Krisis Paradigma dan Eksodus Warga Muhammadiyah

7 satu kitab lagi karena dikhawatirkan dapat menambah runyam suasana. Model dakwah Kyai Dahlan memang praktis. 1 Bila Muhammadiyah tidak menjawab kedua jenis tantangan tersebut, mereka yang berasal dari daerah pedesaan akan merasa dianaktirikan oleh keluarga besar Muhammadiyah sendiri. Dilihat dari latar belakang pendidikannya mereka akan mengalami kesulitan dalam membela keyakinannya pada tradisi. Mereka memerlukan uluran tangan kalangan elit Muhammadiyah agar bersedia mengakomodasi warisan tradisi itu.

B. Krisis Paradigma dan Eksodus Warga Muhammadiyah

Menguaknya persoalan tradisi dalam Muhammadiyah adalah konsekuensi logis dari perluasan keanggotaan Muhammadiyah ke daerah pedesaan. Namun hasil dari dialektika itu belum ditindaklanjuti dengan kebijakan organisasi untuk mengakomodasi peran tradisi. Hal ini dapat dimaklumi mengingat kalangan elit Muhammadiyah hidup di daerah perkotaan atau di suatu komplek perumahan yang warganya para pendatang, sehingga kebijakan menggalakkan tradisi dirasakan tidak banyak manfaatnya dan seakan mengada- ada. Memang sikap toleran terhadap tradisi dapat dilihat pada pemikiran para elit Muhammadiyah secara individual. Bahkan mereka membolehkan anggotanya dari daerah pedesaan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan tradisi. Akan tetapi pemikiran kritis tersebut tidak menjadi sikap organisasi. Disamping alasan tidak menjadi interest kalangan elit, hal ini akan nampak kontradiksi dengan sikap organisasi, dimana Muhammadiyah telah menempuh langkah berperang melawan TBC Takhayul, Bid’ah, dan Churafat. Saya kira hal itu tidak akan mengurangi kredibilitas pembaharuan Muhammadiyah, mengingat pemikiran keagamaan yang dikembangkan hendaknya mewakili kepentingan para pendukungnya. Ketika ada perluasan keanggotaan sudah sewajarnya kepentingan mereka juga diakomodasi. Tanpa ada usaha konstruktif seperti itu, mereka riskan terhadap pemikiran yang ditawarkan oleh pihak luar Muhammadiyah. Tuduhan PKS melakukan infiltrasi ke dalam tubuh Muhammadiyah apakah tidak mengada-ada? Kenapa kaum muda Muhammadiyah cenderung masuk gerakan Tarbiyah PKS? Lalu apakah salah bila PKS menjajakan pemikirannya? Bukankah dunia sekarang ini merupakan tempat kontes segala 1 KH A.R. Fachruddin, 1990, “Dari KH. A.R. Fachruddin untuk DR. Nurcholish Madjij”, dalam Sujarwanto dkk Muhammadiyah dan Tantangan Masa Depan: Sebuah Dialog Intelektual, Yogyakarta: Tiara Wacana, hal. 420. 8 bentuk pemikiran, beda dengan zamannya Kyai Dahlan yang merasa tidak perlu menulis sebuah kitab. Memang bisa ada beberapa teori untuk menjelaskan gejala eksodus warga Muhammadiyah ke dalam PKS. Bila melihat hasil penelitian yang dilakukan AMM Angkatan Muda Muhammadiyah yang bekerjasama dengan Sugeng Saryadi Syndicat maka tidak ada teori yang bisa mengklaim sebagai teori yang paling absah. Penelitian itu mengungkapkan prosentasi anggota Muhammadiyah dalam suatu partai sebagai berikut, Golkar 20,3, PAN 57,9, PPP 18,2, PBB 52,1, dan PKS 68,7. 2 Prosentasi terbesar masuk PKS, berarti ada kemungkinan orang Muhammadiyah ini mendirikan PKS dan kemudian mencari anggota dari luar. Teori kedua, 33,3 orang luar berhasil menarik keluar orang Muhammadiyah. Dari penelitian itu orang Muhammadiyah merasa at home di PKS, tetapi apakah angka 68,7 bisa mewakili anggota Muhammadiyah secara keseluruhan ataukah mencermin kelompok menengah ke bawahnya? Angka itu cenderung mencerminkan kelompok menengah ke bawahnya. 3 Bila dilihat basis pimpinan PKS maka mereka termasuk kalangan pemuda Muhammadiyah. Mereka kalangan terpelajar yang masih belum menduduki jabatan teras di Muhammadiyah. Bisa saja mereka adalah puteraputeri anggota Muhammadiyah yang datang dari daerah pedesaan, sehingga mereka merasa terpanggil untuk menyelamatkan warisan tradisi, disamping mungkin ada juga ambisi kekuasaan. Atau mereka bermain politik mendirikan atau masuk PKS, karena mereka tidak terwakili dalam PAN, partai yang dibidani oleh Muhammadiyah. Apakah mereka salah mendirikan atau masuk PKS? Bukankah Muhammadiyah memberi kebebasan kepada warganya untuk memilih partai politik. Sebagai ormas keagamaan, Muhammadiyah hendaknya menjaga jarak yang sama terhadap semua partai politik. Memang orang partai tidak boleh memanfaatkan segala fasilitas amal usaha Muhammadiyah, termasuk mereka yang masuk partai yang dibidani Muhammadiyah. Mereka hendaknya secara mandiri mengembangkan aktivitas politiknya bersaing dengan partai lainnya termasuk PKS. Bila orang PAN bisa memanfaatkan fasilitas amal usaha Muhammadiyah, sedangkan mereka yang dipartai lain, terutama PKS, tidak diberi kesempatan yang sama maka mereka merasa dianaktirikan. 2 AMM, “Beberapa Catatan Pasca Pemilu”, hal. 2. 3 Ibid , hal. 2 “Sebagian besar adalah pekerja atau karyawan amal usaha Muhammadiyah”. 9 Kita juga tidak boleh gegabah mengatakan bahwa buku yang ditulis Haedar Nashir Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah? merupakan suara unsur PAN di Muhammadiyah. Faktanya beliau bukan pengurus dan bukan anggota PAN, melainkan pengurus PP Muhammadiyah, walaupun buku itu tidak bisa diklaim sebagai suara seluruh jajaran PP Muhammadiyah. Paling tidak itu suatu cermin adanya kesamaan ideologi antara Muhammadiyah dengan PAN.

C. Paradigma Muhammadiyah Vs Paradigma PKS