bisa mencapai 47% (Azhara, 2012). Angka pravelensi ini dapat dikatakan cukup tinggi pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis.

Faktor yang menyebabkan depresi pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis adalah faktor biologi (depresi dapat dipicu oleh masalah yang dialami pasien), genetik dan psikososial, seperti proses hemodialisis, beban ekonomi, komplikasi proses dialisis, ketergantungan pada mesin, aturan diet ketat, mobilitas yang terbatas dan stresor lainnya. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan perasaan tertekan bahkan dapat menimbulkan gangguan mental, salah satunya adalah depresi, dimana dampak dari depresi dapat mempengaruhi medical outcome, meningkatan resiko hospitalisasi, bunuh diri, kematian, kepatuhan dialisis, pengobatan, status nutrisi, ketahanan tubuh dan insiden peritonitis. Timbulnya depresi merupakan respon dari ketidakpastian masa depan dan ketakutan akan kematian (Kaplan, 2010; Hasrini, 2009 dalam Mukaromah, Muliani & Vitniawati, 2012).


(16)

Penatalaksanaan untuk menurunkan depresi dapat dilakukan dengan dua tindakan yaitu farmakologi dan non farmakologi. Penatalaksanaan farmakologi yaitu penggunaan anti depresan. Pengobatan nonfarmakologi untuk depresi adalah psikoterapi suportif, terapi kognitif-perilaku, terapi keluarga dan terapi relaksasi, terapi interpersonal, serta konseling dan dukungan social (Lubis, 2009). Terapi saat ini yang mulai berkembang didunia adalah terapi psikoreligius, salah satu contoh terapi ini adalah terapi Al-Qur’an (Erita, 2014). Ilmu kedokteran telah banyak mengungkapkan manfaat dari metode Al-Qur’an untuk pengobatan kuratif. Selain itu hal ini juga telah diungkap dalam kitab suci yang menyatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan sebagai penyembuh (Asy Syifaa) dan petunjuk (al-huda) bagi orang-orang yang beriman. Sesuai dengan surat Al-Isra aya 82 yang mengatakan bahwa “Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah menambahkepada orang-orang yang dzalim selain kerugian”.

Terapi murottal Al-Qur’an adalah rekaman suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh Qori’ (pembaca Al-Qur’an). Lantunan Al-Qur’an mengandung suara manusia, sedangkan suara manusia merupakan instrument penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon stress dengan cara mengaktifkan hormon endhorphin alami, meningkatkan perasaan rileks dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, menurunkan tekanan darah, serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktifitas


(17)

gelombang otak (Purna, 2006; Heru, 2008 dalam Pratiwi, Hasneli dan Ernawaty, 2015). Ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan kepada orang yang sakit jasmani maka akan mendapat keringanan penyakit. Metode penyembuhan dengan Al-Qur’an melalui dua cara yaitu membaca atau mendengarkan dan mengamalkan ajaran-ajarannya (Asman, 2008). Kedua metode tersebut dapat mengurangi dan menyembuhkan berbagai penyakit, memberikan pahala yang besar bagi orang-orang yang mengamalkannya.

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu Surat Makiyyah dalam Al-Qur’an yaitu Q.S Ar-Rahman yang merupakan surat ke 55 dan berjumlah 78 ayat. Dalam Surat tersebut menerangkan kepemurahan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan memberikan nikmat yang tak terhingga baik di dunia maupun diakhirat nanti. Ar-Rahman mempunyai karakter ayat pendek sehingga ayat ini nyaman didengarkan dan dapat menimbulkan efek relaksasi bagi pendengar yang masih awam sekalipun (Srihartono, 2007 dalam Pratiwi et al, 2015). Sejalan dengan penelitian Al-Kahdi dalam Remolda (2011), bahwa Al-Qur’an yang diperdengarkan akan memberikan efek relaksasi sebesar 65% dan mengurangi ketegangan urat syaraf sebesar 97% pada pasien hemodialisis. Hal ini dapat berdampak dalam menurunkan tingkat depresi apabila diperdengarkan kepada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

Penelitian yang dilakukan oleh Alfiyanti, Setyawan & Kusuma (2014) terkait pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pada pasien


(18)

gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di unit hemodialisa RS Telogorejo Semarang menyatakan hasil penelitian didapatkan adanya pengaruh yang signifikan relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pasien GGK yang menjalani hemodialisis, dimana relaksasi otot merupakan salah satu terapi non farmakologi yang dapat digunakan untuk menurunkan depresi. Kelompok yang diberikan intervensi relaksasi otot mendapatkan hasil yang progresif lebih baik dalam menurunkan tingkat depresi daripada kelompok yang tidak diberikan relaksasi otot progresif.

Pada keadaan depresi terjadi peningkatan ACTH (hormone stres). ACTH berperan merangsang keluarnya kortisol dari korteks adrenal. Pada pasien depresi terjadi peningkatan kadar kortisol terutama pada malam hari atau sore hari, sedangkan pada orang normal tidak terjadi peningkatan pada waktu-waktu tersebut. Kortisol yang tinggi ini tidak mampu menginhibisi sekresi CRH dan ACTH. Hal ini diduga karena plastisitas reseptor glukokortikoid menurun pada depresi. Peningkatan kortisol yang lama dapat menyebabkan toksik pada neuron sehingga bisa terjadi kematian neuron terutama di hipokampus. Kerusakan pada hipokampus ini menjadi predisposisi depresi. Terapi murottal Al-Qur’an yang dilagukan oleh Qori’ (pembaca Al-Qur’an) mengandung suara manusia, dimana suara dapat menurunkan hormon-hormon stress dengan cara mengaktifkan hormon endhorphin alami dan menurunkan hormon ACTH sehingga terjadi penurunan tingkat depresi (Tjandra, 2014;Pratiwi et al, 2015)


(19)

murottal Qur’an dapat dijadikan terapi untuk menurunkan tingkat depresi pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan memberikan dampak baik fisik, psikologis, sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Murottal Al-Qur’an Terhadap Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu “Apakah ada pengaruh murottal Al-qur’an terhadap tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian murottal Al-qur’an terhadap tingkat depresi pasien GGK yang menjalani hemodialisis.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik pasien GGK yang menjalani hemodialisis: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan.

b. Mengetahui tingkat depresi pasien sebelum dan sesudah intervensi pada setiap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

c. Mengetahui perbedaan tingkat depresi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan intervensi.


(20)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak dalam mengembangkan pelayanan kesehatan terutama terapi komplementer terhadap tingkat depresipasien yang menjalani hemodialisis, meliputi:

1. Manfaat bagi peneliti

Dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat menambah, memperluas serta mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya terapi-terapi alternatif lainnya dan dapat mengaplikasikan ke dalam kehidupan masyarakat.

2. Manfaat bagi intuisi Rumah Sakit

Dapat diterapkan sebagai asuhan keperawatan dalam pemberian terapi murottal qur’an terhadap tingkat depresi pada pasien selama tindakan hemodialisis dan dapat diterapkan sebagai asuhan keperawatan dalam kegiatan perawatan sehari-hari.

3. Manfaat bagi keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi sebuah acuan dalam mengembangkan intervensi keperawatan non farmakologi dalam upaya mengurangi tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

4. Manfaat bagi pasien

Diharapkan tingkat depresi pasien menjadi baik dengan intervensi murottal qur’an dan dapat diaplikasikan kedalam kehidupan sehari-hari.


(21)

E. Keasliaan Penelitian

1. Rustiana, 2012. “Gambaran Tingkat depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud Dr.Soedarso Pontianak Tahun 2012”. Penelitian ini dilakukan di Pontianak, Kalimantan Barat. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif yang merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan desain cross sectional. Hasil penelitian memperlihatkan Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialysis yang mengalami depresi sebanyak 24 orang (35.82%) dengan rincian tingkat depresi ringan sebanyak 19 orang (28,36%), depresi sedang sebanyak 3 orang (4,48%) dan depresi berat 2 orang (2,98%), sehingga dapat disimpulkan yang paling tinggi adalah depresi ringan, kemudian depresi sedang dan depresi berat. Pada penelitian diatas, didapatkan persamaan penelitian yaitu terkait dengan depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dan didapatkan perbedaan penelitian yaitu dari segi metode yang dilakukan, lokasi pengambilan sampel (kota Yogyakarta) dan waktu penelitian.

