Rekrutmen Partai Politik Dalam Pencalonan Pemilu Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus : Partai Golongan Karya Dewan Pimpinan Daerah Sumatera Utara)

(1)

REKRUTMEN PARTAI POLITIK DALAM PENCALONAN PEMILU KEPALA

DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2013

(STUDI KASUS : PARTAI GOLONGAN KARYA DEWAN PIMPINAN DAERAH SUMATERA UTARA)

OLEH

DOAN VISCO A. PURBA 070906038

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Doan Visco Adatua Purba (070906038)

REKRUTMEN PARTAI POLITIK DALAM PENCALONAN PEMILU KEPALA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2013

(Studi Kasus : Partai Golongan Karya Dewan Pimpinan Daerah Sumatera Utara)

ABSTRAK

Penelitian ini mengenai Rekrutmen Partai Politik Dalam Pencalonan Pemilu Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis tentang keputusan partai Golkar dan apa saja yang menjadi indikator partai golkar dalam menentukan calon gubernur sumatera utara dalam pemilu kepala daerah sumatera utara 2013 yang lalu. Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian ini, karena di era demokrasi ini hanya sedikit masyarakat yang tahu bagaimana kriteria-kriteria pencalonan Kepala Daerah khususnya dari partai Golkar, mengingat partai Golkar adalah salah satu partai besar di Indonesia,

Teori yang digunakan dalam menganalisis permasalahan tersebut adalah Teori Rekrutmen Politik dan Teori Sistem Kepartaian politik. Adapun metodologi penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan Metode Library Research atau Studi Kepustakaan. Faktor Kader Partai adalah adalah faktor utama yang mempengaruhi keputusan Partai Golkar. selain itu faktor Elektabilitas calon menjadi pertimbangan kedua dari Partai Golkar


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “REKRUTMEN PARTAI POLITIK DALAM PENCALONAN PEMILU KEPALA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2013 (Studi Kasus : Partai Golongan Karya Dewan Pimpinan Daerah Sumatera Utara)”

Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan penulis terhadap proses rekrutmen partai politik dalam pencalonan Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2013. Dalam penelitan ini, peneliti tertarik untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana partai GOLKAR menentukan calon dan apa saja indikator partai GOLKAR dalam menentukan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam skripsi ini penulis mencoba meneliti dengan menggunakan dan Metode Library Research atau Studi Kepustakaan, yaitu studi yang di lakukan dengan cara melakukan pengumpulan buku-buku, makalah, jurnal, ataupun literature yang berhubungan dengan penelitian ini.Metode Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu dengan cara datang langsung ke lokasi penelitian untuk menghimpun data-data yang diperlukan.


(4)

Dengan harapan bahwa hasil penelitian ini akan lebih meningkatkan partisipasi politik Masyarakat Desa Tanjung Sari Kecamatan Batang Kuis sehingga meminimalisir perilaku tidak memilih.

Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginnya serta ucapan terima kasih:

1. Kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen S-1 Ilmu

Politik, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Kepada Bapak Drs. Tonny P.Situmorang, M.si selaku Dosen Pembimbing I, yang sudah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan penghargaan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Kepada Bapak Indra Fauzan, S.Hi, M.Soc.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang sudah banyak memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan penghargaan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

5. Kepada Bapak/Ibu Dosen Departemen Ilmu Politik S-1 Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalani perkuliahan..


(5)

6. Kepada saudari Emma Sari Dalimunthe, S.E yang telah banyak membantu penulis dalam urusan perkuliahan sampai penulisan skripsi ini selesai

7. Kepada Orang Tua Penulis yaitu, Bapak T. Purba dan Ibu S. Silaen. yang telah banyak memberikan bantuan baik materil maupun moril serta doa yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada Saudara Penulis, Hotma L. Purba, Fernando Purba, dan Tresia Uliani Purba. Yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis.

9. Kepada teman-teman penulis di Departemen Ilmu Politik stambuk 2007, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

10.Kepada para Narasumber yang telah memberikan waktunya untuk mendukung skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu dengan kerendahan hati mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun intelektualitas untuk perbaikan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2014


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PERSEMSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR PUSTAKA ... xi

1. BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 6

1.3. Pembatasan Masalah ... 7

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

1.6. Kerangka Teori ... 8

1.6.1. Pengertian Rekrutmen Politik ... 9

1.6.2. Metode Rekrutmen Politik ... 12

1.6.3. Partai Politik ... 13

1.6.3.1. Pengertian Partai Politik ... 13

1.6.3.2. Fungsi Partai Politik ... 16

1.6.3.2.1. Sebagai Sarana Komunikasi Politik ... 17

1.6.3.2.2. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik ... 19

1.6.3.2.3. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik ... 21


(7)

1.6.3.3. Sistem Kepartaian ... 23

1.6.4. Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah ... 24

1.6.4.1. Pemilihan Umum ... 24

1.6.4.2. Pemilihan Umum Kepala Daerah ... 26

1.7. Metodologi Penelitian ... 28

1.7.1 Jenis Penelitian ... 28

1.7.2. Lokasi Penelitian ... 29

1.7.3. Teknik Pengumpulan Data ... 29

1.7.4. Teknik Analisa Data ... 30

1.8. Sistematika Penulisan ... 31

2. BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 32

2.1. Gambaran Umum ... 32

2.1.1. Lahirnya dan Pembentukan Golkar di Sumatera Utara ... 32

2.2. Pembentukan Tim PILKADA Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara ... 36

3. BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 38

3.1. Mekanisme Rekrutmen Calon Gubernur Partai GOLKAR Sumatera Utara ... 38

3.1.1. Mekanisme Penjaringan Bakal Calon Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara dari Partai GOLKAR. ... 40

3.1.1.1. Penjaringan Nama Tokoh ... 41

3.1.1.2. Survei Awal ... 43

3.1.1.3. Seleksi Bakal Calon Internal ... 44

3.1.1.4. Perkuatan Elektabilitas Bakal Calon Partai GOLKAR Tahap Pertama ... 49


(8)

3.1.1.6. Perkuatan Elektabilitas Bakal Calon Partai GOLKAR Tahap

Kedua ... 52

3.1.2. Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dari Partai GOLKAR ... 56

3.1.2.1. Tahap Pendaftaran Calon ... 57

3.1.2.2. Pensyaratan Calon Partai GOLKAR ... 62

3.1.2.2.1. Persyaratan Umum ... 62

3.1.2.2.2. Persyaratan Khusus ... 63

3.1.2.3. Tahap Verifikasi Calon ... 67

3.1.2.4. Tahap Survei Akhir ... 70

3.1.2.5. Tahap Pemilihan dan Penetapan Calon Terpilih ... 72

3.1.2.6. Tahap Penentuan Pasangan Calon ... 78

3.1.2.7. Tahap Pengesahan Pasangan Calon ... 84


(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Doan Visco Adatua Purba (070906038)

REKRUTMEN PARTAI POLITIK DALAM PENCALONAN PEMILU KEPALA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2013

(Studi Kasus : Partai Golongan Karya Dewan Pimpinan Daerah Sumatera Utara)

ABSTRAK

Penelitian ini mengenai Rekrutmen Partai Politik Dalam Pencalonan Pemilu Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis tentang keputusan partai Golkar dan apa saja yang menjadi indikator partai golkar dalam menentukan calon gubernur sumatera utara dalam pemilu kepala daerah sumatera utara 2013 yang lalu. Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian ini, karena di era demokrasi ini hanya sedikit masyarakat yang tahu bagaimana kriteria-kriteria pencalonan Kepala Daerah khususnya dari partai Golkar, mengingat partai Golkar adalah salah satu partai besar di Indonesia,

Teori yang digunakan dalam menganalisis permasalahan tersebut adalah Teori Rekrutmen Politik dan Teori Sistem Kepartaian politik. Adapun metodologi penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan Metode Library Research atau Studi Kepustakaan. Faktor Kader Partai adalah adalah faktor utama yang mempengaruhi keputusan Partai Golkar. selain itu faktor Elektabilitas calon menjadi pertimbangan kedua dari Partai Golkar


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses politik dibawah Orde Baru bukanlah demokrasi, terbukti dengan pelaksanaan beberapa pemilihan umum sebelumnya yang kerap sekali terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga azas langsung, bebas dan rahasia (luber) tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga boleh disebut tidak memenuhi syarat demokrasi. 1

Salah satu produk reformasi yang dapat dilihat sebagai peningkatan kualitas demokrasi adalah Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Pemilukada mempunyai tujuan agar setiap warga daerah dapat memilih kepala daerah secara langsung. Pemilihan kepala daerah yang dimaksud adalah pemilihan kepala daerah tingkat I (Gubernur) dan kepala daerah tingkat II (Bupati/Walikota). Azas langsung yang terdapat dalam Pemilukada merupakan semangat baru dalam Bergulirnya Era Reformasi yang menggantikan rezim otoriter Orde Baru telah menjadi sebuah batu lompatan bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Terbukti pasca Reformasi praktek-praktek demokrasi yang sebelumnya menghadapi jalan buntu di Orde Baru secara perlahan mulai dijalankan. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan Pemilu yang lebih demokratis.

1

Adman Nursal, Political Marketing:Strategi Memenangkan Pemilu, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2004, hal. 78.


(11)

demokrasi di Indonesia. Karena dalam pelaksanaan pemilu sebelumnya, warga daerah tidak dapat memilih kepala daerah secara langsung melainkan melalui wakil-wakil rakyat di tingkat daerah (DPRD).

Dalam pelaksanaan Pemilu partai politik menjadi salah satu instrumen yang paling penting. Partai politik berperan sebagai peserta Pemilu yang saling berkompetisi untuk memenangkan Pemilu tersebut. Berbeda halnya dengan Pemilu Presiden yang mengharuskan calon berasal partai politik atau gabungan partai politik, Pemilu kepala daerah tidak hanya diikuti oleh calon dari wakil partai politik melainkan juga calon dari perseorangan (independen). Diperbolehkannya calon perseorangan dalam Pemilukada membuat kompetisi Pemilu semakin menarik. Karena dengan demikian calon kepala daerah tidak hanya berasal dari partai politik melainkan juga dapat berasal dari perorangan ataupun sekelompok orang yang berada diluar partai politik. Namun walaupun jalur perorangan di Pemilukada telah dibuka, kemenangan dalam Pemilukada selalu didominasi oleh calon-calon dari partai politik. Hal ini membuktikan bahwa partai politik menjadi faktor yang sangat penting dalam memenangkan sebuah Pemilukada.

