PERANAN KOMUNIKASI KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA

(1)

CHARACTER OF TEENAGERS

(Study on Families Cengkeh Environment II, National Housing Authority Way Halim Bandarlampung)

By

AKHYARSYAH AGYA

By nature, humans as social being who always wanted live together and interact. It is prove that humans are essentially interdependent and need each other. The family as the smallest social group in society that is the set of human beings to live together and there is a reciprocal relationship of mutual influence. Family communication is a forum to resolve the problem of teenagers, one of them is character building of teenagers.

Formulation of the problem in this research is how the role of family communication in building the character of teenagers, in the Environment II Cengkeh, National Housing Authority Way Halim Bandarlampung. Research goal is to determinate the role of family communication in building the character of teenagers, in the Environment II Cengkeh, National Housing Authority Way Halim Bandarlampung.

The theory used in this research is the theory of interpersonal communication. This research used qualitative method to generate descriptive data in the form of words or spoken of people and behaviours that can be observed. The result of interviews of four informants (parents and children) show that family communication is a form of interpersonal communication, which will run according to the five elements of effective interpersonal communication. Those are openness, empathy, supportiveness, positiveness, equality.

The conclusions from this study are (1) the parents who have a high openness to children, then the characters of the children are open, honest, brave. Conversely, the parent who has a low openness in the child, then the then the characters of the child are closed and tend to be afraid. (2) the parents who high empathy to children, then the characters of the children are tolerant. Conversely, the parent who low empathy in the child, then the characters of the child are indifferent. (3) the parents who provide support to children, then the characters of the children are optimistic, confident, creative. Conversely, the parent who do not provide


(2)

support to child, then the characters of the child are pessimistic, insecure, lazy. (4) the parents who positive feeling to children, then the characters of the children are openness, honest. Conversely, the parent negative feeling to child, then the characters of the child are anxious, insecure. (5) the parents who have a equality to children, then the characters of the children are respectful and polite. Conversely, the parent who has not equality to child, then the characters of the childr are rebels, disputer.


(3)

PERANAN KOMUNIKASI KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA

(Studi pada Keluarga-keluarga Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim Bandarlampung)

Oleh

AKHYARSYAH AGYA

Secara kodarti manusia adalah makhluk sosial yang selalu ingin hidup berdampingan dan berinteraksi. Hal ini membuktikkan bahwa manusia pada dasarnya terdapat saling ketergantungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Keluarga sebagai kelompok sosial terkecil dalam masyarakat yang merupakan himpunan manusia untuk hidup bersama dan terdapat hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Komunikasi keluarga merupakan suatu wadah untuk meyelesaikan permasalahan remaja salah satunya dalam pembentukan karakter remaja. Umumnya pembentukan karakter remaja tidak terlepas dari peran keluarga yang sangat besar.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah peranan komunikasi keluarga dalam pembentukan karakter remaja di Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim Bandarlampung?” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan komunikasi keluarga dalam pembentukan karakter remaja di Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim Bandarlampung.

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Hasil penelitian dari wawancara 4 informan orang tua dan 4 informan anak menjelaskan bahwa bentuk komunikasi keluarga adalah komunikasi antarpribadi, yang akan berjalan efektif sesuai dengan kelima unsur komunikasi antarpribadi, yaitu keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, kesamaan.

Kesimpulan dari penelitian ini meliputi, dalam komunikasinya: (1) Orang tua yang memiliki keterbukaan yang tinggi pada anak, maka karakter anaknya yaitu terbuka, jujur, berani. Sebaliknya orang tua yang memiliki keterbukaan yang rendah pada anak, maka karakter anaknya yaitu tertutup dan cenderung takut. (2) Orang tua yang empatinya tinggi pada anak, maka bentuk karakter anaknya yaitu toleran atau tenggang rasa. Sebaliknya orang tua yang empatinya rendah, maka bentuk karakter anaknya yaitu cuek, acuh tak acuh. (3) Orang tua yang


(4)

memberikan dukungan pada anaknya, maka bentuk karakter anaknya yaitu optimis, percaya diri, kreatif. Sebaliknya orang tua yang tidak memberikan dukungan pada anaknya, maka bentuk karakter anaknya yaitu pesimis, minder, malas. (4) Orang tua yang berperasaan positif pada anaknya, maka bentuk karakter anaknya yaitu terbuka, jujur. Sebaliknya orang tua yang berperasaan negatif pada anak, maka bentuk karakter anaknya yaitu cemas, merasa tidak aman, penuh rasa curiga. (5) Orang tua yang memiliki kesetaraan dengan anak, maka bentuk karakter anaknya yaitu lembut, hormat dan santun. Sebaliknya orang tua yang tidak memiliki kesetaraan dengan anak, maka karakter anaknya yaitu kasar, pemberontak, pembantah.


(5)

(Studi pada Keluarga-keluarga Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim Bandarlampung)

Oleh

AKHYARSYAH AGYA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU KOMUNIKASI

pada

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

i

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ... LEMBAR PERNYATAAN ... LEMBAR JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN ... RIWAYAT HIDUP ... PERSEMBAHAN... MOTTO ... SANWACANA ... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL ...

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Komunikasi... 8

1. Pengertian Komunikasi ... 8

2. Komponen-komponen Komunikasi ... 10

3. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 12

B. Tinjauan Tentang Keluarga... 12

1. Pengertian Keluarga ... 12

2. Fungsi Keluarga ... 13

3. Bentuk-bentuk Keluarga ... 14

C. Tinjauan Komunikasi Keluarga ... 15

1. Pengertian Komunikasi Keluarga ... 15

2. Unsur-unsur Komunikasi Keluarga ... 17

3. Komunikasi Keluarga sebagai Komunikasi Antarpribadi ... 18

D. Tinjauan Komunikasi Antarpribadi ... 21

1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 21


(7)

3. Proses Berlangsungnya Komunikasi Antarpribadi ... 24

4. Tujuan Komunikasi Antarpribadi ... 25

5. Efektivitas Komunikasi Antarpribadi ... 26

6. Aspek yang Mempengaruhi Komunikasi Antarpribadi ... 26

E. Tinjauan Tentang Pembentukan Karakter Remaja ... 31

1. Pengertian Remaja ... 31

2. Batasan Usia Remaja ... 31

3. Pengertian Karakter... 33

4. Bentuk Karakter Remaja ... 34

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter Remaja ... 34

6. Peranan Orang Tua ... 35

F. Kerangka Pikir ... 36

Bagan Kerangka Pikir ... 39

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 40

B. Fokus Penelitian... 41

C. Penentuan Informan ... 41

D. Lokasi Penelitian... 45

E. Teknik Pengumpulan Data... 45

G. Teknik Analisis Data... 46

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim ... 48

1. Potensi Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim ... 48

2. Potensi Mata Pencaharian ... 48

3. Potensi Kelembagaan dan Agama... 49

B. Sarana dan Prasarana... 49

1. Sarana dan Prasarana Transportasi Darat... 49

2. Sarana dan Prasarana Komunikasi ... 49

3. Prasarana Air Bersih dan Sanitasi ... 50

4. Prasarana Ibadah ... 50

5. Prasarana Pendidikan ... 50

6. Prasarana Penerangan... 50

V. HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Informan ... 51

B. Deskripsi Profil Informan ... 52

C. Hasil Penelitian ... 54

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 77 1. Peranan Komunikasi Keluarga dalam Pembentukan Karakter Remaja . 78


(8)

iii

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 93 B. Saran... 94 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel ` Halaman

1. Identitas Informan Penelitian ... 51

2. Mengenai Keterbukaan ... 55

3. Mengenai Empati ... 59

4. Mengenai Dukungan ... 64

5. Mengenai Perasaan Positif ... 68


(10)

MOTTO

Hidup ini memang tidak mudah. Dan jadi lebih sulit jika kita

hanya mengeluh dan menyalahkan orang lain.

(Mario Teguh)

Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama

ada komitmen untuk menyelesaikannya.

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu

kaum, sampai mereka merubah keadaan yang ada pada diri

mereka sendiri

(Q.S. Ar Ra ad : 11)


(11)

1. Tim Penguji

Ketua :Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si. ...

Penguji Utama :Dhanik Sulistyarini, S.Sos., ... M.Comn & MediaSt.

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si. NIP. 19580109 198603 1 002


(12)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil alamiin...

Kata ini yang pertama kali terucap ketika aku berhasil melewati rintangan yang

Engkau berikan

Bersama syukur kehadirat Allah SWT

Kupersembahkan karya ini sebagai tanda bukti dan cinta tulus

Kepada :

Ibunda Aguslena

yang sangat saya cintai, yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, doa serta bimbingan kepadaku

dalam menjalani hidup ini

Ayahanda Yahya AD

Yang telah memberikan spirit kepadaku untuk menjalani hidup ini

Buat seluruh keluarga yang sangat saya sayangi Terimakasih untuk semua dukungan, kasih sayang

dan supportnya selama ini

Sahabat dan Kawan-kawan terbaikku, atas bantuan, dukungan serta kebersamaannya


(13)

Perumnas Way Halim Bandarlampung) Nama Mahasiswa : AKHYARSYAH AGYA

No. Pokok Mahasiswa : 0816031017

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si. NIP. 196001221987031004

2. Ketua Jurusan

Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si. NIP. 196001221987031004


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung, pada tanggal 16 Maret 1990, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, buah hati pasangan Bapak Yahya. AD dan Ibu Aguslena, yang bernama Akhyarsyah Agya.