2. Erita, Suharsono, Erfin F. 2014. “Pengaruh Membaca Al-Qur’an Dengan Metode Tahsin Terhadap Depresi Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Unit Abiyoso Pakem Yogyakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui adakah pengaruh pemberian terapi Al-Qur’an terhadap tingkat depresi pada lansia di panti social Tresna Werdha Unit Abiyoso. Hasil penelitian, setelah dilakukan intervensi pada lansia yang sebagian besar mengalami depresi ringan (63,64%), semua lansia


(22)

yang menjadi responden sudah tidak mengalami depresi. Persamaan penelitian ini dengan yang akan diteliti oleh peneliti adalah variabel terikat, yaitu murottal Al-Qur’an, jenis penelitian yaitu Experimen dan menggunakan teknik sampling yaitu purposive sampling dalam pemilihan responden. Perbedaan penelitian adalah responden yang digunakan yaitu pada peneliti akan menggunakan pasien gagal ginjal kronik sebagai responden. Analisis data, dimana pada penelitian ini menggunakan uji Paired t-test dan instrument yang akan digunakan adalah Geriatric Depression Scale.


(23)

11 A. Landasan Teori

1. Gagal Ginjal Kronik

Ginjal merupakan organ vital bagi manusia. Gagal ginjal merupakan penyebab kematian pasien rawat inap di rumah sakit dengan persentase sekitar 3,16% (Depkes RI, 2007). Menurut proses terjadinya penyakit, gagal ginjal dibagi mnejadi 2 yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang sangat cepat, terjadi dalam beberapa jam atau dalam beberapa hari. Sedangkan kronis, terjadi dan berkembang secara perlahan, sampai beberapa tahun (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).

a. Pengertian

Gagal ginjal kronik / GGK adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, Hinkle & Cheever, 2008). End Stage Renal Disease (ESRD) merupakan tahap akhir dari gagal ginjal kronik yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan ginjal dalam mempertahankan homeostasis tubuh (Ignatavicius &


(24)

Workman, 2006)

Menurut Price (2006), GGK merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (berlangsung beberapa tahun), ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009, mendefenisikan gagal ginjal kronis sebagai suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari GFR nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama tiga bulan atau lebih.

b. Stadium GGK

Stage dan Deskripsi dari gagal ginjal kronik

Stage Deskripsi GFR (ml/min/1,75)

Mempunyai resiko GGK > 90 (dengan faktor resiko GGK)

Stadium 1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat

> 90 Stadium 2 Kerusakan ginjal dengan GFR

menurun ringan

60 - 89 Stadium 3 Kerusakan ginjal dengan GFR

menurun sedang

30 - 59 Stadium 4 Kerusakan ginjal dengan GFR

menurun berat

15 - 29

Stadium 5 Gagal ginjal < 15 (dialysis)

Berdasarkan buku Medical Surgical Nursing, Volum 2. (Lewis, Sharon.,dkk, 2004) c. Etiologi

Menurut United States Renal Data System (URSD) dalam Ignatavicius dan Workman (2006), terdapat tiga penyebab utama gagal ginjal kronik tahap akhir, yaitu diabetes mellitus (43,4%),


(25)

hipertensi (25,5%) dan glomerulonephritis (8,4%). a. Diebetes mellitus

Diabetes merupakan penyebab umum terjadinya gromerulopati yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal stadium akhir. Berdasarkan laporan dari United States Renal Data System (USRDS) tahun 2009 sekitar 50% penderita gagal ginjal stadium akhir adalah pasien diabetes. Dari penelitian Novoa (2010), menyebutkan bahwa keadaan hiperglikemia dapat mengakibatkan gangguan pada ginjal antara lain : (1) Komponen lapisan penyaring ginjal seperti pedosit dan sel mesangial mengalami kematian. Akibatnya terjadi glomerulosklerosis atau dapat mengakibatkan inflamasi yang berkembang menjadi fibrosis. Hal ini membuat penurunan GFR. (2) Terjadi perubahan transport pada tubulus yang mengakibatkan proteinuria. Dengan demikian terjadi glomerulosklerosis, hilangnya nefron, dan perlukaan pada nefron yang akan menurunkan GFR. (3) Terjadi aktivasi pada sel pedosit, sel mesangial, dan sel tubulus yang membuat peningkatan sitokin dan RAS, hal ini membuat vasokonstriksi pada ginjal. Akibatnya terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, sehingga tekanan glomerulus turun dan GFR turun.


(26)

b. Hipertensi

Hipertensi merupakan penyebab kedua terjadinya gagal ginjal konik. Berdasarkan laporan dari United States Renal Data System (USRDS) tahun 2009 sekitar 51--‐63% pasien GGK menderita hipertensi. Dari penelitian menyebutkan terjadinya hipertensi sebesar 40% pada GFR 90ml/min/1.73m3, 55% pada GFR 60ml/min/1.73m3, dan 75% pada GFR 30ml/min/1.73m3 (Joy, 2008).

Pasien yang mempunyai riwayat penyakit jantung dan penyakit vaskuler akan mempercepat gangguan fungsi ginjal dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit tersebut (Kausz et al, 2000). Hipertensi menjadi penyebab GGK akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya dalam meningkatkan sekresi aldosterone. Pada keadaan tekanan darah tinggi yang berkembang terus menerus akan meningkatkan tekanan glomerulus yang akan membuat glomerulus menjadi renggang.

c. Glomerulonephritis

Glomerulonephritis dalam beberapa bentukanya, merupakan penyebab paling umum yang mengawali gagal ginjal di masa lampau (Buku Medical Surgical Nursing, Volum 2). Glomerulonephritis juga merupakan salah satu penyebab lain yang mendasari terjadinya penyakit gagal


(27)

ginjal kronis (National Kidney Foundation K/DOQI, 2000 dalam Kallenbach 2005).

2. Hemodialisis

Sejauh ini, menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse, hemodialisis merupakan terapi yang paling sering digunakan pada penderita gagal ginjal kronik. Tujuan utama hemodialisis adalah menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia, kelebihan cairan, dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien CKD (Corca, Gutch, Kallenbach & Stoner 2005).

a. Pengertian

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) (Suharyanto dan Madjid, 2009).

Frekuensi tindakan hemodialisis bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu. Bila dilihat berdasarkan lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali tindakan terapi (Brunner dan Suddath, 2002; Yang et al., 2011).


(28)

b. Proses Hemodialisis

Proses hemodialisis dengan menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Ignatavicius & Workman, 2009). Proses dialisa menyebabkan pengeluaran cairan dan sisa metanolisme dalam tubuh serta menjaga keseimbangan elektrolit dan produk kimiawi dalam tubuh (Ignatavicius & Workman 2006). Menurut Raharjo (2009), hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah pasien kedalam tabung dialiser yang memiliki dua kompartemen semipermeable. Kompartemen ini akan dialirkan oleh cairan dialysis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolism nitrogene. Pada proses dialysis, terjadi perpindahan cairan dari kompartemen hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisa.

c. Indikasi

Insisi hemodialisis di Indonesia secara ideal dilakukan pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus <15 ml/menit (PERNEFRI, 2003). Hemodialisis diindikasikan pada klien dalam keadaan akut yang memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau klien dengan penyakit ginjal tahap akhir yang membutuhkan terapi jangka panjang/permanen (Bare,


(29)

Cheever, Hinkle & Smeltzer, 2008). Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis pada gagal ginjal kronis adalah: 1) LFG kurang dari 15 ml/menit karena mengindikasikan fungsi ekresi ginjal sudah minimal, sehingga terjadi akumulasi zat toksik dalam darah; 2) hiperkalemia; 3) asidosis; 4) kegagalan terapi konservatif; 5) kadar ureum lebih dari 200 mg/dL dan kreatinin lebih dari 6 mEq/L; 6) kelebihan cairan; 7) anuria berkepanjangan lebih dari 5 hari.

d. Komplikasi

Meskipun hemodialisis aman dan bermanfaat untuk pasien, namun bukan berarti tanpa efek samping. Beberapa komplikasi hemodialisis, diantaranya hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam tinggi dan menggigil merupakan komplikasi akut yang muncul pada pasien hemodialisis (Rahardjo, 2009)

Komplikasi intradialisis merupakan kondisi abnormal yang terjadi saat pasien menjalani hemodialisis. Komplikasi intradialisis yang umum dialami pasien antara lain hipotensi (Barkan, Mirimsky, Katzir&Ghicavii, 2006). Daugirdas, 2007 dan Teta, 2008 menyebutkan bahwa frekuensi hipotensi intradialisis terjadi pada 20-30% dialisis. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi selama pasien menjalani hemodialisis adalah hipertensi intradialisis (Daugirdas, Blake & Ing, 2007). Hipertensi


(30)

bukan komplikasi intradialisis yang umum, sedikit pasien bisa mengalami hipertensi intradialisis (Hudak & Gallo, 1999).

