ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2000-2013

(1)

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI LAMPUNG

TAHUN 2000-2013

Oleh

MUHAMAD HASBY RAMDHAN

ABSTRAK

Upah minimum merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan masyarakat yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup bagi tenaga kerja guna meningkatkan taraf hidupnya. Kebutuhan hidup masyarakat yang selalu meningkat setiap saat membuat pemerintah harus memperhatikan penetapan upah minimum di setiap tahunnya, karena para pekerja sangat bergantung kepada upah yang akan didapat mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Kebutuhan hidup layak, produk domestik regional bruto dan inflasi menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan upah minimum provinsi.

Penelitian ini fokus pada analisisexplanatory, yaitu menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Penelitian ini menggunakan datatime seriesyang diperoleh dari Disnakertrans dan BPS Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil regresi OLS

menunjukkan bahwa variabel kebutuhan hidup layak dan produk domestik regional bruto berpengaruh signifikan, sedangkan variabel inflasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penetapan upah minimum Provinsi Lampung.

Kata Kunci:upah minimum provinsi, KHL, PDRB, inflasi, analisis regresi linier berganda.


(2)

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING THE MINIMUM WAGE DETERMINATION IN LAMPUNG PROVINCE

YEAR 2000-2013

By

MUHAMAD HASBY RAMDHAN

ABSTRACT

The minimum wage is one of the important components in a society that is used as subsistence for labor, in order to improve their living standards. Community needs are always increasing every moment to make the government should pay attention to the determination of the minimum wage in each year, because the workers are very dependent on wages that will get them to meet the increasing needs of life. The need for decent living, regional gross domestic product and inflation are the main factors affecting the provincial minimum wage.

This study focuses on the analysis of explanatory, in this study using multiple linear regression analysis method with the least squares method (Ordinary Least Square). This study uses time series datas obtained from Labor Department and Statistic Centre Departement of Lampung Province. Based on the results of the OLS regression showed that the variable needs of decent living and regional gross

domestic product have a significant effect, while the inflation variable does not have a significant influence on the determination of the minimum wage Lampung

Province.

Keyword: the provincial minimum wage, KHL, GDP, inflation, linear regression analysis multiple.


(3)

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI LAMPUNG

TAHUN 2000-2013 Oleh

MUHAMAD HASBY RAMDHAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Muhamad Hasby Ramdhan lahir pada tangga 10 April 1991 di Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Penulis lahir sebagai anak kedua dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak Idak Sudaksi dan Ibu Diah Herlina.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Kartika II-26 tamat pada tahun 1997. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Dasar Kartika II-5 Bandar Lampung, yang diselesaikan pada tahun 2003. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama di SMP IT Rafah Bogor, Jawa Barat dan tamat pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMA IT Rafah Bogor, Jawa Barat. Namun penulis memutuskan untuk pindah sekolah dan menyelesaikan pendidikan SMA di SMAN 6 Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2009

Pada tahun 2010 penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) pada jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi yang sekarang berganti nama menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Pada tahun 2013 penulis mengikuti kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Pagelaran Utara dan KKL (Kuliah Kunjung Lapangan) di Bank Indonesia.


(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, Karya ini ku persembahkan kepada:

Ayah dan Ibu Tercinta

Terima kasih untuk ayah dan ibuku tercinta yang tidak pernah lelah mendoakan, memberikan motivasi dan materi, dan selalu memberi dukungan penuh untukku

sampai aku dapat menyelesaikan pendidikan sampai jenjang ini.

Kakak dan Adikku M Hafiz Algifari, Ridha Rachmatika dan Habib Muhammad Terima kasih atas segala nasihat, dukungan, kasih sayang dan segala yang engkau

berikan untuk menunjang pendidikan ini.

Almamater tercinta jurusan


(9)

MOTO

“Orang yang menuntut ilmu berarti menuntut rahmat ;

orang yang menuntut ilmu berarti menjalankan rukun Islam dan Pahala yang diberikan kepadanyasama dengan para Nabi”

(HR. Dailani dari Anas R.A)

“Kendaraan menuju keberhasilan adalah kerjakeras.

Mereka yang menolak bekerja keras, karena menemukan konsep bekerja cerdas, masih harus bekerja keras”

(Mario Teguh)

“Jangan pernah berkecil hati karena orang lain lebih baik dari kamu, tapi teruslah berusaha untuk bisa lebih baik dari orang lain”


(10)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Upah Minimum Provinsi Lampung Tahun 2000-2013” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.E.P., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.

3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih untuk masukan dan saran-sarannya.

4. Bapak M.A. Irsan Dalimunthe, S.E., M.Si., selaku Pembimbing Skripsi atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi.


(11)

5. Ibu Nurbetty Herlina Sitorus, S.E., M.Si., selaku Penguji utama. 6. Bapak Imam Awaluddin S.E.,M.E., selaku Pembimbing Akademik. 7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan ilmu

dan pelajaran yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan. 8. Seluruh pegawai jurusan Ekonomi Pembangunan

9. Ayahku H. Drs Idak Sudaksi, Ibuku Hj. Dra Diah Herlina, kakakku M Hafiz Algifari, adikku Ridha Rachmatika dan Habib Muhammad beserta keluarga besarku terima kasih atas semua limpahan kasih sayang, dukungan doa, dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

10. Untuk Intan Permatasari terima kasih untuk motivasi yang tak pernah henti dan juga doa serta waktunya selama ini.

11. Sahabat-sahabat A108 yang telah berjuang bersama-sama. Yanu, Rendy, Bolang, Denis, Sandy, Ega, Abah Yogi, Alex, Wowok, Burja, Onal, Kevray, Hadi, Andhyka, Irfan, Ade, Brama Terima kasih untuk segalanya. Percayalah segala usaha yang telah kita lakukan selama ini kelak akan berbuah manis. 12. Teman-teman seperjuangan Ekonomi Pembangunan 2010. Febry, Dwi Adi,

Rangga, Dede, Dicky Wong, Dimas, Gege, Ata, Citra, Astri, Cpew, Angga, Darus, Fany dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu satu karena telah memberikan banyak warna dikehidupan penulis. 13. Teman-teman satu Bimbingan. Bolang dan Ega. Terimakasih telah berjuang

bersama-sama dalam proses penyelesaian skripsi.

14. Keluarga ‘KKNSumber Bandung’Pagelaran Utara. Terima kasih untuk semua pengalaman dan pelajaran hidupnya.


(12)

15. Beberapa pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, 16 April 2015 Penulis,


(13)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D.Manfaat Penelitian ... 11

E. Kerangka Pemikiran ... 11

F. Hipotesis ... 12

G.Sistematika Penulisan ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik ... 14

1. Teori Upah ... 14

2. Upah Minimum ... 15

3. Ketentuan dan Penetapan Upah Minimum ... 17

4. Marginal Productivity Teory... 18

5. Prinsip-Prinsip Dalam Penetapan Kebijakan Upah Minimum ... 19

6. Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ... 21

7. Pengaruh Kebutuhan Hidup Layak Terhadap UMP ... 22

8. Produk Domestik Regional Bruto ... 24

9. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap UMP... 27

10. Inflasi ... 29

11. Pengaruh Inflasi Terhadap UMP... 33

B. Tinjauan Empiris ... 36


(14)

ii III.METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data ... 38

B. Definisi Variabel Operasional dan Pengukurannya ... 39

C. Metode Pengumpulan Data ... 39

D. Metode Analisis Data ... 40

E. Tingkat Elastisitas Variabel ... 42

F. Uji Asumsi Klasik ... 42

1. Uji Normalitas... 42

2. Uji Heterokedastisitas ... 43

3. Uji Multikolinieritas ... 44

4. Uji Autokorelasi ... 44

G. Uji Hipotesis ... 45

1. Pengujian Secara Parsial (Uji T) ... 45

2. Pengujian Secara Bersama-sama (Uji F) ... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data... 48

B. Hasil Estimasi Regresi Linear Berganda ... 50

C. Tingkat Elastisitas Variabel Bebas ... 51

1. Variabel Kebutuhan Hidup Layak ... 51

2. Variabel Produk Domestik Regional Bruto ... 51

3. Variabel Inflasi ... 52

D. Hasil dan Pembahasan Uji Asumsi Klasik ... 52

1. Uji Normalitas ... 52

2. Uji Heterokedastisitas ... 53

3. Uji Multikolinieritas ... 55

4. Uji Autokorelasi ... 55

E. Hasil dan Pembahasan Uji Hipotesis ... 56

1. Pengujian Secara Parsial (Uji T) ... 56

1.1 Uji Parsial (Uji t Statistik) Variabel Kualitas Hidup Layak (KHL) ... 57

1.2 Uji Parsial (Uji t Statistik) Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 57

1.3 Uji Parsial (Uji t Statistik) Variabel Inflasi (INF)... 58

2. Pengujian Secara Bersama-sama (Uji F) ... 58

F. Interpretasi Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 59

1. Pengaruh KHL Terhadap UMP Lampung ... 59

2. Pengaruh PDRB Terhadap UMP Lampung ... 60

3. Pengaruh Inflasi Terhadap UMP Lampung ... 61

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 63

B. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA


(15)

i DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. UMP Lampung 2000-2013 (Rupiah) ... 4

2. KHL Provinsi Lampung 2000-2013 (Rupiah)... 6

3. PDRB ADHK 2000 Provinsi Lampung 2000-2013 (Juta Rupiah) ... 7

4. Inflasi(IHK)Provinsi Lampung 2000-2013 ... 8

5. Konsep Penelitian Terdahulu ... 36

6. Nama Variabel, Simbol, Periode Waktu, Satuan Pengukuran dan Sumber data ... 39

7. Statistik Data ... 48

8. Hasil Uji Normalitas ... 53

9. Uji HeterokedastisitasNoCross Termpersamaan Nilai Upah Minimum Provinsi Lampung ... 54

10. Uji HeterokedastisitasCross Termpersamaan Nilai Upah Minimum Provinsi Lampung ... 54

11.Hasil Uji Multikolinieritas ... 55

12.Hasil Uji LM Test ... 56

13.Hasil Uji T ... 57

14.Hasil Uji F ... 59


(16)

i DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Upah Minimum Provinsi, Kebutuhan Hidup Layak,

