Hambatan Palestina dalam upaya memperoleh status keanggotaan penuh di PBB Tahun 2011

(1)

HAMBATAN PALESTINA DALAM UPAYA MEMPEROLEH

STATUS KEANGGOTAAN PENUH DI PBB

TAHUN 2011

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Ahmad Sodik

208083000017

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Hambatan Palestina dalam Upaya Memperoleh Status Keanggotaan Penuh di PBB Tahun 2011” dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penghambat pengajuan Palestina menjadi anggota penuh di PBB tahun 2011. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka. Penulis melihat fakta bahwa deklarasi negara Palestina telah dinyatakan pada tahun 1988 di Aljazair, namun hal ini tidak merubah status keanggotaan Palestina di PBB yang semula sebagai entitas pengamat sejak 1974 dibawah kepemimpinan Yasser Arafat menjadi anggota penuh PBB. Pada September 2011 melalui Otoritas Palestina Presiden Mahmoud Abbas, Palestina mengajukan permohonan keanggotaan ke PBB. Namun keputusan Dewan Keamanan menolak pengajuan Palestina tersebut dan akhirnya merekomendasikan untuk mengajukan keanggotaan sebagai negara pengamat.

Terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat Palestina menjadi anggota Penuh PBB tahun 2011. Dengan menggunakan kerangka teori diplomasi dan organisasi internasional, penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat tersebut karena Palestina belum memenuhi persyaratan menjadi anggota PBB berdasarkan Piagam yang ada. Selain itu ada tiga faktor penting lainnya. Faktor-faktor tersebut antara lain: Pertama, lemahnya dukungan dari hamas, kedua adalah ancaman veto dari Amerika Serikat selaku anggota tetap DK yang memiliki hak veto

dan ketiga, kurangnya dukungan dari negara-negara Timur Tengah terhadap


(6)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat, rahmat dan ridhonya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hambatan Palestina Dalam Upaya Memperoleh Status

Keanggotaan Penuh di PBB Tahun 2011” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hubungan internasional.

Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan, dukungan dan bimbingan dari banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang turut membantu dan mensupport penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Untuk keluarga tercinta penulis, Ibu Sulikah yang senantiasa sabar membesarkan dan merawat penulis dengan penuh kegigihan dan kasih sayang. Bapak Sumadi (almarhum) yang memberikan pelajaran hidup paling berharga bagi penulis serta Kakak dan Adik tercinta serta seluruh keluarga besar. 2. Bapak Adian Firnas, M.Si selaku dosen pembimbing yang senantiasa sabar

memberikan arahan dan masukan yang berharga dalam proses pengerjaan skripsi ini dari awal sampai dengan selesai.

3. Ibu Debbie Affianty, M.Si selaku Kepala Jurusan Hubungan Internasional, Seluruh dosen FISIP/HI Bapak Agus Nilmada Azmi, M.Si, Ibu Eva Musshofa, MHSPS, Bapak Febri Dirgantara Hasibuan, M.M, Bapak Kiky


(7)

vi

Rizky, M.Si, Bapak Armein Daulay, M.Si, Ibu Rahmi Fitriyani, M.Si, dan seluruh dosen FISIP/HI yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang penuh semangat dan tak lelah mendidik dan mengajar semoga ilmunya semakin berkah dan bermanfaat.

4. Seluruh teman-teman relawan dan pengurus Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) Unit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Angkatan ACS 2008, CJS 2009, GCN 2010, LDS 2011, PSR 2012, AF 2013, dan Anggota Muda Angkatan 2014) khususnya CJS 2009 (Nia, Irwan, Udoh, Agni, Hilal, Rini, Ratna, Dian, Maulida, Atiyah, Badrul, Kahfi, Ade, Indri, Rahmi, Mentari, Pusti, Anggi, Yolanda, Deni, Fatma, dll), serta seluruh jajaran pengurus dan relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Markas Kota Jakarta Selatan yang senantiasa tak kenal lelah dalam melaksanakan misi kemanusiaan.

5. Manager Program Semesta Hijau Dompet Dhuafa, Bapak Syamsul Ardiansyah, dan seluruh staff Semesta Hijau Dompet Dhuafa 2012-2014 (Mbak Galuh, Heni, Fitri, Mbak Wido) semoga selalu kompak dan terjaga silaturahminya serta makin sukses ditempat kerja yang baru.

6. Seluruh teman-teman HI 2008 C, Iqbal, Zaqi, Charis, Bobby, Debilla, Muklis, Aji, Selly, Pusi, Rena, Michel, Yuli, Raisa, Joko, Wulan, Ayu, Tika, Aidil, Madhon, Fandi, Yana, Fanani, Amin, Isty, dan seluruh teman-teman HI C yang berjuang bersama sejak dari FEIS sampai berganti menjadi FISIP. Serta rekan satu bimbingan Anam yang turut menularkan semangatnya.


(8)

vii

Tanpa bantuan, bimbingan dan support dari berbagai pihak tidak mungkin skripsi ini dapat terselesaikan. Namun demikian penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan kedepan. Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan, hanya ucapan terimakasih yang dapat penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang senantiasa membantu penulis, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak/Ibu dan teman-teman sekalian. Aamiin.

Pamulang, 23 April 2015


(9)

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….. iv

KATA PENGANTAR……… v

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM……… x

DAFTAR SINGKATAN……… xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……… 1

B. Pertanyaan Penelitian………. 6

C. Tujuan Penelitian……… 6

D. Tinjauan Pustaka……… 7

E. Kerangka Pemikiran……….. 9

F. Metode Penelitian……….. 15

G. Sistematika Penulisan……… 16

BAB II TINJAUAN UMUM DAN PERSOALAN PALESTINA A. Sejarah Singkat Deklarasi Palestina……… 18

B. Status Keanggotaan Palestina di PBB Tahun 1988- 2011……. 23

C. Kelompok Berpengaruh di Palestina………...……… 25

1. Kelompok Fatah………...….… 26

2. Kelompok Hamas………...……... 28

D. Isu Strategis Palestina 1. Isu Politik……….…... 31


(10)

ix

a. Persoalan Pengungsi (Refugess) ………...…. 36 b. Kejahatan Perang (War Crime) ……….…... 39

BAB III PENGAJUAN KEANGGOTAAN PALESTINA DI PBB

A. Prosedur Keanggotaan PBB………...….…. 42 B. Hak dan Kewajiban Anggota PBB………....…….…... 45 C. Perjuangan Palestina Untuk Memperoleh Status Keanggotaan di PBB

1. Masa Kepemimpinan Yasser Arafat (1988-2004) …...…... 47 2. Masa Kepemimpinan Mahmoud Abbas (2005-2011)………. 51 D. Dukungan Dari Negara-Negara Anggota PBB…….……... 55

BAB IV HAMBATAN PALESTINA MENJADI ANGGOTA PENUH DI PBB TAHUN 2011

A. Pertimbangan DK PBB Terkait Keanggotaan Palestina……... 60 B. Hambatan Palestina Menjadi Anggota Penuh di PBB…...…… 67 1. Lemahnya Dukungan Hamas………..…..…. 69 2. Ancaman Veto Amerika Serikat………..………….. 74 3. Kurangnya Dukungan Timur Tengah…….……..….….…... 81

BAB V KESIMPULAN……….…… 86

DAFTAR PUSTAKA... xiii


(11)

x

DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM

Gambar. III.1………..…………...…. 53


(12)

xi

DAFTAR SINGKATAN

AIPAC : American Israel Public Affairs comitte

AS : Amerika Serikat

DK : Dewan Keamanan

FATAH : Harakat Al-Tahrir Al-Watani Al-Filastini

GNB : Gerakan Non Blok HAM : Hak Asasi Manusia

HAMAS : Harakat Al-Muqawamah Al-Islamiyyah

MU : Majelis Umum

IM : Ikhwanul Muslimin

KTT : Konferensi Tingkat Tinggi OKI : Organisasi Konferensi Islam PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa PLO : Palestine Liberation Organization

PM : Perdana Menteri

PNC : Palestine National Council

UNRWA : United Nations Relief and Work Agency


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Resolusi Majelis Umum PBB: 3237 (XXIX).

Observer status for the Palestine Liberation Organization……….. xix Lampiran 2 Resolusi Majelis Umum PBB: 43/177.

Question of Palestine……….…...…… xxi Lampiran 3 Security Council: S/2011/705.

Report of the Committee on the Admission of New Members concerning the application of Palestine for admission to membership in the United Nations……….. xxiii


(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konflik Palestina-Israel yang berlangsung sejak 1948, telah menyita banyak perhatian dunia internasional, khususnya negara-negara kawasan Timur Tengah. Sejarah panjang tentang kedatangan bangsa Yahudi (Israel) ke tanah Palestina menjadi salah satu sebab terjadinya konflik berkepanjangan yang tidak kunjung usai hingga saat ini.1

Resolusi Majelis Umum PBB No.181 yang membagi tanah Palestina menjadi dua bagian yaitu Arab dan Yahudi (Israel) justru semakin memperparah konflik yang terjadi. Resolusi ini menjadi jalan bagi Israel untuk mendirikan sebuah negara, Israel mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ketika Israel memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948,2 negara yang baru dideklarasikan itu segera mendapat dukungan dari PBB, selanjutnya diikuti oleh Amerika Serikat yang memberikan pengakuan secara de facto pada tanggal 15 Mei sehari setelah dideklarasikan negara Israel dan diikuti Uni Soviet yang mengakui secara de jure.3

1

Tahun 1878, Koloni Agrikutural pertama Zionis masuk ke Palestina hingga pada akhirnya sampai dengan konflik panjang terkait persoalan perebutan wilayah. (Ilan Pappe.h.455).

2

Adian Husaini, Israel Sang Teroris yang Pragmatis, (Jakarta: Pustaka Progressif, 2002), 15.

3

Charles D Smith. Palestine and The Arab-Israel Conflict. (United States of America: Bedford/St.


(15)

2

Satu tahun kemudian paska deklarasinya, Israel menjadi anggota penuh PBB pada 11 Mei 1949.4

Berbeda dengan Israel, Palestina masih harus memperjuangkan kemerdekaannya dan memperoleh pengakuan dari dunia internasional sebagai negara yang berdaulat.5 Paska Resolusi 181 dan 242 rakyat Palestina masih belum dapat merealisasikan pembentukan sebuah Negara Palestina yang merdeka.

Berbagai upaya-upaya perundingan telah dilakukan untuk menjebatani pihak Israel dan Palestina, seperti perjanjian Camp David yang menghasilkan kesepakatan penentuan tempat Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai wilayah otonom penuh rakyat Palestina. Akan tetapi hal ini tidak diikuti dengan jaminan pendirian sebuah Negara palestina yang berdaulat.