Komplikasi hipotensi dan hipertensi intradialisis dapat terjadi selama hemodialisis dan bisa berpengaruh pada komplikasi lain (Holley, Bern & Post, 2007). Komplikasi ini dapat mengakibatkan timbulnya masalah baru yang lebih kompleks antara lain ketidaknyamanan, meningkatkan stress dan mempengaruhi kualitas hidup memperburuk kondisi pasien bahkan menimbulkan kematian (Jablonski, 2007).

3. Depresi

a. Pengertian

Menurut World Health Organization, depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood depresi, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur terganggu atau nafsu makan menurun, energi rendah, dan hilang konsentrasi (WHO, 2014). Depresi sebagai suatu gangguan suasana hati yang dicirikan dengan tidak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tidak mampu mengambil keputusan untuk memulai suatu kegiatan, tidak mampu untuk berkonsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu tegang dan mencoba untuk bunuh diri (Lubis, 2009). Prevalensi depresi pada pasien GGK sekitar 20-3-%, bahkan bisa mencapai 47%. Sebuah penelitian Patel (2012), menyebutkan 150 pasien yang menjalani


(31)

hemodialisis, 70 (46,6%) pasien mengalami depresi dan 43 (28,6%)

memiliki keinginan untuk bunuh diri.

b. Penyebab Depresi

Terdapat 3 faktor yang menyebabkan terjadinya depresi, yaitu faktor biologi, faktor genetik dan psikososial.

a) Faktor biologi

Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan penyakit ginjal karena tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik penyakit ginjal. Oleh karena itu, pada pasien yang menderita penyakit gagal ginjal harus menjalani hemodialisis sepanjang hidupnya (Smeltzer dan Bare, 2007). Pasien GGK dengan masalah hemodialisis dapat membuat perubahan mood pada diri pasien. Neurotransmiter amin biogenik tersering pada gangguan mood adalah norepinefrin, serotonin dan dopamin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti reserpin dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti pada PP yang disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin: tyrosin, amphetamine dan bupropion dapat menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).


(32)

Hypothalamic Pituitary Adrenal Axis (Aksis HPA)

Pada keadaan depresi terjadi peningkatan aktivitas aksis HPA yang ditandai dengan pelepasan Corticotropin Releasing Hormone (CRH) dari hipotalamus. Pelepasan CRH dari hipotalamus dirangsang oleh noradrenergik, serotonergik dan kolinergik, serta dihambat oleh GABA dan α-adrenergik agonis. Peningkatan CRH menyebabkan peningkatan rangsangan pada hipofisis anterior untuk mensekresikan ACTH. Pelepasan ACTH -selain oleh CRH- juga ditentukan oleh konsentrasi kortisol plasma, stres fisik atau psikologis dan siklus tidur bangun. ACTH berperan merangsang keluarnya kortisol dari korteks adrenal. Pada keadaan depresi terjadi peningkatan ACTH. Hipersekresi ACTH yang berlangsung lama dapat menimbulkan hiperaktivitas kelenjar adrenal sehingga dapat terjadi penambahan volume dan berat kelenjar adrenal. Kortisol dikeluarkan dari kelenjar adrenal dan masuk ke dalam sirkulasi umum. Sekitar 95% kortisol yang ada dalam sirkulasi terikat dengan α-globulin dan disebut transkortin atau corticosteroid-binding globulin (CBG). Sebagian kecil kortisol bebas yang ada dalam plasma berfungsi untuk memberikan efek umpan balik negatif terhadap sekresi CRH dan ACTH. Ia berfungsi menghambat sintesis dan pelepasan CRH dan ACTH. Pada pasien depresi terjadi peningkatan kadar kortisol


(33)

terutama pada malam hari atau sore hari, sedangkan pada orang normal tidak terjadi peningkatan pada waktu-waktu tersebut. Kortisol yang tinggi ini tidak mampu menginhibisi sekresi CRH dan ACTH. Hal ini diduga karena plastisitas reseptor glukokortikoid menurun pada depresi. Peningkatan kortisol yang lama dapat menyebabkan toksik pada neuron sehingga bisa terjadi kematian neuron terutama di hipokampus. Kerusakan pada hipokampus ini menjadi predisposisi depresi. Simptom gangguan kognitif pada depresi juga dikaitkan dengan gangguan hipokampus. (Amir N, 2005 ; Guyton and Hall, 2008 ; Silbernagl &Lang, 2007 dalam Tjandra, 2014). b) Faktor genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot. Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menghadapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik.


(34)

c) Psikososial

Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan bahwa stres yang menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan fungsional neurotransmiter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang akhirnya perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya (Sadock, 2010). Faktor kepribadian premorbid menunjukkan tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipe kepribadian seperti dependen, obsesi kompulsif, histironik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya (Sadock, 2010). Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik menyatakan hubungan antara kehilangan objek dan melankoli. Dikatakan bahwa kemarahan pasien depresi ditujukan kepada diri sendiri yang disebabkan karena objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang hilang (Sadock, 2010). Menurut penelitian dikatakan depresi sebagai


(35)

suatu efek yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa (Tasman, 2008). Faktor ketidakberdayaan pada penderita depresi, dapat membuat penderita menyerah dan merasa putus asa (Sadock, 2010). Pada teori kognitif, menunjukkan gangguan kognitif pada depresi. Tiga pola kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai “triadkognitif”, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, dan pandangan negatif terhadap pengalaman hidup (Sadock, 2010).

c. Faktor yang mempengaruhi depresi a) Usia

Berdasarkan teori, individu berusia 25 sampai 44 tahun dianggap rentan mengalami ansietas dan depresi dibandingkan individu yang berusia lebih tua (Harber, et al., dalam Potter & Perry, 2010). Pada pasien GGK rentang usia 45 – 60 merupakan jumlah terbanyak mengalami depresi karena rentang usia tersebut termasuk masa dewasa tengah, yaitu masa awal terjadinya kemunduran kemampuan sensori, kesehatan, stamina dan kekuatan, sehingga beresiko tinggi


(36)

terhadap terjadinya depresi, sedangkan pada usia >60 tahun, pasien dianggap sudah memiliki pengalaman hidup lebih baik dibandingkan dengan pasien yang lebih muda. Pengalaman hidup terkait dengan kondisi pasien dapat membuat berkurangnya depresi pasien, sehingga akan menurunkan resiko terjadinya depresi (Papalia, dkk, 2009; Astiti, 2014). b) Jenis kelamin

Menurut teori yang dikemukakan oleh Satvik (2008) bahwa secara nyata perempuan menunjukkan kualitas hidup lebih rendah dari laki – laki. Perempuan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah disebabkan karena secara studi menunujukkan bahwa perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh depresi karena berbagai alasan yang terjadi dalam kehidupannya seperti mengalami sakit dan masalah gender yang mengarah pada kekurangan kesempatan dalam semua aspek kehidupannya.

c) Pendidikan

Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pasien yang mengalami depresi memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Pasien yang memiliki tingkat pendidikan rendah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan atau informasi yang diperoleh oleh pasien. Pada


(37)

penelitian yang dilakukan Astiti (2014), pasien mengatakan jarang mendapatkan informasi kesehatan dari perawat di unit hemodalisa (Astiti, 2014).

d) Pekerjaan

Tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur juga merupakan faktor risiko terjadinya depresi. Suatu survai yang dilakukan terhadap wanita dan pria dibawah 65 tahun yang tidak bekerja, sekitar enam bulan mengalami depresi tiga kali lebih besar dari pada yang bekerja (Nurmiati Amir, 2005). d. Gejala Depresi

Secara umum, gejala dan tanda depresi pada lansia sama dengan depresi pada populasi umum. Kemunculan depresi dapat ditandai dengan gejala yang sifatnya dapat dikenali oleh individu yang mengalaminya atau orang- orang yang ada di sekelilingnya. Gejala tersebut dapat berupa perubahan motivasi, emosi, kognitif atau fungsi diri, tingkah laku dan biologis (Paul Gilbert, 2000 dalam Djaali, et al 2013).

1. Gejala motivasi

Gejala motivasi terlihat dalam bentuk kehilangan tenaga dan minat melakukan sesuatu, termasuk yang biasanya disukai. Selain itu juga dapat muncul dalam bentuk usaha menghindar dari pekerjaan atau kegiatan lain yang menuntut tanggungjawab dalam pelaksanaannya.


(38)

2. Gejala emosi atau suasana perasaan

Gejala emosi atau suasana perasaan dapat terlihat dalam bentuk munculnya kekosongan di dalam diri individu yang disertai dengan menurunnya emosi-emosi positif yang dirasakan sehari-hari. Selain itu dapat muncul juga mood/ suasana hati depresif dan perasaan murung serta tidak berharga di dalam diri.

