STUDI KOMPARATIF USAHATANI ANTARA SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO DAN SISTEM TANAM PADI KONVENSIONAL DI DESA SIDOAGUNG KECAMATAN GODEAN KABUPATEN SLEMAN

(1)

Diajukan Oleh : Singgih Kusuma Wardani

20110220024

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Disusun oleh: Singgih Kusuma Wardani

2011 022 0024

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb

Segala puji dan syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga penulis mampu menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Studi Komparatif Usahatani Antara Sistem Tanam

Padi Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Padi Konvensional Di Desa Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman”. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Dengan segenap perasaan dari lubuk hati yang terdalam penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tuaku Bapak Somdani S.Pd dan Ibu Sugiarti, adikku tercinta

Arga Dwi Pria Dinata dan Muhammad Fatkhul Munir, beserta keluarga besar terkasih, terbaik, dan tersayang yang selalu mendoakan, mendukung, menghibur, dan banyak memotivasi

2. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

3. Francy Risvansuna Fivintari.,SP.,MP. selaku dosen pembimbing utama

yang senantiasa memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis

4. Ir. Lestari Rahayu, MP. selaku dosen pembimbing pendamping dalam

penyusunan skripsi yang senantiasa memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis


(4)

ii

5. Ir. Eni Istiyanti, MP. Selaku dosen penguji selaku yang telah memberikan

banyak masukan dalam skripsi ini

6. Dr. Ir. Indardi. M.Si Selaku Dosen Pembimbing Akademik dan seluruh

Dosen Fakultas Pertanian UMY, Terimakasih atas segala kebaikan, kesabaran, nasehat, masukan dan arahan serta waktu yang diberikan kepada penulis

7. Kepala Desa Sidoagung yang telah memberikan izin untuk melaksanakan

penelitian, Ketua kelompok tani Sumber Makmur Pak Ngatiman, kelompok tani Trimakmur Pak Jemingan dan kelompok tani Sido Kumpul Pak Jayari Desa Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman beserta anggotanya yang telah berbaik hati turut mendukung dan memberikan informasi yang dibutuhkan penulis

8. Teman-teman Agribisnis angkatan 2011, dan adik angkatan 2012

Terimakasih untuk semuanya

9. Pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini, terimakasih banyak

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menutupi kekurangan tersebut. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada kita semua. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Yogyakarta, September 2015


(5)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 10

C. Kegunaan Penelitian ... 10

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 11

A. Tinjauan Pustaka ... 11

B. Kerangka Pemikiran ... 28

C. HIPOTESIS ... 31

III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Teknik Pengambilan Sampel ... 32

B. Teknik Pengambilan Data ... 34

C. Asumsi ... 35

D. Pembatasan Masalah ... 35

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 38

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 43

A. Keadaan Umum Daerah ... 43

B. Keadaan Penduduk ... 43

C. Keadaan Sarana dan Prasarana Ekonomi ... 47

D. Teknik Budidaya Padi Jajar Legowo dan Konvensional ... 50

V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Karakteristik Responden ... 60

B. Tingkat Penggunaan Input Dalam Budidaya Padi Jajar Legowo Dan Konvensional ... 67


(6)

v

C. Biaya Usahatani Padi Jajar Legowo dan Konvensional ... 76

D. Penerimaan Usahatani Padi Jajar Legowo dan Konvensional ... 87

E. Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Padi Jajar Legowo dan Konvensional ... 88

F. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Konvensional ... 90

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98


(7)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Produksi Padi di Indonesia tahun 2011-2015 ... 1

Tabel 2. Luas Tanam, Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi sawah per Desa di Kecamatan Godean Tahun 2013 – 2014 ... 7

Tabel 3. Daftar Anggota Kelompok Petani di Desa Sidoagung ... 33

Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Usia di Desa Sidoagung Tahun 2015 ... 44

Tabel 5. Struktur Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sidoagung Tahun 2015 ... 46

Tabel 6. Struktur Mata Pencaharian Penduduk di Desa Sidoagung tahun 2015 ... 47

Tabel 7. Prasarana Perekonomian Di Desa Sidoagung tahun 2015 ... 48

Tabel 8. Prasarana Pendidikan di Desa Sidoagung tahun 2015 ... 49

Tabel 9. Identitas Petani Jajar legowo dan Petani Konvensional Tahun 2015 ... 62

Tabel 10. Identitas Anggota Keluarga Petani Jajar Legowo dan Konvensional Berdasarkan Umur dan Pendidikan di Desa Sidoagung Tahun 2015 ... 64

Tabel 11. Luas Penggunaan Lahan Pada Budidaya Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Konvensional di Desa Sidoagung ... 66

Tabel 12. Penggunaan Input Pada Budidaya Padi Jajar Legowo dan Konvensional di Desa Sidoagung Pada Luasan Lahan 2500 m2 Tahun 2015 ... 68

Tabel 13. Dosis Pupuk yang Diberikan Berdasarkan Peraturan Kelompok Pada Sistem Tanam Padi Jajar Legowo Dan Konvensional di Desa Sidoagung Pada Luasan Lahan 2500 m2 ... 70

Tabel 14. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Budidaya Padi Jajar Legowo dan Konvensional di Desa Sidoagung ... 74

Tabel 15. Biaya Tenaga Kerja Budidaya Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Konvensional di Desa Sidoagung Selama Semusim (4 bulan) ... 77

Tabel 16. Biaya Penyusutan Pada Sistem Tanam Padi Jajar Legowo Dan Konvensional di Desa Sidoagung Selama Semusim (4 bulan) ... 78

Tabel 17. Biaya Saprodi Jajar Legowo Dan Konvensional di Desa Sidoagung Selama Semusim (4 bulan) ... 79

Tabel 18. Biaya Lain-lain Dalam Budidaya Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Konvensional di Desa Sidoagung Selama Semusim (4 bulan) ... 79

Tabel 19. Total Biaya Eksplisit Sistem Tanam Padi Jajar Legowo Dan Konvensional di Desa Sidoagung Dalam Semusim (4 bulan) ... 80

Tabel 20. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Sistem Tanam Jajar Legowo dan Konvensional di Desa Sidoagung Selama Semusim (4 bulan) ... 81


(8)

vii

Tabel 21. Bunga Modal Sendiri Dalam Budidaya Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Konvensional di Desa Sidoagung Selama Semusim (4 bulan) ... 83 Tabel 22. Total Biaya Implisit Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Konvensional di Desa Sidoagung Dalam Semusim (4 bulan) ... 83 Tabel 23. Biaya Eksplisit dan Implisit Budidaya Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Konvensional di Desa Sidoagung ... 84 Tabel 24. Penerimaan Usahatani Padi Jajar Legowo dan Konvensional di Desa

Sidoagung.. ... 87 Tabel 25. Tingkat Pendapatan dan Keuntungan dari Usahatani Padi Jajar Legowo dan

Konvensional di Desa Sidoagung ... 89 Tabel 26. Produktivitas Lahan Usahatani Padi Jajar Legowo dan Konvensional di Desa Sidoagung ... 92 Tabel 27. Produktivitas Tenaga Kerja Usahatani Padi Jajar Legowo dan Konvensional di

Desa Sidoagung ... 93 Tabel 28. Produktivitas Modal Untuk Usahatani Padi Jajar Legowo dan Konvensional di


(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistem Tanam Padi Jajar Legowo Pola (2 : 1) ... 16 Gambar 2. Sistem Tanam Padi Jajar Legowo Pola (4 : 1) ... 17 Gambar 3. Sistem Tanam Padi Konvensional ... 21 Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Konvensional ... 31


(10)

Slaipsi ymg berjudul:

STTIDIKOMPANATTF USAHATA}iI A}ITARA SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO I}AN $I*TEM T*NAM PAI}I KOP{YSNSIONAL I}I I}ESA SIDOA,CUNC KBCAII{A?AIIT

GODEAN KABUPATSN SLEMAN

Yaag diporsiapkan dan disusun oleh: Singeih Kusum* waIdmi

eotl o220024

derqiat I 20t6 Pwbimbing

Pemb*ribing

Ir. Lsstari R&ayu. MP

IIfit

196586121990d8 I 33003

'iryffrufYryolpo,

,#

Fakfllftr Pertudan


(11)

x

STUDI KOMPARATIF USAHATANI ANTARA SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO DAN SISTEM TANAM PADI KONVENSIONAL

DI DESA SIDOAGUNG KECAMATAN GODEAN KABUPATEN SLEMAN

A COMPARATIVE STUDY OF FARMING WITH JAJAR LEGOWO CROP SYSTEM AND CONVENTIONAL CROP SYSTEM AT SIDOAGUNG

VILLAGE, GODEAN SUB-DISTRICT, SLEMAN REGENCY

Singgih Kusuma Wardani / 20110220024

Francy Risvansuna Fivintari., SP., MP. / Lestari Rahayu, Ir., MP. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY

ABSTRACT

This research aimed to figure out the comparison of cost, income, and profit as well as to assess the feasibility of farming using jajar legowo and conventional crop system seen from R/C ratio, land productivity, labor productivity and capital productivity. The sample used in this research was farming using jajar legowo and conventional crop system in 2014. The location of this research was determined purposively and the farmers were chosen using simple random sampling and census from 3 farming groups that were Sumber Makmur farming group (10 farmers using jajar legowo system and 10 farmers using conventional system), Tri Makmur farming group (10 farmers using jajar legowo system and 10 farmers using conventional system), and Sido Kumpul farming group (10 farmers using jajar legowo system and 10 farmers using conventional system) at Sidoagung Village, Godean Sub-district, Sleman Regency. The method applied in this research was descriptive analysis. Based on the result of the research it was found out that income and profit from farming using conventional crop system was higher than the income and profit from farming using jajar legowo system. The income from farming using conventional was Rp 4.439.821 and the profit was Rp 3.259.780. The income from farming using jajar legowo was Rp 3.954.527 and the profit was Rp 2.813.783. The land productivity of farming using conventional crop system was Rp 1.497, labor productivity was Rp 483.383, and capital productivity was 173%. The land productivity of farming using jajar legowo crop system was Rp 1.319, labor productivity was Rp 483.033, and capital productivity was 109%. The R/C value of farming with conventional crop system was 2.05 and the R/C value of farming with ajar legowo crop system was 1.74. Therefore, it could be concluded that based on productivity value and R/C ratio, the conventional crop system was more feasible to be implemented than jajar legowo crop system.


