DINAMIKA REKRUTMEN POLITIK CALON KEPALA DAERAH DALAM PEMILUKADA SERENTAK TAHUN 2015 (Studi Kasus Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Wonogiri)

(1)

DINAMIKA REKRUTMEN POLITIK CALON KEPALA

DAERAH DALAM PEMILUKADA SERENTAK TAHUN 2015

(Studi Kasus Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan Kabupaten Wonogiri)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1)

Disusun Oleh :

ICHWAN WIJAYANTO

20130520203

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

DINAMIKA REKRUTMEN POLITIK CALON KEPALA

DAERAH DALAM PEMILUKADA SERENTAK TAHUN 2015

(Studi Kasus Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan Kabupaten Wonogiri)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1)

Disusun Oleh :

ICHWAN WIJAYANTO

20130520203

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya buat dengan judul

“Dinamika Rekrutmen Politik Calon Kepala Daerah Dalam Pemilukada

Serentak Tahun 2015 (Studi Kasus Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Wonogiri)”. Benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun. Sepanjang saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat duplikasi, dan ada pihak yang merasa dirugikan dan menuntut, maka saya akan bertanggungjawab dan menerima segala konsekuensi yang akan menyertainya.

Yogyakarta, November 2016 Yang Membuat Pernyataan

Ichwan Wijayanto


(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan rasa hormat dan bangga, saya persembahkan skripsi ini untuk :  Kedua Orang Tuaku, Tidjan Sugiyono dan Mulyani yang selalu

mendoakan yang terbaik untukku, selalu berdoa untuk keberhasilanku menyelesaikan pendidikan dan kesuksesan dalam bidang pekerjaan. Kasih sayangnya yang sangat besar yang tidak bisa terbalaskan oleh apapun, yang sudah merawatku dari aku lahir hingga sampai seperti saat ini, terima kasih telah mengajarkan banyak hal mengenai makna kehidupan dan selalu menjadi contoh yang baik untuk anak-anaknya. Terima kasih, jasamu tidak akan pernah tergantikan oleh apapun dan siapapun.

 Kakak-kakakku, Mas Herlan dan Mbak Leni terima kasih sudah menjadi kakak yang baik. Kakak yang selalu negur saat adiknya lalai. Kakak yang selalu menasihati untuk kesuksesan adiknya.

 Nenekku, Mbok Suti, simbok terbaik yang selalu mendoakan kesuksesan kepada cucu-cucunya. Simbok yang selalu memberikan petuah dan nasihat tentang kehidupan.

 Seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan dan mendukungku.  Teman-teman SMP, SMA, dan kuliah yang selalu memberikan


(5)

v

MOTTO

 Man Jadda Wa Jada

 Hasil Tidak Akan Mengkhianati Proses

 Sing Sopo Wonge Teteken Tetekun mesti Bakal

Tetekan Tekade (Pepatah Jawa)

 Tidak Akan Ada Perjuangan Yang Sia-Sia, Selama

Kamu Masih Mau Memanjatkan Doa Kepada-NYA (Ichwan Wijayanto)


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji Allah SWT atas karunia dan

hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan-Nya pada setiap urusan hamba-Nya. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabu Besar Muhammad SAW dan para sahabatnya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini mengambil judul “Dinamika Rekrutmen Politik Calon Kepala Daerah

Dalam Pemilukada Serentak Tahun 2015” (Studi Kasus Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Wonogiri).

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (S.IP) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tentunya tidak akan terwujud tanpa adanya pihak-pihak yang membantu. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, dengan segala kerendahan hati penulis ucapakan terima kasih kepada :

1. Bapak Ali Muhammad, S.IP., MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Titin Purwaningsih selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Bapak Tunjung Sulaksono, S.IP., M.Si, selaku Dosen Pembimbing, terima kasih atas bimbingan, dorongan, waktu, pengalaman, bantuan


(7)

vii

pemikiran, dan inspirasi yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Inu Kencana Syafie, M.Si dan Bapak Awang Darumurti, S.IP., M.Si selaku Dosen Penguji Skripsi, terima kasih atas masukan yang sangat membangun bagi penulis.

5. Bapak Joko Sutopo selaku Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Wonogiri dan selaku Bupati Wonogiri, Bapak Setyo Sukarno selaku sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Wonogiri, Bapak Danar Rahmanto selaku Kandidat Calon Petahana/Indepent dari PDI Perjuangan.

6. Kedua Orang Tuaku, Tidjan Sugiyono dan Mulyani, terimakasih atas doa, bimbingan dan dukungan moril maupun materiil yang selalu kalian berikan untukku hingga saat ini, terimakasih atas jerih payah yang diberikan untuk mengasuh dan membesarkanku hingga aku menyelesaikan pendidikan Sarjana ini.

7. Kakak-kakakku, Mas Herlan dan Mbak Leni terima kasih sudah menjadi kakak yang baik. Kakak yang selalu negur saat adiknya lalai. Kakak yang selalu menasihati untuk kesuksesan adiknya.

8. Nenekku, Mbok Suti yang selalu mendoakan yang terbaik untuk cucunya.

9. Seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan dan mendukungku. 10.Teman-teman SMP dan teman-teman SMA, yang selalu memberikan


(8)

viii

11.Teman-teman Ilmu Pemerintahan 2013, seperjuangan sepermainan, Sulih Milanti, Rahma Dian Puspitasari, Akmal Soffal Hummam, dan Helina Kuncahyawati (SIRAH MUMET). Terima kasih sudah menjadi teman yang baik selama menempuh jenjang kuliah Sarjana ini. Senang bisa bertemu kalian, terimkasih telah memberiakan kesan yang membahagiakan selama bersama kalian.

12.Teman-Teman IMAGIRI, Nimas, Ulfa, Hary, Mas Muhsin, Mas Ilham, Mas Ruda, Mas Beny, Mas Rahmat, Asri, Adin, Ikhsan dan lainnya yang tentunya tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas kerjasama dan waktu kalian selama di Jogja. 13.Teman-Teman KOS SUYATNO, Lalu Alfin, Kuniadi, Wahyu, Adi,

Mas Adit, Rifky, Adit, Bayu, Yusup, Angger, Bryan, Hendro, Mas Veri Widodo. Terimakasih sudah menjadi teman sekaligus keluarga yang baik selama menempuh jenjang Sarjana.

14.Teman-Teman KKN 76, Bagus, Kenedi, Ryan Gery, Rony, Habibi, Fathurahman, Luthfi, Iema, Adibah, Atika, Binti, Elvan, Talitha, Yunita. Terima kasih sudah menjadi teman sekaligus keluarga yang baik selama menempuh jenjang Sarjana.

15.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikan skripsi ini.


(9)

ix

Penulis menyadari, sebagai manusia yang tidak luput dari kekurangan dan keterbatasan, skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran akan diterima dengan lapang dada untuk perbaikan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis pribadi maupun pembaca.

Yogyakarta, November 2016 Penulis


(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

SINOPSIS ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Kerangka Dasar Teori ... 10

1. Partai Politik ... 10

2. Rekrutmen Politik ... 15

3. Pemilukada Serentak ... 26

F. DEFINISI KONSEPSIONAL ... 32

1. Partai Politik ... 32

2. Rekrutmen Politik ... 32

3. Pemilukada Serentak ... 33

G. DEFINISI OPERASIONAL ... 33

H. METODE PENELITIAN ... 36

1. Jenis Penelitian ... 37

2. Lokasi Penelitian ... 38

3. Unit Analisa ... 38

4. Data dan Sumber Data ... 39


(11)

xi

6. Teknik Analisa Data ... 41

I. Sistematika Penulisan Skripsi ... 42

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 44

A. Profil Kabupaten Wonogiri ... 44

B. Profil PDI-Perjuangan ... 50

C. Profil Kandidat Calon Bupati PDI Perjuangan ... 67

D. Visi dan Misi Joko Sutopo (Kandidat Calon Bupati Wonogiri PDI Perjuangan) ... 69

BAB III PEMBAHASAN ... 72

A. Penominasian Kandidat ... 80

B. Penyeleksi Kandidat ... 90

C. Kandidat diseleksi ... 95

D. Kandidat diputuskan... 98

BAB IV PENUTUP ... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118


(12)

xii

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1.1 Kandidat yang dapat dinominasikan ... 21

2. Tabel 1.2 Metode penyeleksian kandidat ... 22

3. Tabel 1.3 Sektor kandidat diseleksi ... 22

4. Tabel 1.4 Kandidat diputuskan ... 23

5. Tabel 1.5 Tabel Definisi Konsepsional dan Definisi Operasional ... 34

6. Tabel 2.1 Luas daerah kabupaten Wonogiri menurut kecamatan ... 45

7. Tabel 2.2 Jumlah penduduk kebupaten Wonogiri tahun 2013-2014 .... 46

8. Tabel 2.3 Data penduduk berdasarkan tamatan pendidikan ... 48

9. Tabel 2.4 Data wilayah dan struktural PDI Perjuangan ... 53

10. Tabel 2.5 Hasil Pemilukada 2010 ... 54

11. Tabel 2.6 Hasil Pilgub 2013 ... 56

12. Tabel 2.7 Hasil Pileg 2014 ... 57

13. Tabel 2.8 Haasil Pilpres 2014 ... 58


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR


(14)

xiv

SINOPSIS

Fungsi rekrutmen politik di dalam sistem politik suatu negara diyakini memegang peranan penting karena melalui proses inilah yang akan menentukan siapa orang-orang yang akan duduk dan menjalankan fungsi-fungsi sistem politik negara melalui lembaga pemerintahan yang ada. Hal ini yang menjadi peran penting partai politik dalam melakukan fungsi rekrutmen politik, dalam melakukan rekrutmen politik sering kali ada dinamika yang timbul dari internal maupun eksternal partai politik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dinamika rekrutmen politik yang terjadi dalam internal PDI Perjuangan kabupaten Wonogiri pada pemilihan bupati tahun 2015. Ada kandidat kuat dari PDI Perjuangan yaitu kandidat petahana, namun kemudian kandidat petahana tidak mendapatkan rekomendasi dari DPP PDI Perjuangan.

Dalam proses penelitian ini penulis mengadopsi teori Rahat dan Hazan tentang empat hal penting yang dapat menunjukkan bagaimana pengorganisasian partai politik dalam rekrutmen politik (2001), dengan menggunakan pendekatan analisa deskriptif kualitatif. Dalam objek penelitian ini penulis memfokuskan pada aktifitas/proses rekrutmen politik yang dijalankan oleh DPC PDI Perjuangan kabupaten Wonogiri. Menggunakan metode wawancara pada kandidat dan pimpinan partai, observasi, studi pustaka, dan dokumentasi, kemudian diolah hingga menghasilkan data primer.