3. Gejala kognitif

Gejala kognitif tampil dalam bentuk penurunan konsentrasi, atensi, kemampuan berpikir, serta fungi ingatan. Selain itu dapat pula muncul berupa pikiran-pikiran negatif berisi pesimisme mengenai masa depan, sehingga muncul pemikiran untuk mengakhiri hidup.

4. Gejala tingkah laku

Gejala tingkah laku tampil dalam bentuk penghentian aktifitas termasuk yang biasa disukai, menarik diri dari interaksi sosial atau justru ingin selalu ditemani oleh orang lain. Gejala ini sangat terkait dan mencerminkan bentuk nyata dari gejala motivasi.

5. Gejala biologis atau kondisi fisik

Gejala biologis atau kondisi fisik tampil dalam bentuk kesulitan tidur atau justru terlalu banyak tidur, berkurang atau bertambahnya nafsu makan yang disertai dengan penurunan


(39)

atau penambahan berat badan, serta menurunnya minat seksual.

e. Instrumen penilaian tingkat depresi

Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) adalah instrumen yang digunakan untuk melakukan pengukuran tingkat kecemasan dan depresi. Instrumen HADS dikembangkan oleh Zigmond and Snaith (1983) dalam Campos, Gimares, Remein (2010) dan dimodifikasi oleh Tobing (2012). Instrumen ini terdiri dari 14 item total pertanyaan yang meliputi pengukuran kecemasan (pertanyaan nomor 1, 3, 5, 7, 10, 11, 13), pengukuran depresi (pertanyaan nomor 2, 4, 6, 8, 9, 12, 14). Semua pertanyaan terdiri dari pertanyaan positif (favorable) dan pertanyaan negatif (unfavorable). Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya bias. Item favorable dengan pilihan ansietas dan depresi terdapat pada nomer 2, 4, 9, 10, 12, 14 dengan pengukuran skala likert skor 0=selalu, 1=sering, 2=jarang dan 3=tidak pernah. Item unfavorable dengan pilihan ansietas dan depresi terdapat pada nomor 1, 3, 7, 8, 11, 13 dengan skoring 0=tidak pernah, 1=jarang, 2=sering dan 3=selalu. Penggolongan nilai skor merupakan penjumlahan seluruh hasil jawaban adalah normal (skor 0-7), ringan (skor 8-10), sedang (skor 11-14) dan berat (skor 15-21). HADS mempunyai nilai minimal 0 dan maksimal 42 (komposit) dengan rentang ansietas dan depresi rendah 0-20, sedang 21-28 dan tinggi 28-42


(40)

(Kusumawati, Keliat dan Nursasi, 2015). 4. Terapi Murotal Al-Qur’an

a. Pengertian Terapi Murotal Al Quran

Pengobatan nonfarmakologi untuk depresi adalah psikoterapi suportif, terapi kognitif-perilaku, terapi keluarga, terapi relaksasi, terapi interpersonal, konseling, dukungan social dan psikoreligius, seperti murotal Al-Qur’an (Lubis, 2009).

Al-Qur’an merupakan firman Allah AWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Ma’mun (2012) juga menyatakan dalam penjelasannya Al-Qur’an secara ilmiah merupakan obat yang menyembuhkan dan menyehatkan manusia. Menurut Poerna (2007) murotal Al-Qur’an merupakan rekaman suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh seorang Qori’ (pembaca Al-Qur’an).

Kemajuan teknologi medis telah banyak membawa perubahan dan terus berkembang. Pengobatan yang bersifat modern lebih menekankan pada penyembuhan penyakit jasmani (Ma’mun, 2012), sementara pengobatan keagamaan masih kurang (Awad, Al-Ajmi & Waheedi, 2012). Menurut Izzat dan Arif (2011) manusia tidak menyadari bahwa Allah menciptakan penyakit juga ada obatnya. Pemberian terapi bacaan Al-Qur’an yang diturunkan Allah dapat memberikan kesembuhan terhadap penyakit jasmani dan rohani.


(41)

b. Mekanisme Terapi Murotal Al-Qur’an Terhadap Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik

Menurut Oriordan (2002) dalam Faradisi (2012) terapi murotal memberikan dampak psikologis kearah positif, hal ini dikarenakan ketika murotal diperdengarkan dan sampai ke otak, maka murotal ini akan diterjemahkan oleh otak. Persepsi kita ditentukan oleh semua yang telah terakumulasi, keinginan, hasrat, kebutuhan dan pra anggapan. Menurut MacGrego (2001) dalam Faradisi (2012) dengan terapi murotal maka kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan meningkat, baik orang tersebut tahu arti Al- Quran atau tidak. Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan kepada Allah SWT, dalam keadaan ini otak berada pada gelombang alpha, merupakan gelombang otak pada frekuensi 7-14Hz. Ini merupakan keadaan energi otak yang optimal dan dapat menyingkirkan stres dan menurunkan. Dalam keadaan tenang otak dapat berpikir dengan jernih dan dapat melakukan perenungan tentang adanya Tuhan, akan terbentuk koping atau harapan positif, sehingga menurunkan tingkat depresi dari pasien tersebut.

c. Pengaruh Murotal Al Quran Terhadap Respon Tubuh

Manusia diciptakan Allah SWT dari unsur tanah dan terbentuk dari sel-sel. Setiap sel bekerja sesuai dengan peran dan fungsinya (Sherwood, 2001; Ignatavicius & Workman, 2006),


(42)

sehingga tubuh memiliki keseimbangan yang baik. Kerusakan salah satu sel tubuh akan menyebabkan ketidakseimbangan bagi individu atau menimbulkan sakit (Ma’mun, 2011; AlKahel, 2011). Elzaky; Izzat & Arif (2011) menyatakan bahwa sel tubuh pada manusia sangat dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain; gelombang cahaya, gelombang radio, dan gelombang suara. Secara prinsip getaran sel mengikuti irama dan bentuk tertentu yang dipengaruhi oleh sumber suara. Suara yang masuk ke telinga akan mempengaruhi sel-sel tubuh secara berkelanjutan.

Bagian sel tubuh yang sakit, kemudian diperdengarkan bacaan Al-Quran, akan mempengaruhi gelombang dalam tubuh dengan cara merespon suara dengan getaran-getaran sinyalnya dikirimkan ke sistem saraf pusat (AlKahel, 2011). Hal ini didukung Qadri (2003) bahwa pergerakan sel yang sakit dengan adanya gelombang suara yang masuk turut memperbaiki sel tubuh dengan cara, suara akan berinteraksi dengan tubuh sehingga menimbulkan keteraturan. Hal ini diperkuat oleh penelitin Emoto dari Jepang bahwa 70% bagian tubuh manusia adalah air dan medan elektromagnetis dan perubahannya dipengaruhi oleh suara. Suara atau bacaan Al quran berpengaruh besar terhadap partikel-partikel air didalam tubuh sehingga menjadi lebih baik dan meningkatkan kesembuhan. Hal ini juga berdampak kepada menurunnya tingkat depresi dari pasien tersebut.


(43)

d. Pengaruh Murotal Al-Qur’an Sebagai Penyembuh

Kesembuhan menggunakan Al-Qur’an dapat dilakukan dengan membaca, berdekatan dengannya, dan mendengarkannya (Asman, 2008). Ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan kepada orang yang sakit jasmani maka akan mendapat keringanan penyakit. Metode penyembuhan dengan Al-Qur’an melalui dua cara yaitu membaca atau mendengarkan dan mengamalkan ajaran-ajarannya (Asman, 2008; Qadri, 2003). Kedua metode tersebut dapat mengurangi dan menyembuhkan berbagai penyakit, memberikan pahala yang besar bagi orang-orang yang mengamalkannya.

Penelitian Kedokteran Amerika Utara bahwa dengan membaca Al-Qur’an atau mendengarkannya dapat megurangi ketegangan susunan saraf secara spontan, sehingga lambat laun bagi yang mendengarkan menjadi tenang, rileks, dan sembuh terhadap keluhan-keluhan fisik (Arif & Izzat, 2011; Elzaky, 2011). e. Manfaat Murotal Al-Qu’an

Berikut ini adalah beberapa manfaat dari murotal (mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an) menurut Heru (2008) dalam Siswantinah (2011) :

a) Mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dengan tartil akan mendapatkan ketenangan jiwa.


(44)

manusia, suara manusia merupakan instrument penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorphin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah dan memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik.

f. Surat Ar-Rahman

Surat Ar-Rahman adalah Surat ke-55 dalam Al-Qur’an, Surat ini tergolong Surat Makiyyah, terdiri atas 78 ayat. Dinamakan Surat Ar-Rahman yang berarti yang maha pemurah berasal dari kata Ar-Rahmanyang terdapat pada ayat pertama pada Surat ini. Ar-Rahman juga salah satu nama-nama Allah. Surat ini menerangkan sebagian besar dari tanda-tanda kebesaran dan kepemurahan dari Allah SWT. kepada hamba-hamba-nya, yaitu dengan memberikan nikmat-nikmat yang tidak terhingga baik di dunia maupun di akhirat.


