ANALYSIS EFFECTIVENESS OF PARTNERSHIP PROGRAM BUMN IN MIKRO SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE GROWTH (STUDI CASE AT UMKM INDUSTRIAL SECTOR WHO PARTNERSHIP ERECT BY PERKEBUNAN NUSANTARA VII COMPANY AT UNIT USAHA REJOSARI)

(1)

ANALYSIS EFFECTIVENESS OF PARTNERSHIP PROGRAM BUMN IN MIKRO SMALL AND MEDIUM ENTERPRISE GROWTH

(STUDI CASE AT UMKM INDUSTRIAL SECTOR WHO PARTNERSHIP ERECT BY PERKEBUNAN NUSANTARA VII COMPANY AT UNIT

USAHA REJOSARI) By

MUHAMMAD SYOUGI

One of the Corporate Social Responsibility program in BUMN is the Partnership Program. Partnership Program is a program designed specifically for Micro, Small and medium enterprise development to be sustainable, self sufficient and have competitive power using funds benefit from BUMN profits. The purpose of this reasearch are to describe effectiveness of BUMN partnership program that have been implemented by PT. Perkebunan Nusantara VII. The type of this research is descriptive by using qualitatif approaching. Analyse effectiveness of Partnership Program which contain of two indicators: first accuracy of implementation BUMN Partnership Program and the second is micro, small and medium enterprise growth. with nine informan, they are four people from PKBL staff of PT. Perkebunan Nusantara VII, Unit Usaha Rejosari branch and five people from micro, small and medium enterprise Partnership Program. According to the result of research done by using interview, observation and documentation so the researcher can conclude that Effectivenees of Partnership Program in the micro, small and medium enterprise growth has rans effectively and accordance with the objectives of the Partnership Program, all can be proved from the conclusions from each indicator of the effectiveness.the recomendation for Partnership Program PT. Perkebunan Nusantara VII is to evaluate the results of the Partnership training program that has been given for for development of micro, small and medium enterprise Pertnership Program, micro, small and medium enterprise also need to be trained for mastery of information technology not only management training, and micro, small and medium enterprise Partnership Program must provide monthly financial reports to PT. Perkebunan Nusantara VII.

Key words: Effectivenees, Partnership Program, micro, small and medium enterprise.


(2)

Analisis Efektivitas Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dalam Perkembangan Usaha Mikro

Kecil dan Menengah

(Studi Kasus pada UMKM Sektor Industri Mitra Binaan PT. Perkebunan Nusantara VII di Unit Usaha Rejosari Lampung Selatan)

Oleh

MUHAMMAD SYOUGI

Salah satu program CSR di BUMN adalah Program Kemitraan. Program Kemitraan di desain khusus untuk perkembangan UMKM untuk dapat bertahan, mandiri dan memiliki keunggulan kompetitif menggunakan dana dari keuntungan BUMN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas dari Program Kemitraan BUMN yang telah dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VII. Tipe penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.Dalam analisis efektivitas Program Kemitraan terdapat dua fokus penelitian: pertama ketepatan dari pelaksanaan Program Kemitraan BUMN dan yang kedua adalah perkembangan UMKM, dengan sembilan informan, empat orang dari staff PKBL PT. Perkebunan Nusantara VII dan lima orang dari UMKM Mitra Binaan. Menurut hasil penelitian yang menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan Program Kemitraan BUMN berjalan dengan efektif dalam perkembangan UMKM. Semua itu dapat dibuktikan dari kesimpulan masing-masing fokus penelitian.saran yang dapat diberikan untuk program kemitraan PT. Perkebunan Nusantara VII Adalah untuk mengevaluasi hasil dari pembinaan dan pelatihan yang telah diberikan untuk pengembangan UMKM Mitra Binaan, UMKM perlu untuk diberikan pelatihan teknologi industri dan teknologi informasi bukan hanya pelatihan manajemen, dan UMKM diwajibkan memberikan laporan keuangan tiap bulannya untuk PT. Perkebunan Nusantara VII.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pemberdayaan dan pengembangan UMKM menjadi tugas BUMN. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 7 Undang-undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa “Dunia usaha (corporation) berperan serta menumbuhkan iklim usaha kondusif, yaitu dalam aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha, promosi dagang serta dukungan kelembagaan.” BUMN memliki pengaruh dalam perekonomian Indonesia sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi nasional. Hal tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 2 ayat 1, yaitu:

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

b. Mengejar keuntungan.

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.


(4)

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Sumber: Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang UMKM

Bukan hanya BUMN yang mempunyai peran penting tapi usaha mikro, kecil dan menengah mempunyai peran penting dan strategis dalam mewujudkan pembangunan nasional dan pembanguan ekonomi. Kriteria dalam setiap negara tentang UMKM berbeda-beda, yang termasuk dalam kriteria UMKM di Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1.

Kriteria UMKM di Indonesia

No. Kritria

Uraian

Asset Omzet

1. Mikro Maks. 50juta Maks. 300 juta 2. Kecil >50 juta- 500 juta > 300juta–2,5 miliar 3. Menengah >500 juta–10 miliar >2,5 Miliar- 50 miliar Sumber: Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 Tentang UMKM

Sektor UMKM memiliki nilai lebih dibandingkan dengan usaha besar. Pertama, jumlah unit usaha yang paling banyak ada di indonesia dimiliki oleh sektor UMKM sbesar 99,99 persen dibandingkan dengan usaha besar yang hanya 0,01 persen. Kedua, UMKM memiliki jumlah terbanyak dalam penyerapan jumlah tenaga kerja (Dekopnas, 2009). Oleh karena itu, UMKM dapat berperan dalam memberikan pelayanan yang luas pada masyarakat dan memperluas lapangan pekerjaan di Indonesia.

Seharusnya dengan terus memajukan dan menopang sektor UMKM maka secara tidak langsung dapat mendorong pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, maka dari itu bukan hanya di Indonesia tetapi juga di Negara lainya, berperan aktif dalam mengeluarkan kebijakan- kebijakan yang berorientasi untuk memajukan dan menopang sektor UMKM demi mempermudah UMKM untuk Berkembang.


(5)

Kenyataannya sekarang ini di Indonesia, UMKM sulit untuk berkembang. Banyak UMKM yang collapse dan tidak mampu bertahan dengan kondisi global seperti sekarang ini. Ketidakmampuan UMKM dalam menghadapi era globalisasi yang berorientasi pada mekanisme pasar sekarang ini memang cukup beralasan karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam UMKM tersebut. Namun demikian perlu diingat bahwa dalam setiap usaha pasti ada berbagai macam masalah yang dihadapi.

Menurut Komarudin (2012). ”Masalah mendasar antara lain masih rendahnya produktivitas, keterbatasan akses kepada sumber daya produktif seperti modal, teknologi, informasi dan pasar, kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan iklim usaha belum menunjang secara optimal. Untuk itu, UMKM harus memperoleh kesempatan yang setara, dukungan perlindungan dan pengembangan sebagai wujud kebijakan yang adil kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, dengan tanpa mengabaikan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara”.

Menurut Wardoyo (2005), salah satu permasalahan utama UMKM dalam mengembangkan usaha untuk menghadapi pasar global adalah karena lemahnya hal permodalan. Menurut Rosid dalam Modul managemen (2008), Kurangnya modal adalah faktor utama yang paling berperan dan diperlukan dalam mengembangkan UMKM. Sektor UMKM ini mempunyai kendala dalam permodalan, dikarenakan dimulainya usaha dengan modal yang terbatas dan bersifat modal pribadi dan rendahnya akses terhadap lembaga keuangan. Sumber permodalan UMKM sebenarnya bisa berasal dari pemerintah dan non-pemerintah seperti yang terlihat pada Gambar 1.


(6)

Gambar 1.

Sumber Modal Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Sumber: Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2009

Sulitnya akses terhadap bantuan permodalan berupa kredit dari lembaga keuangan

menjadi salah satu penyebab masalah permodalan belum bisa teratasi. Berdasarkan Gambar 1, yang menarik untuk dianalisis adalah sumber modal yang berasal dari perusahaan swasta atau BUMN melalui program Corporate Social Responsibility(CSR) dengan memberikanSoft Loan pada sektor usaha mikro dan kecil, karena selama ini yang kita ketahui bahwa untuk mendapatkan kredit hanya bisa diperoleh di lembaga keuangan .

Dalam praktek tanggung jawaab sosial ini, BUMN memiliki program yang bernama Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Pada prinsipnya PKBL telah dilaksanakan mulai tahun 1994 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 316/KMK.016/1994 Tanggal 27 Juni 1994 Tentang Pedoman Pelaksanaan Usaha Kecil dan Koperasi Pemanfaatan Dana dari Bagian Dana Laba Badan Usaha Milik Negara dan pada tahun 1999 diubah menjadi Program

SUMBER PERMODAL

AN

PEMERINTAH

APBN APBD SUP-005

NON PEMERINTAH

Bank

kredit komersil kredit mikro

kecil

Non Bank

Lembaga keuangan Perusahaan swasta / BUMN


(7)

Kemitraan dan Bina Lingkungan Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN RI/ Kepala Pembina BUMN No. Kep-216/M-PBUMN/1999 Tanggal 28 September 1999. PKBL sendiri di tuangkan dalam keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: Kep-236/mbu/2003. Antara Program Kemitraan dan Bina Lingkungan memiliki tugas yang berbeda. Program kemitraan merupakan suatu program yang dirancang untuk memberikan bantuan pinjaman modal dan pembinaan kepada UMKM.