(12)

ix INTISARI

STUDI KOMPARATIF USAHATANI ANTARA SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO DAN SISTEM TANAM PADI KONVENSIONAL

DI DESA SIDOAGUNG KECAMATAN GODEAN KABUPATEN SLEMAN

Singgih Kusuma Wardani / 20110220024

Francy Risvansuna Fivintari., SP., MP. / Lestari Rahayu, Ir., MP. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UMY

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan biaya, pendapatan dan keuntungan serta mengetahui kelayakan usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan konvensional dilihat dari nilai R/C ratio, produktivitas lahan, produktivitas tenaga kerja dan produktivitas modal. Data yang diambil untuk penelitian ini adalah usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan konvensional

pada tahun 2014. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja atau purposive

sampling dan penentuan sampel petani dilakukan dengan teknik simple random sampling dan sensus dari 3 kelompok tani yaitu Kelompok Sumber Makmur sebanyak 10 orang petani jajar legowo dan 10 orang petani konvensional, Kelompok Tri Makmur sebanyak 10 orang petani jajar legowo dan 10 orang petani konvensional, dan Kelompok Sido Kumpul sebanyak 10 orang petani jajar legowo dan 10 orang petani konvensional di Desa Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman. Metode dasar yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pendapatan dan keuntungan usahatani sistem tanam padi konvensional lebih besar dibandingkan usahatani sistem tanam padi jajar legowo. Pada usahatani sistem tanam padi konvensional diperoleh pendapatan Rp 4.439.821 dan keuntungan Rp 3.259.780. Pada usahatani sistem tanam padi jajar legowo diperoleh pendapatan Rp 3.954.527 dan keuntungan Rp 2.813.783. Produktivitas usahatani sistem tanam padi konvensional yaitu pada produktivitas lahan diperoleh Rp 1.497, produktivitas tenaga kerja Rp 485.383 dan produktivitas modal 173 %. Produktivitas usahatani sistem tanam padi jajar legowo yaitu pada produktivitas lahan diperoleh Rp 1.319, produktivitas tenaga kerja Rp 483.033 dan produktivitas modal 109 %. Nilai R/C ratio usatani sistem tanam padi konvensional adalah 2,05 dan nilai R/C ratio usahatani sistem tanam padi jajar legowo adalah 1,74. Jadi dilihat dari nilai produktivitas dan R/C ratio diatas usahatani sistem tanam padi konvensional lebih layak untuk diusahakan dibandingkan sistem tanam padi jajar legowo.


(13)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut juga makanan energi (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul).

Bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian RI menjelaskan bahwa Perkembangan produksi padi di Indonesia selama periode tahun 2011-2015 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Perkembangan Produksi Padi di Indonesia tahun 2011-2015

No Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (ku/ha)

1 2 3 4 5 2011 2012 2013 2014 2015 65.756.904 69.056.126 71.291.494 70.846.000 75.551.000 13.203.643 13.445.524 13.837.213 13.797.000 14.309.000 49,80 51,36 51,52 51,34 52,79 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian RI

Perkembangan produksi padi selama periode tahun 2011-2015 menunjukan pertumbuhan yang positif, meningkat dari 65.756.904 ton pada tahun 2011 menjadi 71.291.494 ton gabah kering giling (GKG) tahun 2013. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh kenaikan produktivitas dari 49,80 ku/ha pada tahun 2011 menjadi 51,52 ku/ha pada tahun 2013, serta bertambahnya luas area lahan dari 13.203.643 Ha pada tahun 2011 menjadi 13.837.213 Ha tahun 2013. Kemudian


(14)

pada tahun 2014 produksi padi mengalami penurunan yaitu menjadi 70.846.000 ton dikarenakan penurunan produktivitas serta luas area lahan. Pada tahun 2015 produksi padi kembali naik cukup tinggi yaitu menjadi 75.551.000 ton dengan bertambahnya luas area lahan menjadi 14.309.000 ha serta produktivitas padi menjadi 52,79 ku/ha. Jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah sebesar 252.370.792 jiwa dengan tingkat konsumsi beras perorang rata-rata adalah 124 kilogram beras pertahun atau 340 gram/hari maka total konsumsi beras penduduk Indonesia adalah sebesar 31,3 juta ton beras/tahun (Badan Pusat Statistik, 2015).

Dalam konteks pertanian umum, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat produksi Indonesia mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun, dalam konteks produksi pangan memang ada suatu keunikan. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan terutama beras. Produksi beras Indonesia yang begitu tinggi belum bisa mencukupi kebutuhan penduduknya, akibatnya Indonesia masih harus mengimpor beras dari Negara penghasil pangan lain seperti Thailand. Salah satu penyebab utamanya adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Data statistik menunjukkan pada kisaran 252 juta jiwa, makanan pokok semua penduduk adalah beras sehingga sudah jelas kebutuhan beras menjadi sangat besar. Penduduk Indonesia merupakan pemakan beras terbesar di dunia dengan konsumsi 134 kg per orang per tahun. Bandingkan dengan rata-rata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal ini mengakibatkan kebutuhan beras Indonesia menjadi tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan


(15)

produksi dalam negeri dan harus mengimpornya dari negara lain. Faktor lain yang mendorong adanya impor bahan pangan adalah iklim, khususnya cuaca yang tidak mendukung keberhasilan sektor pertanian pangan, seperti yang terjadi saat ini. Pergeseran musim hujan dan musim kemarau menyebabkan petani kesulitan dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, benih besarta pupuk yang digunakan, dan sistem pertanaman yang digunakan. Sehingga penyediaan benih dan pupuk yang semula terjadwal, permintaanya menjadi tidak menentu yang dapat menyebabkan kelangkaan karena keterlambatan pasokan benih dan pupuk. Akhirnya hasil produksi pangan pada waktu itu menurun. (sumber : www.kompasiana.com).

Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY adalah salah satu daerah otonom setingkat provinsi di Indonesia yang terdiri dari 4 Kabupaten, 1 Kota, 78 Kecamatan, 438 Desa/Kelurahan dan 269 Perdesaan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu produsen padi dengan produksi padi yang cukup tinggi di Indonesia. Lahan pertanian yang masih tersedia cukup luas dan sarana irigasi yang memadai sangat mendukung produksi pertanian terutama tanaman padi yang merupakan jenis tanaman yang membutuhkan air.

Bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa Produksi padi tahun 2015 mengalami kenaikan dibandingkan produksi padi pada tahun 2014. Produksi padi tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 25.563 ton gabah kering giling (GKG) dari 919.573 pada tahun 2014 menjadi 945.136 ton gabah kering giling (GKG) pada 2015. Kenaikan produksi tersebut disebabkan karena kenaikan produktivitas padi sebesar 2,78 persen. Salah satu


(16)

sentra produksi padi di wilayah DIY adalah Kabupaten Sleman. Tercatat pada tahun 2014 hasil produksi gabah kering giling sebanyak 314.298 ton dengan luas panen 52.232 hektare atau dengan rata-rata produktivitas mencapai 60.17 kwintal per hektar. Sedangkan di tahun 2015, dengan luas panen 52.356 hektar, jumlah produksi gabah kering giling mencapai 328.683 ton. Atau dengan rata-rata produktivitas 66,91 kwintal per hektar. (Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman, 2015).

Desa Sidoagung merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa ini mempunyai jumlah penduduk sebesar 8.149 jiwa dengan 2.248 kk yang sebagian besar berprofesi sebagai petani. Desa ini memiliki potensi sumber daya alam yang memadai diantaranya dari ketersediaan air yang cukup karena dialiri oleh saluran irigasi yang terdapat pada area persawahan serta keadaan tanahnya yang subur memungkinkan tanaman untuk tumbuh dengan baik terutama pada tanaman padi. Dengan adanya potensi tersebut Desa Sidoagung mampu memproduksi padi sebanyak 3 kali dalam setahun dengan total luas lahan sawah 146 ha yang dikelola oleh 6 kelompok tani dengan produksi padi rata-rata 5 sampai 7 ton/ha.

Adapun kelompok tani yang ada di Desa Sidoagung yaitu Tri Agung, Sidomaju, Sidokumpul, Sumber Makmur, Makmur Baru, dan Tri Makmur yang tergabung dalam GAPOKTAN Sidoagung. Dari 6 kelompok tersebut petani yang terhitung aktif ada sebanyak 180 orang dimana setiap 35 hari sekali rutin mengadakan pertemuan kelompok serta 2 bulan sekali mengadakan pertemuan seluruh kelompok tani. Di Desa ini terdapat usahatani yang menerapkan dua


(17)

sistem tanam padi yakni sistem tanam padi konvensional dan sistem tanam padi jajar legowo. Dari 180 orang petani, sebanyak 60 orang petani membudidayakan padi dengan sistem tanam jajar legowo. Masing-masing kelompok menangani 1 ha sawah dengan sistem tanam padi jajar legowo.

Sistem tanam konvensional atau yang biasa disebut dengan sistem tanam biasa menggunakan jarak tanam 25 x 25 cm. Tetapi ada juga penggunaan jarak yang lebih lebar, hal tersebut tergantung dengan kondisi wilayah, musim dan kandungan varietas yang ada pada tanaman. Tujuan dari sistem tanam ini adalah untuk memperoleh hasil produksi padi yang tinggi dibarengi dengan perawatan tanaman seperti pemupukan dan obat-obatan secara rutin. Umumnya jumlah benih padi yang digunakan pada sistem tanam ini adalah sebanyak 30 kg/ha.

