TIPE ELIT POLITIK INCUMBENT PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

(1)

ABSTRACT

TYPE OF POLITICAL ELITE INCUMBENT ON THE LEGISLATIVE ELECTION OF 2014 IN KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

By EKO ANDIKA

In the 2014 elections legislative elections, parliament and District / City using open proportional system (the single transferable vote), the choice of which is based on the most votes or quota that has been set according to the applicable legislation. An incumbent who participate in elections should have a greater chance of re-election, but that happens most of the incumbent candidate is not elected in the legislative elections of 2014. Not the election of the incumbent can be seen through the incumbent orientation, or attitude Responsibility incumbent, as well as Performance or performance conducted incumbent.

This research was aim to know type of Political Elites incumbent on the legislative elections in 2014 in Kabupaten Tulang Bawang Barat. Type of research is descriptive using a qualitative approach. Informants in this study is that no elected incumbent on the legislative elections in 2014 and Community Leaders. Data collection techniques using observation, interviews, documentation. Data analysis used includes data reduction, data presentation, and conclusion.


(2)

incumbent on society will only respond when the demands nothing to do with the incumbent interests or those of the group, and Performance of Political Elites incumbent relating to the performance of the incumbent to foster and give freedom of community members or citizens to improve the social status only covers on some group or some community. So it can be concluded that all the incumbent political elite into the category of Type Conservative Political Elites.


(3)

ABSTRAK

TIPE ELIT POLITIK INCUMBENT PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

Oleh EKO ANDIKA

Pada Pemilu tahun 2014 pemilihan anggota DPR, DPRD dan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan sistem proporsional terbuka (the single transferable vote) yaitu pemilihan yang didasarkan pada perolehan suara terbanyak atau kuota yang sudah diatur sesuai perundang-undangan yang berlaku. Seorang Incumbent yang ikut dalam pemilihan umum harusnya memiliki peluang yang lebih besar untuk terpilih kembali namun yang terjadi sebagian besar kandidat incumbent tersebut tidak terpilih pada pemilu legislatif 2014. Ketidakterpilihan incumbent tersebut dapat dianalisis menggunakan teori Elit Politik dengan menggunakan indikator Orientasi Incumbent, Responsibilitas atau sikap Incumbent, serta Performance atau kinerja yang dilakukan incumbent.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tipe Elit Politik Incumbent pada pemilu legislatif 2014 di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Tipe Penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Informan


(4)

wawancara,dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan mencakup reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa semua elit politik incumbent hanya beorientasi pada kepentingan Pribadi dan kepentingan Golongan, Responsibilitas Incumbent terhadap masyarakat hanya akan direspon ketika tuntutan tersebut ada hubungannya dengan kepentingan incumbent tersebut atau kepentingan kelompoknya, dan Performance Elit Politik Incumbent yang berkaitan dengan kinerja incumbent untuk membina dan memberi kebebasan anggota masyarakat atau warga Negara untuk meningkatkan status sosial hanya mencakup pada beberapa kelompok atau sebagian masyarakat saja. Sehingga dapat disimpulan bahwa semua elit politik incumbent masuk kedalam kategori Elit Politik Tipe Konservatif.


(5)

(6)

TIPE ELIT POLITIK INCUMBENT PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

(skripsi)

Oleh: Eko Andika

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(7)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir ... 33

2. Kondisi jalan di Kampung Jaya Murni ... 80

3. Kondisi kandang Penggemukan Sapi ... 93


(8)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

1. Kegunaan Penelitian Secara Teoritis/Akademis ... 8

2. Kegunaan Penelitian Secara Praktis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Pemilihan Umum ... 9

1. Tujuan Pemilihan Umum ... 10

2. Asas-Asas Pemilihan Umum ... 12

3. Sistem Pemilihan Umum ... 13

a. Sistem Distrik (Single-member Constituenty) ... 14

b. Sistem Proporsional (Multy-member Constituenty) ... 15

B. Tinjauan tentang Lembaga Legislatif ... 17

C. Tinjauan tentang teori Distribusi Kekuasaan ... 19

D. Tinjauan tentang Elit Politik ... 25

1. Elit Politik tipe Liberal ... 29

2. Elit Politik tipe Konservatif ... 31

3. Elit politik tipe Counter elite ... 31

4. Indikaor Elit Politik ... 32

E. Kerangka Pikir ... 34

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 39

B. Lokasi Penelitian ... 40

C. Fokus Penelitian ... 40

D. Jenis Data ... 42

1. Data Primer ... 42

2. Data Sekunder ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

1. Observasi ... 43

2. Wawancara ... 43

3. Dokumentasi ... 45

F. Penentuan Informan ... 45


(9)

2. Tokoh Masyarakat ... 46

G. Teknik Pengolahan Data ... 46

1. Editing ... 46

2. Interpretasi ... 46

H. Teknik Analisis Data ... 47

1. Reduksi Data ... 47

2. Display Data ... 48

3. Conclusion ... 49

IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Sosial dan Budaya Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 51

B. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat 52 C. Profil dan Kegiatan Incumbent sebagai Anggota DPRD Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 54

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Informan dalam Penelitian ... 72

1. Incumbent tidak terpilih ... 72

2. Tokoh Masyarakat ... 73

B. Pandangan Incumbent terhadap sistem pemilu legislatif 2014 ... 74

C. Orientasi Incumbent dalam menjalankan tugas sebagai Anggota DPRD Tulang Bawang Barat ... 76

D. Responsibilitas Incumbent dalam menjalankan tugas sebagai Anggota DPRD Tulang Bawang Barat ... 85

E. Performance Incumbent dalam menjalankan tugas sebagai Anggota DPRD Tulang Bawang Barat ... 92

VI. PENUTUP A. Simpulan ... 114

B. Saran ... 115 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

1. Batas – batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat ... 52

2. Daftar nama Informan Incumbent tidak terpilih ... 72

3. Daftar nama Informan Tokoh Masyarakat ... 73

4. Tabel Pembahasan mengenai Orientasi Elit Politik Incumbent ... 102

5. Tabel Pembahasan mengenai Responsibilitas Elit Politik Incumbent ... 106


(11)

(12)

(13)

MOTTO

Wahai orang orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscahya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.

(Qs : Muhammad -7)

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya (HR. Buhari Muslim)

Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras.

Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan.

(Thomas Alva Edison)

Rasa bersyukur membuat hidup terasa lengkap, juga membuat kita merasa cukup bahkan lebih, rasa bersyukur membuat penolakan menjadi penerimaan

dan membuat kebingungan menjadi kejelasan. (Mario Teguh)

Nasibmu adalah kumpulan dari tindakanmu dan kumpulan dari apa yang sanggup engkau lakukan.


(14)

(15)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan tulisan ini kepada

KEDUA ORANG TUA

Dua insan yang dipertemukan Tuhan sebagai orang yang berhak menerima tiga kehidupan yang tercipta atas dasar kasih sayang mereka berdua. Selalu berusaha memecahkan tiga batu untuk menghasilkan tiga berlian yang

dapat memberikan kecerahan bagi kehidupan mereka yang akan datang. Terima kasih atas perhatian kalian kami berusaha semaksimal mungkin untuk

menjadi berlian yang kalian harapkan, meskipun itu semua tergumpil kecil.

ISTRIKU

Istriku tercinta yang selalu ada di saat suka maupun duka, memberikan dukungan dan membantu selama ini.

ADIK-ADIKKU

Pencipta kehidupan damai melalui tindakan – tindakan lembut yang selalu mengerti saat terdapat batu sandungan. Terima kasih Della Kharisma dan Gede

Prestiwana yang selalu memberikan kebahagian dalam persaudaraan kita.

…serta… Almamater Tercinta


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro pada Hari Jum’at Pahing tanggal 06 Bulan Oktober tahun 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putra pasangan Bapak Suparman dan Ibu Suratmi S.Pd.

Jenjang pendidikan penulis berawal dari Sekolah Dasar di SDN Tri Tunggal Jaya yang diselesaikan pada tahun 2001. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 01 Tunas Jaya Kecamatan Gunung Agung Tulang Bawang Barat dan lulus dengan predikat lulus pada tahun 2004. Selanjutnya, penulis mengenyam pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 01 Pekalongan Lampung Timur dan diselesaikan pada tahun 2007 dengan hasil ujian yang memuaskan.

Pendidikan dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi dengan mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru melalui jalur SPMB pada tahun 2007, dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung.


(17)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tipe Elit Politik Incumbent Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Tulang Bawang Barat”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung serta Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

3. Bapak Dr. Suwondo, M.A selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan mengenai


(18)

4. Bapak Drs. Sigit Krisbintoro, M.Si. selaku Dosen Pembahas penulis yang telah bersedia untuk membimbing dan memberikan arahan, masukan, saran, memberikan banyak pengalaman dengan turun kemasyarakat langsung, dan semangat akan kehidupan kepada penulis.

5. Bapak Budi Harjo, S.Sos, M.IP selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan, masukan dan motivasi belajar maupun motivasi hidup kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 7. Seluruh jajaran Dosen di FISIP UNILA, seluruh staf Tata Usaha dan pegawai

di FISIP dan Jurusan Ilmu Pemerintahan.

8. Seluruh Informan baik para Incumbent dan Tokoh Masyarakat yang bersedia memberikan informasi demi kelancaran sekripsi ini.