Produk Domestik Regional Bruto dan Inflasi Tahun 2000-2013 ... L-1 2. Analisis Data ... L-1 3. Hasil Regresi MenggunakanEviews 6 ... L-2 4. Hasil Uji Normalitas MenggunakanEviews 6... L-2 5. Hasil Uji Heterokedastisitas MenggunakanEviews 6 ... L-3 6. Hasil Uji Multikolinearitas MenggunakanEviews 6 ... L-5 7. Hasil Uji Autokorelasi Menggunakan Eviews 6 ... L-7


(17)

i DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik Perkembangan UMP, KHL, PDRB dan INFLASI... 9 2. Kerangka Pemikiran ... 12 3. Pengujian Normalitas ... 53


(18)

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di negara berkembang seperti Indonesia. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan mutu angkatan kerja yang rendah di satu sisi menyebabkan upah menjadi hal yang pokok dalam bidang ketenagakerjaan. Kebijakan pengupahan yang ada masih bertumpu pada upah minimum yang berlandaskan pada kebutuhan hidup layak buruh/pekerja lajang dengan masa kerja di bawah satu tahun dan belum mencakup mereka yang sudah bekerja di atas 1 (satu) tahun dan berkeluarga. Perundingan kolektif sebagai alat perjuangan serikat buruh atau pekerja untuk meningkatkan upah dan kesejahteraan buruh perannya masih sangat terbatas, bahkan cenderung menurun kuantitas dan kualitasnya (Edi Priyono, 2002).

Buruh, pengusaha dan pemerintah saling berkaitan dalam hubungan industrial. Secara normatif mereka mempunyai kepentingan yang sama atas kelangsungan perusahaan. Pengusaha memiliki kepentingan atas kelangsungan perusahaan, karena tanggung jawabnya sebagai pimpinan dan orientasi untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan modal yang ditanamkan. Buruh memiliki kepentingan atas perusahaan sebagai sumber penghasilan dan penghidupan. Sementara


(19)

2

dengan pertumbuhan ekonomi baik pada skala daerah maupun nasional. Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan posisi pengusaha sebagai pemilik modal menjadi sangat dominan sementara buruh menjadi subordinasi dari pengusaha. Berbagai kebijakan yang diformulasikan oleh pemerintah, akhirya dimanipulasi untuk kepentingan mereka sendiri, sementara hak-hak yang seharusnya menjadi milik buruh cenderung diabaikan (Hempri Suyatno, 2002).

Kuatnya posisi tawar pengusaha tak jarang membuat mereka dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, dalam konteks hubungan buruh dengan pengusaha. Situasi demikian menyebabkan kebijakan yang dibuat menjadi tidak sesuai dan cenderung menguntungkan pihak pengusaha. Pada tingkat ini, posisi tawar buruh menjadi sangat lemah, sebab dia tidak memiliki akses yang kuat di dalam penentuan berbagai kebijakan seperti penentuan upah, perlindungan hukum buruh dan sebagainya. Serikat buruh yang diharapkan menjadi wadah perjuangan bagi para buruh menjadi tidak berguna karena kepentingan pengusaha maupun pemerintah. Sebagai salah satu elemen dalam hubungan tripartit,

pemerintah memiliki fungsi intermediasi di dalam mengelola hubungan kemitraan antara pengusaha dan buruh. Implisit didalamnya, pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan harmonisasi hubungan antara kedua pihak di atas, dengan jalan mengeliminir konflik-konflik yang sifatnya kontraproduktif terhadap dunia ketenagakerjaan. Lebih dari itu, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk mendorong pengembangan serikat pekerja dan organisasi pengusaha (Hempri Suyatno, 2002).


(20)

3

Kebijakan Upah Minimum telah menjadi hal yang penting dalam masalah

ketenagakerjaan di beberapa negara baik maju maupun berkembang. Sasaran dari kebijakan upah minimum ini adalah untuk menutupi kebutuhan hidup layak dari pekerja dan keluarganya. Dengan demikian, kebijakan upah minimum adalah untuk (a) menjamin penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat tertentu, (b) meningkatkan produktivitas pekerja, (c) mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara-cara produksi yang lebih efisien

(Sumarsono, 2003). Pemerintah Indonesia baru mulai memberikan perhatian lebih terhadap pelaksanaan kebijakan upah minimum pada akhir tahun 1980an. Namun kebijakan upah minimum di Indonesia sendiri pertama kali diterapkan pada awal tahun 1970an. Meskipun demikian, pelaksanaannya tidak efektif pada tahun-tahun tersebut (Suryahadi, 2003).

Adanya realitas yang menunjukkan bahwa masih banyak pekerja di Indonesia berpenghasilan rendah dan minimmnya perlindungan terhadap para pekerja agar tidak menjadi korban sikap opportunis pengusaha telah mendorong pemerintah memandang perlu diberlakukannya kebijakan penetapan upah minimum. Jika penetapan upah didasarkan pada mekanisme pasar, maka dapat dipastikan buruh akan memperoleh upah yang sangat rendah, karena melimpahnya tenaga kerja di Indonesia. Dengan demikian, kebijakan penentuan upah minimum dimaksudkan untuk menjamin penghasilan karyawan, meningkatkan produktivitas buruh serta mengembangkan perusahaan dengan cara-cara yang lebih efisien (Hempri Suyatno, 2002).


(21)

4

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah Minimum Provinsi adalah suatu tetapan dari pemerintah daerah dalam penentuan upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap yang diberlakukan di Provinsi Lampung. Untuk lebih jelasnya, data UMP Lampung dalam kurun waktu 2000 sampai 2013 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. UMP Lampung 2000-2013 (Rupiah)

Tahun UMP

2000 192.000

2001 240.000

2002 310.000

2003 350.000

2004 377.500

2005 405.000

2006 505.000

2007 555.000

2008 617.000

2009 691.000

2010 767.500

2011 855.000

2012 975.000

2013 1.150.000

Rata-rata 570.714

Sumber : Disnakertrans Provinsi Lampung Tahun 2014

Rata-rata perkembangan UMP Lampung dari tahun 2000 hingga 2013 yaitu sebesar 14,95%. Dari tahun 2000 hingga 2002 mengalami peningkatan yang signifikan di setiap tahunnya, lalu di tahun 2003 hingga 2005 perkembangan UMP


(22)

5

setiap tahunnya tidak mengalami peningkatan yang signifikan, kemudian dari tahun 2008 hingga 2011 perkembangan di setiap tahunnya stabil, dan pada tahun 2012 dan 2013 perkembangannya meningkat dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Lampung yang salah satunya dapat dilihat dari perkembangan PDRB yang cenderung mengalami kenaikan. Kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2002 sebesar Rp 310.000, meningkat 29,17 % dari tahun sebelumnya, kemudian di tahun 2006 juga mengalami peningkatan yang besar yaitu naik 24,69% dari tahun 2005. Persentase kenaikan terkecil terjadi pada tahun 2004 dan 2005, yakni hanya meningkat 7,86% dan 7,28 % atau hanya naik Rp 27.500 dari tahun sebelumnya. Penetapan UMP pada umumnya didasarkan dari kebutuhan hidup layak pekerja.

Peraturan mengenai KHL, diatur dalam UU No.13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yaitu yang membahasan tentang ketentuan KHL, diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 tentang Komponen dan Pentahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Sejak diluncurkannya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemerintah menetapkan standar KHL sebagai dasar dalam penetapan Upah Minimum seperti yang diatur dalam pasal 88 ayat 4. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat perkembangan KHL Provinsi Lampung tahun 2000 sampai 2013 pada tabel 2. di bawah ini :


(23)

6

Tabel 2. KHL Provinsi Lampung 2000-2013 (Rupiah)

Tahun KHL

2000 295.300

2001 260.600

2002 325.000

2003 403.900

2004 377.500

2005 396.400

2006 589.500

2007 604.500

2008 650.000

2009 805.300

2010 861.300

2011 897.600

2012 1.008.100 2013 1.060.000

Rata-rata 609.643

Sumber : Disnakertrans Provinsi Lampung Tahun 2014

Tabel 2 menunjukan rata-rata perkembangan KHL yaitu sebesar 11,30%.

Penurunan KHL terjadi pada tahun 2001 yang turun sebesar Rp 35.300 dari tahun 2000 dan tahun 2004 turun Rp 26.400 dari tahun sebelumnya. Kejadian ini bisa di lihat karena indeks harga konsumen pada tahun tersebut juga rendah. Tingkat kebutuhan hidup layak selalu meningkat, dan juga diiring dengan meningkatnya pula upah minimum provinsi, karena kebutuhan hidup layak adalah acuan sebagai penetapan upah minimum yang akan di tetapkan oleh pemerintah. Tinggi

rendahnya kebutuhan hidup layak dapat dilihat dari tinggi rendahnya indeks harga konsumen, karena kebutuhan hidup para pekerja akan meningkat, dan mereka harus dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri Perkembangan yang paling besar terjadi pada tahun 2006 sebesar 48,71%, hal ini disebabkan oleh kondisi kebutuhan yang tinggi setelah ditahun sebelumnya terjadi krisis ekonomi.


