HPHT sehingga dapat diketahui taksiran persalinan Progestian, 2010
3. Banyaknya Kehamilan Kehamilan atau gravida adalah seorang ibu yang sedang
hamil. Primigravida adalah seorang ibu yang sedang hamil untuk pertama kali. Multigravida adalah seorang ibu yang hamil lebih dari
1 sampai 5 kali. Tidak hanya tanda – tanda fisik psikologis seorang
ibu yang hamil pertama kali maupun yang sudah pernah hamil tampak berbeda, hanya saja, biasanya ibu multigravida tampak
lebih tenang dan lebih siap dalam menjalani kehamilannya terutama saat
– saat persalinan jika dibandingkan ibu primigravida Nursalam, 2001.
4.4.1. Kualitas Tidur berdasarkan Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan karakteristik yang di ambil. Dilihat dari tabel 4.1 jumlah
responden adalah 31 ibu hamil yang dibedakan dalam usia responden 20 berjumlah 1 orang atau 3,2 , responden dengan
usia 20 – 35 berjumlah 30 ibu hamil dengan persentase 96,8 .
Karakteristik responden juga dibedakan dalam usia kehamilan dan jumlah kehamilannya. Ibu hamil dengan usia kehamilan trimester II
berjumlah 7 ibu hamil atau 22,6 dan terdapat 24 atau 77,4 responden dengan usia kehamilan memasuki trimester III.
Responden berdasarkan jumlah kehamilan dibedakan dalam primigravida dan multigravida. Ibu primigravida dalam penelitian ini
berjumlah 12 orang atau 38,8 , sedangkan terdapat 19 atau 61,2 ibu multigravida.
Pada tabel 4.2 kualitas tidur berdasarkan usia responden 20 – 35 tahun cenderung buruk dengan 74,1 dibandingkan dengan
usia responden 20 yang memiliki kualitas tidur yang baik dengan angka 3,2 . Sesudah diberikan perlakuan senam diperoleh
penurunan angka kualitas tidur yang buruk hingga 12,9 . Menurut Nursalam 2001, usia individu 20-35 tahun
merupakan usia reproduksi yang sempurna, dimana seorang wanita berada dalam kondisi aman untuk menjalani masa kehamilan.
Terlepas dari kondisi sistem reproduksi yang sempurna dalam menjalani kehamilan, wanita hamil akan mengalami perubahan
fisiologis dan
psikologis yang
dapat menyebabkan
ketidaknyamanan selama masa kehamilan. Peristiwa hamil pada 20-35 tahun umumnya bukan
merupakan pengalaman pertama bagi seorang wanita tetapi seringkali hal ini merupakan peristiwa yang tidak direncanakan
sebelumnya. Meskipun pada usia tersebut seorang wanita telah siap menerima kehadiran seorang anak dan menjalankan tugasnya
sebagai seorang ibu tetap saja kehamilan pada usia tersebut berpotensi menimbulkan banyak perubahan dalam hidup.
Perubahan fisik yang tak bisa dihindari bahkan hingga perubahan mental ibu dalam penerimaan peran baru dalam keluarga
merupakan beberapa hal yang secara tidak langsung sangat berdampak buruk pada kualitas tidur ibu bahkan hingga
berpengaruh pada kesiapan sang ibu memasuki tahap persalinan. Berdasarkan tabel 4.3 kualitas tidur ibu hamil dibedakan
dalam usia kehamilan responden yaitu trimester II dan trimester III. Terdapat 61,2 ibu hamil yang memiliki kualitas tidur yang buruk
saat memasuki usia kehamilan trimester III dan didapatkan nilai lebih kecil yaitu 12,9 ibu hamil pada trimester II yang memiliki
kualitas tidur yang buruk sebelum diberi perlakuan. Sesudah diberi perlakuan berupa senam, kualitas tidur yang buruk pada ibu hamil
trimester III mengalami penurunan hingga 9,7 begitu juga dengan responden trimester II dengan persentase 3,2 .
Menurut penelitian yang dilakukan Wulandari 2006 dan Komalasari 2012 yang meneliti hal yang sama menunjukan bahwa
buruknya kualitas tidur ibu saat memasuki trimester III adalah sebagai
akibat dari
meningkatnya kecemasan
dan ketidaknyamanan fisik. Ibu hamil yang memasuki trimester III
menyadari akan kehamilannya yang telah memasuki tahap akhir sehingga
akan timbul
kecemasan yang
tidak normal.