9. Pak’e dan Bu’e sebagai orang tua terbaik di Bumi ini yang tidak dapat tergantikan, selalu memberikan dukungan dan kasih sayang sehingga dapat membangunkan semangat untuk mencapai gelar S1. Tanpa Pak’e dan Bu’e saya tidak akan bisa mencapai gelar ini sehingga saya berjanji dikemudian hari akan membanggakan Pak’e dan Bu’e untuk mencapai kehidupan yang lebih bahagia bersama Pak’e dan Bu’e.


(19)

10.Istriku tercinta Dewi Novitasari yang selalu ada di saat suka maupun duka, memberikan dukungan dan membantu selama ini sebagai agen di balik dan di depan layar.

11.Bapak Ibu Mertua, Bpk Suyono dan Ibu Tusilah yang selalu memberikan dukungan dan motivasi sehingga dapat membangunkan semangat saya untuk mencapai gelar S1.

12.Kepada seluruh saudara - saudaraku Della Kharisma dan Gede Prestiwana terima kasih atas dukungan dan motivasi kalian.

13.Kepada Adik Iparku Bripda Agung Setiawan dan si kecil Zahrina Sofi Khasanah terima kasih atas dukungan dan motivasi kalian.

14.Oben, Fajar dan Koko yang telah membantu mentranslit abstrak ke bahasa inggris, serta Dwi yang telah memberikan tempat dan bantuan pengeprinan pada saat pengerjaan skripsi.

15.Pandu, Ajis, dan Anas yang telah membantu merapihkan serta menemani di saat seminar penelitian dan pengerjaan skripsi.

16.Sahabat Ikam Tubabar Fitma dan Rian yang telah membantu merapihkan serta menemani di saat pengerjaan skripsi.

17.Sahabat senasib seangkatan Akhir Ririen, Rihana, bang Sani, terima kasih atas seluruh kenangan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

18.Sahabat ketemu Gede, Mafudz, Cahyo, Indra, Usep, Januar, Elan, Desta, Hesti, Yesi, Tommi, Andro, Jarwo, Vina, Serli, Eny Ivans, Sinta, Riki Ardian, Beti D Sirait, Tetra jumarius dan Retno terima kasih atas seluruh kenangan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.


(20)

tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas seluruh kenangan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

20.Warga jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 07 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas seluruh kenangan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

21.Dan terakhir untuk seluruh rekan yang telah berpartisipasi, baik langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Bandar Lampung, 19 Maret 2015 Penulis,


(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 pasal 1 ayat (1) bahwa pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemilu menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilu disamping sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, juga sebagai sarana dalam menyeleksi kader bangsa. Kader bangsa dipilih untuk dijadikan sebagai pemimpin yang diberikan kewenangan guna menentukan alternatif kebijakan umum berdasarkan aspirasi rakyat.

Recruitment calon pemimpin yang dilakukan melalui pemilu diharapkan mampu menjaring pemimpin-pemimpin yang sesuai dengan harapan masyarakat, dan proses yang aspiratif ini merupakan implementasi sekaligus penguatan dalam negara demokratis. Proses recruitment calon pemimpin yang membawa aspirasi rakyat tersebut tentu akan memberikan arti penting bagi pelaksanaan demokrasi disebuah Negara. Dimana pemilu dalam pelaksanaanya memiliki tujuan untuk


(22)

menyeleksi para pemimpin pemerintahan baik di eksekutif (pemerintah) maupun legislatif, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat serta dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

Pada Negara demokrasi perwakilan seperti di Negara Indonesia, pemilihan umum menjadi sangat penting karena berkaitan dengan pengambilan keputusan atau kebijakan. Pengambilan kebijakan tersebut tidak secara langsung dilakukan oleh masyarakat, melainkan dengan cara diwakili oleh beberapa orang yang dipercaya masyarakat untuk dapat mewakili aspirasinya. Kondisi ini menimbulkan kebutuhan akan mekanisme pemilihan para wakil tersebut oleh masyarakat sehingga dilakukan pemilihan umum secara periodik.

Pelaksanaan pemilu di Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 hingga kini telah dilaksanakan sebanyak sepuluh kali dengan diawali pada tahun 1955 yang diatur dengan undang-undang nomor 7 tahun 1953, pemilu tahun 1971 dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1969, pemilu tahun 1977,1982.1987,1992 dan tahun 1997 menggunakan Undang- Undang Nomor 3 tahun 1975 dengan perubahan besar dalam pengaturan jumlah partai politik peserta pemilu menjadi dua partai dan golongan karya, serta pelaksanaan pemilu tahun 1999 sebagai hasil dari pergerakan reformasi.

Pada pelaksanaan pemilu tahun 1999 terjadi perubahan sistem pemilu, yakni sistem pemilu multi partai melalui Undang-Undang nomor 2 Tahun 1999 tentang


(23)

pemilu. Pemilu tahun 2004 menggunakan Undang-Undang nomor 12 tahun 2003. Pemilu tahun 2009 menggunakan Undang-Undang nomor 10 tahun 2008 dengan jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 24 partai Nasional. Selanjutnya pemilu 2014 menggunakan Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 dengan jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 12 partai Nasional.

Pada pemilu 2014 sistem pemilihan umum yang digunakan yaitu sistem proporsional terbuka (the single transferable vote). Hal tersebut terdapat pada Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 pasal 5 ayat 1 bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Pada sistem proporsional terbuka (the single transferable vote) para pemilih diberikan otoritas untuk memilih pilihannya, dengan demikian penetapan calon terpilih tidak berdasarkan nomor urut calon melainkan pada suara terbanyak atau kuota yang sudah diatur sesuai perundang-undangan yang berlaku

Sistem proporsional terbuka (the single transferable vote) yang digunakan untuk memilih anggota DPR, DPRD dan DPRD Kabupaten/Kota pada pemilu legislatif 2014, menjadikan alokasi kursi partai tidak didasarkan pada daftar nomor urut calon melainkan didasarkan pada suara terbanyak atau kuota yang sudah diatur sesuai perundang-undangan yang berlaku. Hal ini akan membuat seorang calon anggota legislatif (kandidat) akan mendapatkan persaingan bukan hanya dari calon anggota legislatif yang berasal dari partai politik yang lain tetapi juga dari calon anggota legislatif dalam partai yang sama atau internal partai.


(24)

Sistem Proporsional terbuka memiliki kelebihan, dimana Sistem Proporsional terbuka dipandang lebih mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen. Setiap suara dihitung dan tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil dan minoritas memiliki kesempatan untuk mengirimkan wakilnya di parlemen. Selain itu juga Sistem Proporsional terbuka memiliki kekurangan, dimana persaingan antar kandidat baik diluar partai maupun internal sangat kuat, hal tersebut mengakibatkan kader berkualitas dan loyal yang tidak memiliki sumber daya yang mencukupi akan tersisih.

Proses persaingan dalam kompetisi pemilihan umum legislatif antara masing masing kandidat sangat beragam, berbagai strategi politik dilakukan guna mendapatkan suara terbanyak, termasuk kandidat yang masih menjabat (incumbent). Incumbent tersebut merupakan elit politik yakni kelompok minoritas dari warganegara yang memiliki kekuasaan dalam suatu negara, dimana kelompok tersebut memiliki kekuasaan untuk memerintah, dan mempunyai pengaruh besar dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

Pada pelaksanaan pemilihan umum legislatif Incumbent harus berjuang untuk mendapatkan suara terbanyak. Incumbent yang mampu memperoleh suara terbanyak akan dapat menduduki kembali jabatan yang sudah dimilikinya selama satu periode sebelumnya. Sebaliknya, kandidat yang masih baru juga harus berjuang untuk mendapatkan suara terbanyak. Pada pelaksanaan pemilihan umum legislatif masing-masing kandidat juga saling berkompetisi dengan strategi marketing masing-masing agar dapat menjadi calon terpilih.


(25)

Di Propinsi Lampung tepatnya di Kabupaten Tulang Bawang Barat jumlah alokasi kursi DPRD berjumlah 30 Kursi hal tersebut berdasarkan Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 pasal 26 ayat 2 point c dinyatakan bahwa jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 200.000 (dua ratus ribu) sampai 300.000 (tiga ratus ribu) orang memperoleh alokasi kursi 30 (tiga puluh) kursi. Sementara itu, dari 30 anggota DPRD Kabupaten sebanyak 29 orang anggota DPRD Kabupaten/Kota (Incumbent) kembali mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif pada pemilihan umum legislatif tahun 2014. Sehingga, Calon Incumbent tersebut akan memperebutkan alokasi 30 kursi tersebut bersama calon anggota legislatif yang baru.

Dari 29 orang Incumbent yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 sebanyak 9 orang yang terpilih kembali menjadi Anggota DPRD pada periode 2014-2019 dan sebanyak 20 orang Incumbent tidak terpilih kembali menjadi Anggota DPRD pada periode 2014-2019. Hal tersebut sesuai dengan Berita Acara KPUD Kabupaten Tulang Bawang Barat No 39 /BA/V/2014 tentang Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik dan Penetapan Calon terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat Pemilihan Umum Tahun 2014 (sumber: KPUD Kabupaten Tulang Bawang Barat).

