JUDUL INDONESIA: PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI MELALUI ALAT KOMUNIKASI

(1)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI

MELALUI ALAT KOMUNIKASI

Oleh

KHAFRI ROSANDI

Prostitusi anak melalui alat komunikasi merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang merugikan khususnya anak, karna anak merupakan generasi penerus bangsa untuk itulah anak harus mendapat perhatian lebih dari aparat penegak hukum untuk mencari bentuk alternatif penyelesaian yang terbaik untuk anak. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi dan apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam rangka penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris dengan data primer dan sekunder dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan. Analisis data dideskripsikan dalam benuk uraian kalimat yang kemudian berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus dan dapat ditarik kesimpulan, yang bersifat umum.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penegakan hukum dalam menanggulangi kasus prostitusi yang dilakukan oleh anak dapat ditempuh menggunakan dua metode yaitu secara penal dan non penal. Dengan mengutamakan perlindungan terhadap anak sesuai dengan Pasal (4) Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Mengenai pemidanaan Para aparat penegak hukum telah berupaya menggunakan metode diversi dan metode Double track system yang mempunyai dua jalur sistem tentang saksi pidana yaitu, disatu pihak dan jenis saksi tindakan dipihak lain. Kemudian mengenai faktor-faktor pengambat penegakan hukum yaitu faktor Undang-Undang, aparat penegak hukum itu sendiri, sarana dan prasarana penegak hukum yang dimiliki kurang memadai serta kurangnya kesadaran


(2)

Khafri rosandi

iii

masyarakat dalam menyikapi fenomena-fenomena prostitusi anak melalui alat komunikasi yang terjadi disekitar lingkungannya.

Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan agar peran aparat penegak hukum khususnya kepolisian lebih aktif dan meningkatkan pemahaman dan kinerja mereka dalam mencegah anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi. Mulai dari memperbanyak tenaga ahli, dan meningkatkan fasilitas untuk menunjang kinerja aparat. Kemudian perlunya menambah pengetahuan para aparat penegak hukum dalam penanganan kasus anak dan mempersiapkan aparat penegak hukum yang benar-benar khusus dibentuk untuk menanggulangi hambatan-hambatan dalam penegakan hukum


(3)

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI

MELALUI ALAT KOMUNIKASI

Oleh

KHAFRI ROSANDI

(Skripsi)

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Baturaja (Sumatra Selatan), pada tanggal 12 April 1992 dan merupakan anak pertama dari 5 (lima) bersaudara dari pasangan Bapak Edy dan Ibu Rochilis Yanti. Pendidikan yang telah diselesaikan adalah. Sekolah Dasar Negeri 11 Baturaja pada tahun 2003. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Baturaja diselesaikan pada tahun 2006, lalu peneliti melanjutkan ke Sekolah. Sekolah Menegah Atas Negri 4 yang lulus pada tahun 2009.

Pada tahun 2010 peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Peneliti Mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukaraja Nuban Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung pada 17 januari – 26 Februari tahun 2013. Selanjutnya peneliti melakukan penelitian pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kejaksaan Kelas IA Tanjung Karang dan polresta Tanjung Karang, sebagai objek bahan penulisan skripsi.


(7)

MOTO

"Bangsa yang tidak berkembang adalah bangsa yang tidak dapat

mencerdaskan generasi muda"

(KhafriRosandi)

Katakan Pada Masalah Besar Bahwa Kita Punya Tuhan Yang

Lebih

Besar”


(8)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan kesempatan sehingga dapat ku selesaikan sebuah karya ilmiah ini dan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang selalu kita harapkan Syafaatnya di hari akhir kelak. Aku

persembahkan karya ini kepada:

Untuk kedua orang tua yang aku hormati dan aku hargai, Bapak dan Ibu yang selalu mencintai, menyayangi, mendo’akan dan mendidikku:

EDY

ROCHILIS YANTI

Serta untuk adik-adikku yang senantiasa memberikan dukungan kepada ku dengan kasih sayang yang tulus, serta seluruh keluarga yang melengkapi

hari-hariku:

RODIAZ BEMBI

SELVITRI MARETA

MUHAMMAD ILHAM

REGINA MAHARANI

Untuk sahabat dan teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan dan motivasi serta menemaniku dalam suka dan duka dalam mencapai


(9)

SANWACANA

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarrakatu

Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji syukur hanyalah milik Allah SWT,

Rabb seluruh alam yang telah memberikan Rahmat dan Taufik serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Tanpa adanya kemudahan yang diberikan takkan mungkin dapat terlaksana, oleh karenanya hamba senantiasa bersyukur atas segala yang diberikan. Sholawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada sebaik-baik contoh dan tauladan Nabi paling Agung Nabi Muhammad SAW, Beliau yang telah memberikan perubahan kepada dunia dari zaman kebodohan kepada zaman yang penuh pencerahan.

Dalam penulisan ini tidak terlepas dari adanya bantuan,partisipasi dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(10)

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H selaku ketua Bagian Hukum Pidana yang telah banyak memberikan kritikan dan saran yang sangat berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H selaku pembimbing I yang telah banyak memberi bimbimgan dan arahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H selaku pembimbing II yang telah banyak memberi bimbimgan dan arahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H selaku pembahas I yang telah memberikan banyak bantuan, masukkan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H selaku pembahas II yang telah banyak memberikan kritikan dan saran yang sangat membangun kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan dan diajarkan dengan ikhlas.

9. Seluruh staf baik di bagian Hukum Pidana Mba Sri, Mba Yanti, Babe. Maupun di bagian Akademik dan Kemahasiswaan yang tidak kalah pentingnya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.


(11)

10. Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kejaksaan Kelas IA Tanjung Karang dan polresta Tanjung Karang. yang telah memberikan informasi dan bantuannya selama penulis melakukan riset dalam penulisan skripsi ini.

11. Orang tua terhormat dan terkasih, ayahanda Edy dan ibunda Rochilis Yanti yang telah banyak berkorban demi anaknya menuntut ilmu, yang telah memberikan kasih sayang, nasihat dan doanya. semoga Allah membalas pengorbanan itu dengan nikmat yang tak terhingga.

12. Saudara-saudariku, Rodiaz Bembi, Selvitri Mareta, Muhammad Ilham, Regina Maharani. Yang banyak memberi semangat dalam pembuatan skripsi.

13. Sahabat terbaikku Novan Waidi dan Muhammad Nurholis Datam yang banyak membantu, mengajari, mengingatkan, menasehati, menemani di setiap hariku.Ghulam, Rahmat, yogi, yang selalu memberi motivasi dan dukungan yang luar biasa.