Ketidaknyamanan fisik berhubungan dengan perubahan fisiologis
kehamilan yang akan menyebabkan nyeri punggung bawah, keram pada kaki, bahkan pegal pada seluruh bagian tubuh
. Wulandari 2006 juga mengatakan bahwa kecemasan dan
ketidaknyamanan fisik merupakan stressor yang dapat merangsang sistem syaraf simpatis dan modula kelenjar adrenal. Pada keadaan
ini akan terjadi peningkatan sekresi hormon adrenalin atau epinefrin, sehingga dapat meningkatkan ketegangan pada ibu hamil
yang mengakibatkan ibu hamil menjadi lebih gelisah dan tidak mampu berkonsentrasi. Kondisi ini dapat menyebabkan kecemasan
dan ketidaknyamanan fisik lebih lanjut sehingga ibu hamil lebih sulit untuk tidur. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari 2006 dan
Komalasari 2012 diperkuat dengan data hasil survei National Sleep Foundation 2007, bahwa 78 wanita hamil trimester III
di Amerika mengalami gangguan tidur. Penelitian diatas juga sesuai dengan teori Bobak 2005,
yang menyatakan bahwa tahap tidur pada kehamilan trimester III merupakan suatu hal yang menjadi tantangan tersendiri pada ibu
hamil. Dengan adanya perubahan fisiologis yang menyebabkan ketidaknyamanan fisik dan gangguan psikis seperti cemas yang
berlebihan akan membuat ibu hamil mengalami kesulitan tidur. Kualitas tidur yang buruk terjadi pada sebagian besar ibu hamil
trimester III dikarenakan karena nyeri punggung yang dikarenakan pembesaran uterus yang menyebabkan pergeseran pusat
gravitasi dan postur tubuh ibu hamil sehingga tubuh ibu cenderung
menjadi lordosis
dimana keadaan
ini akan
meregangkan otot punggung dan menimbulkan rasa sakit atau nyeri.
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan dan dari beberapa penelitian serupa, peneliti berpendapat bahwa sebagian
besar ibu hamil trimester III mengalami gangguan tidur, hal serupa dikemukakan oleh Wahyuni 2012 yang menekankan bahwa 80
ibu mengalami gangguan tidur selama masa kehamilan yang disebabkan oleh karena perubahan fisiologis sehingga ibu hamil
kesulitan untuk mendapatkan kenyamanan saat tidur. Dalam proses penelitian, peneliti menemukan beberapa responden mengatakan
bahwa semakin membesarnya uterus, ibu hamil kadang sukar untuk menentukan posisi tidur, sering Buang Air Kecil BAK, dan
minum air dimalam hari yang menyebabkan ibu sering terbangun. Melihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa ibu hamil memiliki kualitas tidur yang buruk mungkin dapat dipicu oleh adanya peningkatan frekuensi BAK, kesulitan
menentukan posisi tidur, kecemasan menghadapi persalinan dan nyeri punggung.
Pada tabel 4.4. menunjukan angka kualitas tidur yang dibedakan dalam jumlah kehamilan yang dialami responden. Dari
12 responden ibu primigravida didapatkan 10 atau 83
diantaranya memiliki kualitas tidur buruk dan diperoleh 13 dari 19 dengan persentase 68 ibu multigravida mengalami penurunan
kualitas tidur sebelum diberikan perlakuan. Dilihat dari frekuensi responden, sebagian besar ibu primigravida cenderung memiliki
kualitas tidur yang buruk jika dibandingkan dengan ibu multigravida, namun setelah diberikan perlakuan senam baik ibu primigravida
maupun multigravida mengalami peningkatan kualitas tidur atau kualitas tidur ibu yang tadinya buruk menjadi baik.
Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati 2011 dan Arief Wibowo 2012 menyatakan bahwa
banyak wanita primigravida akan mengalami peningkatan beban psikologis yang akan berdampak pada kualitas kesehatan ibu dan
janin. Bagi ibu primigravida kehamilan merupakan pengalaman pertama sebagai seorang calon ibu, sehingga kecemasan
merupakan suatu keluhan pokok yang harus dilalui oleh para ibu primigravida. Ketakutan mengenai penerimaan peran baru, takut
perdarahan saat melahirkan, takut bayi cacat hingga takut terjadi komplikasi merupakan pengembangan reaksi kecemasan sehingga
sangat berdampak pada aktivitas keseharian ibu termasuk dalam memenuhi kebutuhan tidur ibu.
Teori pendukung yang diungkapkan oleh Hamilton 1995 bahwa dengan adanya pikiran-pikiran negatif atau beban psikologis
selama masa kehamilan pertama yang selalu diikuti dengan nyeri,
akan menyebabkan peningkatan kerja sistem saraf simpatik. Otak akan melepaskan hormon kortisol, epinefrin dan adrenalin ke dalam
sistem tubuh sehingga memicu jantung untuk memompa darah lebih cepat. Akibatnya sistem saraf otonom mengaktifkan kelenjar
adrenal yang mempengaruhi sistem pada hormon epinefrin. Adanya peningkatan hormon adrenalin dan noradrenalin atau epinefrin dan
norepinefrin menimbulkan disregulasi biokimia tubuh, sehingga timbul ketegangan fisik pada diri ibu hamil. Dampak dari proses ini
dapat timbul pada perilaku sehari-hari seperti ibu menjadi mudah marah, tersinggung, gelisah, ragu-ragu bahkan tidak mampu
memusatkan perhatian. Beban psikologis pada ibu hamil dapat memberikan dampak
negatif bagi perilaku ibu pada umumnya, ibu primigravida cenderung akan mengalami peristiwa tentang kecemasan.
