ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) MELALUI MEDIA FACEBOOK

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) MELALUI MEDIA FACEBOOK

Oleh

WAHYU FEBRI JUMAKA

Masalah perdagangan perempuan dan anak atau dikenal dengan istilah human trafficking akhir-akhir ini muncul menjadi suatu masalah yang banyak diperdebatkan baik ditingkat regional maupun global dan dikatakan sebagai bentuk perbudakan masakini serta melanggar HAM. Sebenarnya perdagangan manusia bukanlah hal yang baru, namun beberapa tahun belakangan ini masalah ini nuncul kepermukaan dan menjadi perhatian pemerintah Indonesia namun mejadi masalah transnasional. Perdagangan manusia merupakan bagian kelam bangsa Indonesia artinya persoalan trafficking manusia adalah realitas yang tidak mungkin dapat dipungkiri. Namun demikian, persoalan trafficking belum mendapat perhatian yang memadai untuk diatasi, hal ini sering menjadi sensualitas pemberitaan di media massa yang berusaha untuk menarik perhatian pihak-pihak yang berwenang. Kemudian ketika kasus ini ke pengadilan, pelaku sering mendapat ganjaran hukuman ringan, sementara pelaku intelektualnya tidak tersentuh oleh aparat penegak hukum.maka dari itu permasalahan yang di angkat di skripsi ini adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook, dan apakah faktor-faktor penghambat penegakkan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (Trafficking) melalui media facebook.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Adapun sumber data yang diperoleh yaitu dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Responden dalam penelitian adalah, Penyidik pada Poltabes Bandar Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang serta Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan cara menguraikan


(2)

data dalam kalimat-kalimat yang disusun secara sistematis sehingga akan memudahkan dalam melakukan suatu penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan Penegakan hukum pidana terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook berjalan maksimal. Dalam konsep penegakan hukum yang mengacu pada tiga basis yaitu faktor Undang-Undang, aparat penegak hukum, dan masyarakat merupakan elemen penting agar sistem peradilan pidana dapat berjalan. Penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook dilakukan dengan menerapkan sanksi pidana yang tegas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang pemberantasan tindak pidana orang, adapun faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook yaitu faktor Undang-Undang, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor budaya atau culture namun factor penghambat tersebut cenderung pada kelemahan penegak hukumnya atau faktor penegak hukum.

Berdasarkan kesimpulan yang di uraikan di ajukan saran sebagai berikut : (1)Diharapkan perlu adanya sikap dan tindakan yang pro-aktif dari aparat penegak hukum, khususnya dari aparat kepolisian dan lembaga pendidikan serta keagamaan baik, disamping penerapan sanksi hukum dalam penanggulangan kejahatan diperlukan juga penyuluhan-penyuluhan serta pengawasan intensif dari lembaga diluar lembaga penegak hukum, karena dalam upaya penanggulangan kejahatan tidak selamanya upaya penal memberikan efek jera pada pelaku, tetapi perlu juga upaya non penal. Sikap preventif dari aparat kepolisian juga harus ditingkatkan karena apabila upaya represif saja yang diutamakan maka kemungkinan lembaga pemasyarakatan akan dipenuhi oleh narapidana dan menambah pekerjaan dan beban pemerintah. (2) di harapkan sikap yang tegas dan cepat dalam mengusut dan mengadili pelaku perdagangan anak traffcking melalui media facebook dengan memaksimalkan penegakan hukum pidana secara represif.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara kesatuan Republik Inadonesia merupakan salah satu Negara berkembangan dari sekian banyak Negara di dunia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berperan penting dalam mempengaruhi pembangunan nasional demi kemajuan suatu bangsa. Kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian dari kemajuan suatu pembangunan nasional yang saat ini semakin berkembang dengan pesat, hal tersebut juga telah membawa perkembangan yang signifikan terhadap dunia teknologi informasi.

Kemajuan teknologi informasi ini dapat kita lihat dengan banyaknya perkembangan dunia cyber namun kemajuan di bidang teknologi informasi ini memiliki banyak dampak. Bagaikan pisau yang memiliki dua sisi mata, apabila digunakan untuk kebaikan maka akan berdampak positif dan apabila disalah gunakan maka akan berdampak buruk tergantung penggunaannya begitu juga dengan teknologi

Paradigma dalam bidang penegakan hokum memandang bahwa pertumbuhan tingkat kejahatan dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuna dan teknologi sebagai suatu hubungan yang positif atau berbanding searah, yaitu bahwa suatu kejahatan akan selalu berkembang sejalan dengan kemajuan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu kejahatan yang berkembang


(4)

seiring dengan kemajuan teknologi yaitu kejahatan perdagangan anak (trafficking) melalui facebook. Penyalahgunaan media teknologi informasi ini untuk kejahatan eksploitasi diatur dalam Pasal 27 ayat 1 dan 52 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik.