Dalam melaksanakan proses rekrutmen politik ada 3 orang yang mendaftar menjadi kandidat calon bupati Wonogiri dari PDI Perjuangan, mereka adalah Danar Rahmanto (kandidat petahana), Joko Sutopo (Ketua DPC PDI Perjuangan Wonogiri), Ir.Joko Purnomo, MH. Dalam proses rekrutmen DPC PDI Perjuangan kabupaten Wonogiri hanya patuh terhadap aturan yang sudah ditentukan pusat (DPP). Penyeleksiaan calon juga dilaksanakan di pusat dan dengan orang-orang yang sudah ditugaskan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai. Dalam pengambilan keputusan siapa yang akan mendapatkan rekomendasi menjadi kewenangan penuh pusat, Dewan Pimpinan Pusat mengadakan musyawarah internal partai untuk kemudian menentukan siapa yang akan mendapatkan rekomendasi.

Joko Sutopo adalah nama yang mendapatkan rekomendasi dari pusat. Karena beliau telah mengikuti semua proses rekrutmen, selain itu beliau juga memiliki beberapa keunggulan yang memang tidak dimiliki kandidat lain. DPC PDI Perjuangan kabupaten Wonogiri seharusnya melakukan pengumuman secara menyeluruh supaya masyarakat Wonogiri mengetahui bahwa PDI Perjuangan membuka pendaftaran calon bupati, supaya lebih transparan dan juga sebagai pendidikan politik untuk masyarakat Wonogiri secara luas. Pada saat pelembagaan panitia rekrutmen politik perlu melibatkan orang di luar partai, supaya netralitas dalam rekrutmen politik selalu terjaga.


(15)

(16)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

DINAMIKA REKRUTMEN POLITIK CALON KEPALA DAERAH DALAM PEMILUKADA SERENTAK TAHUN 2015

(Studi Kasus Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Wonogiri)

Oleh :

ICHWAN WIJAYANTO 20130520203

Telah dipertahankan dan disahkan di depan tim penguji

Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pada :

Hari : Jum’at, 9 Desember 2016 Tempat : Ruang Sidang Skripsi

Program Studi Ilmu Pemerintahan Pukul : 09.00 WIB

SUSUNAN TIM PENNGUJI

KETUA

Tunjung Sulaksono, S.IP., M.Si

Penguji I Penguji II

Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si Awang Darumurti, S.IP., M.Si

Mengetahui

KETUA PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


(17)

SINOPSIS

Fungsi rekrutmen politik di dalam sistem politik suatu negara diyakini memegang peranan penting karena melalui proses inilah yang akan menentukan siapa orang-orang yang akan duduk dan menjalankan fungsi-fungsi sistem politik negara melalui lembaga pemerintahan yang ada. Hal ini yang menjadi peran penting partai politik dalam melakukan fungsi rekrutmen politik, dalam melakukan rekrutmen politik sering kali ada dinamika yang timbul dari internal maupun eksternal partai politik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dinamika rekrutmen politik yang terjadi dalam internal PDI Perjuangan kabupaten Wonogiri pada pemilihan bupati tahun 2015. Ada kandidat kuat dari PDI Perjuangan yaitu kandidat petahana, namun kemudian kandidat petahana tidak mendapatkan rekomendasi dari DPP PDI Perjuangan.

Dalam proses penelitian ini penulis mengadopsi teori Rahat dan Hazan tentang empat hal penting yang dapat menunjukkan bagaimana pengorganisasian partai politik dalam rekrutmen politik (2001), dengan menggunakan pendekatan analisa deskriptif kualitatif. Dalam objek penelitian ini penulis memfokuskan pada aktifitas/proses rekrutmen politik yang dijalankan oleh DPC PDI Perjuangan kabupaten Wonogiri. Menggunakan metode wawancara pada kandidat dan pimpinan partai, observasi, studi pustaka, dan dokumentasi, kemudian diolah hingga menghasilkan data primer untuk kemudian dituliskan menjadi sebuah data penelitian.

Dalam melaksanakan proses rekrutmen politik ada 3 orang yang mendaftar menjadi kandidat calon bupati Wonogiri dari PDI Perjuangan, mereka adalah Danar Rahmanto (kandidat petahana), Joko Sutopo (Ketua DPC PDI Perjuangan Wonogiri), Ir.Joko Purnomo, MH. Dalam proses rekrutmen DPC PDI Perjuangan kabupaten Wonogiri hanya patuh terhadap aturan yang sudah ditentukan pusat (DPP). Penyeleksiaan calon juga dilaksanakan di pusat dan dengan orang-orang yang sudah ditugaskan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai. Dalam pengambilan keputusan siapa yang akan mendapatkan rekomendasi menjadi kewenangan penuh pusat, Dewan Pimpinan Pusat mengadakan musyawarah internal partai untuk kemudian menentukan siapa yang akan mendapatkan rekomendasi.

Joko Sutopo adalah nama yang mendapatkan rekomendasi dari pusat. Karena beliau telah mengikuti semua proses rekrutmen, selain itu beliau juga memiliki beberapa keunggulan yang memang tidak dimiliki kandidat lain. DPC PDI Perjuangan kabupaten Wonogiri seharusnya melakukan pengumuman secara menyeluruh supaya masyarakat Wonogiri mengetahui bahwa PDI Perjuangan membuka pendaftaran calon bupati, supaya lebih transparan dan juga sebagai pendidikan politik untuk masyarakat Wonogiri secara luas. Pada saat pelembagaan panitia rekrutmen politik perlu melibatkan orang di luar partai, supaya netralitas dalam rekrutmen politik selalu terjaga.


(18)

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemilihan Umum Kepala Daerah baik Bupati/Walikota maupun Gubernur merupakan pesta rakyat yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat pada secara umum. Pemilukada menjadi ajang untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada para calon pemimpin daerah. Semangat pemilihan kepala daerah langsung adalah memberikan ruang yang luas bagi partisipasi politik masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan di daerah masing-masing, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya (Donni Edwin, 2005).

Tidak hanya itu saja, pemilihan kepala daerah secara langsung sudah diamanatkan dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat 3 yang berbunyi Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Dan juga dijelaskan dalam pasal yang sama ayat 4, Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. Pemilukada secara langsung juga pelajaran demokrasi di bidang politik untuk masyarakat Indonesia. Dari pembelajaran politik tersebut diharapkan muncul kader calon pemimpin bangsa.


(20)

2

Pemilukada langsung dirasa masih banyak kekurangan khususnya terkait borosnya anggaran. Maka untuk menghemat anggaran, sejak tahun 2015 muncul kebijakan baru yaitu dilaksanakannya Pemilukada secara serentak. Sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, pada tanggal 9 Desember 2015. Sejak dipublikasikan dari 11 Agustus 2015 melalui situs berita sindonews.com, Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) tahun 2015 diproklamir sebagai sejarah baru karena dilaksanakan secara serentak di Indonesia. Dari proses yang telah berlangsung sejak 26 Juli 2015, terdapat 852 pasangan calon yang resmi mendaftar. Pemilukada serentak diikuti oleh 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota. Sehingga total daerah yang akan berlaga di pemilukada serentak sebanyak 269 daerah. Berdasarkan keterangan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik, pasangan calon yang mendaftar ada 852 pasangan calon. Terdiri dari 21 pasangan calon untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 714 untuk pemilihn bupati dan wakil bupati, serta 117 pasangan calon untuk pemilihan walikota dan wakil walikota (Ramadhany, 2016).

Pemilukada dapat diikuti setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk menjadi calon kepala daerah. Sesuai dengan Undang Undang No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota ada 2 mekanisme atau cara untuk menjadi calon kepala daerah. Yang pertama yaitu dengan melalui atau diusung partai politik, dan yang kedua adalah mencalonkan/ mendaftarkan diri perseorangan atau yang biasa disebut


(21)

3

independent. Di dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan dalam pasal 1 ayat

4 yang berbunyi Calon Gubernur adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang mendaftar atau didaftarkan di Komisi Pemilihan Umum Provinsi. Dijelaskan juga dalam ayat 5 bahwa Calon Bupati dan Calon Walikota adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang mendaftar atau didaftarkan di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.

Partai politik merupakan elemen yang sangat penting dibutuhkan oleh suatu negara, karena partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara (Budiardjo, 2008). Di negara Indonesia partai relatif dapat menjalankan fungsinya sesuai harkatnya pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingan di hadapan penguasa (Budiardjo, 2008).

Salah satu fungsi partai politik adalah fungsi rekrutmen. Fungsi rekrutmen berkaitan erat dengan masalah kepemimpinan, (Budiardjo, 2008) baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan sulit menentukan pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpinan nasional.


(22)

4

Salah satu peserta pemilukada serentak pada tahun 2015 adalah kabupaten Wonogiri. Perpolitikan di Kabupaten Wonogiri pada saat pemilukada tahun 2015 masih terpengaruh situsi Pilpres tahun 2014. Artinya masih adanya pengaruh Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Pada waktu itu Koalisi Indonesia Hebat Kabupaten Wonogiri yang beranggotakan PDIP dan Partai Nasdem mengusung Joko Sutopo dan Edy Santoso sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Wonogiri. Joko Sutopo sendiri adalah kader PDIP, sedangkan Edy Santoso merupakan kader partai Golkar. Sedangkan Koalisi Merah Putih yang pada waktu itu tanpa Golkar, artinya KMP-Non Golkar. KMP-Non Golkar mengusung Hamid Noor Hasyim dan Wawan Setya Nugraha. Hamid adalah anggota DPR RI dari fraksi PKS, dan Wawan Setya Nugraha dulunya pernah menjadi kader PDIP.

Dinamika politik kerap kali menghadirkan pergulatan yang cukup menguras energi baik para politisi yang terlibat langsung maupun pihak-pihak yang tidak secara langsung terlibat di dalamnya. Tidak hanya masyarakat secara personal, institusi kemasyarakatan (organisasi) yang bergerak di luar politik juga terkena dampaknya. Menjelang pemilihan umum (pemilu), persaingan antar partai politik (parpol) menarik simpati dan dukungan suara semakin kuat. Janji- janji politik melalui penyampaian visi dan misi pembangunan negara ditawarkan secara transparan. Ideologi partai juga terpampang dalam platform yang menunjukkan orientasi politik dan corak massa yang akan diminta dukungan suaranya. (Latif, 2011) Di dalam proses rekrutmen politik terkadang ada dinamika baik dalam internal maupun


(23)

5

eksternal partai. Dinamika rekrutmen dalam perpolitikan merupakan hal yang biasa terjadi, karena adanya faktor hal yang melatarbelakangi hal tersebut.

Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu lumbung suara PDI-Perjuangan di Provinsi Jawa Tengah. Sehingga PDI-PDI-Perjuangan menjadi

“kendaraan” politik yang menjanjikan untuk diperebutkan elit politik di

Kabupaten Wonogiri. Dalam proses rekrutmen yang dilaksanakan PDI-Perjuangan terpilih satu nama yang akan dicalonkan PDI-PDI-Perjuangan. Dari dua nama yang menjadi kandidat calon Bupati Wonogiri dan dua nama yang menjadi kandidat calon Wakil Bupati Wonogiri, kemudian Joko Sutopo yang terpilih dari PDI-Perjuangan untuk menjadi Calon Bupati Wonogiri. Dalam proses rekrutmen poitik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yaitu pada proses rekrutmen calon Bupati Kabupaten Wonogiri tahun 2015 pastinya ada dinamika yang terjadi di dalamnya. Terpilihnya Joko Sutopo menjadi calon Bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan tentunya ada dinamika di dalam proses pencalonan beliau.

Salah satu kandidat terberat calon Bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan saat itu adalah calon dari petahana (incumbent). Yaitu Danar Rahmanto, beliau adalah mantan Bupati pada periode sebelumnya dan baru menjabat satu kali periode. Namun kemudian Joko Sutopo bisa terpilih menjadi calon Bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan mengalahkan Danar Rahmanto yang merupakan kandidat calon petahana.

Dalam kebiasaan yang terjadi di tubuh PDIP, partai yang berlambang kepala banteng ini mengusung calon kepala daerah dalam dua periode. Artinya


(24)

6

partai ini biasanya mengusung kembali calon petahana (incumbent) yang baru menjabat selama satu periode. Hal ini terbukti dalam pemilukada serentak tahun 2015, pengurus PDIP Jawa Tengah mengeluarkan rekomendasi kepada 21 pasangan calon di 21 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Dari 21 daerah yang menggelar Pilkada, PDIP mengusung calon berstatus petahana sebanyak delapan orang untuk delapan daerah di Jawa Tegah (kota Semarang, Sukoharjo, Boyolali, kota Magelang, Pemalang, kota Surakarta, kabupaten Semarang, Kendal). Selain itu, wakil bupati yang dijagokan menjadi calon bupati sebanyak lima orang untuk lima daerah di Jawa Tengah (Blora, kota Pekalongan, Klaten, Wonosobo, Purbalingga) (Dikutip dari Budi Purwanto dalam https://m.tempo.co/, pada 1 Oktober 2016 jam 07.38 WIB). Namun hal tersebut tidak berlaku di kabupaten Wonogiri, calon petahana yang baru menjabat satu periode gagal mendapatkan rekomendasi kembali dari PDIP.

Adapun mengapa penulis memilih objek PDI-Perjuangan di Kabupaten Wonogiri sebagai objek penelitian dalam skripsi ini adalah karena terpilihnya Joko Sutopo sebagai calon Bupati dari PDI-Perjuangan mengalahkan kandidat yang lain. Padahal di dalam pencalonan tersebut ada kandidat yang tidak kalah kuat, yaitu dari kandidat petahana (incumbent). Namun kemudian Joko Sutopo yang terpilih sebagai calon Bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan, mengalahkan kandidat petahana (incumbent) yang merupakan kandidat terkuat di dalam pencalonanan sebagai calon Bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan.

Apa yang melatarbelakangi sehingga petahana (incumbent) tidak diusung kembali menjadi calon Bupati petahana Kabupaten Wonogiri oleh


(25)

PDI-7

Perjuangan. PDI-Perjuangan bukan satu satunya partai yang ada di Kabupaten Wonogiri, lalu mengapa calon petahana (incumbent) tidak mencalonkan

dengan “kendaraan” partai lain atau bahkan dengan pencalonan independent.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah ada hubungannya dengan

besarnya “uang kapal” yang dikeluarkan suatu calon untuk menggunakan

kendaran politik PDI-Perjuangan dalam pencalonan Bupati Wonogiri.

Hal tersebut menurut penulis sangat unik untuk sejarah perpolitikan di Indonesia khususnya di Kabupaten Wonogiri. Seorang calon Bupati Petahana

(incumbent) gagal meraih rekomendasi untuk mencalonkan kembali sebagai

calon Bupati Wonogiri. Seperti berita yang dilansir oleh www.infowonogiri.com, bahwa sejarah baru terjadi di ranah politik nasional khususnya di Kabupaten Wonogiri. Seorang Bupati petahana (incumbent) gagal meraih rekomendasi dari partainya untuk mencalonkan kembali sebagai Calon Bupati. Hal ini terjadi dalam rekrutmen/pendaftaran bakal Calon Bupati-Wakil Bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan. Bakal Calon Bupati petahana yaitu H. Danar Rahmanti tidak mendapatkan rekomendasi dari PDI-Perjuangan. Beliau kalah dengan pesaingnya yaitu Joko Sutopo yang merupakan Ketua DPC PDI-Perjuangan Kabupaten Wonogiri (Dikutip dari tulisan Baguss dalam www.infowonogiri.com, pada 1 Oktober 2016 jam 08.23 WIB)

Maka dari itu penulis ingin mengetahui proses serta latar belakang yang mendasari PDI-Perjuangan kemudian menentukan Joko Sutopo sebagai calon Bupati Wonogiri. Apakah memang proses rekrutmen yang dilaksanakan


(26)

PDI-8

Perjuangan dilaksanakan secara transparan serta melibatkan semua kader PDI-Perjuangan di Kabupaten Wonogiri. Ataukah ada campur tangan dari elit politik PDI-Perjuangan di tingkat yang lebih tinggi. Walaupun keputusan akhir siapa yang akan ditunjuk untuk menjadi calon Bupati tetap di tangan Mega Wati Sukarno Putri sebagai ketua umum PDI-Perjuangan.

B. Rumusan Masalah

Mengacu dari latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana proses seleksi kandidat calon bupati oleh PDI Perjuangan dalam pemilukada serentak tahun 2015 sehingga ditunjuk Joko Sutopo menjadi kandidat Bupati Wonogiri oleh PDI Perjuangan?

2. Bagaimana penentuan penyeleksi yang dilakukan PDI Perjuangan dalam pemilukada serentak tahun 2015 di kabupaten Wonogiri?

3. Bagaimana PDI Perjuangan menentukan kandidat calon kepala daerah dalam pemilukada serentak tahun 2015 di kabupaten Wonogiri (sentralistik/desentralistik)?

4. Bagaimana prosedur pemutusan kandidat calon bupati yang dilakukan PDI Perjuangan dalam pemilukada serentak tahun 2015 di kabupaten Wonogiri?


(27)

9

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian,penelitian ini memiliki tujuan :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses seleksi kandidat calon bupati oleh PDI Perjuangan dalam pemilukada serentak tahun 2015 sehingga ditunjuk Joko Sutopo menjadi kandidat Bupati Wonogiri oleh PDI Perjuangan. 2. Untuk mengetahui bagaimana pola seleksi yang dilakukan PDI Perjuangan

dalam pemilukada serentak tahun 2015 di kabupaten Wonogiri.

3. Untuk mengetahui bagaimana PDI Perjuangan menentukan kandidat calon kepala daerah dalam pemilukada serentak tahun 2015 di kabupaten Wonogiri (sentralistik/desentralistik).

4. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pemutusan kandidat calon bupati yang dilakukan PDI Perjuangan dalam pemilukada serentak tahun 2015 di kabupaten Wonogiri.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis :

Untuk memperdalam ilmu dan pengetahuan tentang partai politik, politik di daerah, serta dinamika yang terjadi dalam perpolitikan lokal.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan sumbangan pengetahuan bagi para pembaca/masyarakat terkait dinamika rekrutmen politik PDI Perjuangan dalam pemilukada Kabupaten Wonogiri tahun 2015.


(28)

10

b. Sebagai bahan evaluasi dalam proses rekrutmen bagi Partai Politik khususnya PDI Perjuangan di Kabupaten Wonogiri.

c. Kepada pemerhati, hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan atau pertimbangan dalam pendidikan politik bagi mahasiswa atau masyarakat luas.

E. Kerangka Dasar Teori

Menurut Snelbecker (1974) dalam (Moleong, 2005) teori sebagai seperangkat proposisi yang berinteraksi secara sintaksi (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan dengan lainnya dengan data atas dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Berdasarkan konsep tersebut dapat disebutkan kerangka dasar teori sebagaiberikut:

1. Partai Politik

Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik yang demokratis. Sebagai suatu organisasi, parpol secara ideal dimaksudkan untuk memobilisasi dan mengaktifkan rakyat, mengatur perbedaan pendapat yang saling bersilang, mewakili kepentingan tertentu, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara absah dan damai. (Amal, 1996) Di dalam negara demokrasi peran partai politik sangat pentig karena lembaga inilah yang nantinya melakukan fungsi-fungsi kontrol terhadap pemerintahan melalui wakil-wakilnya yang duduk di lembaga legislatif. Partai politik juga berfungsi


(29)

11

melakukan pendidikan politik kepada warga negara supaya dapat ambil bagian dalam kehidupan berdemokrasi.

Menurut Undang-Undang nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik dalam pasal 1 disebutkan bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kekuasaan (biasanya dengan cara-cara konstitusionil) untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka (Budiardjo, 2008).

Selain itu ada berbagai definisi lain tentang partai politik. Ada beberapa ahli yang memberikan konsep partai politik yang berbeda-beda, namun memiliki elemen-elemen yang hampir sama. Dibawah ini disampaikan beberapa definisi mengenai partai politik :

Carl J. Friedrich (1967) dalam (Syafiie, 2012) : “Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir yang stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan pemerintahan bagi pimpinan partai dan berdasarkan penguasaan ini memberikan manfaat bagi anggota partainya, baik idealisme maupun kekayaan material serta perkembangan

lainnya” (A political party is a group of human beings, stably organized


(30)

12

of a government, with the further objective of giving to member of the

party, trough such control ideal andmaterial benefits and advantages).

Roger Soltau (1961) dalam (Syafiie, 2012) : “Partai politik adalah sekelompok warga negara terorganisir yang bertindak sebagai kesatuan politik dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum

mereka sendiri” (A group of citizens more or lesorganized, who act as a

political unit and who, by the use of their voting power, aim to control

the government and carry out their general policies).

Sigmund Neumann (1963) dalam (Syafiie, 2012) : “Partai politik merupakan organisasi dari aktivistas politik yang berusaha untuk menguasai pemerintahan dengan merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai

pandangan yang berbeda” (A political party is thearticulate organization of society’s active political agents, those who are concerned with the control of governmental power and who compete for popular support

withanother group or groups hlding divergent views).

Partai politik adalah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum dan, melalui pemilihan umum itu, mampu mendapatkan calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik (A party is any political group that present at elections, and is capable of placing through elections

candidates for public office) (Budiardjo, 2008).