Sistem tanam padi jajar legowo adalah suatu sistem penanaman padi dengan cara mengatur jarak tanam. Penerapan sistem tanam padi jajar legowo bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi padi. Pada sistem tanam ini jarak tanam diatur sedemikian rupa sehingga dalam satu petak lahan pertanaman akan memiliki beberapa barisan kosong dengan jarak yang lebih lebar daripada jarak antar baris tanaman. Dengan kata lain sistem tanam jajar legowo adalah cara menanam padi dengan pola beberapa barisan tanaman yang diselingi satu barisan kosong seperti jarak antar barisan adalah 25 x 25 cm maka jarak pada baris kosong adalah 50 cm dan jarak pada tanaman sisipan dalam barisan adalah 12,5 cm. Tanaman yang seharusnya ditanam pada barisan yang kosong dipindahkan sebagai tanaman sisipan di dalam barisan. Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi tanaman dengan mengatur jarak tanam padi. Selain itu


(18)

sistem ini juga memanipulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman pinggir) lebih banyak. Metode tanam seperti ini adalah salah satu rekomendasi paket Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Umumnya jumlah benih padi yang digunakan pada sistem tanam ini lebih banyak daripada sistem tanam padi biasa yaitu sebanyak 40 kg/ha karena adanya tambahan tanaman sisipan pada baris rumpun padi.

Sistem tanam padi jajar legowo itu sendiri pertama kali diterapkan oleh petani di Desa Siodagung pada tahun 2008 yang merupakan program pemerintah yang bekerja sama dengan Gabungan Kelompok Tani Sidoagung (GAPOKTAN Sidoagung) dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Dalam hal ini khusus petani yang menerapkan sistem tanam padi jajar legowo mendapat keringanan dengan adanya subsidi berupa pupuk dan benih padi dari pemerintah. Pupuk dan benih padi tersebut didistribusikan melalui kelompok-kelompok tani yang ada di Desa Sidoagung.

Pada umumnya baik petani yang menerapkan sistem tanam jajar legowo maupun konvensional memiliki karakteristik yang sama baik dalam pengaturan jarak tanam, penggunaan benih padi, pupuk serta perawatannya. Pengaturan jarak tanam padi yang digunakan adalah 25 x 25 cm. Sedangkan benih padi yang digunakan yaitu benih varietas unggul tahan wereng seperti : situ bagendit, ir 64, dan ciherang. Keunggulan varietas tersebut lebih bagus daripada varietas lokal seperti cendani, borneo, dan ketan tolo baik dalam memproduksi maupun jangkauan mencari makan yang lebih luas. Benih padi varietas unggul tersebut umumnya berumur 100 sampai 110 hari. Pupuk yang digunakan oleh petani


(19)

berupa Pupuk Organik, Pupuk Urea, dan Npk Phonska. Dari segi perawatan tanaman jajar legowo dan konvensional baik cara pemupukan, penyiangan, pengairan, serta pengontrolan hama relatif sama.

Produksi padi per Desa di Kecamatan Godean baik dengan sistem tanam

padi jajar legowo maupun konvensional berdasarkan data tahun 2013 – 2014

dapat dilihat pada data tabel berikut.

Tabel 2.Luas Tanam, Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi sawah per

Desa di Kecamatan Godean Tahun 2013 – 2014

NO Desa

Luas (Ha) Rata-rata

Tanam

Panen Produktivitas (Kw/Ha)

Produktivitas (Ton) 2013 2014 2013 2014 2013 2014 2013 2014 1 Sidorejo 795 625 704 615 61.76 60.1 4348 3696.1 2 Sidoluhur 815 740 708 700 63 60.9 4460 4263 3 Sidomulyo 419 360 353 340 62.68 60.5 2213 2057 4 Sidoagung 424 375 358 350 63 61.6 2255 2156 5 Sidokarto 445 425 375 395 63 60.85 2363 2403.58 6 Sidoarum 384 420 323 410 62.32 61.2 2013 2509.2 7 Sidomoyo 484 375 411 335 63 60.65 2589 2031.7 Jumlah 3766 3320 3232 3145 20241 19116.6 Rata-rata 538 474.3 461.71 449.29 62.68 60.83 2891.6 2730.94 Sumber : PPL Pertanian

Berdasarkan data tabel 2 tahun 2013 – 2014 produktivitas padi dari seluruh

Desa di Kecamatan Godean mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah karena adanya serangan hama dan perawatan yang kurang intensif oleh petani. Adapun serangan hama yang mampu mengurangi produktivitas padi yaitu serangan hama wereng, hama walang sangit dan hama tikus. Jika dilihat dari rata-rata produksi padi dengan luas lahan yang digunakan, Desa Sidoagung memiliki rata-rata produksi padi tertinggi dari Desa yang lain di Kecamatan Godean. Salah satu penyebabnya adalah petani yang


(20)

ada di Desa Sidoagung rutin melakukan pertemuan kelompok tani setiap 35 hari sekali. Peran dan fungsi kelompok-kelompok tani tersebut adalah sebagai wadah untuk konsultasi para petani dalam mengusahakan usahatani padi serta permasalahan yang dihadapi, penyalur bantuan dari pemerintah ke anggota kelompok tani, serta sebagai akses informasi program-program yang diadakan oleh Pemerintah melalui PPL (Petugas Penyuluh Lapangan).

Petani di Desa Sidoagung menggunakan dua sistem tanam yang berbeda yaitu jajar legowo dan konvensional. Berdasarkan hasil survey di lapangan sistem tanam jajar legowo menggunakan input (benih, pupuk, obat pestisida, tenaga kerja) yang lebih banyak di bandingkan sistem tanam konvensional. Sistem tanam jajar legowo menggunakan tanaman sisipan sebagai pengganti tanaman yang seharusnya diletakkan di lorong kosong yang tidak ditanami padi dan pada pinggir pematang sehingga jumlah tanaman lebih banyak dari pada sistem tanam padi biasa. Hal tersebut yang menyebabkan sistem tanam jajar legowo membutuhkan input yang lebih banyak karena untuk mengimbangi nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Pada petani yang menerapkan sistem tanam konvensional benih yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan jajar legowo karena sistem tanam ini tidak menggunakan tanaman sisipan sebagai tanaman tambahan sehingga input lain selain benih lebih sedikit pula.

Pada permasalahan yang sering dihadapi oleh petani yang mengusahakan sistem tanam padi jajar legowo adalah serangan hama atau Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti wereng cokelat, walang sangit, dan tikus sawah. Penanganan hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani dengan sistem


(21)

tanam jajar legowo adalah menggunakan pestisida. Hal ini dikarenakan banyaknya ruang terbuka sehingga mengurangi tingkat kelembapan tanah yang memungkinkan menjadi tempat bersarang dan berkembang biaknya hama serta gulma. Sedangkan pada permasalahan yang sering dihadapi oleh petani konvensional adalah serangan hama atau Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti wereng hijau, wereng cokelat, walang sangit, keong, ulat dan tikus sawah. Pada lahan sistem tanam konvensional tidak ada ruang terbuka seperti lorong kosong sehingga lahan terisi penuh oleh tanaman dengan jarak yang sama. Dengan tipe sistem tanam ini permasalahan utama yang dihadapi petani adalah gulma karena kurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk. Selain itu hama seperti keong, walang dan wereng masih sering dijumpai pada sistem tanam ini. Adapun penanganan hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani konvensional adalah menggunakan obat pestisida.

Pada permasalahan yang dihadapi dari kedua usahatani tersebut tidaklah sama sehingga memungkinkan adanya perbedaan pada besarnya kebutuhan jumlah input, biaya, dan produksi yang dihasilkan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu berapa perbandingan biaya yang dibutuhkan dalam usahatani padi dengan sistem jajar legowo dan konvensional ? Berapa perbandingan pendapatan dan keuntungan yang di peroleh petani padi dengan sistem tanam padi jajar legowo dan konvensional ? dan apakah usahatani padi sistem padi jajar legowo dan konvensional layak diusahakan ? untuk menjawab permasalahan diatas maka di


(22)

Tanam Padi Jajar Legowo Dan Sistem Tanam Padi Konvensional Di Desa

Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman”.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbandingan biaya, pendapatan dan keuntungan dari sistem

tanam padi jajar legowo dan konvensional di Desa Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman.

2. Mengetahui perbandingan kelayakan usahatani sistem tanam padi jajar

legowo dan konvensional di Desa Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman.

C. Kegunaan Penelitian

1. Bagi petani atau intansi lain diharapkan mampu menjadi sumber referensi

dalam meningkatkan produksi padi

2. Bagi pemerintah dan pihak terkait, penelitian ini dapat menjadi bahan

referensi atau pertimbangan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan upaya peningkatan produksi padi, peningkatan kesejahteraan petani, dan mampu menghasilkan laba secara maksimal.

3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi,

menambah pengalaman, pengetahuan dan wawasan di dunia pertanian terutama dalam hal peningkatan produktivitas padi.


(23)

11

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Padi

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting yang telah menjadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia. Di Indonesia, padi merupakan komoditas utama dalam menyokong pangan masyarakat. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Oleh karena itu kebijakan ketahanan pangan menjadi fokus utama dalam pembangunan pertanian (Anggraini,dkk 2013).

Padi (Oryza sativa) termasuk dalam Family Gramineae dan subfamily

Oryzoides. Padi memiliki hubungan yang dekat dengan tanaman bangsa

rumput-rumputan dan tanaman sereal. Secara umum terdiri dari dua jenis (Oryza sativa

and Oryza glaberrima).Padi sebagian besar diproduksi oleh kawasan Asia Tenggara dan Afrika (Bhowmik, et al., 2012).

Menurut Soekarno (2006) tahapan budidaya tanaman padi meliputi persiapan benih, persemaian, pengolahan tanah atau lahan, penanaman dengan ketentuan pola dan jarak tanam tertentu, pemeliharaan, pemberian air, penyiangan, pengendalian HPT (Hama dan Penyakit Tanaman) dan pemanenan. Tanaman padi mulai dalam proses perkecambahan hingga masa panen secara umum memerlukan


(24)

akar serabut sedangkan batang tanaman padi terdiri dari beberapa ruas yang dibatasi oleh buku-buku.

Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperature 22-27 derajat C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur 19-23 derajat C. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara 4-7. Akar padi yang serabut sangat efektif dalam penyerapan hara tetapi peka terhadap kekeringan sedangkan batang padi yang berbuku dan berongga dijadikan tempat tumbuh batang anakan seatau daun (Purnomo dan Purnamawati, 2007).

Secara ilmiah, klasifikasi padi dapat dijelaskan sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Poales

Famili : (suku rumput-rumputan) Spesies : Oryza sativa L.


(25)

Tanaman padi dapat dikembangbiakkan secara langsung, baik dengan benih maupun benih yang disemai menjadi bibit (Prasetiyo, 2002). Hasil dari tanaman padi yang dapat diambil ketika memasuki masa panen yaitu berupa gabah dimana nantinya akan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Gabah tersebut masih perlu di lakukan suatu proses penggilingan sehingga dapat berupa beras yang dapat dikonsumsi manusia.

Sentra produksi padi pada tahun 2013 terdapat pada sepuluh Provinsi di Indonesia adalah Jawa Timur 1,1 juta ton, Jawa Tengah 779 ribu ton, Jawa Barat 540 ribu ton, Sulawesi Selatan 490 ribu ton, NTB 155 ribu ton, DKI Jakarta dan Banten 86 ribu ton, Lampung 69 ribu ton, Sumatra Selatan 68 ribu ton, DIY Yogyakarta 66 ribu ton dan DI Aceh 46 ribu ton (sumber kompas.com).

2. Pengertian Sistem Tanam Jajar Legowo

Dalam upaya pencapaian target program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian melalui Badan Pengembangan dan Penelitian telah banyak mengeluarkan rekomendasi untuk diaplikasikan oleh petani. Salah satu rekomendasi ini adalah penerapan sistem tanam yang benar dan baik melalui pengaturan jarak tanam yang dikenal dengan sistem tanam jajar legowo. Dalam melaksanakan usaha tanam padi ada bebarapa hal yang menjadi tantangan salah satunya yaitu bagaimana upaya ataupun cara yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil produksi padi yang tinggi. Namun untuk mewujudkan upaya tersebut masih terkendala karena jika diperhatikan masih banyak petani yang belum mau melaksanakan anjuran sepenuhnya. Sebagai contoh dalam hal sistem tanam masih banyak petani yang bertanam tanpa jarak


(26)

tanam yang beraturan. Padahal dengan pengaturan jarak tanam yang tepat dan teknik yang benar dalam hal ini adalah sistem tanam jajar legowo maka akan diperoleh efisiensi dan efektifitas pertanaman serta memudahkan tindakan kelanjutannya.

Sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris

kosong. Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego”

berarti luas dan ”dowo” berarti memanjang. Legowo di artikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong. Baris tanaman (dua atau lebih) dan baris kosongnya (setengah lebar di kanan dan di kirinya) disebut satu unit legowo.

Bersumber dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten bahwa modifikasi jarak tanam pada sistem tanam jajar legowo bisa dilakukan dengan melihat tingkat kesuburan tanah pada areal yang akan ditanami. Jika tergolong subur, maka disarankan untuk menerapkan pola tanaman sisipan hanya pada baris pinggir (legowo tipe 2). Hal ini dilakukan untuk mencegah kerebahan tanaman akibat serapan hara yang tinggi. Sedangkan pada areal yang kurang subur, maka tanaman sisipan dapat dilakukan pada seluruh barisan tanaman, baik baris pinggir maupun tengah (legowo tipe 1).

Secara umum jarak tanam yang dipakai adalah 20 x 20 cm dan bisa dimodifikasi menjadi 22,5 x 22,5 cm atau 25 x 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya. Jarak tanam untuk padi yang sejenis dengan varietas IR-64 seperti varietas ciherang cukup


(27)

dengan jarak tanam 20 x 20 cm sedangkan untuk varietas padi yang memiliki penampilan lebat dan tinggi perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya 22,5 sampai 25 cm. Demikian juga pada tanah yang kurang subur cukup digunakan jarak tanam 20 x 20 cm sedangkan pada tanah yang lebih subur perlu diberi jarak yang lebih lebar misal 22,5 cm atau pada tanah yang sangat subur jarak tanamnya bisa 25 x 25 cm. Pemilihan ukuran jarak tanam ini bertujuan agar mendapatkan hasil yang optimal. Semakin subur tanahnya makan semakin banyak jumlah anakan padi yang tumbuh. Pada sistem tanam ini proses penanaman bibit padi dapat dilakukan dengan cara tanam maju dan tanam miring atau menyamping hal ini bertujuan agar garis yang sudah dibuat tidak rusak.

Ada beberapa tipe cara tanam sistem jajar legowo yang secara umum dapat dilakukan yaitu ; tipe legowo (2 : 1), (3 : 1), (4 : 1), (5 : 1), (6 : 1) dan tipe lainnya yang sudah ada serta telah diaplikasikan oleh sebagian masyarakat petani di Indonesia. Tipe sistem tanam jajar legowo terbaik dalam memberikan hasil produksi gabah tinggi adalah tipe jajar legowo (4 : 1) sedangkan dari tipe jajar legowo (2 : 1) dapat diterapkan untuk mendapatkan bulir gabah berkualitas benih (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, 2010).

a. Jajar Legowo (2 : 1)

Jajar legowo (2 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap dua baris tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar baris sedangkan jarak tanaman dalam barisan adalah setengah kali jarak tanam antar barisan. Dengan demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (2 : 1) adalah 25 cm (antar barisan) x 12,5 cm (barisan sisipan) x 50 cm (barisan


(28)

kosong). Dengan sistem jajar legowo (2 : 1) seluruh tanaman dikondisikan seolah-olah menjadi tanaman pinggir. Untuk mengetahui sistem tanam jajar legowo (2 : 1) dapat dilihat seperti gambar berikut.

Gambar 1. Sistem Tanam Padi Jajar Legowo Pola (2 : 1)

Penerapan sistem jajar legowo (2 : 1) dapat meningkatkan produksi padi dengan gabah kualitas benih dimana sistem jajar legowo seperti ini sering dijumpai pada pertanaman untuk tujuan penangkaran atau produksi benih.

b. Jajar Legowo (4 : 1)

Jajar legowo (4 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap empat baris tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar barisan. Dengan demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (4 : 1) adalah 25 cm (antar barisan) x 12,5 cm (barisan sisipan) x 50 cm (barisan kosong). Untuk mengetahui sistem tanam jajar legowo (4 : 1) dapat dilihat seperti gambar berikut.


(29)

Gambar 2. Sistem Tanam Padi Jajar Legowo Pola (4 : 1)

Dengan sistem legowo seperti ini maka setiap baris tanaman ke-1 dan ke-4 akan termodifikasi menjadi tanaman pinggir yang diharapkan dapat diperoleh hasil tinggi dari adanya efek tanaman pinggir. Prinsip penambahan jumlah populasi tanaman dilakukan dengan cara menanam pada setiap barisan pinggir (baris ke-1 dan ke-4) dengan jarak tanam setengah dari jarak tanam antar barisan. Dengan demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (4 : 1) adalah 25 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) x 12,5 cm (barisan pinggir) x 50 cm (barisan kosong). Adapun jumlah peningkatan populasi tanaman dengan penerapan sistem tanam jajar legowo ini dapat kita ketahui dengan rumus :

100 % x 1 / (1 + jumlah legowo). Dengan demikian untuk masing-masing tipe sistem tanam jajar legowo dapat kita hitung penambahan/peningkatan populasinya sebagai berikut ;

1) Jajar legowo (2 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 2) = 33


(30)

2) Jajar legowo (3 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 3) = 25 %

3) Jajar legowo (4 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 4) = 20

%

4) Jajar legowo (5 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 5) =

16,7 %

5) Jajar legowo (6 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 6) =

14,29 %

Tipe sistem tanam jajar legowo (4 : 1) dipilih sebagai anjuran kepada petani untuk diterapkan dalam rangka peningkatan produksi padi karena berdasarkan hasil penilitian yang telah dilakukan dengan melihat serta mempertimbangkan tingkat efisiensi dan efektifitas biaya produksi dalam penggunaan pupuk dan benih serta pengaruhnya terhadap hasil produksi tanaman padi.

Adapun manfaat dan tujuan dari penerapan sistem tanam jajar legowo adalah sebagai berikut :

1) Menambah jumlah populasi tanaman padi sekitar 30% yang diharapkan

akan meningkatkan produksi baik secara makro dan mikro. Dengan adanya baris kosong akan mempermudah pelaksanaan pemeliharaan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman yaitu dilakukan melalui barisan kosong/lorong.

2) Mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit terutama hama


(31)

dalamnya dan dengan lahan yang relatif terbuka kelembaban juga akan menjadi lebih rendah sehingga perkembangan penyakit dapat ditekan.

3) Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian tanaman dalam

barisan. Dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo akan menambah kemungkinan barisan tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir dengan memanfaatkan sinar matahari secara optimal bagi tanaman yang berada pada barisan pinggir. Semakin banyak intensitas sinar matahari yang mengenai tanaman maka proses metabolisme terutama fotosintesis tanaman yang terjadi di daun akan semakin tinggi sehingga akan didapatkan kualitas tanaman yang baik ditinjau dari segi pertumbuhan dan hasil.

4) Otomatis meningkatkan produksi tanaman padi serta mempermudah dalam

perawatan baik itu pemupukan maupun penyemprotan pestisida.

3. Sistem Tanam Padi Konvensional

Padi dibudidayakan dengan tujuan mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya dengan kualitas sebaik mungkin, untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan maka, tanaman yang akan ditanam harus sehat dan subur. Tanaman yang sehat ialah tanaman yang tidak terserang oleh hama dan penyakit, tidak mengalami defisiensi hara, baik unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar maupun dalam jumlah kecil. Sedangkan tanaman subur ialah tanaman yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak terhambat, baik oleh kondisi biji tanaman atau kondisi lingkungan.

Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak


(32)

dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah ini harus dipelihara yang baik, terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang sering kali menurunkan produksi.