Sekalipun faktor partai politik merupakan faktor penting dalam memenangkan sebuah Pemilukada, faktor individu juga menjadi faktor yang tidak kalah pentingnya. Yang dimaksud dengan faktor partai politik adalah meliputi faktor ideologi partai hingga mesin politik partai/tim pemenangan Pemilu. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor individu adalah karakteristik ataupun


(12)

kepribadian calon yang diusung oleh partai politik tersebut. Jadi adalah sebuah hal penting bagaimana sebuah partai politik mengambil sebuah kebijakan yang tepat dalam menentukan calon yang akan diusung tentunya harus menentukan faktor kesamaan visi-misi terhadap partai politik hingga faktor kepribadian calom dimata masyarakat. Namun dalam era politik modren seperti sekarang ini faktor perorangan lebih dominan dibandingkan dengan faktor partai politik yang mengusungnya sebagai bahan pertimbangannya dalam menentukan pilihan. Dengan demikian calon yang lebih familiar dimata masyarakat memiliki peluang yang lebih besar untuk memenangkan Pemilukada. Ini lah yang terkadang membuat partai politik lebih memilih calon yang berada diluar partainya/bukan kader untuk diusung dalam Pemilukada dan memilih calon lain yang bukan kader yang dianggap lebih familiar dan dianggap lebih menjual secara politis di mata masyarakat.

Setiap partai politik tentunya memiliki cara yang berbeda dalam mengambil kebijakan untuk menentukan calon yang diusung dalam Pemilukada. Namun pada umumnya setiap partai politik memilih rekrutmen politik dengan tahapan yang sama yaitu dengan membuka pendaftaran secara umum bagi kandidat-kandidat yang mau bertarung dalam Pemilukada. Selanjutnya nama-nama yang mendaftar tersebut digodok/dikelola di jajaran pengurus partai untuk kemudian ditentukan siapa kandidat yang dinilai paling layak dan mempunyai peluang paling besar untuk mendapat respon positif dari masyarakat pemilih. Tentunya setiap partai politik mempunyai indikator tersendiri dalam proses


(13)

penggodokan nama-nama calon yang mendaftar. Untuk menguji tingkat kelayakan para calon, setiap partai politik pada dasarnya akan melakukan evaluasi terhadap nama-nama calon tersebut.

Pentingnya sosok calon dalam menarik perhatian masyarakat/pemilh membuat partai politik menjadi sangat selektif dalam menentukan calon yang akan diusungnya. Sehingga tidak heran apabila nama kandidat calon yang akan diusung oleh partai politik baru diumumkan menjelang batas akhir pendaftaran yang diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara Pemilu (KPU). Ini menunjukkan bahwa penentuan calon yang akan diusung memiliki serangkaian kebijakan politik yang kompleks yang sebelumnya telah dielaborasi di tingkat jajaran pengurus partai politik. Kebijakan penentuan calon yang akan diusung adalah sebuah hal serius bagi partai politik. Karena apabila calon yang diusung telah terbukti familiar dimata masyarakat dan mendapat respon posiif dari pemilih maka kemungkinan untuk memenangkan pemilu menjadi lebih terbuka.

Menjadi pemenang dalam setiap Pemilukada merupakan salah satu tujuan utama setiap partai politik. Hal ini tentu berkaitan tentang keinginan setiap partai politik yang ingin berkuasa dalam pemerintahan. Persaingan dalam merebut kekuasaan inilah kemudian yang menjelma menjadi sebuah kompetisi. Kemenangan dalam Pemilukada berarti membuka peluang untuk meraih kekuasaan di tingkat pusat. Karena kekuasaan di tingkat pusat sangat ditentukan oleh akumulasi dari kekuasaan yang dipegang ditiap daerah. Oleh sebab itu ajang Pemilukada selalu mendapat perhatian serius bagi setiap partai politik. Bahkan


(14)

hampir setiap calon yang diusung oleh partai politik dalam Pemilukada tidak hanya sekedar melibatkan pengurus partai ditingkat daerah melainkan juga melibatkan kebijakan pengurus partai ditingkat pusat.

Pada tahun 2013 Sumatera Utara (Sumut) sebagai salah satu daerah tingkat I (Provinsi) di Indonesia telah melaksanakan Pemilukada. Seperti halnya dalam Pemilukada-Pemilukada terdahulu setiap partai politik sibuk menjaring calon-calon yang layak diusung untuk bertarung dalam Pemilukada tersebut. Tujuannya jelas untuk mencari calon terbaik yang dianggap mempunyai nilai yang paling menjual dalam kesempatan memenangkan Pemilukada. Indikator yang biasanya digunakan mulai dari tingkat popularitas calon, tingkat kapasitas dan kapabilitas calon, hingga mengikutsertakan faktor finansial yang dimiliki oleh calon tersebut. Faktor-faktor tersebut jelas sangat berhubungan dalam mendukung strategi yang akan digunakan partai politik dalam memenangkan Pemilukada.

Partai Golongan Karya (Golkar) sebenarnya dapat dikategorikan sebagai partai lama dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Partai bernuansa kuning ini mengikuti Pemilu pertamanya ditahun 1971. Dengan ada 9 komperitor, pada awalnya munculnya partai Golkar, Golkar tidak disebut sebagai partai politik namun dalam kenyataannya Golkar adalah golongan yang ikut dalam pemilihan umum. Seiring dengan berkembangnya perpolitikan Indonesia, Golkar sekarang sudah menjadi sebuah partai politik. Pada masa Orde Baru Golkar selalu memenangkan setiap Pemilu dengan calon tunggal yaitu Soeharto.


(15)

Partai ini juga mempunyai kesempatan besar untuk memenangkan Pemilukada Sumut karena mengingat partai Golkar memiliki kursi terbanyak kedua setelah partai Demokrat. Partai Golkar memiliki basis masa yang lumayan besar. Oleh sebab itu partai ini menjadi begitu selektif dalam menentukan calon yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut agar mampu meraup suara terbanyak.

Dari penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan di atas adalah menjadi hal menarik bagi penulis untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan politik partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumatera Utara.

I.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu masalah yang menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahannya.2

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

2


(16)

1. Kebijakan seperti apa yang diambil oleh Partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut 2013

2. Apa indikator yang digunakan oleh partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut 2013

I.3 Pembatasan Masalah

Batasan masalah berfungsi untuk membatasi karya ilmiah/penelitian agar tidak melebar dan tetap fokus pada permasalahan yang akan diteliti. Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini difokuskan pada keputusan politik yang diambil Partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut 2013

I.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui keputusan politik seperti apa yang diambil partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut 2013.


(17)

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi indikator bagi partai Golkar dalam menentukan pasangan Calon Gubernur(Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung dalam Pemilukada Sumut 2013.

I.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik kepada penulis maupun kepada orang lain yang membacanya, terlebih lagi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu penelitian ini diharapkan memberikan manfaat:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah sehingga menambah khasanah pemikiran penulis secara pribadi terkhusus dalam melakukan sebuah penelitian. 2. Memberikan sumbangsi pemikiran terhadap ilmu politik dalam hal

kebijakan partai politik dalam menentukan pasangan calon yang akan diusung dalam sebuah Pemilihan Umum Kepala Daerah

3. Menambah rujukan bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dalam melakukan sebuah penelitian.

I.6.1 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan teori yang berfikir untuk


(18)

menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih.3

Dalam pengertian yang lebih modren, partai politik merupakan suatu kelompok politik yang mengajukan calon-calonnya mengisi jabatan-jabatan publik dengan tujuan dapat mengontrol kekuasaan untuk memerintah. Definisi ini tentunya berkaitan terhadap fungsi partai politik dalam fungsinya sebagai sarana rekrutmen politik. Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi anggota-anggota untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan administratif maupun politik.

Hal ini tentu bersinergi terhadap fokus masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Menurut F. N. Karliger, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu dengan yang lain, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dan fenomena. Jadi dapat dikatakan kerangka teori merupakan bagian penting dalam penelitian karena merupakan konstruksi ataupun dasar dari sebuah penelitian.

I.6.1.1. Pengertian Rekrutmen Politik

4

Dalam pengertian lain rekrutmen politik merupakan proses penyeleksian untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu dan sebagainya.5

3

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Muda University Press, 1995, hal.40. 4

Fadilah Putra, Kebijakan Publik Analisis Terhadap Kongruensi Janji Politik Partai Dengan Realisasi Produk Kebijakan Publik di Indonesia 1999-2003, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 19. 5


(19)

Sementara itu dalam pengertian lain, ada dua macam mekanisme rekrutmen politik, yaitu rekrutmen yang dilakukan secara terbuka dan yang dilakukan secara tertutup. Dalam model rekrutmen terbuka, semua warga negara yang memenuhi syarat tertentu (seperti kemampuan, kecakapan, umur, keadaan fisik) mempunyai kesempatan yang sama untuk menduduki posisi-posisi yang ada dalam lembaga/pemerintahan. Suasana kompetisi untuk mengisi jabatan biasanya cukup tinggi, sehingga orang-orang yang benar-benar sudah teruji saja yang akan berhasil keluar sebagai jawara. Ujian tersebut biasanya menyangkut visinya tentang keadaan masyarakat atau yang dikenal sebagai platform politiknya serta nilai moral yang melekat dalam dirinya termasuk integritasnya. Sebaliknya, dalam sistem rekrutmen tertutup, kesempatan tersebut hanyalah dinikmati oleh sekelompok kecil orang. Ujian oleh masyarakat terhadap kualitas serta integritas tokoh masyarakat biasanya jarang dilakukan, kecuali oleh sekelompok kecil elit itu sendiri.

Setiap sistem politik mempunyai prosedur yang berbeda dalam melakukan rekrutmen politik. Kandidat yang dipercayai untuk mengisi jabatan publik tentulah harus kandidat yang dianggap paling berkompeten sehingga dapat memaksimalkan sistem politik tersebut. Demikian juga yang terjadi pada partai politik. Pola rekrutmen yang digunakan pastilah mengacu pada sistem politik yang diterapkan di negara tersebut. Di Indonesia sendiri proses rekrutmen politik terhadap jabatan-jabatan publik dilakukan melalui Pemilu. Setiap calon terlebih dahulu harus di usulkan oleh partai politik, dan untuk jabatan tertentu dapat


(20)

menggunakan jalur independen (perorangan). Seleksi yang dilakukan dimulai dari seleksi administratif hingga syarat khusus untuk setia terhadap ideologinegara.

Suatu regenerasi sangat dibutuhkan dalam partai politik sebagai tanda kehidupan politik yang sehat dalam partai politik. Regenerasi dilakukan dengan cara pengkaderan terhadap anggota-anggota yang mempunyai potensi untuk memimpin partai. Oleh sebab itu karena tujuannya adalah untuk regenerasi, maka biasanya pengkaderan dilakukan terhadap anggota-anggota yang masih dalam usia muda yang berasal dari dalam partai ataupun dari luar partai. Pengkaderan terhadap masa depan partai.

