30
BAB 5. HASIL YANG DICAPAI
2.1 Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda, yaitu strafbaarfeit.
41
Kata strafbaarfeit terdiri dari feit yang dalam bahasa belanda berarti sebagian dari suatu kenyataan atau een gedeelte van de
werkelijkheid, sedangkan strafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harafiah perkataan strafbaarfeit diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu
kenyataan yang dapat dihukum.”
42
Seorang ahli hukum pidana, yaitu Moeljatno yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana
adalah: ”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut.”
43
Wiryono Prodjodikoro memberi pandangan mengenai tindak pidana atau dalam Bahasa Belanda strafbaarfeit yang menyatakan bahwa:
Tindak pidana atau strafbaarfeit yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam straafwetbook atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
sekarang berlaku di Indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu delict atau tindak pidana yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana.
44
41
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana I; Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan Batas Berlakunya Hukum Pidana, P.T Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 67.
42
P. A. F Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, h. 172.
43
Moeljatno, 1987, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, h. 54.
44
Wiryono Prodjodikoro, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, P.T. ERESCO, Jakarta, h. 50.
31
Seorang ahli hukum, yaitu Simons merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:
1. Diancam dengan pidana oleh hukum.
2. Bertentangan dengan hukum.
3. Dilakukan oleh orang yang bersalah.
4. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.
45
Unsur-unsur tindak pidana dapat dikelompokkan dalam 2 dua kelompok, yaitu: 1.
Unsur obyektif terdapat di luar pelaku yang berupa perbuatan yang dilarang dan diancam undang-undang, akibat, serta keadaan yang dilarang.
2. Unsur subyektif, yaitu unsur-unsur yang terdapat di dalam diri pelaku yang
berupa hal yang dapat dipertanggungjawabkan dan kesalahan.
46
Adapun pengertian dari narkotika itu sendiri, Sudarto mengatakan bahwa:
“Kata narkotika berasal dari perkataan Yunani“Narke”, yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa.”
47
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengertian narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
45
Andi Hamzah, 2004, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h. 88.
46
P. A. F Lamintang dan Djisman Samosir, 1981, Tindak Pidana-Tindak Pidana Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul dari Hak Milik, Tarsito, Bandung,
h. 25.
47
Taufik Makarao, 2005, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 17.
32
Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, jenis-jenis narkotika dibagi menjadi 3 tiga golongan. Setiap
golongan narkotika memiliki fungsi yang berbeda-beda, yaitu: 1.
Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : heroin, kokain, ganja.
2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan,
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi danatau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidin. 3.
Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi danatau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi
ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: codein. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika termasuk kualifikasi tindak
pidana khusus karena tindak pidana penyalahgunaan narkotika tidak menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai dasar pengaturannya, akan tetapi
menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, kelompok
kejahatan di bidang narkotika terdiri atas: kejahatan yang menyangkut produksi narkotika, kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika, kejahatan yang
menyangkut pengangkutan dan transito narkotika, kejahatan yang menyangkut penguasaan narkotika, kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika,
kejahatan yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika, kejahatan yang
33
menyangkut label dan publikasi narkotika, kejahatan yang menyangkut jalannya peradilan narkotika, kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan
narkotika, kejahatan yang menyangkut keterangan palsu, dan kejahatan yang menyangkut penyimpangan fungsi lembaga.
48
Sanksi pidana maupun denda terhadap orang yang menyalahgunakan narkotika terdapat dalam ketentuan pidana pada Bab XV mulai dari Pasal 111
sampai dengan Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ketentuan mengenai sanksi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika sangat besar. Sanksi pidana paling sedikit 1 satu tahun penjara sampai 20 dua puluh tahun penjara bahkan pidana mati. Denda yang
dicantumkan dalam Undang-Undang Narkotika tersebut berkisar antara Rp.1.000.000,00 satu juta rupiah sampai dengan Rp 20.000.000.000,00 dua
puluh miliar rupiah. Secara filosofis pembentukan Undang-Undang Narkotika dengan mencantumkan sanksi yang besar dan tinggi dalam ketentuan pidana
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah menunjukkan bahwa terdapat suatu makna untuk melindungi korban dari kejahatan
penyalahgunaan narkotika. Dengan demikian, korban yang pernah dipidana akan menjadi takut untuk mengulangi kejahatannya lagi.
2.2 Penegakan Hukum Pidana