Bentuk kepedulian dan tanggungjawab BUMN berdasarkan peraturan Menteri BUMN tersebut dijabarkan kedalam dua program yang berbeda yaitu:

1. Program kemitraan BUMN

Program kemitraan ini berhubungan dengan usaha mikro, kecil dan menengah. Tujuan progarm kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari laba BUMN.

2. Program Bina lingkungan

Progam yang berhubungan dengan pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar perusahaan oleh BUMN.

Sumber: www.wordpress.com, Peran Strategis Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Diakses Tanggal 10 September 2012.

Pelaksanaan PKBL di lingkungan BUMN dilaksanakan guna mendorong UMKM untuk menjadi mitra binaan. Dengan menjadi mitra binaan dapat mempermudah UMKM dalam memperoleh pinjaman lunak. Pola kemitraan dalam BUMN dapat dijalankan dalam empat cara yaitu :


(8)

1. Pembinaan secara langsung, dimana BUMN langsung menyalurkan pinjaman dan melakukan pembinaan teknis pada mitra binaan.

2. Kerja sama antar BUMN, yaitu BUMN memberikan pinjaman modal kerja pada mitra binaan BUMN lainya, sementara BUMN yang mitra binaannya memperoleh pinjaman bertindak sebagai penjamin atas kredit yang diterima mitra binaannya

3. Kerja sama dengan lembaga keuangan perbankan, baik dalam bentuk chanenlingmaupunexecuting.

4. Pola satuan kerja. Dalam hal ini BUMN bersama Pemda membentuk satuan kerja yang bertugas melakukan inventaris, menyeleksi dan mengusulkan usaha kecil yang berhak memperoleh pinjaman.

Sumber: www.wordpress.com, Peran Strategis Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Diakses Tanggal 10 September 2012.

PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang agribisnis perkebunan dengan komoditas tanaman karet, kelapa sawit, teh dan tebu. Wilayah kerja PTPN VII (Persero) meliputi 3 (tiga) provinsi yang terdiri dari 10 unit usaha di Provinsi Lampung, 14 unit usaha di Propinsi Sumatra Selatan dan 3 unit usaha di Bengkulu. Lokasi penelitian ini dilakukan di Unit Usaha Rejosari Distrik Way Sekampung yang berada di Propinsi Lampung. Distrik Way Sekampung adalah salah satu distrik yang memiliki UMKM mitra binaan yang paling banyak dibandingkan dengan distrik yang lainnya.

Keberadaan BUMN PTPN VII yang perkembangannya saat ini sudah semakin besar seperti yang tertuang dalam UU PT No 40 Tahun 2007 “PT (Perseroan Terbatas) diwajibkan untuk melakukan tanggung jawab sosial”. PT. Perkebunan Nusantara VII memiliki program CSR yang biasa disebut di BUMN adalah PKBL. Dengan cakupan usaha yang luas, PT. Perkebunan Nusantara VII sanggup menaungi banyak UMKM binaan program kemitraan.


(9)

Pada intinya program ini dibuat untuk pemanfaatan dana BUMN untuk UMKM dalam bentuk pinjaman. Dalam pelaksanaan Program Kemitraan yang dilakukan PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari mampu menampung banyak UMKM Mitra Binaan, tetapi kenyataannya masih saja terjadi kredit macet pada pembayaran angsurannya, oleh karena itu harus dilakukan analisis keefektifan programnya.

Kemudahan yang diberikan kepada pelaku UMKM dalam mendapatkan pinjaman modal dari BUMN adalah relatif lebih sederhana, lebih murah biaya administrasinya dan lebih pengajuan proposal usaha dibandingkan dengan pinjaman dari bank. Jadi pinjaman yang diberikan oleh BUMN ini memiliki banyak keunggulan. Perbedaan tersebut dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2.

Perbedaan Pinjaman Dana

No Perbedaan

Bank Program Kemitraan BUMN

1 Bunga Pinjaman > 6% per tahun

Bunga Pinjaman sebesar 6% pertahun dengan sistem Flat

2 Tidak ada Pelatihan untuk Perkembangan Usaha

Diberikan Pelatihan manajemen usaha pada mitra binaan

3 Jangka waktu pengembalian pinjaman tergantung pada kebijakan dari bank

Jangka waktu pengembalian pinjaman selama 30 bulan tidak tergantung pada perbedaan jumlah pinjaman

4 Menggunakan jasa Debt Colector pada saat penagihan hutang secara langsung bagi peminjam yang terlambat membayar angsuran

Proses penagihan hutang hanya melibatkan staf PKBL dan staf

(KP2LN) Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara setempat

5 Memiliki kekuatan hukum yang kuat untuk melakukan penyitaan terhadap agunan yang telah di jaminkan

Tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup kuat untuk melakukan penyitaan terhadap agunan yang telah di jaminkan Sumber : Prisilian, 2008. Analisis Efektifitas CSR dalam PKBL, Surabaya:


(10)

Seperti yang terlihat di Tabel 2 perbedaan pinjaman bank dan program kemitraan, pinjaman yang berasal dari program kemitraan memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan yang berasal dari bank. Namun dalam kenyataannya bantuan kredit melalui program kemitraan masih belum banyak diketahui pelaku UMKM. Padahal program kemitraan BUMN merupakan sumber daya potensial yang mungkin saja bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah permodalan yang selama ini dihadapi oleh sektor mikro dalam mengembangkan usahanya. Karena bagi usaha mikro sekarang ini sangat sulit untuk mendapatkan kredit dari lembaga keuangan formal. Hal ini diperkuat bahwa 68,96 persen modal yang digunakan usaha mikro berasal dari pemilik modal dan pelepas uang seperti rentenir (Kementrian Negara Koperasi dan UKM, 2009).

Dengan permasalahan tersebut penulis berniat untuk melanjutkan penelitian ke UMKM yang mendapatkan dana pinjaman dari program kemitraan BUMN PT. Perkebunan Nusantara VII. Selanjutnya penelitian ini akan mengambil judul:

“Analisis Efektivitas Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dalam Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Studi kasus Pada UMKM Sektor Industri Mitra Binaan PT. Perkebunan Nusantara VII di Unit Usaha Rejosari Lampung Selatan).


(11)

1.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan pengembangan UMKM ada begitu banyak dan kompleks. Hambatan yang dapat mempengaruhi perkembangan UMKM dapat dibagi dalam dua kelompok. Hambatan tersebut dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini

Tabel 3.

Hambatan Internal UMKM

No. Hambatan Internal Keterangan

a. Permodalan Kurangnya modal adalah faktor utama yang paling berperan dan diperlukan dalam mengembangkan UMKM. Kurangnya permodalan dikarenakan UMKM merupakan perusahaan perseorangan dan masih bersifat tertutup. UMKM biasanya hanya mengandalkan pada jumlah modal yang terbatas yang dimiliki oleh pemilik, sedangkan sulitnya akses kepada bank dan lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan administrasi dan teknis pada bank sulit dan lama dalam pengurusannya.

b. Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas karena pada dasarnya UMKM adalah usaha tradisional dan rata-rata adalah usaha turun-temurun. Keterbatasan SDM dalam hal pendidikan dan keterampilam mempengaruhi dalam manajemen pengelolaan usaha.

c. Pemasaran Lemahnya jaringan usaha dan pemasaran dalam UMKM yang merupakan unit usaha keluarga hanya memiliki jaringan pemasaran yang terbatas dan penetrasi pasar yang rendah . Berbeda dengan usaha besar yang sudah mempunyai pemasaran yang baik dan solid.

d. Teknologi Produksi dan Teknologi Informasi

Pada UMKM, umumnya memiliki keterbatasan dalam hal teknologi yang berdampak pada kurang efektif dan efisiennya proses produksi. Kurangnya pengetahuan dalam hal teknologi informasi juga berdampak pada kelangsungan usaha tersebut. Sumber: di olah berdasarkan data dalam Rosid, 2008. Modul Manajemen


(12)

Tabel 4.

Hambatan Eksternal UMKM

No. Hambatan External Keterangan

a. Iklim Usaha Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif, karena kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah menumbuhkembangkan UMKM belum maksimal meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan. Hal ini terlihat dalam persaingan yang tidak sehat antara UMKM dan perusahaan besar.

b. Otonomi Daerah Dengan berlakunya UU tahun 1999 dalam Otonomi Daerah, daerah mempunyai kewenangan lebih dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Implikasinya dalam sistem tersebut dalam UMKM berupa adanya pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UMKM mempengaruhi dalam menurunkan daya saing. c. Perdagangan Bebas Implikasi perdagangan bebas yang berimplikasi

luas pada UMKM dalam memasuki pasar global. UMKM dituntut melakukan proses produksi lebih efektif dan efisien, serta mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan standart tuntutan global seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) dalam ketenagakerjaan. Hal tersebut sering dimanfaatkan oleh negara-negara maju untuk menciptakanBarrier Entry. d. Akses Pasar Terbatasnya akses pasar mengakibatkan produk

yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif dalam pasar nasional dan global. Sumber: di olah berdasarkan data dalam Rosid, 2008. Modul Manajemen

UMKM, Jakarta: Universitas Mercu Buana.