Dalam era Reformasi seperti sekarang ini, rekrutmen politik dilaksanakan dengan lebih terbuka jika dibandingkan pada era Orde Baru. Keterbukaan ini berperan agar masyarakat benar-benar dilibatkan untuk menentukan individu-individu yang dapat dipercaya untk mengisi jabatan-jabatan publik. Derajat keterbukaan dalam sistem politik berbanding lurus terhadap derajat demokrasi suatu negara. Jadi semakin terbuka sistem politik suatu negara dalam melakukan rekrutmen politik maka hampir dapat dipastikan semakin tinggi pula derajat demokrasi di negara tersebut. Partai politik mempunyai peran yang sangat strategis dalam menentukan individu yang akan mengisi jabatan publik. Ini disebabkan karena partai politik diperbolehkan untuk mengajukan calonnya hampir disetiap jabatan publik yang strategis. Namun tentunya partai politik mempunyai beberapa alternatif pilihan dalam melakukan rekrutmen politik.


(21)

Adapun pilihan partai politik dalam melakukan rekrutmen politik adalah sebagai berikut:

a. Partisan, yaitu merupakan pendukung yang kuat, loyalitas yang tinggi terhadap partai sehingga dapat direkrut untuk menduduki jabatan strategis. b. Compartmentalization, merupakan proses yang didasarkan pada latar

belakang dan pengalaman organisasi atau kegiatan sosial politik seseorang. Misalnya LSM.

c. Immediate Survival, yaitu proses rekrutmen yang dilakukan oleh otoritas pemimpin partai tanpa memperhatikan kemampuan orang-orang yang akan direkrut

d. Civil Service Reform, merupakan proses perekrutan berdasarkan kemampuan dan loyalitas seorang calon sehingga bisa mendapatkan kedudukan yang lebih penting atau tinggi.

I.6.1.2 Metode Rekrutmen Politik

Dalam melakukan rekrutmen politik, setiap partai politik memiliki metode yang berbeda-beda. Hal ini tentunya didasarkan pada perbedaan ideologi, garis perjuangan partai hingga proyek partai yang belum tentu sama antara partai satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan inilah yang nantinya menentukan metode yang akan digunakan partai politik dalam melakukan rekrutmen politik. Tapi pada umumnya ada beberapa metode yang dilakukan dalam melakukan rekrutmen politik, yaitu sebagai berkut:


(22)

• Penarikan undian, metode ini adalah metode tertua yang digunakan pada zaman Yunani kuno.

• Rotasi , metode ini digunakan untuk menghindari kekuasaan atas kelompok-kelompok tertentu.

• Perebutan kekuasaan, metode ini biasanya digunakan dalam penggulingan rezim politik.

• Patronage, dalam hal ini kenaikan pangkat dapat dibeli oleh yang ingin naik jabatan dan metode ini tidak menjamin kualitas pemegang jabatan.

• Co-Option, dalam metode ini menggunakan pemilihan oleh anggota yang ada.

I.6.2. PartaiPolitik

I.6.2.1. Pengertian Partai Politik

Partai politik adalah suatu syarat mutlak dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi. Di Indonesia sendiri keberadaan partai politik telah ada bahkan sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Dalam perjalanan sejarah partai politik di Indonesia tercatat telah banyak partai politik yang lahir dan malang melintang di percaturan politik nasional. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik menyebutkan bahwa, partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota,


(23)

masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum.6 Partai politik bergerak dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan.7

Ada beberapa pengertian partai politik yang didefenisikan oleh beberapa ahli. Carl J. Friedrich mendefenisikan partai politik adalah sebagai kelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan Dengan begitu mereka terhadap dalam memberikan pengaruh yang lebih besar dan nyata dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan. Keterlibatan mereka dalam pembuatan keputusan akan menunjukkan eksistensi mereka baik secara individu maupun secara kelompok.

Partai politik secara umum dapat digambarkan sebagai suatu kelompok yang anggota-anggotanya terorganisir dan mempunyai norma-norma, orientasi dan kesepakatan yang dijadikan tujuan bersama. Tujuan utama dari partai politik adalah untuk merebut kekuasaan politik sehingga mereka dapat menjalankan program-program ataupun kesepakatan yang ada dalam kelompok mereka. Dengan kata lain partai politik dibentuk dengan tujuan agar kepentingan dari setiap anggota yang telah diformulasikan dalam kepentingan kelompok/partai dapat terealisasikan dengan cara menduduki lembaga-lembaga kekuasaan negara.

6

Dikutip dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik 7


(24)

yag bersifat idiil dan materiil.8

Sementara itu menurut Sigmund Neumann dalam buku karyanya, Modern Political Parties mendefinisikan partai politik sebagai organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

Pengertian partai politik yang dikemukakan oleh Carl J. Friedrich ini bertolak pada pemikiran bahwa pada awalnya partai politik merupakan kumpulan dari individu-individu yang terasosiasi atas asas-asas persamaan dan mempunyai tujuan yang sama. Untuk mencapai tujuan bersama tersebut kelompok yang dimaksud membutuhkan kewenangan-kewenangan yang bisa didapat dengan cara merebut/menguasai sumber-sumber kekuasaan yang nantinya dapat bermanfaat bagi setiap individu yang berada di kelompok tersebut.

9

Giovanni Sartori adalah ahli lain yang merintis mengenai studi kepartaian. Ia mendefenisikan partai politik sebagai suatu kelompok politik yang mengikuti Pengertian yang diberikan Sigmund Neumann ini merupakan pengertian partai politik di era modren dimana partai politik saling bersaing untuk merebut simpati masyarakat sehingga dapat dipercaya untuk menguasai lembaga-lembag kekuasaan. Dengan demikian, partai politik menjadi sebuah perantara besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan politik dan ideologisosial dengan lembaga pemerintahan yang resmi.

8

Friedrich, Constitutional Government and Democracy, dalam Miriam Budiardjo, Dasar-Dasarn Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 404.

9

Sigmund Neumann, Modern Political Parties, dalam Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 404.


(25)

pemilihan umum dan melalui pemilihan umum itu, mampu menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan politik.10

Dalam hal ini peneliti akan menguraikan fungsi partai politik di negara yang menganut paham demokrasi seperti halnya Indonesia. Adapun fungsi partai politik di negara demokrasi adalah sebagai berikut.

Defenisi ini lebih bersifat taktis karena menghubungkan langsung partai politik dengan Pemilu dan tujuannya langsung untuk memperoleh kekuasaan dengan cara menempatkan wakil-wakilnya pada jabatan-jabatan publik. Pengertian yang dikemukakan Giovanni Sartori ini mungkin dapat dikatakan sebagai cerminan partai-partai di era modren seperti sekarang ini.

I.6.2.2. Fungsi Partai Politik

Pandangan partai politik diantara negara yang menganut asas demokrasi tentulah berbeda dengan negara yang otoriter. Perbedaan pandangan ini tentulah berimplikasi kepada fungsi partai politik yang ada dalam negara tersebut. Di negara yang menganut paham demokrasi, partai politik menjalankan fungsi sesuai hakikat awal partai itu terbentuk. Yaitu sebagai sarana aspirasi bagi masyarakat untuk terlibat dalam persoalan-persoalan negara. Sebaliknya di negara yang menganut paham otoriter, partai politik cenderung menyimpang dari hakikatnya melainkan cenderung hanya menjadi motor yang menjalankan kehendak penguasa.

10 G. Sartori, Parties and Party Systems, hlm. 63 dalam Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 404.


(26)

I.6.2.2.1. Sebagai Sarana Komunikasi Politik

Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pada awalnya partai politik dibentuk untuk menampung aspirasi masyarakat untuk selanjutnya dapat disukseskan kepada lembaga penyelenggara negara. Aspirasi yang dimaksud dapat berupa tuntutan ataupun kepentingan yang dianggap menjadi sebuah permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan harapan apa yang menjadi aspirasi tersebut dapat diterima oleh lembaga negara dan kemudian dijadikan sebagai kebijakan umum. Itulah sebabnya partai politik dipandang sebagai media perantara antara rakyat dengan pemerintah atau dengan kata lain partai politik sebagai sarana komunikasi politik antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah.11

Dalam negara demokrasi yang pluralis seperti Indonesia tentu terdapat banyak suara-suara ataupun aspirasi yang berkembang dari setiap individu. Suara ataupun aspirasi tersebut akan hilang begitu saja apabila tidak dihimpun ataupun ditampung dengan aspirasi dari individu lain yang mempunyai suara yang senada. Proses seperti ini dalam sebuah sistem politik dinamakan sebagai penggabungan kepentingan (interest aggregation). Langkah selanjutnya setelah proses penggabungan kepentingan tersebut adalah pengolahan dan perumusan dari

Partai politik juga harus peka ataupun responsif terhadap tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat sehingga secara maksimal dapat disalurkan ke lembaga pemerintahan pembuat kebijakan.

11


(27)

kepentingan-kepentingan tersebut agar menjadi linear dan teratur. Proses seperti ini dinamakan sebagai perumusan kepentingan (interest articulation).

Apabila tidak ada yang bertugas untuk mengagregasi dan mengartikulasi maka kepentingan dari setiap individu akan ricuh dan saling berbenturan. Jadi proses agregasi dan artikulasi kepentingan tersebut dapat mengurangi benturan antara kepentingan-kepentingan individu tersebut. Agregasi dan artikulasi itulah salah satu fungsi dari komunikasi partai politik.12

Dalam uraian diatas telah dibahas bagaimana partai politik berfungsi sebagai sarana komunikasi politik yang sifatnya bergerak dari bawah (masyarakat) ke atas (pemerintah). Partai politik juga berperan sebagai sarana komunikasi politik dari atas ke bawah. Partai politik berperan untuk memperbincangkan rencana kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah untuk disampaikan kepada umum (masyarakat). Dengan begitu akan terjadi arus

Selanjutnya formulasi kepentingan tersebut dielaborasi ditatanan partai politik untuk disusun menjadi usulan kebijakan. Usulan kebijakan tersebut kemudian di bahas untuk dijadikan platform partai dan kemudian diperjuangkan ke pemerintahan melalui wakil-wakil mereka di parlemen dengan harapan dapat diwujudkan menjadi sebuah kebijakan publik (public poicy). Seperti itulah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui perantara partai politik.

12


(28)

informasi yang berimbang dan dialog dua arah antara masyarakat dan pemerintah. Peran partai politik sebagai jembatan sangat perlu dijaga karena disatu sisi pemerintahan perlu agar masyarakat mengetahui dan memahami kebijakan-kebijakan yang akan diambil dan di sisi lain pemerintah perlu untuk tanggap dan merespon kepentingan ataupun tuntutan yang ada dimasyarakat.

Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik disebut sebagai perantara terhadap kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Terkadang sering dikatakan bahwa bagi pemerintah partai politik berperan sebagai alat pendengar sedangkan bagi masyarakat sendiri partai politik berperan sebagai pengeras suara yang bertindak untuk menyampaikan suara-suara masyarakat. Namun dalam kenyataannya sering sekali fungsi komunikasi politik dalam partai politik berjalan berat sebelah yang dapat mengancam kehidupan politik yang tidak sehat.