(45)

dilakukan pada tahun 1985 mengungkapkan, bahwa ketegangan urat syaraf berpotensi mengurangi daya tahan tubuh yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan fungsi organ dalam tubuh untuk melawan sakit atau membantu proses penyembuhan. Mendengarkan murotal Al-Qur’an juga dapat merubah keadaan fisiologis dan psikologis yang besar, dimana dengan mendengarkan ayat suci Al-Qur’an memiliki pengaruh mendatangkan ketenangan dan menurunkan ketegangan urat syaraf reflektif sebesar 97%, (Al-Qahdi, dalam remolda (2009).

Ciri khas dari Surat Ar-Rahman adalah kalimat fa-biayyi alaa’I rabbi kuma tukadziban, yang bermakna (maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?) yang diulang sebanyak 31 kali dalam Surat Ar-Rahman dan terletak di akhir setiap ayat yang menjelaskan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Surat ini membuktikan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengasih dan mengajarkan pengetahuan tentang diri-Nya melalui Al-Qur’an. Akhir dari Surat ini adalahkalimat Tabaraka yang bermakna “Maha berkah”. Maha berkah adalah salah satu nama Allah. Jika manusia menyebut nama Allah maka Allah akan menghampirinya. Keutamaan dalam Surat Ar-Rahman antara lain; a. Rasulullah SAW. bersabda: “Barang siapa yang membaca Surat

Ar-Rahman, Allah akan menyayangi kelemahannya dan meridhai nikmat yang dikaruniakan padanya”.


(46)

b. Imam Ja’far Ash-Shadiq berkata : “Barang siapa yang membaca Surat Ar-Rahman dan membaca kalimat ‘Fabiayyi ala’I rabbikuma tukadzibaan’, ia mengucapkan ; La bisyay-inmin alaika Rabbi akdzibu (tidak ada satupun nikmat-Mu, duhai Tuhanku, yang aku dustakan), jika saat membacanya itu pada malam hari kemudian ia mati, maka matinya seperti matinya orang yang syahid.

Menurut Putri (2014) dalam Yoan (2015) dengan terapi murotal Al-Qur’an maka kualitas kesadaran seseorang terhadap Tuhan akan meningkat, baik orang tersebut tahuarti Al-Qur’an atau tidak. Kesadaran ini akan menyebabkan totalitas kepasrahan terhadap Allah SWT, dalam keadaan ini otak berada dalam gelombang alpha merupakan gelombang otak pada frekuensi 7-14 hz ini merupakan keadaan energi otak yang optimal dalam keadaan tenang otak berpikir dengan jernih dan dapat melakukan perenungan tentang adanya Tuhan sehingga terbentuk koping atau harapan positif. Surat Ar-Rahman menyebutkan bermacam-macam nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada hamba-hamba-Nya yaitu dengan menciptakan alam dengan segala yang ada padanya. Kemudian dalm Surat ini juga diterangkan akan adanya pembalasan di akhirat, yaitu bagimana kedaan penghuni neraka dan bagaimana keadaan dari penghuni surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepada orang-orang yang bertakwa.


(47)

B. Kerangka Konsep

Berdasarkan keranka teori diatas dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut:

Keterangan:

Variabel diteliti

Variabel tidak diteliti D. HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat ditetapkan hipotesa penelitian yaitu ada pengaruh terapi murotal al-qur’an yang diberikan terhadap tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis”.

Faktor yang berpengaruh:

• Usia

• Jenis kelamin

• Pendidikan

• Pekerjaan

Terapi Murotal Al-Qur’an

Tingkat depresi Pasien GGK

dengan hemodialisis

ringan


(48)

36 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Desain penelitian yang akan dipakai peniliti merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan Quasi Experimental dengan pendekatan pretest-posttest with control group design. Kelompok eksperimen diberikan intervensi murotalAl-Qur’an dengan surat Ar-Rahman, kemudian dikaji tingkat depresi sebelum dan sesudah intervensi. Pada kelompok kontrol responden dikaji tingkat depresi sebelum dan sesudah tanpa pemberian intervensi dan hanya akan mendapatkan intervensi sesuai standar prosedur dari rumah sakit, yaitu dilakukan bimbingan rohani.

Tabel 3.1 Design Penelitian

Keterangan:

1 : Pengamatan/ test kelompok eksperimen sebelum diberikan intervensi 1’ : Pengamatan/ test kelompok eksperimen setelah diberikan intervensi 2 : Pengamatan/ test kelompok kontrol sebelum diberikan intervensi 2’ : Pengamatan/ test kelompok kontrol setelah diberikan intervensi X : Pemberian intevensi murotalAl-Qur’an

X’ : Pemberian standar prosedur RS berupa bimbingan rohani

Subjek Pra-test Perlakuan Post-test

Kel. intervensi Kel. kontrol

1 2

X X’

1’ 2’


(49)

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien gagal ginjal kronik yang menjalani program hemodialisis dan mengalami depresi di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Yogyakarta berjumlah 130 pasien yang didapatkan dari data jadwal terbaru pasien pada bulan Juni 2016.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/ masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi (Nursalam,2013).

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Semua pasien GGK yang menjalani hemodialisis b. Pasien dengan tingkat depresi ringan, sedang. c. Pasien dengan fungsi pendengaran yang baik. d. Pasien yang beragama Islam.

e. Pasien dengan tingkat kesadaran penuh. f. Pasien yang bersedia menjadi responden.


(50)

2. Kriteria ekslusi

Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah:

a. Pasien yang mengundurkan diri menjadi responden disaat jalannya proses penelitian.

b. Pasien yang mengkonsumsi obat antidepresan. Penetapan jumlah sampel dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

n = perkiraan jumlah sampel N = perkiraan besar populasi z =nilai standar normal untuk

p = perkiraan proposi, jika tidak diketahui dianggap 50% q =1-p (10%-p)


(51)

Berdasarkan perhitungan purposive sampling, maka jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 30 pasien dan akan dilakukan pembagian menjadi 15 pasien kelompok eksperimen dan 15 pasien kelompok kontrol menggunakan simple random sampling.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Yogyakartaselama 3 minggu pada Bulan Juli 2016.

D. Variable Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent).

a. Variabel Independent (bebas)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah murotalAl-Qur’an.

b. Variabel Dependent (terikat)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasioanal

Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1. Variable indepen- den: murotalAl Terapi murotal yang di perdengar-kan pada pasien Speakerden gan instrument murotalAl-Diberikan terapi murotalAl-Qur’ansela Check listprosedu r pemberian


(52)

-Qur’an GGK yang menjalani hemodialisis. MurotalAl-Qur’an yang dipilih adalah Q.S Ar-Rahman yang dibaca oleh Mishaari

Raashid al-Aafaaseediberi durasi 15 menit pada kelompok intervensi. Terapi diberikan pada saat pasien menjalani hemodialisis.

Qur’an ma 15menit pada

kelompok intervensi.

murotal Al-Qur’an

2. Variabel dependen: depresi Keadaan dimana pasien mengalami gangguan alam perasaan, yaitu gangguan

suasana hati dan biasanya ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan. Diukur menggunakan instrument Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) Skor 0-7 (normal), skor 8-10 (depresi ringan), skor 11-15 (depresi sedang), 16-21 (depresi berat). Ordinal

F. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan variable yang akan diteliti. Kuesioner yang digunakan adalah:


(53)

1. Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS)

Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) adalah instrumen yang digunakan untuk melakukan pengukuran tingkat kecemasan dan depresi. Instrumen HADS dikembangkan oleh Zigmond and Snaith (1983) dalam Campos, Gimares, Remein (2010) dan dimodifikasi oleh Tobing (2012). Instrumen ini terdiri dari 14 item total pertanyaan yang meliputi pengukuran kecemasan (pertanyaan nomor 1, 3, 5, 7, 10, 11, 13), pengukuran depresi (pertanyaan nomor 2, 4, 6, 8, 9, 12, 14). Semua pertanyaan terdiri dari pertanyaan positif (favorable) dan pertanyaan negatif (unfavorable). Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya bias. Item favorable dengan pilihan ansietas dan depresi terdapat pada nomer 2, 4, 9, 10, 12, 14 dengan pengukuran skala likert skor 0=selalu, 1=sering, 2=jarang dan 3=tidak pernah. Item unfavorable dengan pilihan ansietas dan depresi terdapat pada nomor 1, 3, 7, 8, 11, 13 dengan skoring 0=tidak pernah, 1=jarang, 2=sering dan 3=selalu. Penggolongan nilai skor merupakan penjumlahan seluruh hasil jawaban adalah normal (skor 0-7), ringan (skor 8-10), sedang (skor 11-14) dan berat (skor 15-21). HADS mempunyai nilai minimal 0 dan maksimal 42 (komposit) dengan rentang ansietas dan depresi rendah 0-20, sedang 21-28 dan tinggi 28-42 (Kusumawati, Keliat dan Nursasi, 2015).


