Analisa Tingkat dan Dampak Kebisingan Pada Fasilitas Umum (Studi Kasus untuk SMPN 7 Medan)

Tabel KorelasiProduct Moment Pada Sig. 0,05 (Two Tail)
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

40

r
0.997
0.95
0.878
0.811
0.754
0.707
0.666
0.632
0.602
0.576
0.553
0.532
0.514
0.497
0.482
0.468
0.456

0.444
0.433
0.423
0.413
0.404
0.396
0.388
0.381
0.374
0.367
0.361
0.355
0.349
0.344
0.339
0.334
0.329
0.325
0.32
0.316

0.312
0.308
0.304

N
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55

56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75

76
77
78
79
80

r
0.301
0.297
0.294
0.291
0.288
0.285
0.282
0.279
0.276
0.273
0.271
0.268
0.266

0.263
0.261
0.259
0.256
0.254
0.252
0.25
0.248
0.246
0.244
0.242
0.24
0.239
0.237
0.235
0.234
0.232
0.23
0.229
0.227

0.226
0.224
0.223
0.221
0.220
0.219
0.217

N
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91

92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111

112
113
114
115
116
117
118
119
120

r
0.216
0.215
0.213
0.212
0.211
0.21
0.208
0.207
0.206

0.205
0.204
0.203
0.202
0.201
0.2
0.199
0.198
0.197
0.196
0.195
0.194
0.193
0.192
0.191
0.19
0.189
0.188
0.187
0.187
0.186
0.185
0.184
0.183
0.182
0.182
0.181
0.18
0.179
0.179
0.178

N
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160

r
0.177
0.176
0.176
0.175
0.174
0.174
0.173
0.172
0.172
0.171
0.17
0.17
0.169
0.168
0.168
0.167
0.167
0.166
0.165
0.165
0.164
0.164
0.163
0.163
0.162
0.161
0.161
0.16
0.16
0.159
0.159
0.158
0.158
0.157
0.157
0.156
0.156
0.155
0.155
0.154

N
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200

r
0.154
0.153
0.153
0.152
0.152
0.151
0.151
0.151
0.15
0.15
0.149
0.149
0.148
0.148
0.148
0.147
0.147
0.146
0.146
0.146
0.145
0.145
0.144
0.144
0.144
0.143
0.143
0.142
0.142
0.142
0.141
0.141
0.141
0.14
0.14
0.139
0.139
0.139
0.138
0.138

N
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240

r
0.138
0.137
0.137
0.137
0.136
0.136
0.136
0.135
0.135
0.135
0.134
0.134
0.134
0.134
0.133
0.133
0.133
0.132
0.132
0.132
0.131
0.131
0.131
0.131
0.13
0.13
0.13
0.129
0.129
0.129
0.129
0.128
0.128
0.128
0.127
0.127
0.127
0.127
0.126
0.126

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ginting, Rosnani. 2010. Perancangan Produk. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Justian Alex. 2012. Analisis Pengaruh Kebisingan Terhadap Performa Siswa
Sekolah Dasar Di Ruang Kelas, Jurnal Teknik Industri. Depok: Universitas
Indonesia. Hal. 1-3
Republik Indonesia, 1996. Tentang Baku Kebisingan No. KEP 48 / MENLH /11/
1996. Jakarta: Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Mediastika, Christina. 2005. Akustik Bangunan. Jakarta: Erlangga.
Metawati Nur,dkk. 2013. Evaluasi Pemenuhan Standar Tingkat Kebisingan Kelas
di SMPN 23 Bandung. Junal Teknik Arsitek. Bandung: FPTK Universitas
Pendidikan Indonesia. Hal. 1-12
Satwiko, Prasasto. 2009. Fisika Bangunan. Yogyakarta: Andi.
Sinulingga, Sukaria. 2012.Metode Penelitian.Medan: USU Press.
Suama I.W,dkk. 2007. Permasalahan Kebisingan di Kota Denpasar. Jurnal
Teknik Lingkungan. Bali: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas
Udayana. Hal. 1-8
Suma’mur, 1981. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung
Sutalaksana Iftikar Z,2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja.Bandung : ITB
Walpole E. Ronald, 1995. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.

Bunyi4
Bunyi (sound) adalah gelombang getaran mekanis dalam udara atau benda

padat yang masih bisa ditangkap oleh telinga normal manusia, dengan rentang
frekuensi antara 20-20.000 Hz. Kepekaan telinga manusia terhadap rentang ini
semakin menyempit sejalan dengan pertambahan umur. Di bawah rentang tersebut
disebut bunyi infra (infrasound), sedangkan di atas rentang tersebut disebut bunyi
ultra (ultrasound). Suara (voice) adalah bunyi manusia. Bunyi udara (airborne
sound) adalah bunyi yang merambat lewat udara. Bunyi struktur adalah
(structural sound) adalah bunyi yang merambat melalui struktur bangunan.
Sensasi bunyi, agar dapat didengar manusia, memerlukan 3 aspek yang
harus ada dalam waktu bersamaan, yaitu:
1. Sumber bunyi
2. Medium penghantar gelombang bunyi
3. Telinga dan saraf pendengaran yang sehat.

3.2.

Kecepatan Bunyi5
Kecepatan bunyi (sound velocity) adalah kecepatan rambat bunyi pada

suatu media, diukur dengan meter/detik. Kecepatan bunyi adalah tetap untuk

4

Satwiko Prasasto, Fisika Bangunan (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2008) h. 264

5

Ibid, h. 265

kepadatan media tertentu, tidak tergantung frekuensinya. Kecepatan rambat bunyi
pada medium udara pada suhu berkisar 16 oC adalah 340 meter/detik (Tabel 3.1.).
Kecepatan rambat bunyi sangat bergantung pada jenis/susunan medium
perambatan sumber bunyi serta suhu medium tersebut. Oleh karena itu, untuk
keadaan di Indonesia, dengan suhu rata-rata harian dan tahunannya yang lebih
tinggi, angka 340 meter/detik tidak selalu tepat untuk dipakai sebagai acuan.
Tabel 3.1. Kecepatan Rambat Bunyi Menurut Medium Rambatnya
Medium
Udara pada Temperatur -20 oC

Kecepatan
(meter/detik)
319,3

Udara pada Temperatur 0 oC

331,8

Udara pada Temperatur 10 oC

337,4

Udara pada Temperatur 20 oC

343,8

Udara pada Temperatur 30 oC

349,6

Gas O2

316

Gas CO2

259

Gas Hidrogen

1.284

Air Murni

1.437

Air Laut

1.541

Baja

6.100

Sumber : Mediastika, 2009
Kecepatan rambat gelombang bunyi ditentukan oleh frekuensi dan panjang
gelombangnya. Frekuensi bunyi (sound frequency) adalah jumlah getaran per

detik dan diukur dengan Hz (Hertz). Semakin tinggi frekuensi, semakin tinggi
bunyi. Percakapan manusia berada antara 600 s/d 4.000 Hz.
Untuk menentukan besarnya cepat rambat gelombang bunyi dapat
digunakan formulasi berikut.
V=fλ
dengan:

V = Kecepatan bunyi (meter/detik)
f = Frekuensi bunyi (Hz)
λ = Panjang gelombang (meter)

3.3.