14. Teman-teman sekaligus sahabat seangkatan yang selalu hadir,terutama kelompok belajar Under tree yang selalu memberi cerita menyenangkan dan moment tak terlupakan selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Lampung: Novan Waidi, terry, Sudimantoro, Marison, Erik, Alfin, Sarwo, Anggi, Ario, ijal, Imam, Meitupa, Rido, icat, Wili, Kamal, Ryan, Diki, Sandi, Farid, Silva, Imam, Andin, Bunga, zela serta yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya penulis ucapkan terimakasih.


(12)

15. Spesial untuk wanita yang aku sayangi Maharani Adelina Putri,A.md thanks buat yang selalu menemani, memberikan dukungan dan doa untukku menjadi orang yang lebih baik dan berhasil

16. Teman-teman sekaligus keluarga baru, pengalaman baru di Kuliah Kerja Nyata (KKN) Hadi, Akim, Ahdan, willi, Vega, Uning, Intan, Apri dan Gina. Serta Bapak Alamsyah selaku Kepala Desa Sukaraja Nuban beserta istri dan keluarga dan seluruh warga desa Sukaraja Nuban.

17. Semua pihak-pihak yang belum tertulis namanya yang saya yakin telah bannyak membatu dan berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa, dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun akan selalu diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih semoga Allah SWT memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua serta semoga tali silahtuhrahmi diantara kita tetap erat dan kita dipertemukan kembali dalam keridhoan-Nya. Aamiin Allahuma Ya Rabbil’alamin.

Bandar Lampung, 17 Februari 2014 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah ... 1

B. Permasalahan dan RuangLingkup... 5

C. Tujuan dan KegunaanPenelitian ... 6

D. KerangkaTeoritis dan Konseptual ... 7

E. SistematikaPenulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. PenegakanHukumPidana ... 14

1. PengertianPenegakanHukum ... 14

2. Faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum... 15

B. PengertianTindak Pidan dan Unsur Tindak Pidana ... 21

C. Pengertian Prostitusi Anak ... 23

D. Prostitusi Melalui Alat Komunikasi ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 36

B. Sumber dan Jenis Data ... 37

C. Penentuan Responden ... 38

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 38

1. Prosedur Pengumpulan Data ... 38

2. Pengolahan Data ... 39


(14)

IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penegakan Hukum terhadap Anak Sebagai Pelaku

Tindak Pidana Prostitusi Melalui Alat Komunikasi ... 43 B. Karakteristik Responden...43

C. Faktor-FaktorPenghambatdalamRangkaPenegakanHukum TerhadapAnakSebagaiPelakuTindakPidanaProstitusi

MelaluiAlatKomunikasi ... 55

V. PENUTUP

A. Simpulan... 59 B. Saran ... 60


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan generasi penerus bangsa, memiliki potensi tumbuh kembang dimasa depan. untuk itulah anak harus memperoleh perhatian yang luar biasa tidak hanya para aparat penegak hukum, masyarakat dan negara. Dalam konsideran UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya Oleh sebab itu anak patut diberikan pembinaan dan perlindungan secara khusus oleh Negara dan undang-undang untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial. Memahami prilaku anak tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, kesalahan-kesalahan penanganan terhadap anak nakal sering dilakukan karena tindakan anak nakal dipandang sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa.

Pelaku tindak pidana perlu penanganan khusus dari para penegak hukum harus dilakukan secara professional dan teliti dalam penanganan kasus. Sebagai anak pikiran dan kehendaknya belumlah sempurna sehingga belum dapat menentukan perbuatan mana yang harus dilakukan. Prilaku anak yang dilakukan dalam banyak hal telah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar sehingga dominasi lingkungan telah membuat prilaku anak tidak sebagaimana yang diharapkan. Keluarga dan


(16)

2

selanjutnya lingkungan masyarakat, merupakan tempat bertumbuhnya prilaku anak baik dari segi rohani dan jasmani, seharusnya merupakan pihak pertama yang paling bertanggungjawab terhadap pembinaan, pendidikan dan pengembangan perilaku anak.

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kemampuan berinteraksi dengan sesamanya. Keberadaan di dunia menuntut melakukan komunikasi untuk bertahan hidup. Dapat dibayangkan apabila manusia tanpa komunikasi, tanpa interaksi, akan hidup tanpa kehangatan, kasih sayang, dan perhatian. Perkembangan teknologi dan informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang.

Teknologi informasi dan komunikasi ini mengubah prilaku orang dewasa maupun anak secara global, hal ini pun yang menyebabkan hubungan dari satu individu ke individu lain menjadi tanpa batas serta menyebabkan perubahan ekonomi, sosial dan budaya secara cepat dan signifikan yang secara langsung telah ikut mempengaruhi lahirnya perbuatan tindak pidana prostitusi yang dilakukan oleh anak. Adapun definisi atau pengertian dari tindakan prostitusi itu sendiri adalah Prostitusi atau pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree, yang membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan.1

Alat komunikasi Sebagai sarana media komunikasi sangat memberikan sejuta manfaat dan kemudahan kepada pemakainya. Namun juga mengundang akses negatif, yang juga menjadi sarana yang efektif untuk melakukan perbuatan

1


(17)

melawan hukum dalam berbagai tindak pidana yang mengglobal. anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi merupakan salah satu bentuk tindak pidana di dunia nyata maupun dunia maya dan kini tindak pidana prostitusi anak melalui alat komunikasi merupakan salah satu dampak buruk dari kemajuan teknologi.

Prostitusi melalui alat komunikasi ini sangat merugikan anak, karena anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus bangsa. memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

Peran aparat penegak hukum sangatlah penting dalam menangani kasus anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi. Dalam hal ini, pelaksanaan dan pembinaan pemberian perlindungan tersebut diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan, maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai. Oleh karena itu, anak yang melakukan tindak pidana diperlukan pengadilan yang secara khusus untuk menangani kasus. Anak yang melakukan tindak pidana, harus diperlakukan secara manusiawi sesuai dengan peraturan yang suda memiliki aturan untuk melindungi, mensejahterakan, dan memenuhi hak-hak anak. antara lain Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


(18)

4

Contoh kasus di Surabaya, anak sebagai Pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi. Melakukan perbuatan tindak pidana Melalui media sosial, seperti layanan blackberry messenger. Siswi salah satu asal SMP swasta di surabaya ini masih berusia 15 (tahun) sebut saja NA (nama samaran) yang menawarkan para korbanya kepada pelanggan dengan tarif Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).

dari hasil itu NA mendapatkan bagianny Rp. 200.000 (dua ratus ribu rupiah). NA menawarkan para korbanya dengan cara memasang foto yang dijadikan wallpaper atau display picture (DP) pada layanan blackberry messenger gunanya untuk membuat para pelanggan tertarik dan mempermudah melakukan transaksi. mulai dari berkenalan, bertemu sampai dengan transaksi harga dan tempat yang telah di sepakati2.

