7
Pentingnya penekanan aspek kompetensi berupa kaidah kebahasaan di dalam penggunaan bahasa yang benar dapat dibuktikan dengan beberapa kesalahan umum dalam
bahasa Indonesia sebagai aspek performansi bahasa. Kesalahan umum tersebut terjadi cenderung sebagai akibat kurangnya penguasaan kaidah yang berlaku. Kurangnya
penguasaan kaidah itu dapat pula disebabkan oleh kurang diperhatikannya penekanan aspek kompetensi. Kesalahan-kesalahan dalam performansi bahasa dapat terjadi pada
semua unsur kebahasaan. Kesalahan itu dapat terjadi, baik pada masalah ejaan, fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik.
Di bawah ini dikemukakan beberapa contoh kesalahan yang sering terjadi. Contoh-contoh tersebut diharapkan dapat mendukung pentingnya aspek kompetensi untuk
menghasilkan performansi linguistik yang benar.
2.1 Bidang Ejaan
1 dihadapan, disamping, disebelah
Ketiga kata tersebut seharusnya ditulis di hadapan, di samping, di sebelah. Kesalahan seperti itu cukp sering ditemukan di dalam karya tulis ilmiah walaupun
kaidah penulisan preposisi di telah berulang-ulang disampaikan. Kekeliruan itu dapat ditanggulangi dengan penanaman pemahaman terhadap kaidah tata tulis yang
berlaku di dalam bahasa Indonesia. Unsur di yang berparadigma dapat saling menggantikan dengan unsur ke dan dari berstatus sebagai kata. Oleh karena itu,
unsur di yang berstatus sebagai kata harus dipisahkan penulisannya dengan kata yang mengikutinya. Secara ringkas kaidah tata tulis di atas dapat digambarkan
sebagai berikut.
8
hadapan di
samping ke
sebelah dari
atas sana
2 sekalipun dan sekali pun
Kedua cara penulisan tersebut benar, tetapi bergantung kepada bentuk lain yang berparadigma dengannya. Penulisan sekalipun benar kalau berparadigma dengan
kendatipun, meskipun, dan walaupun. Di pihak lain penulisan sekali pun juga benar apabila berparadigma dengan sekali juga atau satu kali juga. Berkaitan dengan hal
itu, berikut disajikan kaidahnya secara ringkas. sekalipun
sekali pun walaupun
satu kali juga meskipun
sekali juga kendatipun
Masih banyak kesalahan cara penulisan yang dapat dihindari dengan peningkatan pamahaman terhadap kaidah tata tulis yang berlaku bagi pengguna bahasa Indonesia. Langkah
ini sejalan dengan usaha peningkatan aspek kompetensi di dalam penggunaan bahasa yang benar sehingga ejaan tidak sekadar aturan yang memerlukan kemampuan menghafal semata-mata.
2.2 Bidang Fonologi
Fonrm i pada kata titik dan u pada kata mulut cenderung dilafalkan dengan bunyi i dan u tinggi. Fonetis bunyi-bunyi tersebut adalah [i] dan [u]. Kesalahan itu dapat dicegah dengan
9
memahami kaidah yang berlaku untuk fonem vokal yang terdapat pada suku tertutup. Pelafalan fonem vokal pada suku tertutup bergeser pada posisi yang lebih rendah. Misalnya, fonem o
pada kata [rOkO?] dan fonem e pada kata [EmbEr]. Sehubungan dengan hal itu, fonem i dan u pada kedua kata di atas—titik dan mulut—hendaknya juga bergeser pada posisi yang lebih
rendah sehingga masing-masing menjadi [titI?] dan [mulUt] bukan [titi?] dan [mulut]. Contoh di atas menunjukkan pentingnya pelafalan, yaitu ketepatan mengucapkan nama
huruf atau bunyi yang digunakan dalam tuturan. Apabila ditemukan bentuk yang tertulis dengan huruf g, misalnya, harus dilafalkansesuai dengan namanya, yaitu ge. Dengan
demikian, kata biologi dan dialog tidak dapat dilafalkan biolohi dan dialoh seperti yang lazim terjadi, tetapi harus dilafalkan biologi dan dialog.
Pelafalan yang tepat seperti itu perlu diperhatikan karena ketidaktepatan atau kesalahan pelafalan dapat memengaruhi perubahan makna, lebih-lebih jika kesalahan itu sampai pada
perubahan fonem. Hal ini cenderung terjadi pada kata yang berhomograf, seperti kata teras. Kata teras itu sulit dilafalkan secara mandiri sebab pelafalan yang tepat sangat ditentukan oleh
konteks yang menyertainya … duduk di teras …. dan pejabat teras ….. Perbedaan pelafalan kata teras itu mengarah kepada perbedaan fonemik. Dengan demikian, diperlukan kecermatan
penutur memilih alternatif nama yang tepat atas huruf yang digunakan. Di samping ketidaktepatan pelafalan yang sampai pada taraf perubahan fonem dan perubahan makna, ada
juga ketidaktepatan pelafalan pada taraf alofonis. Pada taraf alofonis ini perbedaan hanya sebagai varian tertentu atas kata yang bersangkutan sehingga tidak menimbulkan perbedaan
makna.
10
2.2 Bidang Morfologi