I.6.2.2.2. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Ia adalah bagian dari proses yang menentukan sikap politik seseorang, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan kewajiban.13

13

Ibid, hlm. 407.

Sosialisasi politik merupakan sebuah proses pengenalan norma-norma politik dari suatu


(29)

generasi ke generasi selanjutnya. Jadi menjadi wajar apabila sosialisasi politik di ibaratkan sebagai cikal bakal bagi pembentukan budaya politik.

Dalam beberapa konteks, sosialisasi politik juga diidentikkan dengan pendidikan politik. Yaitu bagaimana setiap individu mengalami sebuah proses pembelajaran untuk tanggap terhadap gejala-gejala politik yang ada disekitarnya. Proses sosialisasi politik berjalan secara bertahap dari anak-anak hingga dewasa. Ia berkembang dari lingkungan keluarga, rekan kerja, ataupun pengalaman yang dialami oleh individu tersebut. Dengan demikia proses sosialisasi politik tidak akan berhenti hingga akhir hidup selama individu tersebut masih bersosialisasi dengan lingkungannya.

Partai politik sangat berperan dalam menyalurkan fungsi sosialisasi politik yang telah diuraikan diatas. Oleh karena itu partai politik diharapkan mampu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar menanamkan nilai-nilai politik kepada generasi yang lebih muda. Hal ini berhubungan terhadap fungsi transformasi norma-norma politik. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat memahami tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Adapun cara-cara yang digunakan partai politik dalam melakukan sosialisasi politik adalah melalui media massa, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Selain itu dalam fungsi sosialisasi politik ini partai politik juga berperan membantu sistem politik dalam mensosialisasikan sistem politik dan mendidik anggota-anggotanya


(30)

menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab terhadap kepentingan sendiri dan nasional.14

Rekrutmen politik berhubungan kepada upaya partai politik untuk mencari dan mengajak orang-orang tertentu bergabung kedalam partai. Partai politik juga berperan untuk menyeleksi para anggotanya kemudian untuk diusulkan menjadi calon pemimpin partai. Tentunya kader-kader yang diproyeksikan menjadi pemimpin partai adalah kader-kader yang berkualitas karena bertujuan untuk mengembangkan partai menjadi lebih besar. Untuk merekrut calon anggota, cara yang digunakan mungkin dengan cara melakukan pengkaderan yang sebelumnya diawali dengan kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Sedangkan dalam hal perekrutan untuk calon pemimpin partai, biasanya setiap partai membentuk sebuah tim untuk membuat kualifikasi calon pemimpin yang ideal. Kemudian

Jika kita mengamati sisi lain dari fungsi sosialisasi politik yang dilakukan partai politik adalah untuk menciptakan image/citra bahwa partai benar-benar memperjuangkan kepentingan masyarakat. Ini merupakan suatu hal yang sangat penting agar partai mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk menguasai kekuasaan pemerintah yang merupakan tujuan dari partai politik. Untuk itu setiap partai berusaha untuk mendapatkan dukungan seluas mungkin dan mengkader anggotanya agar mempunyai solidaritas terhadap pertainya.

I.6.2.2.3. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik

14


(31)

barulah kemudian pemilihan untuk menentukan calon pemimpin partai politik tersebut.

Namun fungsi rekrutmen politik yang dijalankan oleh partai politik tidak hanya terbatas pada fungsi internal saja. Partai politik juga mempunyai peran rekrutmen politik terhadap calon pemimpin nasional. Namun biasanya calon yang akan direkrut untuk diusung menjadi pemimpin nasional merupakan calon yang berada dalam partai politik tersebut. Alasannya jelas agar calon tersebut dapat memperjuangkan apa yang selama ini diperjuangkan oleh partai politik. Sedangkan untuk merekrut calon yang berada di luar partai harus memperhatikan beberapa hal terutama masalah ideologi partai, garis perjuangan partai, dan kesempatan partai untuk berkuasa dalam pemerintahan. Rekrutmen partai politik meliputi perekrutan untuk diusulkan menjadi wakil-wakil rakyat dari pusat hingga daerah dan pimpinan pemerintahan pusat hingga daerah.

Fokus penelitian inin adalah mengenai perekrutan yang dilakukan oleh partai politik dalam menentukan calon yang akan diusung dalam pemilihan kepala daerah. Yaitu mengenai kebijakan partai Golkar dalam menentukan pasangan calon yang akan diusung dalam pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara (pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur) 2013.


(32)

I.6.2.2.4. Sebagai Sarana Pengatur Konflik

Dalam negara yang komposisi masyarakatnya heterogen seperti Indonesia, potensi untuk terjadinya konflik mempunyai peluang yang cukup besar. Di negara Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, dan golongan maka sangat rentan untuk terjadi konflik horizontal. Dalam negara demokrasi yang menganut azas kebebasan maka akan sangat mungkin terjadi benturan-benturan pemikiran ataupun kepentingan yang dapat menyulut terjadinya konflik atas perbedaan-perbedaan tersebut. Potensi konflik seperti ini jelas harus dihindari agar terhindar dari masalah disintegrasi bangsa.

Dalam hal ini partai politik diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut atau paling tidak dapat membantu untuk menekan potensi konflik yang dapat timbul dari perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat. Elit partai dapat menumbuhkan pengertian diantara mereka dan bersamaan dengan itu juga meyakinkan pendukungnya.15

Pada umumnya sistem kepartaian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sistem partai tunggal, sistem dwi partai dan sistem multi partai. Penggunaan atas sistem kepartaian ini disesuaikan terhadap negara yang menerapkannya. Negara yang

Dengan kata lain partai politik dapat dijadikan sebagai penghubung psikologis diantara warga negara sehingga dapat menciptaka keakraban diantara masyarakat.

I.6.2.3. Sistem Kepartaian

15


(33)

masyarakatnya majemuk seperti Indonesia cenderung menggunakan sistem multi partai. Hal ini tentu berhubungan dikarenakan terdapat berbagai macam suku, agama, golongan, dan kelompok kepentingan dalam negara tersebut. Sehingga setiap kelompok akan membentuk kelompok politiknya sendiri sesuai dengan prinsip yang lebih dekat kepada mereka. Maka oleh sebab itu sistem ini lebih mempu untuk menyalurkan keanekaragaman budaya dan politik dibandingkan sistem kepartaian lainnya.

Namun walaupun demikian bukan berarti sistem multi partai tidak mempunyai kelemahan. Kelemahan dari sistem kepartaian seperti ini adalah terjadinya pertumbuhan politik yang berlebihan dikarenakan banyaknya partai yang tumbuh dengan ideologi yang berbeda-beda. Hai ini kemudian dapat membuat masyarakat semakin terkotak-kotak menurut ideologi partai politik tersebut. Persaingan antar partai juga tidak akanada habisnya karena setiap partai mempunyai tujuan sama untuk merebut simpati masyarakat untuk kemudian merebut kekuasaan negara/pemerintahan. Persaingan antara partai politik ini juga dapat memicu terjadinya persaingan diantara pendukung partai yang dapat menyebabkan konflik horizontal di masyarakat.

I.6.3. Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah

I.6.3.1. Pemilihan Umum

Pemilihan umu atau yang disingkat dengan Pemilu merupakan suatu partisipasi politik masyarakat biasa dalam mempengaruhi suatu kebijakan. Pada


(34)

hakikatnya Pemilu bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat untuk menduduki jabatan-jabatan publik. Jabatan-jabatan publik yang dimaksud meliputi wakil-wakil legislatif dan eksekutif baik ditingkat pusat ataupun daerah. Wakil-wakil-wakil rakyat ini bertugas untuk menjalankan kedaulatan rakyat yang telah diserahkan kepada mereka.

Di Indonesia sendiri, pelaksanaan Pemilu pertama kali dilakukan pada tahun 1955. Dalam perjalanan sejarah pelaksanaan Pemilu di Indonesia, Pemilu tahun 1995 ini dinilai yang paling demokratis karena memiliki jumlah peserta yang paling banyak dibandingkan dengan pemilu-pemilu lainnya. Memasuki masa Orde Baru ada penurunan terhadap jumlah peserta Pemilu. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pada saat itu yang melakukan fusi terhadap partai-partai pada Orde Lama. Dalam pemerintahan Orde Baru tercatat hanya ada 3 kompetitor dalam Pemilu yaitu Partai Persatuan Pembangunan (Fusi partai-partai Islam) dan Partai Demokrasi Indonesia (fusi partai-partai nasionalis dan Kristen). Banyak kalangan yang menilai bahwa era pemerintahan ini merupakan era pemerintahan yang anti demokrasi karena mengekang kebebasan individu dan kelompok.

Gulingnya rezim otoriter Orde Baru yang digantikan oleh era Reformasi membawa semangat baru bagi pembangunan demokrasi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan diambilnya kebijakan-kebijakan yang menyokong tonggak demokrasi di Indonesia. Salah satu buktinya adalah dengan adanya pembatasan masa kekuasaan presiden dua periode yang bertujuan untuk menghindari


(35)

kekuasaan yang otoriter. Selain itu kebebasan untuk mendirikan organisasi-organisasi politik menjadi sebuah pelepas dahaga akan kehidupan demokrasi yang telah di rampas oleh rezim militer Orde Baru. Kehidupan terus tumbuh di era Reformasi sekalipun terkadang terjadi pasang surut dalam perjalanannya.

Salah satu produk Reformasi yang membawa pencerahan bagi iklim demokrasi adalah dengan diselenggarakannya pemilihan kepala pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah secara langsung. Sebelumnya pemimpin pemerintahan pusat dan daerah hanya dilakukan oleh lembaga perwakilan saja, namun sekarang telah di serahkan kepada rakyat secara langsung. Ini bertujuan agar rakyat benar-benar terlibat langsung untuk ikut serta dalam menentukan orang/individu yang akan memiliki kuasa di pemerintahan pusat maupun daerah. Sekalipun pelaksanaan pemilu langsung sangat menyedor anggaran Negara, namun banyak pihak yang memberikan apresiasi atas Pemilu langsung ini.

I.6.3.2. Pemilihan Umum Kepala Daerah

Pemilihan kepala daerah dan wakil daerah berdasarkan pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan kepala daerah juncto. Peraturan Pemerintahan Nomor 49 Tahun2008 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2005 adalah “sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dibawah pemerintahan Provinsi dan/atau


(36)

kabupaten/kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyatakan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara Demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (2) Pasangan calon yang sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan pasal 56 ayat (2) dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat setelah salah satu kepala daerah dari NTB mengajukan pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah terkhusus dengan kaitannya terhadap calon perseorangan untuk ikut dalam pemilihan umum kepala daerah. Setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan tuntutan atas calon perseorangan tersebut, maka pada tanggal 28 pemerintahan menerbitkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

Diterapkannya sistem pemilihan langsung merupakan sebuah koreksi atas penyelenggaraan pemilu kepala daerah yang selama ini dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penggunaan format pemilihan langsung merupakan sebuah tuntutan dari era demokrasi yang menginginkan liberalisasi dibidang politik.Pemilihan umum kepala daerah juga menunjukkan perkembangan kehidupan demokrasi di daerah ke arah yang lebih baik. Ini disebabkan karena


(37)

rakyat di daerah diberi kebebasan dan kesempatan untuk memilih kepala daerahnya sendiri tanpa proses perwakilan.