Dapat disimpulkan dari kedua tabel tersebut, permasalahan yang paling utama adalah keterbatasan dalam permodalan untuk pengembangan UMKM. Namun sulitnya dalam menambah modal bisa diatasi dengan program kemitraan yang ada di perusahaan BUMN. Selain program pinjaman dana di program kemitraan ada juga program pembinaan UMKM, sehingga bukan hanya mendapat dana semata


(13)

tapi juga bisa mendapatkan pembinaan dan pelatihan manajemen UMKM itu sendiri. Dalam kenyataannya sekarang ini, belum banyak pelaku UMKM yang mengetahui program kemitraan tersebut, padahal progam kemitraan tersebut merupakan sumber daya potensial yang mungkin saja bisa menjadi solusi untuk mengembangkan usaha.

Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan kepada UMKM yang sudah mengikuti program kemitraan. UMKM yang akan diteliti merupakan UMKM mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero), karena PT. Perkebunan Nusantara VII sudah lama menerapkan Program Kemitraan dengan aplikasi programnya diantaranya adalah pinjaman dana dan pembinaan UMKM.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas maka permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana efektivitas program kemitraan terhadap pekembangan UMKM sektor industri yang menjadi mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari?

2. Faktor apakah yang menghambat tingkat efektivitas Program Kemitraan yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari?

3. Faktor apakah yang mendukung tingkat efektivitas Program Kemitraan yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari?


(14)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan efektivitas Program Kemitraan terhadap pekembangan UMKM sektor industri yang menjadi mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari.

2. Mendeskripsikan faktor yang menghambat tingkat efektivitas Program Kemitraan yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari.

3. Mendeskripsikan faktor yang mendukung tingkat efektivitas Program Kemitraan yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara VII, Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi Mahasiswa Administrasi Bisnis serta dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi dalam konteks ilmu bisnis dan UMKM. b. Mendapatkan data dan fakta yang sahih dan valid mengenai Program


(15)

2. Manfaat teoritis

a. Merupakan sumber referensi bagi Jurusan Administrasi Bisnis, khususnya bagi yang akan meneliti lebih lanjut mengenai Program Kemitraan dan UMKM.

b. Memberikan masukan bagi pelaku UMKM mengenai program kemitraan.

c. Meningkatkan wawasan kepada peneliti tentang bagaimana bentuk program kemitraan yang dilakukan PT. Perkebunan Nusantara VII terhadap perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas bisa juga berarti pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang ditentukan, jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara-cara tersebut adalah yang benar atau efektif Pengertian efektivitas secara umum dapat menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1995), keefektivan program merupakan posisi pada skala kefektivan dari pelaksanaan program di lapangan dengan diperlihatkan dari pelaksanaan, pemanfaatan dan hasil yang dicapai program.

Menurut Chester I.Barnard pengertian efektivitas adalah “Bila suatu tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai dan akibat-akibat atau dampak-dampak yang diharapkan dari kegiatan mempunyai nilai lebih sehingga mengakibatkan kepuasan, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif”


(17)

Adapun pengertian efektivitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984), “ Efektivitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input “.

Adapun Emerson dalam Handayaningrat (1996) mengatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan”. Jadi apabila tujuan tersebut telah dicapai, baru dapat dikatakan efektiv. Masih dalam buku yang sama, Hal ini dipertegas kembali dengan pendapat Hasibuan dalam Handayaningrat (1996) bahwa “efektivitas adalah tercapainya suatu sasaran eksplisit dan implisit”. Hal senada juga dikemukakan oleh Miller dalam Handayaningrat (1996) “Effectiveness be define as the degree to which a social system achieve its goals. Effectiveness must be distinguished from efficiency. Efficiency is mainly concerned with goal attainments”, yang artinya adalah efektivitas dimaksudkan sebagai tingkat seberapa jauh suatu sistem-sistem sosial mencapai tujuannya.

Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan oleh para pakar di atas, peneliti menggunakan teori Emerson dalam Handayaningrat (1996) bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan”. Sehinggai apabila tujuan tersebut telah dicapai, baru dapat dikatakan efektif.


(18)

2.2 Perbedaan Konsep CSR dan PKBL 2.2.1 Definisi Corporate Social Responsibility

Menurut Kolter & nancy (2005) “CSR adalah komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan” Dalam Trinidad and Tobaco Bureau of Standards (TTBS), Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara lebih luas (Budimanta,Prasetijo & Rudito, 2004).

Wibisono (2007) mendefinikan Corporate Social Responsibility sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang terhadap suatu isu tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik.

Kontribusi CSR dari perusahaan ini bisa berupa banyak hal, misalnya : bantuan dana, bantuan tenaga ahli dari perusahaan, dan bantuan berupa barang, dan lain-lain. Melihat pentingnya pelaksanaan CSR dalam membantu perusahaan menciptakan citra positifnya maka perusahaan seharusnya melihat CSR bukan sebagai sentra biaya (cost centre) melainkan sebagai sentra laba (profit centre) dimasa mendatang.


(19)

Logikanya sederhana, jika CSR diabaikan kemudian terjadi insiden, maka biaya yang dikeluarkan untuk biaya recovery bisa jadi lebih besar dibandingkan biaya yang ingin dihemat melalui peniadaan CSR itu sendiri. Hal ini belum termasuk pada resiko non-finansial yang berupa memburuknya citra perusahaan di mata publik (Wibisono, 2007). Dalam pelaksanaannya CSR memiliki Lima Pilar Aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales International Bussiness Forum, yaitu:

1. Building Human Capital

Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang handal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, biasanya melaluicommunity development.

2. Strengthening Economies

Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar. 3. Assessing Social Chesion

Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.

4. Encouraging Good Governence

Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnis dengan baik.

5. Protecting The Environment


(20)

Dalam penelitian Maria R. Nindita Radyati, 2010 mengenai CSR, bahwa CSR dibagi dalam beberapa tingkatan yang dirumuskan berdasarkan ruang lingkup dan kompleksitasnya, yaitu:

1) Level 1 adalah kepatuhan kepada semua aturan yang ada (compliance to laws and regulation), baik undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya yang berkaitan dengan sektor usaha perusahaan tersebut

2) Level 2 adalah CSR dalam bentuk filantrofi. Filantrofi adalah keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan sesama, terutama melalui pemberian sumbangan dalam bentuk uang untuk mencapai tujuan-tujuan yang baik (Soanes, 2009). Contoh filantrofi adalah pemberian donasi, beasiswa, pembangunan sekolah, tempat ibadah, pemberian bantuan setelah adanya bencana alam, dan lainnya.

3) Level 3 adalah kegiatancommunity development(pengembangan komunitas). Banyak sekali definisi community development, di antaranya adalah proses mengajak masyarakat aktif bersama menemukan solusi untuk meningkatkan kondisi ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya (Frank dan Smith, 1999).

4) Level 4, perusahaan menanggung biaya atas dampak negatif yang timbul dari bisnisnya pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkunngan. Contoh dalam aspek lingkungan dengan melakukan pengolahan limbah melalui manajemen limbah.

5) Level 5 adalah suatu sistem yang terintegrasi dalam perencanaan bisnis perusahaan. Ruang lingkup CSR mulai dari penggunaan bahan baku sampai mendaur ulang limbah. Di level ini, perusahaan harus memilih bahan baku


(21)

yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia. Para pemasok juga harus diajarkan cara menjalankan bisnis yang bertanggungjawab sosial. Proses produksi juga dilakukan dengan cara yang bertanggungjawab sosial, misalnya pabrik yang bersih dengan pencahayaan yang baik dan hemat energi. Kemasan produk juga harus menggunakan bahanrecycle.

6) Program pemasaran perusahaan juga harus bertanggungjawab sosial, misalkan tidak mendiskriminasi etnis maupun gender tertentu dan tidak mengeksploitasi anak-anak.

2.2.2 Definisi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 74 yang disahkan 20 Juli 2007 menjelaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Selain UU PT tersebut, ada peraturan lain yang juga berbicara mengenai tanggung jawab sosial, yaitu Peraturan Menteri Negara BUMN No Per-05/MBU/2007 Tentang PKBL yang menyatakan maksud dan tujuan pendirian BUMN tidak hanya mengejar keuntungan semata melainkan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat dan telah mulai diberlakukan untuk BUMN. Jika UU PT lebih ditujukan untuk perusahaan swasta, maka Peraturan Menteri tersebut dibuat untuk


(22)

diterapkan pada BUMN. Dalam peraturan tersebut, pemerintah menjabarkan peran dan partisipasi BUMN ke dalam dua program, yakni Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL).

Berdasarkan Pasal 1 Angka 5 Peraturan Menteri tersebut, yang dimaksud dengan program kemitraan dengan usaha kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil, agar menjadi tangguh dan mandiri. Caranya melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan Angka 6 dari pasal tersebut menjelaskan, yang dimaksud dengan program bina lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Peraturan Menteri tersebut juga mengatur mengenai sumber dana yang dapat dipergunakan oleh BUMN guna melaksanakan kedua program tersebut.