(54)

G. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan peneliti adalah data primer. Data primer dikumpulkan oleh peneliti menggunakan kuisioner dalam bentuk pertanyaan, berupa nilai pre-test dan post-test yang diperoleh dari hasil mengisi kuisioner. Dalam rangka mempermudah proses penelitian,maka peneliti menyusun rangkaian kegiatan selama proses penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

a. Meminta ijin penelitian ke bagian Program Studi Ilmu Keperawatan Falkutas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UMY. b. Meminta ijin kepada pihak RS PKU Muhammadiyah Gamping.

c. Melakukan studi pendahuluan di RS PKU

MuhammadiyahGamping.

d. Melakukan uji etik penelitian ke Komisi Etika Penelitia Falkutas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UMY

e. Mengurus surat izin penelitian di RS PKU Muhammadiyah Unit II, Gamping

2. Tahap pelaksanaan

a. Proses pengambilan sampel sesuai dengan kriteria inkusi dan penjelasan terkait prosedur penelitian.

Pada proses ini, peneliti mendatangi pasien secara personal dan memperkenalkan serta menjelaskan maksud dan tujuan peneliti


(55)

datang. Setelah itu, peneliti menanyakan data untuk melengkapi data demografi dan menanyakan terkait dengan tingkat depresi pasien (pre-test)menggunakan kuisioner yang telah disediakan, yaitu HADS (Hospital Anxiety And Depression Scale). Pasien yang mempunyai nilai skoring >7 sesuai dengan kriteria tingkat depresi, maka langsung dimasukan sebagai responden penelitian.

b. Penjelasan terkait dengan prosedur penelitian

Pada proses ini, peneliti sudah mendapatkan jumlah responden sesuai dengan rencana awal, yaitu 30 responden yang dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan dibagi secara acak dengan tehnik sample random sampling. Pasien eksperimen adalah yang mendapat undian genap, sedangkan kelompok kontrol yang mendapatkan undian ganjil. Pada kelompok kontrol dijelaskan bahwa pasien tidak akan mendapatkan intervensi apapun dan akan mendapatkan murotal Al-Qur’an bersamaan dengan waktu ketika kelompok eksperimen mendapatkan terapi murotal Al-Qur’an. Kelompok eksperimen dijelaskan bahwa peneliti akan memberikan murotal Al-Qur’an yaitu surat Ar-Rahman selama 2 pertemuan, dimana setiap pertemuan peneliti akan memutarkan muotal Al-Qur’an sebanyak 3 kali dalam waktu 45 menit.

c. Responden mengisi inform concent


(56)

menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan. d. Proses penelitian

Peneliti terlebih dahulu melakukan rencana penelitian terhadap semua kelompok kontrol. Pasien kontrol tidak diberikan intervensi apapun dan langsung dikaji tingkat depresinya menggunakan kuisioner HADS (Hospital Anxiety and Depression Scale). Setelah 15 pasien kelompok kontrol selesai, kemudian peneliti melanjutkan penelitian terhadap kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen akan diberikan murotalAl-Qur’an oleh peneliti dan akan diberikan lembar latin dan terjemahan surat Ar-Rahman. Pada saat akan dilakukan pemberian murotal Al-Qur’an terdapat 1 pasien yang menolak untuk diberikan intervensi murotal Al-Qur’an. Setelah intervensi selesai dilakukan selama 2 pertemuan, peneliti kembali mengukurtingkat depresi menggunakan kuisioner HADS (Hospital Anxiety and Depression Scale).


(1)

harus menjalani hemodialysis sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya (Smeltzer & Bare, 2002 dalam Nurcahyati, 2011), biasanya pasien akan mengalami masalah keuangan dan kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan. Diperkuat oleh penelitian Asri,dkk (2006) yang mengatakan bahwa 2/3 pasien yang mendapatkan terapi dialysis tidak pernah kembali pada aktifitas atau pekerjaan sediakala, sehingga banyak pasien yang kehilangan pekerjaannya.

2. Karakteristik Responden dan

Tingkat Depresi

a. Jenis Kelamin

Menurut tabel 4.2, didapatkan bahwa karakteristik dengan jenis kelamin laki-laki merupakan yang paling banyak terjadinya kejadian depresi dan terbanyak berada di katagori ringan. Hasil yang didapatkan bertentangan dengan penelitian Kiki, Alif dan Al (2014) yang menyatakan bahwa gejala depresi pada perempuan lebih tinggi dikarenakan laki-laki lebih suka menumpahkan masalah dan emosi dengan kegiatan daripada memendamnya serta akan merasa malu jika mereka sampai menangis jika ada masalah, hal ini jelas berkebalikan dengan sikap perempuan dalam menghadapi masalah yang terjadi di dalam dirinya. Diperkuat oleh pendapat Wilkinson (2000) dalam penelitian Dudung, dkk (2015), yang menyatakan bahwa wanita lebih sering terpajan dengan stresor lingkungan dan ambangnya terhadap stresor lebih rendah bila dibandingkan dengan pria. Selain itu, ketidakseimbangan hormon pada wanita menambah tingginya prevalensi depresi pada wanita.

b. Usia Responden

Berdasarkan tabel 4.2 terkait dengan usia terhadap depresi, didapatkan usia 40-59 tahun adalah yang terbanyak pada kedua kelompok dan berada paling banyak di katagori depresi ringan. Sesuai dengan

penelitian Heny dan Setia (2015) yang menunjukan rentang usia 45 – 60 mempunyai jumlah penderita paling banyak diantara rentang usia lainnya. Hal tersebut bukan hanya terjadi pada laki – laki namun juga pada pasien perempuan. Rentang usia tersebut oleh Papalia dkk (2009) disebut dengan masa dewasa tengah yaitu masa awal terjadinya kemunduran kemampuan sensori, kesehatan, stamina dan kekuatan, sehingga beresiko tinggi terhadap terjadinya depresi.

c. Pendidikan Responden

Berdasarkan tabel 4.2 terkait dengan pendidikan terhadap depresi, didapatkan responden terbanyak berada pada tingkat pendidikan yang rendah dan masih dalam kategori ringan. Jika dibandingkan dengan pasien yang memiliki masalah lain, hasil penelitian Biantoro (2007) menyatakan bahwa klien pasca-stroke berpendidikan rendah sebagian besar mengalami depresi lebih tinggi dibanding berpendidikan tinggi. Serupa dengan teori yang dikemukan Welnet (1997) dan Robert (1982) dalam Biantoro, bahwa gejala depresi rata- rata akan meningkat pada orang dewasa dengan sedikit tahun pendidikan. Pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pencetus depresi yang disebabkan oleh stresor fisik dan psikologis, dengan tingkat pendidikan yang baik maka seseorang akan memandang positif stressor yang mereka terima (Hardywinoto, 1999).. Didukung oleh Notoatmojo, pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting untuk terbentuknya perilaku, sehingga seseorang yang pendidikan tinggi cenderung akan berprilaku positif. Tingkat pendidikan setara SMA/SMK secara umum sudah termasuk dalam kategori yang baik sehingga responden sudah mampu mengontrol dan membangun tingkat emosi


(2)

secara sempurna. Notoatmodjo menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin memengaruhi pola pikir seseorang dalam mengambil keputusan.

Diperkuat penelitian Astiti (2014), bahwa pasien yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan mencari perawatan dan pengobatan penyakit yang dideritanya semakin, serta memilih dan memutuskan tindakan untuk mengatasi masalah kesehatannya, sedangkan pasien dengan pendidikan rendah memiliki perilaku kesadaran akan kesehatan yang rendah, dikarenakan informasi dan pemahan yang dimiliki kurang sehingga menimbulkan depresi bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terhadap depresi yang dialami oleh pasien.

d. Riwayat Hemodialisis

Berdasarkan karakteristik depresi pada pasien terkait dengan lama menjalani hemodialisis didapatkan responden terbanyak adalah 8 orang (53,4%), dimana tingkat depresi <12 bulan pada kelompok ekperimen dan 9 orang (59,9%), dimana tingkat depresi >12 bulan pada kelompok kontrol.