Menurut Robert Huckshom (1984) dalam (Crotty, 2014) partai politik adalah sebuah kelompok otonom warga negara yang mempunyai tujuan ikut dalam pencalonan dan bersaing di pemilihan umum dengan harapan untuk mendapatkan kontrol atas kekuasaan pemerintahan melalui penguasaan jabatan publik dan organisasi pemerintahan. Bagi Huckshom memiliki partai politik adalah sederhana: partai adalah sarana yang diperlukan untuk memenangi pemilu dan memimpin pemerintahan. Partai politik merupakan bentuk dari organisasi modern yang mempunyai manajemen pengelolaan yang terstruktur guna memaksimalkan fungsinya, secara umum hal yang membedakan antara partai politik dengan organisasi lainnya seperti kelompok kepentingan (intenrs group) dan kelompok penekan (pressure group) adalah partai politik perhatiannya adalah pada saat pemilu, mereka sepenuh waktu berkomitmen pada aktivitas politik,


(31)

13

mobilisasi massa dalam jumlah yang sangat besar, memiliki waktu hidup yang lebih lama, serta mereka menyediakan diri sebagai simbol politik (Suyoto, 2016).

Selain itu partai politik dibentuk untuk mempengaruhi jalannya pemerintahan dengan mengajukan calon-calon untuk jabatan publik, sementara kelompok kepentingan dan kelompok penekan lebih memilih cara persuasi dan propaganda dalam usahanya mempengaruhi pemerintah. Jika dilihat dari fungsinya partai politik mempunyai ciri tersendiri dibandingkan dengan organisasi lainnya terutama dalam hal komunikasi politik, konsolidasi politik, rekrutmen politik, dan sebagai sarana pengatur konflik. Fungsi-fungsi tersebutlah yang menjadi ciri khas partai politik dan yang membedakannya dengan organisasi-organisasi lainnya (Suyoto, 2016).

Menurut Dalton dan Watteberg (Pamungkas, 2012) partai politik sebagai organisasi (parties as organization) memiliki empat fungsi :

a. Rekrutmen kepemimpinan politik dan mencari pejabat pemerintahan. Fungsi ini sering disebut sebagai salah satu fungsi paling mendasar dari partai politik. Pada fungsi ini, partai politik aktif mencari, meneliti, dan mendesain kandidat yang akan bersaing dalam pemilu. Desain rekrutmen kemudian menjadi aspek penting yang harus dipikirkan partai untuk menjalankan fungsi ini. Kualifikasi siapa yang akan diseleksi, siapa yang akan menyeleksi, diarena mana kandidat di seleksi, dan siapa yang memutuskan nominasi; serta sejauh mana


(32)

14

derajat demokrasi dan desentralisasi adalah pertanyaan-pertanyaan kunci dalam desain seleksi kandidat.

b. Pelatihan elit politik

Dalam fungsi ini, partai politik melakukan pelatihan dan pembekalan terhadap elit yang prospektif untuk mengisi jabatan-jabatan politik. Berbagai materi pelatihan dapat meliputi pemahaman tentang proses demokrasi, norma-norma demokrasi, dan prinsip-prinsip partai, serta berbagai persoalan strategis yang dihadapi oleh bangsa dan pilihan-pilihan kebijakannya. Fungsi ini dipercaya menjadi bagian vital kesuksesan kerja-kerja dari sistem demokrasi.

c. Pengartikulasian kepentingan politik

Kaum fungsionalis struktural menempatkan fungsi ini sebagai fungsi kunci dari partai politik. Pada fungsi ini, partai politik menyuarakan kepentingan-kepentingan pendukungnya melalui pilihan posisi dalam berbagai isu politik dengan mengekspresikan pandangan pendukungnya dalam proses pemerintahan. Dalam konteks ini, partai politik tidak jauh berbeda dengan kelompok kepentingan khusus yang juga mengartikulasikan kepentingan politik. Meskipun demikian, sentralitas partai politik adalah penstrukturan fungsi tersebut dalam kampanye politik, pengkontrolan debat legislatif, dan pengarahan langsung tindakan politisi untuk merepresentasikan kepentingan pendukungnya.


(33)

15

d. Pengagregasian kepentingan politik

Fungsi ini membedakan partai dengan kelompok kepentingan, yaitu partai melakukan artikulasi dan agregasi kepentingan sedangkan kelompok kepentingan terbatas pada artikulasi kepentingan. Fungsi agregasi kepentingan menunjuk pada aktivitas partai untuk menggabungkan dan menyeleksi tuntutan kepentingan dari berbagai kelompok sosial ke dalam alternatif-alternatif kebijakan atau program pemerintahan.

Di dalam sebuah negara demokrasi peranan partai politik dalam menjalankan fungsi rekrutmen politik sangatlah penting/vital. Peran ini adalah pada proses pergantian pemimpin yang dilakukan secara demokratis melalui sebuah penyelenggaraan pemilihan umum, sehingga peran partai politik dalam menjalankan fungsi rekrutmen politik sangatlah penting. Dari fungsi rekrutmen ini akan terpilih orang-orang yang berbakat sehingga nantinya dapat aktif dalam kegiatan politik. Rekrutmen ini seharusnya tidak hanya mencari orang untuk dijadikan kader partainya, namun juga harus menjadi kader yang militan dan bisa diandalkan partai. Sehingga perlu dilakukan latihan (training) serta latihan kepemimpinan untuk mereka. Karena merekalah yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan di dalam partai tersebut.

2. Rekrutmen Politik

a. Devinisi Rekrutmen Politik

Menurut Czudnowski dalam (Pamungkas, 2012) rekrutmen politik adalah proses dimana individu dilibatkan dalam peran-peran politik aktif.


(34)

16

Rekrutmen politik sering kali dipertukarkan dalam makna yang sama dengan seleksi kandidat (kandidasi), rekrutmen legislatif serta eksekutif. Bagi yang membedakan, rekrutmen politik didevinisikan sebagai bagaimana potensial kandidat ditarik untuk bersaing dalam jabatan publik, sedangkan seleksi kandidat adalah proses bagaimana kandidat dipilih dari kumpulan kandidat potensial; sementara itu rekrutmen legislatif bicara tentang bagaimana kandidat yang dinominasikan partai terpilih menjadi pejabat publik.

Rekrutmen politik adalah proses seleksi atau perekrutan anggota baru untuk melanjutkan estafet kepemimpinan atau kepengurusan kelompok dalam mengisi jabatan-jabatan politik. Setiap sistem politik memiliki prosedur rekrutmen yang berbeda. Dari proses rekrutmen tersebut seharusnya partai politik dapat menghasilkan kader-kader politik yang berkualitas serta dapat diandalkan masyarakat. Dari proses rekrutmen ini diharapkan partai politik dapat menyediakan atau membentuk kader-kader yang berkualitas untuk duduk melanjutkan estafet kepemimpinan di dalam internal partai maupun di lembaga legislatif serta lembaga eksekutif.

Rekrutmen politik merupakan fungsi yang sangat penting bagi partai politik. Schattschneider menyatakan jika partai politik gagal melakukan fungsi ini maka ia berhenti menjadi partai politik. Fungsi rekrutmen politik ini menjadi fungsi eksklusif partai politik dan tidak mungkin ditinggalkan oleh partai politik. Ia menjadi monopoli dan fungsi abadi partai politik. Pengorganisasian masyarakat diluar partai politik tidak menjalankan fungsi


(35)

17

rekrutmen politik, karenanya fungsi ini sekaligus menunjukkan pembedaan paling nyata antara partai politik dan bukan partai politik (Pamungkas, 2012).

Menurut Gallagher dalam (Pamungkas, 2012) rekrutmen politik

merupakan sebuah “kebun rahasia politik” yang menyimpan banyak misteri dan belum banyak yang terungkap. Oleh karena itu, pembacaan yang teliti terhadap fenomena rekrutmen politik dapat menjelaskan banyak hal dari dinamika politik partai. Pertama, rekrutmen politik dapat menunjukkan lokus dari kekuasaan partai politik yang sesungguhnya. Apakah kekuasaa partai politik bersifat oligarkis atau bersifat menyebar. Dengan kata lain, kekuasaan terkonsentrasi di pimpinan dan elit partai atau tersebar ke dalam struktur hierarki partai, lembaga-lembaga partai, faksi-faksi internal partai sampai pada

anggota partai. Schattschneider menyatakan bahwa ‘siapa yang menentukan

rekrutmen politik maka ia adalah the owner of the party.

Kedua, rekrutmen politik dapat menggambarkan perjuangan kekuasaan internal partai politik. Perjuangan faksi-faksi politik di dalam partai akan sangat nampak dalam rekrutmen politik. Rekrutmen politik menjadi pertaruhan eksistensi individu dan faksi-faksi politik di partai, dan secara bersamaan menjadi pintu masuk yang penting untuk dapat mengakses kekuasaan di arena yang lebih luas. Rekrutmen politik menjadi pertaruhan survavilitas politik individu dan faksi-faksi dalam partai. Keseluruhan pertarungan dalam rekrutmen politik dapat digunakan untuk melihat bagaimana sesungguhnya distribusi kekuasaan di dalam partai terjadi.


(36)

18

Ketiga, rekrutmen politik dapat menunjukkan politik representasi yang berusaha dihadirkan oleh partai politik. Individu-individu yang direkrut oleh partai pada hakekatnya mereprentasikan kolektivitas entitas tertentu seperti demografis, geografis, sex, ideologis dan sebagainya. Rekrutmen politik dapat menunjukkan bagaimana politik representasi dalam partai dilakukan.

Keempat, menurut Bottomore (2006) rekrutmen politik menggambarkan bagaimana sirkulasi elit terjadi. Meminjam analisis Pareto tentang sirkulasi elit, kita dapat mengetahui apakah sirkulasi elit mengacu pada proses dimana individu-individu berputar di antara elit dan non-elit, atau mengacu pada proses dimana elit satu digantikan oleh elit yang lain.

Kelima, pasca rekrutmen politik, rekrutmen politik menjadi penentu wajah partai di ruang publik. Siapa mereka, darimana asalnya, apa ideologinya, bagaimana pengalaman politiknya, dan bagaimana kapasitas politiknya akan menjadi petunjuk awal wajah politik partai di ruang publik. Wajah partai di ruang publik sangat tergantung pada bagaimana rekrutmen politik dilakukan oleh partai politik.

Setiap sistem politik mempunyai prosedur-prosedur untuk rekrutmen dan seleksi para pejabat administrasi dan politik. Di negara-negara demokratik Eropa seperti Inggris, Jerman, dan Perancis mekanisme rekrutmen politik dilakukan secara terbuka namun sangat ketat dalam menempatkan calon-calon pejabat politik di parlemen maupun kabinet. Setiap individu yang ingin dicalonkan menjadi anggota parlemen atau kabinet diwajibkan melalui mekanisme magang yang cukup lama dengan menjadi anggota partai.