Di provinsi Sumatera Utara sendiri, pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 merupakan Pemilukada kedua yang dilakukan secara langung. Sebelumnya Pemilukada langsung dilakukan untuk memilih calon Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2008-2013. Pada Pemilukada tersebut pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujonugroho yang diusung gabungan partai-partai kecil mampu mengalahkan calon-calon yang diusung oleh partai-partai besar. Jadi menarik untuk diteliti apakah pada pemilihan umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 calon yang diusung partai besar seperti halnya Golkar mampu memenangkan Pemilukada tersebut.

I.7 Metodologi Penelitian

I.7.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggunakan pendekatan analisis yaitu suatu metode dalam meneliti satu objek, kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa yang terjadi di masa sekarang. Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta interpretasi yang tepat yang digunakan untuk mempelajari masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta


(38)

hubunhan-hubungan kegiatan, sikap-sikap, pandangan dan proses yang sedang berlangsung juga suatu pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.16

1. Metode Library Research atau Studi Kepustakaan, yaitu studi yang di lakukan dengan cara melakukan pengumpulan buku-buku, makalah, jurnal, ataupun literature yang berhubungan dengan penelitian ini.

I.7.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor Dewan Pimpinan Daerah Golongan Karya (DPD) Provinsi Sumatera Utara, yang terletak di kantor DPD Partai Golkar Sumatera Utara, alamat jalan Kh. Wahid Hasyim No. 12 Medan

I.7.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh informasi, keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang di perlukan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

2. Metode Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu dengan cara datang langsung ke lokasi penelitian untuk menghimpun data-data yang diperlukan dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber terkait yaitu; H.M. Hanafiah Harahap. SH, Horas Sitompul, Ir. H. Doli Sinomba Siregar, H. Amas Muda Siregar. SH, H. Eswin Soekardja. SE

16


(39)

I.7.4. Teknik Analisa Data

Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara menggunakan metode kualitatif. Jenis analisa data seperti ini banyak digunakan pada jenis penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu metode yang lebih didasarkan kepada pemberian gambaran yang terperinci yang mengutamakan penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti.17

Pada bab ini akan menggambarkan lokasi penelitian, dalam hal ini adalah profil partai Golkar khususnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) partai Golkar provinsi Sumatera Utara.

Untuk analisis data kualitatif dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun dalam bentuk angka-angka.

I.7.5. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, pokok permasalahan yang akan dibahas, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi yang digunakan dalam penelitian, kerangka teori yang menjadi landasan pemikiran serta sistematika penelitian.

BAB II Deskripsi Lokasi Penelitian

17


(40)

BAB III Hasil dan Analisa Data

Pada bab ini akan memuat hasil dan analisa data yang didapat dalam proses penelitian ini. Yaitu mengenai proses rekrutmen yang dilakukan oleh partai Golkar dalam menseleksi calon Gubernur dan Wakil Gubernur masa periode 2013-2018 yang akan bertarung dalam pemilihan umum kepala daerah di Provinsi Sumatera Utara

BAB IV Penutup

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian ini, yaitu berisi mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Serta saran-saran yang diberikan penulis dalam melihat masalah yang terdapat dalam penelitian ini.


(41)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2. 1 Gambaran Umum

2.2.1 Lahirnya dan pembentukan Golkar Sumatera Utara

Pada sekitar tahun 60-an terjadi peningkatan kegiatan partai komunis indonesia di bidang politik sesudah pemberontakan mereka di madiun tahun 1948. Setelah pemilu 1955 partai ini berhasil menjadi partai nomor empat dan mampu mempengaruhi parpol lainnya.

PKI dengan sistem politiknya ingin menggantikan ideologi negara pancasila dengan ideologi komunis.Keadaan ini sudah sejak dini dipantau oleh TNI/ABRI sebagai ancaman yang sangat berbahaya bagi kehidupan negara.

Pada tanggal 17 juli 1957 MENPANGAD/KASAD meresmikan pembentukan pimpinan pelaksanaan BKS Pemuda Militer, tokoh-tokoh yang tidak percaya kepada partai politik menyusun kekuatan sendiri yang disebut golongan Fungsionalis Non Partai yang berusaha untuk duduk dalam MPRS.

Pada tanggal 28 juli 1965 panitia pembentukan sekber golkar mengadakan pertemuan dengan ormas-ormas Golkar di balai prajurit (sasana bukit barisan) yang dihadari oleh 46 utusan-utusan organisasi dan menghasilkan pembentukan dewan pleno, yang terdiri dari :


(42)

Ketua : Letkol. T. A. Lingga ( Angkatan Darat)

Sekretaris : A. Jafar Lubis (AKRI)

Bendahara : Masyarni Syarkawi. BA

Seksi –seksi

Organisasi : G.A. Simanjuntak (PGRI)

Kekaryaan : F.H. Hutabarat (SOKSI)

Hubmas : M. Junus Siagian (P.S.I)

Kebudayaan : Soekiran (Gasbindo)

Khusus : Marzumi Lubis (KBKI)

Ny. M. H. Sinaga (Bhayangkari)

Pada tanggal 7 mei 1966 diadakan musyawarah kerja bertempat di gedung Bhayangkari, agenda musyawarah adalah perubahan susunan pengurus harian sehubungan dengan di pindah tugaskannya Letkol. T. A. Lingga untuk mengikuti SESKOAD.

Dalam musyawarah tersebut selain menyusun program kerja juga menggati struktur kepengurusan Sekber Golkar Menjadi :

Ketua : A. Kadir Pohan (Angkatan Darat)


(43)

Wakil ketua II : Musi Bukit (Veteran)

Wakil Ketua III : Sukiran (GASBINDO)

Wakil Ketua IV : H. Anas Tandjung (Al-Wasliyah)

Sekretaris : O.K. Soeratoellah (SOKSI)

Wakil Sekretaris : A. Karim

Untuk menghadiri Mukernas II Sekber Golkar pada bulan November 1967 diwakili oleh A. Kadir Pohan, Harlem Simanjuntak , dan Marzuki Lubis.

Pada awal tahun 1968 A. Kadir Pohan mendapat tugas baru di kodam I/ Iskandar Muda (Aceh), dan untuk memimpin Sekber Golkar dipercayakan kepada Kolonel.M. Saleh Arifin sebagai ketua, tugas tersebut diemban sampai dengan Musyawarah Daerah I Golongan karya Sumatera Utara.

Dengan terbentuknya Sekber Golkar di Daerah Tingkat I, membuka jalan untuk pembentukan Sekber Golkar di daerah Tingkat II, hal ini terwujud tentunya dengan bantuan ABRI. Dewan pimpinan Sekber Sumatera utara langsung dilantik oleh Ketua Umum Mayjen S. Sokowati pada tanggal 14 februari 1970 dengan struktur organisasi sebagai berikut.

Ketua umum merangkap Koordinator Sekber Golkar

Daerah Tingkat I, Aceh/Sumut/Sumbar : Kolonel. M. Saleh Arifin Harahap


(44)

Kolonel. M. Sukardi (KINO MKGR)

Berdasarkan surat tilgram Menhankam/Pangab No. SK/152/IV/1970 tanggal 13 april 1970 telah ditetapkan pengurus KOKAR MENDAGRI Drs. A. Hakim Nasution untuk ikut aktif dalam anggota DPH Sekber Golkar.

Perkembangan pengelompokan/ konsolidasi selanjutnya dilakukan di tataran Daerah Tingkat II dan langsung dilantik oleh Ketua Umum DPH Sekber Golkar Sumatera Utara, dimana sebagian besar dari para ketua DPH Sekber Golkar Tingkat II adalah Kas-Kodim setempat atas izin dari panglima Kodam II/BB.

Pada tahun 1971 sekber Golkar Tingkat I Sumatera Utara berganti nama menjadi Golkar Tingkat I Sumatera Utara, mengikuti perubahan dari pimpinan pusat di jakarta. Pada masa pergantian nama ini Golkar dipimpin oleh H.M. Saleh Arifin.

Dalam perkembangannya menuju Golkar seperti sekarang ini. Golkar melewati beberapa kali masa sulit, Golkar erat hubungannya dengan rezim orde baru yang pada saat itu di pimpin oleh Presiden Soeharto yang selalu menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Golkar. Permasalahan yang menimpa Golkar adalah pada masa reformasi 1998, dimana Soeharto diturunkan secara paksa oleh demonstran yang terdiri dari gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pro-demokrasi, hal ini mengakibatkan turunnya kepercayaan rakyat kepada


(45)

Golkar. Golkar selalu di kaitkan dengan rezim orde baru yang mengakibatkan rakyat sengsara.

Pada tahun 2011 ketua DPD partai golkar saat itu yaitu H. Syamsul Arifin yang juga menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara terjerat masalah korupsi, sehingga posisinya di DPD Partai Golkar dicopot dan digantikan sementara oleh Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Sumatera Andi Achmad Dara.

Struktur kepengurusan saat ini diketuai oleh H. Ajib Shah, S.Sos dengan H. A. Yasyir Ridho Lubis sebagai sekretaris dan Jimmy Ong sebagai bendaharanya.

2.2 Pembentukan Tim Pemilu Kepala Daerah Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara

Seiring dengan keluarnya surat keputusan No KEP -16/GK-SU/V/2012, dimana didalamnya adalah susunan Tim Pemilu Kepala Daerah sebagai pelaksana penjaringan Bakal Calon (Balon) tersebut.. Tim Pemilu Kepala Daerah bertugas untuk melakukan penjaringan nama Balon (bakal calon) mulai dari tahapan pendaftaran dan verifikasi sampai pada penetapan dan pengusulan bakal calon gubernur ke DPP Partai Golkar. Tim Pemilu Kepala Daerah Partai Golkar berisikan 18 orang yang berasal dari DPD partai Golkar.