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan adalah wujud kepedulian BUMN sebagai upaya memberikan peluang kesempatan berusaha dalam rangka mendorong kegairahan dan kegiatan ekonomi pengusaha kecil yang mempunyai potensi cukup besar untuk berkembang. Sehingga tecipta iklim usaha yang sehat dan saling mendukung pertumbuhan dan perkembangan pelaku usaha antara Badan Usaha Milik Negara Koperasi dan swata. Dapat disimpulkan bahwa PKBL adalah salah satu program tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh BUMN, yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh, mandiri dan memberdayakan kondisi masyarakat sekitar BUMN sesuai dengan Keputusan Menteri BUMN No Per-05/MBU/2007.


(23)

2.2.3 Perbedaan CSR Perusahaan Swasta Dan PKBL BUMN

Berdasarkan penjabaran definisi CSR dan PKBL diatas dapat disimpulkan secara konsep Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dilaksanakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak jauh berbeda dengan best practices CSR yang dilakukan oleh perusahaan swasta sehingga dapat dikatakan bahwa PKBL merupakan praktek CSR yang dilakukan oleh BUMN, akan tetapi PKBL lebih kepada pembangunan masyarakat demi kepentingan bersama daripada CSR perusahaan yang dilaksanakan demi kelangsungan perusahaan sendiri. Melalui PKBL, diharapkan terjadi peningkatan partisipasi BUMN untuk memberdayakan potensi dan kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan masyarakat dengan fokus diarahkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menciptakan pemerataan pembangunan.

Terdapat perbedaan bentuk pendanaan di antara CSR dan PKBL. Untuk CSR, pendanaannya dianggarkan oleh masing-masing perusahaan. Sedangkan untuk PKBL Badan Usaha Milik Negara pendanaan melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN tahun lalu. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Bina Lingkungan. PKBL-BUMN juga mempunyai peran cakupan yang lebih luas dibanding praktek CSR yang dilakukan oleh perusahaan swasta karena PKBL-BUMN juga diharapkan untuk mampu mewujudkan 3 pilar utama pembangunan (triple tracks) yang telah dicanangkan pemerintah dan merupakan janji politik kepada masyarakat, yaitu:


(24)

a. pengurangan jumlah pengangguran (pro-job) b. pengurangan jumlah penduduk miskin (pro-poor) c. peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-growth).

2.3 Program Kemitraan BUMN

Kemitraan berasal dari kata mitra yang berarti teman atau kawan. Secara ekonomi, kemitraan dapat dijelaskan sebagai kontribusi bersama, baik berupa tenaga (labour) maupun benda (property) atau keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dimana pembagian keuntungan dan kerugian didistribusikan diantara pihak yang bermitra (Burns, 1996).

Menurut M. Jafar hafsah dalam Wulandari (2006) kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling menguntungkan dan saling membesarkan.

Menurut Yuyun Wirasasmita dalam Wulandari (1995) mendefisinikan kemitraan merupakan kerjasama antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar yang didasarkan adanya prinsip saling menguntungkan, dan juga dapat disertai adanya bantuan pembinaan berupa peningkatan kualitas, sumberdaya manusia, pemasaran, teknik produksi, modal kerja dan kredit bank.

Berbagai definisi mengenai kemitraan tersebut pada dasarnya mengacu pada adanya kerjasama antara usaha kecil dengan usaha besar disertai pembinaan dengan memperhatikan prinsip-prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan (UU No 20 Tahun 2008 dalam Kemitraan).


(25)

Pada dasarnya program ini merupakan suatu program yang dirancang untuk memberikan bantuan kepada UMKM dan koperasi. BUMN fokus pada UMKM dan koperasi dengan mempetimbangkan aspek strategis keduanya yang telah teruji mampu bertahan dalam badai krisis yang menghantam. Dengan pengembangan UMKM dan koperasi diharapakan terbuka lapangan kerja dan peluang usaha baru yang pada akhirnya mampu menggerakkan roda perekonomian di wilayah sekitar BUMN.

Kemitraan juga terdapat dalam Undang-undang Pemerintah Bab VIII Pasal 25 UU No 20 Tahun 2008 Tentang UMKM yang berisi:

1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. 2) Kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi.

3) Menteri dan menteri teknis mengatur pemberian insentif kepada usaha besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

Program ini menggunakan pola dana bergulir, dimana mitra binaan diberikan pinjaman modal bunga rendah atau pembelian Aktiva Tetap Produktif (Pinjaman Khusus) bagi UMKM yang telah menjadi binaan yang bersifat pinjaman tambahan dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha UMKM Binaan dengan harapan usahanya bisa berkembang sehingga mereka mampu


(26)

mengembalikan pinjaman tersebut agar dapat digunakan membiayai mitra binaan yang lain. Program ini bukan hanya sekedar memberikan bantuan uang sebagai modal usaha tetapi juga peningkatan kompetensi para pelakunya sehingga mereka dapat mandiri dan terus mengembangkan usahanya. Dalam pelaksanaan Program Kemitraan dapat dibagi menjadi beberapa kegiatan:

1. Proses penjaringan mitra binaan 2. Penyaluran

3. Pembinaan 4. Pengembalian 5. Pengawasan

Bentuk Program Kemitraan:

a. Pemberian pinjaman untuk modal kerja dan/atau pembelian Aktiva Tetap Produktif dalam bentuk bantuan pendidikan/pelatihan, pemagangan, dan kepentingan UMKM Binaan.

b. Pinjaman khusus bagi UMKM yang telah menjadi binaan yang bersifat pinjaman tambahan dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha UMKM Binaan.

c. Program pendampingan dalam rangka peningkatan kapasitas (capacity building) UMKM binaan dalam bentuk bantuan pendidikan/pelatihan, pemagangan, dan promosi.

d. Capacity Buildingdiberikan di bidang produksi & pengolahan, pemasaran, SDM, dan teknologi. Dana capacity building bersifat hibah dan hanya dapat diberikan kepada atau untuk kepentingan UMKM Binaan.


(27)

Usaha yang dapat dibiayai adalah usaha yang produktif di semua sektor ekonomi (industri/perdagangan/ pertanian/ perkebunan/ perikanan/ jasa/ lainnya) dengan ketentuan dan kriteria yang diatur oleh setiap BUMN Pembina sesuai dengan pelimpahan melaluiCorporate Action Scheme.

2.4 Visi dan Misi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan 1. Visi

Menciptakan dan mendukung keberlanjutan perusahaan melalui harmonisasi kepentingan perusahaan, hubungan sosial kemasyarakatan dan lingkungan.

2. Misi

a. Menumbuhkan dan mengembangkan masyarakat, khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah agar menjadi tangguh dan mandiri

b. Memberdayakan masyarakat dan wilayah berdasarkan potensi serta peran dan partisipasai masyarakat

c. Membantu masyarakat mendapatkan fasilitas sosial dan umum yang layak dan sehat sesuai dengan kebutuhannya

d. Mempertahankan dan mengembangkan fungsi dan kualitas lingkungan e. Membentuk perilaku wirausaha dan masyarakat yang etis dan


(28)

2.5 Tujuan PKBL PTPN VII (Persero)

Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) di PTPN VII bertujuan untuk:

1. Terciptanya pertumbuhan ekonomi rakyat dan pemerataan pembangunan melalui perluasan kesempatan berusaha usaha kecil dan koperasi, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

2. Memberdayakan dan mengembangkan potensi masyarakat dan lingkungan sekitar wilayah kerja unit usaha PTPN VII.

3. Mendorong terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat dan lingkungan sekitar wilayah kerja/unit usaha PTPN VII.

2.6 Manfaat Program Kemitraan dalam Pengembangan UMKM

Usaha mikro, kecil dan menengah telah diakui sangat strategis dan penting tidak hanya bagi pertumbuhan ekonomi tetapi juga untuk pembagian pendapatan yang merata. Karena peranannya yang sangat strategis dan penting, Indonesia memberikan perhatian khusus bagi perkembangan-perkembangan UMKM, termasuk membina lingkungan dengan iklim usaha yang kondusif, memfasilitasi dan memberikan akses pada sumberdaya produktif dan memperkuat kewirausahaan serta daya saingnya. Untuk memperkuat UMKM, salah satu strategi yang penting adalah kemitraan. Untuk membentuk kemitraan-kemitraan ini, peranan pemerintah dan instansi-instansi pendukung lainnya adalah strategis dan penting.


(29)

Peranan pemerintah dapat dilakukan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif untuk menciptakan kemitraan dan dapat pula memberikan fasilitas dan dukungan-dukungan lain seperti misalnya fasilitas penciptaan keserasian (match making), menyediakan bantuan keuangan dan keperluan-keperluan yang lainnya untuk menjembatani kemitraan antara kedua pihak tersebut (Dipta, 2008).

Menurut M. Jafar Hafsah dalam Wulandari (2006) mengidentifikasi manfaat kemitraan bagi pihak-pihak yang bermitra adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan produktivitas 2. Mencapai efisiensi

3. Jaminan: kualitas, kuantitas, kontinuitas 4. Resiko minimal

5. Manfaat lingkungan sosial 6. Ketahanan ekonomi nasional

Menurut Linton (1997), manfaat program kemitraan adalah membangun hubungan jangka panjang, perencanaan produksi terfokuskan, meningkatkan kesadaran pelanggan, ketahanan pelanggan lebih baik, mengubah putaran pembelian, mengatur dan menangani hubungan pelanggan, membuka saluran penjualan, pengendalian atas pelanggan menjadi lebih besar, mengendalikan biaya-biaya penjualan, memberi sumbangan perencanaan jangka panjang

Selain pemerintah, peranan perusahaan-perusahaan besar untuk memberikan suatu dukungan dan menyisihkan sebagian dari keuntungan bersih mereka guna pengembangan UMKM yang dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR) dan dalam BUMN praktek tersebut dikenal dengan PKBL.