(37)

19

Mekanisme magang ini dimaksudkan agar orang tersebut mengalami proses pematangan politik yang cukup. Individu tersebut juga harus memilliki kapabilitas dan citra yang positif selama berkarir di bidang politik (Cipto, 1996).

Proses rekrutmen politik di negara-negara berkembang seperti di Indonesia ini sangat berbeda dengan proses atau prosedur rekrutmen yang dilaksanakan di negara-negara demokratik Eropa. Karena proses rekrutmen di dalam sistem politik tidak dirumuskan secara formal. Sehingga proses rekrutmen yang dijalankan oleh suatu parpol terkesan sangat tertutup belum bisa berjalan secara terbuka atau transparan. Ini berakibat pemilihan kader-kader partai tersebut menjadi tidak obyektif. Peran masyarakat dalam mengontrol proses jalannya seleksi yang dilakukan suatu partai politik sangat tidak terlihat, karena memang masyarakat tidak memiliki akses bahkan tidak dilibatkan dalam proses rekrutmen tersebut.

Padahal ketentuan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Partai Politik No. 2 tahun 2011 pada Pasal 29 ayat (2) tentang Rekrutmen Politik yang berbunyi rekrutmen dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan. Kader-kader yang dimiliki partai tersebut terkesan karbitan, sehingga menghasilkan pemimpin yang kurang berkualitas karena tidak melalui proses penjenjangan serta pematangan yang cukup. Bahkan tidak jarang terjadi individu yang diusung atau dicalonkan suatu partai politik adalah bukan kader partai tersebut. Partai tidak melihat kualitas politik serta jiwa kepemimpinan yang dimiliki individu tersebut,


(38)

20

namun hanya bermodalkan eksistensi untuk menunjang suara yang diperoleh partai.

b. Proses Rekrutmen Politik

Menurut Czudnowski (Pamungkas, 2012) rekrutmen politik adalah proses dimana individu atau kelompok-kelompok individu dilibatkan dalam peran-peran politik aktif. Rekrutmen politik sering kali dipertukarkan dalam makna yang sama dengan seleksi kandidat (kandidasi), dan rekrutmen legislatif serta eksekutif. Bagi yang membedakan, rekrutmen politik didevinisikan sebagai bagaimana potensial kandidat ditarik untuk bersaing dalam jabatan publik sedangkan seleksi kandidat adalah proses bagaimana kandidat dipilih dari kumpulan kandidat potensial; sementara itu rekrutmen legislatif bicara tentang bagaimana kandidat yang dinominasikan partai terpilih menjadi pejabat publik (Pamungkas, 2012).

Menurut Norris (Pamungkas, 2012) terdapat tiga tahap dalam rekrutmen politik, yaitu sertifikasi, penominasian, dan tahap pemilu. Tahap sertifikasi adalah tahap pendefinisian kriteria yang dapat masuk dalam kandidasi. Berbagai hal yang mempengaruhi tahap sertifikasi meliputi aturan-atuuran pemilihan, aturan-aturan partai, dan norma-norma sosial informal. Tahap penominasian meliputi ketersediaan (supply) calon yang memenuhi syarat dan permintaan (demand) dari penyeleksi ketika memutuskan siapa yang didominasikan. Sementara itu tahap pemilu adalah tahap terakhir yang menentukan siapa yang memenangkan pemilu. Norris menggambarkan bahwa masing-masing tahap dapat dilihat sebagai permainan progresif tangga nada


(39)

21

musik: banyak yang memenuhi syarat, sedikit yang didominasikan dan sangat sedikit yang sukses.

Gambar 1.1

Tahap-Tahap Rekrutmen Politik

Sumber : Norris, dalam Katz and Crotty (Pamungkas, 2012)

Perlakuan partai politik terhadap keseluruhan tahap-tahap rekrutmen politik sangat berhubungan dengan bagaimana partai politik mengorganisasikan diri. Menurut Rahat dan Hazan (Pamungkas, 2012) terdapat 4 (empat) hal penting yang dapat menunjukkan bagaimana pengorganisasian partai politik dalam rekrutmen politik, yaitu :

1. Siapa kandidat yang dapat dinominasikan (Candidacy)? 2. Siapa yang menyeleksi (Selectorate)?

Tahap Sertifikasi Tahap Penominasian Tahap Pemilu

Persyaratan legal untuk dapat mencalonkan Sistem Pemilu dan hukum Norma-norma informal dan nilai-nilai budaya Prosedur Nominasi kandidat dalam masing-masing partai Kumpulan kandidat yang dinominasikan Permintaan oleh penyeleksi partai Ketersediaan kandidat yang memenuhi syarat Permintaan oleh pemilih Anggota terpilih Kandidat independen tanpa penominasian partai apapun

Permintaan oleh media massa, pendukung finansial, pembackup lainnya


(40)

22

3. Dimana kandidat diseleksi? 4. Bagaimana kandidat diputuskan?

Perlakuan terhadap keempat hal tersebut melahirkan model pengelolaan partai antara pola-model inklusif vs ekslusif, sentralistik vs desentralistik, demokratis vs otoriter, dan titik tengah diantara ekstrimitas-ekstrimitas tersebut. Terkait siapa yang dapat dinominasikan dalam rekrutmen politik dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat inklusifitas atau ekslusifitas. Dalam model inklusif, setiap pemilih dapat menjadi kandidat partai. Pembatasannya hanya regulasi yang ditetapkan negara. Sementara itu pada model, ekslusif terdapat sejumlah kondisi yang membatasi hak pemilih untuk dapat ikut serta dalam seleksi kandidat. Partai politik memberikan sejumlah persyaratan tambahan diluar yang ditentukan negara. Regulasi negara biasanya meletakkan persyaratan-persyaratan dasar bagi individu yang boleh menominasikan diri, diantaranya adalah persyaratan usia, kewarganegaraan, tempat tinggal, kualifikasi literasi, batas deposit uang, jumlah dukungan, dan sebagainya.

Tabel 1.1

Kandidat Yang Dapat Didominasikan

Kandidat Model

Semua Warga Negara Inklusif Anggota Partai + Syarat Tambahan Eksklusif

Lalu siapakah yang menjadi penyeleksi(The Selectorate)? Penyeleksi adalah lembaga yang menyeleksi kandidat. Yang disebut lembaga ini berupa satu orang, beberapa atau banyak orang, sampai pada pemilih. Menurut Rahat


(41)

23

dan Hazan (Pamungkas, 2012), penyeleksi dapat diklasifikasikan dalam sebuah kontinum, sama seperti kontinum kandisasi, berdasarkan tingkat inklusifitas dan eklusifitas. Pada titik ekstrim, penyeleksi adalah sangat inklusif, yaitu pemilih yang memiliki hak memilih dalam pemilu. Dalam ekstrim yang lain, yaitu selektor sangat eklusif dimana kandidasi ditentukan oleh pimpinan partai.

Tabel 1.2

Metode Penyeleksian Kandidat

Penyeleksi Model

Pemilih Inklusif

Pimpinan Partai Eksklusif

Sementara itu pengorganisasian rekrutmen untuk menunjukkan dimana kandidat seleksi, secara ringkas terdapat dua metode yang dilakukan partai politik dalam menentukan dimana kandidat akan diseleksi. Pertama metode sentralistik adalah kandidat diseleksi secara eksklusif oleh penyeleksi partai pada tingkat nasional tanpa prosedur yang mengikutinya, seperti representasi teritorial atau fungsional. Metode kedua adalah kandidat diseleksi secara eksklusif oleh penyeleksi partai lokal atau kelompok sosial intra partai atau kelompok-kelompok seksional.

Tabel 1.3

Sektor Kandidat Diseleksi

Metode Model

Terpusat Sentralistik Lokal Desentralisasi


(42)

24

Desentralisasi teritorial adalah penyeleksi lokal menominasikan kandidat partai yang diantaranya dilakukan oleh pimpinan lokal, komite dari cabang sebuah partai, semua anggota atau pemilih di sebuah distrik pemilihan. Desentralisasi fungsional adalah seleksi kandidat dilakukan oleh korporasi yang kemudian memberikan jaminan representasi untuk representasi kelompok-kelompok dagang, perempuan, minoritas, dan sebagainya.

Dalam memahami seleksi kandidat yang berpengaruh terhadap bagaimana kandidat dinominasikan, Rahat dan Hazan dalam (Pamungkas, 2012) menyebutkan dua model konfrontatif, yaitu : pertama model pemilihan dan model penunjukan. Dalam sistem pemilihan, penominasian kandidat adalah melalui pemilihan diantaranya penyeleksi. Pada sistem murni, semua kandidat diseleksi melalui prosedur pemilihan tanpa seorang penyeleksipun dapat mengubah daftar komposisi metode ini dapat disebut sebagai metode demokrasi. Sementara dalam sistem penunjukan, penentuan kandidat tanpa menggunakan pemilihan. Dalam sistem penunjukan murni, kandidat ditunjuk tanpa membutuhkan persetujuan oleh agensi partai yang lain kecuali penominasian oleh partai atau pemimpin partai yang bisa disebut dengan metode otoriter.

Tabel 1.4 Kandidat Diputuskan

Metode Model

Demokratis Pemilihan Otoriter Penunjukan


(43)

25

Didasarkan pada peran yang akan mereka mainkan dalam organisasi serta harapan yang mereka inginkan, terdapat dua tipe aktifis partai yang dihasilkan dalam proses seleksi kandidat, yaitu tipe aktivis partai profesional (pragmatis) dan tipe aktivis partai amatur (amateur). Tipe yang pertama, pekerja partai yang loyal utamanya ditunjukkan pada partai itu sendiri dan gaya bekerjanya adalah pragmatis. Mereka adalah pendukung partai reguler yang mendukung partainya baik dalam situasi baik maupun dalam situasi buruk. Tipe kedua adalah amatur, mereka sangat berorientasi pada isu dan dimotivasi oleh ensentif bertujuan yang melihat aktivis partai hanya salah satu alat mencapai tujuan politik yang penting. (Pamungkas, 2012)

Menurut Harshey dalam (Pamungkas, 2012) partai politik dengan aktivis amatur akan memiliki perilaku yang berbeda dengan partai yang dinominasi aktivis partai profesional. Aktivis amatur digambarkan menjadi partai poltik yang bergerak dengan isu-isu dan prinsip tertentu, bagi mereka isu adalah tujuan dan partai adalah alat pencapai tujuan. Loyalitas aktivis amatur kepada partai berbanding lurus dengan komitmen partai terhadap isu-isu strategis. Mereka kurang dapat membuat kompromi dengan posisi mereka memenangkan pemilu. Kedepan tipe amatur akan muncul secara aktif memainkan peran partisipatif di dalam organisasi partai dengan perhatian pada isu-isu top partai sebagai agenda dan ketika mereka memimpin partai mereka sering membawa angin perubahan yang kuat baik dalam urusan internal maupun dalam sistem politik yang ada.