Konflik Palestina-Israel yang berlarut-larut akhirnya berkembang menjadi konflik kekerasan yang mengakibatkan banyaknya jatuh korban.6 Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Kriesberg bahwasannya konflik akan muncul ketika dua atau lebih orang atau kelompok memiliki kepentingan yang bertentangan satu dengan yang lain.7 Dalam persoalan ini kemudian menjadi tidak seimbang karena Israel

4

Smith, Palestine and The Arab-Israel Conflict, 167.

5

Muhsin Muhammad Shaleh. Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi.Cet.1(Jakarta: Gema Insani Press. 2001), 13.

6

Operasi “Cast Lead” desember 2008- Januari 2009 oleh Israel, menewaskan lebih dari 1.400 orang Palestina yang mencakup ratusan warga sipil dan menghancurkan sejumlah besar daerah di jalur pesisir tersebut, diklaim bertujuan mengakhiri penembakan roket dari Gaza http://indonesia.faithfreedom.org. Diunduh Selasa 26 Februari 2013). Tiga-belas warga Israel, sepuluh dari mereka prajurit, tewas selama perang itu. Pada tahun 2011, serangan pasukan Israel menewaskan 105 warga Palestina. Tersedia: http://internasional.kompas.com. Diunduh 26 Februari 2013).

7

Kriesberg, Louis. Mediation and The Transformation of Conflict The Israel-Palestinian Conclict.


(16)

3

memiliki posisi tawar dan power yang lebih kuat baik dari segi pertahanan militer maupun statusnya dalam keanggotaan di PBB.

Usaha bangsa Palestina untuk mewujudkan pendirian Negara palestina yang berdaulat, mulai mendapat dukungan dunia internasional sejak KTT Liga Arab tahun 1974 menunjuk Palestine Liberation Organization (PLO)8 sebagai wakil sah tunggal rakyat Palestina dan menegaskan kembali hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka. Pada 22 November 1974, PLO mendapat status pengamat di PBB namun hanya sebagai Entitas Non-Negara.9 Status ini memberikan hak PLO untuk berbicara di Majelis Umum PBB tetapi tidak memiliki hak suara. Pada 15 November 1988, PLO melalui Dewan Nasional Palestina (Palestine National Council / PNC) memproklamirkan kemerdekaan Palestina di Aljir ibu kota Aljazair dengan presiden pertama Yasser Arafat.10 Namun status politiknya masih dalam perdebatan meskipun sebagian besar negara di dunia termasuk negara-negara anggota OKI, Liga Arab, Gerakan Non-Blok, dan ASEAN telah mengakui keberadaan negara Palestina.

8

Palestine Liberation Organization (PLO) dibentuk pada 28 Mei 1964, atas keputusan dari Liga Arab sebagai organisasi perwakilan rakyat Palestina yang memperjuangkan Palestina dari kekuasaan Israel. Keputusan ini diambil saat berlangsungnya Cairo Summit, dalam keputusan ini ditunjuk Ahmad al-Shuqayri sebagai pemimpin PLO (Charles D Smith. h.272).

9

United Nations: General Assembly. 3237 (XXIX). Observer status for the Palestine Liberation

Organization. A/RES/3237 (XXIX), 22 November 1974. Tersedia di

http://unispal.un.org/UNISPAL.NSF/0/512BAA69B5A32794852560DE0054B9B2. Diunduh 23 Desember 2012.

10

Arafat merupakan Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), dan pemimpin partai politik Fatah, yang didirikannya pada tahun 1959. Dalam perjalanan politiknya, Arafat terlibat dalam serangkaian negosiasi dengan pemerintah Israel untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade antara Israel dan PLO. Negosiasi tersebut antara lain meliputi Konferensi Madrid 1991, Kesepakatan Oslo 1993 dan Pertemuan puncak Camp David pada 2000.Beberapa rival politiknya, termasuk beberapa anggota PLO berhaluan kiri, sering mengkritik keras dirinya dengan tuduhan korupsi atau terlalu tunduk dalam konsesinya kepada pemerintah Israel. http://www.wartanews.com Diunduh 6/3/2011.


(17)

4

Hingga Presiden Yaser Arafat wafat pada 11 November 2004, perdamaian Israel-Palestina maupun realisasi pendirian Negara Palestina yang berdaulat masih belum terwujud. Paska meninggalnya Arafat, pada Januari 2005 Mahmoud Abbas yang juga dari kalangan Fatah11 terpilih menjadi Presiden Palestina menggantikan Arafat. Abbas, menentang perjuangan bersenjata dan berkomitmen untuk mewujudkan negara Palestina merdeka melalui perundingan.12

Piagam PBB menyebutkan bahwa seluruh negara di dunia yang cinta damai dapat menjadi anggota organisasi tersebut.13 Meskipun demikian penerimaan anggota baru harus memperoleh persetujuan dari minimal sembilan anggota Dewan Keamanan PBB dan tidak ditolak oleh satu dari lima negara pemegang hak veto di PBB.14 Hal inilah yang diperjuangkan pemerintah Palestina.

Status keanggotaan penuh PBB yang didapatkan Sudan Selatan pada 14 Juli 2011, yaitu kurang dari satu pekan deklarasi kemerdekaannya pada 9 Juli 2011,15 memotivasi Palestina untuk meningkatkan statusnya dari entitas pengamat non anggota menjadi anggota penuh PBB yang ke-194. Namun, upaya untuk memperoleh

11

Fatah, juga dieja Arab Fath (Conquest atau Pembukaan), singkatan dari Harakat al terbalik-Tahrir al-Watani al-Filastini (Gerakan Pembebasan Nasional Palestina), organisasi politik dan militer dari Arab Palestina, yang didirikan di akhir tahun 1950 oleh Yasir Arafat dan Khalil al-Wazir (Abu Jihad) dengan tujuan merebut Palestina dari kontrol Israel dengan melancarkan perang gerilya intensitas rendah. Diunduh 12 Juli 2013. http://global.britannica.com/EBchecked/topic/202423/Fatah.

12

Palestina Serahkan Permohonan Keanggotaan. BBC, 11 September 2011.

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/09/110923_unpalestine.shtml. Diakses, 22 Oktober 2011. 13

Hal ini tertuang dalam pasal 4 Bab II tentang keanggotaan. Tersedia di https://unic.un.org/aroundworld/unics/.../jakarta_charter_bahasa.pdf. Diakses 22 Oktober 2012.

14

Piagam PBB. 15

Gusti NC Aryani. Palestina dan Mimpi Menjadi Anggota PBB ke-197. Antaranews, 23 September 2011. http://www.antaranews.com/berita/276734/palestina-dan-mimpi-menjadi-anggota-ke-194-pbb. Diakses 22 Oktober 2011.


(18)

5

status tersebut tidaklah mudah. Selaku Negara pemegang hak veto di PBB, Amerika mengancam menggunakan vetonya untuk menolak upaya Palestina meningkatkan status keanggotaannya di PBB.16

Pada 23 September 2011, Palestina melalui Presiden Mahmud Abbas mengajukan permohonan untuk memperoleh status keanggotaan penuh di PBB. Langkah Presiden Abbas ini dinilai sebagai reaksi dari rencana perundingan perdamaian dengan Israel yang masih belum dapat tercapai.17 Untuk itu Palestina merasa perlu meningkatkan posisi tawarnya dalam dunia internasional sebagai salah satu upaya mewujudkan perdamaian melalui jalan diplomasi, meskipun hal ini tidak mudah. Karena Palestina masih harus berhadapan dengan anggota penuh PBB terutama anggota Dewan Keamanan pemegang hak veto yang bersekutu dengan Israel khususnya Amerika Serikat.18 Meskipun demikian, hal ini tidak menyurutkan niat otoritas pemerintah Palestina untuk berjuang guna meningkatkan statusnya menjadi anggota penuh di PBB.

16 Ibid. 17

M. Hamdan Basyar, Penolakan Israel dan Amerika Serikat Terhadap Permintaan Pengakuan Negara Palestina di PBB . Tersedia di http://www.politik.lipi.go.id. Diunduh 22 Oktober 2012.

18

AS dan Israel memiliki kerjasama sejak 1959 yang terbentuk dalan American Israel Public Affairs Committee (AIPAC). Tujuan utama AIPAC adalah menjalin kerjasama antara AS dan Israel. AIPAC merupakan pendukung gerakan Zeonisme. Israel merupkan salah satu sekutu AS di Timur Tengah. Oleh karena itu menjdai kepentingan AS untuk melindungi Israel dari berbagai ancaman. Terhitung sampai 2005, bantuan AS kepada Israel hampir 154 miliar dolar yang sebagian besar diantaranya dalam wujud hibah. Selain bantuan ekonomi dan militer, AS juga memberikan bantuan diplomasi kepada Israel antara tahun 1972-2006 dengan memberikan hak vetonya terhadap 42 resolusi DK PBB terkait Israel. Mearsheimer dan Walt. Dahsyatnya Lobi Israel. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2010), 62.


(19)

6

Berdasarkan aturan PBB, penetapan status keanggotaan penuh bagi sebuah negara membutuhkan rekomendasi Dewan Keamanan,19 sebelum mendapat persetujuan dua pertiga dari 193 negara anggota PBB. Sebagai organisasi internasional, PBB sudah seharusnya memberikan peluang bagi negara yang ingin bergabung di dalamnya sesuai ketentuan yang tercantum dalam piagam PBB. Persoalan pengajuan keanggotaan penuh PBB oleh Palestina ini perlu diteliti lebih lanjut karena meskipun setiap negara atau bangsa memiliki hak yang sama untuk merdeka dan berdaulat, namun dalam hal ini Palestina banyak menghadapi hambatan dalam proses untuk mewujudkan negara yang merdeka dan berdaulat. Penelitian ini akan membahas seperti apa hambatan yang dihadapi Palestina dalam upaya memperoleh status keanggotaan di PBB pada tahun 2011.

B. Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini akan berfokus pada hambatan yang dihadapi Palestina dalam upaya memperoleh status keanggotaan penuh di PBB tahun 2011. Adapun pertanyaan yang muncul dari penelitian ini adalah:

“Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat penerimaan status keanggotaan penuh Palestina di PBB tahun 2011?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat pengajuan keanggotaan penuh Palestina di PBB.

19


(20)

7

2. Memberikan gambaran tantangan yang dihadapi Palestina dalam mengajukan proposal keanggotaan penuh di PBB.

D. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian terkait persoalan Palestina memang sudah banyak dilakukan. Khususnya persoalan terkait konflik antara Palestina dengan Israel. Konflik berkepanjangan yang belum juga menemukan kata sepakat dan perdamaian antar kedua belah pihak ini sudah seringkali menjadi perhatian masyarakat internasional. Bantuan dan dukungan yang berupa support maupun materi dari masyarakat internasional banyak mengalir untuk warga Palestina.