Tingkat Bunyi6
Tingkat bunyi (sound level) adalah perbandingan logaritmis energi suatu

sumber bunyi dengan energi sumber bunyi acuan, diukur dalam decibel (dB(A)).
Energi sumber bunyi acuan adalah energi sumber bunyi terendah yang masih
dapat didengar manusia, yaitu 10-12 W/m2. Setiap penggandaan jarak, tingkat
bunyi berkurang 6 dB(A). Setiap penggandaan sumber bunyi, tingkat bunyi akan
bertambah 3 dB(A). Setiap penggandaan massa dinding, tingkat bunyi akan
berkurang 5 dB(A). Setiap penggandaan luas bidang peredam, tingkat bunyi akan
berkurang 3 dB(A). Tabel 3.2. menunjukkan intensitas dan tingkat bunyi dari
beberapa sumber bunyi.

6

Ibid, h. 272

Tabel 3.2. Tingkat Bunyi dan Intensitas Bunyi dari Beberapa Sumber Bunyi

Roket ruang angkasa

Intensitas
(watt/m2)
>107

Tingkat Bunyi
(dB(A))
>190

Pesawat jet

104

160

Orkes brass besar

10

130

Mesin besar

10

120

Orkes lengkap

10-2

100

Mobil penumpang di jalan raya

10-2

100

Percakapan normal

10-5

70

Bisikan lembut

10-9

30

Sumber Bunyi

Sumber : Satwiko, 2008
Ketika sebuah objek sumber bunyi bergetar dan getarannya merambat ke
segala arah, sebaran ini akan menghasilkan ruang berbentuk seperti bola seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Sumber : Satwiko, 2008
Gambar 3.1. Pengurangan Bunyi Akibat Jarak

3.4.

Kebisingan 7
Pengertian kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki

yang bersifat mengganggu pendengaran dan bahkan dapat menurunkan daya
dengar seseorang yang terpapar. Sedangkan defenisi kebisingan menurut
Kepmennaker adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari
alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran.

3.4.1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebisingan 8
Ada 3 faktor yang mempengaruhi kebisingan yang biasa menentukan
tingkat gangguan terhadap manusia yaitu :
1.

Lama waktu bunyi tersebut terdengar, efek bising yang merugikan sebanding
dengan lamanya paparan dan berhubungan dengan jumlah total energi yang
mencapai telinga dalam.

2.

Intensitas bunyi, intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia
berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang
dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat didengar. Jadi, tingkat tekanan
bunyi di ukur denga logaritma dalam desibel (dB).

3.

Frekuensi, menentukan jumlah gelombang-gelombang suara yang sampai
ditelinga seseorang setiap detik dinyatakan dalam jumlah getaran per

7

Tarwaka solichul, H.A Bakri, Lilik Sudiajeng. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan

Kerja dan Produktivitas (Jakarta : UI Press, 2005), h. 38
8

Sutalaksana Iftikar Z. Teknik Perancangan Sistem Kerja (Bandung : ITB, 2006), h. 97

detik(Hz). Frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara
16-20000 Hz.
Suatu suara atau bunyi dapat dikatakan suatu kebisingan atau tidak
sebenarnya bersifat sangat subjektif, hal ini karena suara yang sama hari ini
dikehendaki mungkin pada waktu lain dianggap mengganggu. Adapun yang
mempengaruhi sifat tersebut yaitu:
1. Pengalaman yang lalu
2. Derajat kesehatan
3. Kesenangan
4. Pekerjaan
5. Aktivitas, tidur, rekreasi
6. Umur

3.4.2. Sumber-sumber Kebisingan 9
Sumber kebisingan di perusahaan biasanya berasal dari mesin-mesin untuk
proses produksi dan alat-alat yang dipakai untuk melakukan pekerjaan. Contoh
sumber-sumber kebisingan di perusahaan baik dari dalam maupun dari luar
perusahaan seperti :
1.

Generator, mesin diesel untuk pembangkit listrik.

2.

Mesin-mesin produksi.

3.

Mesin potong, gergaji, serut di perusahaan kayu.

4.

Ketel uap atau boiler untuk pemanas air.

9

Tarwaka solichul, H.A Bakri, Lilik Sudiajeng,op.cit., h. 39

5.

Alat-alat lain yang menimbulkan suaradan getaran seperti alat pertukangan.

6.

Kendaraan bermotor dari lalu lintas.
Sumber-sumber suara tersebut harus selalu diidentifikasi dan dinilai

kehadirannya agar dapat dipantau sedini mungkin dalam upaya mencegah dan
mengendalikan pengaruh pemaparan kebisingan terhadap pekerja yang terpapar.
Dengan demikian penilaian tingkat intensitas kebisingan di perusahaan secara
umum dimaksudkan untuk beberapa tujuan yaitu :
1.

Memperoleh data intensitas kebisingan pada sumber suara.

2.

Memperoleh data intensitas kebisingan pada penerima suara (pekerja dan
masyarakat sekitar perusahaan.

3.

Menilai efektivitas sarana pengendalian kebisingan yang telah ada dan
merencanakan langkah pengendalian lain yang lebih efektif.

4.

Mengurangi tingkat intensitas kebisingan baik pada sumber suara maupun
pada penerima suara sampai batas diperkenankan.

5.

Membantu memilih alat pelindung dari kebisingan yang tepat sesuai jenis
kebisingannya.

3.4.3. Jenis-jenis Kebisingan 10
Menurut Suma’mur, jenis kebisingan dibagi atas :
1. Kebisingan kontinu dengan spectrum frekuensi yang luas (steady state,
wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar dan lainlain.
10

Suma’mur. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Jakarta : PT. Toko Gunung
Agung, 2005), h. 58

2. Kebisingan kontinu dengan sprektum frekuensi yang sempit (steady state,
narrow band noise) misalnya gergaji sikuler, katup gas dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya lalu lintas, suara kapal
terbang dilapangan udara.
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) seperti tembakan bedil atau
lain sebagainya.
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempat diperusahaan.

3.4.4. Pengaruh Kebisingan 11
Pengaruh pemaparan kebisingan secara umum dapat dikategorikan
menjadi dua yang didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan
lamanya waktu pemaparan.
1.

Pengaruh Kebisingan Intensitas Tinggi
Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi adalah terjadinya

kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya
dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau ketulian.
Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputusputus dan sumbernya tidak diketahui.
2.

Pengaruh Kebisingan Intensitas Rendah
Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah secara fisiologis tidak

menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun sering dapat menyebabkan

11

Tarwaka solichul, H.A Bakri, Lilik Sudiajeng.op.cit, h. 41-42

penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab stress dan gangguan
kesehatan lainnya.
Lebih rinci lagi, maka dapat digambarkan dampak bising terhadap
kesehatan pekerja sebagai berikut :
1.

Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi,

basalmetabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki,
dapatmenyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
2.

Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang kosentrasi,

susahtidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat
menimbulkan penyakit,psikosomatik seperti gastristis, penyakit jantung koroner
dan lain-lain.
3.

Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan

mungkin

terjadi

kesalahan,

berpengalaman.Gangguan

terutama

komunikasi

bagi
ini

pekerja

secara

baru

tidak

yang

langsung

belum
akan

mengakibatkan bahaya terhadapkeselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena
tidak mendengar teriakan atau isyarattanda bahaya dan tentunya akan dapat
menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitaskerja.
4.