Jika dianalisis menggunakan pendapat Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2012:201) mengenai teori Elit Politik, dimana elit politik ialah orang-orang yang mempunyai pengaruh besar dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan


(26)

politik juga sebagai orang yang mempunyai kelebihan kelebihan yang justru tak dimiliki oleh kebanyakan orang. Dalam hal ini dimana incumbent merupakan orang yang mempunyai pengaruh besar dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik juga yang ada dalam suatu wilayah dan juga mempunyai kelebihan dibandingkan calon yang lain. Dengan kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki, Incumbent dapat bekerja sama dengan beberapa instansi atau lembaga untuk sebuah program kemasyarakatan. Dimana dengan program tersebut incumbent akan mendapat simpati dari masyarakat, hal ini tentunya menjadi point lebih bagi incumbent untuk terpilih kembali.

Kemudian berdasarkan profil dan kegiatan incumbent dalam menjalan tugas dan fungsi sebagai anggota legislatif tahun 2009 -2014, dimana salah satunya yaitu melakukan Penyerapan Aspirasi Masyarakat (Reses) di daerah pemilihan hal ini sejalan dengan pendapat Priyatmoko (dalam Baiduri 2007 : hal. 9) dimana lembaga legislasi merupakan representasi terhadap keanekaragaman sosiologis, ekonomis,kultur maupun politik dalam masyarakat. Kegiatan Penyerapan Aspirasi Masyarakat (Reses) adalah suatu bentuk kepedulian incumbent untuk mengetahui berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat. Dalam melakukan Reses incumbent bertemu dengan banyak masyarakat sehingga incumbent lebih banyak dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat. hal ini juga menjadi point lebih dibandingkan dengan calon lainnya.

Berdasarkan berbagai hal diatas seharusnya kandidat incumbent lebih mempunyai peluang besar untuk mendapat simpati dari pemilih yang akhirnya berujung pada


(27)

jatuhnya pilihan seorang pemilih untuk memilih kandidat incumbent tersebut. Dalam hal ini tentu jelas seharusnya kandidat Incumbent dapat terpilih kembali pada pemilu legislatif tahun 2014, namun yang terjadi sebagian besar kandidat incumbent tersebut tidak terpilih kembali pada pemilu legislatif tahun 2014. Tidak terpilihnya Incumbent tersebut karena tidak memperoleh kuota suara yang cukup pada pemilu legislatif 2014.

Persoalan politik tidak terpilihnya Incumbent pada pemilu legislatif 2014 seperti ini menarik perhatian penulis sehingga perlu di teliti lebih mendalam. Persoalan politik tersebut perlu diteliti menggunakan teori elit politik. Hal tersebut sangat berkaitan bagaimana kekuasaan didistribusikan. Tidak terpilihnya incumbent tersebut dapat dianalisis menggunakan teori Elit Politik dengan Orientasi Incumbent ketika mejadi Anggota Dewan, Responsibilitas atau sikap Incumbent terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat, serta Performance atau kinerja yang dilakukan incumbent tersebut selama menjadi wakil rakyat tersebut. itulah yang menyebaban saya tertarik untuk melakukan penelitian ini.

Dari uraian latar belakang masalah di atas, persoalannya sekarang Apa tipe elit politik incumbent pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 di Kabupaten Tulang Bawang Barat sehingga perlu diketahui Orientasi Incumbet ketika mejadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Responsibilitas atau sikap Incumbent terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat, serta Performance atau kinerja yang dilakukan incumbent dalam upaya untuk membina dan memberi kebebasan anggota masyarakat atau warga


(28)

Negara untuk meningkatkan status sosial melalui penelitian kualitatif. Oleh karena itu kajian mengenai tipe elit politik incumbent pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 di Kabupaten Tulang Bawang Barat perlu dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apa Tipe Elit Politik Incumbent pada pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Tulang Bawang Barat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui Tipe Elit Politik Incumbent pada pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Tulang Bawang Barat.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Penelitian Secara Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai Pemilihan Umum Legislatif dan Tipe Elit Politik Incumbent.

2. Kegunaan Penelitian Secara Praktis

Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak terkait diantaranya sebagai masukan bagi calon anggota legislatif Incumbent yang tidak terpilih pada pemilihan umum 2014.


(29)

9

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Pemilu

Banyak para ahli yang menjelaskan tentang pengertian pemilu, antara lain dikemukakan oleh Ramlan Surbakti (1992:181) Pemilu diartikan sebagai mekanisme penyeleksi dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai, tetapi penulis menetapkan pengertian pemilu sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 pasal 1 ayat (1) yang dimaksud Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pemilihan umum yang diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota disebut pemilihan umum legislatif. Pemilihan umum legislatif merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih wakil rakyat yang dapat mewakili aspirasinya yang tata cara pelaksanaanya diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada demokrasi perwakilan, rakyat memegang kedaulatan penuh, namun dalam pelaksanaanya dilakukan oleh wakil wakil rakyatnya melalui lembaga legislatif atau parlemen.


(30)

1. Tujuan Pemilihan Umum

Menurut Prihatmoko (2003:19) pemilu dalam pelaksanaanya memiliki tiga tujuan yakni:

a. sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum (public policy).

b. pemilu sebagai pemindahan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan badan perwakilan rakyat melalui wakil wakil yang terpilih atau partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin.

c. pemilu sebagai sarana memobilisasi, menggerakan atau menggalang dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.

Selanjutnya Menurut Humtingthon (2001:18) pemilu dalam pelaksanaanya memiliki lima tujuan yakni:

1. Pemilu sebagai implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Asumsi demokrasi adalah kedaulatan terletak di tangan rakyat. Karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa memerintah secara langsung maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil-wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan memegang tampuk pemerintahan. 2. Pemilu sebagai sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui

pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya dapat mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas


(31)

pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat.

3. Pemilu sebagai sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan pemerintahan baru yang didukung oleh rakyat.

4. Pemilu sebagai sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari rakyat.

5. Pemilu sebagai sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah memegang tampuk pemerintahan.

Selanjutnya tujuan pemilu dalam pelaksanaanya berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 pasal 3 yakni pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Negara


(32)

Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Dari berbagai pendapat para ahli mengenai tujuan pemilu diatas dapat diketahui bahwa tujuan dari pemilu adalah untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan baik di eksekutif (pemerintah) maupun legislatif, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagai mana diamanatkan dalam UUD 1945.

2. Asas-Asas Pemilu

Dalam pelaksanaan pemilihan umum asas-asas yang digunakan diantara sebagai berikut :

a. Langsung

Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.

b. Umum

Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain. c. Bebas

Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan


(33)

dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.

d. Rahasia

Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

e. Jujur

Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Adil

Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

3. Sistem Pemilihan Umum

Sistem pemililihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara warga masyarakat sendiri. Metode berhubungan erat dengan aturan dan prosedur merubah suara ke kursi di legislatif.

Menurut Miriam Budiarjo (2012:461) Sistem pemilihan umum dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:


(34)

a. Sistem Distrik (Single-member Constituenty)

Didalam sistem distrik sebuah daerah kecil menentukan satu wakil tunggal berdasarkan suara terbanyak. Sistem Distrik bisa dimaknai bahwa satu dapil memilih satu wakil. sistem distrik memiliki karakteristik, antara lain : 1. First past the post : sistem yang menerapkan single memberdistrict dan

pemilihan yang berpusat pada calon, pemenangnya adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak.

2. The two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai dasar untuk menentukan pemenang pemilu. ini dijalankan untuk memperoleh pemenang yang mendapatkan suara mayoritas.

3. The alternative vote : sama dengan first past the post bedanya adalah para pemilih diberikan otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.

4. Block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.

Kelebihan Sistem Distrik

a. Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.

b. Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara alami.


(35)

c. Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.

d. Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.

e. Jumlah partai yang terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan

Kelemahan Sistem Distrik

a. Ada kesenjangan persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini menyebabkan partai besar lebih berkuasa.

b. Partai kecil dan minoritas merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.

c. Sistem ini kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.

d. Wakil rakyat terpilih cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional.

b. Sistem Proporsional (Multy-member Constituenty)

Sistem proporsional merupakan sistem yang melihat pada jumlah penduduk yang merupakan peserta pemilih. Sistem proporsional dapat dimaknai bahwa satu dapil memilih beberapa wakil. Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty. ada dua jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu ;


(36)

1. Sistem Proporsional Tertutup (List proportional representation) disini partai-partai peserta pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.

2. Sistem Proporsional Terbuka (the single transferable vote) : para pemilih diberi otoritas untuk menentukan pilihannya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kuota yang sudah diatur sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Kelebihan Sistem Proporsional

1. Dipandang lebih mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen.

2. Setiap suara dihitung & tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil dan minoritas memiliki kesempatan untuk mengirimkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat majemuk(pluralis).

Kelemahan Sistem Proporsional

1. Sistem proporsional tidak begitu mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai yang terus bertambah menghalangi integrasi partai. 2. Wakil rakyat kurang dekat dengan pemilihnya, tapi lebih dekat dengan

partainya. Hal ini memberikan kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di parlemen.

3. Banyaknya partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi partai mayoritas.


(37)

Perbedaan utama antara sistem proporsional & distrik adalah bahwa cara penghitungan suara dapat memunculkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik.

Di Indonesia sistem pemilu legislatif 2014 yang digunakan sistem proporsional, the single transferable vote (terbuka). Pada sistem proporsional the single transferable vote para pemilih dapat memilih calon kandidat yang terdaftar dalam dafar pemilihan umum sesuai dengan pilihanya.