Pendidikan formal yang penulis tempuh adalah:

1. TK Al-Azhar 4 Perumnas Way Halim, Bandarlampung, diselesaikan pada tahun 1996.

2. SD 2 Al-Azhar Perumnas Way Halim, Bandarlampung, diselesaikan pada tahun 2002.

3. MTs.N 1 Pahoman, Bandarlampung, diselesaikan pada tahun 2005. 4. MAN. 1 Sukarame, Bandarlampung, diselesaikan pada tahun 2008.

5. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada program Strata Satu (S1) Jurusan Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada bulan Juli – Agustus 2011 di Dusun Sendang Agung, Desa Ngarip, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus


(15)

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT, karena hanya dengan izin dan kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: Peranan Komunikasi Keluarga dalam Pembentukan Karakter Remaja (Studi pada Keluarga-keluarga Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim Bandarlampung). Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Teguh Budi Rahardjo, M. Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung dan juga selaku dosen Pembimbing, terima kasih atas segala bimbingan, masukan dan saran yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dhanik Sulistyarini, S.Sos., M.Comn & MediaSt, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung dan juga dosen Penguji Utama, terima kasih atas segala bimbingan, masukan dan saran yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen FISIP umumnya dan Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung khususnya atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.


(16)

5. Teristimewa kedua orang tuaku ”Ayah dan Ibu” tercinta.Ibu bukan hanya sekedar indah, tapi ”Ibu” takkan tergantikan dengan apapun. Terima kasih tak terhingga, atas segala cinta dan kasih sayang ”Ibu”, kesabaran serta doa yang tiada henti-hentinya yang selalu Ibu panjatkan untuk keberhasilan Uda. ”Ibu” sosok sempurna buat Uda.

6. Abang dan Adikku, “Ari Fauzan Agya dan Ahmad Fadil Agya” yang selalu mendoakan keberhasilanku dalam setiap sujudnya dan selalu memberikan dukungan serta motivasi untuk kemajuan diriku.

7. Keluarga besarku tercinta. Terima kasih untuk semangat dan dukungannya. Aku bahagia bisa menjadi bagian dari kehidupan kalian.

8. Si Merah Biru (motor gue), yang selama ini udah banyak bawa gue kemana-mana, terutama buat ngurus2 skripsi, nyampe lupa ngerawat elu Bob, tar kita Ngaspal lagi bob, Oke Bob, udah gatel juga tangan gue, hehehe, thanks ya Bob.

9. Kawan-kawan Komunikasi secara menyeluruh : bang Yosef (gimana lu bang, jadi wisuda bareng gak ? hehehe), bang Eki, bang Riko, Morian, Agung, Ewin, Duwi (lek wisuda bareng juga akhirnya), Kurap, Kembung, Arya, Ari, Aji, Yudi, Putri, Alpe, Diah, Vera, Bagus, Andi, Wily, Patrik, Hendi (lek lo mah kelamaan, sory ya gw duluan), Amal, Amri, Rizky, Rizky Dewa (kemana ja lu ez), Werenk Bastian RM, Bastian, Helda, Bocil, dan yang laennya yang gak disebutin, sory lupa, gw juga capek ngetiknya, hahaha, dan lainnya yang gak bisa disebutin, thanks semuanya, tetep semangat.

10. Kawan-kawan setongkrongan kantin bisnis, bawah pohon ceri kiyay, kiyay Ari, Topik, Ucok, Arki, Tyo, Dani, Damen, Arip, Afni, Ferdi, dan yan lain yang gak bisa disebutin, thanks semuanya.

11. Keluarga besar Ilmu Komunikasi Universitas Lampung.

12. Kawan-kawan setongkrongan satu kampung, Adi, Kausar, Windri, Nio, Axhary, Iwan, Dada, yang junior Nuril, Feri, Fuad, Mahmud, Arta, Putra, dan yang lainnya, serta seniornya, thanks semuanya.

13. Kawan-kawan setongkrongan tempat kak Huda, Pian (akhirnya wisuda juga ez), Hadi, Nanang, Dika, Nopi, Smoker, Riyan, Hery, Herly, Sadus, Lucky, Rudi,


(17)

Nyai’ dan yang lain yang gak bisa disebutin, thanks semuanya.

14. Kawan-kawan setongkrongan motor (Honda Revo Club Lampung), Ariz, Jeje, Riyan, Nopri, Dimas, Muhajir, Okta Curut, Huda, Arvan, dan yang lain yang gak bisa disebutin, thanks kawan udah ngasih pengertian dan bantuannya selama ini. 15. Kawan-kawan setongkrongan fitness, mas Yono, mbak Ulfa, lek Ragil, bang iiL,

Lian, Armes, Andre, Marga, Hap2, dan yang lain yang gak bisa disebutin, thaks semuanya.

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan semua pihak yang telah bersedia memberikan bantuan sampai selesainya skripsi ini.

Semoga kiranya Allah SWT membalas dengan kebaikan dan melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada kalian. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekuarangan, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, November 2012 Penulis


(18)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya: Nama : Akhyarsyah Agya NPM : 0816031017 Jurusan : Ilmu Komunikasi

Alamat : Jln. Ratudibalau Gg.Garuda no 89 Way Kandis, Bandarlampung Nomor HP : 081977920315

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul: “Peranan Komunikasi Keluarga dalam Pembentukan Karakter Remaja”, adalah benar-benar hasil karya sendiri, bukan plagiat (milik orang lain) ataupun dibuat oleh orang lain. Apabila dikemudian hari ada pihak-pihak yang keberatan terhadap hasil penelitian skripsi saya, maka saya akan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan yang berlaku dan saya siap untuk dicabut gelar akademik saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dalam tekanan pihak manapun.

Bandarlampung, November 2012 Saya yang menyatakan,

Akhyarsyah Agya NPM 0816031017


(19)

A. Latar Belakang Masalah

Secara kodrati manusia adalah makhluk sosial, artinya makhluk yang selalu ingin hidup berdampingan, bergaul dengan sesamanya. Hal ini membuktikkan bahwa diantara manusia pada dasarnya terdapat saling ketergantungan, saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hal tersebut kemudian manusia membentuk kelompok-kelompok sosial yang merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama dimana terdapat timbal balik yang saling mempengaruhi. Salah satu perwujudan dari kelompok sosial itu adalah keluarga yang merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat.

Menurut Suhendi dan Wahyu (2001:41-44), keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama. Keluarga juga merupakan suatu struktur yang bersifat khusus, satu dengan yang lainnya dan mempunyai ikatan akibat hubungan darah atau pernikahan. Keterikatan sosial diantara anggota keluarga bersifat tetap. Ikatan antara keluarga didasari oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab.


(20)

2

Keluarga di mana di dalamnya terdapat ayah, ibu dan anak yang sering disebut sebagai keluarga inti atau keluarga batih. Menurut Suhendi dan Wahyu (2001:54-55), keluarga batih adalah kelompok keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum memisahkan diri dan membentuk keluarga tersendiri. Keluarga ini bisa disebut sebagai keluarga konjugal (conjugal family) yaitu keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri dan anak-anaknya.

Keluarga merupakan sistem sosial yang terdiri dari berbagai subsistem yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Subsistem dalam keluarga adalah fungsi-fungsi antar anggota keluarga yang ada dalam keluarga, seperti fungsi hubungan ayah dengan ibu, anak dengan ayah, anak dengan ibu, anak dengan anak yang terdiri dari fungsi pengaturan seksual, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi, fungsi afeksi, fungsi penentuan status, fungsi perlindungan dan fungsi ekonomi (Suhendi dan Wahyu, 2001:61).

Di dalam kehidupan keluarga dan masyarakat manusia dikategorikan sebagai makhluk sosial yang perlu mengadakan hubungan dengan manusia lain, baik hubungan individu ataupun hubungan kelompok yang berupa interaksi sosial dan komunikasi. Interaksi sosial artinya proses sosial yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan dengan kelompok manusia. Sedangkan komunikasi berarti memiliki tafsiran terhadap prilaku orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah, atau sikap dan perasaan yang ingin disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Kualitas komunikasi yang terjadi mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan hubungan interpersonal yang positif antar sesama anggota keluarga.


(21)

Komunikasi adalah kebutuhan yang fundamental bagi seseorang dalam kehidupan bermasyarakat serta merupakan sarana berinteraksi sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain. Menurut Rakhmat (2005:9), komunikasi berarti peristiwa sosial, peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi kepada manusia lain. Komunikasi melibatkan sejumlah orang untuk menyatakan pikiran, pendapat, perasaan, kemauan dan keinginan agar seseorang dengan orang lain dapat saling memahami, mengerti, dan mempengaruhi satu sama lainnya. Seperti halnya komunikasi sebuah keluarga dalam memecahkan berbagai persoalan dan permasalahan yang ada di keluarga baik masalah anak, orang tua, atau kerabat yang berhubungan dengan keluarga itu.