(44)

26

Sedangkan pada tipe profesional atau pragmatis tujuan mereka adalah sukses dalam pemilihan, posisi isu dan kandidat adalah alat untuk mencapai tujuan itu. Mereka mempercayai bahwa memenangkan pemilu adalah dengan jalan memainkan isu dan memoderasi posisi atau menominasikan kandidat yang populer tetapi bukan dengan memainkan isu yang utama. Pada titik ini pimpinan partai kemudian harus menemukan keseimbangan antara pemerintah dengan aktifis partai yang tumbuh dengan orientasi isu, aktivis purist, dan kolega pragmatis mereka. (Pamungkas, 2012)

3. Pemilukada Serentak

Sejak disahkannya UU No. 22 tahun 1999 yang diganti dengan UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah maka pola kekuasaan otoriter berubah menjadi lebih demokratis. Dan untuk mengimplementasikan UU tentang pemerintah daerah tersebut, pemerintah juga mengeluarkan PP Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Salah satu hal penting dikeluarkannya UU dan PP tersebut adalah pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

Disebutkan dalam Pasal 56 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 “Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”.

Pemilihan umum kepala daerah secara langsung sudah diamanatkan dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat 3 yang berbunyi Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan


(45)

27

umum. Dan juga dijelaskan dalam pasal yang sama ayat 4, Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. Hal tersebut yang menjadi landasan bagi berlakunya pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

Dilihat dari sudut demokrasi prosedural Schumpetarian dalam (Lay, 2007), pemilukada Langsung telah berhasil mencapai tujuan-tujuan dasarnya, yakni pertama menghasilkan pemimpin daerah melalui sebuah mekanisme pemilihan yang demokratis – bebas, adil, dan tidak ada kekerasan. Kedua, dilihat dari sudut pandang kepentingan adanya rotasi kepemimpinan lokal secara reguler, pemilukada langsung merupakan kelanjutan dari praktek pemilihan sebelumnya, tetapi sekaligus telah meletakkan dasar baru bagi sebuah mekanisme pertukaran elit secara reguler. Ketiga, pemilukada langsung telah meletakkan fondasi baru bagi berlangsungnya proses pendidikan politik warga secara lebih luas.

Menurut Archon dan Erik Olin Wright dalam (Lay, 2007), pemilukada langsung merupakan bagian mendasar dari proses pendalaman demokrasi dapat dimaknai sebagai proses ganda yang berlangsung di sisi negara dan di sisi masyarakat. Dari sis negara, deepening democracy adalah pengembangan 3 hal, pertama, pelembagaan mekanisme (institutional design) penciptaan kepercayaan semua aktor politik di daerah yakni masyarakat sipil, masyarakat politik (partai politik), termasuk state apparatutes (birokrasi, alat keamanan negara). Kedua, penguatan kapasitas administratif-teknokratif pemerintah daerah yang mengiringi pelembagaan yang telah diciptakan. Ketiga,


(46)

28

pemilukada langsung telah memaksa terjadinya pelunakan watak koersi (yang diungkapkan melalui penekanan pada fungsi pengaturan dan pengendalian) negara di tingkat lokal ke arah watak lebih lunak melalui penekanan baru pada fungsi distributif dan pelayanan publik negara).

Hal tersebut tidak dapat dihindari, terutama jika pemilukada langsung dipahami dalam kerangka ekonomi sebagai proses transaksional yang mengharuskan terjadinya negosiasi berkelanjutan, bukan saja atas kebijakan, program dan proyek, serta prosedur-prosedur yang melekat di dalamnya, tetapi bahkan atas arah dan tujuan-tujuan utama yang ingin diraih bersama di arah politik lokal (Lay, 2007).

Dari beberapa permasalahan yang ada dalam pemilukada menimbulkan komentar dari berbagai pihak terkait dengan eksistensi pemilukada yang dilaksanakan secara langsung. Banyak wacana yang menyebutkan bahwa pemilukada akan dilaksanakan secara tidak langsung atau melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun ada banyak pihak yang menolak jika pemilukada dilaksanakan melalui DPRD karena berbagai pertimbangan. Hingga akhirnya muncul wacana baru yaitu dilaksanakannya pemilukada secara serentak.

Gagasan pemilukada serentak akhirnya muncul, seiring lahirnya putusan MK No. 14/ PUU-XI/2013 tentang pengujian UU No. 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terhadap UUD Negara RI tahun 1945, walaupun putusan tersebut berlaku pada tahun 2019. Artinya bahwa ketentuan UU No. 42 tahun 2008 tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang


(47)

29

menyebutkan bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Prsiden diselenggarakan setelah pemilihan untuk memilih anggota DDPR, DPD, DPRD dianggap MK bertentangan dengan konstitusi, sehigga pada Pemilu 2019 harus diselenggarakan serentak atau bersamaan dengan pemilihan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD (Rohim, 2014).

Putusan MK diatas memiliki pengaruh pada penyelenggaraan pemilihan kepala umum kepala daerah yang juga memiliki wacana untuk diselenggarakan secara serentak guna mengurangi biaya politik (political cost) serta biaya ekonomi ( economical cost) yang selama ini menjadi “senjata” pemerintah untuk mengembalikan kepada DPRD. Walaupun tingginya biaya tersebut tidak otomatis menjadi alasan untuk kemudian mengubah pemilukada dilakukan oleh DPRD kembali. Alasannya, belum ada jaminan pemilihan oleh DPRD akan mengubah secara signifikan ongkos yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pemilukada. Belum lagi bila dikaitkan dengan alasan soal kualitas dan legitimasinya (Rohim, 2014).

Istilah “Pilkada Serentak” sedikit banyak orang mengundang

ketidakpahaman bahkan tidak yang menolak sesuatu yang baru ini. Betapa tidak, pelibatan rakyat secara nasional dalam perhelatan sebuah kontestasi

politik dikenal dalam khasanah teori politik sebagai “pemilihan umum”

(general elections). Tetapi karena dalam kasus ini yang dipilih adalah Kepala

Daerah, maka secara teoritis hal itu termasuk dalam pemilihan daerah (local

elections). Tersebab karena itu, ada sejumlah orang yang kemudian


(48)

30

(pemilihan umum kepala daerah), dengan asumsi bahwa pemilihan kepala daerah itu dilaksanakan dalam bentuk pemilu. Tetapi hendak dikata, Pilkada Langsung yang dilaksanakan serentak memang cenderung pilihan politik yang sarat dengan salah kaprah (Sarman, 2015).

Menurut Brian C. Smith dan Robert Dahl dalam (Kumolo, 2015) menyebutkan bahwa local accountability, political equity, dan local

responsiveness yang menjadi pertaruhan setiap daerah. Ketiganya menjadi

tolok ukur untuk melihat sejauh mana pemerintahan daerah berjalan. Bahwa untuk memperkuat demokrasi di area lokal. Pemilukada serentak merupakan mekanisme untuk melahirkan pemerintahan daerah yang mampu menciptakan akuntabilitas di daerahnya, kesetaraan hak warga dalam berpolitik serta bagi penguatan demokrasi nasional. Kata serentak tiba-tiba menjadi sesuatu yang besar karena banyangkan saja ada 269 daerah terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten yang serentak memilih kepala daerahnya. Dan setiap warga, di hari yang sama akan memilih kepala daerahnya masing-masing. Ini membutuhkan fokus dan ketekunan yang sangat besar (Kumolo, 2015).

Salah satu alasan pelaksanaan pilkada langsung perlu dilaksanakan serentak di Indonesia adalah untuk efisiensi. Diasumsikan, dengan pilkada serentak itu maka diperkirakan akan terjadi efisiensi, karena : pertama, rakyat tidak perlu lagi membuang waktu untuk terlibat dalam banyak pemilu. Kedua, pemerintah tidak perlu menganggarkan dana untuk menyelenggarakan berbagai macam pemilu. Ketiga, pihak penyelenggara pemilu (KPU) tidak


(49)

31

perlu disibukkan dengan penyelenggara pemilu yang terlalu disibukkan dengan penyelenggara pemilu yang terlalu sering terjadi (Sarman, 2015).

Sepintas lalu kebijakan pilkada serentak itu adalah solusi dari masalah ketidakefisienan penyelenggara pemilihan kepala daerah sebelumnya. Tetapi jikalau dicermati dengan seksama, sesungguhnya ada gejala rasionalisasi yang dipaksakan. Paling tidak, ada dua hal yang menyangkut hal itu. Pertama, tidak ada jaminan bahwa dengan pilkada serentak itu niscaya akan berimbas pada tercapainya efisiensi biaya dan waktu. Kedua, apabila terjadi kasus sengketa pilkada di berbagai daerah, maka Mahkamah Konstitusi dapat menyelesaikan seluruh perkara secara tuntas dan memuaskan, padahal waktu yang disediakan untuk menyelesaikan perkara itu terkendala dengan waktu yang amat terbatas (Sarman, 2015).

Asumsi bahwa pilkada serentak akan menghasilkan efisiensi dalam hal waktu, tenaga dan biaya akhirnya seperti mereduksi dalam hal waktu, tenaga dan biaya akhirnya seperti mereduksi persoalan, bahwa seakan-akan yang lebih dipentingkan dalam perhelatan politik di ranah lokal itu adalah kelancaran prosedur dan administrasi penyelenggara. Padahal paradigma administrasi itu tidak ada hubungannya dengan prinsip demokrasi politik yang memuliakan kedaulatan rakyat. Bahkan, berawal dari persoalan administrasi, muncullah rentetan komplikasi masalah menyangkut eksistensi KPUD dan kepastian hukum para kandidat yag bertarung dalam rangka kontestasi pilkada (Sarman, 2015).


(50)

32

Dari segi hasil, Pemilukada serentak akan menciptakan pemerintahan daerah yang solid dan efektif, karena lahir dari proses yang solid dan efektif. Pemerintahan semacam ini akan menghasilkan kebijakan yang pro-rakyat. Pemerintahan daerah yang solid dan efektif bukan hanya didukung oleh kekuatan-kekuatan politik lokal melainkan juga memiliki hubungan sinergis dengan pemerintahan pusat. Otonomi daerah akan terlaksana dengan baik apabila semua elemen eksekutif, legislatif, dan partai politik, lokal dan nasional membangun komunikasi dialogis yang konstruktif dalam mekanisme chech

and balance sejalan dengan semangat demokrasi (Kumolo, 2015).