B. Tinjauan tentang Lembaga Legislatif

Menurut Budiarjo (1998:170) Lembaga Legislatif adalah lembaga yang legislature atau lembaga yang membuat undang-undang. Angota –angotanya dianggap mewakili rakyat. Di Indonesia lembaga legislatif disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dewan Perwakilan Rakyat dianggap sebagai sebuah lembaga yang merumuskan kemauan rakyat dengan jalan menentukan kebijakansanaan umum (public policy) yang mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijakan kebijakan tersebut. Lembaga legislate dapat pula dikatan bahwa lembaga legislatif merupakan lembaga yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum.

Lembaga legislatif adalah penghubung antara masyarakat dengan pemerintah. Di Negara Indonesia lembaga legislatif yang ada yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Namun sejak pemilu 2004 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003


(38)

tentang susunan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, yang disebut lembaga perwakilan Rakyat (legislatif) adalah Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Lembaga Legislatif dalam mejalankan amanah rakyat memiliki beberapa fungsi. Menurut Priyatmoko (1995:152) dalam Baiduri (2007:9) dikemukakan bahwa wujud dan fungsi lembaga legislatif secara umum dapat diklasifikasikan kedalam tiga bentuk yaitu:

1. Representasi

Merupakan fungsi lembaga legislatif terhadap keanekaragaman demografi, sosiologis, ekonomi, kultura maupun politik dalam masyarakat.

2. Pembuat Keputusan

Merupakan fungsi lembaga legislatif saat dihadapkan pada berbagai masalah didalam masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan bersama atas tujuan bersama yang disepakati. Ukuran pelaksanaan fungsi ini dapat dilihat dari kemampuan lembaga ini mengantisipasi perkembangan masa depan, mengidentifikasi problem problem utama, dan kemampuan menjadi mediasi penyelesaian berbagai konflik secara damai.

3. Pembentukan Legitimasi

Merupakan fungsi lembaga perwakilan atas nama rakyat berhadapan dengan pemegang kekuasaan (pemerintah). Pelaksanaan fungsi ini akan menentukan stabiltas politik, dan iklim kerja yang efektif bagi pemerintah


(39)

Selanjutnya, Mardiah, dkk (2004:81) dalam Baiduri (2007:10) mengemukakan bahwa ada tiga fungsi pokok Dewan Perwakilan Rakyat yaitu :

1. Fungsi legislasi adalah fungsi penyusunan peraturan daerah.

2. Fungsi Anggaran (budgeting) adalah fungsi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

3. Fungsi Pengawasan adalah fungsi control dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah.

Dari berbagai pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi lembaga legislatif yakni penyusunan peraturan daerah dalam hal perundang undangan, penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan mengontrol jalannya pemerintahan daerah sehingga stabiltas politik, dan iklim kerja dalam pemerintahan dapat berjalan efektif.

C.Tinjauan tentang Distribusi Kekuasaan

Pada tinjauan ini menjelaskan kekuasaan dari perspektif aktor-elit, dimana kekuasaan dikaji dalam bingkai bagaimana kekuasaan didistribusikan. Menurut Andrain (2012:200) distribusi kekuasaan ini menawarkan beberapa model yang berbeda, model tersebut antara lain :

1. Model yang pertama adalah adalah model elitis yang menawarkan gagasan bahwa kekuasaan terdistribusi secara tidak merata yang pada gilirannya memunculkan kelompok elit dan kelompok massa.

2. Model yang kedua adalah model pluralis yang menyatakan bahwa kekuasaan tidak terbagi secara merata sebagaimana dalam model elitis,


(40)

tetapi kekuasaan terdistribusi diantara kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat.

3. Model yang ketiga adalah model populis yang memandang kekuasaan dengan mendasarkan pada asumsi bahwa setiap individu yang di masyarakat mempunyai hak dan harus terlibat dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan, dan oleh karena itu kekuasaan harus didistribusikan kepada setiap individu tanpa kecuali.

Perspektif aktor-elit tersebut memandang kekuasaan dengan model elitis, dimana model ini memunculkan kedua kelompok masyarakat, yaitu sejumlah kecil masyarakat yang memiliki kekuasaan besar yang dikenal dengan sebutan elit, dan anggota masyarakat yang dalam jumlah banyak tetapi tidak memiliki kekuasaan. Model ini menggunakan asumsi antara lain yaitu:

a. Asumsi pertama, bahwa dalam setiap masyarakat tidak pernah memiliki distribusi kekuasaan secara merata.

b. Asumsi yang kedua adalah orang yang memerintah dalam satu masyarakat lebih sedikit daripada orang yang diperintah. Itulah sebabnya mengapa elit selalu dirumuskan sebagai sekelompok kecil orang yang mempunyai pengaruh besar dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan.

c. Asumsi ketiga, diantara elit terdapat kesamaan nilai dan berusaha mempertahankan nilai-nilai, yang berarti mempertahankan status sebagai elit.

Menurut Mosca (2012: 202) Benang merah distribusi kekuasaan adalah kekuasaan politik. kekuasaan tersebut didistribusikan secara tidak merata. Oleh karena tidak


(41)

meratanya distribusi, maka masyarakat dikelompokkan menjadi dua, orang atau sekelompok orang yang mempunyai kekuasaan politik penting (elit) dan mereka yang tidak memilikinya (massa). Secara internal, elit bersifat homogen, bersatu dan memiliki kesadaran kelompok (memiliki latar belakang yang mirip, memiliki nilai-nilai kesetiaan dan kepentingan bersama). Elit mengatur sendiri kelangsungan hidupnya dan keanggotaannya berasal dari satu apisan masyarakat yang sangat terbatas (eksklusif). Elit pada dasarnya otonom, kebal akan gugatan dari siapapun di luar kelompoknya.

Dalam masyarakat yang relatif kecil dan homogen ada kecenderungan elit berbentuk tunggal dan memiliki pengaruh dan kekuasaan di seluruh cabang kehidupan seperti ekonomi, politik dan kultural. Sedangkan dalam masyarakat yang kompleks, dan heterogen ada kecenderungan elit yang banyak ragamnya. Di setiap cabang-cabang kehidupan yang penting (ekonomi, sosial, politik), akan muncul sekelompok orang yang memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada yang lain.

Orang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan dalam bidang ekonomi, dinyatakan sebagai elit di bidang ekonomi. Orang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan dalam bidang politik dinyatakan sebagai elit di bidang politik. Akan tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya orang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan dalam lebih dari satu bidang kehidupan. Dimungkinkan juga yang bersangkutan selain menjadi elit di bidang ekonomi menjadi elit di bidang politik.


(42)

Selanjutnya, Menurut Kuper dalam Arsal ( 2004:6) teori elit dibangun di atas pandangan atau persepsi bahwa keberadaan elit baik elit politik maupun elit agama tidak dapat dielakkan dari aspek-aspek kehidupan modern yang serba kompleks. Dalam sejarahnya, jumlah elit cenderung lebih sedikit akibat legitimasi dari masyarakat demikian berat. Ada dua tradisi akademik tentang elit. Dalam tradisi yang lebih tua elit diperlukan sebagai sosok khusus yang menjalankan misi historis, memenuhi kebutuhan mendesak, melahirkan bakat-bakat unggul. Elit dipandang sebagai kelompok pencipta tatanan yang kemudian dianut oleh semua pihak. Dalam pendekatan yang lebih baru, elit dipandang sebagai suatu kelompok yang menghimpun para petinggi pemerintahan. Pengertian elit dipadankan dengan pemimpin atau pembuat keputusan.

Dalam masyarakat yang menganut paham demokrasi, maka keberadaan elit tidak bisa dilepaskan dari adanya proses sosial yang berkembang. Menurut Keller ( 2004:16) mengemukakan empat proses sosial utama yang mendorong perkembangan elit yakni : pertumbuhan penduduk, pertumbuhan spesialisasi jabatan, pertumbuhan organisasi formal atau birokrasi, perkembangan keagamaan moral. Konsekuensinya, kaum elitpun semakin banyak, semakin beragam, dan lebih bersifat otonom.

Menurut Huky (dalam Arsal, 2004:7) membagi elit ke dalam tiga kategori anataralain sebagai berikut:

1. Elit karena kekayaan. Kekayaan menjadi suatu sumber kekuasaan. Orang-orang kaya tergabung ke dalam group tertentu baik bersifat konkrit


(43)

maupun abstrak dan mengontrol masyarakat di sekitarnya, seperti majikan dengan posisi elit dalam mengontrol bawahannya.

2. Elit karena eksekutif. Group ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai posisi strategis dalam strategi di bidang tertentu. Dengan posisi yang strategis ini, ia memperoleh kekuasaan mengontrol dan mempengaruhi orang lain. Misalnya pejabat-pejabat pemerintah pada kedudukan yang strategis.

3. Elit komunitas. Orang-orang tertentu dalam suatu komunitas dipandang sebagai kelompok yang dapat mempengaruhi kelompok lain.

Selanjutnya Menurut Simandjuntak (dalam Arsal, 2004:7) mengemukakan bahwa dalam masyarakat terdapat enam golongan elit, yaitu :

a. Elit politik yang bertindak sebagai legitimizer dari politik pembangunan yang hendak dilaksanakan.

b. Elit administrasi yang bertugas menterjemahkan keinginan politik menjadi rencana pembangunan.

c. Elit cendekiawan yang bertugas mengembangkan teori yang dapat diterapkan dalam pembangunan serta membawa ide pembaharuan. d. Elit usahawan yang bertugas menunjang politik pembangunan yang telah

digariskan melalui penanaman modal

e. Elit militer yang bertugas sebagai pelopor peningkatan kedisiplinan kerja, sumber resources (penghasilan) dalam lapangan tenaga kerja, dan


(44)

f. Elit mass media yang bertugas menyalurkan informasi serta pembentukan pendapat umum.