Ilan Pappe dalam bukunya20 Pembersihan Etnis Palestina mengungkapkan bahwa, tahun 1947 paska resolusi 181 Palestina justru cenderung memboikot cara kerja PBB. Keputusan ini terjadi akibat kekhawatiran akan adanya propaganda Israel dalam keputusan PBB. Keputusan yang tercantum dalam resolusi 181 tentang pembagian wilayah Arab-Israel, Palestina sebagai penduduk pribumi tidak mendapatkan jaminan kedaulatan di tanah air mereka sendiri. Ironisnya Israel sebagai pendatang justru mendapatkan kompensasi berupa wilayah di sebagian pemukiman penduduk arab Palestina. Keputusan pemisahan ini menjadi peluang bagi Israel yang pada akhirnya paska pemisahan tersebut Israel kemudian mendeklarasikan kemerdekaan negaranya. Dampak lain terhadap resolusi 181 adalah warga Palestina yang tinggal di wilayah yang menjadi jatah Israel diusir dari tempat mereka bahkan tidak jarang terjadi pembantaian.

20


(21)

8

Oren Barak dalam artikelnya21 yang berjudul The Failure of the

Israeli-Palestinian Peace Process, mengatakan bahwasanya Palestina cukup aktif dalam perundingan damai. Perundingan dianggap sebagai satu-satunya upaya yang tepat untuk menyelesaikan konflik. Namun Barak menggambarkan bahwa perundingan yang ada justru mengalami kegagalan khusunya dalam hal ini Perjanjian Oslo. Dalam hal ini tindak kekerasan dibenarkan sebagai solusi radikal terhadap persoalan konflik yang terjadi. Barak menilai, kegagalan dari proses Oslo harus menjadikan Palestina melakukan perjuangan yang bebas tanpa harus dibatasi oleh warisan masa lalu.

Louis Kriesberg dalam artikelnya22 Mediation and the Transformation of the

Israeli–Palestinian Conflict mengungkapkan bahwa selama tahun 1990 konflik Israel-Palestina mengalami transformasi yang mendalam dan kadang-kadang mengalami gangguan yang cukup parah serta adanya sebuah kemunduran dari proses perdamaian. Konstribusi dari berbagai mediator dalam konflik ini cukup beragam dengan harapan agar dapat memberikan konstribusi yang tepat dan efektif. Dalam hal ini peran serta dari berbagai pihak sangat diperlukan, baik dari pihak musuh maupun mediator yang memiliki peran masing-masing. Dalam penyelesaian konflik, tidak ada metode mediasi tunggal yang bisa memadai kombinasi pendekatan yang diperlukan, kadang-kadang secara simultan dan kadang-kadang secara berurutan. Ini akan membantu memastikan bahwa perdamaian tidak dilakukan hanya dari atas kebawah,

21

Oren Barak. The Failure of the Israeli-Palestinian Peace Proces, 1993-2000. Journal of Peace Research, 42:6. (Nov 2005).

22

Louis Kriesberg. Mediation and The Transformation of Conflict The Israel-Palestinian Conclict.


(22)

9

tetapi juga dari bawah keatas. Pendekatan ini penting bagi rakyat Palestina yang tidak memiliki kekuatan konvensional dan sering terisolasi. Proses negosiasi telah menjadi sarana untuk berjuang yang sah bagi mereka dan merupakan hak.

Eko Septianto Vernanda dalam skripsinya23 Proposal Palestina untuk

Mendapatkan Status Keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa menjelaskan

bahwa proposal pengajuan keanggotaan Palestina ke-PBB merupakan upaya untuk mendapatkan pengakuan sebagai Negara. Meskipun gagal memperoleh status sebagai negara anggota (Member State) pada 2011. Palestina akhirnya mendapatkan status sebagai negara pengamat non anggota (Non Member State) setelah pengajuan Mahmoud Abbas yang kedua pada tahun 2012. PBB akhirnya mengakui Palestina sebagai negara dengan diterimanya Palestina sebagai negara pengamat yang semula hanya entitas pengamat (Non Member Entity) di PBB.

Berbeda dari penelitian sebelumnya,fokus penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hambatan pengajuan palestina menjadi anggota penuh PBB pada tahun 2011. Dalam penelitian ini penulis menganggap bahwa faktor-faktor yang menjadi penghambat diplomasi Palestina dalam upaya memperoleh status keanggotaan penuh di PBB perlu diteliti lebih lanjut.

E. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan yang dihadapi Palestina dalam upaya mendapatkan status keanggotaan penuh PBB di tahun 2011. Penulis

23

Eko Septianto Vernanda. Proposal Palestina Untuk Menjadi Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. 2013).


(23)

10

berpandangan bahwa Palestina sebagai negara berdasarkan Konvensi Montevideo 1933 pasal 1 tentang negara. Sejak deklarasi negara Palestina pada 15 November 1988 telah banyak negara yang memberikan pengakuan terhadap Palestina seperti OKI, GNB, ASEAN termasuk Indonesia. Paska deklarasi negara Palestina, PBB memberikan pengakuan secara de facto terhadap palestina melalui resolusi MU No. 43/177 pada 15 Desember 1988 yang menunjuk nama Palestina untuk menggantikan PLO.24 Diplomasi Palestina untuk menjadi anggota PBB adalah upaya untuk mendapatkan pengakuan secara de jure oleh PBB terhadap negara Palestina.

Untuk menganalisa persoalan ini digunakan teori dan konsep berikut ini: 1) Organisasi Internasional 2) Diplomasi.

1. Organisasi Internasional

Organisasi internasional dapat didefinisikan sebagai Pengaturan bentuk kerjasama yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan atau persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala.25

Dalam hal ini, organisasi internasional dapat mencakup beberapa unsur penting yaitu:26

a. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara.

24

United Nations: General Assembly. 43/177. Question of Palestine. A/RES/43/177, 15 December 1988.

25

T. May Rudy. Hukum Internasional 2. (Bandung: PT. Refika Aditama. 2006), 93. 26


(24)

11

b. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama. c. Baik antar pemerintah maupun non pemerintah. d. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap.

Organisasi Internasional memiliki fungsi utama sebagai sarana untuk kerjasama antar negara-negara, kerjasama tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi sebagian besar atau bahkan semua negara.27 PBB sebagai organisasi internasional terbesar didunia dibentuk berdasarkan kerjasama antar negara yang memiliki seperangkat peraturan demi mencapai tujuan yang disepakati bersama. Terbentuknya PBB pada dasarnya adalah untuk mempertahankan peraturan-peraturan oleh anggotanya agar tertib dalam rangka mencapai tujuan bersama. Selain itu PBB merupakan wadah bagi hubungan antar bangsa dan negara agar kepentingan masing-masing negara dapat terjamin dalam konteks hubungan internasional 28

Organisasi Internasional juga memiliki dua arti yang berbeda akan tetapi saling berhubungan satu sama lain. Pertama, organisasi internasional sama halnya dengan lembaga internasional. Sama seperti PBB yang dapat disebut organisasi internasional atau sebagai lembaga internasional dan bisa juga diartikan sebagai kelompok lembaga. Kedua, organisasi internasional mengacu pada proses politik

27

A. LeRoy Bennett. International Organizations: Principles and Issues. (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1997), 2.

28


(25)

12

internasional yang utama, dalam hal ini negara-negara anggota menempuh tindakan-tindakan yang sifatnya kolektif.29

Dalam dinamika global, organisasi internasional menjadi sangat penting guna menjalin kerjasama antar negara dan sebagai sarana menggalang dukungan internasional dalam suatu komunitas global. Upaya peningkatan status Palestina di PBB bukan hanya sekedar langkah simbolis untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan. Namun, peningkatan status ini berarti juga meningkatnya peran Palestina di kancah internasional. Selain itu Palestina juga dapat bergabung dengan badan-badan PBB. Akan tetapi pengajuan keanggotaan Palestina di PBB banyak mendapat hambatan sehingga Palestina gagal memperoleh status keanggotaan penuh di PBB.

2. Diplomasi

Diplomasi merupakan instrumen negara, dengan perwakilan formal maupun non formal, dan juga aktor-aktor lain yang mengartikulasikan, mengkoordinasikan dan mewujudkan kepentingan yang lebih luas melalui korespondensi, pembicaraan rahasia, pertukaran pandangan, lobi-lobi, kunjungan-kunjungan serta aktifitas lainnya. Menurut Sumaryo Suryokusumo, diplomasi dipandang sebagai bagian yang vital dalam kehidupan negara dan merupakan sarana utama untuk bisa menangani persoalan internasional agar dapat terwujud

29

Walter S Jones. Logika Hubungan Internasional. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1993), 367.


(26)

13

idealisme perdamaian dunia.30 Upaya pemerintah berdiplomasi bertujuan untuk mendapatkan dukungan demi terwujudnya national interest. Diplomasi merupakan proses politik untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu negara untuk mempengaruhi sikap dan kebijakan negara lainnya 31

Menurut G. R. Berridge, kegiatan diplomasi dapat dilakukan secara bilateral maupun multilateral. Bilateral diplomasi berbasis state to state dimana masing-masing negara menekankan pada efektifitas komunikasi diplomatik melalui representasi perwakilan formal kedua pihak.32

Diplomasi multilateral lebih melibatkan banyak pihak, termasuk beberapa negara dan organisasi internasional. Pemerintah melaksanakan diplomasi multilateral di mana kesepakatan internasional dibutuhkan dalam isu-isu tertentu. Konsep ini menekankan akan pentingnya perhatian khalayak atas keberlangsungan kekuasaan pemerintah. Maka jika pemerintah bertanggungjawab secara demokratis di ranah domestik, secara tidak langsung akan berimplikasi pada tanggungjawabnya pada dunia internasional. Otoritas sebuah negara di pandang lebih efektif ketika dapat membawa perhatian pemerintahan internasional.33 Dalam hal ini, otoritas Palestina Presiden Mahmoud Abbas sebagai representasi Palestina dalam bernegosiasi memaikan peranan penting di kancah internasional.