Berdasarkan contoh kasus dapat diketahui bahwa aturan undang-undang dan penegak hukum sendiri. tidak cukup membawa perubahan yang signifikan bagi nasib anak yang berkonflik dengan hukum. apa yang diharapkan pada kenyataan sering tidak dapat terlaksana dengan baik, karena putusan hakim lebih bersifat punitive, sehingga merugikan si anak itu sendiri, serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi3.

sudah seharusnya sistem pemidanaan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum harus memperhatikan kepentingan anak dan sesuai dengan standar nilai

2

http://www. surabayapost.co.id,pelacurananak. html, diakses 12 September 2013. 3


(19)

dan perlakuan sejumlah instrumen nasional maupun internasional yang berlaku untuk anak. 4.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis bermaksud melakukan penelitian

dengan judul : ”Analisis Penegakan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Prostitusi Melalui Alat Komunikasi”.

B. Permasalahan & Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah :

a. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi?

b. Apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam rangka penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup studi dalam penelitian ini adalah kajian ilmu Hukum Pidana, khususnya yang berkaitan dengan Penegakan Hukum terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Prostitusi Melalui Alat Komunikasi. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kejaksaan Kelas IA Tanjung Karang dan polresta Tanjung Karang. Ruang lingkup penelitian 2013

4


(20)

6

C. Tujuan & Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi.

b. Mengetahui faktor-faktor penghambat dalam rangka penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis

Peneliti dapat menyumbangkan pemikiran yang berguna bagi studi ilmu hukum yaitu kajian hukum pidana dan filsafat hukum (khususnya yang berhubungan dengan anak sebagai pelaku prostitusi.

b. Secara Praktis

Peneliti dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama menjadi mahasiswa fakultas hukum, khususnya tentang penelitian yang berkaitan dengan bidang analisis penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi, serta peneliti dapat membuka pandangan masyarakat mengenai penegakan hukum pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi mengenai keberadaan diri mereka di tengah masyarakat.


(21)

D. Kerangka Teoritis & Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abtrak dari pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya dapat berguna untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti5.

Dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan sifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan. Penegakan hukum terhadap tindak pindana prostitusi anak ada beberapa landasan teori yang dapat dijadikan dasar penulis sebagai berikut:

Menurut soerjono soekanto penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan menilai yang menetap dan sikap tidak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap ahir untuk menciptakan (“social control enginering”) kedamaian pergaulan hidup.

Tahap-tahap Penegakan Hukum Pidana

a. Tahap formulasi, yaitu penegakan hukum pidana in abstrac oleh pembuat undang-undang. Dalam tahap ini pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa

5

Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta. Rajawali Pers. 1983.hlm 30


(22)

8

yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapaihasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syart keadilan dan daya guna. Tahap ini juga disebut tahap kebijakn legislatif.

b. Tahap aplikasi, yaitu thap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegakan hukum bertugas menegakan serta menerapkan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang. Aparat penegak hukum harus memegang teguh pada nilai-nilai keadilan didaya guna. Tahap ini disebut sebagai tahap kebijakan yudikatif.

c. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana secara konkrit oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksaan pidana bertugas menegakkan peratuaran undang-undang melalui penrapan pidana yang telah ditetapkan dalam pemutusan pengadilan, dalam melaksanakan pidana dalam menjalankan tugasnya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana yang dibuat oleh pembuat undang-undang dan nilai keadilan serta daya guna.

Faktor-faktor yang penghambat penegakan hukum6 : 1. Faktor hukumnya sendiri

2. Faktor penegak hukum 3. Faktor sarana dan fasilitas 4. Faktor masyarakat

6

Soerjono Soekanto.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Jakarta: Rajawali Press.2010. hlm. 8


(23)

5. Faktor kebudayaan

Seperti diketahui bahwa kemajuan teknologi dengan menggunakan sistem berbasis internet atau media sosial lainnya sangat berpengaruh pesat pada keadaan global di tengah-tengah masyarakat terutama anak. Untuk itu perlu adanya penegakan hukum dalam bidang ini sebagai pedoman prilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik para subjek hukum yang bersangkutan, maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaaan semula, dan bukan pembalasan. Konsep Keadilan Restoratif (restorative justice) sebagai penerapan asas diversi yang telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak perlu untuk diterapkan bagi penyelesaian kasus anak.

Double track system yang mempunyai dua jalur sistem tentang saksi pidana yaitu, disatu pihak dan jenis saksi tindakan dipihak lain. Sanksi pidana bersumber pada ide dasar mengapa diadakan pemidanaan, sedangkan sanksi tindakan bersumber

pada ide dasar “untuk apa diadakan pemidanaan itu”. Sehingga saksi pidana

sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut.7

7


(24)

10

Diversi adalah pengalihan perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua atau walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.

Konsep dari diversi itu sendiri pada pokoknya merupakan pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak agar penyelesaian perkara tersebut berada di luar proses peradilan. Syarat penerapan diversi ini diatur dalam Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

2. Konseptual

Pada kerangka konseptual digambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus terhadap apa yang diteliti. Berkaitan dengan pembahasan yang akan dilakukan pada peneliti ini, maka dijelaskan dan dipaparkan apa saja yang berhubungan dengan penyusunan proposal agar tidak terjadi ketimpangan dalam menelaah dan mengambil suatu kesimpulan. serta memberi batasan-batasan mengenai apa yang diteliti dan mengetahui kesalahan pemahaman tentang pokok permasalahan pembahasan dalam skripsi ini, oleh karena itu ada beberapa konsep yang bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami skripsi ini.


(25)

Konsep-konsep yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Pengertian penegakan hukum dapat juga diartikan penyelenggarakan hukum

oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku.8

b. Tindak pidana merupakan dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Tindak pidana dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang berwujud secara in-abstracto dalam peraturan pidana.9

c. Pelaku tindak pidana adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang berupa perbuatan tindak pidana.10

d. Prostitusi atau pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree, yang membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan.11

e. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anak adalah keturunan kedua. dalam konsideran UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.12

f. Alat komunikasi adalah alat yang langsung digunakan oleh manusia yang berhubungan langsung untuk menjalankan hubungan antar sesama orang.13

8

Soerjono Soekanto.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Jakarta: UI Press.1983. hlm. 35

9

Tri Andrisman. Hukum Pidana Asas-Asas Dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia. Bandar Lampung : Sinar Sakti, 2007. hlm. 16

10

K. Dani. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Putra Harsa. hlm 232 11

Kartini Kartono. Patalogi Sosial, Jakarta : CV Rajawali, 1998. Jil. I. hlm. 199. 12

M.Nasir Djamil. Anak Bukan Untuk Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.hlm.8 13


(26)

12

E. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori prostitusi, undang-undang yang digunakan, teori alat komunikasi, serta undang-undang dan kitab hukum yang akan digunakan untuk menjerat pelaku. Teori tentang pekerja seks komersial dan teori anak dan perkembangan remaja.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai alasan dipergunakannya pendekatan normatif dan pendekatan empiris., responden penelitian, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data dan prosedur penelitian serta metode analisis data.