Selanjutnya Asumsi teori elit menurut Varma dalam Teori Politik modern (2006:197) mengatakan bahwa dalam setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori :

1. Sekelompok kecil manusia yang memiliki kemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah, dan mereka disebut Elit yang berkuasa dan dan Elit yang tidak berkuasa.

2. Sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah.

Elit yang berkuasa jumlahnya relatif sedikit, mereka memiliki kemampuan dan kelebihan untuk memanfaatkan kekuasaan, mereka memegang semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan sehingga dengan mudah memanfaatkannya untuk tujuan tujuan yang baik, misalnya : kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendidikan, perluasaan kesempatan kerja, peningkatan derajat kesehatan rakyat dan lain-lain, tetapi, kekuasaanya itu bisa digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak baik, memperkaya diri sendiri, memperkuat posisi oligarki, memasukkan klan dan keluarganya dalam pemerintahan, menggalang kekuatan untuk memberangus oposisi dan lain-lain.

Disamping itu juga terdapat elit yang tidak berkuasa, mereka menjadi lapis kedua dalam strata kekuasaan elit, lapisan elit ini akan menjadi pengganti elit diatasnya jika sewaktu-waktu elit pemegang kekuasaan kehilangan kemampuan untuk mengendalikan pemerintahaan, elit ini juga menjadi elit tandingan apabila elit


(45)

yang berkuasa tidak mampu menjalankan tugas mengendalikan kekuasaan. Secara umum, elit merupakan sekelompok orang yang menempati kedudukan-kedudukan tinggi. Dalam arti yang lebih khusus, elit juga ditunjukkan oleh sekelompok orang terkemuka dalam bidang-bidang tertentu dan khususnya kelompok kecil yang memegang pemerintahan serta lingkungan dimana kekuasaan itu diambil. Dengan demikian, konsep tentang elit cenderung lebih menekankan kepada elit politik dengan merujuk pada pembagian elit penguasa dan elit yang tidak berkuasa yang mengarah kepada adanya kepentingan yang berbeda.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat penulis simpulkan bahwa Elit merupakan individu-individu yang memiliki keistimewaan dalam pemahaman, pemaparan, dan pengalaman mengenai sistem kekuasaan. Selain itu, elit juga merupakan individu yang telah mendapat pengakuan dari masyarakat sebagai suatu minoritas yang memiliki status sosial dalam peran dan fungsinya di tengah masyarakat. Sehingga dengan kedudukan yang istimewa inilah kemudian elit menjadi faktor penentu yang berperan dalam mendorong dan mempengaruhi masyarakat.

D.Tinjauan tentang Elit Politik

Dalam distribusi kekuasaan model yang berkaitan dengan elit politik yakni model elitis. Dimana model elitis yang menawarkan gagasan bahwa kekuasaan terdistribusi secara tidak merata yang pada gilirannya memunculkan kelompok elit dan kelompok massa. Ada beberapa pendapat ahli mengenai elit politik, diantaranya sebagai berikut :


(46)

Menurut Andrain (2012:200) yang dimaksud Elit Politik ialah kelompok minoritas yang memiliki kekuasaan, jumlahnya sedikit, melaksanakan fungsi fungsi politik dan menikmati keuntungan keuntungan yang dibawa atas kekuasaan tersebut.

Menurut Gaetano Mosca (2012: 211) Dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas penduduk, satu kelas yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai. Kelas penguasa jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, menopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu, Sedangkan kelas yang kedua jumlahnya lebih besar dan dikendalikan oleh kelas penguasa. Elit Politik merupakan kelompok kecil dari warganegara yang berkuasa dalam sistem politik. Penguasa ini memiliki kewenangan yang luas untuk mendinamiskan struktur dan fungsi sebuah sistem politik. Secara operasional para elit politik atau elit penguasa mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik. Penentuan kebijakan sangat ditentukan oleh kelompok elit politik.

Menurut Laswell (2012 : 211) Elit Politik mencakup semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan politik. Elit ini terdiri dari mereka yang berhasil mencapai kedudukan dominant dalam sistem politik dan kehidupan masyarakat. Mereka memiliki kekuasaan, kekayaan dan kehormatan.

Menurut Robert Michels (2012:201) Elit Politik merupakan orang-orang yang memerintah suatu Negara, yang jumlahnya lebih sedikit dari pada yang diperintah. Dimana yang memerintah itu mempunyai perbedaan kualitas dengan yang


(47)

diperintah baik dalam sistem politik demokrasi maupun dalam sistem tradisional. Robert Michels mengemukakan beberapa perbedaan tersebut antaralain, yaitu:

1. Segi administrasif, setiap orang mesti mempunyai keahlian dan kompetensi administrasi untuk pelaksanaan tugas tugas terspesialisasi dan keahlian tersebut, sedangkan khalayak umum tidak memiliki keahlian tersebut.

2. Segi kultural, yakni para elit mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari pada khalayak umum,

3. Segi psikologi, pemimpin organisasi tergantung pada sikap hormat, kepasifan dan keapatisan khalayak umum dan para pemimpin tersebut juga mengidentifikasi diri mereka dengan jabatan atau lembaga sehinggga serangan terhadap mereka berarti serangan terhadap organisasi.

4. Segi taktis yaitu dalam situasi kritis (misalnya perang) pemerintahan oligarkis banyak yang mendapat dukungan dari khalayak.

Menurut Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2012:201) yang dimaksud Elit Politik ialah orang-orang yang mempunyai pengaruh besar dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Elit Politik secara umum diartikan sebagai orang yang mempunyai kelebihan kelebihan yang justru tak dimiliki oleh kebanyakan orang.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Elit Politik merupakan kelompok minoritas dari warganegara yang memiliki kekuasaan dalam suatu Negara, dimana kelompok tersebut memiliki kekuasaan untuk memerintah, dan


(48)

mempunyai pengaruh besar dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

Menurut Robert Putnam (2012:207) terdapat Metode untuk menenukan Elit Politik. Untuk mengidentifikasi siapa yang termasuk dalam kategori elit politik diantaranya yakni :

1. Metode Posisi

Elit politik adalah mereka yang menduduki posisi atau jabatan strategis dalam sistem politik. Jabatan strategis yaitu dapat membuat keputusan dan kebijakan dan dinyatakan atas nama Negara. Elit ini jumlahnya ratusan mencakup para pemegang jabatan tinggi dalam pemerintahan, parpol, kelompok kepentingan. Para elit politik ini setiap hari membuat keputusan penting untuk melayani berjuta-juta rakyat.

2. Metode Reputasi

Elit politik ditentukan bedasarkan reputasi dan kemampuan dalam memproses berbagai permasalahan dan kemudian dirumuskan menjadi keputusan politik yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

3. Metode Pengaruh

Elit politik adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh pada berbagai tingkatan kekuasaan. Orang ini memiliki kemampuan dalam mengendalikan masyarakat sesuai kemampuan pengaruh yang dimiliki, sehingga masyarakat secara spontan mentaati para elit politik. Oleh karena


(49)

itu orang yang berpengaruh dalam masyarakat dapat dikategorikan sebagai elit politik.

Dari Ketiga metode penentuan elit tersebut diakui dan dianut oleh berbagai Negara. Namun ada negara yang dominan menggunakan metode posisi atau metode reputasi. Disamping itu ada juga Negara yang mengkombinasikan ketiga metode tersebut untuk memperoleh hasil yang sesuai dalam mengkategorikan mereka yang tergolong sebagai elit politik.

Menurut Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2012:203) berdasarkan sifat dan karakter golongan elit poitik, terdapat tiga tipe elit politik diantaranya yakni :

1. Elit politik tipe liberal

Sikap elit cenderung berorientasi pada kepentingan rakyat umum dan elit politik selalu bersikap tanggap dan peduli terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat. Sikap elit politik ini membuka kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup dan mengaktualisasi diri untuk mampu memenuhi kehidupan menurut mekanisme sistem politik yang ada.

Para elit politik liberal berupaya untuk membina dan memberi kebebasan anggota masyarakat atau warga Negara untuk meningkatkan status sosial. Dalam hal ini individu atau warganegara dibebaskan menurut aturan atau perundang-undangan Negara. Untuk itu warganegara secara bebas


(50)

meyampaikan berbagai kepentingan sesuai dengan kehendak warganegara yang bersangkutan.

Untuk melancarkan mekanisme sistem politik liberal maka para elit politik atau elit penguasa harus mampu mengakomodasi berbagai tuntutan masyaraka atau warga Negara. Kemudian tuntutan itu diolah menurut mekanisme sistem politik liberal yang pada akhirnya menghasilkan berbagai kebijakan atau keputusan yang dapat menjawab berbagai tuntutan masyarakat. Keputusan atau kebijakan ini juga memberi kesejahteraan pada anggota masyarakat. Elit politik liberal bertindak secara demokratis untuk menghargai hak-hak warganegara dan terbuka terhadap berbagai golongan. Kolaborasi diantara para elit politik untuk mempertahankan kekuasaan tidak dibenarkan.