30

Sumaryo Suryokusumo. Praktik Diplomasi. (STIH Iblam. 2004), 1. 31

Ibid. 32

G.R. Berridge. Diplomacy: Theory and Practice. (Palgrave Macmillan 2001), 105. 33


(27)

14

Perkembangan dalam tatanan internasional (international order) antara lain tentang penambahan jumlah dan tipe aktor internasional dengan perluasan agenda diplomasi. Bukan hanya jumlah negara yang bertambah, tetapi tipe-tipe aktor baru juga ikut terlibat dalam hubungan internasional. Kemunculan aktor baru seperti organisasi-organisasi regional menggunakan label diplomasi asosiatif (associative diplomacy), sedangkan aktor pemerintah dan aktor non-pemerintah termasuk diplomasi katalitik (catalytic diplomacy). Hubungan luar negeri antara pemerintah dengan agen-agen non-pemerintah yang tidak resmi (unofficial), perorangan (private or citizen diplomacy) atau aktor-aktor non negara termasuk dalam kategori diplomasi jalur kedua atau multi jalur (track two or multi-track diplomacy).34

Konsep Multi-Track Diplomacy merupakan sebuah ekspansi dari paradigma Track One (Government) dan Track Two (Non- Government) yang telah membentuk kajian bidang ini dalam beberapa dekade terakhir. Dalam perkembangan sejarahnya, konsep mengenai kedua jalur ini berawal dari sebuah kesadaran bahwa tidak selamanya sebuah interaksi formal dan antar pemerintah, diantara perwakilan yang ditugaskan oleh negara berdaulat masing-masing merupakan metode yang efektif dalam mencapai kerjasama internasional yang mutualistik ataupun menyelesaikan sebuah konflik atau perbedaan. Bahkan

34

John Baylis dan Smith. S (ed). 2001. The Globalization of Word Politics, an Introduction to International Relations. Second Edition. Oxford University. 317-322.


(28)

15

Warga Negara biasa dari berbagai macam latar belakang dan keahlian bisa menghadirkan sesuatu yang dapat membuat suatu perubahan.35

Upaya otoritas Palestina presiden Mahmoud Abbas merupakan langkah Diplomasi dalam upaya mendapat status keanggotaan di PBB dan mendapat pengakuan secara de jure oleh PBB, namun upaya diplomasi tersebut mendapat hambatan baik dari internal Palestina maupun ancaman AS selaku anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang menggunakan wewenangnya untuk mengancam Palestina, serta kurangnya dukungan dari negara-negara kawasan Timur-Tengah untuk menggalang dukungan dalam mewujudkan upaya Palestina tersebut.

F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu jenis penelitian yang mengutamakan studi kasus sebagai data yang akan diteliti, seperti kajian pustaka yang diambil dari buku-buku maupun jurnal ilmiah agar dapat menunjang fakta yang ada sehingga dapat dianalisa menggunakan teori.

Metode kualitatif juga didefinisikan sebagai metode yang berpangkal dari peristiwa-peristiwa sosial, yang pada hakekatnya tidak bersifat eksak.36 Selain itu penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti.37 Dengan metode

35

Ibid. 36

Arief Subyantoro dan FX. Suwarto, Metode dan Teknik Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Andi, 2007), 78.

37


(29)

16

tersebut penelitian ini akan memaparkan permasalahan yang ada, kemudian di analisa secara sistematis menggunakan kerangka teori agar dapat menjawab pertanyaan penelitian.

Sumber data berasal dari dua sumber yaitu: Pertama, data primer yang di peroleh dari dokumen-dokumen penting terkait persoalan Palestina. Kedua, data skunder yang di peroleh dari buku, jurnal, koran, artikel, internet dan media massa lainnya terkait persoalan yang diteliti.38 Dan untuk teknik analisis data, penulis terlebih dahulu mengumpulkan seluruh data yang di dapat kemudian diverifikasi dan diklasifikasi sesuai kebutuhan selanjutnya di analisis kemudian di generalisasi dan diambil kesimpulan.39

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B. Pertanyaan Penelitian C. Tujuan Penelitian D. Tinjauan Pustaka E. Kerangka Pemikiran F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM DAN PERSOALAN PALESTINA

A. Sejarah Singkat Deklarasi Palestina

B. Status Keanggotaan Palestina di PBB Tahun 1988- 2011

38

Lexy J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2002), 112-114.

39


(30)

17

C. Kelompok Berpengaruh di Palestina 1. Kelompok Fatah

2. Kelompok Hamas D. Isu Strategis Palestina

1. Isu Politik 2. Isu Kemanusiaan

a. Persoalan Pengungsi (Refugees) b. Kejahatan Perang (War Crime)

BAB III PENGAJUAN KEANGGOTAAN PALESTINA DI PBB

A. Prosedur Keanggotaan PBB B. Hak dan Kewajiban Anggota PBB

C. Perjuangan Palestina Untuk Memperoleh Status Keanggotaan di PBB

1. Masa Kepemimpinan Yasser Arafat (1988-2004) 2. Masa Kepemimpinan Mahmoud Abbas (2005-2011) D. Dukungan Dari Negara-Negara Anggota PBB

BAB IV HAMBATAN PALESTINA MENJADI ANGGOTA PENUH DI PBB TAHUN 2011

A. Pertimbangan DK PBB Terkait Keanggotaan Palestina B. Hambatan Palestina Menjadi Anggota Penuh di PBB

1. Lemahnya Dukungan Hamas 2. Ancaman Veto Amerika Serikat 3. Kurangnya Dukungan Timur Tengah


(31)

18

BAB II

TINJAUAN UMUM DAN PERSOALAN PALESTINA

Bab ini membahas tinjauan umum dan persoalan Palestina yang mencakup sejarah deklarasi negara Palestina setelah resolusi pembagian oleh PBB No.181, status keanggotaan Palestina di PBB sejak deklarasi negara Palestina pada 1988 sampai dengan 2011. Kemudian pembahasan tentang dua kelompok besar di Palestina serta isu strategis Palestina sebagai akibat dari konflik Palestina-Israel.

A. Sejarah Singkat Deklarasi Palestina

Lokasi geografis Palestina terletak di bagian barat benua Asia yang membentang antara garis lintang meridian 15-34 dan 40-35 ke arah timur, garis lintang meridian 30-29 dan 15-33 ke arah utara. Palestina membentuk bagian tenggara dari kesatuan geografis yang besar di belahan timur dunia Arab yang disebut dengan negeri Syam. Selain Palestina, negeri Syam terdiri dari Lebanon, Suriah dan Yordania. Pada awalnya negara-negara ini punya perbatasan yang kolektif di luar perbatasannya dengan Mesir. Perbatasan Palestina dimulai dari Lebanon di Ras El-Nakoura di wilayah Laut Tengah (Laut Mediterania) dan dengan garis lurus mengarah ke timur sampai ke daerah di dekat kota kecil Lebanon yaitu kota Bent Jubayel.40

Kawasan Palestina tidak tergolong kawasan yang subur dengan hasil alam yang melimpah. Meskipun demikian kawasan ini menjadi penting karena

40


(32)

19

kedudukannya yang strategis. Wilayah ini menghubungkan tiga benua, yaitu Eropa, Asia dan Afrika, serta Laut Tengah dengan Laut Merah. Dan menjadi penghubung negara-negara Arab di kawasan Benua Asia dengan negara-negara di Benua Afrika.41

Semenjak abad 19 wilayah Palestina dihuni oleh polulasi yang multikultural terdiri dari sekitar 86% Muslim, 10% Nasrani dan 4% Yahudi yang tinggal dengan damai. Pada sekitar akhir tahun 1800-an sebuah kelompok di Eropa yang dikenal sebagai Zionis menjajah Palestina. Zionis mewakili sebuah minoritas ekstrim Yahudi yang bertekad mewujudkan tanah air mereka.42

Tahun 1878, Koloni Agrikutural pertama Zionis masuk ke Palestina yang selanjutnya disusul dengan adanya migrasi bangsa Yahudi ke tanah Palestina hingga pada akhirnya menjadi konflik berpanjangan terkait persoalan perebutan wilayah.43 Paska berakhirnya Perang Dunia I (tahun 1914-1918) wilayah Palestina44 oleh PBB saat itu masih Liga Bangsa-Bangsa dipercayakan kepada Inggris yang dikenal dengan Mandat Inggris (1920-1948).

Adanya Mandat Ingris membuka peluang besar bagi Zionis untuk mewujudkan ambisinya mendirikan negara yang merdeka di tanah Palestina. pada tahun 1917, Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour melalui persetujuan sidang kabinet mengeluarkan surat resmi berisi janji kepada bangsa Israel, surat ini

41

Ibid, 105.

42

Riza Sihbudi. Menyandera Timur Tengah: Ketidakbijakan AS dan Israel Atas Negaranegara. (Bandung: Mizan, 2007), 459.

43

Ilan Pappe. Pembersihan Etnis Palestina. (Jakarta: PT. Gramedia. 2009), 455. 44

Sejak tahun 1517-1917, Palestina dikuasai oleh Turki Usmani yang beraliansi dengan Jerman pada 1914 yang kalah pada Perang dunia I melawan Inggris.


(33)

20

dikenal dengan Deklarasi Balfour yang isinya mendukung pendirian negara Yahudi di tanah Palestina.45

Setelah berakhirnya Mandat Inggris atas Palestina, Berdasarkan rekomendasi

United Nations Special Committee On Palestine (UNSCOP)46 kemudian PBB

mengeluarkan Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947. Resolusi tersebut membagi Palestina menjadi tiga bagian. Pertama, daerah untuk Negara-Bangsa Israel seluas 57% dari keseluruhan negeri Palestina yang sebagian besar adalah kawasan subur. Kedua, daerah untuk negara-bangsa Arab-Palestina seluas 42% meliputi daerah tandus. Ketiga, kota Yerussalem sebagai zona internasional.47 Di atas fondasi tiga landasan tersebut, Israel mengokohkan diri untuk mendirikan negara Yahudi yang berdaulat di Palestina. Pada 14 Mei 1948 Negara Israel48 resmi berdiri dan diakui PBB, kemudian diikuti Amerika yang memberikan pengakuan secara de facto

serta Uni Soviet yang mengakui secara de jure.49 Berbeda dengan Israel yang

45

Lihat., Deklarasi Balfour 1917.

46

Komite Khusus PBB yang menangani masalah Palestina, Terdiri dari sebelas anggota (Australia, Swedia, Kanada, India, Cekoslovakia, Iran, Belanda, Guatelama, Peru, Uruguai, dan Yugoslavia ). Komite ini menyelesaikan laporannya pada 31 Agustus 1947 dan menyerahkan laporan tersebut ke Majelis Umum PBB (Fawzy Al-Ghadiry. 2010. h, 75-76).

47

Roger Garaudy. Mitos dan Politik Israel. (Jakarta: Gema Insani Press. 2000), 113. 48

Di tahun yang sama saat terbentuknya Negara Israel, Negara-negara Arab yang terdiri dari Irak, Syria, Mesir, Libanon dan Jordania melakukan penyerangan ke Palestina. Ada dua perang besar yang berlangsung, yang pertama pada pertengahan Mei hingga 11 juni 1948 ketika Arab melakukan Invasi ke wilayah Yahudi namun berhasil di berhentikan Israel dan PBB mengusahakan gencatan senjata yang disepakati kedua belah pihak. Yang kedua berlangsung pada 6 hingga 19 Juli dimana pasukan Israel dapat mengalahkan pasukan Arab dari segala sisi. Kemudian Israel berhasil memperluas wilayahnya melebihi dari yang telah diatur dalam UN Partition Plan. Perang ini berakhir pada 1949 setelah penandatanganan gencatan senjata yang dimediasi oleh PBB (Oren Barak.2005). Meskipun demikian Gencatan senjata ini bukanlah meupakan akhir peperangan karena setelah perang tersebut masih berlanjut perang-perang selanjutnya.