BAB IV Hasil Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini menguraikan menegenai hasil analisa data dan pembahasan berisi pendeskripsian data responden, analisa data responden dan pembahasan yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.


(27)

BAB V Penutup

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran mengenai prostitusi yang dilakukan anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi. Kesimpulan berisikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan, dan saran.


(28)

14

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

Pengertian penegakan hukum dapat juga diartikan penyelenggarakan hukum oleh petugas penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku.

Penegakan hukum pidana merupakan satu kesatuan proses diawali dengan penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan terdakwa dan diakhiri dengan pemasyarakatan terpidana13.

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nila-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir. untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.14 Penegakan hukum pidana adalah penerapan hukum pidana secara konkrit oleh aparat penegak

13

Harun M.Husen, Kejahatan dan Penegakan Hukum Di Indonesia. Jakarta :Rineka Cipta. 1990. hlm 58

14

Soerjono Soekanto.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Jakarta: UI Press.1983. hlm. 35


(29)

hukum.15 Dengan kata lain, penegakan hukum pidana merupakan pelaksaan dari peraturan-peraturan pidana. Dengan demikian, penegakan hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta prilaku nyata manusia. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak itu bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian.

Menurut Moeljatno menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan unsur-unsur dan aturan-aturan, yaitu:16

a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh di lakukan dengan di sertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.

2. Faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum

Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti hanya pada pelaksanaan perundang-undangan saja atau berupa keputusan-keputusan hakim. Masalah pokok yang melanda penegakan hukum yakni terdapat pada faktor-faktor yang mempengaruhinya secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dapat menyebabkan dampak positif maupun dampak negatif. dilihat dari segi faktor penegakan hukum itu menjadikan agar

15

M.Faal. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Deskresi Kepolisian).jakarta:Pt Pradnya Paramita.1991. hlm. 42.

16


(30)

16

suatu kaidah hukum benar-benar berfungsi. Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktornya adalah :

a. Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri

Dapat dilihat dari adannya peraturan undang-undang, yang dibuat oleh pemerintah dengan mengharapkan dampak positif yang akan didapatkan dari penegakan hukum. Dijalankan berdasarkan peraturan undang-undang tersebut, sehingga mencapai tujuan yang efektif.

Didalam undang-undang itu sendiri masih terdapat permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat penegakan hukum, yakni :

1. Tidak diikuti asas-asas berlakunya undang-undang.

2. Belum adanya peraturan-pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang.

3. Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya.

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk dan menerapkan hukum

Istilah penegakan hukum mencakup mereka yang secara langsung maupun tidak langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum, seperti : dibidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan permasyarakatan.

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang sudah seharusnya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu guna menampung aspirasi masyarakat. Penegak hukum harus peka terhadap masalah-masalah


(31)

yang terjadi di sekitarnya dengan dilandasi suatu kesadaran bahwa persoalan tersebut ada hubungannya dengan penegakan hukum itu sendiri.

c. Faktor Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

Kepastian penanganan suatu perkara senantiasa tergantung pada masukan sumber daya yang diberikan di dalam program-program pencegahan dan pemberantasan tindak pidana. Didalam pencegahan dan penanganan tindak pidana prostitusi yang terjadi melalui alat komunikasi, maka diperlukan yang namanya teknologi deteksi kriminalitas guna memberi kepastian dan kecepatan dalam penanganan pelaku prostitusi.

Tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu yang ikut mendukung dalam pelaksanaanya. Maka menurut Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, sebaiknya untuk melengkapi sarana dan fasilitas dalam penegakan hukum perlu dianut jalan pikiran sebagai berikut :

1. Yang tidak ada, harus diadakan dengan yang baru 2. Yang rusak atau salah, harus diperbaiki atau dibetulkan. 3. Yang kurang, harus ditambah

4. Yang macet harus dilancarkan


(32)

18

d. Faktor Masyarakat, yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan.

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat itu sendiri. Secara langsung masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. Hal ini dapat dilihat dari pendapat masyarakat mengenai hukum. Maka muncul kecendrungan yang besar pada masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas, dalam hal ini adalah penegak hukumnya sendiri. Ada pula dalam golongan masyarakat tertentu yang mengartikan hukum sebagai tata hukum atau hukum positif tertulis.

Pada setiap tindak pidana atau usaha dalam rangka penegakan hukum, tidak semuanya diterima masyarakat sebagai sikap tindak yang baik, ada kalanya ketaatan terhadap hukum yang dilakukan dengan hanya mengetengahkan sanksi-sanksi negatif yang berwujud hukuman atau penjatuhan pidana apabila dilanggar. Hal itu hanya menimbulkan ketakutan masyarakat terhadap para penegak hukum semata atau petugasnya saja.

Faktor-faktor yang memungkinkan mendekatnya penegak hukum pada pola isolasi adalah17:

1. Pengalaman dari warga masyarakat yang pernah berhubungan dengan penegak hukum dan merasakan adanya suatu intervensi terhadap kepentingan-kepentingan pribadinya yang dianggap sebagai gangguan terhadap ketentraman (pribadi).

17

Soerjono Soekanto.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Jakarta: Rajawali Press.2010. hlm. 70


(33)

2. Peristiwa-peristiwa yang terjadi yang melibatkan penegak hukum dalam tindakan kekerasan dan paksaan yang menimbulkan rasa takut.

3. Pada masyarakat yang mempunyai taraf stigmatisasi yang relatif tinggi atau cap yang negatif pada warga masyarakat yang pernah berhubungan dengan penegak hukum.

4. Adanya haluan tertentu dari atasan penegak hukum agar membatasi hubungan dengan warga masyarakat, oleh karena ada golongan tertentu yang diduga akan dapat memberikan pengaruh buruk kepada penegak hukum.

Penanggulangan atau pemberantasan tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi harus ditujukan kepada pelaku pembuat konten terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar ia bertanggung jawab atas perbuatannya. Bagi para gadis-gadis yang ikut dijajakan di dalam konten dapat diberi efek jera meskipun tidak berupa penjatuhan pidana, tetapi lebih cenderung pada hukuman non pidana.

e. Faktor Kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kebudayaan atau sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan. Nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik seharusnya diikuti dan apa yang dianggap buruk seharusnya dihindari.