Gangguan keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis seperti

kepala pusing, mual dan lain-lain.

5.

Gangguan terhadap pendengaran (Ketulian)
Diantara

sekian

banyak

gangguan

yang

ditimbulkan

oleh

bising,

gangguanterhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat
menyebabkanhilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat
progresif atau awalnyabersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus di tempat
bising tersebut maka dayadengar akan menghilang secara menetap atau tuli.

3.4.5. Pengukuran Kebisingan 12
Maksud pengukuran kebisingan adalah :
1.

Memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja.

2.

Mengurangi tingkat kebisingan, sehingga tidak menimbulkan gangguan.
Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter. Alat

ini mengukur kebisingan di antara 30 – 130 dB dan frekuensi-frekuensi dari 20 –
20.000 Hz. Suatu sistem terdapat dalam alat itu sendiri, kecuali untuk kalibrasi
mikropon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai kalibrasi
dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan suaranya diatur oleh amplifier. Atau
suatu piston phone dibuat untuk maksud kalibrasi ini, yang tergantung dari
tekanan udara, sehingga perlu dikoreksi. Sebelum dilakukan pengukuran harus
dilakukan countour map lokasi sumber suara dan sekitarnya. Selanjutnya pada
waktu pengukuran sound level meter dipasang pada ketinggian ± 140 – 150 cm
atau setinggi telinga.

12

Suma’mur,op.cit, h. 58-59

Gambar 3.2. Sound Level Meter

3.4.5.1. Penentuan Titik Pengukuran 13
Menurut European Commission Working Group Assessment of Exposure
to Noise (WG-AEN) ada 2 cara mengukur kebisingan yakni:
Pemetaan kontur dan penentuan daerah yang terkena kebisingan oleh titik
tertentu, memerlukan perhitungan ukuran dalam penandaan. Umumnya, jarak grid
harus lebih dari 10 meter di kelompokkan. Sebuah jarak yang lebih luas di daerah
terbuka dapat memberikan akurasi yang dapat diterima meskipun jarak grid tidak
biasanya harus melebihi 30 meter. Untuk kontur bising pesawat, karena ini
umumnya hanya dipengaruhi oleh fitur topografi besar, seperti pegunungan, jarak
pengukuran kebisingan hingga 100 meter mungkin dapat dijadikan acuan
pengukuran. Beberapa lokasi, terutama di daerah perkotaan, mungkin dapat
disarankan menggunakan spasi grid kurang dari 10 meter. Secara khusus, hal ini

13

European Commission Working Group Assessment of Exposure to Noise (WG-AEN).
2006Good Practice Guide for Strategic Noise Mapping and the Production of Associated Data on
Noise Exposure. GPN EN.doc. h. 13-14

dikarenkan mungkin posisi bangunan yang saling berhadapan di jalan-jalan
sempit.
Penelitian Muh. Isran Ramli (2015) penentuan titik-titik sampling noise mapping
menggunakan metode Grid yakni melakukan pembagian lokasi menjadi beberapa
kotak yang berukuran sama. Tahap pertama, dengan menandai titik lokasi pada
aplikasi google earthmewakili setiap tempat dengan jarak titik ±10 meter. 14

3.4.5.2. Metode Pengukuran Kebisingan15
Metode pengukuran kebisingan menurut Kementerian Lingkungan Hidup
terbagi atas 2 metode yakni:
1.

Cara Sederhana
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB(A)

selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5
(lima) detik.
2.

Cara Langsung

Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas
pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan
pengukuran selama 10 (sepuluh) menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM) dengan cara
pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 16 jam (LS) pada

14

Ramli, Muh. Isran. 2015. Analisis Tingkat Kebisingan Pada Kawasan Sekolah
Menengah Atas Di Kota Makassar. Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin
15
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang
Baku Tingkat Kebisingan.

selang waktu 06.00 – 22.00 dan aktifitas malam hari selama 8 jam (LM) pada
selang 22.00 – 06.00.
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan
menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan padamalam
hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh :
- L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00 – 09.00
- L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 – 11.00
- L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.00
- L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00 – 22.00
- L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 – 24.00
- L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.00
- L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.00

3.4.5.3. Tingkat Bising Sinambung Ekuivalen (Leq) 16
Leq adalah suatu angka tingkat kebisingan tunggal dalam beban
(weighting Network) A, yang menunjukkan energi bunyi yang equivalen dengan
energi yang berubah-ubah dalam selang waktu tertentu, secara matematis adalah
sebagai berikut :
Leq = 10 log10[Ʃtj10Lj/10]
Dimana :
Leq = Tingkat bising sinambung equivalen dalam dB(A)
Lj = Tingkat tekanan suara ke 1
16

Baron Randall. Industrial Noise Control and Acoustic. (New York, Marcel Dekker,
2003) h. 258

tj = Fraksi waktu

Kuesioner 17

3.5.

Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau
hal-hal yang ia ketahui. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk
memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survey dengan cara mengisi
pertanyaan yang diajukan peneliti terhadap responden yang dipilih.
Adanya empat komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu:
1. Adanya subjek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian.
2. Adanya ajakan, yaitu permohonan dari peneliti untuk turut serta mengisi secara
aktif dan objektif pertanyaan maupun pernyataan yang tersedia.
3. Adanya petunjuk pengisian kuesioner, dimana petunjuk yang tersedia harus
mudah mengerti.
4. Adanya pertanyaan maupun pernyataan beserta tempat mengisi jawaban, baik
secara tertutup, semi tertutup, ataupun terbuka. dalam mebuat pertanyaan ini
juga disertakan dengan isian untuk identitas responden.
Kuisioner dapat dibedakan berdasarkan:
1. Berdasarkan cara menjawab:
a. Kuisioner terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk
menjawab dengan kalimatnya sendiri tanpa dibatasi oleh apapun.

17

Rosnani Ginting. Perancangan Produk. (Yogyakarta. Graha Ilmu, 2010) h. 67-69

b. Kuisioner tertutup, yang telah disediakan jawabannya sehingga responden
hanya tinggal memilih sesuai dengan pilihan yang ada.
2. Berdasarkan jawaban yang diberikan:
a. Kuisioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya atau
memberikan informasi mengenai perihal pribadi.
b. Kuisioner tidak langsung, yaitu jika responden memberikan respon tentang
perihal orang lain.
3. Berdasarkan bentuknya:
a. Kuisioner pilhan ganda, yaitu sama seperti kuisioner tertutup, dimana
terdapat pilahan jawaban.
b. Kuisioner isian, yaitu sama seperti kuisioner terbuka, berbentuk essay.
c. Checklist, yaitu sebuah daftar dimana responden tinggal membubuhkan
tanda check pada kolom yang sesuai.
d. Rating scale, yaitu sebuah pernyataan yang diikuti oleh kolom-kolom yang
menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya: mulai dari sangat setuju hingga
sangat tidak setuju.
Keuntungan menggunakan kuisioner:
1. Tidak memerlukan hadirnya peneliti
2. Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden
3. Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing dan
menurut waktu senggang responden.
4. Dapat dibuat standar sehingga bagi semua responden dapat diberi pertanyaan
yang benar dan sama.