Masalah perdagangan perempuan dan atau dikenal dengan istilah human trafficking akhir-akhir ini muncul menjadi suatu masalah yang banyak diperdebatkan baik ditingkat regional maupun global dan dikatakan sebagai bentuk perbudakan masakini serta melanggar HAM. Sebenarnya perdagangan manusia bukanlah hal yang baru, namun beberapa tahun belakangan ini masalah ini nuncul kepermukaan dan menjadi perhatian pemerintah Indonesia namun mejadi masalah transnasional.

Perdagangan manusia merupakan bagian kelam bangsa Indonesia artinya persoalan trafficking manusia adalah realitas yang tidk mungkin dapat dipungkiri. Namun demikian, persoalan trafficking belum mendapat perhatian yang memadai untuk diatasi, hal ini sering menjadi sensualitas pemberitaan di media massa yang berusaha untuk menarik perhatian pihak-pihak yang berwenang. Kemudian ketika kasus ini ke pengadilan, pelaku sering mendapat ganjaran hukuman ringan, sementara pelaku intelektualnya tidak tersentuh oleh aparat penegak hukum.

Berbagai latar belakang dapat dikaitkan dengan meningkatnya masalah perdagangan perempuan dan anak seperti: lemahnya penegak hukum, peraturan perundang-undangan yang ada, peran pemerintah dalam penanganan maupun minimnya informasi tentang trafficking.


(5)

Penegakan hukum adalah proses yang dilakukannya upaya tegak untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan proses penegakan hukum sebagaimana dimaksudkan di atas, dibutuhkan suatu organisasi tersebut (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan) hukum tidak dapat dijalankan di masyarakat. Keempat elemen tersebut di atas merupakan instrument hukum pidana dalam kerangka penegakan hukum, karena itu harus dapat menjalin hubungan kerjasama untuk dapat dikatakan integrated criminal justice system. Jika berbicara tentang trafficking maka korban yang paling rentan adalah perempuan dan anak, terutama keluarga miskin, perempuan dari pedesaan, perempuan dan anak yang putus sekolah yang mencari pekerjaan oleh karena itu penegakan hukum terhadap pelaku trafficking perlu adanya kerja sama dengan berbagai instansi penegak hukum.

Trafficking perempuan dan anak memiliki pengertian yang berbeda dengan perdagangan perempuan dengan anak. Perdagangan perempuan dan anak adalah sebuah transaksi penjualan antara penjual dan pembeli dengan harga yang telah disepakati. Sedangkan trafficking merupakan paksaan, penipuan, ancaman kekerasan serta penyalahgunaan kekuasaan dengan tujuan eksploitasi. Bentuk perdagangan perempuan dan anak tidak hanya terbatas pada prostitusi paksaan atau perdagangan seks, melainkan juga bentuk-bentuk eksploitasi, kerja paska dan praktek seperti perbudakan beberapa wilayah dalam sector formal, termasuk kerja domestik dan istri pesanan, sebagai contoh kasus sebagai berikut:


(6)

Perdagangan Anak Lewat Facebook Diungkap

SURABAYA--MI: Polwiltabes Surabaya mengungkap perdagangan anak di bawah umur dengan mengunakan situs jejaring facebook. Dalam kasus ini, petugas menangkap dua tersangka yang diduga sebagai germo. "Kini tersangka kami tahan untuk dikembangkan. Kita patut menduga kasus ini melibatkan jaringan antara kota," kata Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo di Surabaya, Senin (1/2). Modus perdagangan yang menjurus ke usaha prostitusi ini dibongkar setelah Satreskrim Polwiltabes Surabaya mengintai dan menyelidiki di sebuah restoran cepat saji di Jalan Basuki Rachmat. Polisi kemudian membuntuti seorang perempuan hamil yang belakangan diketahui bernama Endry Margarini, 28, dan tiga perempuan di bawah umur. Mereka menuju ke sebuah hotel di kawasan Ngagel.