(24)

7

PDRB merupakan salah satu pencerminan kemajuan ekonomi suatu daerah. Kenaikan PDRB akan menyebabkan pendapatan daerah dari sektor pajak dan retribusi meningkat. Hal tersebut berdampak pada peningkatan PAD dan upah minimum di daerah tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perkembangan PDRB Provinsi Lampung tahun 2000 sampai 2013 pada tabel di bawah ini :

Tabel 3. PDRB ADHK Provinsi Lampung Tahun 2000-2013 (Juta Rupiah)

Tahun PDRB

2000 23.245,98 2001 25.739,79 2002 29.062,69 2003 32.361,23 2004 36.015,54 2005 40.906,79 2006 49.118,99 2007 60.921,97 2008 73.719,26 2009 88.934,86 2010 108.404,27 2011 127.908,26 2012 144.639,48 2013 164.393,43 Rata-rata 71.812,32

Sumber : BPS Provinsi Lampung Tahun 2014

Tabel 3 menunjukkan PDRB yang selalu meningkat setiap tahunnya. Kenaikan PDRB akan menyababkan pendapatan daerah dari sektor pajak dan retribusi meningkat. Adanya penambahan arus modal maka tingkat output produksi di semua sektor akan terjadi kenaikan yang cukup signfikan, peningkatan tersebut dengan adanya tambahan investasi setiap tahun maka output produksi PDRB meningkat tiap tahun.

Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga-harga umum pada barang dan jasa yang terjadi secara terus menerus pada periode tertentu. Yang dipakai dalam


(25)

8

penelitian ini adalah inflasi yang indikatornya indeks harga konsumen (IHK). IHK adalah indeks harga yang paling umum dipakai sebagai indikator inflasi. IHK mempresentasikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam suatu periode tertentu. Untuk lebih jelasnya berikut data yang diperoleh sebagai berikut:

Tabel 4. Inflasi Lampung 2000-2013 (IHK)

Tahun Inflasi %

2000 10,18

2001 12,94

2002 10,32

2003 5,44

2004 5,22

2005 21,17

2006 6,03

2007 6,58

2008 14,82

2009 2,17

2010 9,95

2011 4,24

2012 4,30

2013 7,56

Rata_rata 10,03

Sumber : BPS Provinsi Lampung Tahun 2014

Pada tabel 4 menunjukkan pada tahun 2005 terjadi kenaikan inflasi yang paling besar dalam kurun waktu 2000 sampai 2013, yaitu sebesar 21,17 %. Hal ini terjadi dikarenakan pada tahun 2005 pemerintah melakukan kebijakan dengan menaikkan harga bahan bakar minyak sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu di bulan maret dan bulan oktober, hal ini yang menjadi pengaruh terbesar untuk kenaikan tingkat inflasi di Indonesia. Namun pada tahun 2011 dan 2012 menjadi peningkatan inflasi yang terendah, yaitu sebesar 4,24% dan 4,30 % ini bisa dikarenakan kebijakan pemerintah yang dapat mengendalikan inflasi dengan


(26)

9

bantuan subsidi pada barang kebutuhan pokok yang pada akhirnya harga kebutuhan pokok hanya naik dengan persentase yang dapat terjangkau oleh masyarakat luas. Pemerintah Provinsi Lampung selalu berusaha dapat menekan inflasi pada harga yang terjangkau untuk masyarakat

Sumber : Disnakertans dan BPS Provinsi Lampung

Gambar 1. Grafik Perkembangan UMP, KHL, PDRB dan INFLASI

Pada gambar 1 menunjukan grafik perkembangan UMP, KHL, PDRB dan INFLASI Provinsi Lampung tahun 2000-2013. Pada grafik UMP dilihat bahwa pada tahun 2001 menunjukan peningkatan terbesar dalam kurun waktu 2000-2013 yaitu sebesar 29,17%. Kemudian pada grafik KHL menunjukan adanya penurunan pada tahun 2000 dan 2003 yang disebabkan oleh indeks harga konsumen pada tahun tersebut rendah, dengan rendahnya indeks harga konsumen maka kenaikan akan KHL juga ikut rendah. Lalu pada grafik PDRB mengalami peningkatan yang cukup stabil, peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 24,03%

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 UMP 25.00 29.17 12.90 7.86 7.28 24.69 9.90 11.17 11.99 11.07 11.40 14.04 17.95 KHL -11.75 24.71 24.28 -6.54 5.01 48.71 2.54 7.53 23.89 6.95 4.21 12.31 5.15 PDRB 10.73 12.91 11.35 11.29 13.58 20.08 24.03 21.01 20.64 21.89 17.99 13.08 13.66 INFLASI 10.18 12.94 10.32 5.44 5.22 21.17 6.03 6.58 14.82 2.17 9.95 4.24 4.3

-20.00 -10.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 p er se n ta se %


(27)

10

dan pada grafik inflasi terjadi peningkatan terbesar pada tahun 2005 sebesar 21,17%.

Berdasarkan uraian di atas, mengingat pentingnya upah minimum provinsi bagi para pekerja buruh. Maka penulis ingin menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi penetapan upah minimum provinsi dengan variabel-variabel bebasnya yaitu kebutuhan hidup layak, produk domestik regional bruto dan tingkat inflasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini:

1. Seberapa besar pengaruh KHL, PDRB dan tingkat inflasi terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara besama-sama.

2. Seberapa besar pengaruh KHL terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara parsial.

3. Seberapa besar pengaruh PDRB terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara parsial.

4. Seberapa besar pengaruh tingkat inflasi terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara parsial.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh KHL, PDRB dan tingkat inflasi terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara besama-sama.


(28)

11

2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh KHL terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara parsial

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh PDRB terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara parsial.

4. Untuk mengetahui besarnya pengaruh tingkat inflasi terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara parsial.

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat dipergunakan sebagai pemikiran atau bahan informasi dalam melakukan penelitian tentang upah minimum.

2. Sebagai informasi dan bahan kajian untuk perbandingan bagi peneliti lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

E. Kerangka Pemikiran

Penetapan upah minimum yang berhak melakukan kebijakan adalah atas

persetujuan resmi dari pemerintah provinsi. Proses sebelum penetapan pemerintah akan mempertimbangkan komponen-komponen seperti Kebutuhan Hidup Layak (KHL), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan tingkat inflasi yang berfungsi sebagai pengaruh dalam proses penetapan upah minimum provinsi. Pemerintah Provinsi Lampung juga menerima usulan dari Dewan Pengupahan yang bersifat independen yang terdiri dari tripartit, yaitu: pakar praktisi, wakil serikat buruh dan wakil Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).

Para pengusaha juga harus mematuhi kebijakan pemerintah tersebut dengan memberikan upah setara upah minimum yang telah ditetapkan. Jika ada


(29)

12

perusahaan yang tidak mampu dalam penetapan upah minimum yang memberatkan para pengusaha, maka perusahaan tersebut bisa mengajukan penangguhan pada pemerintah. Adanya penangguhan maka petugas dari dinas tenaga kerja dan transmigrasi akan turun untuk melakukan pemeriksaan mengenai keberadaan perusahaan tersebut. Jika menurut pengamatan perusaaan penolak mampu akan dikenai sanksi, dan sebaliknya jika pailit wakil dari Disnakertrans akan mempertemukan antara perusahaan dan pekerja untuk saling memahami. Apabila proses penetapan upah minimum ini sudah berjalan lancar dan tidak ada penangguhan, maka pemerintah berharap adanya hubungan industrial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat di antara semua pihak yang terkait.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

F. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

1. KHL, PDRB dan Inflasi berpengaruh positif terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara bersama-sama.

2. Kebutuhan hidup layak berpengaruh positif terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara parsial.

KHL

PDRB

INFLASI


(30)

13

3. Produk domestik regional bruto berpengaruh positif terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara parsial.

4. Inflasi berpengaruh positif terhadap penentuan upah minimum Provinsi Lampung secara parsial.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan. Bagian ini terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis dan sistematika penulisan.

Bab II. Tinjauan Pustaka dan penelitian terdahulu. Berisikan teori-teori ekonomi yang memiliki kaitan dengan penelitian ini serta penelitian terdahulu yang menjadi rujukan serta acuan dalam penelitian ini.

Bab III. Metode penelitian. Membahas tentang jenis dan sumber data, definisi operasional variabel, spesifikasi model, metode pengolahan data, dan prosedur analisis data.

Bab IV. Hasil Perhitungan dan pembahasan. Berisikan analisis hasil perhitungan secara kuantitatif dan kualitataif.

Bab V. Simpulan dan Saran.

DAFTAR PUSTAKA


(31)

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Upah

Menurut teori ekonomi, upah dapat diartikan sebagai pembayaran yang diberikan kepada tenaga kerja buruh atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh para pengusaha dan jumlah keseluruhan yang ditetapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja meliputi masa atau syarat-syarat tertentu (Sadono Sukirno, 2005).

Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan (Sumarsono, 2003). Apabila digunakan asumsi bahwa tingkat upah naik, maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. Naiknya tingkat upah akan meningkatkan biaya produksi perusahaan, yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit barang yang diproduksi. Konsumen akan memberikan respon apabila terjadi kenaikan harga barang, yaitu mengurangi konsumsi atau bahkan tidak lagi mau membeli barang yang bersangkutan. Akibatnya banyak barang yang tidak terjual, dan terpaksa produsen menurunkan jumlah produksinya. Turunnya target produksi, mengakibatkan berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena pengaruh turunnya skala produksi disebut dengan efek skala produksi atauscale effect.


(32)

15

2. Apabila upah naik (asumsi harga dari barang-barang modal lainnya tidak berubah), maka pengusaha ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksinya dan menggantikan kebutuhan akan tenaga kerja dengan kebutuhan akan barang-barang modal seperti mesin dan lainnya. Penurunan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut dengan efek substitusi tenaga kerja atausubstitution effect.

Definisi upah pada UU No 13 tahun 2003 pada pasal 1 ayat 30 tentang

ketenagakerjaan yang berbunyi upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

2. Upah Minimum

Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para

pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya (UU No. 13 Tahun 2003). Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Propinsi.Upah Minimum adalah suatu penerimaan bulanan minimum (terendah) sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu

pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan


(33)

16

perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Sebagaimana yang telah diatur dalam PP No. 8/1981 upah minimum dapat ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun subsektoral, meskipun saat ini baru upah minimum regional yang dimiliki oleh setiap daerah.