(34)

20

Mengenai faktor kebudayaan terdapat pasangan nilai-nilai yang berpengaruh dalam hukum, yakni :

1. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman

2. Nilai jasmaniah dan nilai rohaniah (keakhlakan). 3. Nilai konservatisme dan nilai inovatisme.

Kelima faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap penegakan hukum, baik pengaruh positif maupun pengaruh yang bersifat negatif. Dalam hal ini factor penegak hukum bersifat sentral. Hal ini disebabkan karena undang-undang yang disusun oleh penegak hukum, penerapannya dilaksanakan oleh penegak hukum itu sendiri dan penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum oleh masyarakat luas.

Hukum yang baik adalah hukum yang mendatangkan keadilan dan bermanfaat bagi masyarakat. Penetapan tentang perilaku yang melanggar hukum senantiasa dilengkapi dengan pembentukan organ-organ penegakannya. Hal ini tergantung pada beberapa faktor, diantaranya :18

a. Harapan masyarakat yakni apakah penegakan tersebut sesuai atau tidak dengan nilai-nilai masyarakat.

b. Adanya motivasi warga masyarakat untuk melaporkan terjadinya perbuatan melanggar hukum kepada organ-organ penegak hukum tersebut.

c. Kemampuan dan kewibawaan dari pada organisasi penegak hukum.

18

M Husen. Harun . Kejahatan dan Penegakan Hukum Di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.1990. hlm. 41


(35)

B. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Tindak pidana dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang berwujud secara in-abstracto dalam peraturan pidana.

Beberapa pengertian dari para pakar hukum mengenai tindak pidana19, yaitu sebagai berikut :

a. Menurut Van Hamel:

Tindak pidana adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam web yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

b. Menurut Simons:

Tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

c. Menurut Wirjono Prodjodikoro:

Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

d. Menurut Moeljatno:

Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum Larangan yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

19

Tri Andrisman. Hukum Pidana Asas-Asas Dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia. Bandar Lampung : Sinar Sakti, 2007. hlm. 16


(36)

22

e. Pompe:

Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar, diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan.

2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang yang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Berbicara mengenai tindak pidana tidak hanya berbicara mengenai istilah atau pengertian tindak pidana saja, melainkan juga berbicara mengenai unsur-unsur tindak pidana. Adapun unsur tindak pidana yang di kemukakan oleh para pakar hukum yang terdapat beberapa perbedaan pandangan, baik dari pandangan atau aliran Monistis dan pandangan aliran Dualistis.

Menurut Aliran Monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana maka sudah dapat dipidana, sedangkan aliran Dualistis dalam memberikan pengertian tindak pidana memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Sehingga berpengaruh dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana.

Menurut pakar hukum Simon, seorang penganut Aliran Moniostis dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:20

1. Perbuatan hukum (positif/negatif; berbuat/ tidak berbuat atau membiarkan) 2. Diancam dengan pidana;

3. Melawan hukum;

20


(37)

4. Dilakukan dengan kesalahan;

5. Orang yang mampu bertanggungjawab.

Untuk menetapkan apakah suatu tindak pidana dapat di pidana atau tidak dipidana harus melihat terlebih dahulu tentang pertanggungjawaban pelaku atau membuat. Seseorang dapat dikatakan bertanggungjawab apabila dia tidak dalam keadaan terpaksa dan tidak dalam keadaan gila. Pertanggungjawaban dalam KUHP diatur dalam Pasal 44, dalam pertanggungjawaban pidana diisyaratkan adanya kesalahan. Dasar dari kesalahan adalah situasi dan kesadaran jiwa, dengan demikian schuld merupakan unsur yang pokok dalam hukum pidana.

Apabila ada orang yang bodoh, gila atau orang yang dipaksakan melakukan pertanggung jawabannya tidak normal, orang tersebut bisa dibebaskan. Dalam hal ini juga telah dikenal suatu asas fundamental dalam mempertanggung jawabkan terdakwa, karena telah melakukan tindak pidana yaitu asas “Geen Straf Zonder Schuld” atau “keine strafe ohne schuld”. Yang artinya “tiada pidana tanpa

kesalahan”.21

C. Pengertian Prostitusi Anak

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anak adalah keturunan kedua. Pada konsideran UU no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.22 Orang tua memiliki tanggungjawab dalam membesarkan anak. Anak yang di besarkan

21

Roeslan saleh, Perbuatan pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta,Aksara baru, 1983. Hlm 10

22


(38)

24

dalam suasana konflik, cenderung mengalami keresahan jiwa yang dapat mendorong anak melakukan tindakan-tindakan negatif yang dapat dikategorikan kenakalan anak.

Anak melakukan kenakalan dapat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannnya. Kenakalan anak bukan hanya merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi juga mengancam masa depan bangsa dan negara. Pada dasar ini anak perlu dilindungi dari perbuatan-perbuatan yang merugikan, agar anak sebagai generasi penerus bangsa tetap terpelihara demi masa depan bangsa dan negara.

Arif Gosita mengatakan bahwa anak wajib di lindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi, swasta maupun pemerintah) baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita kerugian (mental, fisik dan sosial), karena tindakan yang pasif atau tindakan aktif orang lain atau kelompok (swasta atau pemerintah) baik langsung maupun tidak langsung.

Angka tertinggi tindak kejahatan anak ada pada usia 15-19 tahun dan sesudah umur 22 tahun kasus kejahatan anak mengalami penurunan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat sering terjadi anak di bawah usia 16 tahun melakukan kejahatan dan pelanggaran, sehingga harus mempertanggungjawabkan secara hukum positif melalui proses sidang pengadilan. Dalam menghadapi perbuatan anak yang melacur di bawah usia 16 tahun, hakim harus menyelidiki


(39)

dengan sangat teliti apakah anak tersebut sudah mampu membeda-bedakan secara hukum akibat dari perbuatannya atau belum. 23

Jika hakim berkeyakinan bahwa anak-anak yang bersangkutan tersebut sudah mampu membeda-bedakan, maka hakim dapat menjatuhkan pidana dengan dikurangi sepertiga dari hukuman pidana biasa. Kemungkinan lainnya adalah hakim dapat memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada negara untuk dididik tanpa pidana apapun.

Ada beberapa undang-undang lain yang memberikan batasan usia anak di bawah umur. Undang-undang tersebut telah memberikan batasan usia anak di bawah umur yang mesti harus mendapatkan perlindungan adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Undang-Undang Tentang Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 1 Ayat (2) menyebutkan, bahwa Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan ) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 Pokok Perburuhan Pasal 1 Ayat (1) merumuskan, bahwa anak adalah seorang laki-laki atau perempuan berumur 14 (empat belas) tahun ke bawah.