(30)

Pembinaan CSR untuk pengembangan UMKM telah menjadi salah satu tujuan strategis Negara Indonesia agar memperkuat dan meningkatkan daya saing UMKM. Sudah diakui bahwa perusahaan-perusahaan besar tidak akan tumbuh berkembang dengan baik tanpa dukungan UMKM. Oleh karena itu, UMKM dan perusahaan-perusahaan besar seperti BUMN harus selalu bekerjasama satu sama lain agar memanfaatkan peluang-peluang demi pertumbuhan dan kemakmuran masyarakat dengan Program Kemitraan.

Kemanfaatan kemitraan juga dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dan kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang sosial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolak sosial-politik.

Keterbatasan sumberdaya permodalan yang dimiliki oleh UMKM perlu didukung oleh sumberdaya yang lain termasuk oleh BUMN. Dengan kehadiran BUMN dan tanggung jawab sosialnya dalam progam kemitraan dapat membantu persoalan permodalan tersebut. Dalam progam kemitraan diberikan pinjaman lunak dengan bunga rendah serta pembinaan dan pelatihan khusus untuk UMKM mitra binaan. Sehingga sinergitas didalam pemberdayaan UMKM dan BUMN dalam Program Kemitraan menjadi salah satu kunci penentu dalam rangka membangun UMKM yang tangguh dan berdaya saing tinggi di masa depan.


(31)

2.7 Konsep Umum Program Kemitraan

Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UMKM dan Usaha Besar, dikenal dengan istilah kemitraan (Undang-undang No 20 Tahun 2008 Tentang UMKM). Kemitraan dengan Usaha Besar begitu penting untuk pengembangan UMKM. Kunci keberhasilan UMKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UMKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Melalui kemitraan, UMKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UMKM dan Usaha Besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UMKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari Usaha Besar yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.

Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan Usaha Besar terhadap UMKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi hingga target tercapai.


(32)

Pola kemitraan antara UMKM dan Usaha Besar di Indonesia yang telah dibakukan, menurut Bab VIII UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, kemitraan dilaksanakan dengan 6 (enam) pola, yaitu :

1. Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UMKM dan Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan UMKM yang menjadi plasmanya. Dalam hal ini, Usaha Besar mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UMKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang. Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma,

Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang menjadi plasmanya dalam:

a. Penyediaan dan penyiapan lahan b. Penyediaan sarana produksi

c. Pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang

diperlukan e. Pembiayaan f. Pemasaran g. Penjaminan

h. Pemberian informasi

i. Pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha.


(33)

2. Pola subkontrak merupakan hubungan kemitraan UMKM dan Usaha Besar, yang didalamnya UMKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara Usaha Besar dan UMKM, dimana Usaha Besar sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UMKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak dalam memproduksi barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan berupa:

a. Kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya

b. Kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar

c. Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang

diperlukan

e. Pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak

f. Upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak. 3. Pola waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya

pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.


(34)

Dalam pola ini, Usaha Besar yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UMKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga. Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba memberikan kesempatan dan mendahulukan UMKM yang memiliki kemampuan. Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba. Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.

4. Pola perdagangan umum merupakan hubungan kemitraan UMKM dan Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Besar memasarkan hasil produksi UMKM atau UMKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Besar sebagai mitranya. Dalam pola ini Usaha Besar memasarkan produk atau menerima pasokan dari UMKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Besar. Pelaksanaan kemitraan dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari UMKM oleh Usaha Besar yang dilakukan secara terbuka. Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi UMKM sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan. Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak.


(35)

5. Pola distribusi dan keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UMKM dan Usaha Besar, yang di dalamnya UMKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Besar sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan, Usaha Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.

6. bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan(joint venture),dan penyumberluaran (outsourcing).

Dalam pelaksanaan kerjasama kemitraan terdapat berbagai bentuk yang dapat diterapkan. Menurut Departemen Pertanian 2000 dalam Petrus (2004), Berdasarkan jangka waktunya kemitraan dibagi atas tiga jenis, yaitu:

1. Kemitraan insidental. Kemitraan ini merupakan kemitraan yang didasarkan oleh kepentingan ekonomi bersama dalam jangka pendek dan dapat dihentikan setelah kegiatan yang bersangkutan selesai.

2. Kemitraan jangka menengah. Kemitraan ini merupakan kemitraan yang dilakukan dengan atau tanpa perjanjian tertulis dan berlangsung dalam beberapa musim tertentu.

3. Kemitraan jangka panjang. Kemitraan ini merupakan kemitraan yang dilakukan dalam skala besar dan ada perjanjian tertulis. Hal ini didasarkan pada ketergantungan dalam pengadaan bahan baku, permodalan dan manajemen.


(36)

2.8 Unit Pelaksanaan Program Kemitraan

Dalam pelaksanaan Program Kemitraan ini, pihak yang terlibat dalam unit pelaksanaannya yaitu:

A. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

B. UMKM Mitra Binaan yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan adalah sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)

2) Milik Warga Negara Indonesia

3) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar 4) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak

berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi

5) Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan 6) Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun 7) Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable).

Sumber: Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan UMKM


(37)

Dalam pelaksanaannya, terdapat kewajiban masing-masing pihak yang terlibat, Mitra Binaan mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1. Melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan rencana yang telah disetujui oleh BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur

2. Membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati

3. Menyampaikan laporan perkembangan usaha secara periodik kepada BUMN Pembina.

BUMN Pembina mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1. Membentuk unit Program Kemitraan dan Program BL

2. Menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi

3. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Program Kemitraan dan Program BL

4. Melakukan evaluasi dan seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan calon Mitra Binaan

5. Menyiapkan dan menyalurkan dana Program Kemitraan kepada Mitra Binaan dan dana Program BL kepada masyarakat

6. Melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Mitra Binaan 7. Mengadministrasikan kegiatan pembinaan


(38)

9. Menyampaikan laporan pelaksanaan Program Kemitraan dan Program BL yang meliputi laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan kepada Menteri dengan tembusan kepada Koordinator BUMN Pembina di wilayah masing-masing.

Sumber: Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan UMKM

2.9 Mekanisme Penyaluran Dana Kemitraan

1. Tata cara pemberian pinjaman dana Program Kemitraan:

a. Calon Mitra Binaan menyampaikan rencana penggunaan dana pinjaman dalam rangka pengembangan usahanya untuk diajukan kepada BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur, dengan memuat sekurang-kurangnya data sebagai berikut:

1) Nama dan alamat unit usaha

2) Nama dan alamat pemilik/pengurus unit usaha 3) Bukti identitas diri pemilik/pengurus

4) Bidang usaha

5) Izin usaha atau surat keterangan usaha dari pihak yang berwenang 6) Perkembangan kinerja usaha (arus kas, perhitungan pendapatan dan

beban, neraca atau data yang menunjukkan keadaan keuangan serta hasil usaha)

7) Rencana usaha dan kebutuhan dana.

b. BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur melaksanakan evaluasi dan seleksi atas permohonan yang diajukan oleh calon Mitra Binaan


(39)

c. Calon Mitra Binaan yang layak bina, menyelesaikan proses administrasi pinjaman dengan BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur bersangkutan

d. Pemberian pinjaman kepada calon Mitra Binaan dituangkan dalam surat perjanjian/kontrak yang sekurang-kurangnya memuat:

1) Nama dan alamat BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur dan Mitra Binaan

2) Hak dan kewajiban BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur dan Mitra Binaan

3) Jumlah pinjaman dan peruntukannya

4) Syarat-syarat pinjaman (jangka waktu pinjaman, jadual angsuran pokok dan jasa administrasi pinjaman).

5) BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur dilarang memberikan pinjaman kepada calon Mitra Binaan yang menjadi Mitra Binaan BUMN Pembina atau BUMN Penyalur atau Lembaga Penyalur lain.

2. Besarnya jasa administrasi pinjaman dana program kemitraan per tahun sebesar 6% (enam persen) dari limit pinjaman atau ditetapkan lain oleh menteri.

3. Apabila pinjaman/pembiayaan diberikan berdasarkan prinsip jual beli maka proyeksi marjin yang dihasilkan disetarakan dengan marjin sebesar 6% (enam persen) atau sesuai dengan penetapan menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatas.


(40)

4. Apabila pinjaman/pembiayaan diberikan berdasarkan prinsip bagi hasil maka rasio bagi hasilnya untuk BUMN Pembina adalah mulai dari 10% (10 : 90) sampai dengan maksimal 50% (50 : 50).

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku juga terhadap rasio bagi hasil untuk BUMN Penyalur dan Lembaga Penyalur.