Berdasarkan Undang Undang No 13 tahun 2003 disebutkan bahwa upah minimum hanya ditujukan bagi pekerja dengan masa kerja 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) tahun. Definisi tersebut terdapat dua unsur penting dari upah minimum

(Sumarsono, 2003) yaitu adalah:

1. Upah permulaan adalah upah terendah yang harus diterima oleh buruh pada waktu pertama kali dia diterima bekerja.

2. Jumlah upah minimum haruslah dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh secara minimal yaitu kebutuhan untuk sandang, pangan dan keperluan rumah tangga.

Upah minimum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pekerja agar sampai pada tingkat pendapatan"living wage",yang berarti bahwa orang yang bekerja akan mendapatkan pendapatan yang layak untuk hidupnya. Upah minimum dapat mencegah pekerja dari eksploitasi tenaga kerja terutama yanglow skilled.Upah minimum dapat meningkatkan produktifitas tenaga kerja dan mengurangi

konsekuensi pengangguran seperti yang diperkirakan teori ekonomi konverisional (Kusnaini, 1998).


(34)

17

3. Ketentuan dan Penetapan Upah Minimum

Simanjuntak (2002) dalam tulisannya yang berjudul “Masalah Upah dan Jaminan Sosial” menyatakan bahwa pemerintah setiap tahun atau sekali dalam dua tahun menetapkan upah minimum untuk setiap provinsi atau untuk beberapa daerah yang berdekatan. Tujuan penetapan upah minimum adalah untuk:

1. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesama pekerja dalam kondisi pasar yang surplus, yang mendorong mereka menerima upah di bawah tingkat kelayakan.

2. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja oleh pengusaha yang memanfaatkan kondisi pasar kerja untuk akumulasi keuntungannya.

3. Sebagai jaring pengaman untuk tingkat upah karena satu dan lain hal jangan turun lagi.

4. Mengurangi tingkat kemkiskinan absolute pekerja, terutama bila upah minimum tersebut di kaitkan dengan kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya.

5. Mendorong peningkatan produktivitas baik melalui perbaikan gizi dan kesehatan pekerja maupun malalui upaya menejemen untuk memperoleh kompensasi atas peningkatan upah minimum.

6. Meningkatnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara umum.

7. Menciptakan hubungan industrial yang lebih aman dan harmonis.

Penetapan besaran UMP berdasarkan undang-undang republik Indonesia No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ditentukan oleh dewan pengupahan yang


(35)

18

anggotanya terdiri dari pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pakar praktisi.Pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja, Dewan Pengupahan Nasional yang merupakan lembaga independen terdiri dari pakar praktisi dan lain sebagainya yang bertugas memberikan masukan kepada pemerintah, Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) sebagai penyalur aspirasi pekerja dan wakil pengusaha melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Semua pihak yang berwenang bertugas mengevaluasi tingkat upah minimum yang berlaku pada saat tertentu dan memutuskan apakah tingkat upah tersebut sudah saatnya dinaikkan atau belum (Tjiptoherijanto, 2000).

4. Marginal Producivity Theory

Toeri ini menjelaskan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan, tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut. Pengusaha

mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marginal seorang pekerja sama dengan upah yang diterima pekerja tersebut. Toeri ini menyatakan bahwa karyawan memperoleh upah sesuai dengan

produktivitas marginalnya terhadap pengusaha.

Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah.

Kekakuan upah merupakan salah satu penyebab terjadinya pengangguran. Untuk memahami kekakuan upah dan pengangguran struktural, maka penting untuk memahami mengapa pasar tenaga kerja tidak berada pada tingkat keseimbangan


(36)

19

penawaran dan permintaan. Saat upah riil melebihi tingkat equilibrium dan penawaran pekerja melebihi permintaannya, maka perusahaan-perusahaan diharapkan akan menurunkan upah yang akan dibayar kepada pekerja. Namun pada kenyataannya, hal ini tidak terjadi. Pengangguran struktural kemudian muncul sebagai implikasi karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja (Mankiw, 2008).

Menurut Mankiw (2006) kekakuan upah riil menyebabkan penjahatan pekerjaan. Jika upah riil tertahan di atas tingkat ekuilibrium, maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya akibatnya adalah pengangguran. Kekakuan upah ini terjadinya sebagai akibat dari undang-undang upah minimum atau kekuatan monopoli serikat pekerja. Berbagai faktor tersebut berpotensi menjadikan upah tertahan di atas tingkat upah keseimbangan. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan pengangguran. Undang-undang upah minimum menetapkan tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya. Kebijakan upah

minimum ditengarai akan lebih banyak berdampak pada penganggur dengan usia muda (Mankiw, 2007). Alasannya yaitu pekerja dengan usia lebih muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik dan kurang berpengalaman, maka mereka cenderung memiliki produktivitas marginal yang rendah.

5. Prinsip-Prinsip Dalam Penetapan Kebijakan Upah Minimum di Indonesia Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1999 menyatakan bahwa ada sepuluh prinsip-prinsip yang harus ditaati dalam penetapan kebijakan upah minimum di Indonesia.


(37)

20

1. Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap.

2. Upah minimum wajib dibayar kepada bekerja secara bulanan atau dengan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha misalnya untuk upah mingguan atau upah dua mingguan.

3. Besarnya upah pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap, atau dalam masa percobaan adalah serendah-rendahnya sebesar upah minimum.

4. Upah minimum hanya berlaku untuk pekerja yang bekerja dibawah satu tahun.

5. Peninjauan upah dilakukan atas kesepakatan antara pekerja/serikat pekerja dan pengusaha.

6. Pekerja dengan sistem borongan atau dengan satuan hasil serendah rendahnya adalah sebesar upah minimum untuk upah bulanannya.

7. Upah pekerja harian lepas ditetapkan secara bulanan berdasar hari kehadiran (dengan pro rata basis).

8. Perusahaan yang telah memberikan upah diatas upah minimum tidak diperbolehkan menurunkan upah.

9. Dengan kenaikan upah minimum, pekerja diwajibkan untuk memelihara prestasi kerja (produktivitas) yang ukurannya dirumuskan bersama antara pekerja dan pengusaha.

10. Pengusaha yang tidak mampu menerapkan kebijakan upah minimum untuk pekerja diijinkan untuk melakukan penangguhan sementara kepada


(38)

21

Upah Minimum Provinsi adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai,

karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya pada suatu Provinsi/Kota pada suatu tahun tertentu (Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989).

6. Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

Dalam tataran normatif, KHL merupakan standar kebutuhan yang harus dipenuhi seorang buruh lajang untuk dapat hidup layak, baik secara fisik maupun nonfisik dalam kurun waktu satu bulan. Setiap pekerja berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia yang

bermartabat. Upah minimum dipandang sebagai sumber penghasilan bersih (take home pay) dan sebagai jaring pengaman (safety net) KHL (SMERU, 2003).

Sebab itu, upah minimum diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seorang buruh terhadap pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi. Bahkan, bila

dimungkinkan dapat disisihkan untuk menabung. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dalam pasal 88 ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan

Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penetapan upah minimum dicapai secara bertahap.

Sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 seperti tersebut Universitas Sumatera Utara diatas, maka diterbitkanlah Permenakertrans


(39)

22

Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Isi Pasal Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 :

7. Pengaruh Kebutuhan Hidup Layak terhadap UMP

Sebelum tahun 1985, upah minimum telah dihitung berdasarkan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), perubahan dari KFM Menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.81/1985. Dengan demikian besarnya Upah Minimum tidak lagi ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah melakukan berbagai kajian khususnya mengenai tingkat harga di daerah sebagai acuan utama untuk menetapkan Upah Minimum atas dasar kebutuhan hidup minimum. Perubahan pada jumlah dan kualitas barang jika KFM hanya terdiri dari 2600 kalori sedangkan KHM terdiri dari 3000 kalori untuk kelompok makanan dan minuman (Suryahadi, 2001).

Dewan Pengupahan Nasional mulai mengadakan pengkajian tentang Kebutuhan Fisik minimum yang hasilnya adanya perubahan dari kebutuhan Fisik Minimum menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang didalam KHM ini telah ditambah dengan kebutuhan akan pendidikan, rekreasi yaitu kebutuhan jasa.

Menurut Dirjen Pengupahan dan jaminan Sosial mempunyai kelebihan

dibandingkan dengan kebutuhan fisik minimum, kelebihan tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Peningkatan mutu komoditi dari Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) untuk menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Jikan diliat dari Jumlah komoditi maka terjadi penurunan dari 48 item dalam KFM menjadi 43 item dalam KHM.


(40)

23

2. Kelompok pangan (makanan dan Minuman) telah meningkat dari 2600 kalori sehari menjadi 3000 kalori untuk pria/wanita pekerja lajang.

3. Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) Secara kuantitatif, KHM lebih tinggi sekitar 20 % apabila dibandingkan dengan KFM.

Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 pasal 2 ayat (3) angka 9 huruf c, menyebutkan kebutuhan fisik minimum tetapi dalam prakteknya ditafsirkan sebagai kebutuhan hidup minimum (KHM) atau bahkan kebutuhan hidup layak (KHL).Penentuan upah minimum pada suatu daerah terdapat beberapa hal yang patut dikaitkan dengan UUD 45 terutama dalam usaha untuk mendapatkan pekerjaan atau penghidupan yang layak. Penggunaan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam komponen dalam penentuan upah minimum sejak tahun 2005 merupakan sinyal yang baik dalam peningkatan kesejahteraan pekerja, terutama setelah sebelumnya hanya menggunakan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).

KHM memiliki 43 komponendengan menggunakan standart kualitas sedang, untuk dapat hidup dan bekerja dengan sehat, adalah 3000 kalori. Sedangkan KHL memiliki 46 komponen dengan menggunakan standart kualitas sedang, untuk dapat hidup dan bekerja dengan sehat, adalah 3000 kalori. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan dari KHM menjadi KHL tidak jauh berbeda, hanya ditambah 3 komponen saja.

Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Dewan Pengupahan Provinsi /Kabupaten/Kota adalah suatu lembaga non


(41)

24

struktural yang bersifat tripartit, dibentuk oleh Gubernur/Bupati/Walikota dan bertugas memberikan saran serta pertimbangan kepada Gubernur/Bupati/Walikota dalam penetapan upah minimum (Peraturan Menteri no. 17 th 2005 pasal 1).

Kebutuhan Hidup layak sebagai dasar dalam penetapan upah minimum

merupakan peningkatan dari kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan hidup layak sebagai dasar dapat dikategorikan sebagai bahan pertimbangan utama, jika terjadi kenaikan terhadap KHL maka akan diikuti dengan kenaikan UMP. (Peraturan Menteri no. 17 th 2005).

Standar KHL terdiri dari beberapa komponen yaitu : 1. Makanan & Minuman (11 items)

2. Sandang (9 items) 3. Perumahan (19 items) 4. Pendidikan (1 item) 5. Kesehatan (3 items) 6. Transportasi (1 item)

7. Rekreasi dan Tabungan (2 item)

8. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah pada satu periode tertentu. PDRB di hitung dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Dalam menghitung PDRB atas dasar harga berlaku menggunakan harga barang dan jasa tahun berjalan, sedangkan pada PDRB atas dasar harga konstan


(42)

25

menggunakan harga pada suatu tahun tertentu (tahun dasar).Penghitungan PDRB saat ini menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar, penggunaan tahun dasar ini ditetapkan secara nasional.

Peroduk Domestik Bruto sebagai salah saru indikator ekonomi memuat berbagai instrument ekonomi yang di dalmnya terlihat jelas keadaan makro ekonomi suatu daerah dengan pertumbuhan ekonominya, income perkapita dan berbagai

instrument ekonomi lainnya. Dimana dengan adanya data-data tersebut akan sangan membantu pengambil kebijaksanaan dalam perencanaan dan evaluasi sehingga pembangunan tidak salah arah. Angka PDRB sangat diperlukan dan perlu disajikan, karena selain dapat dipakai sebagai bahan analisa perencanaan pembangunan juga merupakan barometer untuk mengukur hasil-hasil

pembangunan yang telah dilaksanakan.

PDRB dapat didefinisikan berdasarkan tiga pendekatan yaitu : a. Pendekatan Produksi (Production Approach)

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (NTB) yang tercipta sebagai hasil proses produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah/region pada suatu jangka waktu tertentu, biasanya setahun.

b. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah/region pada jangka waktu tertentu (biasanya setahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan.Termasuk sebagai Komponen penyusun PDRB adalah penyusutan barang modal tetap dan pajak tidak langsung neto.


(43)

26

Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).

c. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

PDRB adalah jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto di suatu wilayah/region pada suatu periode (biasanya setahun).Yang dimaksud dengan Ekspor netto adalah ekspor dikurangi impor.

Nilai produksi adalah tingkat produksi atau keseluruhan jumlah barang dan jasa yang merupakan hasil akhir proses produksi barang dan jasa pada suatu unit usaha yang selanjutnya akan dijual atau sampai ke tangan konsumen. Apabila

permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan menambah penggunaan tenaga kerjanya. Perubahan yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi (Sudarsono, 2003).

Nilai output suatu daerah diperkirakan akan mengalami peningkatan hasil produksi dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang memproduksi barang yang sama. Para pengusaha akan membutuhkan sejumlah uang yang akan


(44)

27

diperoleh dengan tambahan perusahaan tersebut, demikian juga dengan tenaga kerja. Perusahaan yang jumlahnya lebih besar akan menghasilkan output yang besar pula, sehingga semakin banyak jumlah perusahaan/unit yang berdiri maka akan semakin banyak kemungkinan untuk terjadi penambahan output produksi (Subekti, 2007).

9. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap UMP Groos Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto PDB adalah nilai dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi dalam negeri dalam satu periode waktu tertentu. Output dari masing-masing barang dan jasa dinilai berdasarkan harga pasarnya dan nilai-nilai itu dijumlahkan sebagai nilai dari GDP (Dornbusch dan Fischer, 1997).

Sukirno (2004) menjelaskan bahwa PDRB adalah nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam waktu satu tahun di suatu wilayah tertentu tanpa membedakan kepemilikan faktor produksi, tapi lebih memerlukan keberadaan faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi itu, PDRB merupakan salah satu pencerminan kemajuan ekonomi suatu daerah. Kenaikan PDRB akan menyebabkan pendapatan daerah dari sektor pajak dan retribusi meningkat. Hal tersebut berdampak pada peningkatan PAD di daerah tersebut. Penelitian data PDB yang digunakan berdasarkan wilayah regional yang biasanya disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Data PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan 2000 pada semua sektor industri karena penelitian ini menganalisis mengenai upah minimum provinsi. Dalam penetapan upah minimum pihak Pemerintah dan Dewan


(45)

28

Pengupahan akan tetap mempertimbangkan faktor lain yaitu PDRB dalam proses penetapan upah minimum provinsi (Pratomo, 2011). Apabila terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja yang diukur dengan output PDRB maka upah minimum selayaknya ditingkatkan (Gaol, 2006).

Peningkatan output PDRB merupakan sebuah pertumbuhan ekonomi bagi suatu daerah. Teori pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono 1999). Sehingga persentase pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan terus berlanjut. Beberapa pakar ekonomi membedakan pengertian antara pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Para pakar ekonomi yang membedakan kedua pengertian tersebut mengartikan istilah pembangunan

ekonomi sebagai :

1. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat yaitu tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)/Produk Nasional Bruto (PNB) pada suatu tahun tertentu dibagi dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

2. Perkembangan PDB/PNB yang terjadi dalam suatu negara dibarengi oleh perombakan dan modernisasi struktur ekonominya. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perluasan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999).


(46)

29

10. Inflasi

Inflasi adalah keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam (absolute) yang berlangsung terus menuerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Laju inflasi merupakan faktor penting dalam menganalisa dan meramalkan suku bunga. Selisih antara suku bunga nominal dan inflasi adalah ukuran yang sangat penting mengenai beban sesungguhnya dari biaya suku bunga yang dihadapi individu dan perusahaan. Suku bunga riil juga menjadi ukuran yang sangat penting bagi otorisasi moneter. Peningkatan ekspektasi inflasi akan cenderung meningkatkan suku bunganominal. Hal ini berarti pada suku bunga nominal akan cenderung terkandung ekspektasi inflasi untuk memberikan tingkat kembalian riil atas penggunaan uang.

1. Teori Inflasi a. Teori Kuantitas

Teori kuantitas merupakan teri yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini masing-masing sangat berguna untuk menggambarkan prose inflasi di zaman modern terutama di negara sedang berkembang. Teori kuantitas menyatakan bahwa bank sentral yang mengawasi suplai uang memiliki kendala tertinggi atas tingkat inflasi. Jika bank sentral mempertahankan suplai uang tetap dalam kondisi yang stabil, maka tingkat harga pun akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan supali uang dengan cepat, maka tingkat harga akan meningkat dengan cepat (Mankiw, 2000).


(47)

30

Teori inflasi klasik berpendapat bahwa tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai dan jumlah uang serta nilai uang dengan harga. Jadi menurut teori klasik, inflasi berarti terlalu banyak uang beredar atau terlalu banyak kredit dibandingkan volume transaksi maka solusinya adalah membatasi jumlah uang beredar dan kredit. Pendapat Klasik tersebut lebih jauh dapat dirumuskan sebagai berikut :

Inflasi = f (jumlah uang beredar, kredit)

c. Teori Inflasi Menurut Aliran Keynes

Teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkatfull employment.Menurut Keynes kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap tingkat permintaan total, karena suatu perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang tetap konstan. Jika uang beredar bertambah maka harga akan naik. Kenaikan harga ini akan menyebabkan bertambahnya permintaan uang untuk transaksi, dengan demikian akan menaikkan suku bunga. Hal ini akan mencegah pertambahan permintaan untuk investasi dan akan melunakkan tekanan inflasi. Analisa Keynes mengenai inflasi permintaan dirumuskan berdasarkan konsepinflationary gap. Menurut Keynes, inflasi permintaan yang benar-benar penting adalah yang ditimbulkan oleh pengeluran pemerintah, terutama yang berkaitan dengan peperangan, program investasi yang besar-besaran dalam kapital sosial. Dengan demikian pemikiran Keynes tentang inflasi dapat dirumuskan menjadi :


(48)

31

d. Teori Inflasi Menurut Aliran Moneterisme

Teori ini berpendapat bahwa, inflasi disebabkan oleh kebijaksanaan moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil. Menurut golongan moneteris, inflasi dapat diturunkan dengan cara menahan dan menghilangkan kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiskal yang bersifat kontraktif, atau melalui kontrol terhadap peningkatan upah serta penghapusan terhadap subsidi atas nilai tukar valuta asing. Sehingga teori inflasi menurut Moneterisme dapat dinotasikan sebagai berikut :

Inflasi = f (kebijakan moneter ekspansif, kebijakan fiskal ekspansif)

e. Teori Ekspektasi

Menurut Dornbusch, bahwa pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan dengan menggunakan semua informasi yang ada. Pengertian rasional adalah suatu tindakan yang logik untuk mencapai tujuan berdasarkan informasi yang ada. Artinya secara sederhana teori ekspektasi dapat dinotasikan menjadi :


(49)

32

2. Jenis Inflasi

Ada beberapa cara untuk menggolongkan jenis-jenis inflasi, anatara lain: 1. Menurut Penyebab Awal Inflasi

a. Demand-Pull Inflation

Yaitu Inflasi yang disebabkan karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat (sering disebut dengan inflasi murni).

b. Cost-Push Inflation

Cost push inflation ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan menaikkan harga dan turunnya produksi. c. Inflasi Permintaan dan Penawaran

Inflasi ini disebabkan kenaikan permintaan di satu sisi dan penawaran di sisi lain. Timbulnya inflasi karena antara pelaku permintaan dan penawaran yang tidak seimbang artinya jika permintaan barang bertambah sementara penyediaan barang mengalami kekurangan.