49


(34)

21

merdeka pasca resolusi pembagian wilayah oleh PBB, Palestina belum dapat mewujudkan berdirinya negara Palestina yang merdeka.

Pada tahun 1958 para pemimpin negara Arab melakukan pertemuan di Kairo dipimpin oleh presiden Mesir Gamal Abdul Nasser membentuk Palestine Liberation Organization (PLO). Pada Juli 1964 di tempat yang sama, para penguasa Arab melakukan pertemuan (Liga Arab) yang menghasilkan kesepakatan untuk mengorganisir rakyat Palestina serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk membentuk pemerintahan di tanah mereka dan menentukan nasib mereka sendiri.50 Kemudian pada 28 Mei di tahun yang sama sebanyak 350 tokoh Palestina menghadiri pertemuan di Palestina Timur dibawah Pimpinan Ahmad Shuqeiri untuk membentuk organisasi politik bangsa Palestina. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Raja Husein selaku Sekertaris Jenderal Liga Arab serta wakil-wakil dari negara yang tergabung dalam Liga Arab yaitu; Tunisi, Aljazair, Sudan, Suriah, Irak, Mesir, Kuwait, Lebanon, Maroko dan Yaman.Pada pertemuan tersebut mereka menyatukan sejumlah Fraksi di Palestina dalam PLO. Pada tahun 1969 Yasser Arafat selaku pimpinan dari Fraksi Fatah terpilih menjadi Ketua Komite Eksekutif PLO.51

Tahun 17 September 1978 terjadi perundingan rahasia yang dikenal dengan perjanjian Camp David, antara Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter yang memimpin perundingan tersebut, Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri

50

Muhsin Muhammad Shaleh. Palestina: Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi. (Jakarta: Gema Insani, 2002), 122.

51

Ramadhana Anindyajati. Status Hukum Alien Occupation Berdasarkan Hukum Humaniter Internasional. Studi Kasus: Pendudukan Israel Atas Wilayah Palestina Sejak Deklarasi Berdirinya Negara Israel. (Jakarta: UI. 2012), 53.


(35)

22

Israel Menachem Begin. Camp David merupakan nama dari tempat peristirahatan milik para presiden AS, Camp David, di Frederick County, Maryland.52 Perundingan ini seperti hanya sebatas pembagian kekuasaan saja anatara ketiga negara tersebut, karena dalam hal ini Palestina tidak dilibatkan dalam perundingan menyangkut persoalan diwilayahnya.

Berdasarkan perjanjian Camp David inilah akhirnya pada Maret 1979, Mesir dan Israel menandatangani pakta perdamaian. Kemudian Israel mengembalikan Semenanjung Sinai yang direbut dalam Perang Enam Hari 1967 kepada Mesir. Selain itu, perjanjian damai ini juga membahas pembentukan pemerintahan otonomi di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun, upaya pembicaraan masa depan Palestina ini gagal. Sebab, Palestina tidak menerima proposal otonomi terbatas untuk Tepi Barat dan Jalur Gaza seperti yang diajukan Israel.

Sementara itu, Israel juga menolak melakukan negosiasi dengan PLO, meski PLO sudah diakui PBB sebagai entitas perwakilan bangsa Palestina. Kebuntuan ini berujung dengan berbagai kekerasan, misalnya Perang Lebanon 1982 dan pembantaian di kamp pengungsi Sabra dan Shatila pada 16-18 September 1982. Pada 1987, pecahlah apa yang disebut dengan Intifada Pertama. Intifada ini adalah perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel di Jalur Gaza, Tepi Barat,

52

Ervan Hardoko. Dari Camp David hingga Oslo”. Kompas, 30 November 2012. http://internasional.kompas.com/read/2012/11/30/0645155/Dari.Camp.David.hingga.Perjanjian.Oslo. Diakses 12 Januari 2013.


(36)

23

dan Jerusalem Timur. Intifada ini berlangsung hingga 1993, saat perjanjian Oslo ditandatangani.53

Beberapa tahun setelah deklarasi kemerdekaan Israel secara sepihak, Palestina melalui Dewan Nasional Palestina (PNC) memprokalasikan kemerdekaan Palestina di Ajiria ibu kota Aljazair pada 15 November 1988.54 Meskipun negara Palestina telah diproklamirkan namun tidak serta merta menjadikan Palestina menjadi negara yang merdeka dan berdaulat. Meskipun sebagian besar negara di dunia seperti OKI, Liga Arab, Gerakan Non-Blok dan ASEAN telah mengakui keberadaannya. Setelah deklarasi kemerdekaan Palestina, Majelis Umum PBB secara resmi mengakui proklamasi Palestina dan tidak lagi menggunakan sebutan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Meskipun demikian Palestina tidak serta merta diberikan status keanggotaan penuh di PBB.

B. Status Keanggotaan Palestina di PBB Tahun 1988-2011

Palestina mendapatkan status pengamat di PBB sebagai Entitas non-anggota (non member observer entity) yang diwakili oleh PLO sejak 22 November 1974 sebelum deklarasi kemerdekaan Palestina melalui Resolusi Majelis Umum No. 3237. Pada KTT Liga Arab tahun 1974 menunjuk PLO sebagai satu-satunya perwakilan sah rakyat Palestina dan menegaskan kembali hak untuk mendirikan negara yang

53 Ibid. 54

Pada tanggal 16 Nopember 1988 Indonesia secara resmi menyambut baik dan mendukung keputusan PNC yang telah memproklamirkan pembentukan Negara Palestina merdeka tanggal 15 Nopember 1988 di Alger, Aljazair. Keputusan Pemerintah RI untuk mengakui Negara Palestina merdeka sejalan dengan dukungan Indonesia yang konsisten selama ini kepada perjuangan rakyat Palestina untuk memperoleh keadilan dalam memulihkan hak-haknya yang sah maupun dalam menentukan nasib sendiri termasuk mendirikan negara merdeka di tanah Palestina.(kemlu.go.id).


(37)

24

merdeka. Dalam hal ini PLO sebagai observer memiliki hak untuk berbicara di Majelis Umum PBB namun tidak memiliki hak suara. Selain itu PLO tidak berparisipasi di PBB dalam kapasitasnya sebagai pemerintah Negara Palestina.55 Keberadaan PLO di PBB hanya diakui sebagai entitas atau Organisasi Pembebasan Palestina.

Pada Desember 1988 sebulan paska deklarasi negara Palestina dengan Jerusalem sebagai ibukotanya, berdasarkan ketentuan hukum internasional, termasuk Resolusi Majelis Umum 181 (II) resolusi partisi 1947, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi Nomor 43/177 yang memutuskan untuk menunjuk nama Palestina sebagai pengganti PLO dalam sistem PBB secara keseluruhan.56 Semenjak keluarnya resolusi tersebut nama PLO di PBB yang merepresentasikan Palestina tidak lagi digunakan dalam PBB.

Paska deklarasi negara Palestina pada 1988 banyak negara yang telah mengakui kemerdekaan Palestina termasuk Indonesia yang memberikan pengakuan sehari setelah deklarasi Palestina namun hal ini tidak serta merta PBB memberikan Palestina peningkatan status keanggotaan dari sebuah entitas menjadi negara anggota di PBB.

Sejak tahun 1998, Palestina diberi hak untuk berpartisipasi pada sesi Debat Umum (General Debate) Sidang Majelis Umum PBB dan menjadi co-sponsor suatu

55

Yezid Sayigh, Armed Struggle and the Search for State: The Palestinian National Movement 1949–1993, (Oxford: Oxford University Press. 1999), 624. Dikutip dari Ramadhana (2012), h.57.

56

Machnun Husein. Prospek Perdamaian di Timur Tengah. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), 5.


(38)

25

resolusi. Hak ini membuat Palestina memiliki status unik yang berada di antara

observer dan anggota.57 Melalui Sidang Umum menerima sebuah Resolusi No. 52/250 yang memberikan kepada Palestina hak-hak dan privilege tambahan, termasuk hak untuk ikut serta dalam perdebatan umum yang diadakan pada permulaan setiap sesi Sidang Umum, hak untuk menjawab, hak untuk ikut mensponsori resolusi dan hak untuk mengajukan keberatan atau pertanyaan yang berkaitan dengan pembicaraan dalam rapat (points of order) khususnya menyangkut masalah-masalah Palestina dan Timur Tengah. Resolusi ini diterima dengan suara 124 setuju, 4 menolak (Israel, AS, Kepulauan Marshall, Mikronesia) dan 10 abstain.58

Semenjak tahun 1974 Palestina dibawah kepemimpinan Yasser Arafat sampai dengan tahun 2011 pada masa kepemimpinan Mahmoed Abbas yang menggantikan Yasser Arafat sejak tahun 2005. Palestina masih belum diakui keanggotaannya di PBB sebagai Negara termasuk belum memiliki status keanggotaan penuh di PBB.

C. Kelompok Berpengaruh di Palestina

Paska pembentukan PLO59

yang terdiri dari kelompok yang berhaluan Nasionalis, Sosialis, dan Liberalis pada tahun 1964, hubungan luar negeri Palestina diwakili atau direpresentasikan melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh PLO sebagai

57

Shohib Masykur. Diplomasi Multilateral: Dunia Mengakui Kemerdekaan Palestina. Volume II. 2013. h.13. Tersedia di kemlu.go.id.

58

Anindyajati, Status Hukum, 75. 59

Faksi-faksi yang tergabung di PLO adalah: Fatah, The Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP), The Democratic Front for the Liberation of Palestine (DFLP), The Arab Liberation


(39)

26

perwakilan bangsa Palestina yang diakui oleh dunia internasional sejak tahun 1967.60 Meskipun demikian Palestina memiliki kelompok-kelompok berpengaruh lainnya yang tidak tergabung sebagai anggota PLO. Keanggotaan PLO didominasi oleh fraksi Fatah, sedangkan ada fraksi lain yang juga diluar Fatah yang tidak masuk dalam keanggotaan PLO namun ikut berjuang dalam proses perjuangan kemerdekaan Bangsa Palestina meskipun dengan cara yang berbeda. Adapun kelompok atau Fraksi besar di Palestina adalah sebagai berikut:

1. Kelompok Fatah

Fatah dipandang sebagai kolompok atau faksi yang moderat dan cenderung kompromis yang berhaluan nasionalis-sekuler. Kelompok fatah mengedepankan jalur perundingan dalam penyelesaian konflik antara Palestina dengan Israel. Sikap politik Fatah yang dipandang moderat menjadikan kelompok ini sebagai kelompok yang diperhitungkan dalam dunia internasional khususnya untuk bernegosiasi.