Komunikasi dalam keluarga yang menjadi dasar dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga sebagai wadah penyelesaian masalah-masalah keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran, kejujuran serta keterbukaan satu sama lain. Termasuk mengomunikasikan permasalahan dan penyelesaian tentang pembentukan karakter remaja dalam keluarga.

Masa remaja merupakan suatu masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa. Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga dapat dianggap sebagai orang dewasa. Namun di satu sisi ia ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang tua, di sisi yang lain pada dasarnya ia tetap membutuhkan bantuan, dukungan serta perlindungan orang tuanya.


(22)

4

Orang tua sering tidak mengetahui atau kurang memahami perubahan yang terjadi sehingga tidak menyadari bahwa anak mereka telah tumbuh menjadi seorang remaja, bukan lagi anak yang selalu perlu dibantu. Biasanya orang tua kurang memahami dalam hal menyikapi keadaan yang terjadi pada anaknya, bahkan tidak jarang orang tua dan remaja sering mengalami suatu konflik dimana adanya kebiasaan yang dianggap dapat memberikan hiburan, menghilangkan kebosanan dan sebagainya.

Masa remaja merupakan suatu fenomena sosial yang sangat menarik untuk dibahas, karena pada tahap ini para remaja sedang mengalami suatu pencarian jati diri pada dirinya. Banyak dinamika kehidupan yang akan dilalui oleh seorang remaja, yang mana belum pernah dirasakan sama sekali oleh remaja, dan itu semua akan berpengaruh pada karakter remaja itu sendiri.

Seorang anak yang beranjak dewasa akan mendapat suatu pembelajaran baru di dalam kehidupannya. Pembelajaran tersebut akan didapat seorang remaja ketika remaja berada dan berinteraksi di lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat. Lingkungan sangat berperan penting dalam pembentukan dan pengembangan karakter remaja pada kondisi yang ramai dan marak akan tempat hiburan.

Dinamika kehidupan remaja merupakan fenomena sosial yang sangat menarik dan tidak habis untuk dibahas. Seperti halnya fenomena sosial yang tengah terjadi dalam lingkungan masyarakat saat ini. Dimana maraknya para remaja yang


(23)

menghabiskan waktunya hanya untuk bersantai, berkumpul sesama teman sebaya sekedar mencari hiburan di tengah keramaian kota.

Kehidupan remaja saat ini tidak lepas dari faktor keluarga dan lingkungan sekitar mereka. Lingkungan keluarga memiliki andil dalam proses pembentukan karakter remaja. Apabila keluarga tersebut adalah keluarga yang kurang memerhatikan kondisi lingkungan masyarakat di sekitarnya, bukan tidak mungkin akan berpengaruh pada karakter remaja tersebut. Kondisi lingkungan yang bersifat heterogen, dekat dengan tempat hiburan, dapat membawa dampak positif dan negatif pada karakter seorang remaja. Kondisi remaja yang masih labil akan menerima semua yang bersifat baru. Hal ini dikarenakan remaja memiliki sifat rasa ingin tahu dan sedang mencari jati diri.

Remaja yang suka kehidupan bersantai merupakan karakter remaja yang menyukai kehidupan glamour, fun, happy. Hal ini dikarenakan masa remaja menjadi suatu pertentangan dan pemberontakan, karena terlalu menitikberatkan ungkapan-ungkapan bebas dalam remaja dan dari ketidakpatuhan seperti model berpenampilan, pakaian, gaya rambut, pola konsumtif, pergaulan bebas, bacaan, film, dan penerangan media lainnya yang menggambarkan karakter remaja secara umum dinilai kemungkinan berakibat sensasional (A. Bandura, 1981:295).

Sedangkan menurut Stanley Hall (1982:205), masa remaja itu penuh gejolak emosional dan ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan ini yang akan menjadi kebiasaan dan mempengaruhi karakter remaja. Kondisi ini tidak jauh berbeda


(24)

6

dengan suasana di kota Bandarlampung tepatnya di Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim.

Berdasarkan pengamatan sementara yang penulis lakukan di lokasi penelitian di Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim menunjukkan bahwa remaja yang tinggal bersama keluarganya di lingkungan ini, memiliki karakter yang berbeda-beda. Menurut keterangan salah satu ketua RT di Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim, Idrus Paksi, masyarakat di lingkungan ini bersifat heterogen, baik itu dari suku, status sosial, ekonomi dan lainnya. Sehingga tak jarang budaya yang dibawa dari tiap individu berbaur ke individu yang lain dan akhirnya sampai kepada remaja yang menginginkan hal-hal yang bersifat baru. Remaja di lingkungan ini dapat dikelompokkan menjadi remaja yang memiliki karakter positif dan karakter negatif. Karakter positifnya, mereka para remaja dibina dan dibiasakan dari kecil oleh keluarganya sifat santun terhadap sesama. Sedangkan pada karakter negatifnya, beliau menambahkan, dari semua remaja, masih terdapat sebagian remaja yang memilih untuk bersantai, berkumpul sesama teman sebaya dan tidak memerhatikan kondisi di sekitarnya.

Berangkat dari pernyataan dan kenyataan tersebut, maka penulis menjadikan Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim sebagai daerah penelitian. Lingkungan yang strategis dengan pusat keramaian kota dan dekat dengan tempat hiburan (PKOR Way Halim) membuat remaja di sana banyak menghabiskan waktunya hanya untuk bersantai, berkumpul sesama teman. Oleh karena itu, dibutuhkan peranan sebuah keluarga yang merupakan lingkungan terdekat dari


(25)

seorang remaja yang memiliki tugas dan peran penting dalam hal pengawasan terhadap remaja.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah peranan komunikasi keluarga dalam pembentukan karakter remaja di Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim Bandarlampung?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: “Untuk mengetahui peranan komunikasi keluarga dalam pembentukan karakter remaja di Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim Bandarlampung”

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu komunikasi dan juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya berkaitan dengan permasalahan peranan komunikasi keluarga dalam pembentukan karakter remaja.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya bagi keluarga yang berperan dalam pembentukan karakter remaja.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi secara etimologis berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, atau dalam bahasa Inggris communication yaitu sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi berlangsung apabila ada orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna terhadap suatu hal yang dikomunikasikan, jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka komunikasi berlangsung, dan sebaliknya jika ia tidak mengerti maka komunikasi tidak akan berlangsung. Hal ini terkait dengan komunikatif atau tidaknya seseorang dalam berkomunikasi (Cangara, 2006:9-11).

Secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Pengertian tersebut jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang. Komunikasi yang disini adalah komunikasi manusia (Human Communication). Secara paradigmatis, komunikasi mengandung tujuan tertentu, ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media. Komunikasi juga merupakan suatu transaksi, proses simbolik, yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antara sesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan


(27)

tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu. Menurut Rogers dan D. Lawrence Kincaid (1981), komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengetian yang mendalam. Komunikasi juga merupakan bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Tujuan dari berkomunikasi jelas untuk mencapai adanya kesamaan makna (Cangara, 2006:18-21).

Komunikasi adalah proses dimana seseorang menyampaikan gagasan, harapan, melalui lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan penyampai pesan dan ditujukan kepada penerima pesan. Komunikasi adalah salah satu kegiatan manusia yang telah dipahami semua orang, tetapi tidak semua dapat memahami maknanya. Menurut Carl I. Hovland dalam Effendy (1993:13), bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk prilaku orang lain (komunikan), dengan perubahan itu akan diperoleh persamaan persepsi dan tujuan. Komunikasi dalam hal ini merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang pada orang lain dengan menggunakan lambang yang bermakna sama bagi kedua belah pihak.

Kebutuhan akan komunikasi memang merupakan masalah yang sangat fundamental bagi setiap manusia. Oleh karena itu komunikasi sebagai alat ekspresi dari setiap keinginan manusia, baik secara individu maupun kelompok.


(28)

10

A.W. Widjaja (2000:13), mendefinisikan komunikasi sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah hubungan, atau diartikan pula sebagai saling tukar menukar pendapat. Komunikasi juga dapat diartikan hubungan kontrak antara manusia baik individu maupun kelompok.

2. Komponen-Komponen Komunikasi

Menurut Effendy (1999:16-19), komponen komunikasi meliputi:

a. Komunikator (source), orang yang membawa/menyampaikan pesan. b. Pesan (message), berita/informasi yang disampaikan oleh komunikator. c. Saluran (channel), sarana penyampaian pesan dalam kegiatan komunikasi.

1. Pendengaran (lambang berupa suara)

2. Penglihatan (lambang berupa sinar, pantulan sinar atau gambar) 3. Penciuman (lambang berupa bau-bauan)

4. Rabaan (lambang berupa sentuhan)

d. Komunikan (communicant), objek sasaran yang dituju dari komunikator. e. Umpan balik (feedback), arus umpan balik dalam rangka proses

berlangsungnya komunikasi.

Menurut Morissan (2006:39-46), setiap peristiwa komunikasi akan melibatkan 8 elemen komunikasi yang meliputi:

1. Sumber

Proses komunikasi dimulai atau berawal dai sumber (source) atau pengirim pesan. Sumber bisa jadi adalah individu, kelompok atau bahkan organisasi.


(29)

2. Encoding

Kegiatan yang dilakukan sumber menerjemahkan pikiran dan ide-idenya ke dalam suatu bentuk yang dapat diterima oleh indera.

3. Pesan

Ketika kita berbicara maka kata-kata yang kita ucapkan adalah pesan. 4. Saluran

Saluran atau channel adalah jalan yang dilalui pesan untuk sampai pada penerima.

5. Decoding

Kegiatan untuk menerjemahkan atau menginterpretasikan pesan-pesan fisik ke dalam suatu bentuk yang memilki arti bagi penerima.

6. Penerima

Sasaran atau target dari pesan atau komunikan. 7. Umpan balik

Umpan balik (feedback) adalah tanggapan atau respon dari penerima yang membentuk dan mengubah pesan yang disampaikan sumber.

8. Gangguan

Elemen terakhir dalam komunikasi sebagai sesuatu yang mengintervensi proses pengiriman pesan.

Berdasarkan definisi di atas maka secara garis besar dapat disimpulkan bahwa komunikasi dapat terjadi apabila terdapat pesan yang akan disampaikan, adanya sumber dan penerima, serta adanya media dan respon.


(30)

12

3. Bentuk-bentuk Komunikasi

Menurut Cangara (2006:30-37), komunikasi terdiri dari:

a. Komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal communication)

Proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain berkomunikasi dengan diri sendiri.

b. Komunikasi antarpribadi (interpersonal coomunication)

Proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.

c. Komunikasi publik (public communication)

Komunikasi publik biasa disebut juga komunikasi pidato, komunikasi retorika, komunikasi kolektif dan komunikasi khalayak.

d. Komunikasi massa

Komunikasi massa merupakan proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi terdiri dari beberapa bentuk dan tergantung dari sumber dan penerima yang akan dituju.

B. Tinjauan Tentang Keluarga 1. Pengertian Keluarga

Menurut Suhendi dan Wahyu (2001:41-44), keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan atau adopsi serta tinggal bersama. Keluarga juga merupakan struktur yang bersifat khusus, satu dengan lainnya mempunyai ikatan akibat hubungan darah atau


(31)

pernikahan. Keterikatan sosial diantara anggita keluarga bersifat tetap. Ikatan antara anggota keluarga didasari oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab.

Dari penjelasan tersebut, keluarga muncul karena adanya unsur perkawinan, dan hubungan darah, sehingga rasa emosional dan keterikatan antar anggota keluarga menjadi sangat kuat dibandingkan dengan institusi lainnya. Individu membentuk keluarga biasanya ingin mencapai tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah untuk mencapai kebahagiaan hidup.

2. Fungsi Keluarga

Menurut Singgih D. Gunarsa (1983:66), secara hakikat, keluarga memiliki delapan fungsi yang harus diperankan secara lengkap agar dapat membentuk karakter dan kepribadian yang baik dan berbudi pekerti luhur :

1. Fungsi keagamaan, yang dapat diwujudkan dalam bentuk keimanan, ketaqwaan, dan aplikasinya dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Fungsi sosial budaya, yang dapat dicerminkan dari sikap saling menghargai, patuh pada kaidah dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat serta negara.

3. Fungsi cinta kasih, tercermin dalam kehidupan yang harmonis, rukun dan tanggung jawab.

4. Fungsi melindungi, yang menumbuhkan rasa aman dan kehangatan yang tiada batas-bandingan, baik lahir maupun batin.


(32)

14

5. Fungsi reproduksi, yang merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan untuk menyumbang kesejahteraan manusia. 6. Fungsi sosialisasi/pendidikan, yang dapat diukur dari kemampuan

membaca dan menulis serta dapat meningkatkan kualitas pendidikan keluarga.

7. Fungsi ekonomis, yang dapat diwujudkan dalam bentuk mempunyai mata pencaharian dan hidup berkecukupan.

8. Fungsi pembinaan lingkungan, yang diwujudkan keluarga yang mampu menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang dalam keadaan yang berubah secara dinamis.

3. Bentuk-bentuk Keluarga

Umumnya, ketika menyebutkan kata keluarga, asosiansinya langsung tertuju pada adanya seorang suami, seorang istri, dan anak-anak yang bermula atas persatuan ikatan perkawinan dan pada akhirnya ikatan darah. Kelompok keluarga yang demikian kerap disebut keluarga batih atau inti. Ada pula suatu kelompok yang didasarkan atas hubungan kekerabatan karena melihat adanya pertalian darah antara beberapa anggotanya tapi tidak diturunkan dari pertalian pernikahan suami istri semata, kelompok ini bisa disebut dengan keluarga luas atau extended family. Pemahaman tentang keluarga batih dan keluarga luas dapat ditilik kembali pada pengertian yang diungkapkan Hendi Suhendi dan Ramdani Wahyu (2001:54-55) berikut ini :


(33)

1. Keluarga batih

Keluarga batih adalah kelompok keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum memisahkan diri dan membentuk keluarga tersendiri. Keluarga ini bisa disebut sebagai keluarga konjugal (conjugal family) yaitu keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri dan anak-anaknya.

2. Keluarga luas

Keluarga luas adalah keluarga yang terdiri dari semua orang yang berketurunan dari kakek dan nenek yang sama termasuk keturunan masing-masing istri dan suami. Dengan kata lain, keluarga luas adalah keluarga batih yang ditambah kerabat lain yang memiliki hubungan erat dan senantiasa dipertahankan. Sebutan keluarga yang diperluas (extended family) digunakan dalam suatu sistem yang masyarakatnya menginginkan beberapa generasi hidup dalam satu atap rumah tangga.

Berdasarkan pengertian di atas, penelitian ini berfokus pada keluarga batih yang merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat dan memiliki hubungan yang erat satu sama lain dalam keluarga.

C. Tinjauan Komunikasi dalam Keluarga

1. Pengertian Komunikasi Keluarga

Menurut Supratiknya (1995:31), komunikasi adalah dialog dan kerjasama dalam segala hal dan hubungan timbal balik antara anggota keluarga, misalnya antara orang tua dan anak. Sedangkan menurut Solaeman dan Muh. Scohib (1998:17) keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup dalam tempat tinggal bersama dan


(34)

16

masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruh dan saling memperhatikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi antara orang tua dan anak dalam rangka memberikan kesan, keinginan, sikap, pendapat dan pengertian yang dilandasi rasa kasih sayang, kerjasama, penghargaan, kejujuran, kepercayaan dan keterbukaan diantara mereka.

Hafied Cangara (2006:62) menjelaskan fungsi komunikasi dalam keluarga ialah meningkatkan hubungan insani, menghindari dan mengatasi konflik-konflik prribadi dalam keluarga, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi dalam keluarga dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidupnya karena memilki banyak sahabat. Melalui komunikasi dalam keluarga juga dapat dibina hubungan yang baik, sehingga dapat menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik diantara anggota-anggota keluarga.

Komunikasi dalam keluarga merupakan salah satu bentuk komunikasi antarpribadi yang khas. Adapun ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakan dengan komunikasi massa adalah :

a. Terjadi secara spontan


(35)

c. Terjadi secara kebetulan d. Tidak mengejat

Hafied Cangara (2006:32) mengemukakan adanya komunikasi kelompok kecil sebagai bentuk nyata dari komunikasi dalam keluarga. Proses komunikasi belangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota keluarga saling berinteraksi satu sama lainnya. Ciri-cirinya yaitu :

1. Anggota-anggota keluarga terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung secara tatap muka.

2. Pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong dimana semua anggota bisa berbicara dalam kedudukan yang sama. Dengan kata lain tidak ada pembicaraan tunggal yang mendominasi.

3. Sumber dan penerima sulit diidentifikasi, artinya dalam situasi ini semua anggota keluarga dapat berperan sebagai sumber sekaligus penerima. Karena itu pengaruhnya bisa bermacam-macam.

2. Unsur-Unsur Komunikasi Keluarga

Beberapa ahli menyebutkan unsur-unsur komunikasi di dalam keluarga sama dengan unsur-unsur komunikasi pada umumnya, Hafied Cangara (2006:21-27) merangkup pendapat para ahli, beberapa unsur komunikasi yang diterapkan untuk komunikasi dalam keluarga :

a. Sumber komunikasi


(36)

18

b. Pesan

Pesan yang disampaikan dalam komunikasi keluarga dapat disampaikan dengan cara tatap muka di dalam rumah atau melalui media komunikasi bila tidak bertemu di rumah. Isi pesan berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi atau nasehat yang berguna.

c. Media

Media yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber ke penerima. Terdapat beberapa saluran atau media komunikasi, yaitu media komunikasi utama untuk komunikasi dalam keluarga adalah panca indera manusia, pada saat anggota keluarga dapat bertemu langsung. Selain indera manusia ada juga saluran komunikasi yang dapat digunakan pada saat anggota keluarga tidak dapat bertemu muka, yaitu melalui telepon, telegram, ponsel, hingga internet.

d. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan. Di dalam keluarga, penerima pesan adalah semua anggota keluarga. Unsur lain adalah pengaruh atau efek pesan dari pengetahuan, sikap, atau tingkah laku seseorang

3. Komunikasi Keluarga sebagai Komunikasi Antarpribadi

Bentuk komunikasi keluarga adalah komunikasi antarpribadi, seperti bentuk prilaku yang lain dapat sangat efektif. Hal ini tergantung dengan kualitas umum yang diperhubungkan dengan komunikasi antarpribadi. Kualitas umum atau aspek-aspek tersebut adalah (Devito, 1997:259):


(37)

a. Keterbukaan

Kemampuan untuk membaca dan mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kita terhadap orang lain. Kita harus melihat bahwa diri kita dan pembukaan diri yang akan kita lakukan tersebut diterima orang lain. Kalau kita sendiri menolak diri kita (self rejecting), maka pembukaan diri kita akan kita rasakan terlalu riskan. Selain itu, demi penerimaan diri kita maka kita akan harus bersikap tulus dan jujur dalam membuka diri.

Pada hakikatnya setiap manusia suka berkomunikasi dengan manusia lain, karena itu tiap-tiap orang selalu berusaha agar mereka lebih dekat satu sama lain. Faktor kedekatan atau proximity bisa menyatukan dua orang yang mempunyai hubungan erat. Kedekatan antar pribadi megakibatkan seseorang bisa dan mampu menyatakan pendapat-pendapatnya dengan bebas dan terbuka. Keterbukaan disini adalah bersikap terbuka dan jujur mengenai perasaan/pemikiran masing-masing, tanpa adanya rasa takut dan khawatir untuk mengungkapkannya (Liliweri,1997:18).

b. Empati

Empati merupakan kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak akan menjadikan anak merasa dihargai sehingga anak akan merasa bebas mengungkapkan perasaan serta keinginannya. Hal ini dapat dijalankan dengan membuat komunikasi dalam keluarga suportif dan penuh kejujuran. Setiap pernyataan yang diutarakan bersifat realistis, masuk akal dan tidak dibuat-buat. Selain itu komunikasi dalam keluarga harus diusahakan jelas dan spesifik, setiap


(38)

20

anggota keluarga benar-benar mengenali prilaku masing-masing, dan semua elemen keluarga harus dapat belajar cara tidak menyetujui tanpa perdebatan yang deskutif.

c. Dukungan

Untuk membangun dan melestarikan hubungan dengan sesama anggota keluarga kita harus menerima diri dan menerima orang lain. Semakin besar penerimaan diri kita dan semakin besar penerimaan terhadap orang lain, maka semakin mudah pula kita melestarikan dan memperdalam hubungan kita dengan orang lain tersebut.

d. Perasaan positif

Bila kita berpikir positif tentang diri kita, maka kita pun akan berpikiran positif tentang orang lain, sebaliknya bila kita menolak diri kita, maka kita pun akan menolak orang lain. Hal-hal yang kita sembunyikan tentang diri kita, seringkali adalah juga hal-hal yang tidak kita suka dari orang lain. Bila kita memahami dan menerima perasaan-perasaan kita, maka kita pun akan lebih mudah menerima perasaan-perasaan sama yang ditujukan orang lain (Supratiknya, 1995:86).

e. Kesetaraan

Sebuah komunikasi akan dikatakan sukses apabila komunikasi tersebut menghasilkan sesuatu yang diharapkan yaitu kesetaraan. Perselisihan dan perbedaan akan menjadi sumber persoalan jika tidak ditangani dengan bijaksana, sehingga memerlukan usaha-usaha komunikatif antara anggota keluarga. Dalam usaha untuk menyelesaikan persoalan maka pemikiran harus


(39)

dituju dan dipusatkan ke arah pemecahan persoalan, supaya tidak menyimpang dan mencari kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan masing-masing. Oleh karena itu, sebuah komunikasi harus dilakukan secara konstruktif dan dengan dasar kasih sayang.

Keakraban dan kedekatan antara orang tua dan anak-anaknya membuat komunikasi dapat berjalan secara efektif dalam meletakkan dasar-dasar untuk berhubungan secara akrab dan dekat. Kemampuan orang tua dalam melakukan komunikasi akan efektif karena orang tua dapat membaca dunia anak-anaknya (selera, keinginan, hasrat, pikiran dan kebutuhan).

D. Tinjauan Komunikasi Antarpribadi

1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Menurut Joseph A. Devito (1997:234), komunikasi antarpribadi merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh penyampai pesan (komunikator) dan penerima pesan (komunikan) secara langsung dalam konteks tatap muka (face to face communication). Berdasarkan definisi tersebut komunikasi antarpribadi dapat berlangsung antara dua orang atau lebih dalam suatu kelompok kecil dalam suatu pertemuan, misalnya dalam sebuah keluarga.

Berkaitan dengan ini keluarga merupakan bentuk yang paling jelas dari face to face group. Dimana keluarga mempunyai hubungan erat serta intensif dan masing-masing anggotanya saling melakukan komunikasi yang bersifat antarpribadi atau interpersonal. Komunikasi interpersonal merupakan bentuk yang paling sederhana. Secara umum komunikasi antarpribadi diartikan sebagai proses


(40)

22

penyampaian pesan berupa lambang baik verbal maupun non verbal antara dua orang atau bersifat tatap muka dan memperoleh efek danfeedbackyang langsung.

Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena dapat menggunakan kelima indera untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang dikomunikasikan kepada komunikan. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting, selama manusia masih mempunyai emosi, hasrat dan keinginan. Kenyataannya komunikasi tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi ataupun teknologi tercanggih pun.

Komunikasi antarpribadi terdiri dari dua macam, yakni komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi kelompok kecil (small group communication). Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antar dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan lebih personal. Sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, karena adanya pihak yang lebih dominan pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi menjawab (Cangara, 2006:32). Sedangkan komunikasi kelompok kecil (small group communication) adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain. Jika dilihat dari hubungan kelompok kecil tersebut


(41)

maka komunikasi dalam sebuah keluarga misalnya komunikasi antar suami istri, orang tua dan anak yang terikat hubungan keluarga termasuk kedalam komunikasi kelompok kecil yang memiliki hubungan yang mantap dan jelas (Devito,1997:231).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih baik secara organisasi maupun pada sekelompok orang yaitu keluarga.

2. Ciri-Ciri Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang terjadi antar beberapa orang melalui tatap muka dan prosesnya berlangsung dari mulut ke mulut. Dengan demikian dapat dilihat ciri-ciri komunikasi tersebut adalah (Liliweri, 1997:61): a. Jumlah orang yang terlibat sangat sedikit.

b. Tingkat kedekatan fisik pada waktu berkomunikasi intim sangat pribadi yaitu antar komunikator dan komunikan tidak ada batasan dan tidak menggunakan media apapun dalam melakukan komunikasi.

c. Pesan komunikasinya informal yaitu tidak secara resmi tetapi hanya mencakup kepentingan yang terjadi antar komunikan dan komunikator.

d. Penyesuaian pesan bersifat khusus yaitu pesan hanya diketahui oleh komunikator dan komunikan saja.

e. Tujuan dan maksud komunikasi tidak berstruktur namun sangat sosial yaitu karena sifatnya yang privasi sehingga tujuan yang disampaikan hanya mengenai kepentingan komunikator kepada komunikan saja atau sebaliknya.


(42)

24

Berdasarkan dari ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang cenderung memilki arus pesan dan konteks komunikasi secara dua arah. Sehingga menyebabkan tingkat umpan balik yang terjadi semakin tinggi karena umpan balik yang terjadi bersifat segera.

3. Proses berlangsungnya Komunikasi Antarpribadi

Menurut Rakhmat (2005:126), dalam hubungan interpersonal tidak bersifat statis, tetapi selalu berubah-ubah. Untuk memelihara dan meneguhkan hubungan interpersonal, perubahan memerlukan tindakan untuk mengembalikan keseimbangan (equilibrium). Dalam hal ini ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini ; keakraban, kontrol, respon yang tepat dan nada emosional yang tepat.

Faktor pertama adalah keakraban, yang merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.

Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa dan bilamana jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak, siapa yang menentukan siapa, siapakah yang dominan. Konflik terjadi biasanya bila masing-masing ingin berkuasa dan tidak ada pihak yang mau mengalah.

Faktor ketiga adalah kesempatan respon, artinya respon A harus diikuti oleh respon B yang sesuai. Dalam percakapan misalnya pertanyaan harus disambut


(43)

dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Respon ini bukan saja berhubungan dengan pesan-pesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Dalam konteks respon ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu : konfirmasi dan diskonfirmasi.

Faktor keempat yang memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika berlangsungnya komunikasi. Walaupun mungkin saja terjadi dua orang berkomunikasi dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.

4. Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Ada enam tujuan komunikasi antarpribadi yang dianggap penting oleh Widjaja (2000:122), yaitu :

a. Mengenal diri sendiri dan orang lain b. Mengetahui dunia luar

c. Menciptakkan dan memelihara hubungan d. Mengubah sikap dan prilaku

e. Bermain dan mencari hiburan f. Membantu orang lain

Yang perlu diperhatikan adalah tujuan-tujuan komunikasi antar pribadi ini tidak harus dilakukan dengan sadar ataupun dengan suatu maksud, tetapi bisa dilakukan tanpa sadar atau tanpa maksud tertentu.


(44)

26

5. Efektivitas Komunikasi Antarpribadi

Menurut Kumar dalam Wiryanto (2006:36), efektifitas komunikasi antarpribadi mempunyai lima ciri, sebagai berikut :

a. Keterbukaan (openess) yaitu kemampuan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima dalam menghadapi hubungan antar pribadi.

b. Empati (emphaty), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain.

c. Dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi yang efektif.

d. Rasa positif (positivness), yaitu seseorang harus memilki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi dan menciptakkan situasi komunikasi yang kondusif untuk interaksi yang efektif. e. Kesetaraan (equality), yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah

pihak menghargai, berguna dan mempunyai sesuatu penting untuk disumbangkan.

6. Aspek yang Mempengaruhi Komunikasi Antarpribadi

Menurut Rakhmat (2005:80-129), bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal dan hubungan interpersonal :

a. Persepsi interpersonal

Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli indrawi, atau menafsirkan informasi indrawi. Persepsi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli indrawi yang berasal dari seseorang (komunikan), yang berupa pesan


(45)

verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan mengakibatkan kegagalan komunikasi.

b. Konsep diri

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif ditandai dengan lima hal, yaitu :

1. Kemampuan mengatasi masalah 2. Merasa setara dengan orang lain 3. Menerima pujian tanpa rasa malu

4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat

5. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu :

a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.


(46)

28

b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.

c. Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita

karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh dalam penyandian pesan (penyandian selektif).

c. Atraksi interpersonal

Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Komunikasi antarpribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal :

1. Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.


(47)

2. Efektivitas komunikasi. Komunikasi antarpribadi dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan.bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memilki kesamaan dengan kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan orang-orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi.

d. Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajat keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi. Menurut Rakhmat (2005:129-138) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah :

1. Percaya / trust, bila seseorang punya perasaan bahwa dirinya tidak akan dirugikan, tidak akan dikhianati, maka orang itu pasti akan lebih mudah membuka dirinya. Percaya pada orang lain akan tumbuh bila terdapat faktor-faktor sebagai berikut:

a) Karakteristik dan maksud orang lain, artinya orang tersebut memilki kemampuan, keterampilan, pengalaman dalam bidang tertentu, orang itu memilki sifat-sifat bisa diduga, diandalkan, jujur dan konsisten. b) Hubungan kekuasaan, artinya apabila seseorang mempunyai


(48)

30

c) Dualitas komunikasi dan sifatnya menggambarkan adanya keterbukaan. Bila maksud dan tujuan jelas, harapan sudah dinyatakan, maka sikap percaya akan tumbuh.

2. Prilaku suportif, beberapa ciri prilaku suportif, yaitu :

a) Deskripsi : penyampaian pesan, perasaan dan persepsi tanpa menilai atau mengecam kelemahan dan kekurangan.

b) Orientasi masalah : mengkomunikasikan keinginan untuk kerja sama, mencari pemecahan masalah, mengajak orang lain bersama-sama menetapkan tujuan.

c) Spontanitas : sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti mortif yang terpendam.

d) Empati : menganggap orang lain sebagai personal.

e) Persamaan : tidak mempertegas perbedaan, komunikasi tidak menghilangkan keyakinan dan perbedaan walaupun status berbeda. Penghargaan dan rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan pendapat. f) Profesionalisme : kesediaan untuk meninjau kembali pendapat sendiri. 3. Sikap terbuka, kemampuan menilai secara objektif, kemampuan

membedakan dengan mudah, kemampuan melihat nuansa, orientasi isi, pencarian informasi dari berbagai sumber, kediaan mengubah keyakinannya, profesional dan sebagainya.


(49)

E. Tinjauan Tentang Pembentukan Karakter Remaja 1. Pengertian Remaja

Menurut Soerjono Soekanto (1987:50) remaja adalah suatu masa dimana anak berada pada usia 14-17 tahun. Sedangkan menurut Zakiyah Derajat (1974:35) remaja adalah suatu usia manusia yang paling banyak mengalami perubahan sehingga membawa perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa dan usia anak tersebut antara 13-23 tahun.

“Remaja merupakan usia seorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang lebih kuat dan penuh tanggung jawab baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa transisi ini tergantung pada tingkat sosial masyarakat dimana ia hidup. Semakin maju masyarakat, semakin panjang usia remaja karena ia harus mempersiapkan diri di dalam masyarakat yang banyak syarat dan banyak tuntutannya”(Drajat dalam S. Willis, 1981:22).

2. Batasan Usia Remaja

Batasan usia remaja dapat ditentukan saat kita melihat adanya suatu proses yang dialami seorang remaja, dimana seorang remaja yang sedang beranjak dari masa peralihan atau transisi antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa akan cenderung untuk dapat mengontrol diri mereka sendiri.

Batasan usia remaja menurut Mappire (1992:10) membagi remaja awal dan remaja akhir. Remaja awal adalah usia 12-17/18 tahun, remaja akhir adalah usia 18-21 tahun. Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono (2011:18) mendefinisikan remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya menetapkan definisnya remaja secara umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari


(50)

32

berbagai suku, adat, dan tingkat sosial ekonomi maupun pendidikannya. Walaupun demikian dapat menggunakan batasan usia remaja berkisar antara 11-24 tahun dikarenakan:

1. Usia 11 tahun adalah usia pada umumnya ditandai seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik)

2. Banyaknya masyarakat Indonesia usia 11 tahun dianggap akil baligh baik adat maupun agama sehingga masyarakat tidak memperlakukan sebagai anak-anak (kriteria sosial)

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya segala identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral.

4. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberikan peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, namun belum bisa memberikan pendapatan sendiri serta belum mempunyai hak sebagai orang dewasa. 5. Status perkawinan juga sangat menentukan karena arti perkawinan masih

penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah pada usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga. Oleh karena itu definisi di sini dibatasi khusus untuk yang belum menikah (Sarlito, 2011:18-19).


(51)

3. Pengertian Karakter

Secara harfiah karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi (Horby dan Parnwell, 1972:49) dalam Hamka (2011:197). Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian (Kamisa, 1997:21) dalam Hamka (2011:197).

Karakter menurut Alwisol (dalam Zubaedi, 2011:11) diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial. Keduanya relatif permanen serta menuntun, mengarahkan, dan mengorganisasikan aktivitas individu.

Suyanto (dalam Zubaedi, 2011:11) menjelaskan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.


(52)

34

4. Bentuk Karakter Remaja

Menurut pakar pendidikan dan psikologi anak, Ratna Megawangi (dalam Rohinah, 2012:87) menjelaskan bahwa, pada zaman globalisasi ini remaja memiliki peran penting untuk meneruskan perjuangan Indoneia tercinta ini. Tetapi dengan seiring berkembangnya zaman banyak perubahan karakter yang terjadi pada remaja Indonesia. Baik positif maupun negatif. Karakter positif antara lain : 1. Semakin kreatif, karena semakin banyaknya fasilitas yang mendukung

2. Semakin berani untuk berpendapat (percaya diri untuk beragumen)

Kemudian di bawah ini ada beberapa karakter negatif dari remaja Indonesia antara lain :

1. Cenderung Malas karena dimanjakannya dengan teknologi 2. Semakin Boros karena banyaknya fasilitas yang diinginkan 3. Kurang menghargai diri sendiri

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter Remaja

Pembentukan karakter remaja berawal dari dua faktor yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya/masyarakat :

1. Faktor keluarga

Di dalam kehidupan normal, lingkungan pertama yang berhubungan baik dengan anak adalah orang tuanya, saudara-saudaranya serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggal serumah. Melalui lingkungan keluarga inilah si anak mengenal dunia sekitar dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari, melalui lingkungan ini anak mengalami proses sosialisasi awal (Soerjono Soekanto dalam Herie, 1996:22).


(53)

Peran keluarga disini didasarkan pada anggapan umum bahwa waktu terbanyak berada bersama orang tua, saudara-saudaranya di lingkungan yang disebut keluarga. Lingkungan keluarga yang harmonis, saling asih, asah, asuh akan dijadikan sosialisasi awal remaja untuk mengenal dunia di luar keluarga. Lingkungan keluarga yang membudayakan sikap sopan santun, penuh tata krama, saling menghormati akan terbawa pada kepribadian remaja.

2. Faktor lingkungan masyarakat

Di luar lingkungan keluarga dalam proses sosialisasi, seorang remaja mau tidak mau mengadakan interaksi dengan masyarakat sebagai bagian dari hidupnya. Oleh karenanya, peran masyarakat baik itu lingkup sepermainan. Teman dalam kelompok atau pada lingkup masyrakat punya andil terhadap perkembangan si remaja.

6. Peranan Orang Tua

Pada keluarga inti, peranan utama dalam pembentukan karakter terletak pada ayah dan ibu. Philips menyarankan bahwa keluarga hendaknya menjadi sekolah untuk kasih sayang (school of love), atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang. Menurut Gunadi, ada tiga peran utama yang dapat dilakukan ayah-ibu dalam pembentukan karakter anak dalam hal ini remaja termasuk di dalamnya. 1. Berkewajiban menciptakan suasana yang hangat dan tentram. Tanpa ketentraman, akan sukar bagi anak untuk belajar apa pun dan anak akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan jiwa.


(54)

36

2. Menjadi panutan yang positif bagi anak sebab anak belajar terbanyak dari apa yang dilihatnya, bukan dari apa yang didengarnya.

3. Mendidik anak, artinya mengajarkan karakter yang baik dan mendisiplinkan anak agar berperilaku dengan apa yang diajarkannya (dalam Zubaedi, 2011:144).

Secara perinci, setidaknya terdapat 10 cara yang dapat dilakukan ayah-ibu untuk melakukan pengasuhan yang tepat dalam rangka pembentukan karakter yang baik pada anak, antara lain :

1. Menempatkan tugas dan kewajiban ayah-ibu sebagai agenda utama.

2. Mengevaluasi cara ayah-ibu dalam menghabiskan waktu selama sehari/seminggu.

3. Menyiapkan diri menjadi contoh yang baik.

4. Membuka mata telinga terhadap apa saja yang sedang mereka serap atau mereka alami.

5. Menggunakan bahasa karakter.

6. Memberikan hukuman dengan kasih sayang. 7. Belajar untuk mendengarkan anak.

8. Terlibat dalam kehidupan sekolah anak.

9. Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja, dalam hal kegiatan, seperti makan bersama.

10. Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja, dalam hal bersikap dan kebiasaan yang bisa dicontoh anak (dalam Zubaedi, 2011:145).

F. Kerangka Pikir

Di dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat seseorang bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidupnya karena memiliki hubungan dan komunikasi yang baik dengan orang lain. Komunikasi yang baik dapat mengurangi timbulnya perselisihan dan terjadinya konflik. Komunikasi dalam keluarga dapat mengatasi konflik-konflik di antara anggota keluarga, keluarga


(55)

juga sebagai wadah dari setiap usaha pemecahan suatu masalah yang ada termasuk kaitannya dalam masalah pembentukan karakter remaja.

Remaja merupakan aset bangsa. Hal ini sudah dimaklumi oleh khalayak. Roda pembangunan nasional kelak akan diambil alih oleh mereka yang kini masih remaja. Oleh karenanya, remaja saat ini menjadi bagian permasalahan yang komplek apabila di latar belakangi oleh kenyataan karakter remaja saat ini.

Keluarga sebagai wahana pertama dan utama bagi pembentukan dan perkembangan karakter seseorang. Mengutip pendapat Rizal, karakter seseorang tidak dapat diubah, namun lingkungan dapat menguatkan dan memperlemah karakter tersebut. Oleh karena itu, orang tua sebagai acuan pertama anak dalam membentuk karakter perlu dibekali pengetahuan mengenai perkembangan anak dengan melihat harapan sosial pada usia tertentu, sehingga anak akan tumbuh sebagai pribadi yang berkarakter (dalam Zubaedi, 2011:154).

Menurut Taryana dan Rinaldi, karakter terbentuk dari proses meniru, yaitu melalui proses melihat, mendengar, dan mengikuti. Untuk itu, karakter sesungguhnya dapat diajarkan secara sengaja. Oleh karena itu, seorang anak dalam hal ini remaja, dapat memiliki karakter yang baik atau juga karakter buruk, tergantung yang ia pelajari, salah satu yang paling utama adalah melalui keluarga (dalam Zubaedi, 2011:154).

Ketidaknyamanan terhadap orang tua dalam mendidik akan mencoba si remaja tersebut untuk bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Jika orang tua tidak


(56)

38

mengontrol dan tidak mengetahui karakter atau tabiat anaknya, bisa saja remaja tersebut menjadi berandal yang selalu membuat keonaran dalam masyarakat. Dibutuhkan perhatian yang ekstra dan komunikasi yang bisa mengembalikan karakter remaja ini kepada keribadian yang baik.

Pada umumnya komunikasi yang dilakukan dalam keluarga sama halnya dengan komunikasi antarpribadi. Menurut Joseph A. Devito (1997:234), komunikasi antarpribadi merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh penyampai pesan (komunikator) dan penerima pesan (komunikan) secara langsung dalam konteks tatap muka (face to face communication). Dari definisi tersebut komunikasi antarpribadi dapat berlangsung antara dua orang atau lebih dalam suatu kelompok kecil dalam suatu pertemuan.

Berkaitan dengan ini keluarga merupakan bentuk yang paling jelas dari face to face group. Dimana keluarga mempunyai hubungan erat serta intensif dan masing-masing anggotanya saling melakukan komunikasi yang bersifat antarpribadi. Dalam hal ini kedekatan pribadi antara orang tua dan anak digambarkan sebagai bentuk komunikasi antarpribadi yang tergantung dengan kualitas umum atau unsur-unsur komunikasi antarpribadi. Menurut Devito (1997:259) dalam komunikasi antarpribadi, komponen komunikasi manusia mengandung ciri-ciri, yaitu : keterbukaan (openess), empati (emphaty), dukungan (supportiveness) rasa positif (positivness), kesetaraan (equality).


(57)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun sebuah bagan kerangka pikir sebagai berikut :

Bagan Kerangka Pikir

PERANAN KOMUNIKASI KELUARGA

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI : 1. KETERBUKAAN

2. EMPATI 3. DUKUNGAN 4. RASA POSITIF 5. KESETARAAN


(58)

III.METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Menurut Moleong (2005; 6), penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif adalah yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi (perhitungan) lainnya.

Menurut Moleong (2005: 7), alat pengumpul data atau instumen penelitian dalam metode kualitatif adalah si peneliti sendiri, sehingga peneliti harus terjun sendiri ke lapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang sering digunakan ialah observasi partisipasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang didapat dari penelitian ini adalah berupa data yang disajikan dalam bentuk kata verbal, bukan dalam angka. Data muncul dalam kata yang berbeda dengan maksud yang sama. Data kata verbal yang beragam tersebut perlu diolah agar menjadi ringkas sistematis. Olahan tersebut mulai dari menuliskan hasil obsevasi, wawasan, atau merekam, mengedit, mengklasifikasi, dan mereduksi. Dengan demikian maka tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif.


(59)

B. Fokus Penelitian

Dalam suatu penelitian sangat penting adanya fokus penelitian karena fokus penelitian akan dapat membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh melimpahnya volume data yang diperoleh di lapangan. Penerapan fokus penelitian berfungsi dalam memenuhi kriteria-kriteria, inklusi-inklusi, atau masukan-masukannya, menjelaskan informasi yang diperoleh di lapangan. Dengan adanya fokus penelitian, akan menghindari pengumpulan data yang serampangan dan hadirnya data yang melimpah ruah. Oleh karena itu, fokus penelitian dalam penelitian ini, yaitu:

“Apakah peranan komunikasi keluarga berjalan secara efektif sesuai dengan indikator komunikasi antar pribadi (keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, kesamaan), khususnya berperan dalam pembentukan karakter remaja”.

C. Penentuan Informan

Teknik pemilihan informan adalah teknik purposive (disengaja). Menurut Sigarimbun dan Sofyan Effendi (2000:35), teknik purposive bersifat tidak acak, dimana subjek penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan yang digunakan dalam penentuan informan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Subjek yang telah lama dan intensitas dengan satu kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran perhatian peneliti.

2. Subjek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran.


(60)

42

3. Subjek yang mempunyai cukup informasi, banyak waktu dan kesempatan untuk diminta keterangan dan data yang dibutuhkan terkait masalah penelitian.

4. Teknik dengan penelitian ini yaitu subjek yang memenuhi kriteria memiliki unsur kedekatan secara personal dan terlihat langsung hubungan interpersonal yang terjadi.

Berdasarkan kriteria yang disebutkan di atas dan pra riset yang dilakukan penulis, maka informan dalam penelitian ini yaitu:

1. Keluarga batih yang memiliki remaja yang tinggal dalam satu rumah di Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim, Bandarlampung.

2. Orang tua yang memiliki latar belakang, status sosial, ekonomi yang berbeda.

3. Orang tua yangsingle parent, yang mengurus anaknya sendiri.

4. Remaja sesuai dengan batasan usia remaja yang memiliki karakter baik dan karakter buruk.

Alasan pemilihan informan dalam penelitian ini adalah :

1. Para informan diketahui mempunyai informasi terkait dengan permasalahan mengenai peranan komunikasi keluarga dalam pembentukan karakter remaja.

2. Orang tua (ibu/bapak) merupakan salah satu anggota keluarga yang pertama mengenal dan mengetahui banyak tentang kehidupan dari remaja tersebut. Dalam penelitian ini, penulis mengambil satu (ayah/ibu) dari kedua orang tua, dari masing-masing keluarga (kecuali single parent) yang memiliki kesibukan yang ekstra dengan alasan orang tua tersebut


(61)

terkadang tidak ada waktu untuk berkumpul bersama anak tetapi jalinan komunikasi tetap baik. Ditemukan juga orang tua yang tidak sempat memberikan perhatiannya pada anak dandalam komunikasinya dengan anak selalu menganggap dan menanggapi dengan bahasa penolakan.

3. Dalam penelitian ini, ditemukan keluarga yang memiliki anak remaja lebih dari satu. Penulis mengambil satu di antaranya dengan alasan anak tersebut memiliki karakter yang berbeda dengan saudaranya yang masih tergolong masa remaja awal. Diketahui anak tersebut mandiri dalam keluarganya dan tidak ingin menyusahkan orang tuanya. Meskipun orang tuanya sibuk dengan pekerjaannya, sehingga menyita waktu untuk mengalihkan perhatiannya pada anak tersebut, anak ini berusaha untuk lebih membuka diri untuk lebih membangun komunikasi yang baik dengan orang tuanya, sehingga hubungan anak dengan orang tua tidak terhambat begitu saja dengan pekerjaan orang tua. Terlebih lagi anak ini menyempatkan waktu untuk berkumpul dan meinginkan nasehat dari orang tuanya.

4. Dalam penelitian ini juga ditemukan juga anak yang kurang menerima perhatian dari orang tua. Orang tuanya yang lebih sibuk pada pekerjaannya dan komunikasinya dengan anak juga bertentangan. Penulis mengambil anak tersebut dengan alasan anak ini tergolong anak yang tertutup, tidak perhatian kepada keluarga. Terlebih lagi orang tua juga tertutup pada anaknya. Anak tersebut lebih senang berkumpul bersama temannya dibandingkan bersama keluarga. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mendapatkan informasi mengenai anak tersebut, bagaimana komunikasinyadengan orang tua dan bagaimana karakternya.


(62)

44

Pendekatan yang dilakukan terhadap informan dalam penelitian ini disesuaikan dengan pendapat Moleong (2005: 199-200), yaitu sebagai berikut:

1. Menemukan siapa yang akan diwawancarai. Barangkali pada suatu saat pilihan hanya berkisar diantara beberapa orang yang memenuhi persyaratan. Mereka adalah yang berperan, yang pengetahuannya luas tentang daerah atau lembaga tempat penelitian, dan yang suka bekerjasama untuk kegiatan penelitian yang sedang dilakukan. Pada dasarnya masalah penelitianlah yang membimbing pewawancara untuk menentukan responden yang diwawancarai. Jika ditemukan hanya satu atau dua orang, sedangkan oleh pewawancara dirasakan masih kurang, maka pewawancara dapat menanyakan kepada terwawancara siapa-siapa lagi yang kiranya memenuhi persyaratan untuk keperluan itu.

2. Mencari tahu bagaimana cara yang sebaiknya untuk mengadakan kontak dengan informan, karena informan adalah orang-orang pilihan, maka peneliti sendirilah yang melakukannya.

3. Mengadakan persiapan yang matang untuk melaksanakan wawancara. Hal ini berarti pewawancara hendaknya mengadakan latihan terlebih dahulu bagaimana memperkenalkan diri dan memberikan ikhtisar singkat tentang penelitian. Pewawancara juga harus memutuskan bagaimana sebaiknya berpakaian, bahkan juga seluruh penampilannya. Selain itu, harus menetapkan pula alat perekam yang akan digunakan dalam wawancara dan menyiapkan pokok-pokok pertanyaan, mempertajam pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan, mempelajari kembali masalah pokok penelitian yang akan mengarahkannya pada wawancara, dan juga ia perlu memikirkan


(63)

beberapa alternatif pertanyaan yang didasarkan atas beberapa kemungkinan jawaban.

D. Lokasi Penelitian

Dalam usaha mencari data yang diperlukan pada penelitian ini, dipilih Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim, Bandarlampung sebagai daerah penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data melalui : 1. Observasi

Observasi adalah hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya suatu rangsangan tertentu yeng diinginkan atau suatu studi dengan sengaja dan sistematis tentang keadaan fenomena sosial dan gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat. (Arikunto, 1989:63)

Teknik ini bertujuan untuk mengumpulkan data dengan melihat gejala tampak yang sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan. Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu mengadakan atau melakukan observasi ke tempat lokasi yang akan penulis teliti, sehingga akan memperjelas permasalahan yang penulis angkat menjadi suatu penelitian. Disini penulis sebelumnya sudah terjun ke lokasi penelitian Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim, dan mengamati kehidupan keluarga-keluarga yang memiliki anak remaja. Mengamati bagaimana komunikasi yang dilakukan dalam keluarga tersebut. Selain itu, dalam pengamatan tersebut


(64)

46

penulis mengamati beberapa remaja yang memiliki karakter baik dan buruk dan bagaimana komunikasinya dengan orang tua.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah suatu pencatatan yang diarahkan kepada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan. Dimana dua orang atau lebih dapat berhadapan-hadapan secara fisik. Metode wawancara mendalam ini digunakan untuk mendapatkan keterangan secara mendalam dari permasalahan yang dikemukakan. Dengan menggunakan metode ini diharapkan akan memperoleh data primer yang berkaitan dengan penelitian, dan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas guna mempermudah dalam menganalisa data selanjutnya. Wawancara dilakukan dengan pedoman wawancara yang sifatnya depth interview. Narasumber adalah para informan orang tua dan remaja yang tinggal satu rumah di Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu suatu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mencari atau mengumpulkan data sekunder yang berhubungan dengan masalah penelitian untuk melengkapi data primer. Pada penelitian ini, penulis menambahkan data sekunder dengan studi literatur, referensi, jurnal dan hasil penelitian sebelumnya.

F. Teknik Analisis Data

Moh. Nasir (1998:419) mengartikan analisis data sebagai kegiatan mengelompokkan, membuat suatu ukuran, manipulasi, serta menyingkat data


(1)

97

Informan orang tua (pak Ahmad Riyanto)


(2)

98

Penulis dan informan anak (Zulfikri Arif)


(3)

99


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. ProsedurSuatu Pendekatan Prakter (edisi 5, 324 h). Jakarta: Rineka Cifta

Aziz, Hamka Abdul. 2011. Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati. Jakarta Selatan: Al-Mawardi Prima.

Brannen, Julia. 1999. Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset bekerjasama dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda.

Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Devito, Joseph A. 1997.Komunikasi Antar Manusia. Professional Books. Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam

Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam). Jakarta: PT Asdi Mahastya. Effendy, Onong Uchjana. 2004. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Herie. 1996. Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika Serta Penanggulangannya. CV. Bahagia. Pekalongan.

Hidayat, Dasrun. 2012. Komunikasi Antarpribadi dan Medianya (Fakta Penelitian Fenomenologi Orang Tua Karir dan Anak Remaja), Yogyakarta: Graha Ilmu Liliweri, Alo. 1997.Komunikasi Antar Pribadi. Citra Aditya Bakti. Bandung.

M. Noor, Rohinah. 2012. Mengembangkan Karakter Anak Secara Efektif di Sekolah dan di Rumah, Yogyakarta: Pedagogia.

Moleong, Lexi. J. 2005.Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(5)

Morissan. 2006. Pengantar Public Relations Strategi Menjadi Human Profesional. Ramdina Prakarsa. Jakarta.

Mulyasa, H.E. 2011.Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyana, Dedy dan Rakhmat, Jalaludin. 2005. Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Nasir, H. Nasilun A. 1999. Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja. Jakarta: Kalam Mulia.

Nasir, Mohammad. 1999.Metode Penelitian: PT Ghalia Indonesia. Jakarta

Rakhmat, Jalaludin. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaludin, 2005.Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2011. Psikologi Remaja. PT. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Suhendi, Hendi dan Wahyu. 2001.Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Pustaka Setia Bandung.

Supratiknya. 1995.Komunikasi Antar Pribadi. Kanisius. Yogyakarta.

Uchyana, Effendy. 1999.Ilmu Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Widjaya, A.W. 2000.Pengantar Ilmu Komunikasi Studi. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Wiryanto. 2006.Pengantar Ilmu Komunikasi. PT. Grasindo. Jakarta.

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga. Jakarta: Kencana.

Skrpsi

Devita, Lara. 2011. Pengaruh Lingkungan Keluarga Harmonis Terhadap Kenakalan Remaja. Universitas Lampung. Lampung.

Situs Internet

(http://www.darululum.net/berita-134-mempola-karakter-remaja.html) diakses pada tanggal 19 April 2012

(http://bagaspa.blogspot.com/2011/11/karakter-remaja-indonesia-saat-ini.html) diakses pada tanggal 19 April 2012


(6)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI UNIVERSITAS LAMPUNG

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

Jl. Prof.Dr.Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung

PEDOMAN WAWANCARA

PERANAN KOMUNIKASI KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA

(Studi Pada Keluarga-keluarga Lingkungan II Cengkeh Perumnas Way Halim Bandarlampung)

Nama Informan : Usia Informan :

Pertanyaan Untuk Orang Tua

1. Apakah bapak/ibu sudah sepenuhnya terbuka pada anak?

2. Apakah bapak/ibu sudah sepenuhnya bersikap empati pada anak?

3. Apakah bapak/ibu sudah melakukan hal-hal yang mendukung, memotivasi anak?

4. Apakah bapak/ibu sudah sepenuhnya berperasaan positif terhadap anak? 5. Apakah komunikasi yang bapak/ibu sampaikan sudah memiliki unsur

kesetaraan dalam arti satu pemahaman, pandang, sikap dengan anak?

Pertanyaan untuk remaja

1. Menurut kamu, apakah kamu sudah sepenuhnya terbuka dengan orang tua?

2. Menurut kamu, apakah kamu sudah sepenuhnya bersikap empati kepada orang tua dalam sehari-hari?

3. Menurut kamu, apakah kamu sudah mendapat dukungan, motivasi dari orang tua?

4. Menurut kamu, apakah kamu sudah berperasaan positif terhadap orang tua kamu?

5. Menurut kamu, apakah komunikasi yang disampaikan orang tua kamu sudah memiliki unsur kesetaraan dalam arti satu pemahaman, pandang, sikap dengan kamu?