Keberadaan Bakteri Legionella pada Ruangan Ber AC dan Karakteristik serta Keluhan Kesehatan Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

(1)

Keterangan Gambar : Kantor Gubernur

:


(2)

KEBERADAAN BAKTERI LEGIONELLA PADA RUANGAN BER AC DAN KARAKTERISTIK SERTA KELUHAN KESEHATAN PEGAWAI DI

KANTOR GUBERNUR SUMATERA UTARA TAHUN 2014

Petunjuk pengisian

1. Berilah tanda ceklis ( v ) pada kolom/ kotak yang telah disediakan yang mewakili jawaban anda!

2. Jika jawaban bukan berupa pilihan, maka isilah pada garis bawah ( _ ) yang tersedia.

Lokasi Pengisian : Lantai : ______

A. LATAR BELAKANG / KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama responden : ______________________

2. Umur responden : ______ tahun

3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

4. Pendidikan : Tamat SMA

D3

Sarjana/S1 S2 / S3 5. Lama kerja di kantor ini : 1. < 5 tahun

2. > 5 tahun


(3)

8. Apakah Sdr. memiliki riwayat penyakit alergi dingin ?

1. Ya 2. Tidak

B. KELUHAN KESEHATAN

1. Apakah selama seminggu Sdr. bekerja di ruangan ini dalam kondisi sehat ?

1. Ya 2. Tidak

2. Apakah Saudara memiliki riwayat penyakit lain seperti DM, Paru-paru dan Asma ?

1. Ya 2. Tidak

3. Apakah selama seminggu Sdr. bekerja dalam ruangan ada mengalami gangguan kesehatan ?

1. Ada 2. Tidak Ada

* Jika jawaban saudara Ada, maka lanjut ke pertanyaan berikutnya * Jika Jawaban Saudara Tidak Ada, maka cukup berhenti di pertanyaan tersebut dan terima kasih telah mengisi kuesioner ini.

4. Selama seminggu bekerja dalam ruangan keluhan apa saja yang anda rasakan ?

Keluhan Kesehatan Ya Tidak

a. Demam

b. Sakit Tenggorokan c. Mulut Kering d. Batuk Kering

e. Pilek / Hidung tersumbat

5. Pada saat kapan Saudara merasakan keluhan tersebut ? 1. Pagi hari 2. Siang 3. Sore


(4)

No. Nama Umur UmurK J.Kel Pend L.Ker L.K.H L.K.Hk P.Mer A.Dingin

1 Maysarah 56 4 1 1 2 8 1 1 2

2 Zainal Arifin 54 4 1 3 2 10 2 1 2

3 Wariadi 48 3 1 1 1 10 2 1 2

4 Suhariadi 49 3 1 1 2 10 2 2 2

5 Hamzah BB 34 2 1 1 2 9 2 2 2

6 Mhd. Amin 27 1 1 3 2 10 2 1 2

7 Fian S 22 1 1 1 1 10 2 2 2

8 Budiman Lubis 37 2 1 1 2 8 1 2 2

9 Erwin Noom 44 3 1 1 1 8 1 2 2

10 Dwie Febrina 24 1 2 3 2 8 1 2 2

11 Ahmad Bukhari 32 2 1 3 1 8 1 1 2

12 Sofiana 44 3 2 3 1 9 2 2 2

13 Suwaji 41 3 1 1 2 10 2 2 2

14 Suwindra 35 2 1 1 1 8 1 2 2

15 Efriansyah 26 1 1 3 2 10 2 2 2

16 Suryadi 45 3 1 1 2 10 2 2 2

17 Alfin 26 1 1 1 2 10 2 1 2

18 Nasibwan 47 3 1 1 2 10 2 2 2

19 Andi 52 4 1 1 2 7 1 1 2

20 Munasir 35 2 1 3 1 9 2 1 2

21 Luga 45 3 1 1 2 8 1 2 2

22 Edy Susanto 39 2 1 1 2 11 2 2 2

23 Sutrisno 47 3 1 2 2 8 1 1 2

24 Karjono 51 4 1 1 2 7 1 2 2

25 Susi 36 2 2 1 2 8 1 2 2

26 Sri Dedek 35 2 2 1 2 8 1 2 2

27 Masitah LBS 40 2 2 1 1 8 1 2 2

28 M.Imran 49 3 1 1 2 7 1 2 2

29 Sri Cahyani 40 2 2 1 2 8 1 2 2

30 T. Zain 54 4 1 1 1 8 1 1 2

31 Syahrial 50 3 1 1 2 7 1 2 2

32 Drs Sulaikal 52 1 1 3 2 8 1 1 2

33 Indra 38 2 1 3 2 8 1 1 2

34 Ranita 48 3 2 2 1 8 1 2 2

35 Rahmat 26 1 1 3 2 7 1 2 1

36 Safita 36 2 2 3 2 8 1 2 2

37 Yudhi 41 3 1 3 1 7 1 1 2

38 Suriati 35 2 2 2 2 8 1 2 2

39 Fannita 30 1 2 3 2 9 2 2 2

40 Dian 45 3 1 3 2 10 2 1 2


(5)

46 Suwarto 45 3 1 1 2 10 2 1 2

47 Rizki 32 2 1 1 2 11 2 2 2

48 Sugiono 45 3 1 1 1 10 2 1 2

49 Agus Sebayang 38 2 1 1 2 8 1 2 2

50 Risnandar 40 2 1 1 2 8 1 1 2

51 Andri 37 3 1 3 2 8 1 1 2

52 Taufik S 32 2 1 1 1 8 1 2 2

53 Ariyanto 31 2 1 2 2 10 2 2 2

54 Wisfa LBS 43 3 2 1 2 9 2 2 2

55 Depriyanto 31 2 1 1 2 8 1 2 1

56 Nasaruddin Nst 48 3 1 3 1 8 1 1 2

57 Sahrul 52 4 1 1 2 10 2 2 2

58 M. Yusuf 50 3 1 1 2 8 1 1 1

59 Edy Yusfikan 42 3 1 3 1 8 1 2 2

60 Usman Efendi 30 1 1 4 2 10 2 2 2

61 Koko Indra 48 3 1 2 2 8 1 1 2

62 Anwar 41 3 1 1 1 8 1 2 1

63 Amrullah 29 1 1 3 2 10 2 2 2

64 Maysarah 26 1 2 1 2 9 2 2 2

65 Zein Arif 36 2 1 1 1 11 2 2 1

66 Muhardintia 35 2 1 3 2 8 1 2 2

67 Sihar PC 37 2 1 3 2 7 1 2 1

68 Maharani 26 1 2 3 1 10 2 2 2

69 Cyntia 30 1 2 3 2 8 1 2 2

70 Lailan 27 1 2 2 2 8 1 2 2

71 Citra 29 1 2 3 2 8 1 2 2

72 Bambang 39 2 1 3 2 8 1 2 2

73 Sucipto 34 2 1 3 2 8 1 1 1

74 Ferdiansyah 29 1 1 3 2 10 2 1 2

75 Syakdiah 42 3 2 3 2 8 1 2 2

76 Safirali 30 1 2 2 2 8 1 2 2

77 Abdul Rojak 45 3 1 1 1 7 1 2 2

78 Nanda S 28 1 2 2 2 8 1 2 2

79 Wenang A 35 2 2 3 2 8 1 2 1

80 Srimuliati 40 2 2 3 2 8 1 2 1

81 Gracias 28 1 2 3 1 8 1 2 2


(6)

86 Ervan 51 4 1 3 2 9 2 1 2

87 Widya 37 2 2 3 2 10 2 2 2

88 Putriyanti 28 1 2 2 1 8 1 2 2

89 Rahmadsyah 47 3 1 1 2 8 1 2 1

90 Nadila 40 2 2 3 2 8 1 2 2

91 Sofyan T 42 3 1 3 2 10 2 2 2

92 Abdul Farid 39 2 1 1 2 8 1 2 2

93 Ali Yakub 28 1 1 2 2 8 1 2 2

94 Hasan 28 1 1 3 2 8 1 2 2


(7)

No Nama Dmam S.Teg M.Ker B.Ker Flu

1 Mariadi 2 2 2 2 2

2 Zainal Arifin 2 2 1 2 2

3 Wariadi 2 1 2 2 2

4 Hamzah BB 2 2 2 2 2

5 Mhd. Amin 2 1 2 2 2

6 Fian 2 2 1 2 1

7 Budiman Lubis 1 1 2 2 2

8 Dwie Febrina 2 2 1 2 1

9 Ahmad Bukhari 2 2 2 2 2

10 Sofiana 2 1 2 1 2

11 Suwaji 2 2 2 2 2

12 Suwindra 2 1 2 1 1

13 Suryadi 2 2 2 2 1

14 Alfin 2 2 2 2 2

15 Andi 2 2 1 1 2

16 Munasir 2 2 2 2 2

17 Luga 2 2 2 2 1

18 Sutrisno 2 2 2 2 2

19 Karjono 2 2 1 2 1

20 Susi 2 2 2 1 2

21 Sri Dedek 2 2 2 2 1

22 Masitah LBS 2 2 2 2 2

2 M.Imran 2 2 1 2 1

24 T. Zain 2 2 2 2 2

25 Drs Sulaikal 2 1 2 2 2

26 Indra 2 1 2 2 1

27 Ranita 2 1 2 2 2

28 Safita 2 2 2 2 1

29 Suriati 2 2 2 2 2

30 Fannita 2 2 2 1 1

31 Dian 2 2 2 2 2

32 Hartono 2 1 1 2 2

33 Sukma 2 2 2 1 2

34 Anto 2 1 2 2 2


(8)

39 Andri Munarwan 2 2 2 1 2

40 Taufik S 2 2 2 2 2

41 Ariyanto 2 2 2 2 2

42 Sahrul 2 2 2 1 2

43 M. Yusuf 2 1 2 2 2

44 Usman Efendi 2 2 2 2 2

45 Anwar 2 1 2 2 2

46 Maysarah 2 2 2 2 2

47 Sihar PC 2 2 2 2 2

48 Maharani 2 1 1 2 2

49 Cyntia 2 2 2 2 2

50 Bambang 2 2 2 1 2

51 Sucipto 1 1 2 2 2

52 Syakdiah 1 1 1 1 1

53 Abdul Rojak 1 2 1 1 2

54 Wenang A 2 1 2 1 1

55 Srimuliati 2 1 2 1 2

56 Gracias 2 2 1 2 1

57 Mulyadi 1 2 1 2 2

58 Edward 2 1 2 2 1

59 Salman 2 2 2 1 2

60 Ervan 1 2 2 1 2

61 Widya 2 2 1 2 2

62 Putriyanti 2 1 2 2 1

63 Rahmadsyah 1 2 2 2 2

64 Nadila 2 2 1 1 2

65 Abdul Farid 2 1 2 1 2

66 Ali Yakub 1 1 2 2 1


(9)

Umur Responden (dalam tahun)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 21-30 22 23.2 23.2 23.2

31-40 37 38.9 38.9 62.1

41-50 29 30.5 30.5 92.6

>50 7 7.4 7.4 100.0

Total 95 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 67 70.5 70.5 70.5

Perempuan 28 29.5 29.5 100.0

Total 95 100.0 100.0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tamat SMA 42 44.2 44.2 44.2

D3 11 11.6 11.6 55.8

S1 41 43.2 43.2 98.9

S2 1 1.1 1.1 100.0


(10)

Valid < 5 21 22.1 22.1 22.1

>5 74 77.9 77.9 100.0

Total 95 100.0 100.0

Lama Kerja (dalam hari)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid yang bekerja < 8 jam 60 63.2 63.2 63.2

yang bekerja > 8 jam 35 36.8 36.8 100.0

Total 95 100.0 100.0

Perilaku Merokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 27 28.4 28.4 28.4

Tidak 68 71.6 71.6 100.0


(11)

Lampiran 6.