Kelemahan menggunakan kuisioner:
1. Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga adanya pertanyaan
yang telewati tidak terjawab.
2. Validitas sulit diperoleh.
3. Terkadang responden menjawab secara tidak jujur
4. Sering tidak dikembalikan
5. Waktu pengembalian tidak sama. Bahkan kadang-kadang ada yang telalu lama,
sehingga menghambat proses pengolahan data lebih lanjut.

3.6.

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas18

3.6.1. Uji Validitas
Validitas data ialah suatu ukuran yang mengacu kepada derajat kesesuaian
antara data yang dikumpulkan dan data sebenarnya dalam sumber data. Data yang
valid akan diperoleh apabila instrumen pengumpulan data juga valid. Oleh karena
itu, untuk menguji validitas data maka pengujian dilakukan terhadap instrumen
pengumpulan data. Analisis korelasi adalah salah satu cara pengujian validitas
yang umum digunakan. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus
Korelasi Product Moment yang dikembangkan oleh Pearson yaitu sebagai berikut:
rxy =
Dimana:
rxy

��(N ∑ X2 - ( ∑ X)2 ��(N ∑ Y2 - (Y)2 �

= koefisien korelasi antara X dan Y

18

h. 171.

N ∑ XY- ( ∑ X)( ∑ Y)

Ronald E walpole,Pengantar Statistika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995),

Xi

= skor variabel independen X

Yi

= skor variabel independen Y

N

= jumlah responden

Kriteria pengujian :
Jika r > r tabel, berarti item pertanyaan adalah valid.
Jika r < r tabel, berarti item pertanyaan adalah tidak valid.

3.6.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebuah alat ukur berkenaan dengan derajat konsistensi dan
stabilitas data yang dihasilkan dari proses pengumpulan data dengan
menggunakan instrumen tersebut. Pengujian reliabilitas pada umumnya dikenakan
untuk pengujian stabilitas instrumen dan konsistensi internal instrumen. Pengujian
terhadap kedua karakteristik dari instrumen tersebut dapat dilakukan dengan
beberapa metode, seperti indeks reliabilitas Spearman-Brown, Flanagan, dan
Hoyt. Teknik pengujian lain yang juga banyak digunakan ialah Koefisien Alpha
Cronbach.
Koefisien Alpha Cronbach memberikan indikasi seberapa baik item-item
dalam set saling berkorelasi secara positif. Makin dekat nilai koefisien Alpha
Cronbach kepada angka 1 makin kuat konsistensi internal reliabilitas. Koefisien
Alpha Cronbach digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen yang
pertanyaan-pertanyaannya menggunakan skor dalam rentangan tertentu, misalnya
1 dan 5 atau antara 1 dan 10, dan sebagainya. Rumus yang digunakan dalam
menghitung koefisien Alpha Cronbach adalah sebagai berikut:

Dimana, r11
k

r11 = �

k
k-1

� �1-

∑σ b 2
σ2t



= reliabilitas instrumen (koefisien Alpha Cronbach)
= jumlah butir pertanyaan dalam instrumen

∑ �b2 = jumlah varians butir-butir pertanyaan
�t2

3.7.

= varians total

Teknik Penentuan Jumlah Sampel
Pada dasarnya pengambilan jumlah sampel tergantung pada kondisi

secukupnya saja. Apabila populasinya sangat homogen, maka pengambilan
sample secukupnya saja. Akan tetapi apabila kondisi populasinya sangat
heterogen, maka pengambilan sampelnya harus memperhatikan bahwa tiap
tingkatan populasi harus terwakili 19.
Menurut (Arikunto 2007) secara sederhana dapat dikatakan bahwa
semakin besar sampel penelitian, hasil yang diperoleh akan menjadi semakin baik
karena dalam sampel yang besar akan lebih tercermin gambaran hasil yang
nyata 20. Beberapa teknik pengambilan sampel yang biasa dikenal antara lain :
1. Random Sampling, digunakan oleh peneliti apabila populasi dari mana sampel
diambil merupakan populasi homogen yang hanya mengandung satu cirri.
2. Cluster Sampling, digunakan oleh peneliti apabila didalam populasi terdapat
kelompok-kelompok yang mempunyai ciri sendiri-sendiri.

19
20

Rosnani Ginting, Op.cit.h. 79-80.
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 94-97.

3. Stratified Sampling, digunakan oleh peneliti apabila didalam populasi terdapat
kelompok-kelompoksubjek dan antara satu kelompok dengan kelompok lain
tampak adanya strata atau tingkatan.
4. Purposive Sampling, yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika
peneliti

mempunyai

pertimbangan-pertimbangan

tertentu

didalam

pengambilan sampelnya.
5. Area

Sampling,

yaitu

pengambilan

anggota

sampel

dengan

mempertimbangkan wakil-wakil dari daerah-daerah geografis yang ada,
misalnya dari tiap-tiap provinsi, tiap-tiap desa, dan sebagainya.
6. Double Sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan oleh peneliti
dengan jumlah sebanyak dua kali ukuran sampel yang dikehendaki.
7. Total Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama
dengan populasi.
Ada beberapa teknik penentuan jumlah sampel yang dapat digunakan oleh
peneliti. Jika peneliti mempunyai beberapa ratus subjek dalam populasi, mereka
dapat menentukan kurang lebih 25-30% dari jumlah subjek tersebut. Jika jumlah
anggota subjek dalam populasi hanya meliputi antara 100 hingga 150 orang, dan
dalam pengumpulan data peneliti menggunakan kuesioner, sebaiknya subjek
sejumlah itu diambil seluruhnya.

3.8.

Strategi Penanganan Kebisingan 21

3.8.1. Strategi Penanganan Kebisingan Ruang Luar

21

Satwiko Prasasto, op cit. h. 283 - 284

1.

Memanfaatkan jarak karena tingkat bunyi akan semakin berkurang bila jarak
semakin besar. Untuk bangunan yang kritis, bila mungkin carilah lokasi yang
gangguan kebisingannya minimal.

2.

Mengelompokkan kebiatan yang berpotensi bising dan yang memerlukan
ketenangan

3.

Memeberi tabir (penghalang kayu)

4.

Memanfaatkan daerah yang tidak terlalu mensyaratkan ketenangan sebagai
perintang kebisingan dengan cara pengaturan daerah (zonning)

5.

Menjauhkan bukaan pintu dan jendela dari sumber kebisingan

3.8.2. Strategi Penanganan Kebisingan Ruang Dalam
1.

Mengusahakan peredaman pada sumber kebisingan

2.

Mengisolasi sumber kebisingan atau memakai penghalang bunyi

3.

Mengelompokkan ruang yang cenderung bising, menempatkan ruang – ruang
yang tidak terlalu peru ketenangan sebagai pelindung ruang – ruang yang
memerlukan ketenangan

4.

Meletakkan sumber – sumber bising pada bagian bangunan yang masif
(misalnya basement)

5.

Mengurangi kebisingan akibat bunyi injak dengan bahan – bahan yang benar

6.

Mengurangi kebisingan pada ruangan bsising dengan bahan peredam

7.

