Devinisi Tuhan Menurut Pandangan Islam

hadist tersebut maka memunculkan konsep enam rukun iman yang harus diikuti oleh sikap ihsan. Dengan iman maka manusia akan memahami bahwa Tuhan Allah itu yang menciptakan alam semesta ini, Ia zat yang Maha Esa, tiada sekutu baginya, tiada beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak menyerupai dan diserupai oleh sesuatu. Tuhan memiliki sifat yang sempurna dan tidak terhingga. Dialah zat yang menguasai segalanya dan sanggup mengarahkan segala sesuatu. 43 Antara iman, islam dan ihsan terjalin secara komprehensif. Nilai-nilai perwujudannya saling berkelindan yang terakumulasi dalam konsep dasar amal shaleh dan segi kemaslahatan. Di sinilah ihsan menjadi kunci keagamaan yang kemudian teralabosi ke dalam praktik sufisme. 44 Praktik sufisme merupakan suatu pelatihan khusus untuk lebih dekat dengan Tuhan. Seorang sufi telah menyadari bahwa zat Allah tidak dapat diteropong oleh panca indra. Karena fikirannya hanya mampu mengenalnya dan dapat merasakan ketenangan hatinya sebagai bahwa rahmat Allah tercurahkan kepadanya. 43 . M. Faiz Almath, Puncak Ruhani Kaum Sufi. Surabaya: Pustaka Progressif, 1996.h.29. 44 .Samsul, Ilmu Tasawwuf,,. h. 36-37. Dengan hati yang bersih maka manusia kan mampu mengenal Allah lebih dalam. Ali r.a. berkata tentang contoh hati “ sesungguhnya Allah Ta‟ala mempunyai bejana - bejana di buminya yaitu, hati. Maka hatilah yang paling dicintai Allah Ta‟ala, paling halus, paling bersihdan paling keras”. Berdasarkan pernyataan berikut maka Ali .r.a. menafsirkan bahwa hati paling keras mengenai agama, paling bersih mengenai keyakinan dan paling halus terhadap para saudara. 45 Al – Ghazali memandang bahwa Tuhan Maha segala tahu baik besar maupun kecil. Al-Ghazali menolak pengetahuan Tuhan terbatas pada hal-hal yang universal sehingga tidak mengtahui yang partikular. Bagi al-ghazali perkataan yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur‟an dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 Al-Jatsiiyah : 23, yaitu: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?” Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan 45 . Hati yang dimaksud dalam kitab Ihya‟ bukanlah hati yang dimaksud oleh para ilmuan atau dokter. Namun yang dimaksud merupakan hati tempat keluarnya roh dan juga budi. Moh. Zuhri , Terjemahan Ihya‟ „Ulumiddin, Semarang: CV. Asy Syifa‟, 1993.h. 605. penegasan “melainkan Allah ”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah. Mereka mengatakan bahwa, pengetahuan tentang Tuhan dan alam wujud ini adalah suatu pengetahuan atau ilham yang dilimpahkan oleh Tuhan dalam jiwa kita. Sebagai wujud karunia rahmat Tuhan ketika ia terlepas dari godaan hawa nafsu dan ketika memusatkan ingatannya kepada zat yang yang dicintainyayang dicari Tuhan. Bagi para kaum Sufi menyakini Firman Allah Surat An-Nuur ayat 25 yang berbunyi sebagai berikut: ون ها ضرااو تاومسلار Artinya : “ Allah itu cahay a langit dan Bumi” Atas landasan ayat tersebut kaum sufi yakin memperoleh pancaran nur Allah. Demikian Allah tajalli dengan af- „alnya, asmanya dan zatnya yang tidak tersembunyi, “ Mutajalli min dzatihi la yakfaha ”. Mustahil orang dapat menutupi cahaya. Sedangkan cahaya tersebut terpancar dalam segala yang tertutup. Apalagi Allah adalah cahaya seluruh langit dan bumi. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Bawasannya Allah itu Tajalli bagi manusia umumnya, bagi Abu Bakar khususnya ”. Untuk Tajalli inilah para sufi latihan-latihan jiwa, berusaha pada dirinya untuk melepaskan dan juga mengosongkan hatinya dari sifat-sifat tercela mazmumah . Dengan mengisi berbagai sifat-sifat terpuji mahmudah . Serta memutuskan segala hubungan yang dapat merugikan kesucian dirinya dalam keadaan mana mempersiapkan dirinya untuk menerima pancaran nur cahaya Allah tersebut. Hal yang demikian itu biasa berhasil, karena Tuhan maha cahaya terhadap hambanya. Tuhan merupakan sumber cahaya dan ilmu. Apabila Tuhan telah menembus hati hambanya dengan “Nur” dan cahayanya, maka berlimpah ruahlah rahmat. al-Ghazali berkata “ Di dunia ini tak ada cahaya yang lebih terang dari pada cahaya kenabian”. 46

2. Sejarah Awal Munculnya Ajaran Tasawuf

Ajaran tasawuf sesungguhnya sudah dicerminan dari perilaku Nabi Muhammad bahkan sebelum Nabi SAW diangkat menjadi rasul ajaran tasawuf juga sudah ada. Hal tersebut dapat dilihat dari kesederhanaan kehidupan Nabi SAW. Selain beliau menghabiskan waktu untuk beribadah beliau juga mendekatkan diri pada Tuhan. Sebelum Nabi SAW menerima wahyu pertama, beliau sudah sering melakukan kegiatan-kegiatan sufi. Seperti beliau ber ‟ uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan, sampailah akhirnya beliau menerima wahyu dan diangkat menjadi rasul. 46 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1998.h.89- 91. Kehidupan yang sederhana tidak suka kemewahan Nabi meruPakan gambaran kehidupan sufi pada zaman Rasullah, dan akhirnya diikuti oleh para sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Rasullah telah memberikan contoh sekaligus meletakkan dasar-dasar hidup kerohanian dan tarekat bagi para pengikutnya sepanjang masa. 47 Berdasarkan tauladan nabi Muhammad SAW maka berkembanglah ilmu kerohanian yang sesuai dengan perkembangan zaman. Ajaran tasawuf lahir semenjak pertengahan akhir abad pertama Hijriyah. Pada masa itu umat Islam tengah mengalami kekacauan sosial politik akibat perpecahan dan perang saudara yang beruntun. Lalu keadaan ini disusul dengan melimpah ruahnya kekayaan negara serta lahirnya peradaban- peradaban asing sebagai akibat penaklukan daerah- daerah di luar jazilah Arab. Hal ini menyebabkan segolongan umat Islam tergiur akan kehidupan istana, hidup dengan penuh mengejar keduniawian, dan tidak menghiraukan halal dan haram. Kemudian diikuti pula pertumbuhan orientasi pemikiran rasional dengan memanfaatkan pengaruh kebudayaan dan filsafat Yunani. Akibatnya perkembangan pemikiran dan pengalaman agama mengarah pada formalisme. 47 . Samsul. Ilmu Tasawuf, h.88-90