Tipe elit politik liberal ini memiliki beberapa ciri-ciri, diantaranya sebagai berikut:

a. Elit Politik cenderung berorientasi pada kepentingan rakyat umum. b. Bersifat terbuka terhadap berbagai golongan.

c. Bersikap tanggap dan peduli terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat.

d. Bertindak secara demokratis.

e. Berupaya untuk membina dan memberi kebebasan anggota masyarakat atau warga Negara untuk meningkatkan status sosial.


(51)

2. Elit politik tipe konservatif

Elit berusaha mempertahankan kekusaannya dengan berorientasi pada kepentingan pribadi atau kepentingan golongan. Untuk mempertahankan kepentingan pribadi mereka elit cenderung mempertahankan keadaan politik yang sedang mereka kuasai. Segala aturan yang ada dijalankan menurut kehendak elit penguasa yang ada, sehingga tidak memberi peluang kepada pihak lain untuk mengendalikan atau mempengaruhi elit politik yang sedang berkuasa. Tipe elit konservatif sering kali disebut juga sebagai elit tipe oligarkis.

Tipe elit politik konservatif ini memiliki beberapa ciri-ciri, diantaranya sebagai berikut:

a. Berorientasi pada kepentingan pribadi atau kepentingan golongan b. Bersifat tertutup terhadap berbagai golongan.

c. Bersikap tanggap dan peduli terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan golongannya.

d. Tidak Demokratis terhadap berbagai golongan dan bertindak sesuai kehendak golongannya.

e. Berupaya untuk membina dan memberi kebebasan anggota golongannya saja.

3. Elit politik Tipe Counter elite

Yaitu pemimpin pemimpin yang berorientasi kepada khalayak dengan menetang segala bentuk kemampuan atau menentang segala bentuk


(52)

perubahan. Ciri ciri kelompok ini ialah ekstrem, tidak toleran. Elit tipe ini terdiri atas dua sayap, yakni sayap kiri (left wing), yakni aliran yang menuntut perubahan secara radikal dan revolusioner dan sayap kanan (right wing) yakni aliran yang menentang segala macam perubahan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Akan tetapi, keduanya menuntut menunjukan diri sebagai pembawa suara rakyat.

Elit politik Tipe Counter elite ini memiliki beberapa ciri-ciri, diantaranya sebagai berikut:

a. Elit Politik berorientasi kepada khalayak dengan menentang segala bentuk perubahan.

b. Kelompok Elit Politik ini bersifat ekstrem,

c. Tidak toleran atau tidak tanggap terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat.

d. atau tidak demokratis terhadap berbagai golongan.

e. Menuntut perubahan secara radikal namun, menuntut menunjukan diri sebagai pembawa suara rakyat (masyarakat).

Berdasarkan pendapat Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2012:203) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan tipe elit politik, antara lain sebagai berikut :

a. Orientasi elit politik

Orientasi elit politi memiliki korelasi atau hubungan dengan tujuan yang ingin dicapai elit politik. Orientasi elit politik tersebut dapat


(53)

diketahui dengan melihat dari tujuan elit politik tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka akan diketahui apa orientasi elit politik tersebut, apakah berpihak pada kepentingan masyarakat umum, berpihak pada kepentingan golongan ataupun hanya untuk kepentingan pribadi.

b. Responsibilitas Elit Politik

Responsibilitas Elit Politik merupakan sikap tanggap dan peduli elit politik terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat. Responsibilitas elit politik tersebut dapat diketahui dengan melihat bagaimana sikap elit politik dalam menanggapi berbagai tuntutan masyarakat dengan berbagai permasalahan yang berbeda beda. Hal tersebut juga berkaitan dengan apa yang akan dilakukan elit politik tersebut, apakah elit politik tersebut hanya mendengarkan tanggapan dan tuntutan masyarakat atau elit politik tersebut langsung merespons dan mengakomodir semua tanggapan dan tuntutan masyarakat tersebut yang kemudian di bahas melalui mekanisme yang ada. Sehingga dapat memberikan suatu kebijakan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh semua masyarakat.

c. Performance Elit Politik

Performance Elit Politik merupakan upaya elit politik untuk membina dan memberi kebebasan anggota masyarakat atau warga negara untuk meningkatkan status sosial.


(54)

Upaya tersebut berkaitan dengan kinerja dari elit politik untuk membina masyarakat. Kinerja tersebut dapat dilihat dari berbagai program-program yang dilakukan elit politik dengan masyarakat, dimana program tersebut hasilnya apakah dapat dirasakan oleh masyarakat umum, beberapa golongan masyarakat atau hanya dirasakan oleh beberapa orang saja.

Nilai demokrasi elit politik tersebut juga akan terlihat dalam memberikan Informasi mengenai program yang digagas oleh para elit politik apakah hanya akan bertindak demokratis terhadap masyarakat umum dan berbagai golongan atau bertindak demokratis sesuai kehendak golongannya.

E.Kerangka Pikir

Pada pemilu 2014 sistem pemilihan umum yang digunakan yaitu sistem proporsional terbuka (the single transferable vote). Hal tersebut terdapat pada Undang-Undang nomor 8 tahun 2012 pasal 5 ayat 1 bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Pada sistem proporsional terbuka (the single transferable vote) para pemilih diberikan otoritas untuk memilih pilihannya, dengan demikian penetapan calon terpilih tidak berdasarkan nomor urut calon melainkan pada suara terbanyak atau kuota yang sudah diatur sesuai perundang-undangan yang berlaku


(55)

Sistem proporsional terbuka (the single transferable vote) yang digunakan untuk memilih anggota DPR, DPRD dan DPRD Kabupaten/Kota pada pemilu legislatif 2014, menjadikan alokasi kursi partai tidak didasarkan pada daftar nomor urut calon melainkan didasarkan pada suara terbanyak atau kuota yang sudah diatur sesuai perundang-undangan yang berlaku. Hal ini akan membuat seorang calon anggota legislatif (kandidat) akan mendapatkan persaingan bukan hanya dari calon anggota legislatif yang berasal dari partai politik yang lain tetapi juga dari calon anggota legislatif dalam partai yang sama atau internal partai.

Berdasarkan Berita Acara KPUD Kabupaten Tulang Bawang Barat No 39 /BA/V/2014 tentang Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik dan Penetapan Calon terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat Pemilihan Umum Tahun 2014, diketahui bahwa dari 29 orang Incumbent yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 sebanyak 9 orang yang terpilih kembali menjadi Anggota DPRD pada periode 2014-2019 dan sebanyak 20 orang Incumbent tidak terpilih kembali menjadi Anggota DPRD pada periode 2014-2019.

Jika dianalisis menggunakan pendapat Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2012:201) mengenai teori Elit Politik, dimana elit politik ialah orang-orang yang mempunyai pengaruh besar dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik juga sebagai orang yang mempunyai kelebihan kelebihan yang justru tak dimiliki oleh kebanyakan orang. Dalam hal ini dimana incumbent merupakan orang yang mempunyai pengaruh besar dalam proses pembuatan dan pelaksanaan


(56)

keputusan politik juga yang ada dalam suatu wilayah dan juga mempunyai kelebihan dibandingkan calon yang lain. Dengan kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki, Incumbent dapat bekerja sama dengan beberapa instansi atau lembaga untuk sebuah program kemasyarakatan. Dimana dengan program tersebut incumbent akan mendapat simpati dari masyarakat, hal ini tentunya menjadi point lebih bagi incumbent untuk terpilih kembali.

Kemudian berdasarkan profil dan kegiatan incumbent dalam menjalan tugas dan fungsi sebagai anggota legislatif tahun 2009 -2014, dimana salah satunya yaitu melakukan Penyerapan Aspirasi Masyarakat (Reses) di daerah pemilihan hal ini sejalan dengan pendapat Priyatmoko dimana lembaga legislasi merupakan representasi terhadap keanekaragaman sosiologis, ekonomis,kultur maupun politik dalam masyarakat. Kegiatan Penyerapan Aspirasi Masyarakat (Reses) adalah suatu bentuk kepedulian incumbent untuk mengetahui berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat. Dalam melakukan Reses incumbent bertemu dengan banyak masyarakat sehingga incumbent lebih banyak dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat. hal ini juga menjadi point lebih dibandingkan dengan calon lainnya.

Berdasarkan berbagai hal diatas seharusnya kandidat incumbent lebih mempunyai peluang besar untuk mendapat simpati dari pemilih yang akhirnya berujung pada jatuhnya pilihan seorang pemilih untuk memilih kandidat incumbent tersebut. Dalam hal ini tentu jelas seharusnya kandidat Incumbent dapat terpilih kembali pada pemilu legislatif tahun 2014, namun yang terjadi sebagian besar kandidat incumbent tersebut tidak terpilih kembali pada pemilu legislatif tahun 2014. Tidak


(57)

terpilihnya Incumbent tersebut karena tidak memperoleh kuota suara yang cukup pada pemilu legislatif tahun 2014.