Fatah, dalam bahasa arab Fath (Pembukaan), singkatan dari Harakat Al-Tahrir Al-Watani Al-Filastini (Gerakan Pembebasan Nasional Palestina), organisasi politik dan militer dari Arab Palestina, yang didirikan pada akhir tahun 1950 oleh Yasir Arafat dan Khalil al-Wazir (Abu jihad) dengan tujuan merebut Palestina dari kontrol Israel dengan melancarkan perang gerilya intensitas rendah. Fatah mendapat dukungan Suriah yang berbasis di Damaskus. Pada bulan

60

Zaenur Rofid. Solusi Konflik Palestina-Israel (Study Kasus Strategi Zero Sum HAMAS Tahun 2006-2007. (Jakarta: Universitas Indonesia, 2008), 3.


(40)

27

Desember 1964 Fatah melakukan operasi militer pertama dengan meledakkan instalasi pompa air Israel. Pada 1968 pusat Fatah kemudian berpindah ke Yordania.61

Pada mulanya rekrutmen Fatah terpusat pada unsur-unsur Ikhwanul Muslimin (IM) hingga tahun 1963, kemudian Fatah mulai terbuka bagi aliran lain dan sektor luas masyarakat. Fatah yang bergantung kepada sokongan negara-negara Arab semakin hari semakin jauh dari ideologi IM. Menurut Fatah, pendekatan IM sudah lapuk dan memerlukan refomasi untuk memastikan perjuangan kemerdekaan Palestina. Akhirnya, pada tahun 1960, IM mulai menyatakan pendirian mereka terhadap Fatah. Mereka mengisyaratkan penentangan mereka terhadap perjuangan Fatah. Tindakan IM ini merupakan perpecahan untuk yang pertama kalinya diantara para pejuang Palestina.62 Puncaknya adalah ketika pimpinan IM di Gaza mengeluarkan perintah kepada pengikutnya untuk memilih Fatah atau IM. Kemudian dari sinilah gerakan Fatah mengidentifikasi diri dengan identitas nasional yang sekuler hingga sekarang. Dengan al-Ashifah / Petir sebagai divisi militernya.63

Pada tahun 1967 Israel berhasil menduduki wilayah Tepi Barat. Praktis, seluruh wilayah Palestina dikuasai penjajahan Israel. Melihat itu gerakan

61

Fatah. Tersedia di http://global.britannica.com/EBchecked/topic/202423/Fatah. Diakses jum’at 12 Juli 2013.

62

Asal Usul Hamas. Tersedia di http://palestinkini.info/?s=asal+usul+hamas. Diakses 26 Oktober 2014.

63


(41)

28

Ikhwanul Muslimin membuat kesepakatan dengan Fatah untuk mendirikan sayap militer. Mereka berlatih di Yordania yang disebut dengan Camp As-Syuyukh.64

Pada akhir 1960-an, Fatah bergabung dengan PLO, kemudian pada tahun 1969 pemimpin Fatah Yaser Arafat diangkat menjadi pemimpin PLO. Ditahun yang sama PLO mendapat pengakuan sebagai perwakilan resmi bangsa Palestina dari Organisasi Konferensi Islam (OKI). Sejak saat itu, Fatah menjadi kekuatan politik yang dominan di Palestina. Pada 22 November 1974, keberadaan PLO mulai diakui oleh The United Nations General Assembly (Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai perwakilan resmi Palestina.65

2. Kelompok Hamas

Pergerakan Harakah Al-Muqaawamah Al-Islaamiyyah (Hamas) lahir karena situasi dalam negeri yang semakin memanas akibat penjajahan warga Yahudi terhadap bangsa Palestina. Darisinilah mulai muncul para pejuang atau militan yang siap mati memperjuangkan tanah air Palestina dari penjajahan Israel. Gerakan ini berupaya penuh untuk mewujudkan Negara Palestina yang merdeka.

Kemunculan Hamas tidak telepas dari peran Ikhwanul Muslimin66 yang merupakan gerakan politik islam yang pertamakali menaruh perhatian khusus terhadap masalah Palestina. Kemudian gerakan ini berkembang diseluruh penjuru

64

Ita Mutiara Dewi, Ajat Sudrajat, dan Miftahuddin. Gerakan Rakyat Palestina: Dari Deklarasi Negara Israel Sampai Terbentuknya Negara Negara Palestina. (Yogyakarta: UNY, 2008), 15-16.

65

Ibid, 12-14. 66

Ikhwanul muslimin merupakan gerakan sebuah jamaah yang religious dan filantropis, yang bertujuan menyebarkan moral islam dan amal baik. Gerakan ini didirikan oleh Hasan Al-Banna di Ismailiyah, Mesir, pada 1928 Bawono Kumoro. HAMAS: Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zeonisme Israel.(Bandung: Mizan, 2009), 71.


(42)

29

Palestina dan berada dibawah kendali Ikhwanul Muslimin yang berpusat di Kairo, Mesir. Disamping itu, ikhwanul muslimin dikenal sangat dekat dengan salah satu tokoh pergerakan Palestina saat itu yaitu, Izzudin Al-Qassam. Kedekatan ini menjadikan Ikhwanul Muslimin dan kelompok Jihad Al-Qasasam bahu-membahu dalam menghadapi Zionis Israel.67

Hamas lahir sebagai salah satu gerakan perlawanan terhadap penjajahan Israel di Palestina. Hamas mulai dikenal oleh rakyat Palestina karena reaksi kerasnya terhadap tentara Israel melalui gerakan perlawanan oleh para pemuda Palestina terhadap tentara Israel atau yang lebih dikenal dengan Intifada I (1987-1993).

Intifada telah terbukti memberikan sumbangan terbesar dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa Palestina, khususnya dalam membuka mata dunia internasional terhadap penjajahan Israel di Palestina yang berlangsung puluhan tahun. Hal ini diperkuat dengan semakin berkembangnya gelombang demokratisasi dan advokasi terhadap HAM yang bertepatan dengan gerakan intifadah. Hingga pada akhirnya bangsa Palestina yang semula kurang mendapat perhatian, maka paska meletusnya intifadah dunia internasional mulai menaruh simpati terhadap perjuangan kaum muda di jalur Gaza dan Tepi Barat.68

Kemudian untuk mengorganisir gerakan intifadah khususnya dikalangan pemuda, maka dideklarasikanlah Hamas (Harakat Muqawamah

67 Ibid. 68


(43)

30

Islamiyyah/Gerakan Perlawanan Islam/Islamic Resistance Movement) oleh69 Syaikh Ahmad Yassin. Hamas dengan tegas menolak bergabung dengan PLO. Hamas lebih memilih berjuang dengan cara gerilya dibawah tanah dibandingkan harus bernegosiasi dengan Zionis Israel. Sayap militer Hamas diberi nama Brigade Izzudin Al-Qassam (Izz al-Din al-Qassam) yang diambil dari nama Izzudin Al-Qassam yang tewas terbunuh oleh tentara Inggris tahun 1936.70

Bentuk dan struktur organisasi HAMAS, dijelaskan dalam Piagam HAMAS pasal tiga sampai pasal delapan, sebagai berikut:71

a. Pemikiran Hamas berlandaskan manhaj / sistem Islam (pasal 1).

b. Keanggotaan HAMAS terbuka untuk seluruh kaum Muslimin yang menyerahkan wala’ (loyalitas) nya pada Allah SWT, kemudian beribadah serta mengetahui kewajibannya terhadap diri, keluarga dan negerinya serta mengibarkan panji jihad di jalan Allah SWT (pasal 3 dan 4).

c. Waktu gerakan adalah kelanjutan dari dakwah risalah Islamiyyah, yang tidak terikat waktu (pasal 5).

d. Tempat gerakan adalah meliputi segenap kaum Muslimin yang telah menjadikan Islam sebagai manhaj-nya (pasal 5).

e. Gerakan Hamas bercirikan Islam dalam aktivitasnya dan berbeda dari gerakan lainnya. Hamas menyerahkan wala’-nya kepada Allah, Islam

69

Pendiri dan pemilik yayasan Al-Majma’ Al-Islami yang mengurusi pembangunan masjid, perpustakaan umum, zakat, dll. Bertempat di Jalur Gaza. Sekaligus pemimpin sayap militer Mujahid Palestina (Mujahidun Filisthiniyyun) di Jalur Gaza.

70

Kumoro, Hamas, 79. 71

Piagam HAMAS (Diambil dari buku: Tiar Anwar Bachtiar. HAMAS: Kenapa Dibenci Israel. Jakarta: Mizan, 2008)


(44)

31

sebagai manhaj kehidupannya dan menegakkan panji Allah di bumi Palestina (pasal 6).

f. Gerakan Hamas bersifat universal (pasal 7).

g. Semboyan Hamas: Allah tujuannya, Rasulullah SAW qudwahnya, Al-Quran undang-undangnya, jihad jalannya dan mati di jalan Allah puncak cita-citanya (pasal 8).

Hamas berusaha keras membendung merasuknya nasionalisme yang bersifat sekuler di kalangan bangsa Palestina. Perjuangannya selama ini bertujuan menghancurkan negara Israel. Bagi Hamas, tanah Palestina merupakan tanah wakaf Islam yang diperuntukkan bagi umat Islam hingga akhir zaman. Untuk merebutnya, Hamas menempuh jihad dengan perlawanan militer, bukan diplomasi seperti yang dilakukan PLO yang merugikan Palestina dan memperkuat posisi Israel.72

3. Isu Strategis Palestina

1. Isu Politik

Persoalan palestina menjadi begitu rumit karena banyak pihak yang memiliki kepentingan ikut andil di dalamnya. Hal ini justru semakin menguntungkan pihak Israel yang posisinya semakin kuat. Terbukti dengan perkembangan Israel di palestina yang semakin lama semakin pesat, akan tetapi justru sebaliknya dengan Palestina. Amerika Serikat menjadi negara ketiga yang ikut andil dalam beberapa perundingan perdamaian antara Palestina-Israel.