Hasil Output Data Analisa SPSS Keluhan Kesehatan

Valid Ya 11 11.6 11.6 11.6

Tidak 84 88.4 88.4 100.0

Total 95 100.0 100.0

Dalam Kondisi Sehat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 94 98.9 98.9 98.9

Tidak 1 1.1 1.1 100.0

Total 95 100.0 100.0

Riwayat Penyakit Lain

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 4 4.2 4.2 4.2

Tidak 91 95.8 95.8 100.0


(12)

Valid Ya 67 70.5 70.5 70.5

Tidak 28 29.5 29.5 100.0

Total 95 100.0 100.0

Demam

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 8 11.9 11.9 11.9

Tidak 59 88.1 88.1 100.0

Total 67 100.0 100.0

Sakit Tenggorokan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 23 34.3 34.3 34.3

Tidak 44 65.7 65.7 100.0


(13)

Valid Ya 18 26.9 26.9 26.9

Tidak 49 73.1 73.1 100.0

Total 67 100.0 100.0

Flu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 19 28.4 28.4 28.4

Tidak 48 71.6 71.6 100.0

Total 67 100.0 100.0

Mulut Kering

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 14 20.9 20.9 20.9

Tidak 53 79.1 79.1 100.0


(14)

Gam

Gam

Gambar Lampiran 1. Kantor Gubernur Sumatera Uta

Gambar Lampiran 2. Ruangan Biro Protokol


(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

non infeksi. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Aditama, T. Y. Hastuti, T. 2002. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Aditama, T.Y. Andarini, S.L. 2002. Sick Building Syndrome. Jurnal Med J Indones Vol.11 No.2. Jakarta.

Arismunandar, W. dan Saito, H. 2002. Penyegar Udara. PT Pradnya Paramitha. Jakarta.

Baechler, Mc, et al. 1991. Sick Building Syndrome : Source, Health Effects,

Mitigation. New Jersey : Noyes Data Corporation.

Benenson, S.A. 1995. Editor, Control of Communicable Desease Manual. 16 th Edition. An official Report of Tha America Public Health Association.

Chandra, B. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2001. Pedoman Umum Penyehatan Lingkungan Tempat Umum. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2002. Program Pemberantasan Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan Terpadu. Depatemen Kesehatan RI. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 1538/MENKES/SK/XI/2003 Tentang Standar Pengelolaan Spesimen Legionella, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Environmental Protection Agency (EPA). 2003. A Standardized EPA Protocol for Characterization Indoor Air Quality in Large Office Building.


(20)

Evans, S.A. Brachman, S.P. 1991. Bacterial Infection of Human, Epidemiology and Control. 2nd edition, Plenum Medical Book Company. New York and London.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kasinius. Yogyakarta.

Gandjar, I, et al, 1992. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Dasar. FMIPA UI. Depok.

Harrianto, R. 2008. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Harrop, O.D. 2002. Air Quality Assesment and Management. Spon Press. USA and Canada

Hoffman, P., Herman, F, Mauro, B. 2008. Legionella pneumophila. Spinger Science + Business Media. New York.

Institute of Environmental Epidemiology, Ministry of The Environment. 2001. Code of Practice For the Control of Legionella Bacteria. Singapore.

Jawetz, Melnick & Adelberg’s. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Penerjemah dan Editor Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1405/MENKES/SK/XI/2002. Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 261/MENKES/SK/II/1998. Tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja.

Kusnoputranto. 2002. Kesehatan Lingkungan Permukiman dan Perkantoran. Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Malaka, T. 1998. Kualitas Udara Ruangan dan Kesehatan. Di dalam Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Tahun XXVI. Nomor 8: 440-444. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Penerbit Media


(21)

Marmot, AF., Aley, J, Stafford, M, Stansfeld., Warwick, E. 2006. Building Health:

an epidemiological study of sick building syndrome in the white hall II study. Occupational Environmental Med; 283-289.

Media Indonesia. Awas Bahaya Legionnaris!. Terbitan 16 Mei 1999.

Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan Edisi 2. Airlangga University Pers. Surabaya.

Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. NIOSH.1989. Indoor Air Quality. Ohio. Selected Reference.

Nursalam. 2000. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Prakash, A. 2004. Water Resources Engineering Civil. The American Society of Engineers Press. Virginia

Pudjiastuti, L. Rendra, S. Santosa, H.R. 1998. Kualitas Udara Dalam Ruang. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Puslitbang Pemberantasan Penyakit Badan Litbangkes Subdit Pengendalian Dampak Pencemaran Udara dan Kebisingan Ditjen PPM-PL. 2001. Modul Pelaksanaan dan Pelatihan Pengendalian Legionellosis Berbasis Lingkungan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Ruth, S. 2009. Gambaran Kejadian Sick Building Syndrome (SBS) dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Pada Karyawan PT Elnusa Tbk di Kantor Pusat Graha Elnusa Tahun 2009. Skripsi S1 FKM UI. Depok.

Slamet, J.S. 2000. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.


(22)

Spengler, et al. 2000. Indoor Air Quality Handbook. McGraw-Hill, Companies, Inc. United States of America.

Thorn, E.W. 1998. Hoof’s Mouth Disease. CSS Publishing Company, Inc. Lima Ohio

Tilman, M. 2006, Environmental Toxicants : Human Exposure and Their Health Effects. 2nd edn, John Wiley & Sons, Inc, Hoboken. New Jersey.

WHO. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.


(23)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk melihat keberadaan bakteri legionella pada ruangan ber AC dan karakteristik serta keluhan kesehatan pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kantor Gubernur Sumatera Utara pada lantai 1 di Ruang Bagian Protokol dan lantai 4 di Ruang Bagian Pemerintahan Provinsi. Dimana dengan kriteria ruangan tersebut menggunakan AC sentral, dengan jumlah pegawai terbanyak, lama kerja pegawai serta tingginya aktivitas pegawai yang dilakukan didalam ruangan tersebut.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2014. 3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai tetap PemProv yang bekerja selama 5 (lima) tahun terakhir dan bekerja dari hari Senin sampai Jumat, yang berada pada lokasi pemeriksaan bakteri legionella, pengukuran suhu dan kelembaban udara yaitu lantai 1 bagian ruang protokol dan lantai 4 bagian ruangan pemerintahan dengan populasi berjumlah 95 pegawai dan yang menjadi sampel adalah seluruh populasi (total sampling).


(24)

3.4 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pemeriksaan bakteri legionella pada cooling tower AC sentral dan pada ruangan yang menggunakan AC sentral beserta pengukuran suhu dan kelembaban udara ruangan, serta karakteristik dan keluhan kesehatan pegawai yang berada pada lantai empat kantor GUBSU.

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

1. Data hasil pemeriksaan sampel bakteri legionella sp yang di cooling tower AC sentral dan pada ruangan lantai 1 dan lantai 4 yang menggunakan AC sentral serta pengukuran suhu dan kelembaban udara ruangan.

2. Pengambilan data karakteristik dan keluhan kesehatan pegawai yang berada dalam ruangan dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Kantor Gubernur Sumatera Utara, perpustakaan serta literatur–literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.6 Pelaksanaan Penelitian

3.6.1 Pengambilan dan Pengiriman Sampel ke Laboratorium

1. Pada cooling tower AC sentral, sampel air yang berada pada cooling tower ditampung dan dimasukkan kedalam botol sampel sebanyak 100 ml, lalu tutup botol sampel dan di beri label.

2. Pada AC sentral ruangan, sediakan 2 botol yang sudah berisi larutan NaCl lalu masukkan cutton bud ke dalam botol yang berisis NaCl kemudian


(25)

menempel di AC sentral, lalu masukkan Swab AC tersebut kedalam botol kedua yang berisi NaCl lalu tutup botol dan diberi label .

3. Masukkan sampel kedalam kotak pendingin (ice box) yang berisi kantong pendingin (ice pack) tutup rapat kotak pendingin.

4. Sampel di kirim ke laboratorium yang dilengkapi dengan data-data lapangan.

3.6.2 Pemeriksaan Bakteri Legionella di Laboratorium A. Alat dan Bahan

1. Tabung Reaksi

2. Waterbath

3. Desikator 4. Kapas

5. Media BCYE (Buffer Charcoal Yeast Extract) 6. Larutan NaCl

B. Prosedur Kerja

Untuk pemeriksaan bakteri legionella pada cooling tower AC sentral dan pada AC di ruangan prosedur kerja yang dilakukan sama yaitu :

1. Setelah diambil sampel air pada cooling tower 100 ml, masukkan sampel air ke tabung reaksi 10 ml lalu tabung reaksidi tutup dengan kapas. Sedangkan untuk sampel AC pada ruangan setelah di swab menggunakan cutton bud, swab yang berisi NaCl tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi masing-masing 10 ml lalu di tutup dengan kapas.


(26)

2. Ada tiga tabung reaksi yaitu cooling tower, ruangan lantai 1 dan ruangan lantai 4 yang diberi label.

3. Setelah itu ketiga tabung reaksi tersebut di panaskan pada suhu 60°C dengan waterbath, kemudian di centrifuge sehingga terbentuk larutan dan endapan di dalam tabung reaksi.

4. Kemudian larutan yang ada di dalam tabung reaksi tersebut di buang, dan yang tersisa hanya endapannya saja.

5. Tambahkan NaCl kembali kedalam tabung reaksi yang berisi endapan tersebut, lalu di kocok hingga larutan menjadi satu.

6. Setelah itu ambil 1 ml larutan yang ada pada tabung reaksi tersebut, kemudian letakkan di media BCYE.

7. Masukkan media BCYE kedalam desikator, kemudian inkubasi dengan suhu 37°C selama 2–5 hari untuk melihat keberdaan bakterinya. 8. Setelah 2-5 hari dapat di lihat pada media BCYE bakteri legionella

yang tumbuh, karena media BCYE ini khusus bakteri legionella saja yang tumbuh, bakteri yang lainnya tidak dapat tumbuh pada media ini. Lalu catat hasilnya positif atau negatif.

3.7 Definisi Operasional

1. Bakteri Legionella merupakan bakteri aerobik gram negatif yang berasal dari famili Legionellaceae yang jumlahnya 40 species, pada umumnya berbentuk pleomorfik (batang kecil) berukuran lebar 0,5-1µ m dan panjang 2-50 µm dan kuman ini tumbuh subur pada suhu 30°C - 45°C pada menara air pendingin.