Upaya peningkatan produksi pertanian padi terus dilakukan, banyak cara yang dilakukan oleh petani untuk memperoleh hasil produksi padi yang tinggi tanpa merubah sistem tanam padi itu sendiri, diantaranya adalah pengaturan jarak tanam yang tepat sesuai kondisi tanah, penggunaan bibit unggul, pemupukan yang tepat sasaran, pengontrolan pada sistem pengairan, pengendalian hama dan penyakit, serta sanitasi lingkungan sawah.

Penggunaan jarak tanam pada dasarnya adalah memberikan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami banyak persaingan dalam hal mengambil air unsur-unsur hara, dan cahaya matahari. Jarak tanam yang tepat penting dalam pemanfaatan cahaya matahari secara optimal untuk proses fotosintesis dalam jarak tanam yang tepat, tanaman akan memperoleh ruang tumbuh yang seimbang (Kurniasih, Siti dan Dwi 2008).

Pengertian sistem tanam padi konvensional atau lebih dikenal dengan sistem tanam padi biasa adalah sistem tanam padi yang di terapkan oleh petani dengan mengatur sama jaraknya antar baris tanaman sehingga tanaman terlihat berbaris rapi dan lahan terisi penuh. Teknik penanaman ini sudah lama diterapkan oleh kebanyakan petani tanpa menggunakan pola seperti teknik penaman padi yang yang telah berkembang saat ini yaitu sistem tanam jajar legowo. Pada proses penanaman bibit padi dilakukan dengan cara mundur menggunakan alat bambu


(33)

atau kayu yang sudah ditentukan jarak antar baris tanaman agar tanaman berbaris dengan rapi dan teratur. Prinsip dari sistem tanam padi konvensional adalah mengoptimalkan luas lahan dengan ditanami padi dan mengatur jarak tanamnya tergantung dari varietas padi yang digunakan. Jarak antar tanaman dapat di variasi tergantung dari tingkat kesuburan tanah dan jenis benih padi yang digunakan yaitu 20 x 20 cm, 22,5 x 22,5 cm dan 25 x 25 cm. Adapun jarak tanam yang umumnya digunakan oleh petani di Desa Sidoagung adalah 25 x 25 cm. Tujuan dari sistem tanam ini adalah untuk memperoleh hasil produksi padi yang tinggi dibarengi dengan perawatan tanaman seperti pemupukan dan obat-obatan secara rutin. Sistem tanam ini masih diminati oleh kebanyakan petani karena pertimbangan tertentu dan manfaat yang dirasakan. Untuk mengetahui sistem tanam konvensional atau biasa dapat dilihat seperti gambar berikut.

Gambar 3. Sistem Tanam Padi Konvensional

Penerapan sistem tanam ini dilakukan oleh petani dengan mengatur jarak tanaman yang sama antar barisan maupun antar rumpunnya yaitu 25 x 25 cm bertujuan agar pertumbuhan anakan dapat berkembang secara optimal serta


(34)

mudah dalam mengendalikan gulma. Selain itu diperlukan juga perawatan yang tepat melalui pemberian asupan pupuk yang berimbang pada tanaman padi serta pemberian obat-obatan untuk mengantisipasi dan menanggulangi hama agar memperoleh hasil produksi dan produktivitas padi yang tinggi.

Adapun manfaat dari penerapan sistem tanam padi konvensional atau biasa adalah sebagai berikut :

1) Tenaga kerja yang dibutuhkan relatif tidak banyak

2) Jumlah benih padi yang dibutuhkan tidak banyak karena tidak adanya

tanaman sisipan

3) Pada proses penanaman lebih praktis dan tidak memakan waktu lama

4. Biaya Usahatani

Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya (Adiwilaga, 1992).

Menurut Mubyarto (1986) dan Soekartawi (1987), biaya usaha tani

dibedakan menjadi biaya tetap dan Biaya tidak tetap. Biaya tetap (fixed cost)

merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, yang termasuk biaya tetap adalah

sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi. Biaya tidak tetap (variable

cost) merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang


(35)

Biaya eksplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan selama proses produksi berlangsung, atau biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan usahanya. Misalnya pengeluaran untuk membeli bahan baku untuk produksi, untuk membayar tenaga kerja langsung yang berkaitan dengan produksi, sewa lahan dan

sebagainya. Biaya implisit adalah biaya yang tidak dikeluarkan secara nyata oleh

petani dalam proses produksi misalnya biaya modal sendiri dan biaya sewa lahan milik sendiri dan biaya tenaga pekerja petani dengan keluarganya. Biaya

total/total cost (TC) adalah jumlah seluruh biaya tetap dan biaya variabel yang

dikeluarkan oleh petani untuk menghasilkan sejumlah produk dalam suatu periode tertentu.

Selain biaya produksi, dalam usaha tani juga dikenal biaya penyusutan alat yaitu sejumlah uang yang disisihkan dari nilai hasil produksi setelah dikurangi dengan biaya produksi yang digunakan sebagai dana cadangan untuk mengganti

alat–alat pertanian yang telah rusak.

5. Penerimaan

Dalam suatu usahatani para petani memperoleh hasil dari usahanya dengan cara menjual hasil produksinya sesuai dengan harga pasaran agar memperoleh penerimaan. Menurut Suratiyah (2006), penerimaan usahatani adalah jumlah hasil

perkalian antara produksi ( output) yang diperoleh dengan jumlah produk yang

dihasilkan atau dijual.

6. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan


(36)

tanam. Produksi berkaitan dengan penerimaan dan biaya produksi, penerimaan tersebut diterima petani karena masih harus dikurangi dengan biaya produksi yaitu keseluruhan biaya yang dipakai dalam proses produksi tersebut (Mubyarto, 1989).

7. Keuntungan

Nursa & Supriatna (2002) mengatakan bahwa keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dan seluruh biaya yang dikeluarkan, baik biaya implisit maupun eksplisit. Penerimaan total adalah banyak produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual produk, sedangkan biaya produksi adalah jumlah faktor produksi yang digunakan dikalikan dengan harganya. Besar keuntungan harus lebih dari 0 (nol), karena apabila lebih kecil dari 0 (nol), maka usaha tersebut dikatakan rugi dan apabila hasilnya sama dengan 0 (nol) maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi.

8. Kelayakan Usahatani

Analisis R/C ratio atau rasio penerimaan atas biaya dihitung dengan cara membandingkan penerimaan total dengan biaya total (biaya implisit dan biaya eksplisit). Apabila diperoleh nilai lebih dari satu artinya usahatani padi jajar legowo dan konvensional yang dilakukan efisien atau layak diusahakan, tetapi jika diperoleh nilai kurang dari satu artinya usahatani padi jajar legowo dan konvensional yang dilakukan belum efisien atau tidak layak diusahakan (Meryani, 2008).

Usaha pertanian dapat disebut sebagai proyek pertanian yang merupakan suatu kegiatan investasi dibidang pertanian yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa waktu tertentu. Simatupang (2006) Kelayakan


(37)

suatu usaha digunakan untuk menguji apakah suatu usaha layak diusahakan atau tidak. Kelayakan ini dapat diukur dengan melihat nilai R/C rasio, produktivitas lahan, produktivitas modal dan produktivitas tenaga kerja.

a. Produktivitas Lahan

Produktivitas lahan merupakan perbandingan antara pendapatan yang dihasilkan dikurangi biaya implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luasan lahan yang digunakan dalam usahatani. Dalam mengukur kelayakan dari lahan yang digunakan maka produktivitas lahan harus lebih besar dari sewa lahan yang dikeluarkan. Tujuan produktivitas lahan untuk mencari tingkat kemampuan suatu lahan dalam menghasilkan produksi atau barang dari suatu luasan lahan tertentu.

b. Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas tenaga kerja merupakan perbandingan antara total pendapatan yang dikurangi biaya sewa lahan milik sendiri dikurangi bunga modal sendiri dengan total tenaga kerja dalam keluarga. Untuk mengukur kelayakan dalam suatu usaha, maka produktivitas tenaga kerja harus lebih besar dari pada upah tenaga kerja dalam kegiatan usaha tertentu. Tujuan dari produktivitas tenaga kerja adalah untuk mencari tingkat produksi atau barang yang dihasilkan dari pekerjaan tenaga kerja dalam kegiatan usaha tertentu.

c. Produktivitas Modal

Produktivitas modal merupakan perbandingan antara pendapatan yang diterima dikurangi biaya implisit kecuali modal sendiri dengan total biaya eksplisit yang dikeluarkan dalam suatu usaha. Dalam mengukur kelayakan dari


(38)

suatu usaha, maka besarnya produktivitas modal harus lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku. Tujuan dari produktivitas modal adalah untuk mencari seberapa besar tingkat kemampuan suatu modal yang ditanamkan pada suatu usaha dalam menghasilkan suatu barang.

d. Reveneu Cost ratio (R/C)

Analisis R/C ratio atau rasio penerimaan atas biaya dihitung dengan cara membandingkan penerimaan total dengan biaya total (biaya implisit dan biaya eksplisit). Apabila diperoleh nilai lebih dari satu artinya usahatani padi jajar legowo dan konvensional yang dilakukan efisien atau layak diusahakan, tetapi jika diperoleh nilai kurang dari satu artinya usahatani padi jajar legowo dan konvensional yang dilakukan belum efisien atau tidak layak diusahakan (Meryani, 2008).