72


(45)

32

Berikut ini beberapa perundingan yang dimediasi atau melibatkan Amerika sebagai pihak ketiga dalam perundingan, antara lain:

a. Perjanjian Oslo I

Perundingan Oslo I berlangsung selama kurang lebih delapan kali dengan 14 kali pertemuan diawali sejak 20-22 januari tahun 1993. Dari perundingan ini dihasilkan suatu kerangka kesepakatan berisi 17 pasal ditambah dengan 4 pasal tambahan, dan dikenal dengan deklarasi prisip atau DOP (Declaration of principles on interim self govermant arrangement).73 Salah satu hasil perundingan tersebut adalah dibentuknya pemerintahan sementara Palestina di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.

b. Perjanjian Oslo II

Perundingan Oslo II berlangsung di Taba pada tanggal 28 september 1995 diantara pembahasannya adalah memperluas wilayah otonomi Palestina, Israel menunjukan komitmennya untuk mantaati hasil kesepakatan Oslo I dengan kesediaannya untuk mundur dari tujuh kota di tepi barat, yakni : Jenon. Tulkarem, Qalqiliyah, Nablus, Bethlehem, Ramallah, dan Hebron. Enam kota yang disebut pertama telah diserahkan kepada pihak Palestina pada bulan november dan desember 1995, kecuali Hebron.74 Untuk wilayah terakhir ini, pemerintah Israel hanya bersedia menyerahkan 80% wilayah

73

Hamdan Basyar. “Penolakan Israel dan Amerika Serikat Terhadap Permintaan Pengakuan Negara Palestina”. Tersedia di: http://www.politik.lipi.go.id. Diunduh 22 Oktober 2012.

74

What Was the 1995 Oslo Interim Agreement?.


(46)

33

pendudukannya paska 1967. Sedangkan di seperlima wilayah tersebut pasukan Israel akan tetap bertahan dengan dalih untuk melindungi warganya yang telah bermukim disana.

c. Perundingan Hebron

Di bawah kepemimpinan Netanyahu tercapai persetujuan Hebron pada 15 Januari 1997, Israel bersedia menyelesaikan penerikan pasukan selama 10 hari sejak penandatanganan persetujuan. Disamping itu, juga tercapai kesepakatan yang mengharuskan Israel untuk melakukan tiga tahap penarikan pasukannya dari wilayah-wilayah pedesaan Tepi Barat antara bulan maret hingga agustus 1998.75 Protokol Hebron merupakan puncak dari upaya intensif yang dipimpin oleh AS, sebagai kelanjutan dari perjanjian Oslo, dan pada umumnya proses perdamaian bagi Timur Tengah, terancam sejak pembunuhan PM Yitzhak Rabin.

d. Perjanjian Wye River I

Perundingan Wye River I merupakan usaha presiden Clinton untuk menundukan kembali kedua belah pihak ke depan meja perundingan sejak desember 1997. Berkat usaha intensif AS untuk mengatasi jalan buntu, Israel dan Palestina berhasil memulai kembali proses perundingan yang sempat terhenti selama berbulan-bulan. Dari pertemuan-pertemuan selama 9 hari di Wye Plentation Maryland. Kemudian tercapai kesepakatan yang

75

Protocol Concerning the Redeployment in Hebron..


(47)

34

menghasilkan memorandum Wye River I tanggal 23 oktober 1998.76 Ketentuan- ketentuan dari memorandum Wye River I sebenarnya merupakan kelanjutan dari ketentuan Oslo II dan protokol Hebron yang belum tuntas di implementasikan oleh Israel.

e. Perjanjian Wye River II

Kesepakatan Wye River I yang tidak diimplementasikan oleh pemerintah Netanyahu diupayakan untuk direalisasikan oleh penggantinya Ehud Barak. Dalam pertemuan Palestina-Israel yang berlangsung di Sharm El Sheikh, Mesir, berhasil ditandatangani sebuah memorandum yang lebih dikenal sebagai memorandum Wye River II pada tanggal 5 september 1999.77 Disamping memuat ketentuan seperti yang sudah disebutkan daalam Wye River I, dalam kesepakatan yang terakhir ini merupakan revisi dari sebagian ketentuan Wye River I, seperti penundaan deklarasi negara Palestina merdeka sampai september 2000.

f. Camp David II

Perundingan Palestina-Israel yang berlangsung di Camp David, Maryland-AS, selama 15 hari sejak 11 juli hingga 25 juli 2000. P.M Ehud Barak, Presiden Bill Clinton dan Otoritas Palestina Yasser Arafat. Dalam perundingan membahas beberapa alternatif pemecahan tentang isu-isu paling

76

Haris Priyatna. Kebiadaban Zionisme Israel: Kesaksian Orang-orang Yahudi. (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008), 30.

77

Adian Husaini dan Nuim Hidayat. Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya. (Depok: Gema Insani, 2002), 180.


(48)

35

rumit dalam konflik Palestina-Israel, seperti status kota Jerussalem Timur, masalah pengungsi Palestina, masalah pemukiman Yahudi, pembagian jatah air, dan masalah perbatasan Palestina-Israel.78

g. Konferensi Annapolis 2007

Agenda konferensi Annapolis mencakup enam masalah pokok yaitu Negara kedaulatan Palestina, status final kota Jerussalem sebagai ibukota Palestina, perbatasan, pengungsi Palestina, pemukiman Yahudi, keamanan, dan pembagian sumber air. Kesepakatan penting dalam konferensi Annapolis kedua pihak sepakat untuk menciptakan mekanisme monitoring implementasi peta jalan, yang isinya pendirian Negara Palestina merdeka yang berdampingan dengan damai bersama Israel. Konferensi ini juga menyepakati pengguliran proses negosiasi langsung antara Israel dan Palestina setiap dua minggu sekali dengan Amerika Serikat bertindak sebagai penengah.79

Dari beberapa perundingan diatas, AS menjadi negara yang cukup memiliki pengaruh terhadap perundingan damai yang berlangsung antara Israel dan Palestina. Termasuk perundingan damai antara Presiden AS Barack Obama, PM Israel Benyamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada 2010 yang akhirnya menemui kebuntuan karena Israel menolak memperpanjang

78

“The Israeli Camp David II Proposals for Final Settlement”. Mideastweb, July 200. http://www.mideastweb.org/campdavid2.htm. Diakses 25 Februari 2015.

79

Menlu RI: “Konfernsi Annapolis Berikan Terobosan Baru Bagi Realisasi Perdamaian di Timur Tengah”. Tabloit Diplomasi, Januari 2008. http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/54- januari-2008/522--menlu-ri-konferensi-annapolis-berikan-terobosan-baru-bagi-realisasi-perdamaian-di-timur-tengah.html. Diakses, 3 Februari 2015.


(49)

36

moratorium penghentian pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Dalam hal ini AS memang menolak pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi barat dan menganggap hal tersebut ilegal karena menyalahi perundingan.

Kebuntuan terhadap upaya perundingan dengan Israel mengakibatkan Abbas memilih jalur lain untuk meningkatkan status keanggotaannya di PBB menjadi negara anggota penuh. Dalam menanggapi upaya Abbas tersebut, justru sebaliknya AS mengancam akan menjatuhkan Veto-nya untuk menggagalkan keanggotaan penuh palestina di PBB, bahkan sampai dengan saat ini AS masih belum mengakui Palesina sebagai Negara.

2. Isu Kemanusiaan

Konflik berkepanjangan yang terjadi tidak jarang mengakibatkan banyak kerugian di kedua belah pihak, dalam hal ini pihak Palestina merupakan pihak yang paling terkena dampak dari pertikaian tersebut. Mulai dari kerugian meteri sampai dengan persoalan kemanusiaan yang muncul akibat konflik bersenjata yang terjadi.

a. Persoalan Pengungsi (Refugees)

Paska deklarasi berdirinya negara Israel di Palestina, tentara Israel semakin gencar mengukuhkan eksistensinya dan berupaya menguasai wilayah palestina dengan mengusir bahkan membunuh penduduk setempat sebagian besar penduduk Palestina akhirnya menjadi pengungsi atau sering di sebut


(50)

37

dengan “Pengungsi Palestina”.80 Pengusiran etnis Palestina ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama pada awal Desember 1947 sampai 1948, Israel melakukan serangkaian serangan ke desa-desa di wilayah Palestina serta mengusir penduduk setempat untuk kemudian menguasai wilayah tersebut. Beberapa desa dan pemukiman-pemukiman penduduk berhasil dikuasai.81 Dalam peristiwa ini kurang lebih 325.000 tewas dan sekitar 780.000 mengungsi.

Tahap kedua, yang terjadi enam bulan paska operasi pertama sebanyak 432.780 warga Palestina diusir dari kawasan yang termasuk jatah pembagian wilayah Israel dalam UN Partition Plan. Termasuk sejumlah 347.220 warga palestina yang tinggal di wilayah sekitar perbatasan tidak luput dari pengusiran Israel.

Pada tahap ketiga sampai dengan tahun 1954, dari sekitar 900.000 warga palestina yang tinggal di kawasan yang termasuk tanah pembagian untuk Israel sebanyak 800.000 warga telah diusir dan mengungsi, hanya sekitar 100.000 warga yang masih tetap tinggal dan menjadi kaum minoritas, total sebanyak 80 persen warga Paletina tinggal di penampungan.82 Menurut data yang dilansir PBB terdapat lebih dari 3,6 juta warga Palestina yang terusir tersebar di wilayah Tepi Barat, Gaza, Yordania, Suriah dan Lebanon

80

Pengungsi Palestina didefinisikan sebagai “orang-orang yang pada mulanya tempat tinggalnya adalah Palestina selama periode 1 Juni 1946 sampai dengan 15 Mei 1948 kemudian kehilangan rumah

dan mata pencaharian akibat konflik 1948.”

81

Pappe, Pembersihan Etnis, 62-63. 82

Dina Y Sulaiman. Ahmadinejad On Palestine: Perjuangan Nalar dan Jiwa Seorang Presiden untuk Palestina. Cet.1. (Depok: Pustaka Iman, 2008), 81-83.


(51)

38

serta negara-negara arab lainnya. Sebagian besar para pengungsi tinggal di kamp-kamp pengungsian yang kumuh.83 Resolusi PBB 194 memberikan hak penuh bagi pengungsi Palestina untuk pulang ke Tanah Air mereka. Namun, Israel hingga kini tidak pernah menunaikan kewajiban mereka terkait resolusi tersebut.

Menurut United Nations Relief and Works Agency (UNRWA)84 pada 2005, jumlah pengungsi Palestina yang tercatat adalah 4,3 juta orang. Namun, catatan tersebut lebih kecil daripada jumlah sesungguhnya, yang diyakini mencapai lebih daripada 7 juta orang. Kamp pengungsi Palestina terbagi menjadi dua kamp resmi dan kamp tidak resmi. UNRWA mengakui 59 kamp dari 66 kamp yang tersebar di Lebanon, Jordan, Syria, Tepi Barat, dan Jalur Gaza. Agar sebuah kamp diakui UNRWA, disyaratkan adanya kesepakatan antara negara tempat dimana kamp berada dengan UNRWA.