Mengurangi kebisingan dengan memutuskan jalan perambatan bunyi melalui
struktur bangunan (dengan memisahkan bangunan)

3.8.3. Penghalang Dengan Tanaman 22
Tanaman yang digunakan untuk penghalang kebisingan harus memiliki
kerimbunan dan kerapatan daun yang cukup dan merata mulai dari permukaan
tanah hingga ketinggian yang diharapkan. Untuk itu, perlu diatur suatu kombinasi
antara tanaman penutup tanah, perdu, dan pohon atau kombinasi dengan bahan
lainnya sehingga efek penghalang menjadi optimum. Tanaman-tanaman yang
dapat digunakan adalah:
1.

Penutup tanah (cover crops);

a.

rumput

b.

leguminosae.

2.

Perdu;

a.

bambu pringgodani (Bambusa Sp)

b.

likuan-yu (Vermenia Obtusifolia)

c.

anak nakal (Durante Repens)

d.

soka (Ixora Sp)

e.

kakaretan (Ficus Pumila)

f.

sebe (Heliconia Sp)

g.

teh-tehan (Durante);

3.

Pohon;

a.

akasia (Acacia Mangium)

b.

johar (Casia Siamea)
22

Pedoman Konstruksi Bangunan Mitigasi dampak kebisingan akibat lalu lintas jalan

Departemen Tenaga kerja Umum

Berdasarkan jenis penghalang tanaman tersebut maka dapat dilakukan
kombisnasi yang dianggap dapat megurangi tingkat kebisingan. Tabel 3.3.
menunjukkan beberapa tanaman yang dapat mengurangi kebisingan
Tabel 3.3.EfektifitasPenguranganKebisinganOlehBerbagaiMacam
Tanaman
Volume
Jenistanaman

Kerimbunan Daun
(m)

Jarakdari

Rata-rata

Sumber

Ketinggian

Reduksi

Bisingke

Pengukuran (m)

kebisingan;

Tanaman(d)

IL(dBA)

18,20

1,20

2,5

30,20

4,00

4,1

18,20

1,20

2,7

24,60

4,00

4,4

7,0

1,20

1,1

16,40

2,50

4,9

35,4

1,20

14,7

9,8

1,20

0,3

83,24

17,0
9,6

3,60
1,20

3,2
0,20

2,464

8,20

1,20

2,3

AnakNakal(Durant

1,680

9,80

1,20

0,8

Soka )

1,350

11,20

1,20

0,9

114,39
Akasia(Acacia
mangium)

Bambupringgodani

118,23

122,03

(BambugaSp)
366,08
Johar(Casiasiamea)
Likuan–Yu(Vermenia
obtusifolia)

60,74

Tabel 3.3.EfektifitasPenguranganKebisinganOlehBerbagaiMacam
Tanaman (Lanjutan)

Volume
Jenistanaman

Kerimbunan Daun
(m)

Jarakdari

Rata-rata

Sumber

Ketinggian

Reduksi

Bisingke

Pengukuran (m)

kebisingan;

Tanaman(d)

IL(dBA)

Kekaretan

1,105

4,60

1,20

0,9

Sebe(HeliconiaSp)

1,792

3,2

1,20

3,4

Teh–tehan

11,10

6

1,20

2,1

13,88

6

1,20

2,7

2,75

9

1,20

3,8

16,65
33,3

6
9

1,20
1,20

4,2
5,0

Disisipkan:
a.Teh–tehan
b.Heliconiasp

Sumber : Mitigasi dampak kebisingan akibat lalu lintas jalan Departemen Tenaga kerja
Umum

3.8.4. Material Akustik 23
Pengunaan material akustik berfungsi meredam kebisingan dimana setiap
bahan yang digunakan merupakan material yang memiliki kemampuan untuk
menyerap kebisingan. Tabel 3.4. menunjukkan koefisien absorpsi beberapa
material bangunan.
Tabel 3.4. Koefisien Absorpsi Beberapa Material Bangunan
Koefisien absorpsi pada
No
Material Bangunan
frekuensi 500 Hz*
1
Lantai
Semen

0,015

Semen dilapis keramik

0,01

Tabel 3.4. Koefisien Absorpsi Beberapa Material Bangunan (Lanjutan)
No

23

Material Bangunan

Koefisien absorpsi pada

Christina E, Mediastika. Akustik Bangunan. (Jakarta: Erlangga. 2005) h. 85

frekuensi 500 Hz*

2

Semen dilapis karpet tipis

0,05

Semen dilapis karpet tebal

0,14

Semen dilapis kayu

0,10

Dinding
Batu bata diplester halus

0,02

Batu bata diplester kasar

0,01

Batu bata ekspose

0,06

Papan kayu

0,10

Kolom beton dicat

0,04

Kolom beton tidak dicat

0,06

Tirai kain tipis /sedang /tebal

3

0,11 / 0,49 / 0,55

Kaca Halus

0,01

Kaca Kasar/Buram

0,04

Plapon
Beton dak

0,015

Eternit

0,17

Gipsum

0,05

Aluminium, Furnitur dan lain – lain

0,01

Kursi kain

0,60

Kursi plastic

0,01

Udara

0,007

Manusia

0,46

Sumber : Chrisitna E. Mediastika (2005)

*) Frekuensi 500 Hz dipakai sebagai rerata koefisien absorpsi material
pada umumnya
**) Khusus udara dihitung pada frekuensi 2000 Hz

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di lingkungan SMP Negeri 7 Medan yang

terletak di Jalan H. Adam Malik No. 12 Medan. Waktu penelitian dimulai dari
bulan Februari 2015sampai Agustus 2015.

4.2.

Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan adalah siswa/siswi, guru dan lokasi

sekolah SMP Negeri 7 Medan.

4.3.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan

maksudnya yaitu penelitian survei (survey research) yaitu salah satu bagian dari
penelitian deskriptif (descriptive research).

24

Hal ini dikarenakan melakukan

penyelidikan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari
keterangan secara faktual untuk mendapatkan kebenaran. Penelitian survei pada
umumnya menggunakan instrumen kuesioner, checklist dan sebagainya yang diisi
oleh para responden dari objek penelitian yang ditetapkan dengan metode tertentu.

24

Sinulingga, Sukaria. 2012. Metodologi Penelitian, Edisi 2. USU Press. Hal:27

4.4.

Instrumen Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sound Level Meter.
2. Meteran, digunakan untuk mengukur jarak.
3. Stopwatch, untuk mengukur waktu selama pengukuran.
4. Kuesioner tentang dampak kebisingan.
5. Alat tulis, digunakan sebagai alat tulis menulis dalam mengumpulkan data.
6. Software Surfer11.0, untuk membuat peta kebisingan (noise mapping).
7. Software Microsoft Excel 2007 untuk menghitung Leq (Intensitas Kebisingan)
dan rekapitulasi kuesioner.

4.5.

Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1. sebagai

berikut:

Tingkat
Kebisingan
Dampak Yang
Terjadi Kepada
Siswa Dan Guru
Posisi Ruang
Kelas

Dampak Yang
Terjadi Terhadap
Proses Belajar
Mengajar

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian

Rekayasa
Kebisingan di
SMP Negeri 7
Medan

Dari kerangka berpikirpenelitian dari Gambar 4.1 maka defenisi
operasional dari setiap bagian tersebut sebagai berikut:
1. Tingkat kebisingan
Merupakan nilai dari kebisingan atau suara yang tidak dikehendaki yang
bersifat mengganggu pendengaran dan bahkan dapat menurunkan daya dengar
seseorang yang terpapar. Tingkat kebisingan yang dimaksud adalah tingkat
kebisingan yang dibebani oleh waktu selama pengukuran.
2. Posisi ruang kelas
Merupakan letak ruang kelas dalam suatu area sekolah. Dalam hal ini yaitu
jarak kelas dari sumber kebisingan.
3. Dampak yang terjadi kepada siswa dan guru
Merupakan dampak dari pemaparan kebisingan yang dirasakan oleh siswa dan
guru. Dampak yang dirasakan yaitu dampak fisiologis, psikologis dan dampak
komunikasi.
4. Dampak yang terjadi terhadap proses belajar mengajar
Merupakan dampak dari pemaparan kebisingan terhadap interaksi guru dengan
siswa pada saat proses belajar mengajar.
5. Rekayasa kebisingan
Merupakan usaha untuk melakukan penanggulangan kebisingan dengan
memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi kebisingan di SMP Negeri 7
Medan.

4.6.

Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1.

Variabel independen
Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi variabel
dependen. Adapun variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat
kebisingandan posisi ruang kelas di SMP Negeri 7 Medan.

2.

Variabel Intervening
Variabel Intervening adalah suatu faktor yang secara teoritis mempengaruhi
fenomena yang diobservasi (hubungan antara variabel dependen dan
variabel independen menjadi bersifat tidak langsung). Adapun variabel
intervening dalam penelitian ini adalah dampak kebisingan terhadap siswa
dan guru serta dampak kebisingan terhadap proses belajar mengajar diSMP
Negeri 7 Medan.

3.

Variabel dependen
Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya dipengaruhi atau
ditentukan oleh variabel lain. Adapun variabel dependen dalam penelitian ini
adalahrekayasa kebisingan di SMP Negeri 7 Medan.

4.7.

Metodologi Penelitian
Tahapan-tahapan dalam

penelitian disebut juga dengan metodologi

penelitian. Gambar 4.2. menunjukkan metodologi penelitian

Studi Pendahuluan
Melakukan studi literatur dan pengamatan
pendahuluan

Perumusan Masalah
Kebisingan yang terjadi di SMPN 7 Medan berasal
dari aktivitas di sepanjang Jl. H. Adam Malik dan
aktivitas masyarakat setiap hari sehingga
mempengaruhi kegiatan belajar disekolah

Studi Literatur
Mengumpulkan literatur yang berhubungan
dengan pengumpulan data dan pemecahan
masalah

Pengumpulan Data

Data Primer
1. Data kebisingan
2. Kuisioner

Data Sekunder

1. Denah sekolah

Pengolahan Data
1. Perhitungan tingkat kebisingan equivalen total
2. Membuat peta kebisingan (noise mapping)
3. Melakukan perhitungan kebisingan menurut persepsi siswa dan guru dengan
kuesioner kebisingan
a. Merekapitulasi hasil penyebaran kuesioner daftar cocok (checklist)
b. Melakukan uji validitas terhadap hasil yang diperoleh dari kuesioner
kebisingan
c. Melakukan uji reliabilitas terhadap hasil yang diperoleh dari kuesioner
kebisingan
4. Analisa dampak kebisingan
Analisis Pemecahan Masalah
Menganalisis dan memberikan perbaikan
dari permasalahan yang ada

Kesimpulan dan Saran
1. Gambaran umum hasil penelitian
2. Masukan bagi sekolah

Gambar 4.2. Metodologi Penelitian

4.8.

Metode Pengumpulan Data
Adapun jenis data yang dikumpulkan terdiri dari 2 jenis, yaitu:

1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung dan
wawancara. Data primer yang dikumpulkan adalah:
a. Tingkat kebisingan di area SMP Negeri 7 Medan.
Penentuan titik pengukuran mengunakan metode peta kontur dengan
membuat daerah pengukuran berukuran (10 x 10) m.
b. Data kuesioner tentang dampak kebisingan.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode Judgement
Samplingdimana yang menjadi objek penelitian adalah siswa-siswi dan
guru SMP Negeri 7 Medan pada kelas yang terkena zona kebisingan merah
dan kuning.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang sudah tersedia oleh pihak perusahaan sehingga
tidak perlu lagi digali secara langsung dari sumbernya. Adapun data sekunder
yang dikumpulkan adalah denah SMP Negeri 7 Medan digunakan untuk
membuat daerah titik pengukuran dan noise mapping.

4.9.

Metode Pengolahan Data
Langkah dalam melakukan pengolahan data dibagi dalam beberapa

tahapan, dimana rinciannya dapat dilihat sebagai berikut:
1. Pembuatan peta titik pengukuran dan noise mapping.
2. Perhitungan tingkat kebisingan ekuivalen pada setiap titik pengukuran

3. Perhitungan tingkat kebisingan ekuivalen total
4. Melakukan penyebaran kuesioner untuk mengetahui dampak kebisingan yang
dirasakan siswa – siswi di sekolah dengan menggunakan kuesioner
a.

Merekapitulasi hasil penyebaran kuesioner daftar checklist.

b.

Melakukan uji validitas terhadap hasil yang diperoleh dari kuesioner
kebisingan.

c.

Melakukan uji reliabilitas terhadap yang diperoleh darikuesioner
kebisingan.

5. Analisa terhadap dampak kebisingan

4.10.

Analisis Pemecahan Masalah
Data yang telah diolah selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan. Analisis

yang dilakukan adalah berupa :
1. Analisis tingkat kebisingan secara keseluruhan pada ruang kelas SMP Negeri
7 Medandibandingkan dengan standar kebisingan yang diizinkan oleh
pemerintah

melalui

Keputusan

Menteri

Lingkungan

Hidup

Nomor

KEP.48/MENLH/11/1996
2. Analisis zona kebisingan dari peta kebisingan di SMP Negeri 7 Medan.
3. Analisis dampak kebisingan.
Apabila tingkat kebisingan berada di atas ambang standar, maka dapat
dilakukan usulan perbaikan kondisi sekolah melalui rancangan pengelolaan
tingkat kebisingan dengan metode yang sesuai sehingga dosis paparan
kebisingan dapat dikurangi.

4.11.

Kesimpulan dan Saran
Tahap terakhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi

butir-butir penting dalam penelitian ini. Kesimpulan merupakan perumusan dari
tahap analisis sebelumnya. Saran-saran yang diberikan berguna untuk perbaikan
hasil penelitian selanjutnya dan pemberian saran kepada pihak sekolah mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1.

Pengumpulan Data

5.1.1.