(27)

2. Suhu adalah parameter fisik udara yang diukur langsung dilokasi untuk menyatakan tekanan panas dalam ruangan dengan menggunakan thermometer (satuan °C).

3. Kelembaban Udara adalah parameter fisik udara yang menyatakan perbandingan relatif temperatur basah dan kering udara ruangan dan diukur langsung dengan alat hygrometer.

4. Keluhan kesehatan adalah gangguan – gangguan kesehatan yang pernah dialami para responden di dalam ruangan ber AC yang terpapar selama dalam waktu bekerja.

5. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang dicapai oleh pegawai. 6. Lama Kerja adalah perhitungan jumlah masa berkerja dalam tahun pada

pekerja di kantor GUBSU terhitung sejak hari pertama mulai bekerja hingga hari saat dilakukan penelitian.

7. Perilaku Merokok adalah kebiasaan pegawai merokok di dalam ruangan. 8. Alergi dingin adalah riwayat penyakit alergi dingin yang dialami pegawai

semasa hidupnya, yang timbul saat terpajan dengan suhu rendah dipersepsikan dingin secara subjektif oleh tubuhnya.

3.8 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran meliputi pengukuran yang terdiri dari variabel independen (bebas) yaitu bakteri legionella dan karakteristik pegawai serta variabel dependen (terikat) yaitu keluhan kesehatan pegawai.


(28)

3.8.1 Bakteri Legionella spp

Untuk mengetahui keberadaan bakteri legionella di dalam AC sentral, pengambilan sampel pada cooling tower AC sentral gedung dan pada ruangan yang menggunakan AC sentral, untuk mendukung keberadaan bakteri

legionella diperiksa juga suhu dan kelembaban udara pada ruangan.

Pemeriksaan bakteri legionella dilakukan dengan uji laboratorium dengan hasil ukur :

1. Positif (+) jika terdapat bakteri legionella.

2. Negatif (-) jika tidak terdapat bakteri legionella.

3.8.2 Karakteristik Responden 1. Umur

Untuk mengetahui umur responden pada saat penelitian diajukan satu butir pertanyaan berbentuk kuesioner, dengan penilaian dikategorikan sebagai berikut :

1. Pegawai yang ber umur 21-30 tahun 2. Pegawai yang ber umur 31-40 tahun 3. Pegawai yng ber umur 41-50 tahun 4. Pegawai yang berumur ≥ 50 Tahun 2. Jenis Kelamin

Untuk mengetahui status seksual pegawai, diajukan satu butir pertanyaan pada kuesioner yang dikategorikan atas Laki-laki dan Perempuan.


(29)

3. Pendidikan

Untuk mengetahui jenjang pendidikan responden, dikategorikan sebagai berikut :

1. Tamat SMA 2. D3

3. Sarjana 4. S2/S3. 4. Lama Kerja

Untuk mengetahui lamanya pegawai bekerja di ruangan yang diteliti, diajukan dua pertanyaan pada kuesioner yang di kategorikan sebagai berikut :

a. Lama kerja per tahun 1. Lama bekerja ≤ 5 tahun 2. Lama bekerja ≥ 5 tahun b. Lama kerja per hari

1. Yang bekerja < 8 jam per hari 2. Yang bekerja > 8 jam per hari 5. Perilaku Merokok

Untuk mengetahui perilaku merokokpegawai di ruangan yang ber AC, diajukan satu pertanyaan pada kuesioner.

6. Alergi Dingin

Untuk mengetahui riwayat penyakit alergi dingin yang dialami responden semasa hidupnya, diajukan satu pertanyaan pada kuesioner.


(30)

3.8.3 Keluhan Kesehatan

Keluhan kesehatan dilihat berdasarkan keluhan kesehatan yang dialami responden selama bekerja dalam ruangan ber AC, yaitu :

1. Demam

2. Sakit Tenggorokkan 3. Mulut Kering 4. Batuk

5. Pilek

3.9 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan cara: 1. Editing

Memeriksa data terlebih dahuu apakah telah sesuai seperti yang diharapkan, misalnya memeriksa kelengkapan, kesinambungan dan keseragaman data. 2. Koding

Menyederhanakan semua jawaban jika cara pengumpulan data menggunakan pertanyaan. Menyederhanakan jawaban tersebut dilakukan dalam bentuk memberikan simbol-simbol tertentu.

3. Tabulasi

Mengelompokkan data dalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.


(31)

3.10 Teknik Analisa Data

Data yang telah diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium bakteri

legionella dan pemeriksaan suhu serta kelembaban ruangan ditabulasi dan disajikan

dalam bentuk tabel, lalu dilakukan analisa data. Data yang telah diperoleh dari kuisioner mengenai karakteristik pegawai dan keluhan kesehatan pegawai diolah dengan perangkat komputer. Data dianalisa secara deskriptif dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(32)

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Gubernur Sumatera Utara Jalan Diponegoro No. 30 Medan. Kantor ini merupakan pusat pemerintahan Sumatera Utara yang terletak di Pusat Kota Medan. Pada awalnya Kantor Gubernur Sumatera Utara berada di Jalan Pancing, kemudian di pindahkan ke pusat kota, agar lebih mudah dalam mengatur urusan pemerintahan di Sumatera Utara. Kantor Gubernur Sumatera Utara ini di bangun pada tanggal 27 februari 1996.

Kantor Gubernur Sumatera Utara ini mulai beroperasi pada tahun 2000 yang diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. Sekarang bangunan ini sudah 14 tahun berdiri dengan masih adanya renovasi-renovasi disetiap bangunan yang menampung 1.099 pegawai. Kantor ini terdiri atas 12 lantai, dari basement sampai lantai 11 dan kantor ini menggunakan AC sentral sebagai sistem pendingin di dalam ruangan meskipun ada sebagian ruangan menggunakan AC lokal.

Adapun keterangan setiap lantai Kantor Gubernur Sumatera Utara adalah :

- Lantai satu terdiri dari Badan Kepegawaian Daerah, Biro Umum, Bank Sumut, dan Biro Protokol atau Rumpkin.

- Lantai dua terdiri dari Biro Keuangan

- Lantai tiga terdiri dari Biro Hubungan Masyarkat Pimpinan dan Biro Bina Sosial


(33)

- Lantai enam terdiri dari Korpri PROPSU, Kantor PDE dan Kantor Pembinaan Perempuan

- Lantai tujuh Biro Otonomi daerah, Biro Organisasi, dan Biro Hukum - Lantai delapan Ruangan Asisten I - IV

- Lantai Sembilan Ruangan Sekda PROPSU dan Ruangan Wakil Gubernur Sumatera Utara

- Lantai Sepuluh Ruangan Gubernur Sumatera Utara

Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu lantai satu Biro Protokol dan lantai 4 Biro Pemerintahan, karena pada ruangan ini jumlah pegawai dalam satu ruangan cukup banyak dimana ukuran ruangan untuk Biro Protoko 11m x 20m dengan jumlah pegawai 50 orang dan ruangan Biro Pemerintahan 10m x 20m dengan jumlah pegawai 45 orang, melihat kondisi ruangan yang tidak kondusif dengan jumlah pegawai memungkinkan adanya gangguan kesehatan yang terjadi. Secara umum kondisi ruangan di Kantor Gubernur Sumatera Utara ini relatif homogen untuk material bangunannya. Berdasarkan interview saat observasi material bangunan tidak ada yang berubah dari awal berdiri (lantai, dinding dan plafon). Seluruh ruangan menggunakan pendingin ruangan AC sentral tetapi ada ruangan-ruangan khusus yang menambahkan sistem pendingin ruangan (AC lokal) . Jendela yang ada di ruangan berdasarkan wawancara saat observasi tidak dimanfaatkan sebagai bukaan dengan alasan faktor keamanan dan ruangan sudah menggunakan AC, sehingga pertukaran sirkulasi udara dalam ruangan hanya melalui AC saja.


(34)

4.2 Karakteristik Pegawai

Untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik pegawai yang bekerja di Kantor Gubernur Sumatera Utara dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Setelah dilakukan analisa, di dapat gambaran tentang karakteristik pegawai dan distribusinya sebagaimana dituangkan dalam tabel-tabel berikut ini.

4.2.1 Umur

Umur pegawai dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 10 tahun dengan umur terendah 21 tahun dan umur tertinggi > 50 tahun maka dari 95 pegawai yang diteliti diperoleh data hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

No. Umur Responden (Tahun) Jumlah Persentase (%)

1 21-30 22 23,2

2 31-40 37 38,9

3 41-50 29 30,5

4 >50 7 7,4

Jumlah 95 100,0

Tabel 4.1 diketahui pegawai lebih banyak berumur 31-40 tahun yaitu sebanyak 37 orang (38,9%), pegawai yang berumur 41-50 tahun sebanyak 29 orang (30,5%), pegawai lainnya yaitu berumur 21-30 tahun sebanyak (23,2%) dan paling sedikit berumur > 50 tahun yaitu sebanyak 7 orang (7,4%).

4.2.2 Jenis Kelamin

Distribusi responden menurut jenis kelamin pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.2


(35)

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 2 Laki-Laki Perempuan 67 28 70,5 29,5

Jumlah 95 100,0

Tabel 4.2 diketahui bahwa pegawai lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 67orang (70,5%) dan pegawai perempuan sebanyak 28 orang (29,5%). 4.2.3 Tingkat Pendidikan

Distribusi responden menurut tingkat pendidikan pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

No. Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 2 3 4 Tamat SMA Diploma 3 Sarjana S2 42 11 41 1 44,2 11,6 43,2 1,1

Jumlah 95 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan pegawai yang paling banyak adalah tamat SMA/SMU sebesar 44,2% , sedangkan yang paling sedikit adalah S2 yaitu 1,1 % responden.


(36)

4.2.4 Lama Kerja

Distribusi responden menurut lama kerja pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja Per Tahun Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

No. Lama Kerja (Per Tahun) Jumlah Persentase (%)

1 2

< 5 tahun > 5 tahun

21 74

22,1 77,9

Jumlah 95 100,0

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja Per Hari Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara 2014

No. Lama Kerja Per Hari Jumlah Persentase (%)

1 2

Yang Bekerja < 8 jam per hari Yang Bekerja > 8 jam perhari

60 35

63,2 36,8

Jumlah 95 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 dan 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar pegawai telah bekerja di Kantor Gubernur Sumatera Utara ini selama > 5 tahun adalah 74 orang (77,9%), selebihnya bekerja < 5 tahun (22,1%) dan kebayakan pegawai berada dalam ruangan ber AC selama < 8 jam per hari adalah 63,2%.