9. Hasil Penelitian Sebelumnya

Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manti dan Hendayana (2005) tentang komparasi produktivitas padi dan pendapatan petani melalui sistem tanam jajar legowo dibanding sistem tegel di lahan sawah irigasi di Desa Sri Agung, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Bila dilihat dari efisiensi usahatani yaitu nilai R/C usahatani padi yang menggunakan sistem tanam legowo 4:1 menghasilkan nilai 2,42 dan sistem tanam legowo 6:1 nilainya 2,22 Sedangkan sistem tanam tegel 2,16. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani padi ke tiga sistem tersebut lebih kompetitif karena nilai R/C lebih dari dua. Namun R/C ratio pada sistem tanam legowo 4:1 lebih


(39)

baik dibanding R/C ratio kedua sistem tanam tersebut. Hasil analisis marginal menunjukkan bahwa pertanaman padi dengan sistem tanam legowo 4:1 memperoleh tambahan pendapatan marginal sebesar Rp 1.443.000. Hasil analisis titik impas produksi dan titik impas harga pada sistem tanam usahatani padi atau Titik Impas Produksi (TIP) ke tiga sistem tanam yang dikaji berkisar Rp 1284,2/kg - Rp 1360,7/kg karena harga beras ke tiga sistem tanam sama. Sedangkan Titik Impas Harga (TIH) memperlihatkan perbedaan, pada sistem tanam legowo 4:1 mencapai Rp 1652,2 /kg dan untuk legowo 6:1 mencapai Rp 1798,7/kg sedangkan sistem tanam tegel TIHnya Rp 1853,2/kg. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan jumlah produksi yang dihasilkan. Dilihat dari nilai impas ketiga sistem tanam padi berada di bawah nilai produksi dan harga aktual artinya usahatani padi dengan sistem tanam legowo 4:1, legowo 6:1 dan tegel memberikan nilai tambah dan secara ekonomi layak untuk dikembangkan.

Menurut Ayudya Melasari (2011) yang berjudul Analisis komparasi usahatani padi sawah melalui sistem tanam jajar legowo dengan sistem tanam non jajar legowodi Desa Sukamandi Hilir, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang.Dari hasil penelitian tersebut jika dilihat dari tingkat produktivitas dan pendapatan petani padi sawah di desa sukamandi hilir produktivitas yang menggunakan sistem tanam jajar legowo yaitu sebesar 97.277,48 kg/ha dengan rata-rata adalah 6.485,17 kg/ha, sedangkan produktivitas yang menggunakan sistem tanam non jajar legowo yaitu sebesar 83.596,65 kg/ha dengan rata-rata adalah 5.573,11kg/ha. Untuk total pendapatan dari keseluruhan sampel petani padi sawah di Desa Sukamandi Hilir pada sistem tanam non jajar legowo total


(40)

pendapatan dari keseluruhan yang diperoleh yaituRp 147.598.032/Ha dengan rataan sebesar Rp 9.839.868,83, sedangkan pada tanam jajar legowo yaitu sebesar Rp 174.418.967/Ha dengan rataan sebesar Rp11.627.931,111.

B. Kerangka Pemikiran

Desa Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman merupakan wilayah dengan produksi padi yang potensial, karena keadaan tanahnya yang subur dan ketersediaan air yang melimpah untuk pertumbuhan tanaman padi. Di Desa ini terdapat dua sistem tanam padi yaitu sistem tanam jajar legowo dan sistem tanam konvensional.

Dalam melakukan usahatani baik sistem tanam padi jajar legowo maupun konvensional perlu dipertimbangkan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil yang maksimal. Besarnya biaya sangat tergantung dari penggunaan input serta harga dari sarana produksi atau proses produksi. Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua jenis biaya yaitu biaya eksplisit dan implisit.

Usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan konvensional dipengaruhi oleh adanya Input (masukan) dan faktor produksi. Input dalam usahatani padi jajar legowo dan konvensional berupa benih padi, pupuk dan obat-obatan. Sedangkan untuk faktor produksi usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan konvensional berupa tenaga kerja, modal dan lahan.

Biaya eksplisit tersebut diantaranya untuk pembelian benih padi, peralatan, pupuk, obat-obatan dan TKLK (tenaga kerja luar keluarga). Selain itu juga petani mengeluarkan biaya yang tidak secara nyata oleh dikeluarkan oleh petani yang disebut dengan biaya implisit, biaya implisit meliputi lahan milik sendiri, bunga


(41)

moda sendiri dan TKDK (tenaga kerja dalam keluarga). Hasil output dari usaha tani padi adalah padi yang siap untuk dikonsumsi.

Hasil output dari usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan konvensional adalah berupa padi siap dipanen berusia 100 hari yang dibeli oleh pedagang dengan harga pasaran akan diperoleh penerimaan. Pendapatan berasal

dari penerimaan dikurangi biaya eksplisit. Sedangkan keuntungan dari usahatani

padi sistem tanam jajar legowo dan konvensional diperoleh dari penerimaaan total

yang dikurangi total seluruh biaya yang dikeluarkan yaitu biaya implisit dan biaya

eksplisit. Setelah diketahui besarnya pendapatan dan keuntungan dari usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan konvensional dapat diuji kelayakan usaha tersebut. Tingkat kelayakan usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan konvensional dapat diukur dengan 4 tahap yaitu dengan R/C, produktivitas lahan, produktivitas modal dan produktivitas tenaga kerja.

1. Nilai R/C didapat dari penerimaan yang dibagi dengan jumlah biaya implisit

dan eksplisit.

2. Produktivitas lahan didapat dari pendapatan dikurangi biaya tenaga kerja

dalam keluarga dan bunga modal sendiri, hasilnya dibagi luas lahan yang digunakan dalam usaha tersebut.

3. Produktivitas modal didapat dari pendapatan dikurangi sewa lahan sendiri

dan biaya tenaga kerja dalam keluarga, hasilnya dibagi biaya eksplisit kemudian dikalikan 100%.


(42)

4. Produktivitas tenaga kerja didapat dari pendapatan dikurangi nilai sewa lahan sendiri dan bunga modal, hasilnya dibagi total tenaga kerja dalam keluarga (HKO).

Secara sederhana kerangka berpikir dari studi komparatif sistem tanam padi jajar legowo dan konvensional dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:


(43)

Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo dan Konvensional

C. Hipotesis

Diduga usahatani padi dengan sistem tanam padi jajar legowo lebih layak dan menguntungkan dibandingkan usahatani dengan sistem tanam padi konvensional.

Kelayakan 1. Produktivitas lahan 2. Produktivitas modal 3. Produktivitas tenaga kerja

Pendapatan USAHATANI PADI

Konvensional

Implisit

- Sewa lahan milik sendiri - TKDK - Bunga modal sendiri

Harga Output

Input 1. Benih Padi 2. Tenaga Kerja 3. Pupuk

4. Lahan 5. Obat-obatan

Jajar Legowo

Eksplisit

- Benih padi - Pupuk - Obat - Penyusutan alat

- Pajak lahan - Sewa lahan -TKLK

Biaya

Keuntungan


(44)

32

III. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan deskriptif analisis yaitu suatu metode pengamatan atau penyelidikan langsung secara kritis guna memperoleh keterangan yang jelas terhadap sistem tanam padi jajar legowo dan konvensional mengenai masalah biaya, pendapatan dan keuntungan dari sistem tanam padi jajar legowo dan konvensional di Desa Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman. Objek yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah para petani yang khusus menerapkan sistem tanam padi jajar legowo dan konvensional.

A. Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 tahapan yaitu :

1. Penentuan Daerah Penelitian

Pemilihan daerah penelitian ditentukan secara sengaja atau purposive

sampling yaitu pengambilan sampel daerah berdasarkan ciri atau sifat dengan pertimbangan tertentu. Daerah penelitian yang diambil adalah Desa Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman yang merupakan sentra produksi padi yang cukup tinggi. Para petani di Desa Sidoagung tergabung dalam 6 kelompok tani yaitu kelompok Tri Agung, Sido Maju, Sido Kumpul, Sumber Makmur, Makmur Baru, dan Tri Makmur dengan kelompok induknya yaitu Tani Agung yang berada di Dusun Gentingan.


(45)

2. Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random

sampling untuk petani yang menerapkan sistem tanam padi konvensional. Berdasarkan data yang diperoleh dari pra survey, jumlah petani yang ada di Desa Sidoagung sebanyak 60 orang yang khusus menerapkan sistem tanam padi jajar legowo dan 120 orang yang menerapkan sistem tanam padi konvensional yang terbagi dalam 6 kelompok petani. Dalam penelitian ini akan di ambil 3 kelompok sebagai sampel dengan jumlah petani konvensional sebanyak 120 orang petani yang akan diambil sebanyak 30 orang petani dan petani jajar legowo sebanyak 30 orang petani akan di ambil seluruhnya sebagai sampel dengan menggunakan teknik sensus.

Tabel 3.Daftar Anggota Kelompok Petani di Desa Sidoagung

Sumber data Primer kelompok petani Sidoagung

Berdasarkan data pada table 3, dari ke 6 kelompok petani yang ada di Desa Sidoagung, kelompok yang akan diambil sebagai sampel adalah sebanyak 3 kelompok yaitu Sumber Makmur, Tri Makmur, dan Sido Kumpul. Ketiga kelompok tani tersebut dipilih sebagai sampel karena memiliki jumlah anggota lebih banyak dibandingkan kelompok tani lainnya yang ada di Desa Sidoagung.

No Kelompok Tani Jumlah

Anggota

Petani aktif

Konvensional Jajar legowo

1 Makmur Baru 52 20 10 10

2 Sido Maju 79 32 22 10

3 Sumber Makmur 228 47 37 10

4 Tani Makmur 26 18 8 10

5 Tri Makmur 131 33 23 10

6 Sido Kumpul 105 30 20 10


(46)

Tabel 4. Kelompok tani yang tergabung dalam kelompok Sumber Makmur, Tri Makmur, Sido Kumpul di Desa Sidoagunng

No Kelompok Tani Jumlah Responden Konvensional Jajar Legowo

1 Sumber Makmur 47 37 10

2 Tri Makmur 33 23 10

3 Sido Kumpul 30 20 10

Jumlah 110 80 30

Dari total jumlah responden merupakan petani aktif yang tergabung dalam kelompok tani Sumber Makmur, Tri Makmur dan Sido Kumpul di Desa Sidoagung. Petani yang menerapkan sistem tanam padi konvensional dari jumlah total responden adalah 80 petani akan diambil sebanyak 30 orang petani dengan

cara teknik random sampling. Sedangkan pada sistem tanam padi jajar legowo

dengan responden yang berjumlah sebanyak 30 orang petani akan diambil seluruhnya dengan cara teknik sensus.