Adapun nama-nama dari Tim Pemilu Kepala Daerah Partai Golkar adalah:


(46)

2. H.M. Hanafiah Harahap. SH (Sekretaris) 3. Hj. Taty Habib Nasution (Bendahara)

Dan 15 orang sebagai anggota:

1. H. Amru Helmi Daulay 2. H. Wagirin Arman. S. Sos 3. Ir. Chaidir Ritonga. MM 4. H. Syahrul M. Pasaribu 5. H. Ajib Shah

6. Warinson Sinaga. SH. M. Hum 7. H. Eswin Soekardja. SE

8. Drs. H. OK. Chaidir. MBA. M.SP 9. H. Amas Muda Siregar. SH 10.H. Nazaruddin Sihombing 11.Ir. H. Doli Sinomba Siregar

12.F.L Fernando Simanjuntak. SH. MM 13.Ir. B. Ricson Simarmata. MSEE 14.Richard Eddy M. Lingga. SE 15.Sudirman Halawa. SH


(47)

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

3.1 Mekanisme Rekrutmen Calon Gubernur Partai GOLKAR Sumatera

Utara

Sesuai amanat UUD 1945 bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, dipilih secara demokratis, yang kemudian dalam aturan pelaksanaannya sesuai Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maka ditetapkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Partai Golkar menyadari bahwa pasangan calon sebagai peserta Pemilihan Umum Kepala Daerah, harus diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, hal ini memberikan tugas sekaligus tanggung jawab kepada partai politik termasuk Partai Golkar dalam rangka penetapan calon Kepala Daerah yang berkualitas sesuai kehendak rakyat;Bahwa partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas - luasnya bagi bakal calon perseoranga dan selanjutnya memperoses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan, serta wajib memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat. Dengan demikian setiap partai politik termasuk partai


(48)

Golkar wajib mempersiapkan tatacara dalam rangka penetapan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sesuai mekanisme internalnya sehingga memenuhi amanat Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah tersebut;

Program Umum Partai Golkar masa bakti 2009-2015 yang salah satunya adalah Sukses Pemilukada dan Pemilu 2014, mengamanatkan kepada DPP Partai Golkar masa bakti 2009-2015 untuk memperjuangkan kader-kadernya menduduki jabatan-jabatan politik, khusunya Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dalam rangka mewujudkan eksistensi Partai Golkar sebagai partai politik yang mandiri, demokratis, berakar, egaliter, solid, modern, serta senantiasa berorientasi kepada karya dan kekaryaan.

DPP Partai Golkar dalam mengahadapi Pemilukada menetapkan peraturan yang tertuang dalam Surat Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Nomor : Juklak – 13/DPP/GOLKAR/XI/2001 Tentang Tata Cara Pemilihan Umum Kepala Daerah dari Partai Golongan Karya. Peraturan ini termuat pokok kegiatan yang harus dilakukan dalam mengikuti proses pemilukada. Adapun Proses pemilihan calon kepala daerah dari Partai Golkar dilakukan dalam rangkaian kegiatan dan tahapan sebagai berikut:

1) Penjaringan bakal calon Kepala Daerah dari Partai Golkar, dilakukan sebelum proses penetapan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dari Partai Golkar, yang berintikan upaya mendapatkan dan memperkuat bakal calon yang berasal dari kader Partai Golkar, yang terdiri dari kegiatan sebagai berikut:


(49)

a. Penjaringan nama tokoh b. Survey awal

c. Seleksi Bakal Calon Internal

d. Perkuat elektabilitas bakal calon Partai Golkar e. Survey kedua

f. Perkuat elektabilitas lanjutan bakal calon Partai Golkar

2) Penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dari Partai Golkar, yang terdiri dari kegiatan sebagai berikut:

a. Pendaftaran Bakal Calon b. Verifikasi Bakal Calon

c. Penetapan Nominasi Bakal Calon d. Survey Akhir

e. Pemilihan dan penetapan calon terpilih f. Penentuan pasangan calon

g. Pengesahan pasangan calon

3.1.1 Mekanisme Penjaringan bakal calon Kepala Daerah Provinsi

Sumatera Utara dari Partai GOLKAR

3.1.1.1Penjaringan nama tokoh

Dalam rangka mengetahui tokoh-tokoh yang memiliki peluang untuk menjadi calon Kepala Daerah, karena popularitasnya, pengalaman jabatannya, kapasitasnya, baik yang berasal dari kader Partai Golkar, maupun dari kalangan


(50)

independen, misalnya kalangan birokrasi, TNI, POLRI, Pengusaha, Tokoh Masyarakat, Agama, Adat ataupun dari kalangan pimpinan atau kader partai lain, maka Bidang pemenangan Pemilukada Wiayah terkait perlu melakukan inventarisasi nama-nama tokoh, sebagai berikut:

1. Bidang PP Wilayah DPP Partai Golkar melakukan inventarisasi nama-nama tokoh untuk menjadi bakal calon dalam Pemilukada yang bersangkutan. Untuk melengkapinya, juga disampaikan pemberitahuan kepada DPD Partai Golkar yang bersangkutan untuk menyampaikan inventarisasi nama-nama tokoh tersebut, dan selambat-lambatnya disampaikan kepada DPP. Bidang PP Wilayah terkait. Nama-nama tokoh yang di inventarisasi meliputi berbagai meliputi berbagai latar belakang sebagai berikut :

i. Fungsionaris Partai Golkar yang sedang menjabat sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang bersangkutan (incumbent), ketua DPD Partai Golkar setempat, pengurus Partai Golkar lainnya yang menonjol, Anggota DPR-RI dari dapil yang bersangkutan, Anggota DPRD setempat, kader-kader Partai Golkar yang menjadi pimpinan Ormas Didirikan/ Mendirikan/ Sayap, kader-kader Partai Golkar yang menjadi Pimpinan organisasi profesi setempat, pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan lain-lain.


(51)

ii. Tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, akademisi yang bukan kader Partai Golkar, namun berpengaruh di daerah tersebut. iii. Pimpinan partai Politik lain yang berpengaruh di daerah

tersebut.Kegiatan tersebut dilakukan selambat-lambatnya H-13 bulan sebelum hari pemungutan suara Pemilukada.

Dari kelima unsur tersebut yang masuk ke dalam daftar inventaris partai Golkar adalah : DR. H. Chairuman Harahap, SH, MH (anggota DPRI), IR. H, T. Erry Nuradi, M.Si (Bupati Serdang Bedagai), H. Ngogesa Sitepu, SH (Bupati Langkat), Jhonny Sitohang Adinegoro (Bupati Dairi). Ir. Chaidir Ritonga.MM (Koordinator Komisi A DPRD Sumatera Utara) H. Amas Muda Siregar. SH, Nazaruddin Sihombing, H. Doli Sinomba Siregar, Gus Irawan Pasaribu18

2. Melakukan pembahasan terhadap nama-nama yang telah di inventarisasi tersebut, dengan melibatkan Bidang Kaderisasi, Bidang Organisasi, dan Bidang Kajian Strategis serta lembaga Survei independen yang profesional, sebagai dasar untuk penentuan survey awal untuk Pemilukada di daerah tersebut.Kegiatan tersebut dilakukan selambat-lambatnya H-13 bulan sebelum hari pemungutan suara pemilukada.Pembahasan meliputi prospek nama yang ada di dalam daftar inventaris partai Golkar dan elektabilitas dari nama-nama tersebut.

.

18


(52)

3. Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah, menetapkan Daftar Nama Bakal Calon yang Terjaring, untuk selanjutnya menjadi bahan survey, dan selanjutnya daftar tersebut diajukan kepada Sekretaris Jendral untuk segera dibuatkan Surat Perintah Kerja kepada Lembaga Survei yang independen dan professional.

3.1.1.2Survei Awal

Dalam rangka mengetahui potensi kader-kader Partai Golkar dan tokoh-tokoh yang berpeluang menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah, serta agar Partai Golkar dapat melakukan seleksi terhadap kader-kader secara internal yang memiliki peluang untuk dilakukan perkuatan elektabilitas terhadapnya sejak dini, sehingga Partai Golkar memiliki peluang besar memenangkan Pemilukada sekaligus menempatkan kadernya menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah tersebut, maka perlu dilakukan Survei Awal, sebagai berikut :

1. Menugaskan Lembaga Survei independen dan professional untuk melakukan riset dan kajian, sebagai berikut :

i. Sekretaris Jendral menerbitkan Surat Perintah Kerja kepada Lembaga Survei, berdasarkan Daftar Nama yang Terjaring yang disampaikan oleh Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah dan sesuai spesifikasi yang ditetapkan.

ii. Spesifikasi minimal yang harus dilaksanakan oleh lembaga survey adalah:


(53)

a. Sampel sekurang-kurangnya 400 responden

b. Lingkup survey termasuk hal-hal kualitatif, seperti perilaku pemilih di daerah, kriteria figur yang diinginkan masyarakat, kinerja incumbent, permasalahan lokal yang menonjol, peta politik daerah, dan lain-lain, termasuk juga dilakukan survey kuantitatif untuk mengukur tingkat elektabilitas bakal calon yang telah dijaring tersebut, serta memberi pertimbangan terhadap tokoh-tokoh Partai Golkar yang berpeluang menjadi Kepala Daerah.

iii. Survei harus sudah diselesaikan oleh Lembaga Survei yang ditunjuk selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja, sejak Surat Perintah Kerja diterima.

2. Lembaga survey menyampaikan hasil kepada DPP Partai Golkar Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah terkait untuk selanjutnya segera dibahas oleh Tim Pemilukada Pusat. Kegiatan Survei Awal dilakukan selambat-lambatnya H-12 bulan sebelum hari pemungutan suara Pemilukada. Lembaga Survey Indonesia ditunjuk oleh partai Golkar, dan hasil yang di dapat oleh lembaga survey Indonesia adalah ada empat nama yang berpeluang menang karena eletabilitasnya yaitu DR. H. Chairuman Harahap,SH, MH, IR. H, T. Erry Nuradi, M.Si, dan Gus Irawan Pasaribu19

19

Wawancara dengan Hanafiah Harahap di kantor DPD Partai Golkar Sumatera Utara, tanggal 19 april 2014, pukul 10.00 wib


(54)

3.1.1.3Seleksi Bakal Calon Internal

Dalam rangka menentukan bakal calon internal, yang berasal dari kader Partai Golkar, ataupun tokoh independen yang memiliki loyalitas terhadap partai, yang memiliki peluang memenangkan Pemilukada di daerahnya, dan DPP akan memberikan perhatian khusus dalam rangka memperkuat elektabilitas yang bersangkutan, maka dilakukan proses seleksi terhadap daftar calon yang terjaring berdasarkan hasi survey sebagai berikut:

1. Bidang pemenangan Pemilu Wilayah terkait mengundang Rapat Tim Pemilukada Pusat, untuk membahas hasil survey yang dipaparkan oleh Lembaga Survei yang bersangkutan.

