Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data

31 diajukan oleh peneliti. Hasil dari pembagian tersebut akan dikalikan dengan 100 sehingga akan menghasilkan persentase dari total setiap klasifikasi jawaban. 3. Menganalisis hasil dari kuesioner yang telah dipersentasekan. Peneliti akan menganalisis total jawaban yang telah diprosentasekan. Total persentase akan menghasilkan pembahasan mengenai banyaknya pelaku UMKM yang mempunyai pemahaman tentang konsep pengakuan yang benar berdasarkan SAK ETAP, pemahaman tentang konsep pengakuan yang salah berdasarkan SAK ETAP, dan tidak mempunyai pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP. Peneliti juga akan menganalisis jawaban kuesioner per indikator. Hal ini dilakukan agar mendapatkan hasil pembahasan yang spesifik mengenai banyaknya pelaku UMKM yang mempunyai pemahaman konsep pengakuan yang benar atau salah berdasarkan SAK ETAP pada indikator aset, kewajiban, penghasilan, dan beban. Selain itu juga untuk mendapatkan hasil pembahasan mengenai banyaknya pelaku UMKM yang tidak mempunyai pemahaman tentang konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP pada indikator aset, kewajiban, pendapatan, dan beban. 4. Menarik kesimpulan dari hasil analisis. Peneliti akan menarik kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sebagian besar dari pelaku UMKM telah mempunyai pemahaman yang benar 32 atau salah mengenai SAK ETAP atau tidak memiliki pemahaman mengenai SAK ETAP. Untuk menjawab rumusan masalah tentang “Apa tantangan yang dihadapi UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo dalam penerapan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP?, maka peneliti akan mendeskripsikan hasil wawancara mengenai tantangan yang dihadapi UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan Solo dalam penerapan konsep pengakuan berdasarkan SAK ETAP dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pemilik UMKM batik di Kampoeng Batik Laweyan. 33

BAB IV GAMBARAN UMUM UMKM BATIK DI KAMPOENG BATIK

LAWEYAN SOLO

A. Letak Geografis dan Sejarah Kampoeng Batik Laweyan

Kampoeng Batik Laweyan merupakan tempat tujuan wisata yang terletak di sebelah barat Kota Solo. Wilayah Kampoeng Batik Laweyan terdiri dari Kelurahan Laweyan sebagai wilayah utama dan Kelurahan Bumi, Purwosari, Sondakan dan Pajang sebagai wilayah pengembangan. Kampoeng Batik Laweyan memiliki batas wilayah. Batas wilayah utara dari Kampoeng Batik Laweyan adalah Kelurahan Banaran, batas wilayah selatannya adalah kabupaten Sukoharjo, dan batas wilayah timur dari kawasan ini adalah Kelurahan Bumi. Selain menjadi tempat tujuan wisata, Kampoeng Batik Laweyan juga merupakan kawasan penghasil batik tertua di Indonesia. Menurut data yang diambil dari website Kampoeng Batik Laweyan, batik Laweyan berkembang sebelum abad 15M semasa pemerintahan Sultan Hadiwijaya Joko Tingkir di Keraton Pajang. Pada saat itu para pengrajin batik Laweyan mengembangkan industri batik dengan teknik batik tulis yang menggunakan pewarna alami. Namun dari waktu ke waktu industri batik terus mengalami pengembangan termasuk pengembangan teknik batik yang digunakan yaitu teknik batik tulis yang berkembang ke teknik batik cap. 34 Seiring dengan pengembangan teknik batik tulis ke teknik batik cap, industri batik Laweyan mulai mengalami masa puncak kejayaan yaitu pada era 1900 an semasa pergerakan Sarikat Dagang Islam SDI yang dipimpin oleh KH Samanhudi. Pada masa itu muncullah nama Tjokrosoemarto, seorang tokoh juragan batik yang fenomenal. Beliau memiliki industri batik terbesar di laweyan. Industri yang dijalankan Tjokrosoemarto memiliki omzet yang luar biasa dan juga didukung oleh pengrajin-pengrajin batik dari berbagai daerah di pulau Jawa. Wilayah pemasarannya tak hanya di dalam negeri tetapi juga ke manca negara. Tjokrosoemarto merupakan seorang eksportir batik pertama dari Indonesia. Selain Tjokrosoemarto ada banyak juragan batik yang sukses dan sekarang meninggalkan sisa-sisa kejayaannya berupa bangunan- bangunan rumah kuno artistik yang berarsitektur Jawa dan Eropa di berbagai sudut Kampoeng Batik Laweyan. Namun, selepas dari masa kejayaannya Batik Laweyan juga mengalami masa kemunduran. Pada era 1970an mulai muncul teknik baru untuk membuat tekstil bermotif batik tanpa menggunakan lilin panas sebagai perintang warna namun menggunakan screen sablon. Saat itu “tekstil bermotif batik” dikenal sebagai batik printing, akan tetapi penamaan itu keliru karena proses pembuatan printing dan batik itu berbeda. Namun saat ini sudah ada peraturan dari pemerintah untuk melindungi konsumen dengan mengharuskan para penjual batik untuk memberikan informasi yang benar tentang kategori produk batik tulis, 35 batik cap dan printing tekstil bermotif batik. Dengan kemunculan produk printing yang relatif murah dan proses produksinya sangat cepat mulai menyaingi pemasaran batik tulis dan batik cap. Satu persatu industri batik di laweyan mengalami kebangkrutan dan pada tahun 2000an jumlah industri batik di laweyan hanya menyisakan kurang dari 20 industri batik. Keprihatin akan kemerosotan jumlah industri batik Laweyan ini menggerakan para tokoh masyarakat dan juragan batik laweyan untuk berkumpul dan bermusyawarah. Musyawarah tersebut menghasilkan kesepakatan untuk membangun kembali industri batik Laweyan dengan konsep kawasan wisata batik melalui organisasi Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan FPKBL. FPKBL dideklarasikan pada tanggal 25 September 2004. Sejak saat itu Kampoeng Batik Laweyan mulai berbenah diri, membangun industri batik dan non batik dalam konsep pariwisata yang bersinergi dengan banyak pihak seperti Pemerintah, Perguruan Tinggi, ASITA, PHRI, LSM dan lain sebagainya. Proses regenerasi secara bertahap menampakkan hasilnya, sekarang jumlah IKM dan UKM Batik Laweyan sudah meningkat menjadi lebih dari 80. Peningkatan kualitas batik juga terus dilakukan melalui kerjasama dengan pihak Pemerintah, Perguruan Tinggi dan LSM.

B. Tujuan, Visi, dan Misi Kampoeng Batik Laweyan

1. Tujuan: Menciptakan dan mengembangkan: