22
sampel perusahaaan
rata-rata memiliki
peluang investasi yang baik.
Rata-rata market capitalization senilai 88,786 trilyun rupiah. Bagi perusahaan publik, market
capitalization penting sekali karena mencerminkan nilai total perusahaan. Besar kecilnya market capitalization
perusahaan ditentukan oleh jumlah saham yang beredar dan harga saham di pasar. Jika harga saham
semakin naik, maka nilai perusahan juga naik, demikian juga sebaliknya. Firm size terbesar adalah
421,838 trilyun rupiah yang dimiliki oleh PGAS pada tahun 2013. Nilai terendah adalah 8,643 trilyun rupiah
yang dimiliki oleh PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. pada tahun 2009. Nilai standar deviasi firm size sebesar
76,429 yang lebih kecil dari nilai rata-rata firm size yang menunjukkan bahwa setiap sampel memiliki ukuran
perusahaan yang hampir sama.
4.2 Uji Asumsi Klasik
4.2.1. Uji Normalitas Untuk melihat apakah data terdistribusi
secara normal atau tidak maka dalam penelitian ini digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika hasil
uji menunjukkan nilai p-value 0,05 berarti data terdistribusi tidak normal Supramono dan
Utami, 2004. Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat besarnya nilai p-value adalah 0,206. Oleh karena
23
nilai p-value 0,05 maka data dalam penelitian ini terdistribusi secara normal
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
4.2.2. Uji Multikolinearitas Salah satu asumsi model regresi linier
berganda yang lain adalah tidak ditemukan adanya korelasi yang signifikan antar variabel
independennya. Pada penelian ini dilakukan pengujian dengan nilai Variance Inflation Factor
VIF dan tolerance. Multikoleinieritas terjadi apabila nilai VIF berada diatas 10 dan nilai
tolerance dibawah
0,1 Hair
dkk dalam
Supramono dan Utami, 2004. Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa
tidak terdapat nilai tolerance yang kurang dari 0,10 ataupun nilai VIF yang lebih dari 10. Oleh
karena itu berdasarkan nilai tolerance dan VIF tersebut
maka pada
penelitian ini
tidak ditemukan adanya gejala multikolinearitas.
Tabel 4.2 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Unstandardized Residual
N 104
Normal Parameters Mean
.000 Std. Deviation
.011 Most Extreme Differences
Absolute .104
Positive .104
Negative -.065
Kolmogorov-Smirnov Z 1.065
Asymp. Sig. 2-tailed .206
24
Tabel 4.3 Uji Multikolieritas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 Constant
Rsquared .953
1.050 DA
.671 1.491
Growth .959
1.043 CR
.826 1.210
LogMcap .676
1.479 Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Keterangan: �
2
Rsquared, Leverage DA, Growth, Investment
Opportunity CR,
Firm Size
LogMcap.
4.2.3. Uji Autokorelasi Uji Autokolerasi dipakai untuk mendeteksi
gejala kolerasi antara data yang satu dengan yang lain
atau dikenal
dengan serial
korelasi Supramono dan Utami, 2004. Jika nilai Durbin-
Watson DW tersebut dibawah 2, maka dapat disimpulkan tidak terdapat gejala autokorelasi.
Pada tabel 4.4 dapat dilihat nilai DW sebesar 1,022
atau DW
dibawah 2,
maka dapat
disimpulkan bahwa
tidak terjadi
masalah autokorelasi.
Tabel 4.4 Uji Autokorelasi
Model R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin- Watson
1 .332
.110 .065
.012 1.022
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
25
4.2.4. Uji Heteroskedastisitas Asumsi
lain yang
diuji adalah
uji heteroskedastisitas yang bertujuan untuk menguji
apakah dalam
model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu
pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi
yang baik
adalah tidak
terjadi heteroskedastisitas,
yang berarti
memiliki kesamaan variance sehingga data dalam model
regresi tersebut memenuhi asumsi yang homogen.
Grafik 4.1. Uji Heteroskedastisitas
Deteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada
grafik. Dasar pengambilan keputusan adalah jika terdapat pola tertentu yang teratur bergelombang,
26
melebar kemudian menyempit maka telah terjadi heteroskedastisitas. Dari gambar 4.2 grafik
Scatterplot dibawah ini titik-titik menyebar secara acak diatas dan di bawah angaka nol,
maka model ini dianggap tidak mengalami problem heterokedastisitas.
4.3 Pengujian Hipotesis