B. Teknik Pengambilan Data

Dalam penelitian ini ada dua data yang digunakan untuk mendukung kelengkapan data yaitu:

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara secara langsung terhadap responden berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disediakan sebelumnya. Kuisioner tersebut berisi profil responden, biaya (investasi dan operasional), hasil produksi, harga output, luas lahan/jumlah lahan, peralatan, tenaga kerja dan lain-lain.


(47)

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara mencatat data dari literature suatu instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian antara lain, meliputi keadaan wilayah penelitian, peta daerah, batas administrasi, keadaan penduduk, jumlah penduduk, keadaan pertanian dan perekonomian serta hal-hal yang terkait dengan penelitian.

C. Asumsi

1. Keadaan tanah, iklim dan topografi di Desa Sidoagung dianggap sama.

2. Hasil produksi padi dijual seluruhnya oleh petani.

3. Hasil panen padi dijual langsung dilahan secara tebasan.

4. Petani Sidoagung dianggap rasional dan berorientasi untuk memaksimalkan

pendapatan.

D. Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini hanya dilakukan terhadap petani yang menerapkan sistem

tanam padi jajar legowo dan sistem tanam padi konvensional pada musim kemarau bulan November sampai dengan Februari tahun 2015.

2. Harga input dan output dihitung berdasarkan tingkat harga yang berlaku di

Desa Sidoagung.

3. Tingkat suku bunga tabungan yang digunakan dalam analisis adalah tingkat


(48)

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini peneliti mengemukakan definisi operasional dan pengukuran variable untuk menghindari kesalahan dan ketidak jelasan.

1. Sistem tanam padi Jajar Legowo dan sistem tanam padi Konvensional

merupakan kegiatan usaha tani yang dimulai dari penyebaran benih sampai dengan panen.

2. Benih adalah bibit padi yang akan dikelola dan dibesarkan di lahan sawah

dinyatakan dengan satuan Kilogram (Kg).

3. Luas lahan / jumlah lahan / besaran lahan yang digunakan petani untuk

mengelola padi dengan sistem tanam jajar legowo dan konvensional yang dinyatakan dalam satuan meter persegi (m²).

4. Pestisida merupakan obat – obatan yang digunakan dalam usahatani dalam

satu musim tanam diukur dalam satuan kilogram (kg) dan milliliter (ml).

5. Pupuk adalah salah satu faktor yang dibutuhkan oleh tanaman padi baik

jajar legowo maupun konvensional agar mampu tumbuh optimal dan mempunyai nilai tambah. Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik, phonska dan urea yang dinyatakan dengan satuan Kilogram (Kg).

6. Produksi merupakan jumlah total hasil panen padi baik jajar legowo

maupun konvensional yang dihasilkan petani pada lahan dengan luasan tertentu dalam satu musim, dinyatakan dengan satuan kilogram (Kg).

7. Harga jual produk adalah harga yang diterima petani pada saat menjual hasil

panen padi sistem tanam jajar legowo dan konvensional untuk setiap kilogram, dinyatakan dengan satuan rupiah setiap kilogram (Rp/Kg).


(49)

8. Biaya usaha adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam usahatani padi sistem tanam jajar legowo dan konvensional. Biaya ini meliputi biaya implisit dan eksplisit yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

9. Biaya implisit adalah biaya yang tidak secara nyata dikeluarkan selama

proses produksi pengelolaan lahan padi seperti tenaga kerja dalam keluarga, bunga modal sendiri dan sewa lahan sendiri yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

10. Biaya ekplisit adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan

(sungguh-sungguh dikeluarkan) selama proses produksi padi jajar legowo dan konvensional seperti biaya upah tenaga kerja luar keluarga, pembelian pupuk, pengadaan benih dan obat-obatan yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

11. Penerimaan adalah produk yang dihasilkan dari produksi padi dikalikan

dengan harga jual yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

12. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya (biaya

ekplisit) yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

13. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya total (biaya

ekplisit dan implisit) dan dinyatakan dalam rupiah (Rp).

14. Kelayakan adalah kriteria untuk mengukur apakah usahatani tersebut layak

diusahakan atau tidak layak diusahakan dengan melihat nilai-nilai dari produktivitas tenaga kerja, produktivitas modal, produktivitas lahan dan R/C.


(50)

15. Produktivitas adalah ratio dari apa yang dihasilkan (output) terhadap seluruh apa yang digunakan (input) untuk memperoleh hasil tersebut.

16. Revenue Cost Ratio (R/C) adalah perbandingan antara penerimaan total dengan total biaya.

17. Produktivitas tenaga kerja adalah perbandingan antara total penerimaan

dikurangi semua biaya kecuali biaya tenaga kerja dalam keluarga dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang terlibat dalam suatu usaha yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

18. Produktivitas modal adalah perbandingan antara pendapatan dikurangi biaya

implisit selain bunga modal sendiri dengan jumlah total biaya eksplisit yang dinyatakan dalam persen (%).

19. Produktivitas lahan adalah perbandingan antara pendapatan dikurangi biaya

implisit selain sewa lahan milik sendiri dengan luas lahan yang digunakan untuk melakukan usahatani yang dinyatakan dalam rupiah per meter persegi (Rp/m²).

F. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data menggunakan teknik analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif untuk menggambarkan keadaan dan kondisi penerapan sistem tanam padi jajar legowo dan konvensional sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui biaya, penerimaan, pendapatan, keuntungan dan kelayakan usaha.


(51)

1. Total Biaya

Biaya total adalah penjumlahan antara biaya implisit dengan biaya eksplisit, dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :

TC = TEC + TIC

Keterangan : TC :Total Cost (Biaya total)

TEC :Total Explicyt Cost (Biaya eksplisit total)

TIC :Total Implicit Cost (Biaya implisit total)

Biaya penyusutan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

DC =� −�

Keterangan :

DC : Biaya Penyusutan

NB : Nilai Beli

NS : Nilai Sisa

U : Umur

2. Tingkat penerimaan

Untuk menghitung tingkat penerimaan yang diterima oleh petani dalam satu kali musim tanam, dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :

TR = Py. Y Keterangan :

TR : Penerimaan Total ( Total Reveneu)

Py : Harga Jual Output

Y : Produksi atau output

3. Tingkat pendapatan

Untuk menghitung tingkat pendapatan yang diperoleh petani dalam satu kali musim tanam dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut :

NR = TR – TEC (eksplisit) Keterangan :

NR : Pendapatan (Net Return)


(52)

TR : Penerimaan Total (Total Revenue)

4. Tingkat keuntungan

Untuk menghitung besarnya keuntungan dari usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan sistem tanam padi konvensional dapat digunakan dengan rumus sebagai berikut :

π

= TR – TC (Eksplisit + Implisit)

Keterangan :

π

= Keuntungan

TR = Total Revenue (penerimaan)

TEC = Total eksplisit cost (biaya total eksplisit)

TIC = Total implisit cost( biaya total implisit)

TC = Total Cost (Total biaya)

Keterangan : a) Bila

π

> 0 berarti usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan

sistem tanam padi konvensional menguntungkan dan bisa terus

dikembangkan, b) Bila

π

= 0 berarti usahatani sistem tanam padi

jajar legowo dan konvensional tidak untung dan tidak rugi, c) Bila

π

< 0 maka usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan

konvensional tidak menguntungkan (rugi).

5. Analisis Kelayakan

Untuk mengetahui kelayakan dalam usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan sistem tanam padi konvensional dapat digunakan dengan rumus sebagai berikut:

a. Reveneu Cost Ratio (R/C)

Untuk menghitung R/C maka dirumuskan sebagai berikut: RC =


(53)

Keterangan: R/C = Revenue Cost Ratio

TR = Total Revenue (Total Penerimaan)

TEC = Total Explicyt Cost (Biaya eksplisit total)

TIC = Total Implicyt Cost (Biaya implisit total)

Ketentuan : Jika R/C > 1 maka sistem tanam padi jajar legowo dan konvensional layak diusahakan, jika R/C < 1 maka sistem tanam padi tidak layak diusahakan.

b. Produktivitas lahan dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

− ��� − � �

� � �

Keterangan : NR = Net Revenue (Pendapatan)

Ketentuan : Jika produktivitas lahan lebih besar dari sewa lahan sendiri, maka usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan sistem tanam padi konvensional tersebut layak diusahakan dan apabila produktivitas lahan kurang dari sewa lahan sendiri, maka usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan sistem tanam padi konvensional tersebut tidak layak diusahakan.

c. Produktivitas tenaga kerja dapat diketahui dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

– �� �� � � � − �� � �� �

� �

Keterangan : NR : Net Return (Pendapatan)

HKO : Hari Kerja Orang


(54)

Ketentuan : Jika produktivitas tenaga kerja lebih besar dari upah minimum regional (UMR), maka usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan sistem tanam padi konvensional tersebut layak diusahakan dan apabila produktivitas tenaga kerja lebih kecil dari upah minimum regional (UMR), maka usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan sistem tanam padi konvensional tersebut tidak layak diusahakan.

d. Produktivitas modal dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

− � �� � � − ���

� %

Keterangan : NR : Net Revenue (Pendapatan)

TEC :Total Explicyt Cost (Biaya eksplisit total)

TKDK : Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Ketentuan : Jika produktivitas modal lebih tinggi dari tingkat bunga modal, maka usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan sistem tanam padi konvensional tersebut layak diusahakan dan apabila produktivitas modal lebih kecil dari tingkat bunga tabungan maka usahatani sistem tanam padi jajar legowo dan sistem tanam padi konvensional tersebut tidak layak diusahakan.