Persoalan politik tidak terpilihnya Incumbent pada pemilu legislatif tahun 2014 seperti ini menarik perhatian penulis sehingga perlu di teliti lebih mendalam. Persoalan politik tersebut perlu diteliti menggunakan teori elit politik. Hal tersebut sangat berkaitan bagaimana kekuasaan didistribusikan. Tidak terpilihnya incumbent tersebut dapat dianalisis menggunakan teori Elit Politik dengan menggunakan Indikator sebagai berikut :

1. Orientasi Incumbent ketika mejadi Anggota Legislatif

Orientasi Incumbent tersebut dapat diketahui dengan melihat dari tujuan Incumbent tersebut ketika menjadi Anggota DPRD Kabupaten Tulang Bawang Barat. Berdasarkan hal tersebut maka akan diketahui apa orientasi Incumbent tersebut, apakah berpihak pada kepentingan masyarakat umum, kepentingan golongan ataupun hanya untuk kepentingan pribadi.

2. Responsibilitas atau sikap Incumbent terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat

Responsibilitas tersebut dapat diketahui dengan melihat bagaimana sikap Incumbent dalam menanggapi berbagai tuntutan masyarakat dengan berbagai permasalahan yang berbeda beda.

3. Performance atau kinerja yang dilakukan incumbent dalam upaya untuk membina dan memberi kebebasan anggota masyarakat atau warga negara untuk meningkatkan status sosial.


(58)

Kinerja tersebut dapat dilihat dari berbagai program-program yang dilakukan Incumbent dengan masyarakat, dimana program yang dilakukan incumbent tersebut, apakah dapat dirasakan manfaatnya oleh semua masyarakat atau hanya kelompok golongannya.

Berdasarkan berbagai Indikator Tipe Elit Politik diatas, peneliti berkeyakinan bahwa akan mengetahui apa tipe elit politik incumbent pada pemilu legislatif tahun 2014. Elit politik incumbent tersebut apakah masuk kedalam kategori Elit Politik tipe Liberal, Elit Politik tipe Konservatif atau Elit Politik tipe Counter Elite, sehingga penelitian ini dapat memberikan solusi kepada incumbent atau seseorang yang ingin mencalonkan diri pada pemilu legislatif periode berikutnya.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Incumbent

Indikator tipe Elit Politik yaitu: 1. Orientasi Incumbent

2. Responsibilitas (Sikap) Incumbent 3. Perfomance (Kinerja) Incumbent

Mengetahui Tipe Elit Politik Incumbent pada Pemilu Legislatif tahun 2014


(59)

39

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Peneliti ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini mengungkapkan fenomena-fenomena atau masalah-masalah berlandaskan atas logika keilmuan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Mukhtar (2013: 29) yang menjelaskan bahwa penelitian deskriptif kualitatif adalah sebuah penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan sebuah fakta empiris secara objektif ilmiah dengan berlandaskan pada logika keilmuan, prosedur, dan didukung oleh metodologi dan teoritis yang kuat sesuai disiplin keilmuan yang ditekuni.

Penelitian deskriptif kualitatif menurut Mukhtar (2013: 99) pada hakikatnya menggunakan data sebagai acuan dalam penelitian. Data dalam penelitian kualitatif terbagi atas dua hal yaitu data primer dan data sekunder. Keduanya harus ditemukan oleh peneliti pada saat melakukan penelitian. Selain itu, penelitian deskriptif kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data yang terbagi atas 3 hal yaitu Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Dari ketiga hal tersebut dilakukan pada saat melakukan terjun lapangan.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dikarenakan, seperti dijelaskan oleh Mukhtar diatas, penelitian ini menggunakan teknik wawancara yang mana wawancara dilakukan peneliti kepada informan yaitu calon anggota


(60)

legislatif incumbent yang tidak terpilih pada Pemilu Legislatif tahun 2014. Penelitian ini pula tidak berlandaskan pada angka-angka karena penelitian ini berupa data yang diambil secara langsung melalui studi pada lapangan.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Propinsi Lampung tepatnya di daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat. Alasan mengapa dipilihnya daerah tersebut sebagai lokasi penelitian didasari oleh beberapa pertimbangan, diantaranya sebagai berikut : 1. Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan salah satu daerah pemilihan dari

para calon anggota legislatif Incumbent dalam berkompetisi untuk memperoleh suara terbanyak pada pemilihan umum legislatif tahun 2014.

2. Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan daerah pemilihan yang berada di Propinsi Lampung.

C. Fokus Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian, maka sasaran atau fokus pada penelitian ini adalah Fakor-faktor yang berkaitan dengan tipe elit politik incumbent tidak terpilih pada pemilihan umum calon anggota legislatif tahun 2014, dengan menggunakan beberapa indikator sebagai berikut :

1. Orientasi Incumbent ketika mejadi Anggota Legislatif

Mengacu pada tipe elit politik yang berkaitan dengan Orientasi elit Incumbent, diketahui bahwa orientasi elit politik Incumbent memiliki korelasi atau hubungan dengan tujuan yang ingin dicapai Incumbent. Orientasi Incumbent tersebut dapat diketahui dengan melihat dari tujuan


(61)

Incumbent tersebut ketika menjadi Anggota DPRD Kabupaten Tulang Bawang Barat. Berdasarkan hal tersebut maka akan diketahui apa orientasi Incumbent tersebut, apakah berpihak pada kepentingan masyarakat umum, kepentingan golongan ataupun hanya untuk kepentingan pribadi.

2. Responsibilitas atau sikap Incumbent terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat

Responsibilitas Elit Politik Incumbent berkaitan dengan sikap tanggap dan peduli Incumbent terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat. Responsibilitas tersebut dapat diketahui dengan melihat bagaimana sikap Incumbent dalam menanggapi berbagai tuntutan masyarakat dengan berbagai permasalahan yang berbeda beda. Hal tersebut juga berkaitan dengan apa yang akan dilakukan Incumbent tersebut, apakah Incumbent tersebut hanya mendengarkan tanggapan dan tuntutan masyarakat atau Incumbent tersebut langsung merespons dan mengakomodir semua tanggapan dan tuntutan masyarakat tersebut yang kemudian di bahas melalui mekanisme yang ada. Sehingga dapat diketaahui suatu kebijakan yang dilakukan incumbent tersebut, apakah dapat dirasakan manfaatnya oleh semua masyarakat atau hanya kelompok golongannya.

.

3. Performance atau kinerja yang dilakukan incumbent tersebut dalam upaya untuk membina dan memberi kebebasan anggota masyarakat atau warga Negara untuk meningkatkan status sosial.


(62)

Mengacu pada tipe elit politik, Performance Elit Politik Incumbent berkaitan dengan upaya Incumbent untuk membina dan memberi kebebasan anggota masyarakat atau warga Negara untuk meningkatkan status sosial. Upaya tersebut merupakan kinerja dari Incumbent untuk membina masyarakat. Kinerja tersebut dapat dilihat dari berbagai program-program yang dilakukan Incumbent dengan masyarakat, dimana program yang dilakukan incumbent tersebut, apakah dapat dirasakan manfaatnya oleh semua masyarakat atau hanya kelompok golongannya.

Hal yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui tipe incumbent yang tidak terpilih kembali pada Pemilihan umum legislatif pada tahun 2014.

D. Jenis Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif menurut Mukhtar (2013: 100) menyatakan berupa kata-kata, tindakan dan tambahan data seperti dokumen dan lain-lain. Data penelitian ini dapat diperoleh dari berbagai sumber sebagai berikut: 1. Data primer

Data primer adalah data yang dihimpun langsung oleh seorang peneliti umumnya dari hasil observasi terhadap situasi sosial dan atau diperoleh dari tangan pertama atau subjek (informan) melalui proses wawancara. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari informan yaitu calon anggota legislatif incumbent tidak terpilih pada Pemilu Legislatif tahun 2014.


(63)

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti, tapi telah berjenjang melalui sumber tangan kedua atau ketiga. Data sekunder dikenal juga dengan data-data pendukung atau pelengkap data utama yang dapat digunakan oleh peneliti. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu antara lain Profil daerah pemilihan, Profil masing masing calon anggota legislatif, dan data peraturan dan perundang undangan mengenai pemilu dan hasil pemilu.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi adalah proses keterlibatan peneliti dalam situasi sosial, kemudian peneliti mengungkapkan seluruh apa yang dilihat, dialami dan dirasakan langsung oleh peneliti. Peneliti langsung melakukan pengamatan dan melihat langsung di daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan salah satu daerah pemilihan dari para calon anggota legislatif dalam berkompetisi untuk memperoleh suara terbanyak pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 serta mencari informasi atas kebenaran dari hasil wawancara yang dilakukan kepada para calon anggota legislatif Incumbent.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan komunikasi verbal dengan tujuan untuk memperoleh suatu informasi. Metode wawancara mencakup cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan dari seorang informan.


(64)

Dalam melaksanakan wawancara, peneliti menggunakan beberapa alat untuk dapat menangkap data yang di dapat dari informan yaitu pertama, Buku catatan untuk mencatat pembicaraan informan. Kedua Perekam Suara sebagai alat perekam untuk memudahkan peneliti untuk mengidentifikasi pembicaraan informan. Ketiga yaitu camera sebagai instrumen mendokumentasikan keadaan lapangan.