Sumber: Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan UMKM

Ke efektivan program merupakan posisi pada skala kefektivan dari pelaksanaan program di lapangan dengan diperlihatkan dari pelaksanaan, pemanfaatan dan hasil yang dicapai program Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1995).Jadi dalam mengukur efektifitas suatu program diperlukan pembanding antara proses pelaksanaan dan hasil dari program yang telah tercapai. Dalam penelitian ini yang digunakan untuk menjadi panduan fokus penelitian tentang proses pelaksanaan Program Kemitraan adalah fokus penelitian dalam peneltian Cindy Prisilian (2008) tentang Efektifitas Program Kemitraan BUMN. Berikut fokus penelitian proses pelaksanaan Program Kemitraan BUMN:


(41)

Tabel 5.

Fokus penelitian proses Pelaksanaan Program Kemitraan BUMN

Fokus Penelitian Keterangan Tolak ukur

Pelaksaanaan Program Kemitraan

1. Ketepatan Proses Penyaluran Dana dalam Program Kemitraan

a. Ketepatan dalam Pemilihan Calon Mitra Binaan b. Ketepatan Penentuan Jumlah Pinjaman disesuaikan dengan kemampuan usaha Mitra Binaan 2. Ketepatan Proses

Pembayaran Angsuran

Ketepatan Waktu dalam Pembayaran angsuran

3. Proses Penagihan Angsuran/piutang a. Ketepatan penentuan cara penagihan pinjaman b. Ketepatan Pemberian solusi terhadap kemacetan pembayaran angsuran mitra binaan

4. Proses pengolahan Biaya Operasional

Ketepatan dalam alokasi biaya yang di fokuskan pada kegiatan Kemitraan untuk

mengembangkan UMKM mitra binaan Sumber : Prisilian, 2008. Analisis Efektifitas CSR dalam PKBL, Surabaya:


(42)

2.10 Kebijakan Pemerintah dalam Pembinaan dan Pengembangan UMKM Sejalan dengan perkembangan dalam era globalisasi dan tuntutan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, masalah krusial yang juga banyak dikeluhkan belakangan ini oleh para pelaku binis tanpa terkecuali UMKM adalah munculnya berbagai hambatan yang berkaitan dengan peraturan-peraturan baru, khususnya di daerah. Peraturan-peraturan daerah ini sering tidak atau kurang memberikan ruang bagi UMKM untuk berkembang. Dalam implementasinya, birokrasi administrasi yang berbelit-belit dan penegakan hukum yang kurang tegas menjadi tantangan yang terus harus di atasi kedepannya.

Begitu besar pengaruh UMKM dalam suatu negara, bagi Negara Indonesia saja jumlah unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) mendekati 99,98 % terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Hal ini mencerminkan peran serta UMKM terhadap laju pertumbuhan ekonomi memiliki signifikansi cukup tinggi bagi pemerataan ekonomi Indonesia karena memang berperan banyak pada sektor riil (Dekopnas, 2009).

Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan UMKM telah diatur dengan baik dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang diperjelas dalam Bab III Pasal 4 dan 5 Tentang Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan yang berisi:


(43)

A. Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan

berkeadilan

c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

B. Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan

b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri

c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan.

Undang-undang Pemberdayaan UMKM tersebut ditunjukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh pendapatan yang tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas usaha, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan, dan siap untuk tumbuh serta bersaing.


(44)

Program ini akan memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha. Pemerintah juga menajdi bagian dalam pengembangan usaha dalam hal fasilitas dan pembiayaan seperti yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM Pasal 16 dan Pasal 21yang berisi:

C. Pasal 16 Pengembangan Usaha

1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang:

a. produksi dan pengolahan b. pemasaran

c. sumber daya manusia d. desain dan teknologi.

2) Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif melakukan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan diatur dengan peraturan pemerintah.

D. Pasal 21 Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Mikro dan Kecil

1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.


(45)

2) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.

3) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.

4) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil.

5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.


(46)

2.11 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

2. Pengertian UMKM dalam pasal 1 adalah:

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

3. Kriteria UMKM dalam Pasal 6 UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM adalah:


(47)

A. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

B. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

C. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua

milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).


(48)

Karakteristik dan perbedaan ukuran usaha Kecil dan menengah menurut penelitian terdahulu yang meneliti tentang karakteristik UKM adalah sebagai berikut:

Tabel 6.

Perbedaan Karakteristik Usaha

Karakteristik Kecil Kecil-Menengah Menengah

Jumlah Pekerja

5-9 10-29 30-49

Tempat Usaha Tempat usaha berdekatan dengan tempat tinggal

Terpisah dari rumah Lokasi terpisah dan dengan gedung yang lebih baik

Proses Produksi

Sederhana, sedikit maju dan banyak tahapan Lebih maju, beberapa tahapan berbeda dengan keterampilan khusus bekerja Proses Produksi rumit dan kemungkinan butuh banyak modal intensif Sistem Keuangan Sistem dasar akuntasi Sistem akuntansi dan slip gaji, sistem personalia tersedia

Sistem akuntansi dan keuangan terjaga, terencana dan laporan manajemen juga terbukti

Sumber Kredit Sumber informal membutuhkan modal kerja untuk persediaan barang dan pendanaan alat

Sumber informal kredit, formal kemungkinan tersedia namun sukar diperoleh Mempunyai beberapa kesempatan kredit formal tetapi sumber-sumber tersebut beroperasi lamban dan tidak fleksibel dalam memenuhi kebutuhan mendesak Pasar Pasar setempat

dengan beberapa perluasan

Pasar setempat dan tingkat nasional, persaingan jelas, kebutuhan bahan baku dan persedian besar, keterikatan usaha hulu dan hilir terhadap ekonomi masyarakat dan nasional

Pasar wilayah dan nasional, bila mungkin ekspor


(49)

2.12 Indikator Perkembangan UMKM

Menurut Peter et al., lingkungan internal perusahaan merupakan sumberdaya perusahaan (thefirm’s resources) yang akan menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Sumberdaya perusahaan ini meliputi sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya perusahaan (organizational resources) seperti proses dan sistem perusahaan, termasuk strategi perusahaan, struktur, budaya, manajemen pembelian material, produksi/operasi, keuangan, riset dan pengembangan, pemasaran, sistem informasi, dan sistem pengendalian, serta sumberdaya fisik seperti pabrik dan peralatan, lokasi geografis, akses terhadap material, jaringan distribusi dan teknologi. Jika perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumberdaya tersebut maka ketiga sumber daya diatas dapat memberikan perusahaansustained competitive advantage.

Menurut Glueck dan Jauch (1999) menjelaskan lima faktor internal perusahaan yang secara strategis mempengaruhi tujuan perusahaan, yakni pemasaran dan distribusi, penelitian, pengembangan dan rekayasa, manajemen produksi dan operasi, sumberdaya manusia perusahaan, dan faktor keuangan dan akuntansi. Indikator perkembangan UMKM dalam Program Kemitraan juga dapat dilihat dalam Undang-undang No 20 Tahun 2008 Pasal 25 ayat 2 Tentang Kemitraan UMKM yang menyatakan bahwa “Kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi”.


(50)

Dalam penelitian Wulandari (2006) tentang Pengaruh Program Kemitraan Terhadap Produktivitas UMKM, indikator pertumbuhan UMKMny yaitu:

1. Pertumbuhan dalam pemasaran.

2. Pertumbuhan dalam sumber daya manusia. 3. Pertumbuhan dalam jumlah produksi 4. Pemanfaatan teknologi

Dalam penelitian Cindy Prisilian (2008) tentang Analisis Efektifitas Program Kemitraan indikator perkembangan UMKM Mitra Binaan yaitu:

1. Prosentase Jumlah laba Mitra Binaan 2. Pertambahan Tenaga Kerja

3. Penambahan Macam Produk Mitra Binaan 4. Peningkatan Jumlah pelanggan

Indikator yang digunakan untuk menjadi panduan dalam penelitian ini adalah penelitian dari Cindy Prisilian (2008), karena penelitian tersebut merupakan penelitian yang terbaru dibandingkan dengan penelitian dari Wulandari (2006), dengan dipergunakannya penelitian terbaru maka akan lebih banyak hal-hal yang telah diperbaharui tentang efektifitas program kemitraan yang secara tidak langsung telah disempurnakan berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu.


(51)

2.13 Kerangka Pemikiran

UMKM

POTENSI

Penyerapan

Tenaga Kerja PDB

HAMBATAN EKSTERNAL HAMBATAN INTERNAL Pemasaran Permodalan Non Bank Solusi pemecahan masalah permodalan Program Kemitraan BUMN UMKM mudah mengakses pinjaman dana Analisa ke Efektifan Program Kemitraan Proses Kegiatan Program Kemitraan Perkemba ngan UMKM Hasil Penelitian Bank Akses yang rendah SDM Teknologi


(52)

Kerangka berpikir penelitian di atas , dimulai dari UMKM yang merupakan obyek penelitian ini. UMKM mempunyai keunggulan-keunggulan yang dapat memperbaiki dan menopang perekonomian negara seperti yang telah dijelaskan di latar belakang tetapi dalam kenyataanya di Indonesia UMKM sulit untuk berkembang. Hambatan-hambatan dalam UMKM dapat di bagi menjadi dua yaitu Hambatan Eksternal dan Hambatan Internal. Berdasarkan hambatan yang telah dijabarkan di atas, bahwa hambatan yang memiliki pengaruh yang paling besar terhadap perkembangan UMKM adalah hambatan dari segi permodalan.