4.2.5 Perilaku Merokok

Distribusi responden menurut perilaku merokok pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.6


(37)

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Merokok Pegawai di Dalam Ruangan Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

No. Perilaku Merokok Jumlah Persentase (%)

1 2 Ya Tidak 27 68 28,4 71,6

Jumlah 95 100,0

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar pegawai tidak merokok dalam ruangan yaitu 71,6% dan sisanya, 28,4% pegawai masih merokok. 4.2.6 Alergi Dingin

Distribusi responden berdasarkan riwayat penyakit alergi dingin yang diderita pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit Alergi Dingin yang Diderita Pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

No. Alergi Dingin Jumlah Persentase (%)

1 2 Ya Tidak 11 84 11,6 88,4

Jumlah 95 100,0

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat hampir semua pegawai tidak memiliki riwayat penyakit alergi dingin yaitu 88,4%, hanya 11,6% pegawai yang memiliki riwayat penyakit alergi dingin.

4.3 Keluhan Kesehatan Pegawai

Untuk mendapatkan gambaran tentang keluhan kesehatan pegawai yang bekerja di Kantor Gubernur Sumatera Utara dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Setelah dilakukan analisa, di dapat gambaran tentang


(38)

keluhan kesehatan pegawai dan distribusinya sebagaimana dituangkan dalam tabel-tabel berikut ini

4.3.1 Responden yang Mengalami Keluhan Kesehatan

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan Pegawai dalam Waktu Seminggu Bekerja di Kantor Gubernur Sumatera Utara 2014.

No Pertanyaan Ya Tidak Total

n % n % n %

1 Selama bekerja dalam kondisi

sehat 87 91,6 8 8,4 95 100

2 Memiliki riwayat penyakit lain

seperti DM, Paru-Paru dan Asma. 4 4,2 91 95,8 95 100 Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar pegawai menyatakan diri dalam kondisi sehat saat pengukuran adalah 91,6% pegawai dan pegawai yang tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti DM, Paru-Paru dan Asma sebesar 95,8% pegawai.

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan Pegawai dalam Waktu Seminggu Terakhir Bekerja di Kantor Gubernur Sumatera Utara 2014.

No Keluhan Kesehatan yang Dirasakan Jumlah Persentase (%)

1 Ada Keluhan 67 70,5

2 Tidak Ada Keluhan 28 29,5

Total 95 100

Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat pegawai yang mengalami keluhan kesehatan selama seminggu bekerja dalam ruangan yaitu sebanyak 67 pegawai (70,5%) dan yang tidak mengalami keluhan sebanyak 28 pegawai (29,5%).


(39)

4.3.2 Jenis Keluhan Kesehatan

Distribusi responden berdasarkan jenis keluhan kesehatan pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.10

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keluhan Kesehatan dalam Waktu Seminggu Terakhir Bekerja di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014.

No Jenis Keluhan

Kesehatan

Ya Tidak Total

n % n % n %

1 Demam 8 11,9 59 88,1 67 100

2 Sakit Tenggorokan 23 34,3 44 65,7 67 100

3 Mulut Kering 14 20,9 53 79,1 67 100

4 Batuk Kering 18 26,9 49 73,1 67 100

5 Pilek/flu 19 28,4 48 71,6 67 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa keluhan kesehatan yang terbanyak dirasakan oleh responden adalah sakit tenggorokan sebanyak 23 pegawai (34,3%), pilek/ flu sebanyak 19 pegawai (28,4%), batuk kering sebanyak 18 pegawai (26,9%), mulut kering sebanyak 14 pegawai (20,9%), dan yang paling sedikit adalah demam sebanyak 8,4% pegawai .

4.3.3 Waktu Terjadiya Keluhan

Distribusi waktu munculnya keluhan kesehatan dapat dilihat pada Tabel 4.11 Tabel 4.11 Waktu Terjadinya Keluhan Kesehatan Pada Pegawai Kontor

Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

No. Waktu Terjadinya Keluhan Jumlah Persentase (%)

1 2 3 Pagi Siang Sore 12 42 13 17,9 62,7 19,4


(40)

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa keluham kesehatan yang paling banyak dirasakan pada saat siang hari sebanyak 42 pegawai (62,7%) dan saat sore hari sebanyak 13 pegawai (19,4%). Keluhan kesehatan paling sedikit dirasakan pada saat pagi hari adalah 12 pegawai (17,9%).

4.4 Hasil Pemeriksaan Bakteri Legionella spp

Pemeriksaan bakteri legionella dilakukan di laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan mulai dari pengambilan sampel sampai dengan pembiakannya menggunakan media agar BCYE (Buffer Carcoal Yeast Extract) dan untuk

mendukung keberadaan bakteri legionella maka dilakukan juga pengukuran suhu dan kelembaban pada ruangan yang menggunakan AC sentral. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 4.12

Tabel 4.12 Hasil Pemeriksaan Kandungan Bakteri Legionella sp, Suhu dan Kelembaban Udara di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

No Tempat Pemeriksaan Kandungan Bakteri

Legionella spp

Suhu Kelemba-ban 1 Cooling Tower AC

sentral

positif -

-2 Lantai 1 Pada Ruangan Biro Protokol

positif 25°C* 62%*

3 Lantai 4 Pada Ruangan BiroPemerintahan

positif 23°C* 60%*

*Berdasarkan Permenkes 261/Menkes/SK/II/1998 tentang Penyehatan udara dalam ruangan pada Suhu 18-25°C dan Kelembaban 40%-60%

Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan bakteri legionella di tiga tempat yang berbeda yaitu cooling tower, ruangan lantai satu dan ruangan lantai


(41)

empat menunjukkan positif adanya perkembangbiakan bakteri legionella pada tempat tersebut, berdasarkan Permenkes No. 1077/ Menkes/Per/V/2011 tentang penyehatan udara dalam ruangan rumah mengatakan bahwa bakteri patogen seperti bakteri legionella memiliki kadar maksimal 0 CFU/m³ yang berarti tidak diperbolehkan adanya bakteri legionella di dalam ruangan.

Untuk pengukuran suhu, kedua ruangan tersebut masih memenuhi standart baku mutu berdasarkan Permenkes 261/Menkes/SK/II/1998 tetang penyehatan udara dalam ruangan. Sedangkan untuk pengukuran kelembaban ruangan dapat dilihat ruangan lantai 1 tidak memenuhi syarat kesehatan karena angka kelembaban melampau batas standart baku mutu yang ditentukan yaitu 62%.

Dari hasil data yang didapat hal ini juga di dukung dari perawatan AC sentral yang tidak memenuhi syarat ketika saya mewawancarai bagian perlengkapan kantor GUBSU yang menangani AC sentral mereka mengatakan pencucian AC sentral gedung tersebut dilakukan setahun sekali berdasarkan Permenkes No. 1077/ Menkes/Per/V/2011 tentang penyehatan udara dalam ruangan rumah seharusnya AC di cuci dalam jangka waktu 3 bulan sekali agar tidak terjadi perkembang biakan bakteri patogen di dalamnya.


(42)

5.1 Karakteristik Pegawai

Dari hasil analisa data diketahui bahwa karakteristik pegawai yaitu sebagian besar berumur 31-40 tahun (38,9%) yang berarti para pegawai dalam usia produktif, dengan jumlah pegawai laki-laki sebanyak 67 pegawai (70,5%) dan pegawai perempuan 28 pegawai (29,5%) serta tingkat pendidikan terbanyak adalah tamatan SMA/SMU (44,2%) sedangkan yang paling sedikit adalah S2 (1,1%) yang berarti sebagian besar tingkat pendidikan responden sudah cukup baik karena sudah banyak menerima pengetahuan sehingga responden akan lebih mudah menerima informasi yang diberikan.

Pada umumnya pegawai telah bekerja selama > 5 tahun (77,9%) yang berarti pegawai sudah memulai bekerja sejak bangunan kantor GUBSU ini di resmikan, sebagian besar pegawai berada di ruangan selama <8 jam per hari (63,2%) yang berarti pegawai bekerja sesuai dengan jam kerja yang diterapkan. Masa kerja yang cukup lama dalam gedung ini mempengaruhi tingkat keterpajanan responden terhadap polutan dalam ruang. Di sisi lain, semakin lama seseorang bekerja dalam gedung tersebut, semakin tinggi pula adaptasi tubuhnya terhadap kondisi lingkungan kerjanya, yang dapat memicu timbulnya gangguan kesehatan kronis dan beragam informasi masalah kesehatan yang dialami (Thorn, 1998).

Dari hasil analisa data diketahui bahwa pegawai yang tidak merokok sebesar 68 responden (71,6%) dan yang merokok didalam ruangan sebesar (28,4%) yang


(43)

diberlakukan yaitu dilarang merokok dalam ruangan ber AC. Karena pada umumnya asap rokok yang dikeluarkan oleh seorang perokok terdiri dari bahan pencemar berupa karbon monoksida dan partikulat. Bagi perokok pasif hal ini juga merupakan bahaya yang selalu mengancam. Dalam jumlah tertentu asap rokok ini sangat mengganggu kesehatan (Pudjiastuti, 1998). Dan dari hasil analisis data diketahui bahwa sebagian besar pegawai tidak memiliki riwayat penyakit alergi dingin yaitu sebesar (88,4%).

5.2 Keluhan Kesehatan Pegawai

Berdasarkan hasil analisa data, diketahui bahwa sebagian besar pegawai mengalami keluhan kesehatan (70,5%) dan pegawai yang mengalami keluhan kesehatan menurut jenis keluhan kesehatan terbanyak adalah sakit tenggorokan (34,3%), flu/pilek sebesar (28,4%), batuk kering sebesar (26,9%), mulut kering (20,9%), dan demam (11,9%) pegawai. Berdasarkan analisa data sebagian besar keluhan kesehatan yang dirasakan pegawai selama bekerja paling sering muncul saat siang hari dan sore hari. Keluhan kesehatan paling jarang muncul saat pagi hari. Ini menunjukkan semakin lama berada dalam ruangan, semakin besar pula peluang untuk mengalami gangguan kesehatan.

Gejala dan keluhan diatas berkaitan dengan penyakit-penyakit spesifik dan nonspesifik. Penyakit-penyakit spesifik tersebut antara lain seperti penyakit

legionellosis, tuberculosis, alergi terhadap bahan-bahan dalam ruangan seperti

tungau, produk tumbuh-tumbuhan serta jamur. Iritasi biasanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia mudah menguap yang dilepaskan dari lingkungan. Karbon monoksida yang berkaitan dengan asap rokok serta gas-gas buang lainnya


(44)

mempunyai kesempatan cukup besar dalam menimbulkan gejala dan keluhan pada SBS (Menzies and Bourbeau,1997). Penyakit-penyakit nonspesifik dapat bermanifestasi gejala serta keluhan kesehatan pada pekerja yang bekerja dalam gedung dengan waktu yang lama dan tingkat keramaian kantor yang berperan dalam menimbulkan gejala keluhan kesehatan dan SBS (Mendell, 1993).

Wawolumaya (1996) dalam Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia menyebutkan bahwa sebuah hasil penelitian di Australia melaporkan bahwa SBS dapat dihubungkan dengan terjadinya akumulasi bakteri seperti legionella dan mikroorganisme lainnya dalam saluran AC sentral, cooling towers atau menara pendingin dan sistem saluran air lainnya dengan gejala terjadi seperti iritasi mata, sakit kepala, flu/pilek, gangguan pernapasan dan alergi dingin sampai dengan penyakit legionnaires yang disebabkan oleh kuman legionella.