F. DEFINISI KONSEPSIONAL 1. Partai Politik

Partai politik adalah : sekumpulan atau sekelompok aktivis yang membentuk organisasi yang mempunyai kesamaan kehendak, nilai dan cita-cita serta patuh terhadap ideologi partainya untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan di dalam suatu negara.

2. Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik adalah proses seleksi atau pemilihan anggota partai politik untuk dicalonkan menjadi kandidat wakil-wakil terpilih dan bersaing memperebutkan jabatan publik di tingkat lokal, regional, maupun di tingkat nasional.


(51)

33

3. Pemilukada Serentak

Pemilukada serentak adalah pemilihan umum kepala daerah yang dilakukan secara serentak (semua daerah di Indonesia dilakukan secara bersamaan) dengan tujuan dapat menghasilkan efisiensi (biaya, waktu, dan tenaga) guna menciptakan pemerintahan daerah yang solid dan efektif untuk menghasilkan kebijakan yang pro-rakyat.

G. DEFINISI OPERASIONAL

Menurut Masri Singarimbun dan Soffyan Efendi definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel, atau dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Adapun definisi operasional rekrutmen politik dari penelitian ini meliputi :

1. Penominasian kandidat (candidacy), Kandidat yang menjadi nominasi bakal calon bupati dari PDI-Perjuangan dalam pemilihan bupati kabupaten Wonogiri tahun 2015.

a. Inklusif (setiap pemilih dapat menjadi kandidat partai)

b. Eksklusif (hak pemilih terbatas untuk ikut serta dalam seleksi kandidat anggota partai ditambah syarat tambahan)

2. Seleksi (selectorate) kandidat bakal calon bupati dari PDI-Perjuangan dalam pemilihan bupati Wonogiri tahun 2015.

a. Pemilih (inklusif, pemilih yang mempunyai hak memilih dalam pemilu)


(52)

34

b. Pimpinan partai (eksklufis, kandidasi ditentukan oleh pimpinan partai) 3. Kandidat diseleksi, dimana kandidat calon bupati dari PDI-Perjuangan

dalam pemilihan bupati kabupaten Wonogiri tahun 2015 diseleksi? a. Sentralistik (kandidat diseleksi di tingkat nasional tanpa melalui

prosedur yang mengikutinya, seperti representasi teritorial atau fungsional)

b. Desentralisasi (kandidat diseleksi oleh penyeleksi partai di daerah/lokal atau kelompok sosial intra partai atau kelompok-kelompok seksional)

4. Pengambilan keputusan kandidat terpilih yang menjadi calon bupati dari PDI-Perjuangan dalam pemilihan bupati kabupaten Wonogiri tahun 2015. a. Otoriter (penunjukkan, semua kandidat hanya ditunjuk oleh pimpinan

tanpa melalui proses seleksi)

b. Demokratis (semua kandidat diseleksi melalui proses seleksi atau prosedur yang telah ditentukan)


(53)

35

Selanjutnya definisi konsepsional dan definisi operasional penulis jabarkan dalam bentuk tabel.

Tabel 1.5

Tabel Definisi Konsepsional dan Definisi Operasional

No Definisi Konsepsional

Definisi

Operasional Indikator Wawancara

1 Rekrutmen Politik A. Kandidat B. Seleksi 1. Peserta 2. Tim Seleksi 1. Strategi

A.1.1 Siapa saja peserta yang mendaftar?

A.1.2 Apa syarat mendaftar menjadi kandidat calon bupati?

A.1.3 Apakah semua yang mendaftar menjadi kandidat adalah anggota PDI-Perjuangan? A.2.1 Apakah ada uang

pendaftaran untuk menjadi kandidat bakal calon bupati?

A.2.2 Apakah ada permintaan

“uang kapal” yang di

syaratkan partai untuk bisa lolos menjadi calon bupati?

A.2.3 Apakah ada pengaruh

besar kecilnya “uang

kapal terhadap lolos atau tidaknya seorang

kandidat bakal calon bupati?

A.2.4 Apa keuntunga PDI-Perjuangan memilih Joko Sutopo sebagai calon bupati Wonogiri? B.1.1 Apakah ada penitia

khusus yang dibentuk PDI-Perjuangan untuk seleksi calon bupati?


(54)

36

H. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan sebuah proses pencarian permasalahan dan solusi sebuah permasalahan dalam jangka waktu tertentu dengan adanya prosedur dan tata cara yang telah ditentukan. Secara umum penelitian memiliki tiga macam tujuan yaitu tujuan yang bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan (Dadang, 2011). Penelitian yang terstruktur, ilmiah serta mudah dipahami oleh pembaca harus ada desain yang sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan. Oleh karena itu dibutuhkan metodologi penelitian untuk membantu dalam proses penelitian.

B.1.2 Siapa yang membentuk panitia / tim seleksi calon bupati? C. Kandidat diseleksi D. Pengambilan keputusan 1. Tempat 2. Waktu 1. Calon kandidat terpilih 2. Penentu keputusan

C.1.1 Dimana dilaksanakan- nya proses seleksi kandidat bakal calon bupati?

C.2.1 Berapa lama proses rekrutmen kandidat calon bupati? D.1.1 Bagaimana proses

rekrutmen calon bupati dari PDI-Perjuangan D.1.2 Bagaimana kandidat

calon bupati diputuskan? D.2.1 Siapa yang menentukan

lolos tidaknya bakal calon bupati dari PDI-Perjuangan?

D.2.2 Apakah ada campur tangan dari anggota PDI-Perjuangan di tingkat/ level yang lebih tinggi?


(55)

37

1. Jenis Penelitian

Dalam menganalisis data penulis menggunakan cara deskriptif kualitatif. Menurut Sanapiah Faisal dalam (Neuman, 2000) deskriptif adalah suatu penelitian yang digunakan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai fenomena dan keadaan sosial dengan cara mendeskripsikan variabel yang berkenan dengan masalah dan unit yang diteliti. Adapun tipe dari penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sedangkan menurut Denzin dan Lincoln (1987) dalam (Moleong, 2005) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

Sedangkan yang dimaksud deskriptif kualitatif, yaitu suatu analisa data yang telah masuk untuk kemudian diadakan pengelolaan dari data tersebut sehingga akan tersusun dalam bentuk pengurutan, gambaran, dan pengklasifikasian terhadap masalah-masalah yang sedang diteliti sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan (Surachmad, 1982).

Jadi dalam penelitian ini peneliti akan melihat secara kritis proses rekrutmen calon Bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan dalam pemilukada serentak tahun 2015. Dari proses rekrutmen tersebut kemudian penulis mencoba untuk mengurutkan, menggambarkan, dan mengklasifikasikan masalah yang sedang penulis teliti. Sehingga dapat diambil kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.


(56)

38

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tiga tempat, yang pertama di kantor Bupati Wonogiri dengan narasumber kandidat terpilih dari PDI-Perjuangan yang sekaligus ketua DPC PDI-Perjuangan kabupaten Wonogiri yaitu beliau bapak Joko Sutopo. Kedua kantor DPC PDI-Perjuangan kabupaten Wonogiri dengan narasumber bapak Setyo Sukarno selaku Sekretaris Jendral DPC PDI-Perjuangan kabupaten Wonogiri. Ketiga di rumah Danar Rahmanto selaku mantan bupati Wonogiri sekaligus pihak yang terkait dalam penelitian ini. Hal ini untuk membandingkan data yang bersumber dari pihak yang memiliki peran dan data yang diperoleh dari pihak yang terkait.

3. Unit Analisa

Sesuai dengan permasalahan yang ada pada pokok pembahasan masalah dalam penelitian ini, maka penulis akan menyusun unit analisa pada pihak-pihak terkait yaitu DPC PDI Perjuangan Kabupaten Wonogiri. Alasan penulis memilih struktur partai setingkat kabupaten adalah karena pada tingkatan kabupaten inilah peran dan fungsi partai politik yang sesungguhnya dapat terlihat dengan jelas, sebab pada tingkatan inilah partai politik lebih terlihat dekat dengan masyarakat karena mereka berhadapan langsung dengan masyarakat di masing-masing daerah.

Sedangkan alasan penulis memilih Kabupaten Wonogiri sebagai lokasi penelitian karena Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu lumbung suara PDI Perjuangan di Jawa Tengah. Tentunya banyak dinamika yang terjadi dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Wonogiri.


(57)

39

4. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Adalah data yang diperoleh dari sumber pertama yang berasal dari seseorang atau instansi/institusi yang berkaitan langsung dengan penelitian. Dalam hal ini data didapatkan dari ketua DPC PDI-Perjuangan Kabupaten Wonogiri yang sekaligus merupakan kandidat terpilih untuk menjadi calon bupati dari PDI Perjuangan Kabupaten Wonogiri, dari Danar Rahmanto selaku mantan bupati Wonogiri dan sekaligus sebagai calon petahana

(incumbent) yang gagal mendapatkan rekomendasi kembali untuk menjadi

calon bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan, dari Bapak Setyo Sukarno selaku skretaris jendral DPC PDI-Perjuangan kabupaten Wonogiri.

b. Data Sekunder

Adalah data-data yang diperoleh dengan studi kepustakaan (library

research) menggunakan data yang telah tersedia berupa bahan-bahan

pustaka seperti buku-buku ilmiah, jurnal, artikel, Undang-Undang dan lain sebagainya yang dianggap relevan dengan masalah yang sedang penulis teliti.

5. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data sangat penting dalam sebuah penelitian, tujuannya adalah supaya pelaksanaan pengumpulan data dapat terarah dan


(58)

40

dapat selesai pada waktu yang telah ditentukan. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Interview/wawancara, adalah cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan informasi dengan jelas, yaitu dengan cara bertanya langsung atau wawancara kepada responden yang sudah ditentukan. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan wawancara kepada tiga informan. Yang

pertama Bapak Setyo Sukarno selaku seketaris DPC PDI-Perjuangan

kabupaten Wonogiri. Tujuan wawancara dengan yang bersangkutan adalah untuk mengetahui informasi proses rekrutmen politik DPC PDI-Perjuangan kabupaten Wonogiri untuk menentukan calon bupati yang diajukan dalam pemilihan bupati Wonogiri tahun 2015. Kedua yaitu kepada Bapak Joko Sutopo sebagai kandidat bakal calon bupati yang terpilih menjadi calon bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan. Tujuan dari wawancara dengan yang bersangkutan ini adalah untuk mendapatkan informasi terkait dengan proses rekrutmen politik yang beliau ikuti. Serta bagaimana mengetahui persaingan beliau mengalahkan calon petahana (incumbent) dalam proses rekrutmen politik calon bupati Wonogiri yang dilakukan DPC PDI-Perjuangan kabupaten Wonogiri tahun 2015. Ketiga adalah dengan Bapak Danar Rahmanto yang merupakan mantan bupati Wonogiri, dan merupakan kandidat petahana bakal calon bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan. Tujuan wawancara dengan yang bersangkutan adalah untuk mengetahui proses rekrutmen politik yang beliau ikuti. Serta mengetahui persaingan


(59)

41

beliau dengan kandidat calon bupati yang lain dalam proses rekrutmen politik calon bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan tahun 2015.

b. Dokumentasi, yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen atau arsip yang ada pada instansi atau pihak-pihak yang diteliti, sehingga dapat diperoleh suatu masukan yang berhubungan dengan masalah. Dokumen yang penulis butuhkan dalam penelitian ini diantaranya adalah dokumen yang digunakan sebagai landasan DPC PDI-Perjuangan kabupaten Wonogiri melakukan proses rekrutmen, susunan panitia rekrutmen calon bupati Wonogiri, persyaratan yang diisyaratkan panitia seleksi kepada kandidat calon bupati untuk mendaftar menjadi kandidat calon bupati Wonogiri dari PDI-Perjuangan, berita-berita yang terkait dengan pemilukada kabupaten Wonogiri tahun 2015.