Hambatan tersebut dapat diatasi dengan adanya sumber modal yang berasal dari Bank dan Non Bank. Sumber modal yang berasal dari Non Bank dalam penelitian ini adalah BUMN. Badan Usaha Milik Negara ini mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan sumber modal yang berasal dari Bank. Sumber Modal yang berasal dari BUMN tersebut merupakan programCSRyang dikanal dengan istilah PKBL. Dalam setiap program yang dilaksanakan oleh BUMN perlu dinilai keefektifannya, agar dapat diketahui faktor-faktor yang menghambat dan mendukung, serta hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program tersebut.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus karena mengacu pada objek studi yang diamati, situasinya dan perilakunya. Studi kasus digunakan untuk memperoleh pengamatan mendalam tentang mengapa dan bagaimana seorang individu atau suatu kelompok bertindak dengan suatu cara tertentu.

Studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang satu kelompok, individu, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas. Sebagaimana prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari wawancara, observasi, dan pengumpulan dokumen/arsip (Mulyana, 2001).

Melalui pendekatan studi kasus, maka peneliti diharapkan akan mampu memberi jawaban atau menganalisis mengenai masalah yang akan diteliti. Hal ini dikarenakan peneliti ingin melihat dan mengetahui bagaimana perkembangan UMKM mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII dan keefektifan program tersebut dalam memberi dampak positiif bagi UMKM yang berada di sekitar PT. Perkebunan Nusantara VII secara mendalam dan komperhesif.


(54)

Selain itu masalah yang akan diteliti adalah masalah empiris yang telah dispesifikasikan sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti akan berinteraksi langsung dengan para informan di lokasi penelitian guna memperoleh data serta informasi yang relevan terhadap permsalahan penelitian yang diteliti dan temuan-temuan di lapangan nantinya yang akan dituangkan secara deskriptif dalam laporan hasil penelitian.

3.2 Fokus Penelitian

Dalam pengukuran efektivitas suatu program dapat diukur melalui keberhasilan program tersebut berdasarkan perbandingan antara output dan input. Untuk melihat sejauh mana efektifitas prorgam kemitraan, diperlukan parameter atau fokus penelitian untuk mengukurnya seperti yang telah dijelaskan di Bab II. Dalam penelitian ini fokus yang pertama adalah pelaksanaan program (input) dan indikator perkembangan UMKM (output). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di Tabel 6 dan 7 mengenai fokus penelitianya adalah sebagai berikut:


(55)

Tabel 5.

Fokus penelitian proses Pelaksanaan Program Kemitraan BUMN

Fokus Penelitian Keterangan Tolak ukur

Pelaksaanaan Program Kemitraan

1. Ketepatan Proses Penyaluran Dana dalam Program Kemitraan

a. Ketepatan dalam Pemilihan Calon Mitra Binaan b. Ketepatan Penentuan Jumlah Pinjaman disesuaikan dengan kemampuan usaha Mitra Binaan 2. Ketepatan Proses

Pembayaran Angsuran

Ketepatan Waktu dalam Pembayaran angsuran

3. Proses Penagihan Angsuran/piutang a. Ketepatan penentuan cara penagihan pinjaman b. Ketepatan Pemberian solusi terhadap kemacetan pembayaran angsuran mitra binaan

4. Proses pengolahan Biaya Operasional

Ketepatan dalam alokasi biaya yang di fokuskan pada kegiatan Kemitraan untuk

mengembangkan UMKM mitra binaan Sumber : Prisilian, 2008. Analisis Efektifitas CSR dalam PKBL, Surabaya:


(56)

Tabel 7.

Fokus penelitan perkembangan UMKM Mitra Binaan

Fokus Penelitian Keterangan Tolak Ukur

Perkembangan UMKM Mitra Binaan

1. Peningkatan Laba Prosentase

Perubahan Jumlah laba UMKM mitra binaan

2. Peningkatan Jumlah Tenaga Kerja

Presentase

Peruabahan Jumlaah Tenaga Kerja Mitra Binaan

3. Peningkatan Teknologi Penigkatan

Kemampuan dalam penguasaan

Teknologi 4. Peningkatan Jumlah

Produksi

Presentase

Peningkatan Jumlah produksi

Sumber : Prisilian, 2008. Analisis Efektifitas CSR dalam PKBL, Surabaya: Universitas Hang Tuah.

3.3 Lokus Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VII Distrik Way Sekampung Unit Usaha Rejosari yang berlokasi di Natar, Lampung selatan. PT. Perkebunan Nusantara VII distrik Way Sekampung ini memiliki UMKM mitra binaan yang lebih banyak dibandingkan dengan Distrik yang lainnya di bagian PT. Perkebunan Nusantara VII Propinsi Lampung dan unit usaha yang paling banyak UMKM Mitra Binaannya berada di Unit Usaha Rejosari dibandingkan dengan unit usaha lainnya yang ada di Distrik Way Sekampung.


(57)

3.4 Unit Analisis dan Informan Penelitian

Di dalam penelitian ini yang menjadi objek analisis adalah para staf langsung PT. Perkebunan Nusantara VII yang bertugas langsung dalam kegiatan Program Kemitraan dan Pengembangan UMKM yang sudah lama menjadi mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII. Hal ni dimaksudkan untuk memperoleh jawaban yang komprehensif mengenai masalah penelitian.

Kriteria informan dari PT. Perkebunan Nusantara VII adalah staf yang berkompeten dibidang program kemitraan. Dalam penelitian ini yang menjadi informannya adalah manajer program kemitraan danhead of environmental-csr.

Untuk krietria informan dari pengusaha kecil menengah mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII adalah:

a. UMKM yang menjadi mitra binaan PT. Perkebunan Nusantara VII dengan dasar keabsahan dokumen sebagai mitra binaan yang ditunjukan kepada peneliti oleh PT. Perkebunan Nusantara VII

b. Telah menjadi anggota mitra binaan minimal dua tahun. Pertimbangannya adalah waktu dua tahun merupakan rentang waktu yang dapat dijadikan sebagai parameter pengembangan dan peningkatan usaha karena waktu modal usaha yang diberikan PT. Perkebunan Nusantara VII minimal tiga tahun.


(58)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong 2006). Kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama dan dokumen atau sumber tertulis lainnya merupakan data tambahan.

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut : 1. Metode Observasi

Metode observasi adalah pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengkodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan organisme itu sesuai tujuan-tujuan empiris. Dalam menggunakan metode observasi, peneliti melakukan pengamatan proses pelaksanaan Program Kemitraan di PT. Perkebunan Nusantara VII dan melakukan pencatatan terhadap hal-hal yang telah diamati.

2. Metode interview atau wawancara

Merupakan tahap pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh peneliti/pewawancara kepada informan, dan jawaban-jawaban informan dicatat atau direkam. Metode interview yang digunakan di sini adalah interview terpimpin, yang dilakukan oleh peneliti dengan membawa sederetan pertanyaan yang telah disusun secara sistematis dan terperinci. Dalam melakukan interview, peneliti menggunakan pedoman interview yang dibuat untuk interview terhadap Kepala Bidang PKBL PT. Perkebunan Nusantara VII Distrik Way Sekampung, Staf-staf PT.


(1)

cuman rata rata produksi stabil penjualan juga stabil yah paling setengah bulan juga dah habis barangnya. (wawancara 07-11-2012). Pak Fahrozi: meningkat kok, pelanggan teteap ada kok. sebelum dibina juga ada kok, yah gak jauh beda lah sesudah dan sebelum dapet dana. (wawancara 08-11-2012).

Pak Fajar:Peningkatan jumlah pelanggan hmmm, kalo pelanggan, kebanyakan dari mulut mulut saya mah, saya promosinya tidak langsung. istilahnya dari temen temen pemain band aja, tapi makin lama makin banyak itu, ya gitu aja dari mulut ke mulut. Sekarang sih tiap minggu menimal ada 3-4 pesanan malah. Tapi setiap ada pameran yang diajak PTPN, omset saya nambah mas. Ya secara gak lasngsung juga pelanggan kita nambah. (wawancara 09-11-2012). 8. Penilaian terhadap

Program Kemitraan yang telah

dilaksanakan selama mengikuti Program Kemitraan PTPN VII

Pak Amar: yang jelas, pengalaman saya salut bnged sama PTPN, kalo BUMN yang laen, Bina Lingkungannya kan gx ada. Kurang bekerja, jadi bisa dikatakan tidak ada, baik BatuRaja, Bukit Asam, Pusri. Bisa dikatakan gak ada tapi kalo BUMN PTPN tiap tiga bulan sekali kita pertemuan dengan yang mengajaukan pinjaman, dilihat perkembangan, solusi solsusi gitu enak lah, jadi kita ini salingg kenal, kalo di wilayah Natar aja sekitar 40 orang yang Mitra PTPN, Emang enak bener prosesnya di PTPN ini, BUMN paling enak yah dari PTPN ini. (wawancara 07-11-2012).

Pak Fajar:bagus program PTPN, pelaksanaannya juga bagus , dia memberikan apa yang memmang jadi kewajiban perusahaan, aktip juga, kalo saya malah lebih seringdi hubungin, karena mungkin karena saya sering diajak ke pameran karena produknya juga paling

Penilaian kinerja BUMN terkait program

kemitraan yang

dilakukan PTPN VII oleh mitra binaan adalah cukup baik, karena mereka juga

membandingkan dengan BUMN–BUMN lainnya yang memberikan pinjaman modal usaha juga.