2. Rapat Tim Pemilukada Pusat, rapat dilakukan pada 29 juni-2 juli 2012 dan dipimpin oleh Ketua Umum yaitu Aburizal Bakrie, Wakil Ketua Umum Agung Laksono, Ketua Bidang Organisasi dan daerah Mahyudin, ketua bidang pemenangan pemilu daerah Andi Achmad Dara, serta anggota Tim Pemilukada Pusat lainnya, proses pembahasan dilakukan melalui mekanisme rapat, dengan tahap-tahap yang sudah disepakati didalam forum, tahap pertama adalah melakukan seleksi atas tingkat elektabilitas kader-kader Partai Golkar yang memiliki peluang untuk memenangkan Pemilukada, dengan ketentuan sebagai berikut:

i. Apabila ada kader Partai Golkar, baik struktural seperti, ketua DPD Partai Golkar setempat, atau pengurus Partai Golkar lainnya,


(55)

ataupun fungsionaris Partai Golkar di DPR, Ketua DPRD, ataupun Anggota DPRD setempat, serta organisasi kemasyarakatan yang mendirikan ataupun didirikan, maupun kader Partai Golkar diluar struktural, memiliki tingkat elektabilitas yang berpeluang menang, karena tingkat elektabilitasnya tertinggi pertama, kedua dan ketiga secara signifikan melampaui batas selisih yang mungkin dicapai tokoh lainnya, baik internal maupun eksternal, maka yang bersangkutan ditetapkan sebagai bakal calon yang dipersiapkan oleh partai Golkar.

ii. Apabila ada kader-kader struktural Partai Golkar memiliki elektabilitas yang berpeluang menang, namun bukan yang tertinggi diantara seluruh tokoh, dengan catatan sebagai berikut :

a. Apabila tokoh yang tertinggi elektabilitasnya berasal dari tokoh partai lain, ataupun berasal dari tokoh independen, sedangkan tingkat elektabilitas kader Partai Golkar tersebut selisihnya masih dalam batas yang mungkin untuk di capai, maka kader struktural Partai Golkar yang bersangkutan dapat dipilih sebagai bakal calon yang dipersiapkan oleh Partai Golkar.

b. Apabila tokoh yang tertinggi elektabilitasnya berasal dari tokoh Partai Golkar, namun dia bukan berasal dari struktural partai, serta selisih elektabilitasnya keduanya masih dalam batas yang mungkin untuk dicapai, maka perlu dilakukan kajian lebih


(56)

lanjut mengenai kepentingan politik dan pertimbangan subjektif partai, mana yang lebih menguntungkan untuk dipilih, apakah dipilih kader diluar struktural partai tersebut ataukah kader dari struktur partai dengan tingkat elektabilitas dibawahnya tersebut.

iii. Apabila tidak ada kader struktural Partai Golkar yang memiliki peluang menang, karena selisih tingkat elektabilitasnya tidak mungkin dicapai, terhadap tokoh lain yang memiliki tingkat elektabilitas tertinggi, maka seleksi dilakukan sebagai berikut : a. Apabila tokoh yang tingkat elektabilitasnya tertinggi tersebut

adalah kader Partai Golkar diluar struktural Partai Golkar, maka yang bersangkutan ditetapkan sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang dipersiapkan dari Partai Golkar.

b. Apabila tokoh yang tingkat elektabilitasnya tertinggi tersebut adalah tokoh non partai (independen), maka apabila bersedia memenuhi persyaratan Partai Golkar, yang bersangkutan ditetapkan sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang dipersiapkan dari Partai Golkar.

c. Apabila tokoh yang tingkat elektabilitasnya tertinggi tersebut adalah tokoh dari partai lain (pengurus, kader ataupun anggota), maka apabila bersedia untuk memenuhi persyaratan


(57)

Partai Golkar, yang bersangkutan ditetapkan sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang dipersiapkan dari Partai Golkar.

d. Apabila tokoh yang tingkat elektabilitasnya tertinggi tersebut adalah tokoh dari partai lain (pengurus, kader ataupun anggota partai lain), sedangkan yang bersangkutan tidak bersedia untuk memenuhi persyaratan Partai Golkar, maka Partai Golkar tidak perlu mempersiapkan bakal calon internal. Namun demikian, Partai Golkar perlu menempuh langkah-langkah pendekatan kepada tokoh yang memiliki peluang menang terbesar tersebut, apakah ada kemungkinan salah seorang kader Partai Golkar nantinya dapat dijadikan sebagai calon wakil kepala daerah yang bersangkutan.

3. Sesuai hasil Rapat Tim Pemilukada tersebut, selanjutnya Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah, melakukan koordinasi dengan para bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah dari Partai Golkar yang dipersiapkan tersebut, sebagai berikut :

i. Melakukan kesepakatan mengenai langkah-langkah persiapan untuk memperkuat tingkat elektabilitas yang bersangkutan selama empat bulan, sebagai berikut:


(58)

ii. Kesepakatan tentang siapa pendamping konsultan yang ditunjuk, sesuai dengan kesepakatan Lembaga Survey Indonesia ditunjuk sebagai konsultan pendamping.

iii. Kesepakatan tentang dukungan dana stimulasi dari DPP, bagaimana pola kontribusinya.

iv. Kesepakatan tentang hak dan kewajiban lainnya, termasuk kesediaan yang bersangkutan untuk mengundurkan diri apabila tidak berhasil meningkatkan elektabilitasnya sesuai target yang direncanakan.

v. Menugaskan konsultan pendamping untuk bekerja meningkatkan elektabilitas yang bersangkutan, sesuai target yang ditetapkan.

3.1.1.4Perkuatan Elektabilitas Bakal Calon Partai Golkar Tahap Pertama

Dalam rangka meningkatkan elektabilitas bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dari Partai Golkar yang dipersiapkan tersebut, dan setelah ditunjuk konsultan pendamping oleh DPP Partai Golkar, maka selama empat bulan, dilakukan upaya perkuatan sebagai berikut:

1. Konsultan pendamping mempersiapkan rencana kerja 4 (empat) bulan, yang memuat program pencitraan, dan program aksi simpati lainnya, berdasarkan data-data hasil survei kualitatif yang ada, dalam rangka meningkatkan popularitas yang bersangkutan, sesuai perkiraan target yang mungkin dicapai.


(59)

2. Bidang pemenangan pemilu wilayah terkait melakukan koordinasi dan pemantauan terus menerus, sejak H-11 bulan sampai dengan H-8 bulan, baik dengan yang bersangkutan, dengan konsultan pendamping, maupun dengan DPD Partai Golkar terkait, dalam rangka menjamin terjadinya peningkatan tingkat elektabilitas para bakal calon Partai Golkar yang dipersiapkan tersebut sesuai target yang diharapkan serta ikut mengatasi persoalan yang terjadi dan dapat berakibat mengurangi popularitas calon yang bersangkutan.

3. Konsultan pendamping diwajibkan membuat laporan Kemajuan (progress report) setiap bulan, sampai dengan H-8 bulan, yang memuat evaluasi bulanan terhadap pelaksanaan program perkuatan bakal calon yang dipersiapkan tersebut, sejauh mana kemajuannya dikaitkan dengan kemungkinan pencapaian target elektabilitas yang diharapkan.Kegiatan perkuatan Elektabilitas dilakukan dalam rentang waktu H-11 bulan sampai dengan H-8 bulan sebelum hari pemungutan suara Pemilukada.

3.1.1.5Survei Kedua

Dalam rangka mengukur perkembangan tingkat elektabilitas para tokoh termasuk bakal calon yang dipersiapkan oleh Partai Golkar setelah kegiatan perkuatan elektabilitas selama 4 (empat) bulan diperkuat, maka dilakukan survey Kedua oleh Lembaga Survei yang ditunjuk oleh Partai Golkar, sebagai berikut :


(60)

1. Menugaskan Lembaga Survei independen dan professional untuk melakukan riset dan kajian, sebagai berikut :

i. Sekretaris Jendral menerbitkan Surat Perintah Kerja kepada Lembaga Survei, dengan Daftar Nama sesuai Survei Awal, namun bisa saja dimasukkan nama-nama bakal calon baru oleh Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah, sesuai perkembangan terakhir. ii. Spesifikasi minimal yang harus dilaksanakan oleh lembaga survey

adalah :

a. Sampel sekurang-kurangnya 400 responden.

b. Lingkup survey termasuk hal-hal kualitatif, seperti kemajuan terhadap tingkat elektabilitas bakal calon yang dipersiapkan dari pandangan masyarakat di daerah yang berangkutan, serta peluang yang bersangkutan untuk mencapai target elektabilitas yang diharapkan, kendala-kendala yang dihadapi yang bersangkutan, dan lain-lain, termasuk juga dilakukan survey kuantitatif untuk mengukur tingkat elektabilitas seluruh tokoh termasuk bakal calon yang dipersiapkan tersebut, sejauh mana posisinya diantara para bakal calon lainnya.

c. Lembaga Survei yang ditunjuk harus menjamin obyektivitas dan akurasi hasil survey. Apabila tiga kali berturut-turut hasil survey meleset, maka Partai Golkar berhak memutuskan kontrak dengan yang bersangkutan, dan Partai Golkar berhak


(61)

memberitahukan kepada masyarakat bahwa lembaga survey tersebut bekerja kurang professional.

d. Survey harus sudah diselesaikan oleh lembaga Survei yang ditunjuk selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja, sejak Surat Perintah Kerja diterima.

2. Lembaga survey menyampaikan hasil survey kepada DPP Partai Golkar Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah terkait, selambat-lambatnya H-8 bulan, untuk selanjutnya segera dibahas oleh Tim Pemilukada Pusat. 3. Hasil Survei kedua disampaikan kepada Konsultan pendamping, sebagai

bahan untuk membuat laporan evaluasi perkembangan perkuatan para bakal calon yang dipersiapkan oleh Partai Golkar tahap pertama. Kegiatan survey kedua dilakukan selambat-lambatnya H-8 bulan sebelum hari pemungutan suara Pemilukada. Nama-nama yang muncul dengan elektabilitas yang baik adalah DR. H. Chairuman Harahap, SH, MH, IR. H, T. Erry Nuradi, M.Si, SH dan Gus Irawan Pasaribu20. Dengan elektabilitas DR. H. Chairuman Harahap menduduki posisi teratas.