Penyakit legionnaire’s sering menyerang orang-orang yang memiliki riwayat penyakit tertentu ataupun sistem kekebalan tubuh yang lemah. Angka serangan pada orang-orang tersebut diatas mencapai 5% sedangkan angka kematiannya hamper sama dengan penyakit pneumonia lainnya mencapai 15% (Anonim, 2003).

Dari keluhan-keluhan yang dialami oleh pegawai terlihat bahwa sebahagian besar pegawai mengalami keluhan seperti, flu/pilek, sakit kepala, cepat lelah, iritasi mata, mulut kering, sakit tenggorokan, batuk kering dan demam. Selain itu beberapa pekerja juga memiliki riwayat penyakit kencing manis , asma dan penyakit paru yang merupakan salah satu faktor beresiko lebih tinggi terkena penyakit legionellosis ini.


(45)

5.3 Keberadaan Bakteri Legionella sp

Pengambilan sampel lingkungan dilakukan pada tanggal 10 maret 2014, yaitu dengan cara pengambilan sediaan usap perangkat AC sentral di ruangan dan pengambilan air di cooling tower atau menara pendingin sebanyak 3 botol sampel, diambil sesuai dengan cara pengambilan yang sudah ditentukan dalam penelitian. Setelah pengambilan sampel dilakukan, maka sampel diperiksa di laboratorium dan setiap sediaan usap perangkat AC yang diambil ditanamkan pada lempeng agar

BCYE, kemudian diletakkan di desikator pada suhu 35-37°C selama 2-7 hari apabila

tidak ada tumbuh koloni bakteri maka ditunggu sampai 10 -12 hari. Setiap hari media dipantau apakah ada pertumbuha koloni bakteri atau tidak.

Berdasarkan pengamatan hasil yang dilakukan selama 12 hari, pada sampel media agar di temukan kuman batang gram negatif yang berwarna abu-abu yang merupakan ciri-ciri dari bakteri legionella. Ini menunjukkan hasil positif adanya bakteri legionella sp di dalam sampel ruangan lantai 1 biro protokol, lantai 4 biro pemerintahan dan di cooling tower. Bakteri legionella ini hidup pada lingkungan yang lembab dan hangat, kuman ini tahan pada suhu 30-60°C, dan tumbuh subur pada suhu antara 30-45°C dengan kelembaban 90% serta dapat bertahan hidup pada proses chlorinasi air (Jawetz, 2001). Maka itu pengukuran suhu, kelembaban ruangan dan durasi pencucian AC juga mendukung pertumbuhan bakteri tersebut. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan pencucian AC sentral gedung GUBSU hanya dilakukan 1 (satu) tahun sekali hal ini yang mengakibatkan bakteri

legionella dapat berkembang dengan baik karena kurangnya perawatan dan


(46)

menurut Permenkes No.1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Penyehatan Udara Dalam Ruangan Rumah.

Berdasarkan pengukuran suhu di ruangan biro protokol lantai 1 yaitu 25°C dan ruangan biro pemerintahan lantai 4 adalah 23°C, menurut Martin (2000) temperatur yang nyaman untuk bekerja adalah antara 22-26°C ini juga sejalan dengan Permenkes No. 261/Menkes/SK/II/1998 bahwa suhu yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja adalah 22-26°C. Ini menunjukkan suhu ruangan tersebut sudah memenuhi standart baku mutu. Sedangkan pada kelembaban diperoleh ruangan Biro Protokol lantai 1 memiliki kelembaban diatas 60%, hanya ruangan Biro Pemerintahan lantai 4 yang kelembabannya masih sesuai standart baku mutu Kepmenkes No. 261/Menkes/SK//II/1998 yang nyaman untuk bekerja pada kelembaban relatif 40%-60%. Dapat diketahui kelembaban yang tinggi pada suatu ruangan dapat menimbulkan pertumbuhan mikroorganisme dan penghuninya merasakan gangguan kesehatan apabila terpapar dalam waktu yang lama (Prakash, 2005).

Ditemukannya bakteri legionella di ruangan ber AC dan cooling tower serta kelembaban udara dalam ruangan yang melewati standart baku mutu menunjukkan kualitas udara dalam ruangan tersebut tidak sehat dan dapat mengganggu kesehatan para pekerja yang berada di dalam ruangan. Anies (2004) mengatakan bahwa kualitas udara, ventilasi, pencahayaan, serta penggunaan berbagai bahan kimia didalam gedung, merupakan penyebab yang sangat potensial bagi timbulnya gangguan kesehatan bagi pekerja didalam gedung. Kondisi semakin buruk jika gedung yang bersangkutan menggunakan AC yang tidak terawat dengan baik (Mendell, 1993).


(47)

6.1 Kesimpulan

1. Sebanyak 38,9% pegawai berumur di antara 31-40 tahun dan 70,5% dari pegawai tersebut berjenis kelamin laki-laki. 44,2% pegawai ber pendidikan tamatan SMA/SMU. Sebesar 77,9% pegawai telah bekerja selama > 5 tahun dan 63,2% pegawai berada di dalam ruangan selama < 8 jam per hari. Sebesar 71,6% pegawai tidak merokok dan 88,4% pegawai tidak memiliki riwayat penyakit alergi dingin.

2. Sebanyak 67 pegawai mengalami keluhan kesehatan dan keluhan kesehatan yang paling banyak dialami oleh pegawai selama bekerja dalam ruangan yaitu sakit tenggorokan sebesar 34,4% responden.

3. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah di lakukan di laboratorium ditemukannya bakteri legionella sp pada cooling tower AC sentral dan didalam ruangan yang menggunakan AC sentral yaitu lantai satu ruangan Biro Protokol serta lantai empat ruangan Biro Pemerintahan.

4. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan diketahui perawatan dan durasi pencucian AC sentral di gedung GUBSU hanya dilakukan setahun sekali, ini yang dapat menyebabkan berkembangnya bakteri legionella dan kualitas udara dalam ruangan menjadi tidak sehat.

5. Untuk parameter suhu di dua ruangan yang menggunakan AC sentral masih memenuhi standart baku mutu yang ditetapkan sedangkan parameter kelembaban udara hanya pada ruangan Biro Pemerintahan yang memenuhi


(48)

standart baku mutu Permenkes No. 261/Menkes/SK/II/1998 tentang penyehatan udara dalam ruangan.

6.2 Saran

1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan para pegawai hendaknya meningkatkan upaya kebersihan ruangan secara rutin dan menjaga ruangan tersebut agar tetap bersih untuk meminimalisir tempat berkembangnya mikroorganisme.

2. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebaiknya meningkatkan pemeliharaan AC baik sentral maupun lokal yang harus diperhatikan rutinitas pemeliharaannya dan diharapkan untuk pencucian AC sentral dilakukan secara berkala yaitu 3 bulan sekali untuk mengantisipasi tumbuhnya bakteri

legionella yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pegawai.

3. Bagi peneliti lain, dapat melanjutkan penelitian ini yaitu tentang hubungan kualitas mikrobiologi udara dengan kejadian Sick Building Syndrom (SBS).


(49)

2.1 Kualitas Udara Dalam Ruang ( Indoor Air Quality )

Indoor air quality atau kualitas udara dalam suatu ruangan adalah salah satu

aspek keilmuan yang memfokuskan pada kualitas atau mutu udara dalam suatu ruang yang akan dimasukkan kedalam ruang atau gedung yang di tempati oleh manusia (Idham, 2001).

Menurut National Health Medical Research Council (1993) mendefinisikan udara dalam ruangan adalah udara yang berada dalam suatu ruang gedung yang ditempati oleh sekelompok orang yang memiliki tingkat kesehatan yang berbeda-beda selama minimal satu jam. Ruang gedung yang dimaksud dalam pengertian ini meliputi sekolah, restoran, rumah, gedung untuk umum, hotel, rumah sakit, dan perkantoran, tidak termasuk tempat kerja atau tempat-tempat yang mengacu pada standart kesehatan kerja.

Pengertian indoor air quality dari USA Environmental Protection Agency (EPA) adalah hasil interaksi antara tempat, suhu, sistem gedung (baik disain asli maupun modifikasi terhadap struktur dan system mekanik), teknik konstruksi, sumber kontaminan ( material, peralatan gedung, kelembaban proses, dan aktifitas didaam gedung serta sumber dari luar ) dan pekerja.

Kualitas udara di dalam ruangan merupakan gambaran dari kondisi udara di dalam ruangan yang memadai untuk dihuni oleh manusia. Definisi dan standard mengenai kualitas udara dalam ruangan yang memadai yang umum digunakan adalah berdasrkan standard ASHRAE 62-2001 mengenai ventilasi untuk kualitas


(50)

udara yang memadai (Ventilation for acceptable indoor air quality). Pengertian kualitas udara dalam ruang yang memadai menurut standard tersebut adalah udara dimana tidak ada kontaminan pada konsentrasi yang membahayakan ang sudah ditetapkan oleh para ahli dimana sebesar 80% atau lebih para penghuni suatu gedung merasakan ketidakpuasan dan ketidaknyamanan.

2.1.1 Sumber Kontaminan Udara Dalam Ruangan

Pencemaran udara di bagi menjadi dua yaitu pencemaran udara luar ruangan dan pencemaran udara dalam ruang. Pencemaran udara dalam ruang, walaupun tidak berhubungan langsung dengan emisi global, namun sangat penting untuk menentukan keterpajanan seseorang. Di daerah perkotaan isu mengenai pencemaran udara dalam ruang berkembang pesat mengingat sebagian besar masyarakat menghabiskan waktunya lebih banyak didalam ruangan terutama dalam ruang kerja perkantoran dan industri (Kusnoputranto, 2000).

Berikut adalah beberapa sumber kontaminan dalam udara menurut EPA (1991) yaitu :

a. Sumber dari luar bangunan, yang terdiri dari :

1. Udara luar bangunan yang terkontaminasi seperti debu, spons jamur, kontaminasi industri, dan gas buang kendaraan.

2. Emisi dari sumber di sekitar banguan seperti gas buangan kendaraan pada area sekitar atau area parkir, tempat bongkar muat barang, bau dari tempat pembuangan sampah, udara buangan, yang berasal dari gedung itu sendiri atau gedung sebelahnya yang dimasukkan kembali,


(51)

3. Soil gas seperti radon, kebocoran gas dari bahan bakar yang disimpan di bawah tanah, kontaminan yang berasal dari penggunaan lahan sebelumnya, dan pestisida.

4. Kelembaban atau rembesan air yang memicu perkembangan mikroba. b. Peralatan, yang terdiri dari :

1. Peralatan HVAC seperti debu atau kotoran pada saluran atau komponen lain, pertumbuhan mikroba pada humidifier, saluran, penggunaan biosida, penggunaan produk pembersih yang tidak sesuai ketentuan, system ventilasi yang kurang baik, alat pendingin (refriginerator) yang bocor.