Menurut penelitian Dewi (2015), lamanya hemodialisis bisa mengakibatkan responden bosan dan sebaliknya kualitas hidup semakin menurun, hal ini dikarenakan adanya beberapa kondisi komorbiditas yang dialami responden dan beberapa penyakit penyerta lainnya, sehingga dapat memicu terjadinya depresi. Hal ini tidak sama dengan penelitian Pratiwi (2014), yang menyatakan bahwa pasien yang baru menjalani hemodialisis tingkat depresinya lebih tinggi dikarenakan pasien akan merasa khawatir terkait kondisinya sekarang dan pengobatan jangka panjang, sedangkan pasien yang sudah lama menjalani hemodilaisis kemungkinan sudah dalam fase penerimaan, sehingga tingkat depresinya

lebih rendah dibandingkan dengan yang baru menjalani hemodialisis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa baik responden yang menjalani hemodialisis <12 bulan maupun >12 bulan mempunyai tingkat depresi yang berbeda.

e. Pekerjaan

Berdasarkan tabel 4.2 terkait pekerjaan terhadap depresi, didapatkan responden terbanyak adalah yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, sebanyak 4 orang (26,7%) pada kelompok eksperimen dan responden yang tidak bekerja sebanyak 5 orang (33,3) pada kelompok kontrol. Penelitian Rustina (2012), pasien yang hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga memiliki angka kejadian lebih besar adanya depresi. Hal ini bisa saja diakibatkan karena tidak adanya kegiatan pasien yang dapat mengalihkan dari rasa tidak nyaman selama pengobatan. Diperkuat dari penelitian Wijaya (2005), yang menyatakan bahwa status pekerjaan, kehilangan pekerjaan, rasa kehilangan peran dalam keluarga dan sosial merupakan factor risiko depresi baik pada populasi normal maupun populasi dengan penyakit kronik dan pada kenyataannya status pekerjaan akan berpengaruh terhadap status ekonomi.

3. Pengaruh Pemberian Murotal

Al-Qur’an Terhadap Depresi

Berdasarkan tabel 4.6, analisis uji beda rerata depresi dengan menggunakan uji Mann-Whitney U didapatkan nilai p=1,000 dengan arti tidak terdapat perbedaan antara tingkat depresi saat post-test pada kelompok eksperimen yang diberikan intervensi atau perlakuan murotal Al-Qur’an dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi. Jadi, dapat diartikan bahwa tidak terdapat pengaruh murotal Al-Qur’an terhadap depresi.

Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi tidak terdapatnya pengaruh murotal


(3)

berhubungan, antara lain adalah lingkungan dan kesiapan psikis dan fisik, pemahaman dari responden, lama pemberian murotal Al-Qur’an, volume audio.

1. Lingkungan dan kesiapan psikis

maupun fisik dari responden dalam

mendengarkan murotal Al-Qur’an.

Tidak terdapatnya pengaruh murotal Al-Qur’an terhadap tingkat depresi berhubungan Lingkungan dan kesiapan psikis maupun fisik dari responden. Hal ini diperkuat dari fakta dilapangan, bahwa pada saat dilakukannya intervensi murotal Al-Qur’an keadaan lingkungan di dalam ruang hemodialisis pasien tidak kondusif dikarenakan tata ruangan yang seperti bara yang tidak diberi skat antar tempat tidur pasien satu dengan pasien lainnya, selain itu banyaknya keributan yang terjadi dimana banyak keluarga maupun pasien yang mengobrol ditengah berjalannya pemberian murotal AL-Qur’an. Dalam penelitian Ernawati (2013), disebutkan bahwa mendengarkan bacaan Al-Qur’an akan berpengaruh jika didengarkan dalam keadaan yang tenang serta pendengar memperhatikan dalam arti tidak berbicara atau meninggalkan kesibukan yang dapat mengganggu dari mendengarkan. Selain itu pendengar juga harus menghadirkan hati untuk meresapi apa yang didengar, seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut “Dan apabila dibacakan Al- Qur’an maka dengarlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”

(Al-A’raf : 204).

2. Pemahaman dari responden

Selain itu, tidak terdapatnya pengaruh murotal Al-Qur’an terhadap tingkat depresi berhubungan dengan pemahaman dari responden dalam mendengarkan murotal Al-Qur’an. Fakta dilapangan memperlihatkan bahwa terdapat beberapa pasien yang tidak membaca selebaran arti dan latin dari

murottal hingga murotal selesai diperdengarkan. Menurut Ahmad dalam Al-Hafidz (2007) dalam Erita (2014) menyatakan bahwa Al-Qur’an berpengaruh semakin kuat untuk menurunkan tingkat depresi dan membebaskan diri dari pikiran negatif, apabila disamping mendengarkan, pasien juga bisa memahami ayat yang sedang mereka dengar.

3. Lama pemberian murotal

Al-Qur’an

Tidak terdapatnya pengaruh murotal Al-Qur’an terhadap tingkat depresi berhubungan dengan lama pemberian intervensi. Pada penelitian ini, responden diperdengarkan murotal

Al-Qur’an sebanyak 2 kali pertemuan saja. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dan Sagiran (2013) dimana, dalam penelitian mereka, peneliti mmberikan intervensi murotal

Al-Qur’an selama 3-7 hari yang berhasil menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Menurut teori Herbert Benson seorang ahli ilmu kedokteran dari Havard, dzikir (formula-formula tertentu) yang dibaca berulang-ulang mempunyai efek menyembuhkan berbagai penyakit, khususnya tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Oleh karena itu, murotal

qur’an dapat mempunyai efek untuk

menurunkan tingkat depresi apabila diperdengarkan secara berulang-ulang, tidak hanya sebatas 2 kali saja.

4. Volume audio yang digunakan

untuk memperdengarkan murotal

Al-Qur’an

Dalam penelitian, faktor lain yang membuat tidak terdapatnya pengaruh murotal Al-Qur’an terhadap tingkat depresi adalah berhubungan dengan volume audio yang digunakan untuk memperdengarkan murotal Al-Qur’an. Peneliti tidak memperhatikan unsur volume audio yang digunakan untuk memperdengarkan murotal Al-Qur’an. Dalam penelitian Novita (2012),


(4)

disebutkan bahwa musik terdiri dari lima unsur penting, yaitu frekuensi (pitch), volum (intensity), warna nada (timbre), interval, dan tempo atau durasi (rhytm) (Hus, 2007; Finnerty, 2008; Nilsson, 2008; Andrzej, 2009; Heather, 2010; Chiang, 2012). Misalnya pitch yang tinggi, dengan rhytm cepat dan volume yang keras akan meningkatkan ketegangan otot atau menimbulkan perasaan tidak nyaman. Sebaliknya, pada pitch yang rendah dengan rhythm yang lambat dan volume yang rendah akan menimbulkan efek rileks (Chiang 2012).

Frekuensi mengacu pada tinggi dan rendahnya nada serta tinggi rendahnya kualitas suara yang diukur dalam Hertz, yaitu jumlah daur perdetik dimana gelombang bergetar. Manusia memiliki batasan untuk tinggi rendahnya frekuensi yang bisa diterima oleh korteks auditori (Nilsson, 2009; Chiang 2012). Telinga manusia memiliki sensitifitas mendengar pada kisaran 20-20.000 Hz. Frekuensi lebih dari 20.000 Hz disebut sebagai ultrasonic, dan dibawah 20 Hz dikenal sebagai infrasonic (Birbauner, dkk., 1994; Joseph & Ulrich, 2007). Bunyi dengan frekuensi tinggi (3000-8000 Hz atau lebih) lazimnya bergetar di otak dan mempengaruhi fungsi kognitif seperti berpikir, persepsi spasial dan memori. Bunyi dengan frekuensi sedang 750-3000 Hz cenderung merangsang kerja jantung, paru dan emosional. Sedangkan bunyi dengan frekuensi rendah 125-750 Hz akan mempengaruhi gerakan-gerakan fisik (Campbell, 2006).

Dikatakan high frequencies jika lebih dari 100 Hz, dan low frequencies jika dibawah 100 Hz. Gelombang Hi-Freq dalam bidang kesehatan gelombangnya digunakan untuk pemeriksaan radiologi dan pada penggunaan mesin ESWL (Joseph & Ulrich, 2007). Birbauner, dkk (1994) dalam publikasi ilmiah yang berjudul Perception of Music and

Dimensional Complexity of Brain activity, telah melakukan studi tentang pengaruh frekuensi musik dengan dinamika gelombang di otak melalui pemeriksaan EEG. Dapat dilihat bahwa pergerakan gelombang di otak signifikan dengan pengaruh getaran suara dari musik, yaitu gelombang delta, teta, alfa, beta, dan gamma. Gelombang delta bereaksi pada panjang gelombang kisaran 0,5-4 Hz. Gelombang teta memiliki reaksi pada frekuensi 4-8 Hz, gelombang alfa bereaksi pada frekuensi 8-13. Sementara gelombang beta bereaksi pada frekuensi 13-30 Hz, dan gelombang gamma pada frekuensi 20-80 Hz. Eerikainen (2007) melakukan penelitian frekuensi suara musik yang bisa dijadikan terapi. Frekuensi yang direkomendasikan untuk mengurangi nyeri adalah 40-52 Hz.