Peta Titik Pengukuran
Penentuan peta titik pengukuran adalah langkah awal sebelum mengukur

tingkat kebisingan di lingkungan SMP Negeri 7 Medan. Tujuannya supaya kondisi
detail dari seluruh area sekolah dapat dianalisis secara menyeluruh dan titik
pengukuran merata untuk diukur diseluruh area sekolah. Pengukuran dilakukan pada
tanggal 2 - 31 Maret 2015 mulai pukul 07.00 – 15.00. Penetuan jumlah titik
pengukuran menggunakan teknik peta kontur dengan membuat area pengukuran (10 x
10) m pada denah sekolah. Pemilihan 10 meter sebagai acuan batas pengukuran
kebisingan olehEuropean Commission Working Group Assessment of Exposure to

Noise atau WG-AEN. Pemilihan ukuran tersebut bertujuan untuk memudahkan
peneliti dalam mengukur kebisingan di SMP Negeri 7 Medan.
Sebelum dilakukan penentuan titik pengukuran perlu dilakukan pembuatan
denah SMP Negeri 7 Medan. Pembuatan denah SMP Negeri 7 Medan berasal dari

data mengenai jumlah kelas, jumlah ruangan guru serta posisi ruangan lainnya
dengan ukuran sebenarnya yang dikumpulkan dari SMP Negeri 7 Medan. Denah
SMP Negeri 7 Medan dapat dilihat pada Gambar 5.1 untuk memudahkan penentuan
titik pengukuran kebisingan. Setelah itu dibuat grid dengan ukuran (10 x 10) meter.

Pembuatan grid ini bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam mengukur
kebisingan. Berdasarkan pembuatan area titik pengukuran pada sekolah, diperoleh
53 titik pengukuran. Gambar titik pengukuran dapat dilihat pada gambar 5.2.

Gambar 5.1. Denah SMP Negeri 7 Medan

Gambar 5.2. Titik Pengukuran SMP Negeri 7 Medan

5.1.2.

Data Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan
Setelah menentukan titik pengukuran maka dilanjutkan dengan

pengukuran tingkat kebisingan menggunakan alat Sound Level Meter. Pengukuran
ini dilakukan selama 10 menit untuk setiap titik pengukuran. Setiap pengukuran
harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan penetapannya sebagai berikut
1. L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00 – 09.00
2. L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 – 11.00
3. L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.00
Pengukuran tingkat kebisingan diambil setiap 5 detik selama 10 menit,
sehingga banyaknya data di setiap titik pengukuran adalah 120 data. Tabel 5.1
menunjukkan data pengukuran tingkat kebisingan pada titik pengukuran ke-1 pada
jam 07.00 WIB.
Tabel 5.1. Pengukuran Pada Titik Pengukuran 1 Jam 07.00 WIB (dB(A))
Tingkat
Tingkat
Tingkat
Tingkat
Kebisingan
Kebisingan
Kebisingan
Kebisingan
No
(dB(A))
No
(dB(A))
No
(dB(A))
No
(dB(A))
1
80.1
16
79.8
31
80.1
46
80.1
2
79.3
17
79.4
32
79.5
47
79.6
3
79.3
18
80.1
33
80.0
48
79.8
4
79.5
19
79.8
34
79.2
49
79.5
5
79.7
20
79.2
35
79.8
50
79.0
6
79.5
21
79.5
36
79.3
51
79.1
7
79.8
22
79.8
37
79.3
52
79.2
8
79.9
23
79.4
38
79.6
53
79.7
9
79.2
24
79.6
39
79.6
54
79.5
10
79.1
25
79.2
40
80.0
55
79.3
11
79.7
26
79.9
41
79.1
56
79.4
12
79.7
27
80.1
42
79.8
57
79.7
13
79.2
28
79.2
43
79.1
58
80.0
14
79.3
29
80.1
44
79.8
59
80.1
15
80.0
30
80.2
45
79.7
60
79.6
Sumber : Pengumpulan data

Tabel 5.1. Pengukuran Pada Titik Pengukuran 1 Jam 07.00 WIB (dB(A))
(Lanjutan)
Tingkat
Tingkat
Tingkat
Tingkat
Kebisingan
Kebisingan
Kebisingan
Kebisingan
No
(dB(A))
No
(dB(A))
No
(dB(A))
No
(dB(A))
76
91
106
61
79.9
79.1
79.6
79.4
77
92
107
62
79.7
79.6
79.7
79.6
78
93
108
63
79.5
79.1
79.3
79.5
79
94
109
64
80.1
79.8
79.8
79.4
80
95
110
65
79.6
79.7
79.1
80.1
81
96
111
66
79.4
80.1
79.9
79.8
82
97
112
67
79.7
79.0
79.4
79.8
83
98
113
68
80.2
80.2
79.1
80.1
84
99
114
69
79.6
79.4
79.7
79.1
85
100
115
70
80.1
79.7
79.7
79.8
86
101
116
71
79.8
79.4
79.3
79.8
87
102
117
72
79.8
79.1
79.5
79.8
88
103
118
73
79.5
79.5
79.9
79.7
89
104
119
74
79.5
79.7
79.6
79.6
90
105
120
75
79.0
80.1
79.6
80.1
Rata-Rata
79,6
Sumber : Pengumpulan data

Data yang diperoleh kemudian dicari rata-rata. Rata-rata data pengukuran
untuk titik pengukuran 1 adalah sebagai berikut :
Rata-rata

=

(Data ke -1 + Data ke - 2 + …… + Data ke - 120)
120

80,1+79,3+⋯+80,1
=
120

= 79,6 dB(A)
Dengan cara yang sama, maka dapat dibuat rekapitulasi data titik pengukuran ke-1
hingga ke-53. Rekapitulasi data hasil pengukuran tingkat kebisingan di titik
pengukuran ke-1 hingga ke-53 dapat dilihat pada Lampiran 6, Lampiran 7 dan
Lampiran 8.

5.1.3.

Pembuatan Noise Mapping
Pembuatan noise mapping bertujuan untuk melihat zona tingkat

kebisingan di sekolah berdasarkan warna yang dihasilkan. Noise Mapping dibuat
dengan menggunakan software surfer 11.0. Data yang digunakan adalah data ratarata tingkat kebisingan.
Tabel 5.2. DataNoise Mapping Sekolah SMPN 7 Medan
No

Titik x

Titik y

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3

Tingkat Kebisingan (dB(A))
Rata-Rata
(dB(A))
Jam 07.00 Jam 10.00 Jam 15.00
80.7
79.2
79.9
79.9
81.6
79.5
79.5
80.2
81.4
79.3
79.7
80.1
80.7
79.7
79.4
79.9
81.4
79.4
79.5
80.1
80.8
79.9
79.5
80.0
81.2
79.3
79.7
80.0
81.1
79.3
79.7
80.0
81.4
79.1
79.7
80.1
81.3
79.0
79.9
80.1
80.3
79.6
79.0
79.7
80.6
79.7
79.6
79.9
73.6
73.2
73.7
73.5
74.0
73.4
73.3
73.6
73.6
73.5
73.5
73.5
73.6
73.4
73.5
73.5
73.7
73.4
73.3
73.5
73.1
73.4
73.7
73.4
73.5
73.3
73.4
73.4
73.4
73.3
73.6
73.4
73.7
73.6
73.6
73.7
73.4
73.4
73.7
73.5
73.6
73.6
73.8
73.7
73.4
73.7
73.5
73.5
69.0
69.1
69.3
69.1
69.1
69.0
68.9
69.0
68.9
69.0
69.1
69.0

Tabel 5.2. DataNoise Mapping Sekolah SMPN 7 Medan (Lanjutan)
No

Titik x

Titik y

28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53

4
5
6
7
8
9
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
5
6
7
5
6
Rata-rata