Polisi melakukan penggerebekan dan menangkap basah tiga orang selaku germo, penyalur, dan korban yang sedang beroperasi. Afif Muslichin, 21, sebagai penyalur dan Endry bertindak sebagai germo atau mengantar korban ke pelanggan. "Endry bertugas menunggu informasi dari Afif tentang pelanggan. Sambil menunggu, Endry membawa buku list anak-anak yang dikendalikan dan harganya," katanya. Dalam usahanya, Endry dan Afif menggunakan situs percakapan seperti MIRC dan Yahoo Messenger (YM). Tidak jarang pula mereka memakai akun facebook untuk menarik pelanggan. Afif yang menjadi penghubung antara pelanggan dengan anak-anak Endry, menunjukkan foto-foto anak yang akan diperdaya. Setelah memilih, keduanya pun menyepakati harga. Satu orang perempuan diberi kisaran tarif antara Rp600.000-Rp800.000. Untuk kasus ini, Polwiltabes Surabaya menyita berbagai barang bukti seperti flash disk berisi foto-foto anak-anak yang akan diperdaya, 3 kondom, 8 handphone, uang tunai Rp1.708.000, dan 1 buku daftar nama plus harganya. Kedua tersangka dijerat Pasal 2 Yo 17 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tenyang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Anak dan Pasal 88 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (FL/OL-04)

Berbagai bentuk kekerasan pun dialami oleh para korban, seperti kekerasan fisik, psikologi, sosial, dan ekonomi yang dialami baik sejak saat perekrutan maupun tempat kerja. Produk hukum nasional Indonesia dalam upaya-upaya penegakan hukum untuk menangani kejahatan perdagangan perempuan dan anak dilakukan dengan Pasal 296, 297, 298 KUHP, namun pasal-pasal ini cenderung tidak


(7)

mampu menjerat para pelaku, karena cakupannya terlalu sempit dan rancu. Peraturan lain adalah dalam Pasal 4, Pasal 20, Pasal 65 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM serta Pasal 78 dan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Didasarkan atas uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah penelitian guna penyusunan skirpsi yang diberi judul “ Analisis Penegakan Hukum terhadap Pelaku Perdagangan Anak (Trafficking) Melalui Media Facebook”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakan penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook?

b. Apakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook?

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebatas penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook kemudian faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.


(8)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok bahasan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook dan kemudian untuk mengetahui faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: a. Secara Teoretis,

Penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai pengembangan ilmu dan tata cara memahami penegakan hukum sebagai sarana penanggulangan kejahatan dengan upaya penal atau non penal (penal policy or non penal policy) yang sesuai dengan disiplin ilmu pengetahuan hukum pidana secara khusus mempelajari dan mengkaji mengenai penegakan hukum pidana itu sendiri.

b. Secara Praktis,

Penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan dan sumbangan pemikiran dalam proses pengetahuan hukum baik secara akademis serta dalam proses penegakan hukum pidana secara khusus terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook, disamping itu untuk memberikan saran kepada masyarakat, penegak/aparat hukum, dalam hal penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.


(9)

D. Kerangka Teoretis dan Konseptual

1. Kerangka Toeretis

Kerangka teoretis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian

( Soerjono Soekanto, 1986:23).

Setiap penelitian akan selalu disertai dengan pemikiran teoritis. Hal ini karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan konstruksi data. Sebelum membahas mengenai penegakan hukum pidana terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.

Penulis lebih dahulu menjelaskan bahwa pembahasan penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook. Penulis mengungkapkan dengan teori yang dikemukakan oleh, menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief mengenai tiga (3) faktor fungsionalisasi pada proses penegakan hukum yaitu:

1. Faktor Perundang-Undangan 2. Faktor aparat penegak hukum 3. Faktor kesadaran hukum


(10)

Menurut Muladi (2001: 28) Penegakan hukum dapat diartikan dalam 3 konsep, yakni:

1. Konsep penegakan yang bersifat total ( total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali, yang bersifat penuh.

2. ( full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individu, konsep penegakan hukum actual.

3. (actual nenforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya deskripsi dalam penegakan hukum, kualitas SDM, kualitas perundang – undangan dan kurangnya partisipasi masyarakat.

Menurut M. Friedman, (Satjipto Rahardjo, 1987:15). Aparatur penegak hukum dalam proses menegakkan hukum, terdapat 3 ( tiga ) element penting yang mempengaruhi, yaitu:

1. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya.

2. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya;

3. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materiilnya maupun hukum acaranya.

Sedangkan untuk membahas faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook. teori yang


(11)

dikemukakan adalah (Soerjono Soekanto, 1983:34) mengenai faktor-fator penegakan hukum yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegakan hukum 3. Faktor sarana atau fasilitas 4. faktor masyarakat

5. Faktor kebudayaan

2. Konseptual

Soerjono Soekanto (1986:132), Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep – konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti – arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan diteliti.

Ada beberapa konsep yang betujuan untuk menjelaskan pengertian dasar dari istilah – istilah yang akan dipergunakan dalam penulisan ini sehingga mempunyai batasan adalah sebagai berikut:

a. Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide – ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan (Satjipto Rahardjo, 1987:15).

b. Penegakan hukum pidana adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan dalam hukum pidana dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. (Satjipto Rahardjo, 1987:17).

c. Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu ketidaksengajaan seperti


(12)

yang diisyaratkan oleh undang-undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang atau telah melakukan tindakan yang terlarang atau mengapalkan tindakan yang diwajibkan oleh Undang-Undang, atau dengan perkataan lain ia adalah orang yang memenuhi semua unsur suatu delik seperti yang telah ditentukan di dalam undang-undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur objektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau timbul karena digerakkan oleh pihak ketiga. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang memenuhi semua rumusan delik ( Barda Nawawi Arif, 1984:37)

d. Tindak Pidana adalah menurut Moeljatno suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (Sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.(Tri Andrisman,2007:81 ).

e. Tindak pidana juga diartikan suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana (Wirjono Prodjodikoro, 2003:59).

f. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

g. (Bab I Pasal 1 ketentuan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003


(13)

h. Media Facebook adalah situs jejaringan sosial yang dapat menghubungkan orang dengan orang lain lewat jaringan internet. (Kamus Wikipedia Indonesia)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka penulis menguraikan secara garis besar keseluruhan sistematika materi sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi Latar belakang yang memuat tentang Latar Belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoretis dan konseptual, sistematika penulisan dan metode penelitian, tentang penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat telaah kepustakaan yang berupa pengertian: Penegakan Hukum ,pengertian Hukum Pidana, pengertian Tindak pidana, pengertian Anak, pengertian Trafficking dan Media Facebook.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi yang meliputi: pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data, tentang penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook.


(14)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan yang memuat tentang analisis tentang penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook dan faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.

V. PENUTUP

Bab ini berisi tahap kesimpulan dan saran-saran yang mengemukakan pada penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.


(15)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dan diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook telah berjalan maksimal yang maksudnya menuntut agar semua nilai dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali. Dalam konsep penegakan hukum yang mengacu pada tiga basis yaitu faktor Undang-Undang, aparat penegak hukum, dan masyarakat merupakan elemen penting agar sistem peradilan pidana dapat berjalan. Penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook berjalan sesuai teori fungsionalisasi yaitu faktor Undang-Undang, faktor penegak hukum dan faktor kesadaran masyarakat. Penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak melalui facebook dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan menerapkan sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang tersebut sebagai tindakan terakhir dalam menjerat pelaku, aparat penegak hukum bertindak sesuai prosedur dalam ketentuan KUHAP mulai dari proses penyelidikan, penyidikan penuntutan dan pemeriksaan dalam persidangan sebagai satu kesatuan dalam rangka penegakan hukum pidana.


(16)

Faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap terhadap pelaku perdagangan anak melalui facebook, antar lain: faktor Undang-Undang, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor budaya atau culture namun faktor penghambat tersebut yang lebih cenderung terdapat pada kelemahan penegak hukumnya sendiri atau faktor penegak hukum karena tidak sedikit aparat penegak hukum yang tidak paham mengenai Undang undang yang bersangkutan dalam hal ini Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dalam hal ini penulis dapat memberikan saran :

1. Diharapkan perlu adanya sikap dan tindakan yang pro-aktif dari aparat penegak hukum, khususnya dari aparat kepolisian dan lembaga pendidikan serta keagamaan baik, disamping penerapan sanksi hukum dalam penanggulangan kejahatan diperlukan juga penyuluhan-penyuluhan serta pengawasan intensif dari lembaga diluar lembaga penegak hukum, karena dalam upaya penanggulangan kejahatan tidak selamanya upaya penal memberikan efek jera pada pelaku, tetapi perlu juga upaya non penal. Sikap preventif dari aparat kepolisian juga harus ditingkatkan karena apabila upaya represif saja yang diutamakan maka kemungkinan lembaga pemasyarakatan akan dipenuhi oleh narapidana dan menambah pekerjaan dan beban pemerintah.