3. Berdasarkan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Menurut Pasal 45 KUHP bahwa, anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun.

23


(40)

26

4. Berdasarkan Hukum Perdata/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pasal 330 KUH Perdata menyebutkan bahwa, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun. 5. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tetang Perkawinan Pasal

7 Ayat (1) menyebutkan bahwa, “Perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun” dan Pasal 6 Ayat (2) menyebutkan bahwa, “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua

puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua”.

6. Berdasarkan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan, bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Prostitusi atau pelacuran berasal dari bahasa latin pro-stituere atau pro-stauree yang membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan. Pelacuran atau prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan. Pekerja seks komersial (PSK) adalah bagian dari dunia pelacuran yang termasuk dengan istilah WTS atau wanita tunasusila.24

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Prostitusi” mengandung makna suatu kesepakatan antara lelaki dan perempuan untuk melakukan hubungan seksual dalam hal mana pihak lelaki membayar dengan sejumlah uang sebagai

24


(41)

kompensasi pemenuhan kebutuhan biologis yang diberikan pihak perempuan, biasanya dilakukan di lokalisasi, hotel dan tempat lainnya sesuai kesepakatan.25

Sedangkan P.J. De Bruine Van Amstel menyatakan, prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan banyak pembayaran. Menurut Soerjono prostitusi atau pelacuran merupakan gejala sosial yang seolah-olah langgeng. Faktor penentunya justru terletak pada sifat-sifat alami manusia khususnya segi seksual biologis dan psikologis, sedangkan faktor pendamping yang akan memperlancar atau dapat menghambat pertambahan jumlah pelacur.26

Menurut Iwan Bloch, pelacuran adalah suatu bentuk tertentu dari hubungan kelamin di luar perkawinan dengan pola tertentu yaitu kepada siapa pun secara terbuka dan hampir selalu dengan pembayaran, baik untuk bersebadan maupun kegiatan seks lainnya yang memberikan kepuasan yang diinginkan oleh yang bersangkutan.27 Pelacuran juga merupakan suatu perbuatan di mana seorang wanita memperdagangkan atau menjual tubuhnya yang dilakukan untuk memperoleh pembayaran dari laki-laki yang datang membayarnya dan wanita tersebut tidak ada pencaharian lainnya dalam hidupnya, kecuali yang diperolehnya dari perhubungan sebentar-sebentar dengan banyak orang.

Senada dengan hal tersebut, supratiknya menyatakan bahwa prostitusi atau pelacuran adalah memberikan layanan hubungan seksual demi imbalan uang.

25

WYS Poerwadarminto. Kamus Besar Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1990. hlm. 24. 26

Soerjono Soekanto. Pelacuran ditinjau dari hukum dan kenyataan dalam masyarakat. Bandung : Karya Nusantara, 1977, hlm. 44.

27

P. J. De Bruine Ploos van Amstel, De Prostitutie Doorlewwn. hlm. 18. Dikutip dari Pelacuran Ditinjau dari Segi Hukum dan Kenyataan dalam Masyarakat, Bandung: PT. Karya Nusantara, 1997, hlm. 17.


(42)

28

Selain definisi di atas, dengan rumusan kalimat yang berbeda, Kartini Kartono menjabarkankan definisi dari pelacuran adalah sebagai berikut :28

a. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang (prosmiskuitas) disertai eksploitasi dan komersialisasi seks.

b. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan memperjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran.

c. Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.

Tindakan prostitusi atau pelacuran dapat dilihat pada orang-orang yang telah dewasa maupun anak- anak, khususnya anak-anak remaja yang memiliki libido yang masih sangat tinggi dan belum mampu mengendalikan hawa nafsu seksualnya29. Istilah anak yang dilacurkan merupakan terjemahan dari

”prostituted children” yang digunakan sebagai pengganti istilah pelacur anak atau

”child prostitutes”. Istilah ini diperkenalkan sejalan dengan berkembangnya

kampanye internasional anti pelacuran anak dalam pariwisata Asia (ECPAT) yang dicanangkan tahun 199030.

28

http://www.e-jurnal.com, prostitusidanpelacuran.html. diakses 23 Oktober 2013 29

Neng Djubaedah, Pornografi pornoaksi Ditinnjau Dari Hukum Islam. Jakarta : Prenada Media, 2003, cet. ke-2. hlm. 184.

30


(43)

Kartini Kartono membagi jenis-jenis prostitusi menjadi tiga macam, yaitu :31 a. Prostitusi menurut aktivitasnya :

1. Prostitusi yang terdaftar dan memperoleh perizinan dalam bentuk (lokalisasi) dari pemerintah daerah melalui Dinas Sosial dibantu pengamanan kepolisian dan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan. Umumnya mereka di lokalisasi suatu daerah / area tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan berupa pengobatan seperti pemberian suntikan untuk menghindari penyakit-penyakit berkenaan dengan prostitusi.

2. Prostitusi yang tidak terdaftar yang termasuk dalam kelompok ini ialah mereka yang melakukan prostitusi yang tidak terdaftar bukan lokalisasi. Adapun yang termasuk kelompok ini adalah mereka yang melakukan kegiatan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun kelompok terorganisir.

b. Pelacuran menurut jumlahnya :

1. Prostitusi yang beroperasi secara individual merupakan single operator. 2. Prostitusi yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat yang

teratur rapi.

c. Pelacuran berdasarkan tempat penggolongan atau lokasinya :

1. Segreasi atau lokalisasi, yang terisolasi atau terpisah dari kompleks penduduk lainnya.

2. Rumah-rumah panggilan (call houses, tempat rendezvous dan parlour)

31


(44)

30

Pelacuran yang terjadi pada anak juga tidak jauh dari sebagaimana halnya pelacuran pada orang dewasa. Perbedaannya adalah anak-anak perempuan tersebut masih di bawah umur tentunya tidak legal dan sangat terlarang, sedangkan pasar sangat membutuhkan dan diminati jika wanita yang diajak teman kencannya itu adalah masih di bawah umur. Hal ini jarang diketahui olah publik betapa bahayanya melacurkan diri anak yang masih di bawah umur. Pelacuran anak di bawah umur merupakan bagian dari kenakalan remaja. Konsep usia remaja jika dipandang dari sisi hukum positif dipersamakan dengan usia

anak-anak, karena hukum positif di Indonesia tidak mengenal istilah ”remaja” akan

tetapi mengenal istilah usia anak-anak dan dewasa.