3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
5
5
6
6
6
7
7

Tingkat Kebisingan (dB(A))
Rata-Rata
(dB(A))
Jam 07.00 Jam 10.00 Jam 15.00
69.1
69.0
68.9
69.0
69.0
68.9
69.2
69.0
69.0
69.0
69.0
69.0
68.9
68.9
68.8
68.9
69.1
69.0
69.1
69.1
55.0
55.4
55.0
55.1
55.2
54.9
54.8
55.0
55.2
55.1
54.5
54.9
55.3
55.6
54.8
55.2
55.0
55.0
55.1
55.0
55.1
55.2
55.0
55.1
55.2
54.9
54.7
54.9
54.6
54.5
55.1
54.8
52.5
51.8
52.9
52.4
52.7
52.4
52.6
52.6
52.7
52.2
52.7
52.5
52.9
52.5
52.4
52.6
52.7
52.6
52.6
52.6
53.2
52.7
52.4
52.8
52.5
52.2
52.2
52.3
53.0
52.6
52.7
52.8
53.2
52.5
52.6
52.7
52.2
52.6
52.2
52.3
52.5
52.4
52.5
52.5
52.5
52.1
53.0
52.5
52.4
52.8
52.6
52.6
66,7
66,2
66,3
66,4

Sumber : Pengolahan Data

Berdasarkan data tingkat kebisingan pada Tabel 5.5. maka dapat dibuat
gambar kontur noise mapping di sekolah SMP Negeri 7 Medan. Gambar kontur
SMP Negeri 7 Medan dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3. Hasil Kontur SMP Negeri 7 Medan

Berdasarkan gambar kontur SMP Negeri 7 Medan, warna kontur terdiri
atas empat warna yaitu warna biru, hijau, kuning dan merah.Penggolongan warna
tersebut didasarkan atas nilai tingkat kebisingan. Warna biru untuk tingkat
kebisingan dengan intensitas di bawah 60 dB(A), warna hijau untuk tingkat
kebisingan dengan intensitas kebisingan 60-68 dB(A), warna kuning untuk tingkat
kebisingan dengan intensitas 68-74 dB(A), dan warna merah untuk tingkat
kebisingan dengan intensitas diatas 74 dB(A). Selain dari perbedaan warna
terdapat perbedaan kerapatan garis kontur. Semakin rapat garis kontur maka
daerah tersebur memiliki perbedaan tingkat kebisingan yang besar dan sebaliknya
semakin jarang garis konturnya maka daerah tersebut memiliki perbedaan tingkat
kebisingan yang kecil. Gambar kontur yang telah dibuat kemudian digabung
dengan gambar denah SMP Negeri 7 Medan. Tujuannya adalah untuk mengetahui
pembagian area sekolah berdasarkan zona warna yang dihasilkan oleh noise
mapping. Berikut merupakan gambar kontur yang telah digabungkan dengan
gambar denah SMP Negeri 7 Medan dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Hasil Noise Mapping SMP Negeri 7 Medan

5.1.4.

Pengelompokan FasilitasBerdasarkan Zona Warna Noise Mapping
Pengelompokkan fasilitas berdasarkan noise mapping bertujuan untuk

mengetahui fasilitas-fasilitas yang masuk pada zona kebisingan yang tertinggi
hingga terendah berdasarkan warna yang ditunjukkan pada noise mapping di SMP
Negeri 7 Medan. Data fasilitas berdasarkan zona warna noise mapping dapat
dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. PembagianFasilitasBerdasarkan Zona Warna Noise Mapping
No

Warna

1
Merah
2

Keterangan

Fasilitas

Zona

Lapangan

Bahaya

Parkiran

2

3

Mushola

4

Ruang Guru

5

Ruang Kepsek dan Wakasek

6

Perpustakaan

7

Kelas IX-1/VII-1

8
9

Kelas IX-2/VII-2
Kuning

Zona
Bahaya

Kelas IX-3/VII-3

10

Kelas IX-4/VII-4

11

Kelas IX-5/VII-5

12

Kelas IX-6/VII-6

13

Kelas IX-7/VII-7

14

Kelas IX-8/VII-8

15

Kelas IX-9/VII-9

16

Kelas VIII-1

17
18

Total

Hijau

Zona Aman

Kelas VIII-2
Kelas VIII-3

13

3

Tabel 5.3. PembagianFasilitasBerdasarkan Zona Warna Noise Mapping
(Lanjutan)
No

Warna

Keterangan

Fasilitas

16

Laboratorium IPA

17

Laboratorium Komputer

18

Kantin 1

16

Kantin 2

17

Ruang OSIS

18

Ruang UKS

16
13

Zona Aman
Biru

Total

Toilet
Kelas VIII-4

14

Kelas VIII-5

15

Kelas VIII-6

16

Kelas VIII-7

17

Kelas VIII-8

18

Kelas VIII-9

13

Sumber : Pembacaan Zona dari Hasil Noise Mapping

Berdasarkan Tabel 5.3. fasilitas lapangan dan parkiran berada pada zona
merah dengan range tingkat kebisingan diatas 74 dB(A), hal ini disebabkan
fasilitas tersebut berjarak 2 m dari sumber kebisingan. Fasilitas mushola, ruang
guru, ruang kepsek dan wakasek, perpustakaan, kelas IX-1/VII-1 s/d IX-9/VII-9
berada pada zona kuning dengan range tingkat kebisingan 68-74 dB(A), hal ini
disebabkan fasilitas tersebut berjarak 15 m dari sumber kebisingan. Fasilitas kelas
VIII-1 s/d VIII-3 berada pada zona hijau dengan range tingkat kebisingan 60-68
dB(A), hal ini disebabkan kelas tersebut berjarak 25 m dari sumber kebisingan.
Fasilitas laboratorium IPA, laboratorium komputer, kantin, ruang OSIS, ruang

UKS, toilet dan kelas VIII-4 s/d VIII-9 berada pada zona biru dengan range
tingkat kebisingan dibawah 60 dB(A), hal ini disebabkan fasilitas tersebut
berjarak 35 m dari sumber kebisingan. Berdasarkan hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa jarak berpengaruh terhadap tingkat kebisingan. Semakin jauh
jarak suatu tempat dari sumber kebisingan, maka semakin berkurang tingkat
kebisingan. Pembagian zona kelas yang menjadi objek penelitian adalah kelas
yang berada pada zona kuning yang jumlah siswanya secara keseluruhan adalah
540 orang. Hal ini dikarenakan peneliti berasumsi bawah kelas yang termasuk
zona kuning merupakan kelas yang siswanya lebih merasakan dampak kebisingan
dan kelas tersebut posisinya lebih dekat dengan sumber kebisingan, sedangkan
untuk guru yang menjadi objek penelitian sebanyak 32 orang. Tabel 5.4.
menunjukkan kelas yang terpilih berdasarkan zona kuning.
Tabel 5.4. Penentuan Jumlah Kelas Terpilih
No

Warna

Kelas

pagi

1
Kuning

2

Sore

IX-1
IX-2
IX-3
IX-4
IX-5
IX-6
IX-7
IX-8
IX-9
VII-1
VII-2
VII-3
VII-4
VII-5

Sumber : Pengumpulan Data

Tingkat Kebisingan
(dB(A))
72,6
73,7
73,1
73,5
73,4
73,4
73,6
69,0
69,0
73,5
73,3
73,7
73,4
73,6

Jumlah Siswa
(Orang)
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30

Tabel 5.4. Penentuan Jumla