(17)

2. Pemerintah dalam hal ini juga berperan penting terutama dalam kebijakan formulasi sanksi pidana yang tegas yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam hal ini perdagangan anak melalui media facebook


(1)

10

yang diisyaratkan oleh undang-undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang atau telah melakukan tindakan yang terlarang atau mengapalkan tindakan yang diwajibkan oleh Undang-Undang, atau dengan perkataan lain ia adalah orang yang memenuhi semua unsur suatu delik seperti yang telah ditentukan di dalam undang-undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur objektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau timbul karena digerakkan oleh pihak ketiga. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang memenuhi semua rumusan delik ( Barda Nawawi Arif, 1984:37)

d. Tindak Pidana adalah menurut Moeljatno suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (Sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.(Tri Andrisman,2007:81 ).

e. Tindak pidana juga diartikan suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana (Wirjono Prodjodikoro, 2003:59).

f. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

g. (Bab I Pasal 1 ketentuan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak)


(2)

h. Media Facebook adalah situs jejaringan sosial yang dapat menghubungkan orang dengan orang lain lewat jaringan internet. (Kamus Wikipedia Indonesia)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka penulis menguraikan secara garis besar keseluruhan sistematika materi sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi Latar belakang yang memuat tentang Latar Belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoretis dan konseptual, sistematika penulisan dan metode penelitian, tentang penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat telaah kepustakaan yang berupa pengertian: Penegakan Hukum ,pengertian Hukum Pidana, pengertian Tindak pidana, pengertian Anak, pengertian Trafficking dan Media Facebook.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi yang meliputi: pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data, tentang penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook.


(3)

12

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan yang memuat tentang analisis tentang penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook dan faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.

V. PENUTUP

Bab ini berisi tahap kesimpulan dan saran-saran yang mengemukakan pada penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media

facebook faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku


(4)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dan diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook telah berjalan maksimal yang maksudnya menuntut agar semua nilai dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali. Dalam konsep penegakan hukum yang mengacu pada tiga basis yaitu faktor Undang-Undang, aparat penegak hukum, dan masyarakat merupakan elemen penting agar sistem peradilan pidana dapat berjalan. Penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook berjalan sesuai teori fungsionalisasi yaitu faktor Undang-Undang, faktor penegak hukum dan faktor kesadaran masyarakat. Penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak melalui facebook dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan menerapkan sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang tersebut sebagai tindakan terakhir dalam menjerat pelaku, aparat penegak hukum bertindak sesuai prosedur dalam ketentuan KUHAP mulai dari proses penyelidikan, penyidikan penuntutan dan pemeriksaan dalam persidangan sebagai satu kesatuan dalam rangka penegakan hukum pidana.


(5)

73

Faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap terhadap pelaku perdagangan anak melalui facebook, antar lain: faktor Undang-Undang, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor budaya atau culture namun faktor penghambat tersebut yang lebih cenderung terdapat pada kelemahan penegak hukumnya sendiri atau faktor penegak hukum karena tidak sedikit aparat penegak hukum yang tidak paham mengenai Undang undang yang bersangkutan dalam hal ini Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dalam hal ini penulis dapat memberikan saran :

1. Diharapkan perlu adanya sikap dan tindakan yang pro-aktif dari aparat penegak hukum, khususnya dari aparat kepolisian dan lembaga pendidikan serta keagamaan baik, disamping penerapan sanksi hukum dalam penanggulangan kejahatan diperlukan juga penyuluhan-penyuluhan serta pengawasan intensif dari lembaga diluar lembaga penegak hukum, karena dalam upaya penanggulangan kejahatan tidak selamanya upaya penal memberikan efek jera pada pelaku, tetapi perlu juga upaya non penal. Sikap preventif dari aparat kepolisian juga harus ditingkatkan karena apabila upaya represif saja yang diutamakan maka kemungkinan lembaga pemasyarakatan akan dipenuhi oleh narapidana dan menambah pekerjaan dan beban pemerintah.


(6)

2. Pemerintah dalam hal ini juga berperan penting terutama dalam kebijakan formulasi sanksi pidana yang tegas yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam hal ini perdagangan anak melalui media facebook