(55)

43

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Umum Daerah

Desa Sidoagung secara administratif termasuk dalam Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Sidoagung terletak 0,5 Km dari Pusat Pemerintahan Kecamatan Godean, 15 Km jarak dari Ibu Kota Kabupaten Sleman dan 12 Km jarak dari Ibu Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Desa Sidoagung memiliki luas wilayah sebesar 381.4145 ha meliputi luas area Pemukiman sebesar 105.8355 ha, Persawahan sebesar 140.5285 ha, Perkebunan sebesar 115.0550 ha, serta luas prasarana umum sebesar 199.955 ha. Dibawah ini merupakan batas-batas wilayah Desa Sidoagung yaitu sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Margoluwih

b. Sebelah Selatan : Desa Sidomulyo

c. Sebelah Timur : Desa Sidokarto

d. Sebelah Barat : Desa Sidoluhur

Desa Sidoagung terbagi menjadi 8 Pedukuhan yaitu Pedukuhan Senuko, Pedukuhan Sentul Geneng, Pedukuhan Gentingan, Pedukuhan Jetis, Pedukuhan Juwah, Pedukuhan Kramen, Pedukuha Bendungan dan Pedukuhan Genitem.

B. Keadaan Penduduk

Berdasarkan data monografi Desa Sidoagung tahun 2014, secara keseluruhan jumlah penduduk di Desa Sidoagung adalah 8.149 jiwa yang terdiri


(56)

dari 3.926 jiwa laki-laki dan 4.223 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2248 kepala keluarga.

1. Struktur Penduduk Menurut Usia

Struktur penduduk menurut usia digunakan untuk mengetahui jumlah usia produktif dan non produktif pada suatu daerah yang berpengaruh pada perkembangan pembangunan dan kemajuan pada suatu daerah tertentu.

Struktur penduduk menurut usia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu usia penduduk dikatakan produktif yaitu antara 15-65 tahun, sedangkan 0-14 tahun belum produktif, dan usia diatas 65 tahun adalah usia yang tidak produktif. Komposisi penduduk menurut usia di Desa Sidoagung dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Usia di Desa Sidoagung Tahun 2015

Umur (Tahun) Jumlah Jiwa Persentase (%)

0 - 14 tahun 15 - 65 tahun

>65 tahun

2350 5386 413

29 66

5

Jumlah 8149 100

Sumber : Monografi Desa Sidoagung Tahun 2015

Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang berusia produktif lebih besar dari jumlah penduduk yang belum dan tidak produktif. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap perkembangan pertanian di Desa Sidoagung dengan ketersediaan tenaga kerja yang diperlukan dalam usahatani maupun luar usahatani. Penduduk dengan usia produktif akan mudah dalam menerima teknologi baru sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga.


(57)

Dari data diatas maka dapat dihitung besarnya angka ketergantungan dari penduduk usia non produktif terhadap penduduk usia produktif yang disebut dengan BDR (Burden Dependency Ratio) yaitu :

BDR

=

� �ℎ �� �

� �ℎ �� �

x

=

x 100% = 51,30 %

Dari perhitungan diatas maka diperoleh BDR sebesar 51,30 %, maka dapat dikatakan bahwa setiap 100 orang usia produktif menanggung sebanyak 51 orang usia non produktif. Semakin kecil beban ketergantungan, maka kesejahteraan masyarakat akan lebih baik.

2. Struktur Penduduk Menurut Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu ukuran untuk kualitas penduduk. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan semakin baik kualitas SDM di wilayah tersebut. Namun ukuran ini masih harus ditambah dengan etos kerja dan

ketrampilan baik hard skill maupun soft skill. Beberapa pelaku usaha menyatakan

bahwa yang dibutuhkan tidak saja ketrampilan tetapi juga kepribadian, karena ketrampilan bisa ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan. Tingkat pendidikan di Desa Sidoagung dapat dilihat pada tabel 5.


(58)

Tabel 6. Struktur Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sidoagung Tahun 2015

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

TK Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA D1

S1 - S2

75 1475 766 1940 144 173 1.6 32.3 16.8 42.4 3.1 3.8

Jumlah 4573 100

Sumber : Monografi Desa Sidoagung Tahun 2015

Tabel 6 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Desa Sidoagung sudah mengenyam pendidikan dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada jumlah penduduk yang sudah tamat SMA sebanyak 1940 jiwa atau 42,4% dan perguruan tinggi seperti D1, S1 dan S2 sebanyak 317 jiwa atau 6,9%, maka dapat dikatakan tingkat pendidikan penduduk di Desa Sidoagung sudah cukup tinggi serta dengan adanya potensi tersebut diharapkan mampu memberi dampak yang positif terhadap perkembangan dan kemajuan di Desa Sidoagung.

3. Struktur Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Struktur penduduk menurut mata pencaharian adalah penduduk yang dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan pekerjaan atau mata pencahariannya, seperti petani, buruh tani, pengusaha besar atau sedang, pengrajin atau industri kecil, buruh industri, buruh bangunan, buruh pertambangan, buruh perkebunan, pedagang, pengangkutan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI, pensiunan baik pegawai negeri maupun ABRI, peternak, dan lain-lain. Mata pencaharian merupakan usaha yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.


(1)

41

petani konvensional adalah 173 % sementara bunga pinjaman kas kelompok sebesar 4 % dalam sekali produksi (4 bulan).

Dari hasil tersebut usahatani baik sistem tanam padi jajar legowo maupun sistem tanam padi konvensional dilihat dari produktivitas modal sama-sama layak untuk diusahakan. Akan tetapi nilai produktivitas modal dari usahatani sistem tanam padi konvensional lebih besar daripada nilai produktivitas modal usahatani sistem tanam padi jajar legowo dengan selisih nilai sebesar 64 % sehingga usahatani padi dengan sistem tanam konvensional lebih layak untuk diusahakan.


(2)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Studi Komparatif Usahatani Antara Sistem Tanam Padi Jajar Legowo dan Sistem Tanam Padi Konvensional Di Desa Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam usahatani sistem tanam padi jajar legowo rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani adalah Rp 3.816.080 dengan peneriman rata-rata yang diperoleh petani sebesar Rp 6.629.863, jumlah pendapatan rata-rata Rp 3.954.527 serta keuntungan rata-rata yang diterima oleh petani jajar legowo adalah sebesar Rp 2.813.783 selama sekali produksi (4 bulan). Sedangkan rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani konvensional adalah Rp 3.104.803 dengan penerimaan rata-rata yang diperoleh Rp 6.364.583, jumlah pendapatan rata-rata Rp 4.439.821 serta keuntungan rata-rata yang diperoleh petani konvensional adalah sebesar Rp 3.259.780 selama sekali produksi (4 bulan). Dari data tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani padi konvensional lebih menguntungkan.

2. Jika dilihat dari hasil produksi padi, sistem tanam jajar legowo lebih besar dibandingkan sistem tanam padi konvensional yaitu rata-rata produksi padi jajar legowo adalah 1473 kg/2500 m2 sedangkan sistem tanam padi konvensional adalah 1414 kg/2500 m2. Akan tetapi jumlah biaya yang dikeluarkan oleh petani jajar legowo lebih besar dibandingkan jumlah biaya


(3)

43

yang dikeluarkan oleh petani konvensional sehingga berpengaruh pada besarnya pendapatan dan keuntungan.

3. Jika dilihat dari segi kelayakan R/C, produktivitas lahan, produktivitas modal, dan produktivitas tenaga kerja usahatani padi konvensional lebih layak untuk diusahakan.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan, usahatani sistem tanam padi konvensional memiliki tingkat pendapatan dan keuntungan yang lebih besar dibandingkan usahatani sistem tanam padi jajar legowo. Hal tersebut bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para petani di Desa Sidoagung Kecamatan Godean Kabupaten Sleman dalam memilih usahatani padi yang mampu menghasilkan produksi padi yang tinggi serta memperoleh keuntungan secara maksimal dengan tingkat pengeluaran biaya yang rendah. Jika dilihat dari tingkat produksinya pada sistem tanam padi jajar legowo kedepannya perlu adanya pengembangan dan upaya dalam menekan besarnya biaya yang keluar sehingga akan berpengaruh pada besarnya pendapatan dan keuntungan yang diterima oleh petani.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, dkk. Sistem Tanam dan Umur Bibit Pada Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Varietas Inpari 13. Jurnal Produksi Tanaman Vol.1 No.2. Universitas Brawijaya

Badan Pusat Statistik Provinsi DIY. 2015. Peningkatan Produksi padi tahun 2014-2015 di Kabupaten Sleman. http://www.bps.go.id/. Diakses pada 23 September 2015

Badan Litbang Pertanian. 2007. Petunjuk Teknis Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Departemen Pertanian. Jakarta. Endah, dkk. 2002. Membuat Tanaman Buah Kombinasi. Agro Media Pustaka,

Jakarta.

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gliessman, S.R. 2007. Agroecology: The Ecology of Sustainable Food System. Second Edition. CRC Press. New York.

Keraf, A. S. 2002. Etika lingkungan. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.

Khumaidi, M. 1997. Beras Sebagai Pangan Pokok Utama Bangsa Indonesia, Keunikan dan Tantangannya. Dalam Orasi Ilmiah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Kurniasih, dkk. 2008. Karakteristik Perakaran Tanaman Padi Sawah IR 64 (Oryza sativa L) : Pada Umur Bibit dan Jarak Tanam yang Berbeda. Ilmu Pertanian Vol. 15 No.1,2008:15-25. Universitas Gajah Mada

Prasetiyo, Y T. 2002. Budidaya Padi Sawah TOT (Tanpa Olah Tanah). Kanisius, Yogyakarta.

Saptana, et all. 2011. Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Padi Di Provinsi Jawa Tengah. Forum Pascasarjana.Volume 34 Nomor 3 Juli 2011:173-184

Simatupang, Jones. 2006. Analisis Kelayakan Usahatani dan Tingkat Efisiensi Pencurahan Tenaga Kerja Pada Usahatani Padi Sawah. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian.Volume 4 Nomor 2 Agustus 2006: 57-62

Sudirja, Rija. 2008. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sistem Pertanian Organik. disampaikan pada acara Penyuluhan Pertanian,


(5)

45

KKNM UNPAD Desa Sawit Kec. Darangdan Kab. Purwakarta, 7 Agustus 2008.

Suratiyah, Ken. 2011. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Depok

Suriapermana S, dkk. 2000. Teknologi budidaya padi dengan cara tanam legowo pada lahan sawah irigasi. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 125-135.


(6)