PTPN VII juga aktif dalam melakukan


(2)

beda ya seni gitu. produknya beda. kalo bisa memang ditingkatkan, diteruskan programnya, jadi UMKM UMKM itu tumbuh , istilahnya jadi wadah dari perusahaan sendiri. (wawancara 09-11-2012).

pengawasan dan pembinaan demi

kemajuan UMKM yang menjadi Mitra

Binaannya.

INTI FOKUS PENELITIAN II :

SECARA KESELURUHAN DAMPAK DARI PROGRAM KEMITRAAN SANGAT BAIK DALAM

PERKEMBANGAN UMKM MITRA BINAAN. MULAI DARI PINJAMAN LUNAK SAMPAI DENGAN PELATIHAN UMKM UNTUK BERKEMBANG, TUMBUH, BERTAHAN DAN MENJADI MANDIRI, TELAH SESUAI DENGAN

VISI DAN MISI PROGRAM KEMITRAAN PTPN VII. BERBAGAI KEUNGGULAN YANG TERDAPAT DALAM PROGRAM INI MENJADI DAYA TARIK BAGI PARA PELAKU UMKM. PARA PELAKU USAHA YANG BERMITRA JUGA DIBANTU DALAM PEMASARAN PRODUK-PRODUKNYA MULAI DARI MENGIKUTI PAMERAN-PAMERAN SECARA GRATIS HINGGA KE FLEKSIBELNYA PEMBAYARAN ANGSURAN YANG

DIBEBANKAN KEPADA MITRA BINAAN SEHINGGA UMKM MAMPU MENINGKATKAN KEMAMPUAN USAHANYA.


(3)

Penelitian

Wawancara Observasi Dokumentasi

Efektifitas dari sisi

pelaksanaan Program Kemitraan di PTPN VII Unit Usaha Rejosari

Efektifitas yang ditinjau dari segi pelaksanaan yang dilakukan oleh PTPN VII dalam Program Kemitraan untuk perkembangan UMKM sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan prosedur yang ada dan ditetapkan oleh Menteri BUMN. Dalam pelaksanaanya selama ini Program Kemitraan yang telah dilakukan mengarah pada perkembangan UMKM dengan pengawasan pelatihan dan memberikan peluang usaha yang besar khusunya sering mengikutkan mitra usaha dalam setiap pameran. Ketepatan dalam

pembayaran UMKM yang bermitra juga sudah baik.

Tanggungjawab PTPN VII dalam Membangun perekonomian masyarakat kecil dan menengah serta meningkatkan stabilitas perekonomian masyarakat sekitar tercermin dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang turut serta secara nyata membantu mengatasi masalah permodalan yang dihadapi oleh pelaku UMKM. PTPN VII memberikan pinjaman modal dengan bunga yang rendah (Pinjaman Lunak) dengan prosedur dan aturan yang sangat mudah dan sederhana sehingga para pelaku UMKM dapat mengaksesnya dengan mudah

- Program Kemitraan dalam bantuan pinjaman lunak kepada mitra binaan. - AplikasiCSRdalam

Program Kemitraan da Bina Lingkungan yang di

lakukan perusahaan.

- Adanya aturan tertulis yang jelas dalam tiap

pelaksanaan program kemitraan dan bina lingkungan.

- Adanya pelatihan yang diberikan oleh PTPN VII dalam pelaksanaan program kemitraan

- Mengajak tiap mitra binaan dalam pameran-pameran yang ada di Lampung dan luar daerah

- Surat perjanjian pinjaman dana antara PTPN VII dengan UMKM yang

mengajukan pinjaman untuk bermitra

dengan PTPN VII - Daftar UMKM yang

telah bermitra dengan PTPN

- Daftar ketepatan pembayaran angsuran Program Kemitraan PTPN VII

- Tahapan proses pengajuan Program kemitraan


(4)

Untuk menjadi Mitra Binaan PTPN VII para pelaku usaha diwajibkan untuk mengajukan proposal beserta laporan keuangan usahanya. Kewajiban pihak PTPN VII selanjutnya adalah melakukan survei lapangan untuk menentukan modal usaha yang akan diberikan kepada Mitra Binaannya. Selain itu PTPN VII juga akan melakukan pembinaan terhadap Mitra Binaannya yaitu dengan melakukan pelatihan pengembangan usaha Mitra Binaan. Keunggulan Kompetitif yang dimiliki perusahaan ini adalah adanya toleransi waktu pembayaran angsuran dan pelatihan luar daerah bahkan luar kota terhadap Mitra

Binaannya. Program ini telah secara nyata membantu perekonomian masyarakat sekitar. Faktor yang

menghambat dalam

pelaksanaan Program Kemitraan PTPN VII Unit Usaha Rejosari Lampung Selatan

Pada dasarnya PTPN VII memiliki prosedur dan aturan main tersendiri dalam pemberian modal pinjaman, sehingga peminjam modal harus ikut dalam prosedur dan aturan tersebut. Bagi

pengusaha hambatan dan kendala dalam Program Kemitraan ini adalah lamanya proses pencairan dana yang akan berimplikasi pada kegiatan usaha yang akan dilakukannya. Sedangkan bagi

perusahaan hambatannya adalah dana yang tersedia. Pada hakikatnya, peminjaman modal usaha ini adalah pinjaman dana bergulir.

Maksudnya adalah angsuran yang dibayarkan oleh mitra binaan menjadi modal usaha bagi Mitra Binaan lainnya.

- Ketersediaan dana yang terbatas untuk pinjaman dana Program

Kemitraan

- Daftar Mitra Binaan PTPN VII

- Daftar nama UKM dan Usaha Mikro yang aktif melakukan pembayaran.

- Surat perjanjian pinjaman dana program kemitraan antara PTPN VII dengan calon mitra binaan.

- Tahapan proses pengajuan Program Kemitraan


(5)

pelaksanaan Program Kemitraan PTPN VII Unit Usaha Rejosari Lampung Selatan

prosedur dan persyaratan pengajuan pinjaman modal usaha yang dilakukan oleh pelaku UMKM selain itu juga tidak ada batasan atau kisaran pinjaman modal oleh pihak PTPN VII tetapi tetap, peminjam modal dituntut untuk berpikir rasional dalam melakukan pengajuan besarnya modal usaha.

Faktor pendukung selanjutnya adalah toleransi PTPN VII dalam hal pembayaran angsuran modal usaha. Tidak ada paksaan dan juga tekanan terhadap Mitra Binaan yang telat membayar angsuran ataupun angsuran yang dibayarkan jumlahnya tidak sesuai dengan yang telah ditentukan dalam perjanjian. Faktor pendukung berikutnya adalah rendahnya bunga pinjaman modal usaha yang ditetapkan oleh PTPN VII. Faktor lainnya adalah setelah peminjam modal tealah menjadi Mitra Binaan PTPN VII, maka Mitra Binaan tersebut akan mendapatkan

pembinaan berupa pelatihan pengembangan usaha yang ditekuninya serta adanya promosi hasil usaha Mitra Binaan melalui pameran. Hal-hal

tersebutlah yang menjadi faktor Pendukung dan daya tarik dari Program Kemitraan PTPN VII ini.

- Staf PTPN VII sering berkunjung dan mengawasi perkembangan UMKM Mitra binaan

dan Usaha Mikro yang aktif melakukan pembayaran

- Surat perjanjian pinjaman dana program kemitraan antara PTPN VII dengan calon mitra binaan.


(6)

Dampak dari pelaksanaan Program Kemitraan PTPN VII Unit Usaha Rejosari Lampung Selatan terhadap perkembangan UMKM mitra binaan

Secara keseluruhan dampak dari Program Kemitraan sangat baik dalam perkembangan UMKM Mitra Binaan. Mulai dari pinjaman lunak sampai dengan pelatihan UMKM untuk

berkembang, tumbuh, bertahan dan menjadi mandiri, telah sesuai dengan visi dan misi Program Kemitraan PTPN VII. Berbagai keunggulan yang terdapat dalam program ini menjadi daya tarik bagi para pelaku UMKM. Para pelaku usaha yang bermitra juga dibantu dalam pemasaran produk-produknya mulai dari

mengikuti pameran-pameran secara gratis hingga ke fleksibelnya pembayaran angsuran yang dibebankan kepada Mitra Binaan sehingga UMKM mampu meningkatkan kemampuan usahanya.

- Pertumbuhan masyarakat sekitar lokasi PTPN VII yang melakukan wirausaha meningkat.

- Mitra Binaan melakukan pembayaran tepat waktu - Mitra binaan melakukan

pinjaman secara berulang-ulang setelah pinjaman pertamanya lunas.

- Observasi ke lokasi usaha. Melihat mutu produk, pemanfaatan teknologi dan difrensiasi produk.

- Daftar Mitra Binaan PTPN VII

- Daftar nama UKM dan Usaha Mikro yang aktif melakukan pembayaran.

- Surat perjanjian pinjaman dana program kemitraan antara PTPN VII dengan calon mitra binaan.

- Visi Misi Program Kemitraan PTPN VII