2. Berdasarkan Asal Inflasi

a. Domestik Inflation atau inflasi yang berasal dari dalam negeri.

Inflasi ini terjadi karena pengaruh kejadian ekonomi yang terjadi di dalam negeri, misalnya terjadinya defisit anggaran belanja negara yang secara terus menerus di atas dengan mencetak uang. Hal ini menyebabkan jumlah uang yang dibutuhkan di masyarakat melebihi transaksinya dan ini menyebabkan nilai uang menjadi rendah dan harga barang meningkat.


(50)

33

b. Imported Inflation atau inflasi yang tertular dari luar negeri.

Inflasi ini disebabkan oleh kenaikan harga barang ekspor seperti teh dan kopi di luar negeri (negara tujuan ekspor), harganya mengalami kenaikan dan ini membawa pengaruh terhadap harga di dalam negeri.

3. Penggolongsn inflasi berdasrakan besarnya, yaitu a. Inflasi Ringan

Inflasi dengan laju pertumbuhan secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10% per tahun.

b. Inflasi Sedang

Inflasi dengan laju pertumbuhan berada antara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. c. Inflasi Berat

Inflasi dengan laju pertumbuhan berada antara 30-1005 per thaun. d. Hiperinflasi

Inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% per tahun, ini merupakan inflasi yang paling parah dampaknya.

11. Pengaruh Tingkat Inflasi terhadap UMP

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus (Sukirno, 2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono, 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang


(51)

34

sama. Inflasi didefinisikan dengan banyak ragam yang berbeda, tetapi semua definisi itu mencakup pokok-pokok yang sama.

Samuelson (2001) memberikan definisi bahwa inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-faktor produksi. Definisi tersebut mengindikasikan keadaan melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Definisi yang ada tentang inflasi dapatlah ditarik tiga pokok yang terkandung di dalamnya (Gunawan, 1991) yaitu :

1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik

dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

2. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus menerus, bukan terjadi pada suatu waktu saja.

3. Mencakup tingkat harga umum (general level of prices) yang berarti tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.

Menurut Rahardja (2004) suatu perekonomian dikatakan telah mengalami inflasi jika tiga karakteristik berikut dipenuhi, yaitu : 1) terjadi kenaikan harga, 2) kenaikan harga bersifat umum, dan 3) berlangsung terusmenerus. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu perekonomian sedang dilanda inflasi atau tidak. Indikator tersebut diantaranya :


(52)

35

1. Indeks Harga Konsumen (IHK)

IHK adalah indeks harga yang paling umum dipakai sebagai indikator inflasi. IHK mempresentasikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh

masyarakat dalam suatu periode tertentu. 2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

IHPB merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan pada tingkat produsen di suatu daerah pada suatu periode tertentu. Jika pada IHK yang diamati adalah barang-barang akhir yang dikonsumsi masyarakat, pada IHPB yang diamati adalah barangbarang mentah dan barang-barang setengah jadi yang

merupakan input bagi produsen. 3. GDP Deflator

Prinsip dasar GDP deflator adalah membandingkan antara tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil.

Menurut Pratomo (2011) mengemukakan dalam menentukan tingkat upah minimum tingkat inflasi atau indeks harga konsumen merupakan komponen dalam mempertimbangkan penetapan upah minimum provinsi. Diterbitkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 01 tahun 1999 tentang Upah Minimum menyatakan bahwa didalamnya terdapat perubahan tingkat upah minimum pemerintah dengan melihat inflasi atau indeks harga konsumen sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan upah minimum.

Simanjuntak (1996), kenaikan upah berhubungan dengan inflasi. Pada tingkat pengangguran rendah (kesempatan kerja tinggi), pengusaha cenderung


(53)

36

meningkatkan upah untuk merekrut pekerja terbaik. Sebagai kompensasi, harga output harus ditingkatkan. Peningkatan harga output berarti laju inflasi meningkat. Laju inflasi yang tinggi mengakibatkan nilai riil upah merosot merugikan

masyarakat penerima upah.

B. Tinjauan Empiris 1. Penelitian Terdahulu

Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Tabel 5. Konsep Penelitian Terdahulu

Penelitian Judul Variabel Metode Hasil

Erna Agustiana (2007), Institut Pertanian Bogor (Skripsi) Analisis Penentuan Upah Minimum Di Provinsi Jawa Barat PDRB, jumlah penduduk, kebutuhan hidup minimum, dummy krisis dan upah minimum Two Stage Least Square PDRB, jumlah penduduk, kebutuhan hidup minimum dan dummy krisis berpengaruh secara signifikan terhadap upah minimum provinsi Ilham Kristanto (2013), Universitas Jember (Skripsi) Analisis Penetapan Upah Minimum Kabupaten Jember Upah Minimum Kabupaten, KHL, PDRB, Tingkat Inflasi

OLS KHL dan PDRB berpengaruh positif terhadap penetapan upah minimum Kabupaten Jember namun Inflasi berpengaruh negatif terhadap penetapan upah minimum Kabupaten Wayan Gede

Supartha (2006), PIRAMIDA Vol. ll No. 2 : 69–77

Desember 2006 (Jurnal) Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten /Kota (UMK) di Provinsi Bali Kebutuhan hidup Layak (KHL), produktivitas tenaga kerja (PDRB), pertumbuhan ekonomi, kemampuan perusahaan marginal, pasar tenaga kerja Analisis Deskriptif

Secara umum terjadi peningkatan

kesejahteraan tenaga kerja di Bali tercermin dari kenaikan

UMP/UMK dalam 2 tahun terakhir. Indikator dasar pertimbangan KHL, pertumbuhan ekonomi, pasar tenaga kerja, kemampuan perusahaan marginal


(54)

37

Hempri Suyatno (2002) Vol. V No.3 : 295-313 Maret 2002 (Jurnal)

Kebijakan Upah Minimum Yang Akomodatif

Kebutuhan Hidup Layak, Tenaga Kerja, Kebijakan Pemerintah

Analisis Deskriptif

Kebijan pemerintah untuk menetapkan upah minimum provinsi harus didasari oleh KHL yang menjadi patokan untuk kelayakan para buruh untuk hidup.

Adapun hasil penelitian-penelitian yang sebelumnya dilakukan menunjukkan bahwa, secara parsial variabel inlfasi berpengaruh secara signifikan terhadap upah minimum dan secara parsial variabel kebutuhan hidup layak dan PDRB secara bersama-sama berpengaruh terhadap penetapan upah minimum.


(55)

III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terbentuk dalam runtun waktu (time series) dan jurnal-jurnal ilmiah tentang upah minimum. Data yang digunakan meliputi: Kebutuhan Hidup Layak (KHL), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan tingkat inflasi dari tahun 2003-2014 di Provinsi Lampung, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans). Berikut adalah penjelasan data variabel yang dipakai dalam penelitian ini dapat dilihat di tabel 6.

Tabel 6. Nama Variabel, Simbol, Periode Waktu, Satuan Pengukuran, dan Sumber Data

Nama Variabel

Simbol Periode Waktu Satuan Pengukuran

Sumber Data UMP

Lampung

UMP Tahunan Rupiah Disnakertrans

Provinsi Lampung

KHL KHL Tahunan Rupiah Disnakertrans

Provinsi Lampung

PDRB PDRB Tahunan Juta Rupiah BPS Provinsi

Lampung

Inflasi INF Tahunan Persentase BPS Provinsi


(56)

39

B. Definisi Variabel Operasional dan Pengukurannya

Definisi operasional dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Upah Minimum Provinsi merupakan suatu standar upah minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Lampung yang harus dipatuhi oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai atau buruh lajang dengan masa kerja 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) tahun

termasuk pekerja yang masih dalam masa percobaan didalam lingkungan usaha kerja dalam bentuk rupiah pada tahun t (Rp/bulan).

2. Kebutuhan hidup layak merupakan standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang pria/wanita untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan yang dinyatakan dalam harga satuan rupiah pada tahun t (Rp/bulan).

3. Produk Domestik Regoinal Bruto (PDRB) merupakan hasil atau output barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor kegiatan ekonomi di Provinsi Lampung atas dasar harga konstan tahun 2000(Rp/tahun).

4. Inflasi adalah suatu keadaan ekonomi yang memperlihatkan naiknya harga barang dan jasa secara umum dan berlangsung terus menerus yang dapat dinyatakan dalam bentuk (persen/tahun).

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data sangat penting digunakan dalam sebuah penelitian. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai acara. Apabila dilihat dari berbagai sumber, maka pengumpulan data


(57)

40

dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau melalui dokumentasi, (Sugiyono, 2011).

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung namun dengan cara menyalin data yang telah ada dan berkaitan dengan penelitian ini yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans).

D. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan penyederhanaan data yang telah diperoleh ke dalam bentuk yang lebih mudah di baca. Model analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan model analisis regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dan ditransformasikan dalam bentuk logaritma dengan menggunakan kuadrat terkecil. Analisis OLS menjelaskan bagaimana mencapai hasil estimasi yang dekat dengan kebenaran kenyataannya.

Model dalam penelitian ini menggunakan UMP Lampung sebagai variabel dependent, sedangkan variabel independent adalah KHL, PDRB dan Inflasi. Untuk menghitung persamaan regresi sederhana melalui metode kuadrat terkecil (OLS) maka data harus memenuhi asumsi dasar, yaitu : uji Normalitas, uji Multikolinearitas, uji Autokorelasi. Adapun software yang digunakan dalam


(58)

41

menganalisis data tersebut yaitu memasukan data kedalam Microsoft Excel 2007 dan kemudian diolah menggunakan E-Views 6.