Berikut merupakan nama Caleg incumbent tidak terpilih yang telah peneliti wawancarai yaitu :

a. Suyamto Yoga Ardi S.H dari PDIP b. Hi. Azkari S.H dari DEMOKRAT c. Drs. Ahmad Wahyudiono dari PKS d. Syarnubi dari GOLKAR

e. Sulistyo S.Pd, M.Pd dari PAN f. Rian Purwanto dari GERINDRA g. Ani Ocnistya Pratiwi, S.E dari PNBK h. Hi. Pitono dari PKPI

Berikut merupakan nama Tokoh Masyarakat yang telah peneliti wawancarai antara lain sebagai berikut :

a. Umar Nain b. Fitma Indrawan c. Samingan Sodiq d. Sugeng

e. Heni Fatonah f. Gito

g. Sunari h. Imam Mastur


(65)

i. Ponidi

j. Nengah Parte k. Siswoyo l. Amuri

m. Baeti Noviasari n. Mulyadi

o. Aseh Nurhayati p. Sumarno

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan suatu cara pengambilan data menggunakan barang-barang tertulis, buku-buku, dokumen peraturan, catatan-catatan masalah yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dokumen yang dirujuk dalam penelitian ini yaitu buku-buku yang telah penulis kutip, dokumen-dokumen dan peraturan peraturan yang berkaitan dengan penelitian.

F. Penentuan Informan

Informan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan keperluan dalam peneitian ini. Informan yang diperlukan untuk memperoleh data primer yaitu antara lain : 1. Caleg Incumbent tidak terpilih

Caleg Incumbent tidak terpilih dipilih menjadi Informan karena sebagai kandidat incumbent yang mengikuti pemilihan legislatif sehingga dapat memberikan informasi terkait dengan Orientasi Incumbent ketika mejadi Anggota Dewan, Responsibilitas atau sikap Incumbent terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat, serta apakah masyarakat merasa puas atas Performance atau kinerja yang dilakukan incumbent tersebut selama menjadi wakil rakyat tersebut.


(66)

2. Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat dijadikan informan dikarenakan, Tokoh masyarakat sebagai bagian dari pemilih. Tokoh masyarakat juga dapat memberikan informasi terkait hal hal yang dilakukan caleg incumbent, agar informasi yang diterima berimbang, baik dari caleg incumbent maupun dari tokoh masyarakat.

G. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu teknik dalam penelitian kualitatif yang dilakukan setelah data lapangan terkumpul. Setelah data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah dengan mengolah data yang ada tersebut. Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data pada pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. Editing

Cara yang digunakan untuk meneliti kembali data yang telah diperoleh di lapangan baik yang diperoleh melalui wawancara maupun yang diperoleh melalui dokumentasi. Wawancara serta dokumentasi yang telah peniliti dapatkan di lapangan, akan dilakukan pengolahan editing guna mendapatkan bahasa-bahasa yang lebih verbal. Penggunaan bahasa yang baik akan menjadikan penelitian ini menjadi mudah dimengerti oleh pembaca.

2. Interpretasi

Memberikan penafsiran atau penjabaran atas hasil penelitian untuk dicari makna yang lebih luas dengan menghubungkan jawaban yang diperoleh dengan data lain. Dalam pengolahan interpretasi, peneliti memberikan penjabaran-penjabaran sesuai dengan apa yang didapatkan oleh peneliti dalam tahap pengumpulan data.


(1)

p. Mengikuti Kegiatan Kunjungan Kerja Panitia Khusus I DPRD Kabupaten Tulang Bawang Barat di Biro Hukum Propinsi Lampung.

q. Menghadiri Undangan PPG di Padang

r. Mengikuti kegiatan Konsultasi ke Biro Hukum Propinsi Lampung.

s. Melaksanakan Kunjungan Kerja Badan Legislasi DPRD Kabupaten Tulang Bawang Barat di DPRD kota Tanggerang Propinsi Banten.


(2)

114

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penelitian ini mengungkapkan mengenai tipe Elit Politik Incumbent yang tidak terpilih pada Pemilu Legislatif tahun 2014 di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Tipe Elit Politik Incumbent pada penelitian ini diukur berdasarkan Orientasi

Incumbent ketika mejadi Anggota Dewan, Responsibilitas atau sikap Incumbent

terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat, serta Performance atau kinerja yang dilakukan incumbent tersebut selama menjadi wakil rakyat. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, diketahui bahwa semua elit politik Incumbent yang tidak terpilih pada Pemilu Legislatif tahun 2014 di Kabupaten Tulang Bawang Barat masuk kedalam kategori Elit Politik Tipe Konservatif, dengan alasan sebagai berikut:

1. Incumbent hanya beorientasi pada kepentingan Pribadi dan Kepentingan

Golongan,

2. Responsibilitas Incumbent terhadap masyarakat hanya akan direspon ketika masukan atau tuntutan tersebut ada hubungannya dengan kepentingan Incumbent tersebut atau kepentingan kelompoknya, dan

3. Performance Elit Politik Incumbent yang berkaitan dengan kinerja


(3)

atau warga negara untuk meningkatkan status sosial hanya mencakup pada beberapa kelompok atau sebagian masyarakat saja.

Sedangkan Elit Politik Incumbent yang masuk kedalam kategori Elit Politik Tipe Liberal tidak ada karena tidak ada Incumbent yang beorientasi pada kepentingan masyarakat Umum, Incumbent tidak bersikap tanggap dan peduli terhadap berbagai tanggapan dan tuntutan semua masyarakat, dan Incumbent tidak berupaya untuk membina dan memberi kebebasan anggota masyarakat atau warga Negara untuk meningkatkan status sosial semua masyarakat. Selanjutnya Elit Politik Incumbent yang masuk kedalam kategori Elit Politik Tipe Counter Elite tidak ada karena Incumbent tidak ada yang menuntut perubahan secara radikal dan menentang segala macam perubahan sosial, budaya, ekonomi dan politik di dalam masyarakat.

B. Saran

Penelitian ini mengungkapkan mengenai tipe Elit Politik Incumbent pada Pemilu Legislatif tahun 2014 di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Tipe Elit Politik

Incumbent pada penelitian ini diukur berdasarkan indikator Orientasi Incumbent,

Responsibilitas atau sikap Incumbent, serta Performance atau kinerja yang dilakukan Incumbent., sehingga adapun saran yang dapat dikemukakan untuk Elit Politik Incumbent yaitu:

1. Incumbent ada baiknya harus berorientasi pada kepentingan masyarakat

umum, hal ini dapat dilakukan dengan cara memperjuangkan kebutuhan masyarakat melalui fungsi legislasi dan budgeting, dengan kedudukan


(4)

116

incumbent sebagai anggota DPRD dapat terlibat langsung dengan masyarakat ketika terjadi suatu konflik atau permasalahan.

2. Incumbent ada baiknya selalu bersikap tanggap dan peduli terhadap

berbagai tanggapan dan tuntutan masyarakat, hal ini dimaksudkan agar

Incumbent dapat menjadi Problem Solfer bagi masyarakat, yakni dapat

memberikan solusi atas masalah yang sedang dihadapi masyarakat.

3. Incumbent ada baiknya berupaya untuk membina dan memberi kebebasan

anggota masyarakat atau warga negara untuk meningkatkan status sosial, hal ini dimaksudkan agar Incumbent dapat menjadi sosok yang dapat membina masyarakat melalui Program-Program yang bertujuan untuk kesejahteraan semua masyarakat.

4. Meningkatkan Modal dan Frekuensi pertemuan dengan masyarakat agar mendapat simpati dari berbagai golongan masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Setiadi, Elly M. & Usman Kolip. 2013. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : Kencana Prenadamedia

Varma. 2006. Teori Politik modern. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Arsal, Thriwaty. 2004. Partisipasi politik elit agam di kota magelang. Peneletian. Fis Universitas Negri Semarang

Maran, Rafael Raga. 2007. Pengantar Sosiologi Politik Suatu Pemikiran dan

Penerapan. Jakarta : Rineka Cipta

Supriyanto, Didik & Topo Santoso. 2004. Mengawasi Pemilu, Mengawal

Demokrasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu,

Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR,DPD, Presiden.

Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Baiduri, Intan. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi

Legislasi DPRD. Bandar Lampung : Universitas Lampung.

Dona, Dwipa Rema. 2008. Studi tentang Kemenangan Incumbent pada Pemilihan

Kepala Daerah di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2005. Bandar

Lampung : Universitas Lampung.

Dewi, Utami. 2013. Studi Perbandingan Elit Politik. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Rajawali Pers. Jakarta.


(6)

Faukls, Keith. 2010. Sosiologi Politik: Pengantar Kritis. Nusa Media. Bandung. Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Untuk Ilmu-Ilmu

Sosial. Salemba Humanika. Jakarta.

Antoni, Ferry. 2007. Study tentang Pelaksanaan Fungsi-Fungsi DPRD Propinsi

Lampung 2004-2009. Bandar Lampung : Universitas Lampung.

Hamdani, Muhammad. 2007. Perilaku Politik Anggota Legislatif PKS dalam

Pembahasan RAPBD tahun Anggaran 2006 Kabupaten Lampung Selatan.

Bandar Lampung : Universitas Lampung

Mukhtar. 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi.

Sumber Lain :

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Website:

(http://lampungpost.co.id/2014/04/Pengakuan-Caleg-Tuba-Barat:”ini -Pemilu-Gila.Biayanya-Miliaran.html, Tanggal: 22/04/2014, pukul: 17.51 WIB)

(http://kputulangbaawangbarat.co.id/2014/06/Penetapan-perolehan-kursi-partai-politik-dan-calon-terpilih-anggota-DPRD-Kab.tulang-bawang-barat.html, Tanggal: 20/06/2014 , pukul: 17.51 WIB)