6. Teknik Analisa Data

Menurut Bogdan & Biklen (1982) dalam (Moleong, 2005) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Menurut Miles dan Huberman (Huberman, 1992) langkah analisis data dalam peneltian kualitatif deskriptif terdiri dari reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan. Adapun tahap-tahap teknik analisis data yang digunakan meliputi:


(60)

42

a. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan dan mengubah data kasar yang diperoleh dari lapangan. Data kasar yang dimaksud disini adalah keterangan-keterangan atau informasi yang diuraikan informan tetapi tidak relevan dengan fokus masalah penelitian sehingga perlu direduksi.

b. Penyajian data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang telah tersusun dari hasil reduksi data. Hasil reduksi data kemudian disajikan dalam laporan yang sistematis dan mudah dibaca atau dipahami. Untuk lebih menjelaskan uraian maka dapat dibuat gambaran berupa diagram interaktif tentang fenomena yang terjadi.

c. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan melihat reduksi data dan tetap mengacu pada rumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai. Dari situ dapat diambil kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan.

I. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam penelitian ini sistematika penulisan terbagi ke dalam empat bab yakni sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka dasar teori, definisi


(61)

43

konseptual, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi

BAB II : DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Bab ini berisi tentang gambaran umum kabupaten Wonogiri, peta politik kabupaten Wonogiri pemilukada tahun 2015, profil Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, profil kandidat bakal calon bupati Wonogiri.

BAB III : PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang proses rekrutmen politik calon Bupati Wonogiri DPC PDI-Perjuangan kabupaten Wonogiri tahun 2015, keuntungan PDI-Perjuangan memilih Joko Sutopo sebagai calon bupati Wonogiri, kendala yang dialami Joko Sutopo selama satu tahun memimpin.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisis penelitian yang penulis lakukan. Serta berisi saran yang akan penulis kemukakan dalam skripsi ini.


(62)

44

BAB II

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. Profil Kabupaten Wonogiri

1. Kondisi Umum Kabupaten Wonogiri a. Geografis

Kabupaten Wonogiri memiliki luas wilayah 182.236,02 Hektar atau 5.59% dari luas wilayah Provinsi Jawa Tengah, dan secara geogarafis terletak antara 7032’ dan 8015’ Lintang Selatan (LS) dan 110041’ dan 111018’ Bujur Timur (BT) Kabupaten ini berada 32 km di sebelah selatan Kota Solo, 17 km Kabupaten Sukoharjo, 67 km Kabupaten Klaten dan berjarak 133 km Kota Semarang serta berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur di sebelah timur dan Samudera Indonesia di sebelah barat dengan batas sebagai berikut (http://www.wonogirikab.go.id) :

- Sebalah Utara :Berbatasan dengan Kabupatan Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar.

- Sebalah Timur :Berbatasan dengan Kabupaten magetan danKabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur.

- Sebalah Selatan :Berbatasan dengan Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur dan Samudra Indonesia.

- Sebelah Barat :Berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta .


(63)

45

Secara administrasi, Kabupaten Wonogiri terbagi dalam 25 kecamatan, 251 desa dan 43 kelurahan serta 2.306 dusun/lingkungan.

Topografi Kabupaten Wonogiri sebagian tanahnya berupa perbukitan, dengan ±20% bagian wilayah merupakan perbukitan kapur, terutama yang berada di wilayah selatan Wonogiri. Sebagian besar topografi tidak rata dengan kemiringan rata-rata 300, sehingga terdapat perbedaan antara kawasan yang satu dengan kawasan lainnya yang membuat kondisi sumberdaya alam yang saling berbeda. Hanya sebagian kecil wilayah yang memiliki kesuburan dan potensial untuk pertanian. Dengan topografi daerah yang tidak rata, perbedaan antara satu kawasan dengan kawasan lain membuat kondisi sumber daya alam juga saling berbeda. Di Kabupaten Wonogiri hampir sebagian besar tanahnya tidak terlalu subur untuk pertanian, berbatuan dan kering membuat penduduknya lebih banyak merantau (boro). Kabupaten Wonogiri mempunyai Waduk buatan yaitu Gajah Mungkur yang selain menjadi sumber mata pencaharian petani nelayan dan sumber irigasi persawahan juga merupakan aset wisata yang telah banyak dikunjungi oleh para wisatawan domestik.Disamping itu Kabupaten Wonogiri juga mempunyai 2 (dua) pantai yaitu Pantai Sembukan dan Pantai Nampu yang mempunyai pasir putih yang sangat tebal dan cocok untuk berwisata (http://www.wonogirikab.go.id).

Secara Klimatologi, Kabupaten Wonogiri beriklim tropis, mampunyai 2 musim yaitu penghujan dan kemarau dengan suhu rata-rata antara 240 - 320 dengan curah hujan rata 1,845 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 100 hari/tahun. Besarnya hujan potensial pertahun rata-rata-rata-rata 3.631.708.820


(64)

46

m3 dengan tingkat evaporasi sebesar 10% maka jumlah air hujan efektif di Kabupaten Wonogiri pertahun rata-rata sebesar 3.268.537.937 m3 dengan penyebaran daerah hujan yang tidak merata (http://www.wonogirikab.go.id).

Tabel 2.1

Luas Daerah Kabupaten Wonogiri Menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas (Ha) Persentase Terhadap Luas Wonogiri

1 Pracimantoro 14.214,32 7,80

2 Paranggupito 6.475,42 3,55

3 Giritontro 6.163,22 3,38

4 Giriwoyo 10.060,13 5,52

5 Batuwarno 5.165,00 2,83

6 Karangtengah 8.459, 00 4,64

7 Tirtomoyo 9.301,09 5,10

8 Nguntoronadi 8.040,52 4,41

9 Baturetno 8.910,38 4,89

10 Eromoko 12.035,86 6,60

11 Wuryantoro 7.260,77 3,98

12 Manyaran 8.164,44 4,48

13 Selogiri 5.071,98 2,75

14 Wonogiri 8.292,36 4,55

15 Ngadirojo 9.325,56 5,12

16 Sidoharjo 5.719,70 3,14

17 Jatiroto 6.277,70 3,44

18 Kismantoro 6.986, 11 3,83

19 Purwantoro 5.952,79 3,27

20 Bulukerto 4.051,85 2,22

21 Puhpelem 3.161,54 1,73

22 Slogohimo 6.414,80 3,52


(65)

47

23 Jatisrono 5.002,74 2,75

24 Jatipurno 5.546,41 3,04

25 Girimarto 6.236,68 3,42

Kabupaten Wonogiri 182.236,02 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Wonogiri, tahun 2015

Data di atas menunjukkan luas wilayah kabupaten Wonogiri. Dengan luas wilayah 182.236,02 Ha dan terdiri atas 25 kecamatan kabupaten Wonogiri menjadi kabupaten yang sangat luas. Jarak dari perbatasan yang paling jauh menuju pusat kota Wonogiri membutuhkan waktu kurang lebih dua jam dengan kendaraan bermotor. Hal ini dikarenakan jarak yang terlalu jauh dan dengan kondisi jalan yang tidak merata. Masyarakat yang berada di perbatasan tidak jarang mereka lebih memilih belanja ke kota tetangga dari pada ke pusat kota kabupaten Wonogiri, karena lebih dekat dibandingkan harus ke pusat kota kabupaten Wonogiri. Sebagai contohnya di kecamatan Purwantoro yang merupakan kecamatan di kabupaten Wonogiri yang paling timur. Masyarakat disana lebih memilih untuk belanja ke pusat kota Ponorogo karena lebih dekat dan akses jalan menuju kabupaten Ponorogo lebih bagus dibandingkan ke pusat kota kabupaten Wonogiri.

b. Demografi / Kependudukan

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk kabupaten Wonogiri Tahun 2013-2014

Kecamatan 2013 2014

1. Pracimantoro 63.231 65.423

2. Paranggupito 18.021 18.504


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Rekrutmen Partai Politik Dalam Pencalonan Pemilu Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus : Partai Golongan Karya Dewan Pimpinan Daerah Sumatera Utara)

1 59 98

PELAKSANAAN FUNGSI REKRUTMEN POLITIK PADA PARTAI POLITIK (Studi Kasus pada Rekrutmen Anggota Legislatif Periode 2004 - 2009 oleh Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Bandung)

1 8 1

Pelaksanaan Fungsi Sosialisasi Politik Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Provinsi Jawa Barat (Studi Tentang Peningkatan Pendidikan Politik Masyarakat)

1 31 177

REKRUTMEN POLITIK CALON KEPALA DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS OLEH PARTAI GOLKAR TAHUN 2012

1 40 86

REKRUTMEN CALON LEGISLATIF PEREMPUAN DALAM DEWAN PIMPINAN CABANG PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN DI KABUPATEN SEMARANG

0 23 102

DINAMIKA REKRUTMEN POLITIK CALON KEPALA DAERAH DALAM PEMILUKADA SERENTAK TAHUN 2015 (Studi Kasus Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Wonogiri)

0 4 14

MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014: Studi Kasus Dewan Pimpinan Daerah Partai NASDEM Kota Bandung.

0 1 33

REKRUTMEN CALON LEGISLATIF PEREMPUAN DALAM DEWAN PIMPINAN CABANG PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN DI KABUPATEN SEMARANG.

0 1 2

PERAN PARTAI POLITIK DALAM REKRUTMEN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) SEBAGAI PERWUJUDAN DEMOKRASI DI KABUPATEN SUKOHARJO.

0 0 15

Peran Perempuan Sebagai Anggota Partai Politik Dalam Aktivitas Komunikasi Politik (Studi Deskriptif Pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan Pimpinan Daerah Banten) - FISIP Untirta Repository

0 0 227