2. Peralatan non-HVAC seperti emisi dari peralatan kantor (VOCs, ozon), suplai (pelarut, toner, ammonia), emisi dari took, laboratorium, proses pembersihan, mesin penggerak elevator dan sistem mekanik lainnya.

c. Kegiatan manusia, yang terdiri dari :

1. Kegiatan personal seperti merokok, memasak, aroma kosmetik dan bau badan

2. Kegiatan housekeeping seperti bahan pembersih, emisi dari gudang penyimpanan bahn suplai atau sampah, penggunaan pengharum, debu atau kotoran udara dari menyapu (vacumming).

3. Kegiatan pemeliharaan seperti mikroorganisme dalam uap air akibat kurangnya pemeliharaan cooling tower, debu atau kotoran udara,


(52)

VOCs dari penggunaan perekat dan cat, pestisida dari kegiatan pengendalian hama, emisi dari gudang penyimpanan.

d. Komponen bangunan dan peralatan interior, yang terdiri dari :

1. Lokasi yang menghasilkan debu atau serat seperti permukaan yang dilapisi ( penggunaan karpet, tirai, dan bahan tekstil lainnya ), peralatan interior yang sudah tua atau rusak, bahan yang mengandung asbestos.

2. Bahan kimia dari komponen bangunan atau peralatan interior seperti VOCs atau senyawa anorganik.

e. Sumber lainnya, yang terdiri dari :

1. Kejadian kecelakaan seperti tumpahan cairan, pertumbuhan mikroba akibat banjir, kebocoran atap atau pipa, kerusakan akibat kebakaran 2. Penggunaan area secara khusus seperti area merokok, ruang print,

laboratorium dan penyiapan makanan

3. Emisi dari peralatan interior yang baru, bau dari uap organic maupun anorganik dari cat atau bahan perekat.

Hasil pemeriksaan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), menyebutkan ada 5 sumber pencemaran di dalam ruangan yaitu (Aditama, 2002):

a) Pencemaran dari alat -alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan.


(53)

dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat.

c) Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes, fibreglass dan bahan -bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut.

d) Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta seluruh sistemnya.

e) Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara. 2.2 Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Udara Dalam Ruangan 2.2.1 Kualitas Fisik

2.2.1.1 Suhu / Temperatur

Panas dalam ruangan diproduksi oleh tubuh sebagai proses biokimia yang berhubungan pembentukan jaringan, konversi energi dan kerja otot. Panas yang dihasilkan oleh proses metabolism dapat dibagi menjadi dua yaitu metabolism basal misalnya proses-proses otomatis seperti denyut dan metabolisme maskular seperti mengontrol kerja otot (Fardiaz, 1992). Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20% saja yang dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan (Arismunandar dan Saito, 2002).

Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja. Menurut Heryuni (1993) untuk lingkungan kerja disarankan mempunyai suhu kering 22- 26°C dan suhu basah 21-24°C. Sedangkan menurut mukono (1993), temperatur yang dianggap


(54)

nyaman untuk bekerja adalah 23-25°C. Menurut KepMenKes No 261/Menkes/SK/II/1998 suhu ruangan adalah 22-26°C.

Perubahan suhu lebih dari 7°C secara tiba-tiba dapat menyebabkan pengerutan saluran darah, sehingga perbedaan suhu dalam dan luar ruangan sebaiknya kurang dari 7°C.

Tingkat panas di dominasi oleh temperatur sekitarnya. Namun demikian, standard udara kering atau pengukuran temperature ambient udara kering sering tidak cukup sebagai indikator untuk criteria tingkat kenyamanan. Temperatur diukur dengan menggunakan thermometer untuk mewakili keadaan penghuni.

2.2.1.2 Kecepatan Aliran Udara

Kecepatan alir udara mempengaruhi gerakan udara dan pergantian udara dalam ruang. Besarnya berkisar antara 0,15 sampai dengan 1,5 meter/detik, dapat dikatakan nyaman. Kecepatan udara kurang dari 0,1 meter/detik atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara. Sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan kebisingan di dalam ruanagn (Arismunandar dan Saito, 2002). Menurut keputusan Menteri Kesehatan No. 261/ Menkes/SK/II/1998, kecepatan aliran udara yang normal adalah 0,15-0,25 meter/detik. Tingkat kenyamanan panas dipengaruhi oleh kecepatan udara. Ketika pendinginan diperlukan, dapat dilakukan peningkatan kecepatan udara.

2.2.1.3 Kelembaban Udara

Air bukan merupakan polutan, namun uap air merupakan pelarut untuk berbagai polutan dan dapat mempengaruhi konsentrasi polutan di udara. Uap air


(55)

melepaskan senyawa-senyawa volatile yang berasal dari bahan bangunan seperti formaldehyde, ammonia, dan senyawa lainya yang mudah menguap, sehingga kelembaban yang tinggi melarutkan senyawa kimia lain lalu menjadi uap dan akan terpapar pada pekerja (Fardiaz, 1992).

Pada lingkungan yang ada dalam ruangan, sekitar 25% dari panas tubuh diemisikan oleh transprasi. Sebagai temperatur ambient dan meningkatnya aktivitas metabolisme, transpirasi yang hilang meningkat 50%-80% dari total emisi tubuh. Kehilangan panas karena transpirasi ditandai dengan tingginya kelembaban relatif (Arismunandar dan Saito, 2002).

Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu kurang dari 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lender membrane. Sedangkan kelembaban yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan pelepasan formaldehid dari material bangunan (Molhave,1990).

Menurut Heryuni (1993) berdasarkan surat edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE-01/Men/1987 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) yang berlaku untuk lingkungan kerja di industry adalah kelembaban 65% -95% dengan kisaran suhu 26°-30°C. Sedangkan menurut KepMenKes No.261/MenKes/ SK/II/1998 untuk kelembaban adalah 40%-60%.

2.2.1.4 Kalor Radiasi

Beban kalor radiasi rata-rata diperhitungkan dengan perancangan system ventilasi. Hal ini berkaitan dengan besarnya kalor diterima udara dalam ruangan. Semakin tinggi kalor yang diterima maka beban AC semakin besar sehingga pengelolaan gedung kurang efisien (Arismunandar dan Saito, 2002). Sumber


(56)

penghasil kalor radiasi antara lain reaksi eksotermik dari bahan-bahan kimia, kalor yang dilepas lampu, sistem pemanasan ruang dan alat-alat, sinar matahari yang masuk, serta tungku / kompor untuk memasak. Selain itu terdapat pula sumber yang dapat menyerap kalor radiasi, yaitu jendela yang terbuka, dinding yang tidak dilapisi dengan baik, serta lantai tanpa pelapis (Kodak, 1990).

2.2.1.5 Pencahayaan

Cahaya merupakan pancaran gelombang elektomagnetik yang melayang melewati udara. Illuminasi merupakan jumlah atau kuantitas cahaya yang jatuh ke suatu permukaan. Apabila suatu gedung tingkat illuminasinya tidak memenuhi syarat maka dapat menyebabkan kelelahan mata, sehingga dapat menimbulkan terjadinya kesalahan dalam melakukan pekerjaan serta kelelahan pada indra mata yang terus menerus dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada mata. NAB Surat Edaran Permenaker No. SE-01/MEN/1987 tentang besarnya illuminasi yaitu 300-900 lux. 2.2.1.6 Kebersihan Udara

Kebersihan udara berkaitan dengan keberadaan kontaminan udara baik kimia maupun mikrobiologi. Sistem ventilasi AC umumnya dilengkapi dengan saringan udara untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkinan masuknya zat-zat berbahaya ke dalam ruangan. Untuk ruangan pertemuan atau gedung-gedung dimana banyak orang berkumpul, dan ada kemungkinan merokok, dibuat suatu perangkat hisap udara pada langit-langit ruangan. Sedangkan lubang hisap dibuat di lantai dan cenderung mengisap debu (Arismunandar dan Saito, 2002).


(57)

2.2.1.7 Kebisingan

Menurut Purdom P.W. (1980) secara fisik suara adalah energi berbentuk getaran yang bergerak dari satu titik dan erambat pada media udara. Suara – suara yang tidak atau kurang dikehendaki dan menimbulkan gangguan disebut kebisingan; hal ini berarti subjektifitas seseorang terhadap suara tertentu atau sensitifitas orang terhadap kebisngan berbeada satu sama lain. Namun secara umum batasan kebisingan ditentukan sesuai dengan peruntukan bangunan.

2.2.1.8 Bau

Bau merupakan faktor kualitas udara yang penting. Bau dapat menjadi penunjuk keberadaan suatu zat kimia berbahaya seperti Hidrogen sulfide, Ammonia, dan lain-lain. Selain itu bau juga dihasilkan oleh berbagai proses biologi oleh mikroorganisme. Kodisi ruangan yang lembab dengan suhu tinggi dan aliran udara yang tenang biasanya menebarkan bau kurang sedap karena proses pembusukan oleh mikroorganisme (Mukono, 1993).

2.2.1.9 Ventilasi

Ventilasi dalam lingkungan kerja di tunjuk untuk: 1) mengatur kondisi kenyamanan ruangan; 2) memperbaharui udara dengan pengenceran udara ruangan pada batas normal; 3) menjaga kebersihan udara dari kontaminan berbahaya. Ventilasi ruangan secara alami didapatkan dengan jendela terbuka yang mengalirkan udara luar ke dalam ruangan, namun selama beberapa tahun terakhir AC (Air

Conditioner) menjadi salah satu pilihan.

Mekanisme kerja AC, udara diluar gedung dihisap, didinginkan, kemudian udara yang dingin itu dihembuskan kedalam ruangan. Terdapat dua jenis AC, yaitu


(58)

AC sentral dan AC non-sentral. Perbedaan jenis AC non- sentral dan sentral terletak pada volume udara segar yang dipergunakan. Biasanya AC non-sentral hanya memiliki gerakan udara masuk (inlet), sedangkan outlet melalui lubang atau pintu yang sedang di buka. Sistem ventilasi AC non-sentral memungkinkan masuknya pencemar dari udara luar ke dalam ruangan.

2.2.2 Kualitas Kimia 2.2.2.1 Partikulat

Partikulat merupakan salah satu parameter yang diukur dalam menentukan kualitas udara dalam ruang, khususnya PM-10 dan PM-2,5. Pajanan terhadap saluran nafas terutama berasal dari dalam ruang, yaitu hasil-hasil pembakaran, jamur dan kapang, mikroorganisme dari tubuh manusia, hewan, atau tanaman, dan allergen dari debu ruangan.