Kecemasan yang berlebihan akan mamicu otak dalam pelepasan hormon kortisol yang tinggi sehingga akan memberikan dampak
negatif bagi ibu seperti ketegangan motorik dan hiperaktivitas motorik dan otonom misalnya gemetar gugup, gelisah dan cepat
lelah. Ketegangan yang disebabkan oleh tekanan psikologis yang dialami ibu dapat mempengaruhi perilaku sehari-hari ibu termasuk
ketidakcukupan dalam memenuhi kebutuhan tidur Misri, 2002. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ummah 2012 yang mendapatkan hasil adanya hubungan antara
paritas dengan kejadian nyeri punggung pada kehamilan dan secara statistik tidak signifikan p=0,770 Paritas yang tinggi akan
meningkatkan resiko kejadian nyeri punggung. Dengan demikian semakin sering seorang wanita hamil dan melahirkan maka resiko
terjadinya nyeri punggung selama masa kehamilan semakin meningkat dimana akan berdampak pada kualitas tidur ibu hamil.
Penelitian ini didukung oleh sebuah teori yang menyatakan bahwa perubahan secara anatomis dan fisiologis yang terjadi
selama kehamilan tidak sepenuhnya bisa dipulihkan setelah masa kehamilan dan selesai persalinan. Bahkan beberapa perubahan
yang terjadi akan menetap. Demikian halnya dengan perubahan muskuloskeletal, tonus otot yang mengalami peregangan pada
kehamilan sebelumnya tidak bisa pulih seperti sebelum kehamilan terutama jika setelah masa kehamilan tidak melakukan latihan fisik
yang tepat. Akibatnya otot-otot abdomen dan uterus akan mengendur. Otot-otot abdomen wanita akan lemah dan gagal
menopang uterus yang membesar sehingga menyebabkan ibu hamil mengalami ketidaknyamanan saat mengandung Varney,
2007. Pendapat yang sama disampaikan oleh Moseley 2002,
adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama hamil berlangsung secara terbalik pada masa post partum. Adaptasi ini
mencakup hal – hal yang membantu relaksasi dan hipermorbilitas
sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke 6 sampai ke 8 setelah
melahirkan akan tetapi jika tidak diimbangi dengan terapi fisik maka ibu akan mengalami kelemahan otot uterus ketika mengandung
anak berikutnya. Dalam penelitian ini, peneliti juga menemukan adanya
dampak negatif dari perubahan psikologis yang dialami para responden. Beberapa responden primigravida mengatakan bahwa
sering mengalami kesulitan tidur karena selalu mencemaskan tentang proses persalinan kelak hingga cemas terhadap
penerimaan peran baru dalam keluarga, hal ini menimbulkan perilaku negatif seperti gelisah dan sensitif di malam hari
. Berbeda
dengan ibu multigravida yang merasa tidak begitu cemas karena kehamilan yang dialami bukanlah kehamilan yang pertama.
Dilihat dari perilaku ibu primigravida yang sulit untuk mendapatkan tidur yang nyenyak akibat respon terhadap
kecemasan, maka peneliti berpendapat bahwa mekanisme koping yang dimiliki adalah maladaptif. Sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Keliat 2006, Mekanisme koping maladaptif dapat menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Dengan adanya penyebab stress stressor maka individu akan
sadar dan tidak sadar untuk bereaksi untuk mengatasi masalah.
Beban psikologis berupa stres terhadap suatu masalah dapat mengakibatkan mekanisme koping negatif. Dari pembahasan ini
peneliti berpendapat bahwa mekanisme koping negatif yang timbul akibat kecemasan berlebih dapat berpengaruh pada kualitas tidur
ibu hamil, dalam hal ini kualitas tidur ibu primigravida cenderung menurun.
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh keseluruhan jumlah dan persentase kualitas tidur pada ibu hamil. Sebelum diberi perlakuan
berupa senam hamil jumlah responden dengan kualitas tidur yang buruk sebanyak 23 ibu hamil dengan 74,1 , responden yang
memiliki kualitas tidur sedang berjumlah 2 orang dengan 6,5 , sedangkan responden dengan kualitas tidur baik sebanyak 6
responden dengan persentase 19,4 . Sesudah diberi perlakuan terdapat perubahan pada kualitas tidur ibu hamil dimana responden
yang memiliki kualitas tidur yang buruk berubah menjadi sebanyak 4 responden atau 12,9 , kemudian terjadi peningkatan jumlah
responden yang memiliki kualitas tidur sedang sebanyak 13 ibu hamil dengan persentase 42 sedangkan meningkat sebanyak 14
responden dengan persentase 45,1 ibu hamil yang mempunyai kualitas tidur baik.
4.4.2. Pengaruh Senam Hamil terhadap Kualitas Tidur