Terapi musik bisa diawali dengan frekuensi 40 Hz, dengan asumsi dasar bahwa ini adalah frekuensi dasar di talamus, sehingga stimulasi getaran dengan frekuensi yang sama akan memulai efek kognitif untuk terapi. Pada pasien stroke dan alzeimer disarankan dengan frekuensi 40 Hz. Musik dengan frekuensi 40-60 Hz juga telah terbukti menurunkan kecemasan, menurunkan ketegangan otot, mengurangi nyeri, dan menimbulkan efek tenang (Arslan, Ozer, & Ozyurt, 2007; American Music Therapy Association, 2008; Andrzej, 2009). Menurut Nilsson (2009), karakteristik musik yang bersifat terapi adalah musik yang nondramatis, dinamikanya bisa diprediksi, memiliki nada yang lembut, harmonis, dan tidak berlirik, temponya 60-80 beat per minute. Musik yang bersifat sebaliknya, akan menimbulkan efek seperti meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, laju pernafasan, dan meningkatkan stress.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh terapi murotal Al-Qur’an terhadap depresi, namun pada kelompok


(5)

eksperimen terdapat penurunan nilai mean dari 10,00 menjadi 8,73 (table 4.4). Hal ini dibuktikan dari table 4.2, dimana pada saat pre-test 12 responden mengalami depresi ringan dan 3 responden mengalami depresi sedang, namun pada saat post-test terdapat 3 responden yang tingkat depresinya menjadi normal, 11 responden dengan depresi ringan dan 1 responden dengan depresi sedang. Hal ini menunjukan bahwa murotal Al-Qur’an mempunyai pengaruh dapat membuat ketenangan.

Hal ini sesuai dengan penelitian Anwar (2010) yang menyatakan bahwa mendengarkan Al-Qur’an akan memberikan efek ketenangan dalam tubuh sebab adanya unsur meditasi, autosugesti dan relaksasi yang terkandung didalamnya. Rasa tenang ini kemudian akan memberikan respon emosi positif yang sangat berpengaruh dalam mendatangkan persepsi positif. Menurut Mustamir (2009) persepsi positif yang didapat dari murottal Ar Rahman selanjutnya akan merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan hormon endorfin, seperti yang kita tau hormon ini akan membuat seseorang merasa bahagia. Selanjutnya amigdala akan merangsang pengaktifan sekaligus pengendalian saraf otonom yang terdiri dari saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf parasimpatis bersfungsi untuk mempersarafi jantung dan memperlambat denyut jantung, sedangkan saraf parasimpatis sebaliknya. Rangsangan saraf otonom yang terkendali akan menyebabkan sekresi epinefrin dan norepinefrin oleh medula adrenal menjadi terkendali pula. Terkendalinya hormon epinefrin dan norepinefrin akan menghambat pembentukan angiotensin yang selanjutnya dapat menurunkan tekanan darah. Selaras dengan Al-Quran surat Al-A’raf ayat 204 yang berbunyi

Dan apabila dibacakan Al-Qur’an maka dengarlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini dapat dismpulkan beberapa hal, yaitu:

1. Tingkat depresi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didominasi oleh jenis kelamin laki-laki, rentang usia antara 40-59 tahun, tingkat pendidikan rendah, riwayat hemodialisis baik <12 bulan maupun >12 bulan dan yang tidak memiliki pekerjaan.

2. Terdapat perbedaan tingkat depresi yang signifikan pada pasien sebelum dan sesudah intervensi pada setiap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3. Tidak ada pengaruh yang signifikan pemberian terapi murottal Al-Qur’an yang diberikan terhadap tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.

Saran

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya, serta peneliti selanjutnya dapat mengembangkan apa yang telah dilakukan dalam penelitian ini. Misalnya, dengan mencari faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tingkat depresi pada pasien yang menjalani hemodialysis dan mengontrol factor-faktor pengganggu yang dapat menjadi halangan pada pemberian murotal Al-Qur’an. Peneliti juga berharap ke peneliti selanjutnya untuk memperhatikan kelemahan penelitian yang ada serta melakukan penyempurnaan berdasarkan kelemahan penelitian tersebut.

2. Bagi Perawat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perawat sebagai salah satu intervensi non farmakologi untuk menurunkan depresi pada pasien hemodialysis, apabila diberikan tidak hanya 1-2 kali intervensi saja.


(6)

Pasien dapat menggunakan teknik ini untuk menurunkan depresi selama hemodialisis.

4. Bagi Rumah Sakit/Institusi

Penelitian ini dapat dijadikan acuan penerapan intervensi dalam terapi non farmakologi untuk menurunkan tingkat depresi pasien hemodialisis di Rumah Sakit.

DAFTAR RUJUKAN

Pardede, D. (2012). Gangguan Gastrointestinal pada Penyakit Ginjal Kronis. Jurnal CKD Volume 39, No 7.

Indonesian Renal Registry (IRR). (2014). 7th Report Of Indonesian Renal Registry

Supriyadi, Wagiyo, Widowati SR. (2011). Tingkat Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Terapi Hemodialisis. Jurnal Kesehatan Mayarakat

Tezel A, Karabulutlu E, Sahin O. (2011). Depression and perceived social support from family in Turkish patients Shanty, M. (2011). “Silent Killer Diseases” (Penyakit yang

Diam-Diam Mematikan). Jogjakarta: Javalitera

Alfiyanti, N.E., Setyawan, D., Kusuma, M.A. (2014). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Unit Hemodialisa Rs Telogorejo Semarang. Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang. Mukaromah, R.S., Muliani, R., Vitniawati, V. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Majalaya Kab. Bandung Tahun 2012. Bhakti Kencana Medika, Volume 2, No. 4, September 2012

Lubis, N.L. (2009). Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta : Kencana

Erita. (2014). Pengaruh Membaca Al-Qur’an Dengan Metode Tahsin Terhadap Depresi Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Unit Abiyoso Pakem Yogyakarta. Skripsi Strata 1 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Pratiwi, L., Hasneli, Y., Ernawaty, J. (2015). Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Dan Murottal Al-Qur’an Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Primer. JOM Vol 2 No 2, Oktober 2015. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau.

Nurcahyati. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap Dan Rumah Sakit Umum Banyumas. Strata II Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medical Bedah Universitas Indonesia.

Astiti Anin. (2014). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud Panembahan Senopati Bantul. Strata 1 Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah.

Dewi S.P. (2015). Hubungan Lamanya Hemodialisa Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Di Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Strata 1 Ilmu Keperawatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

Pratiwi D. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisa Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Strata 1 Ilmu Keperawatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

Rustina. (2012). Gambaran Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud Dr.

Soedarso Pontianak Tahun 2012. Strata 1 Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Tanjungpura.

Wijaya, A. (2005). Kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dan mengalami depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Novita D. (2012). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post

Operasi Open Reduction And Internal Fixation (Orif) Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Strata 2 Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Anaswati N. (2016). Pengaruh Pemberian Terapi Mendengarkan

Bacaan Alqur’an (Ar-Rahman) Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Rsud Dr.Soedirman Kebumen. Strata 1 STIKES Muhammadiyah Gombong.

Baradero, M., Dayrit, M.W., Siswadi, Y. (2009). Seri asuhan keperawatan: Klien gangguan ginjal. Jakarta: EGC. Barkan, R, Mirimsky, A, Katzir, Z &Ghicavii, V. (2006).

Prevention of hypotension and stabilization of blood

pressure in hemodialysis

patients.http://www.freshpatents.com/. diunduh 13 Februari 2009 Harbinger of Premature Cardiovascular Disease. Caninsti, R. (2007). Gambaran kecemasan dan depresi pada

penderita gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Tugas Akhir Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan

Daugirdas, J.T., Blake, P.B., & Ing, T.S. (2007). Handbook of dyalisis. 4th edition. Philadelphia: Lipincot William & Wilkins.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Profil

Kesehatan Indonesia 2005

(online),(http://http://www.depkes.go.id/downloads/profil/Pr ofil%20Kesehatan%20Indonesia%202005.pdf, diakses 19 Januari 2012).

Dudung, Theresia, Anita. (2015). Prevalensi Depresi Pada Pasien Stroke Yang Di Rawat Inap Di Irina F Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode November – Desember 2012. Jurnal E-Clinic (Ecl), Volume 3, Nomor 1

Faradisi, F. (2012). Efektivitas Terapi Murotal Dan Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi Di Pekalongan. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol V No 2 September 2012. Prodi DIII Keperawatan. STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.