Berikut adalah persamaan umum model regresi linier berganda :

Yt= β0+ β1X1t+ β2X2t+ β3X3t+ et

Penelitian ini sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan dalam model persamaan regresi berganda pada judul Analisis Penetapan Upah Minimum Provinsi Lampung. Mencermati judul tersebut maka penelitian tersebut menggunakan datatime seriesdan jenis data tahunan. Model persamaannya adalah sebagai berikut :

UMPt= β0+ β1KHLt+ β2PDRBt+ β3INFt + et

Dimana:

UMP = Upah Minimum Provinsi Lampung periode t,

β0 = Besarnya KHL1, PDRB2, INF3sama dengan nol (konstanta),

β1 = Besarnya pengaruh kebutuhan hidup layak terhadap UMP,

β2 = Besarnya pengaruh produk domestik regional bruto terhadap UMP,

β3 = Besarnya pengaruh tingkat inflasi terhadap UMP, KHLt = kebutuhan hidup layak Provinsi Lampung,

PDRBt = produk domestik regional bruto Provinsi Lampung, INFt = tingkat inflasi Provinsi Lampung,


(59)

42

E. Tingkat Elastisitas Variabel Bebas

Tingkat elastisitas digunakan untuk mengetahui besarnya perubahan

variabelterikat (Y) akibat perubahan yang terjadi pada variabel bebas dengan asumsi variabel lain tetap. Rumus yang digunakan adalah(Supranto, 2002):

= ×

Keterangan:

Exi = Elastisitas variabel bebas X = Nilai rata-rata variabel bebas Y = Nilai rata-rata variabel terikat

b = Koefisien regresi pengubah variabel bebas F. Uji Asumsi Klasik

Agar tercapai suatu estimasi koefisien regresi yang diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinal Least Square). Maka dalam uji ini merupakan uji ekonometrika yang meliputi uji

multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji normalitas.

1. Uji Normalitas

Uji yang dilakukan untuk mengevaluasi apakah nilai variabel pengganggu dari model yang dibentuk sudah normal atau tidak. Konsep pengujian uji normalitas menggunakan pendekatan Jorque-Berra test. Pedoman dari J-B test adalah: Apabila nilai probabilitas J-B hitung < nilai probabilitas α (0.05), maka hipotesis

yang menyatakan bahwa variabel pengganggu adalah berdistribusi normal ditolak. Apabila nilai probabilitas J-B hitung > nilai probabilitas α (0.05), maka hipotesis

yang menyatakan bahwa variabel pengganggu adalah berdistribusi normal diterima (Gujarati, 2003).


(60)

43

2. Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas merupakan salah sat penyimpangan terhada asumsi kesamaan varians (homoskedastisitas), yaitu bahwa varians error berniilai sama untuk setiap kombinasi tetap dari X1,X2,…,Xp. Masalah heterokedastisitas timbul apabila

variabel gangguan mempunyai varian yang tidak konstan. Jika asumsi ini tidak dipenuhi maka dengan OLS tidak lagi bersifat BLUE (best linear unbiassed estimator), karena akan menghasilkan dugaan dengan galat baku yang tidak akurat, ini berakibat pada uji hipotesis dan dugaan selang kepercayaan yang dihasilkan juga tidak akurat dan akan menyesatkaan (misleading).

Dalam penelitian ini, uji heterokedastisitas dilakukan dengan Uji White. Langkah uji white adalah sebagai berikut :

1. Estimasi persamaan dan dapatkan residualnya.

2. Lakukan regresi auxialiry : yaitu regresi auxialiry tanpa perkalian antar

variabel indipenden (no cors term) dan juga regresi auxialiry dengan perkalian variabel independen (cors term).

3. Hipotesis nol dalam uji ini tidak ada heterokedastisitas. Uji white didasarkan pada jumlah sample (n) dikalikan dengan R2yang akan mengikuti distribusi chi-square dengan degree of freedom sebanyak variabel independen tidak termasuk konstantan dalam regresi auxialiry.

Kriteria pengujiannya adalah :

H0: Tidak ada masalah heterokedastisitas Ha: Ada masalah heterokedastisitas

H0ditolak dan Haditerima, jika chi-square hitung (n.R2) lebih besar dari nilai X2


(61)

44

H0diterima dan Haditolak, jika chi-square hitung lebih kecil dari nilai X2 kritis atau tidak ada heterokedastisitas.

3. Uji Multikolinieritas

Untuk mengetahui adanya korelasi linier antar variabel bebas dalam model empiris. Multikolinieritas memberikan dampak yaitu estimator masih bersifat BLUEkarena nilai varian dan ovarian besar, nilai t-hitung variabel bebas ada yang tidak signifikan karena interval estimasi cenderung lebih besar sehingga terdapat kesalahan pengujian hipotesis, dan nilai koefisien determinasi R2cenderung mempunyai nilai besar namun banyak variabel bebas yang tidak signifikan (Gujarati, 2003).

Pengujian untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan deteksi Klein yang dilakukan dengan melakukan regresi suatu variabel bebas dengan variabel bebas lain.Rule of thumb, dengan membandingkan nilai R2model dengan nilai R2regresi auxiliary. Bila nilai R2regresi auxiliary≥ nilai R2model, maka model mengandung gejala multikolinieritas.

4. Uji Autokorelasi

Suatu bentuk korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan

menurut waktu atau ruang. Masalah autokorelasi biasanya muncul dalam datatime seriesmeskipun tidak menutup kemungkinan juga pada datacross section.

Pengujian disini dapat dilakukan dengan ujiBreusch-Godfrey Serial Correlation LM. Uji BG-LM digunakan untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada first order tetapi bisa juga digunakan pada order lainnya (Gujarati, 2003).


(62)

45

Kriteria pengujian:

a. Apabila nilai probabilitas x2hitung < nilai probabilitas (α = 5%), maka

hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi ditolak. b. Apabila nilai probabilitas x2hitung > nilai probabilitas (α = 5%), maka

hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi diterima.

G. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui besarnya masing-masing koefisien dari variabel-variabel bebas baik secara bersama-sama maupun secara parsial terhadap variabel terikat yaitu dengan menggunakan uji secara serentak (uji-F), uji parsial (uji-t) dan koefisien determinasi berganda (R2).

1. Pengujian Secara Parsial (Uji T)

Dalam penelitian ini, uji t digunakan untuk mengkaji tingkat signifikan dari masing-masing variabel bebas yang terdiri dari kebutuhan hidup layak, produk domestik regional bruto dan inflasi terhadap variabel terikat. Uji t adalah cara untuk membuktikan bahwa koefsien regresi dari suatu model secara statistik signifikan atau tidak, dengan cara membandingkan antara thitungdengan ttabel. Pengujian uji t dalam penelitian ini menggunakan df 8 yang didapat dari rumus

df = n-k-1

Ketentuan yang digunakan dalam uji t ini adalah sebagai berikut: T hitung t tabel : H0diterima dan Haditolak


(63)

46

a. Hipotesis Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

H1= b1 >0, artinya variabel KHL berpengaruh positif terhadap UMP. b. Hipotesis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

H1= b2> 0, artinya variabel produk domestik regional bruto berpengaruh positif terhadap UMP.

c. Hipotesis Tingkat Inflasi (INF)

H1= b3 >0, artinya tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap UMP.

Kriteria pengambilan keputusan:

1) Jika probabilitas t hitung < α (0.05), di mana α merupakan besarnya

kesalahan yang ditolerir di dalam pengambilan keputusan maka H0ditolak dan H1diterima.

2) Jika probabilitast hitung > α (0.05), di mana α merupakan besarnya

kesalahan yang ditolerir di dalam pengambilan keputusan maka H0diterima dan H1ditolak.

2. Pengujian Secara Bersama-sama (Uji F)

Uji F digunakan untuk menguji pengaruhkebutuhan hidup layak (KHL), produk dometik regional bruto (PDRB) dan tingkat inflasisecara bersama-sama terhadap upah minimum provinsi (UMP). Dalam pengujian ini telah dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H0= b1= b2= b3, artinya seluruh variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap UMP

H1= b1≠ b2≠ b3≠ 0, artinya seluruh variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap UMP


(64)

47

Tingkat keyakinan 95% dengan taraf nyata 5%, nilai distribusi f dengan taraf nyata α = 5% (0,05)

Kriteria pengujinan :

a. Jika probabilitas F hitung < α (0.05), di mana α merupakan besarnya

kesalahan yang ditolerir di dalam pengambilan keputusan maka H0ditolak dan H1diterima.

b. Jika probabilitas F hitung > α (0.05), di mana α merupakan besarnya

kesalahan yang ditolerir di dalam pengambilan keputusan maka H0diterima dan H1ditolak.


(65)

V SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan penelitian terdapat pengaruh kebutuhan hidup layak (KHL), produk domestik regional bruto (PDRB), dan inflasi terhadap penetapan upah minimum Provinsi Lampung. Maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini secara serentak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap upah minimum Provinsi Lampung. Artinya variabel kebutuhan hidup layak (KHL), produk domestik regional bruto (PDRB) dan inflasi berpengaruh positif terhadap upah minimum Provinsi (UMP) Lampung.

2. Variabel KHL memberikan pengaruh yang positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95% terhadap UMP Lampung. Dengan demikian, semakin meningkatnya variabel KHL maka nilai penetapan UMP Lampung pada tahun berikutnya juga semakin meningkat, begitu pula sebaliknya, bila terjadi penurunan nilai KHL maka mengakibatkan turunnya nilai penetapanUMP Lampung pada tahun berikutnya. Dilihat dari tingkat elastisitas, variabel kebutuhan hidup layak sebesar 0,50086 atau inelastis. Hal ini menunjukan apabila terjadi kenaikan kebutuhan hidup layak sebesar 1 rupiah maka akan meningkatkan upah minimum provinsi sebesar 0,50086 rupiah dengan asumsi variabel lain tidak berubah atau ceteris paribus.