Partikulat adalah padatan atau likuid di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat tinggal diatmosfer dalam waktu yang lama. Di samping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernafasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan dan kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan visibilitas. Di udara, partikulat dapat berbentuk sebagai berikut :

a. Dust merupakan suatu satuan campuran material atau partikel padat dalam berbagai ukuran (diameter).

b. Fibres merupakan material atau partikel padat dalam bentuk filament-filamen yang mempunyai diameter kurang dari 3µm dan panjangnya lebih dari 5µm


(59)

dan antara panjang dan lebarnya mempunyai 3:1 atau lebih (WHO, 1997). Contoh : fiberglass, rockwool/stonewool, ceramic fibres, asbestos fibres. c. Fume merupakan bentuk dari proses kimia atau fisika suatu partikel atau

material padat yang berubah menjadi gas karena adanya pemanasan. Dalam beberapa menit dapat kembali berubah menjadi padatan atau dalam bentuk partikel cair. Biasanya mengandung unsure logam seperti Zn, Mg, Fe, Pb, dan lain-lain. Umumnya berukuran≤ 1µm.

d. Mist merupakan aerosol yang berbentuk dropplet atau bola yang dihasilkan dari proses mekanik seperti splasing, bubbling, atau spraying. Mist merupakan perubahan bentuk dari suatu cairan yang tersuspensi di udara dalam bentuk aerosol. Ukuran dropplet lebih besar dari 100 µm

e. Smokes terdiri dari partikel padat dan cairan berukuran < 1µm, biasanya <0,05µm; dihasilkan selama pembakaran tidak sempurna dan penyulingan.

Sifat fisik partikel yang penting adalah ukurannya, yang berkisar antara diameter 0,0002 mikron sampai sekitar 500 mikron. Pada kisaran tersebut partikel mempunyai umur dalam bentuk tersuspensi di udara antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Umur partikel tersebut dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan yang di tentukan dari ukuran dan densitas partikel serta aliran (turbulensi udara).


(60)

Tabel berbagai komponen partikel dan bentuk umum yang terdapat di udara: Tabel 2.1 Komponen dan Bentuk Umum Partikel di Udara

(Sumber : Laporan NIOSH, 1984 )

Partikel yang mempunyai diameter 0,1 mikron akan mengendap dengan velositi 8 x 10 cm/detik, sedangkan yang mempunyai diameter 1000 mikron akan mengendap dengan velositi 30 cm/detik. Jadi kenaikan diameter sebanyak 10.000 kali akan menyebabkan kenaikan kecepatan pengendapan enam juta kalinya. Partikel yang berukuran lebih besar dari 2-40 mikron (tergantung dari densitasnya) tidak bertahan terus di udara, mlainkan akan mengendap. Partikel yang tersuspensi secara permanen di udara juga mempunyai kecepatan pengendapan, tetapi partikel-partikel

Komponen Bentuk

Karbon

Besi Fe2O3, Fe2O4

Magnesium MgO

Kalsium CaO

Aluminium Al2O3

Sulfur SO2

Titanium TiO2

Karbonat CO3

Silikon SiO2

Fosfor P2O5

Kalium K2O

Natrium Na2O


(61)

Sifat partikel lainnya yang penting adalah sebagai tempat absorbsi (sorbsi secara fisik) atau kimisorbsi (sorbsi disertai dengan reaksi kimia). Sifat ini merupakan fungsi dari luas permukaan yang pada umumnya luas untuk kebanyakan partikel. Jika molekul yang terabsorbsi tersebut larut di dalam partikel, maka keadaanya disebut absorbs. Jenis sorbsi tersebut sangat menentukan tingkat bahaya dari suatu partikel.

Sifat partikel tersebut lainnya adalah sifat optiknya. Partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron berukuran sedemikian kecilnya dibandingkan dengan penjang gelombang sinar, sehingga partikel-partikel tersebut mempengaruhi sinar seperti halnya molekul-molekul dapat menyebabkan refraksi. Partikel yang berukuran jauh lebih besar dari 1 mikron jauh lebih besar dari jauh panjang gelombang sinar tampak dan mempunyai objek makroskopik yang menyebarkan sinar sesuai dengan penampang melintang partikel tersebut. Sifat optic ini penting dalam menentukan pengaruh pertikel atmosfer terhadap radiasi dan visibilitas solar energi.

Partikel yang terhisap kedalam sistem pernapasan akan disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah pertikel dengan diameter dibawah 10µ m (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernapasan, pada konsentrasi 140 µg/m³ dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada


(62)

konsentrasi 350 µg/m³ dapat memperparah kondisi penderita bronchitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya.

Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2dan NOX. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Proporsi cukup besar dari PM 2,5 adalah ammonium nitrat, ammonium sulfat, natrium nitrat dan karbon organic sekunder. Partikel – partikel ini terbentuk diatmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang di transportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya (Harrop, 2002).

Partikel–partikel yang masuk dan tertinggal dalam paru-paru mungkin berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting yaitu :

1. Partikel tersebut beracun karena sifat kimia dan fisiknya

2. Partikel tersebut mungkin bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di dalam sistem pernapasan dapat mengganggu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya.

3. Partikel –partikel tersebut mungkin dapat membawa molekul-molekul gas yang berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi maupun dengan cara mengadsorbsi molekul-molekul gas pada permukaannya.

TSP (Total Suspended Particulate) adalah banyaknya bagian dari suatu bahan yang terbawa ke udara setiap menit. Partikulat-partikulat tersebut menjadi perhatian


(63)

karena mempengaruhi kesehatan, serta berada dalam kisaran PM-10 dan PM-2,5. Menurut EPA (1987), 50%-60% dari TSP merupakan PM-10 (berlaku di Amerika Serikat). PM-10 merupakan indikator yang paling cocok untuk pengukuran pencemaran partikulat dalam ruang yang dikaitkan dengan efek terhadap saluran pernapasan.

2.2.2.2 Karbon dioksida (CO2)

Karbon dioksida bersifat inert dan tidak dapat bereaksi dengan material bangunan, memiliki berat jenis yang lebih tinggi dari udara sehingga terakumulasi di tempat-tempat yang lebih rendah. CO2dalam ruangan tertutup bersumber dari hasil pernapasan manusia. Pada ruangan yang menggunakan system pengatur udara, udara yang di hasilkan dari penghuni tidak dapat keluar sehingga secara langsung penghuni menghirup kembali CO2. Pada udara dalam ruangan khususnya ruangan yang menggunakan system sirkulai udara terpusat, keberadaan CO2 meningkat, sementara keberadaan O2 semakin menurun, hal ini karena manusia pada proses respirasi membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida (Fardiaz, 1992). 2.2.2.3 Karbon monoksida (CO)

Karbon monoksida merupakan pencemaran udara yang paling besar dan umum di jumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahan-bahan karbon yang digunakan sebagai bahan-bahan bakar secara tidak sempurna. Misalnya dari pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri dan pembakaran sampah (Soedomo, 2001).


(64)

Daya reaksi CO paling kecil dibandingkan dengan bahan pencemar lain. Di alam dapat bersumber dari proses-proses berikut (Fardiaz, 1992):

1. Pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau senyawa yang mengandung karbon.

2. Reaksi antara senyawa karbondioksida dengan senyawa lain yang mengandung karbon pada suhu tinggi.

3. Pada suhu tinggi gas karbon dioksida akan terurai menjadi karbon monoksida dan atom O (kemampuan CO mengikat hemoglobin 200-300 kali lebih besar daripada oksigen).

Pengaruh beracun CO terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara CO dengan hemoglobin (Hb) di dalam darah. Hb di dalam darah secara normal berfungsi dalam system transport untuk membawa oksigen dari paru-paru ke sel-sel tubuh dan membawa CO2 dari sel-sel tubuh ke paru-paru. Adanya CO, Hb, dapat membentuk COHb. Jika terjadi demikian maka kemampuan darah untuk mentranspor oksigen menjadi berkurang. Polusi udara oleh CO juga terjadi selam merokok. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yang terisap tersebut mengakibatkan kadar COHb di dalam meningkat (Fardiaz, 1992).

Jika CO terhirup dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut (Kusnoputranto, 2000):

1. Gangguan keseimbangan refleksi, sakit kepala, pusing, koma, kerusakan sel otak dengan terpajan CO selama 1 jam atau lebih dengan konsentrasi 50-100 ppm.


(65)

2. Menyebabkan sakit kepala yang cukup berat, pusing, koma, kerusakan sel otak, dengan terpajan selama 2 jam den konsentrasi CO sebesar 250 ppm. 3. Keterpajanan CO selama 1 jam dengan konsentrasi 750 menyebabkan

kehilangan kesadaran, keterpajanan 3-4 jam menyebabkan kematian. 2.2.2.4 Nitrogen oksida (NOX)

Nitogen oksida adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer yang terdiri dari gas nitrit okside (NO) dan Nitrogen dioksida (NO2). NO2merupakan gas beracun bewarna coklat-merah, berbau seperti asam nitrat. Dari seluruh jumlah NOX yang dibebaskan ke atmosfer, jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktifitas bakteri. Namun polusi NO dari sumber alami ini tidak menjadi masalah karena tersebar merata sehingga jumlahnya menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah polusi NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat hanya pada tempat-tempat tertentu saja (Fardiaz, 1992).

Menurut Fardiaz, kedua bentuk NOX sangat berbahaya terhadap manusia. Penelitian aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini belum pernah di laporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Pada konsentrasi normal, NO tidak mengakibatkan iritasi dan tidak berbahaya, tetapi pada konsentrasi udara ambient yang normal dapat mengalami oksida menjadi NO2 yang lebih beracun.


(66)

2.2.2.5 Timbal (Pb)

Timbal (Pb) dan persenyawaanya dipergunakan untuk bahan pembuatan cat, batu, baterai, kaca/gelas, bahan-bahan industri, percetakan dan lain-lain; dalam bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead (TED) digunakan sebagai campuran bensin untuk menaikkan nilai oktan. Sumber emisi Pb di udara kawasan perkotaan terutama berasal dari sarana transportasi.

Dampaknya bagi kesehatan adalah keracunan akut maupun kronis, karena Pb terakumulasi dalam tubuh manusia. Pemaparan Pb kepada manusia melalui makanan (5%-10%), air, dan udara (80%). Akibat keracunan Pb berupa anemia, penurunan IQ pada anak, gangguan metabolisme tubuh, dan kematian (Ostro, 1994).

2.2.2.6 Asap Rokok

Asap rokok merupakan sumber pencemar ruangan yang potensial. Asap rokok terdiri dari berbagai zat kimia kompleks, yaitu bahan-bahan hasil pembakaran yang tidak sempurna, pestisida yang digunakan pada waktu penanaman tembakau, bahan pengawet, perekat, dan kertas rokok. Secara umum bahan-bahan tersebut dibedakan atas : nikotin, tar , CO , NOX,dan gas lainnya.

Bahaya asap rokok tidak saja mengganggu kesehatan perokok tetapi juga orang-orang di sekitarnyaa (perokok pasif) yang menghisap rokok secara tidak sengaja dan tidak dikehendaki. Perokok pasif mempunyai risiko lebih besar dibandingkan perokok aktif. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan asap rokok adalah penyakit-penyakit system pernapasan, system sirkulasi darah, luka lambung, kanker pada bibir, lidah, dan kandung kemih.


(67)

2.2.2.7. Volatile Organic Compound (VOC)

Dalam ruangan gedung dapat dideteksi ratusan jenis VOC, yaitu bahan organic yang mudah menguap. Bahan-bahan itu muncul dari peluruhan degradasi, penguapan dari bahan material bangunan, bahan perekat dan pelarut, pembersih ruangan, kosmetik, cat , serta asap rokok.