Lebih dari 460 ribu pengungsi Palestina di Syria hidup di sembilan kamp resmi dan tiga kamp tidak resmi. Pemerintah Syria bertanggung jawab menyediakan fasilitas-fasilitas publik di dalam kamp-kamp tersebut,

83

Albert Hourani. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim. (Bandung: Mizan, 2004), 697. 84

Badan Bantuan PBB dan Pekerjaan untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) didirikan Setelah 1948 konflik Arab-Israel, melalui Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 302 (IV) dari 8 Desember 1949 untuk melaksanakan bantuan langsung dan bekerja program untuk pengungsi Palestina. Badan ini mulai beroperasi pada 1 Mei 1950. Dengan tidak adanya solusi untuk masalah pengungsi Palestina, Majelis Umum telah berulang kali memperbaharui mandat UNRWA, terakhir memperpanjang sampai dengan 30 Juni 2017. UNRWA didanai hampir seluruhnya oleh sumbangan sukarela dari negara-negara anggota PBB. UNRWA juga menerima beberapa dana dari Anggaran Reguler PBB, yang digunakan sebagian besar untuk biaya staf internasional. Layanan Badan mencakup pendidikan, perawatan kesehatan, bantuan dan pelayanan sosial, infrastruktur kamp dan perbaikan, keuangan mikro dan bantuan darurat, termasuk dalam masa konflik bersenjata (http://www.unrwa.org).


(52)

39

sementara UNRWA bertanggung jawab menyediakan berbagai layanan, mulai dari kesehatan, pemukiman, hingga air bersih.85

b. Kejahatan Perang (War Crime)

Korban akibat konflik bersenjata yang terjadi mengakibatkan banyak korban baik dari kombatan sampai dengan warga sipil. Agresi Israel ke Palestina yang dikenal dengan Operasi “Cast Lead” pada 27 Desember 2008 - 20 Januari 2009, melalui pemboman lewat udara maupun darat yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina di Jalur Gaza.86 Serangan ini sebenarnya ditujukan untuk melumpuhkan pejuang Hamas serta menghentikan suplai senjata Hamas yang dikirim melalui terowongan- terowongan bawah tanah. Hamas dicap sebagai organisasi teroris, oleh Israel, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Namun oleh pendukungnya, organisasi itu dianggap sebagai kekuatan perjuangan yang sah untuk membela Palestina dari pendudukan Israel.

Akibat dari serangan yang berlangsung selama 22 hari tersebut sekitar 1434 penduduk Palestina tewas menjadi korban. Korban penduduk sipil berjumlah 960, 239 polisi dan 235 pejuang Hamas. Penduduk sipil yang tewas terdiri dari 288 anak-anak, 121 wanita, dan 409 penduduk sipil selain wanita dan anak-anak. Menurut data dari Departemen Kesehatan Palestina, korban

85

Pengungsi Palestina. Voiceofpalestine, 1 Januari 2011.

http://voiceofpalestine.net/index.php?option=com_content&task=view&id=259&Itemid=1. Diakses 29 Desember 2014.

86

Operation Cast Lead. Tersedia di: http://www.globalsecurity.org/military/world/war/operation-cast-lead.htm. Diakses 31 Desember 2014.


(1)

xxiii Lampiran 3

United

Nations

S

/2011/705

Security Council

11 November 2011 Distr.: General

Original: English

Report of the Committee on the Admission of New Members concerning the application of Palestine for admission to membership in the United Nations

1. At its 6624th meeting, on 28 September 2011, the Security Council had before it the application of Palestine for admission to membership in the United Nations (S/2011/592). In accordance with rule 59 of the provisional rules of procedure and in the absence of a proposal to the contrary, the President of the Council (Lebanon) referred the application to the Committee on the Admission of New Members for examination and report.

2. At its 109th and 110th meetings, held on 30 September and 3 November 2011, respectively, the Committee considered the application.

3. Following the 109th meeting of the Committee, the Presidency of the Security Council for the month of October (Nigeria) convened five informal meetings of the Committee, four of which were held at the expert level, to carefully consider whether Palestine met the specific criteria for admission to membership contained in Article 4 of the Charter of the United Nations. Experts considered whether Palestine met the criteria for statehood, was a peace-loving State, and was willing and able to carry out the obligations contained in the Charter.

4. In the course of the meetings of the Committee, differing views were expressed. The view was expressed that the applicant fulfils all the criteria set


(2)

xxiv

out in the Charter. Questions were raised as to whether the applicant meets all of the Charter membership requirements. The view was also expressed that deliberations should take into account the broader political context of the matter at hand.

5. It was stated that the criteria set out in Article 4 of the Charter were the only factors that could be taken into consideration in the Committee’s deliberations. In support of this position, reference was made to the Advisory Opinion of 28 May 1948 of the International Court of Justice, on the Conditions of Admission of a State to Membership in the United Nations (Article 4 of the Charter).

6. It was also asserted that the Committee’s work, whatever its outcome, should be mindful of the broader political context. The view was expressed that a two-State solution via a negotiated settlement remained the only option for a long-term sustainable peace and that final status issues had to be resolved through negotiations. Support was expressed for a two-State solution based on pre-1967 borders, resulting from political negotiations, leading to an independent State of Palestine with East Jerusalem as its capital. It was stressed that Palestine’s right to self-determination and recognition is not contrary to Israel’s right to exist.

7. It was stated that the Committee’s work should not harm the prospects of the resumption of peace talks, particularly in the light of the Quartet statement on 23 September 2011 that had set out a clear timetable for the resumption of negotiations. Similarly, it was stated that the prospect of negotiations should not delay the Security Council’s consideration of Palestine’s application. It was stated that Palestine’s application was neither detrimental to the political process nor an alternative to negotiations. It was also stated that the Palestinian application would not bring the parties closer to peace. It was further stated that the question of the recognition of Palestinian statehood could not and should not be subject to the outcome of negotiations between


(3)

xxv

the Palestinians and Israelis, and that, otherwise, Palestinian statehood would be made dependent on the approval of Israel, which would grant the occupying Power a right of veto over the right to self-determination of the Palestinian people, which has been recognized by the General Assembly as an inalienable right since 1974. Concerns were raised in relation to Israel’s continued settlement activities. The view was expressed that those activities were considered illegal under international law and were an obstacle to a comprehensive peace.

8. In relation to the application of Palestine (S/2011/592), attention was drawn to the letter received by the Secretary-General from the President of Palestine on 23 September 2011, which contained a declaration-made in a formal instrument-stating that the State of Palestine was a peace-loving nation; that it accepted the obligations contained in the Charter of the United Nations; and that it solemnly undertook to fulfil them.

9. On the criterion of statehood, reference was made to the 1933 Montevideo Convention on the Rights and Duties of States, which declares that a State as a person of international law should possess a permanent population, a defined territory, a government and the capacity to enter into relations with other States.

10.With regard to the requirements of a permanent population and a defined territory, the view was expressed that Palestine fulfilled these criteria. It was stressed that the lack of precisely settled borders was not an obstacle to statehood.

11.Questions were raised, however, regarding Palestine’s control over its territory, in view of the fact that Hamas was the de facto authority in the Gaza Strip. It was affirmed that the Israeli occupation was a factor preventing the Palestinian government from exercising full control over its territory. However, the view was expressed that occupation by a foreign Power did not


(4)

xxvi

imply that the sovereignty of an occupied territory was to be transferred to the occupying Power.

12.With regard to the requirement of a government, the view was expressed that Palestine fulfilled this criterion. However, it was stated that Hamas was in control of 40 per cent of the population of Palestine; therefore the Palestinian Authority could not be considered to have effective government control over the claimed territory. It was stressed that the Palestine Liberation Organization, and not Hamas, was the legitimate representative of the Palestinian people.

13.Reference was made to reports of the World Bank, the International Monetary Fund and the Ad Hoc Liaison Committee for the Coordination of the International Assistance to Palestinians, which had concluded that Palestine’s governmental functions were now sufficient for the functioning of a State. 14.With regard to the requirement that a State have the capacity to enter into

relations with other States, the view was expressed that Palestine fulfilled this criterion. It was recalled that Palestine had been accepted into membership in the Non-Aligned Movement, the Organization of Islamic Cooperation, the Economic and Social Commission for Western Asia, the Group of 77 and the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. In addition, over 130 States had recognized Palestine as an independent sovereign State. Questions were raised, however, regarding the authority of the Palestinian Authority to engage in relations with other States, since under the Oslo Accords the Palestinian Authority could not engage in foreign relations. 15.With regard to the requirement that an applicant be “peace-loving”, the view

was expressed that Palestine fulfilled this criterion in view of its commitment to the achievement of a just, lasting and comprehensive resolution of the Israeli- Palestinian conflict. It was further stated that Palestine’s fulfilment of this criterion was also evident in its commitment to resuming negotiations on all final status issues on the basis of the internationally endorsed terms of


(5)

xxvii

reference, relevant United Nations resolutions, the Madrid principles, the Arab Peace Initiative and the Quartet road map.

16. Questions were raised as to whether Palestine was indeed a peace-loving State, since Hamas refused to renounce terrorism and violence, and had the stated aim of destroying Israel. Reference was made, on the other hand, to the Advisory Opinion of the International Court of Justice on Namibia, of 1971, which stated that the only acts that could be attributable to a State were those of the State’s recognized authority.

17.With regard to the requirement that an applicant accept the obligations contained in the Charter and be able and willing to carry out those obligations, the view was expressed that Palestine fulfilled these criteria, as was evident, inter alia, from the solemn declaration to this effect contained in its application. It was recalled that in 1948, when considering the application of Israel for membership, it had been argued that Israel’s solemn pledge to carry out its obligations under the Charter was sufficient to meet this criterion. 18.The view was also expressed that the Charter required more than a verbal

commitment by an applicant to carry out its Charter obligations; an applicant had to show a commitment to the peaceful settlement of disputes and to refrain from the threat or the use of force in the conduct of its international relations. In this connection, it was stressed that Hamas had not accepted these obligations.

19.The view was expressed that the Committee should recommend to the Council that Palestine be admitted to membership in the United Nations. A different view was expressed that the membership application could not be supported at this time and an abstention was envisaged in the event of a vote. Yet another view expressed was that there were serious questions about the application, that the applicant did not meet the requirements for membership and that a favourable recommendation to the General Assembly would not be supported.


(6)

xxviii

20.Further, it was suggested that, as an intermediate step, the General Assembly should adopt a resolution by which Palestine would be made an Observer State.

21.In summing up the debate at the 110th meeting of the Committee, the Chair stated that the Committee was unable to make a unanimous recommendation to the Security Council.

22.The Committee on the Admission of New Members concluded its

consideration of the application of Palestine for admission to membership in the United Nations.

23.At its 111th meeting, the Committee approved the present report on its consideration of the application of Palestine for admission to membership in the United Nations.