3.1.1.6Perkuatan Elektabilitas Bakal Calon Partai Golkar Tahap Kedua

Dalam rangka lebih menjamin pencapaian target tingkat elektabilitas bakal calon yang dipersiapkan sesuai rencana yang diharapkan, dan setelah dilakukan evaluasi hasil perkuatan tahap pertama, maka dilakukan perkuatan elektabilitas

20

Wawancara dengan Hanafiah Harahap di Hotel Tiara Convention Centre, tanggal 20 april 2014, pukul 14.00 wib


(62)

para bakal calon Partai Golkar yang dipersiapkanlanjutan, selama 2 (dua) bulan, yaitu pada H-8 bulan sampai dengan H-6 bulan, sebagai berikut :

Berdasarkan laporan evaluasi perkembangan perkuatan bakal calon yang dipersiapkan oleh Partai Golkar tahap pertama, maka Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Partai Golkar mengadakan rapat Tim Pemilukada Pusat Terbatas, untuk membahas kemungkinan dilakukannya perkuatan elektabilitas para bakal calon Partai Golkar yang dipersiapkan tahap lanjutan, sebagai berikut :

i. Rapat dipimpin oleh Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah, dihadiri oleh Bidang Organisasi dan Daerah, Bidang Kajian Strategis, Bidang Kaderisasi, Bidang Hukum, dan Sekretaris Jendral, untuk mendengarkan laporan yang disampaikan oleh konsultan pendamping, serta dihadiri pula oleh Lembaga Survei yang melakukan survey kedua tersebut.

ii. Agenda rapat pada intiya :

a. Membahas kemungkinan para bakal calon Partai Golkar yang dipersiapkan tersebut, apakah diantaranya ada yang berpeluang mencapai target elektabilitas yang diharapkan, sehingga yang bersangkutan berpeluang besar memenangkan Pemilukada. Apabila berpeluang, maka akan dilakukan perkuatan elektabilitas lanjutan kepada yang bersangkutan;

b. Namun apabila diantara kader-kader tersebut peluang menangnya sangat kecil, maka rapat dapat menetapkan bakal


(63)

calon lainnya dari kalangan kader Partai Golkar, baik struktural maupun diluar struktural ataupun tokoh independen yang akan dipersiapkan karena memiliki peluang besar.

c. Apabila tidak ada sama sekali bakal calon yang dipersiapkan ini yang dinilai memiliki peluang besar untuk menang, dari kalangan kader Partai Golkar, baik struktural maupun diluar struktur atau tokoh independen, maka tidak perlu dilakukan proses perkuatan elektabilitas kader Partai Golkar terhadap lanjutan.

3 Apabila masih ada bakal calon dari kalangan kader Partai Golkar yag berpeluang menang, maka terhadap yang bersangkutan akan dilakukan perkuatan elektabilitas tahap lanjutan. Setelah ditunjuk konsultan pendamping oleh DPP Partai Golkar, maka selama dua bulan, sejak H-8 sampai dengan H-6 dilakukan upaya perkuatan sebagai berikut :

i. Konsultan pendamping mempersiapkan rencana kerja dua bulan, yang memuat program pencitraan, dan program aksi simpati lainnya, berdasarkan data-data hasil survey kedua yang ada, dalam rangka meningkatkan popularitas yang bersangkutan, sesuai perkiraan target yang mungkin dicapai.

ii. Bidang pemenangan Pemilu Wilayah terkait melakukan koordinasi dan pemantauan terus menerus, sejak 8 bulan sampai dengan H-6 bulan, baik dengan yang bersangkutan, dengan konsultan


(64)

pendamping, maupun dengan DPD Partai Golkar terkait, dalam rangka menjamin terjadinya peningkatan tingkat elektabilitas bakal calon Partai Golkar yang dipersiapkan tersebut sesuai target yang diharapkan serta ikut mengatasi persoalan yang terjadi dan dapat berakibat mengurangi popularitas calon yang bersangkutan.

iii. Konsultan pendamping diwajibkan membuat Laporan Kemajuan (Progress Report) pada H-7 bulan, yang memuat evaluasi bulanan terhadap pelaksanaan program perkuatan bakal calon yang dipersiapkan tersebut, sejauh mana kekuatannya dikaitkan dengan kemunginan pencapaian target elektabilitas yang diharapkan. iv. Pada akhir H-6 bulan, konsultan pendamping diwajibkan membuat

laporan akhir hasil pelaksanaan proses perkuatan bakal calon Partai Golkar yang dipersiapkan, sekurang-kurangnya memuat beberapa hal pokok:

a. Siapa saja dan sejauh mana peluang menang para bakal calon Partai Golkar yang dipersiapkan tersebut :

1) Peluangnya besar sekali

2) Ada peluang, dengan beberapa catatan

3) Peluangnya kecil, namun masih dapat diupayakan dengan beberapa catatan


(1)

Partai Golkar tidak dapat memenuhi syarat pertama dari KPU, jumlah perolehan kursi Partai Golkar pada tahun 2009 tidak sampai 15 %, mensiasati ini Golkar membuka koalisi dengan partai lain, dan yang menawarkan diri pada saat itu adalah PPP, Republikan, dan PPPI, melalui hasil rapat Tim Pemilu Kepala Daerah Partai Golkar beserta DPP Partai Golkar, pilihan bakal calon gubernur jatuh kepada Fadly Nurzal kader dari PPP yang menjabat sebagai ketua DPW PPP, dengan alasan melihat elektabilitas Fadly Nurzal dianggap mampu membantu perolehan suara pasangan ini kelak.

3.1.2.7 Tahap Pengesahan Pasangan Calon

Untuk memberikan legitimasi dan keabsahan terhadap pasangan calon resmi yang akan diusulkan dalam Pemilukada terkait, maka DPP Partai GOLKAR mengeluarkan Surat Keputusan Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dari Partai GOLKAR pada tanggal 1 November 2012, sebagai berikut:

1. Sekretaris Jendral membuatkan Surat Keputusan Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dari Partai GOLKAR, berdasarkan disposisi Ketua Umum.

2. Apabila pasangan calon merupakan gabungan antara kader Partai GOLKAR dan Partai lain, maka DPP Partai GOLKAR dan DPP partai lain terkait membuat Surat Keputusan Bersama untuk Pengesahan Pasangan Calon.


(2)

3. Surat keputusan tersebut disampaikan kepada DPD Partai GOLKAR terkait:

i. Untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, disampaikan kepada DPD Partai GOLKAR Provinsi terkait.

ii. Untuk Calon Bupati/Walikota, disampaikan kepada DPD Partai GOLKAR Kabupaten/Kota terkait.

4. Selanjutnya DPD Partai GOLKAR yang bersangkutan melakukan koordinasi dengan pasangan calon yang ditetapkan tersebut, untuk mempersiapkan langka-langkah pemenangan Pemilukada di daerah yang bersangkutan.

5. Apabila pasangan calon terkait salah satunya adalah kader partai lain, maka Dewan Pimpinan Daerah Partai GOLKAR yang bersangkutan mengambil inisiatif untuk melakukan koordinasi dalam rangka persiapan Tahapan Pemenangan Calon di daerah yang bersangkutan.


(3)

BAB VI

KESIMPULAN

Rakyat semakin berdaulat dengan diakhrinya monopoli pemilihan kepala daerah oleh sekelompok kecil orang di lembaga perwakilan (DPRD) dan menggantinya dengan pemilihan langsung oleh rakyat. Pemilukada langsung sebenarnya tidak dapat dilihat hanya sebuah mekanisme atau prosedur demokratis untuk memilih kepala daerah, sebagaimana diamanatkan pasal 18 UUD 1945. Hadirnya kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat pada akhirnya diharapkan dapat mewujudkan pemerintahan daerah yang lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif jika pemilukada langsung, demokratisasi, dan good governace di tingkat lokal adalah sebuah rangkaian yang tidak terpisahkan, maka perlu ada evaluasi apa saja yang mendukung dan menghambat pencapaian tiga hal tersebut. Satu dari sekian evaluasi yang diperlukan adalah evaluasi terhadap kinerja partai politik dalam pemilukada langsung. Hal ini terutama terkait dengan partai politik dalam proses nominasi dan pencalonan, sebagaimana diatur dalam ketentuan penyelenggaraan pemilukada langsung hingga saat in. Meskipun kepala daerah tidak ditentukan lagi ditentukan oleh perwakilan partai-partai di DPRD. Tapi satu-satunya jalan bagi pencalonan dalam pemilukada langsung adalah melalui partai politik Pasal 36 ayat (1) PP 6 tahun 2005 menyebutkan “ Peserta pemilihan adalah pasangan yang diusulkan partai politik”.


(4)

Selain itu, meskipun di banyak pemilukada yang lalu faktor popularitas dianggap lebih menentukan , partai politik yang tersebar sampai pelosok desa tetap merupakan instrumen yang potensial bagi mobilisasi dukungan, terutama bagi calon yang tidak mempunyai sumber daya yang memadai. Setidaknya dari kedua hal tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa kualitas pemilukada langsung serta pencapaian demokratisasi dan good governance di tingkat lokal.

Masa orde baru identik dengan Partai Golkar, dimana Golkar memenangkan setiap pemilu di masa orde baru. Setelah masa orde baru Golkar mengalami sedikit kemunduran dimana di setiap pemilu Golkar tidak dapat mendudukkan kadernya sebagai presiden seperti pada masa orde baru, akan tetapi untuk perebutan kursi di legislatif Golkar masih menunjukkan pengaruhnya. Pada pemilu tahun 2004 Golkar berhasil menduduki peringkat pertama perolehan suara untuk legislatif yaitu sebanyak 24.480.757 (21,58%) dari total 113.462.414 suara. Kemudian menyusul PDI Perjuangan dengan perolehan 21.026.629 (18,53%), Partai Kebangkitan Bangsa (10,57%), dan Partai Persatuan Pembangunan (8,15%),Partai Demokrat (7.45%), Partai Keadilan Sejahtera (7,34%), dan Partai Amanat Nasional (6,44%). Selanjutnya partai Golkar hanya menduduki peringkat kedua.

Indikator yang digunakan Partai Golkar adalah calon Gubernur harus memiliki elektibilitas yang tinggi dan merupakan kader partai Golka. Ini terlihat


(5)

dari dua kali pemilihan gubernur sumatera utara Golkar selalu mencalonkan kadernya sendiri yaitu Ali Umri dan Chairuman Harahap.

DPD partai Golkar Sumatera Utara melalui Rapat dipimpin oleh Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah, dihadiri oleh Bidang Organisasi dan Daerah, Bidang Kajian Strategis, Bidang Kaderisasi, Bidang Hukum, dan Sekretaris Jendral menetapkan Juklak Pemilukada yang didalamnya menyangkut pembukaan pendaftaran, agar calon yang berasal dari luar partai Golkar mendapat kesempatan ikut pada pemilihan langsung kepala daerah (Pemilukada) Sumatera Utara periode 2013-2018.


(6)

Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995.

Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.

Nursal, Adman, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Parulian, Donald, Menggugat Pemilu, Jakarta: PT. Penebar Swada, 1997. Putra, Fadilah, Kebijakan Publik Analisis Terhadap Kongruensi Janji Politik Partai Dengan Realisasi Produk Kebijakan Publik di Indonesia 1999-2003, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Rahman, Arif, Sistem Politik Indonesia dalam Presfektif Struktural Fungsional, Surabaya: SIC, 2002.

Sastroatmodjo, Sudijono, Prilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Usman, Hubi dan Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Bumi Aksara, 2000.

Winarno, Budi, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, Yogyakarta: Media Pressindo, 2007.

Sarundajang, S.H, Drs, Pilkada Langsung:Problematika dan Prospek, Jakarta: Kata Hasta Pustaka