(66)

64

3. Variabel PDRB menunjukan hubungan yang positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95% terhadap UMP Lampung. Dengan demikian, semakin meningkatnya variabel PDRB maka nilai penetapan UMP Lampung pada tahun berikutnya juga semakin meningkat, begitu pula sebaliknya, bila terjadi penurunan nilai PDRB maka mengakibatkan turunnya nilai

penetapanUMP Lampung pada tahun berikutnya. Dilihat dari tingkat elastisitas, variabel produk domestik regional bruto sebesar 0,42599 atau inelastis. Hal ini menunjukan apabila terjadi kenaikan produk domestik regional bruto 1 juta rupiah maka akan meningkatkan upah minimum provinsi sebesar 0,42599rupiah dengan asumsi variabel lain tidak berubah atau ceteris paribus.

4. Variabelinflasiinflasi memberikan pengaruh yang positif namun tidak signifikan secara parsial pada tingkat kepercayaan 95% terhadap UMP Lampung.Dilihat dari tingkat elastisitas variabel inflasi sebesar 0,032315atau inelastis.Hal ini pula menunjukan apabila terjadi inflasi regional bruto 1 persen maka upah minimum akan meningkatkan upah minimum provinsi sebesar 0,032315 persen dengan asumsi variabel lain tidak berubahatau ceteris paribus.


(1)

V SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan penelitian terdapat pengaruh kebutuhan hidup layak (KHL), produk domestik regional bruto (PDRB), dan inflasi terhadap penetapan upah minimum Provinsi Lampung. Maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini secara serentak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap upah minimum Provinsi Lampung. Artinya variabel kebutuhan hidup layak (KHL), produk domestik regional bruto (PDRB) dan inflasi berpengaruh positif terhadap upah minimum Provinsi (UMP) Lampung.

2. Variabel KHL memberikan pengaruh yang positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95% terhadap UMP Lampung. Dengan demikian, semakin meningkatnya variabel KHL maka nilai penetapan UMP Lampung pada tahun berikutnya juga semakin meningkat, begitu pula sebaliknya, bila terjadi penurunan nilai KHL maka mengakibatkan turunnya nilai penetapanUMP Lampung pada tahun berikutnya. Dilihat dari tingkat elastisitas, variabel kebutuhan hidup layak sebesar 0,50086 atau inelastis. Hal ini menunjukan apabila terjadi kenaikan kebutuhan hidup layak sebesar 1 rupiah maka akan meningkatkan upah minimum provinsi sebesar 0,50086 rupiah dengan asumsi variabel lain tidak berubah atau ceteris paribus.


(2)

64

3. Variabel PDRB menunjukan hubungan yang positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95% terhadap UMP Lampung. Dengan demikian, semakin meningkatnya variabel PDRB maka nilai penetapan UMP Lampung pada tahun berikutnya juga semakin meningkat, begitu pula sebaliknya, bila terjadi penurunan nilai PDRB maka mengakibatkan turunnya nilai

penetapanUMP Lampung pada tahun berikutnya. Dilihat dari tingkat elastisitas, variabel produk domestik regional bruto sebesar 0,42599 atau inelastis. Hal ini menunjukan apabila terjadi kenaikan produk domestik regional bruto 1 juta rupiah maka akan meningkatkan upah minimum provinsi sebesar 0,42599rupiah dengan asumsi variabel lain tidak berubah atau ceteris paribus.

4. Variabelinflasiinflasi memberikan pengaruh yang positif namun tidak signifikan secara parsial pada tingkat kepercayaan 95% terhadap UMP Lampung.Dilihat dari tingkat elastisitas variabel inflasi sebesar 0,032315atau inelastis.Hal ini pula menunjukan apabila terjadi inflasi regional bruto 1 persen maka upah minimum akan meningkatkan upah minimum provinsi sebesar 0,032315 persen dengan asumsi variabel lain tidak berubahatau ceteris paribus.


(3)

65

B.Saran

Saran dari hasil penelitian pengaruh variabel kebutuhan hidup layak (KHL), produk domestik regional bruto (PDRB) dan inflasi terhadap upah minimum Provinsi Lampung, adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan hidup layak buruh/pekerja seharusnya lebih di perhatikan oleh pemerintah. Dengan cara meningkatkan pendapatan buruh/pekerja, mereka dapat memenuhi biaya kebutuhan hidupnya agar lebih sejahtera.

2. Buruh/pekerja selayaknya lebih meningkatkan mutu dan kualitasnya dalam menghasilkan output yang lebih baik. Dengan demikian para pengusaha juga mampu membayar tanggungan upah buruh yang telah ditetapkan pemerintah, karena sesuai dengan apa yang telah dikerjakan buruh/pekerja terhadap para pengusaha.

3. Pemerintah seharusnya bisa lebih menekan laju inflasi, karena peningkatan harga output berarti laju inflasi meningkat. Laju inflasi yang tinggi

mengakibatkan nilai riil upah merosot dan akan merugikan buruh/pekerja penerima upah.

4. Untuk penelitian yang akan datang sebaiknya menganalisa lebih lanjut

variabel-variabel yang lebih tepat untuk menghasilkan suatu dugaan yang tepat untuk memperbaiki teori yang telah ada.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anton H. Gunawan, 1991.Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Idonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Arsyad, Lincolin. 1999.Pengantar Perencanan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik, 2014,Lampung Dalam Angka, BPS Provinsi Lampung, Lampung.

Boediono, 1999,Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE, Yogyakarta. Boediono, 2000.Ekonomi Moneter, edisi 3, BPFE, Yogyakarta.

Disnakertrans, 2014Kebutuhan Hidup Layak dan Upah Minimum Provinsi Lampung, Kemenakertrans, Lampung.

Edi Priyono, 2002Upah Minimum dan Kesejahteraan BuruhVol. 7 No , Jakarta. Erna Agustiana, (2007)Analisis Penentuan Upah Minimum Di Provinsi Jawa

Barat,BPFE IPB,Bogor.

Gall, G. (1998), “The Development of the Indonesian Labour Movement”. International Journal of Human Resources Management.

Gaol S. Lumban, 2006.Aplikasi Faktor Pertimbangan Dalam Penetapan Upah

Minimum,Makalah dalam Forum Konsultasi dan Komunikasi.

Gujarati, D. (2003),Basic Econometric. McGraw-Hill, New York.

Gujarati, D. N. 2010. Dasar-dasar Ekonometrika Buku 1.Edisi 5. Terjemahan, Salemba Empat, Jakarta.

Hempri Suyatno, 2002 Kebijakan Upah Minimum Yang Akomodatifdalam jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. V No.3 : 295-313 Maret 2002


(5)

Jhingan, M.L. 1999.Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, terjemahan D.Guritno, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Manning, C. (2003a), “Labor Policy and Employment Creation: An Emerging

Crisis?”. PEG-USAID, Technical Report, Jakarta.

Mankiw, N. Gregory.MAKROEKONOMI, edisi ke-6.U.S. Department of Commerce and U.S. Departement of Labor.

Manurung, Mandala, dan Pratama Rahardja. 2004.Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia), LPFE UI, Jakarta. Musriha, 2010,Penetapan Upah Minimum Kabupaten / Kota Yang Kondusif Di

Jawa Timur, dalam jurnal berkala ilmu ekonomi volume 4, No. 2, Desember 2010, Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas Bhayangkara Surabaya.

Nachrowi, D dan Hardius, Usman. 2002.Pendekatan Populer dan praktis

Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan,LPFE UI, Jakarta.

Nasir, M. 1998. ,Metode Penelitian,Ghalia Indonesia, Jakarta.

Payaman J Simanjuntak, 2002,Masalah Upah dan Jaminan sosial, LPFE UI, Jakarta.

Rama, M. (2001), “The Consequences ofDoubling the Minimum Wage: The Case

of Indonesia”.Industrial and Labor Relations Review.

Sadono, Sukirno. 2002,Pengantar Teori Makroekonomi, edisi kedua, Rajawali Pers, Jakarta.

Sadono, Sukirno. (2004).Makro Ekonomi. Edisi Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sadono Sukirno, 2005,Mikro Ekonomi Teori Pengantar,Edisi ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Safrida, (1999),Dampak Kebijakan Upah Minimum Dan Makroekonomi Terhadap Laju Inflasi, Kesempatan Kerja Serta Keragaan Permintaan Dan Penawaran Agregat,Institut Pertanian Bogor.

Sandra, (2004),Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Tingkat Upah dan Pengangguran di Pulau Jawa,Institut Pertanian Bogor.


(6)

Samuelson, paul A. (2001). “Micro Economics”, Mc Graw Hil, Perpustakaan FEB UIN Syarif hidayatullah, Jakarta.

Simanjuntak, P. J. 1996. “Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia”. Fakultas

Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Simanjuntak, Payaman, J., 2002, “Masalah Upah dan Jaminan sosial”, dalam

Undang-Undang yang baru tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kantor Perburuhan Internasional, Jakarta.

Sumarsono, 2003,Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sugiyarto, G. and B. A. Endriga (2008) : “Do Minimum Wages Reduce

Employment and Training?”, AsianDevelopment Bank Economics and

Research Department Working Paper Series No. 113.

Sumarsono (2003),Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan, Graha Ilmu, Yogjakarta.

Suryahadi, A., Widyanti, W., Perwira, D., Sumarto, S. (2003), “Minimum Wage

Policy and Its Impact on Employment in the Urban Formal Sector”. Bulletin of Indonesian Economic Studies.

Shasta Pratomo,Kebijakan Upah Minimum Untuk Perekonomian Yang

Berkeadilan :Tinjauan Uud 1945,dalamJournal of Indonesian Applied EconomicsVol. 5 No. 2 Oktober 2011, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang.

Sinaga,Kebijakan Pengupahan di Indonesia,dalam Jurnal Ketenagakerjaan Vol. 3 No. 2, Peneliti Madya Bidang Litbang, Edisi JuliDesember 2008. Tjiptoherijanto, P., 2000.,Urbanisasi dan Perkembangan Perkotaan di Indonesia,

Jakarta.

Wayan Gede Supartha, (2006),Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah

minimum Kabupaten /Kota (UMK) di Provinsi Bali,PIRAMIDA