Beberapa jenis VOC dikenal bersifat racun (toxic), menimbulkan perubahan sel dan kanker. Salah satu jenis VOC yang penting adalah formaldehid. Dalam konsentrasi normal dan waktu yang relative pendek, pada umumnya VOC kurang serius bagi kesehatan manusia (Roe, Perry & Gee, 1995).

Tidak ada standar tertentu untuk total VOC, karena setiap VOC memiliki standard TLV masing-masing. Rata-rata hasil pengukuran VOC pada kualitas udara dalam ruangan masih di bawah nilai ambang batas. Pengendalian yang paling memungkinkan adalah menyediakan sistem ventilasi yang memadai, peningkatan kecepatan ventilasi agar VOC dapat cepat menguap, dan penyimpanan bahan-bahan kimia dengan baik (Binardi, 2003).

2.2.2.8. Formaldehida

Formaldehid adalah gas yang tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Banyak bahan yang ada dalam ruang dapat mengimisikan gas formaldehid termasuk bahan yang diisolasi, plafon, kayu lapis , furniture kantor, lem karpet, plastik, serat sintetis dalam karpet , plastisida, cat , dan kertas. Tingkat emisi gas formaldehid naik sebanding dengan kenaikan suhu (Pudjiastuti, 1998).


(68)

Formaldehid adalah aldehida yang paling sederhana yang memiliki sifat mudah menguap. Dalam indsutri sering digunakan sebagai antiseptic, sterilisasi khususnya untuk alat pembersih ginjal (Fardiaz, 1992).

Pemaparan formaldehid ke tubuh manusia dapat dengan berbagai cara antara lain melalui penyuntikan, kuloit, dan pernapasan. Berikut adalah efek akut dari formaldehid ( Burson dan Muhadhar, 1996).

1. Melalui pernapasan, iritasi terhadap kulit, dan sistem pernapasan.

Formaldehid dapat menimbulkan iritasi pada selaput lender di rongga hidung, bagian mulut, system pernapasan atas yang menimbulkan perasaan panas, penyempitan kerongkongan, tercekik, dan batuk terus menerus.

2. Sensitif

Formaldehid dapat menimbulkan bau yang tidak sedap, dan bau tersebut sangat sensitif pada bagian pernapasan atas.

3. Anasthesia

Formaldehid dapat digunakan sebagai anasthesia yang diberikan melalui oral dan suntikan. Bila pemberian tidak memenuhi dosis yang sesuai dengan peruntukkan mata tidak terjadi anasthasia. Formaldehid akan mengalami metabolisme secara cepat yang menimbulkan mual, muntah-muntah, sakit kepala, dan kelemahan.

4. Penyakit Organ dalam keterpajanan formaldehid secara terus-menerus pada dosis yang tinggi, di samping merusak sistem pernapasan, infeksi paru, dapat mengganggu fungsi hati, ginjal, sistem saraf pusat, jaringan tubuh, dan sistem


(1)

16. Kawan-Kawan seperjuangan stambuk 2010 FKM USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan Himpunan Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan (HMP Kesling FKM USU) tahun 2013.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, baik dari segi isi maupun bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, April 2014


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan………..……….………. i

Abstrak………..………... ii

Abstract………. iii

Daftar RiwayatHidup……….……….. iv

Kata Pengantar………...………... v

Daftar Isi…………. ………. ix

Daftar Tabel……..………. xii

Daftar Lampiran………..……… xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Perumusan Masalah………. 5

1.3 Tujuan Penelitian………. 6

1.3.1 Tujuan Umum………... 6

1.3.2 Tujuan Khusus……….. 6

1.4 Manfaat Penelitian………....6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Udara Dalam Ruang………... 7

2.1.1 SumberKontaminan Udara Dalam Ruangan……… 8

2.2 Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Udara Dalam Ruangan 11 2.2.1 Kualitas Fisik……… 11

2.2.1.1 Suhu / Temperatur……… 11

2.2.1.2 Kecepatan Aliran Udara………. 12

2.2.1.3 Kelembaban Udara……… 13

2.2.1.4 Kalor Radiasi……….. 14

2.2.1.5 Pencahayaan………. 14

2.2.1.6 Kebersihan Udara……….. 15

2.2.1.7 Kebisingan………. 15

2.2.1.8 Bau………... 15

2.2.1.9 Ventilasi………... 16

2.2.2 Kualitas Kimia……….. 16

2.2.2.1 Partikulat………. 16

2.2.2.2 Karbon dioksida (CO2)……….. 21

2.2.2.3 Karbon monoksida (CO)……….. 21


(3)

2.2.2.5 Timbal (Pb)……….………. 24

2.2.2.6 Asap Rokok……… 24

2.2.2.7. Volatile Organic Compound (VOC)………. 24

2.2.2.8. Formaldehida……….. 25

2.2.3. Kualitas Mikrobiologi………... 27

2.2.3.1 Parameter Biologi……… 27

2.3 Legionella spp……… 29

2.3.1 Bentuk danIdentifikasi……… 29

2.3.2 Ekologidan Transmisi………. 30

2.3.3 Patologis dan Patogenesis………. 32

2.3.4 Gejala KlinisLegionellosis……….33

2.3.5 Diagnosis Legionellosis………. 33

2.3.6 Pencegahan dan Pengendalian Legionellosis……… 35

2.4 Pendingin / Penyegar Udara (AC) ………. 36

2.4.1 Defenisi……… 36

2.4.2 Penggolongan Pendingin Udara….. ……….. 36

2.4.3 Proses Penyegaran Udara………. 37

2.4.4 Aplikasi Sistem Penyegar Udara Gedung……….. 38

2.4.4.1 Gedung Kantor………... 38

2.4.4.2 Hotel……… 39

2.4.5 Perawatan Sistem Pendingin/Penyegar Udara………. 39

2.5 Kerangka Konsep……….. 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………. 41

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 41

3.2.1 Lokasi Penelitian……… 41

3.2.2 Waktu Penelitian……… 41

3.3 Populasi dan Sampel……… 41

3.4 ObjekPenelitian……… 42

3.5 Metode Pengumpulan Data……….….. 42

3.5.1 Data Primer………... 42

3.5.2 Data Sekunder……….………. 42

3.6 Pelaksanaan Penelitian……… 42

3.6.1 Pengambilan dan Pengiriman Sampel ke Laboratorium……… 42

3.6.2 Pemeriksaan Bakteri Legionelladi Laboratorium……… 43

3.7 Definisi Operasional……….. 44

3.8 Aspek Pengukuran……… 45


(4)

3.8.2Karakteristik Responden……….. 46

3.8.3 Keluhan Kesehatan……… 48

3.9 Teknik Pengolahan Data………. 48

3.10 Teknik Analisa Data……….. 49

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……… 50

4.2 Karakteristik Pegawai……….. 51

4.2.1 Umur……….. 52

4.2.2 Jenis Kelamin……… 52

4.2.3 Tingkat Pendidikan……… 53

4.2.4 Lama Kerja……… 54

4.2.5 Perilaku Merokok……….. 54

4.2.6 Alergi Dingin………. 55

4.3 Keluhan Kesehatan Pegawai………. 55

4.3.1 Responden yang mengalami Keluhan Kesehatan……… 56

4.3.2 Jenis Keluhan Kesehatan………. 57

4.3.3 Waktu Terjadinya Keluhan………. 57

4.4 Hasil Pemeriksaan Bakteri Legionella sp……… 58

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden……….. 60

5.2 Keluhan Kesehatan……….. 61

5.3 Keberadaan BakteriLegionella sp………. 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………. 65

6.2 Saran……… 66


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komponen dan Bentuk Umum Partikel Udara.. ... 18 Tabel 2.2 Cara Mendiagnosa Penyakit Legionellosis. ... 34 Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pegawai Kantor

Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014…... 52 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pegawai

Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014 ... 53 Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pegawai

Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014. ... .53 Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja Per Tahun di

Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014 ... 54 Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja Per Hari Pegawai

Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014 ... 54 Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Merokok Pegawai

Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014 ... 55 Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit Alergi

Dingin yang Diderita Pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014 ... 55 Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan Pegawai

dalam Waktu Seminggu Bekerja di kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014 ... 56 Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan Pegawai

dalam Waktu Seminggu Bekerja di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014 ... 56 Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keluhan Kesehatan

dalam Waktu Seminggu Terakhir Bekerja di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014 ... 57 Tabel 4.11 Waktu Terjadinya Keluhan Kesehatan Pada Pegawai Kantor

Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014 ... 57 Tabel 4.12 Hasil Pemeriksaan Kandungan Bakteri Legionella sp, Suhu dan

Kelembaban Udara di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014. ... 58


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Denah Lokasi Penelitian... 70 Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Karakteristik dan Keluhan Kesehatan

Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014.… 71 Lampiran 3 Master Data Kuesioner Karakteristik Pegawai Kantor

Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014... 73

Lampiran 4 Master Data Kuesioner Keluhan Kesehatan Pegawai Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014……….. …. 75 Lampiran 5 Output SPSS Kuesioner Karakteristik Pegawai Kantor

Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014………..….. 77

Lampiran 6 Output SPSS Kuesioner Keluhan Kesehatan Pegawai

Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014……….... 79

Lampiran 7 Dokumentasi Pada Saat Melakukan Penelitian………. 81 Lampiran 8 Permenkes RI No 261/Menkes/SK/II/1998

Lampiran 9 Hasil Pemeriksaan Bakteri Legionella di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

Lampiran 10 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU


Dokumen yang terkait

Hubungan Kedisiplinan dengan Kinerja Pegawai pada bagian Sekretariat Staf Ahli Gubernur di Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara

1 63 64

Analisa Kualitas Fisik Dan Mikrobiologi Udara Ruangan Ber-AC Dan Keluhan Sick Building Syndrome Pada Pegawai Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan Di Gedung Walikota Medan Tahun 2015

7 33 143

Keberadaan Bakteri Legionella pada Ruangan Ber AC dan Karakteristik serta Keluhan Kesehatan Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

0 0 15

Keberadaan Bakteri Legionella pada Ruangan Ber AC dan Karakteristik serta Keluhan Kesehatan Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

0 0 2

Keberadaan Bakteri Legionella pada Ruangan Ber AC dan Karakteristik serta Keluhan Kesehatan Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

0 0 6

Keberadaan Bakteri Legionella pada Ruangan Ber AC dan Karakteristik serta Keluhan Kesehatan Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

0 0 34

Keberadaan Bakteri Legionella pada Ruangan Ber AC dan Karakteristik serta Keluhan Kesehatan Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

0 1 4

Keberadaan Bakteri Legionella pada Ruangan Ber AC dan Karakteristik serta Keluhan Kesehatan Pegawai di Kantor Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014

0 0 18

Peranan Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Motivasi Kerja Pegawai Pada Kantor Gubernur Sumatera Utara

0 0 1

BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Kantor Gubernur Sumatera Utara 2.1.1 Sejarah Berdirinya Kantor Gubernur Sumatera Utara - Hubungan Kedisiplinan dengan Kinerja Pegawai pada bagian Sekretariat Staf Ahli Gubernur di Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara

0 0 18