Menurut data yang penulis dapat dari sebuah situs di internet, bahwa diperkirakan, 30 persen pelacur atau pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia dijalani oleh anak-anak di bawah umur atau di bawah usia 18 tahun. Hal itu dilandasi Deputi Perlindungan Anak pada Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan. Menurut Surjadi Soeparman, Secara nasional memang tidak ada angka pasti jumlah anak di bawah umur yang dilacurkan. Namun diperkirakan jumlah itu sekitar 30 persen. Surjadi mengungkapkan, persebaran pelacur anak di bawah umur hampir merata di tiap daerah32.

D. Prostitusi melalui alat Komunikasi

Menurut kartini kartono, prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual dengan pola-pola organisasi implus atau dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan

32


(45)

banyak orang yang disertai dengan eksploitasi dan komersialisasi seks yang interpersonal tanpa afeksi sifatnya.33

Alat komunikasi adalah alat yang langsung digunakan oleh manusia untuk menjalankan hubungan dengan orang lain34. Setiap sisi kehidupan manusia tidak lepas dari kegiatan komunikasi. Apapun bentuk kegiatannya, manusia selalu melakukan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan dan tidak dapat dihindari yaitu proses komunikasi. Melalui komunikasi manusia dapat menyampaikan segala keinginannya, sehingga pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan fisik, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk lingkungan sosialnya. Berikut ini beberapa definisi komunikasi menurut para ahli komunikasi35 :

1. Beamer & Varner, “komunikasi ialah suatu proses penyampaian pendapat, pikiran dan perasaan kepada orang lain yang kemampuannya dipengaruhi oleh lingkungan atau budaya sosialnya.

2. Burgon & Huffner, ”Komunikasi ialah sebuah proses pemikiran berupa seleksi informasi (kognitif), menilai atau mempersepsikan pengalaman (afektif) dan bertindak balas terhadap informasi yang disampaikan tersebut (psikomotorik).

3. Menurut Hovland, Janis dan Kelley seperti yang dikemukakan oleh Forsdale yang dikutip oleh Muhammad, ”Communication is the process by which an individual transmits stimuly (usually verbal) to modify the behaviour of the

other individuals”.

33

Kartini Kartono. Patalogi Sosial, Jakarta : CV Rajawali, 1998. Jil. I. hlm. 199 34

Y. Maryono. Teknologi dan Informasi, Jakarta : Yudistira, 2008. hlm. 9 35

http://raisingfor.blogspot.com, pengertiankomunikasimenurutahli.html, diakses 23 Oktober 2013.


(46)

32

Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Definisi tersebut mengimplikasikan bahwa komunikasi adalah suatu proses sosial yang terjadi antara sedikitnya dua orang, dimana individu mengirim stimulus kepada orang lain. Stimulus dapat disebut sebagai pesan yang biasanya dalam bentuk verbal, dimana proses penyampaian dilakukan melalui saluran komunikasi dan terjadi perubahan atau respons terhadap pesan yang disampaikan.

Menurut William manfaat yang dapat diperoleh dengan berkomunikasi secara baik dan efektif di antaranya adalah:

1. Tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan.

2. Adanya kesepahaman antara komunikator dan komunikan dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari salah persepsi.

3. Menjaga hubungan baik dan silaturahmi dalam suatu persahabatan atau komunitas.

Prostitusikini tidak mengenal tempat dan waktu lagi. Jika dahulunya prostitusi masih menjadi konsumsi kota-kota besar, namun sekarang prostitusi bisa menerobos sekat jarak waktu dan usia. Salah satu penyebabnya adalah transpormasi teknologi dan komunikasi yang sekarang tidak terkendali lagi.

Alat komunikasi (handphone) yang sejatinya sebagai jembatan silahturrahmi yang mampu meretas jarak, kini malah dijadikan alat perantara bagi para penikmat maksiat. Belakangan ini adalah aplikasi Blackberry Messenger (BBM) yang mulai beralih fungsi dari sekadar jejaring sosial pertemanan menjadi situs untuk menjual


(47)

diri dan menawarkan seks. Jaringan sosial yang telah meluas secara bebas mulai dari pergunungan bahkan hingga ke tengah laut telah menjadi modal masuknya kesempatan para penyalur menebarkan jaring prostitusi, karenanya tidak heran jika jaringan prostitusi ini sangat sulit dilacak oleh aparat hukum.

Mencermati hal ini, ada beberapa faktor yang mendorong munculnya fenomena tersebut. Fenomena ini merupakan salah satu sisi gelap dari globalisasi, komersialisasi dan modernisasi. Dimana situasi dan tuntutan hidup semakin tinggi, sehingga harga diri dinilai berdasarkan kepemilikan materi yang mencirikan modernisasi seperti handphone, laptop, fashion bermerk, dan barang-barang mewah lainnya.

Setiap hari para remaja ini ditampilkan tayangan-tayangan iklan, baik di media massa maupun TV dan disuguhi tontonan sinetron dan film yang menampilkan kehidupan serba mewah, sehingga secara sadar atau pun tidak. Mereka meniru dan menerapkan nilai-nilai materialisme ini dalam cara pandang hidup mereka. Bagi mereka satu-satunya cara untuk hidup bahagia dan mendapatkan penghargaan dari sebayanya adalah melalui kepemilikan materi yang serba mewah dan modern. Selain itu, remaja merupakan masa pra-remaja dimana perkembangan fisik, emosi dan sosialnya masih labil. Mereka ini sedang melewati masa transisi, dimana pembentukan identitas diri sedang terbentuk.

Untuk mencapai sebuah identitas diri yang solid dengan didasarkan pada sejauhmana teman-teman sebayanya menghargainya, maka mereka bisa melakukan apa saja untuk memenuhi identitas dirinya tersebut. Salah satu cara yang paling nyata adalah dengan melengkapi diri mereka dengan berbagai


(48)

pernak-34

pernik benda yang mencirikan modernisasi seperti handphone tercanggih, atau fashion bermerk untuk melejitkan identitas diri mereka di kalangan teman sebayanya.

Inilah beberapa faktor yang menjadi penyebab dari munculnya fenomena pelacuran. Remaja mudah sekali terjerumus dalam prostitusi melalui berbagai media yang ada, baik itu melalui Facebook, chating, email atau pun via handphone. Blackberry Mesengger (BBM) hanyalah salah satu sebagian kecil dari media online yang digunakan remaja untuk melancarkan praktek prostitusinya. Gagalnya internalisasi nilai-nilai luhur dan agama dalam keluarga menjadi penyebab terbentuknya kepribadian bebas-nilai dan mengambang.

Ketika mereka telah berfokus pada lingkungan sebayanya, maka nilai-nilai yang ditawarkan oleh lingkungan sebaya dan budaya global menjadi sumber utama dari proses internalisasi nilai ini. Celakanya ketika mereka masuk dalam lingkungan sebaya yang lebih mementingkan nilai materi yang serba instan, maka nilai-nilai itulah yang meresap dan menjadi cara pandang hidup mereka.

Oleh sebab itu pentingnya ditanamkan dalam diri nilai-nilai luhur dan agama agar kembali menjadi bagian terpenting dalam membentuk kepribadian yang kuat dan berprinsip luhur sehingga para remaja tidak mudah terjebak dalam cara hidup yang salah. Internalisasi nilai ini juga sangat penting dalam merubah cara pandang remaja dari pengaruh nilai-nilai serba instan dan mementingkan aspek materi.

Nilai-nilai spiritual perlu juga dibentuk dalam identitas diri remaja, sehingga mereka menempatkan nilai spiritual sebagai dasar dari penghargaan identitas


(49)

dirinya. Untuk mewujudkan hal ini maka semua kita bertanggungjawab sesuai porsi masing-masing. Janganlah persoalan ini dibebankan hanya kepada orangtua semata, sebab interaksi para remaja ini juga berlangsung dalam keramahan dimensi lain di luar rumah.36

36


(50)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.35 Pendekatan masalah yang digunakan untuk memberikan petunjuk pada permasalahan yang akan dibahas dapat dipertanggungjawabkan, maka penulis melakukan dengan cara pendekatan normatif dan pendekatan empiris.

Pendekatan normatif adalah dilakukan dengan cara menganalisis dan mempelajari aturan-aturan, teori, definisi, dan bahan-bahan yang ada di perpustakaan beserta literatur-literatur. Pendekatan empiris dapat pula disebut dengan penelitian lapangan yang dilakukan dengan cara mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian, prilaku, pendapat dan sikap yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi.

35


(51)

B. Sumber & Jenis Data

Sesuai dengan pendekatan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka dapat ditentukan jenis dan sumber data pada penelitian ini adalah :

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer adalah data yang didapat langsung dari lapangan pada saat penelitian yang dilakukan di kepolisian Tanjung Karang Bandar Lampung. 2. Data Sekunder merupakan data yang diambil dari studi kepustakaan yang

terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, meliputi kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.

b. Bahan hukum sekunder erat hubungannya dengan hukum primer untuk membantu memahami dan menganalisis seperti peraturan-peraturan, RUU dan putusan hakim yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

c. Bahan Hukum Tersier meliputi, bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan juga bahan hukum sekunder yang terdiri dari kamus bahasa Indonesia. Literatur dan norma-norma hukum, kamus hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan pokok penelitian.


(52)

38

C. Penentuan Responden

Responden adalah semua orang baik secara individu maupun kolektif yang akan dimintai keterangan yang diperlukan oleh pencari data. Bagi seorang peneliti, proses pengumpulan data dari responden baik melalui angket, kuesioner, atau wawancara langsung betul-betul harus teliti. Kemampuan responden sedikit banyak mempengaruhi jawaban atau informasi yang diberikan, terutama kalau pertanyaan menyangkut nama baik daerah atau pernyataan yang bersifat sensitif.36

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa responden yaitu:

a. Unit PPA Polresta Bandar Lampung : 1 Orang. b. Jaksa pada kejaksaan Negri Tanjung karang : 1 Orang.

c. Hakim pada Pengadilan Negri Tanjung Karang : 1 Orang. d. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 Orang.

4 Orang.

D. Prosedur Pengumpulan & Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, maka dalam prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Pengumpulan Data Sekunder.

Yaitu dengan studi kepustakaan (Library Research) yang penulis lakukan dengan cara membaca dan mencatat buku-buku penunjang teori peraturan

36


(53)

perundang-undangan serta bacaan lainnya yang ada kaitannya dengan pokok bahasan yang akan dibahas.

b. Pengumpulan Data Primer.

Yaitu dengan studi lapangan (Field Research) yakni dengan cara mengadakan studi pada masyarakat yang ada kaitannya dengan penelitian.

Dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut; 1. Observasi (Pengamatan)

Penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap objek penelitian.

2. Dokumentasi

Mencatat dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Interview (Wawancara)

Mengadakan tanya jawab secara langsung dengan objek penelitian atau pihak yang terlibat dalam penelitian ini.

2. Pengolahan Data

Selanjutnya data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun studi lapangan dilakukan pengelompokkan. Data yang terkumpul yang telah dilakukan pengelompokkan tersebut menurut jenisnya selanjutnya dilakukan analisis data.


(54)

40

a. Editing Data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapannya, kejelasannya dan kebenarannya sehingga meminimalkan kesalahan untuk dapat diperbaiki kembali.

b. Interpretasi

Yaitu menghubungkan, membandingkan dan menguraikan data serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian yang kemudian ditarik kesimpulan.

c. Sistematisasi data

Penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan, sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisa Data

Setelah semua data di peroleh, maka langkah selanjutnya dilakukan analisis data secara kualitatif, yaitu menguraikan data dalam bentuk kalimat-kalimat sehingga mudah di pahami dan memberi arti terhadap data. Yang akhirnya pembahasan itu akan menuju pada satu kesimpulan tentang masalah yang akan di teliti.


(55)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis bahwa dapat ditarik kesimpulan :

a. Penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi dapat ditempuh menggunakan tiga metode yaitu Formulasi, Aplikasi, Eksekusi. Mengenai pemidanaan aparat penegak hukum telah mengacu dan berupaya menggunakan metode diversi dan Double track system yang mempunyai dua jalur sistem tentang saksi pidana yaitu, disatu pihak dan jenis saksi tindakan dipihak lain. Dasar hukumnya Pasal 7 ayat (1) undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak bahwa pada tahap penyidikan, penuntutan, dan permeriksaan di persidangan wajib diupayakan diversi. Hal ini dilakukan guna memberikan yang terbaik bagi anak tersebut agar kondisi jiwanya tidak terganggu akibat proses persidangan, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal.

b. Faktor-faktor penghambat dalam rangka penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi yaitu faktor undang-undang yang lebih menekankan untuk memberikan sanksi pidana, dan kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum dalam bidang teknologi


(56)

60

dan informasi. Kemudian sarana dan prasarana penegak hukum yang dimiliki kurang memadai serta kurangnya kesadaran masyarakat dalam menyikapi fenomena-fenomena prostitusi anak melalui alat komunikasi yang terjadi disekitar lingkungannya. Hal terakahir adalah budaya masyarakat yang lebih condong menyukai hal-hal yang berbau pornografi juga termasuk penyebab penegakan hukum di indonesia sulit ditegakkan.

B. Saran

Selain kesimpulan yang telah dirumuskan diatas, penulis akan memberikan beberapa saran berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Peran aparat penegak hukum khususnya kepolisian disarankan lebih aktif dan meningkatkan pemahaman dan kinerja mereka dalam mencegah anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi mulai dari memperbanyak tenaga ahli dan meningkatkan fasilitas untuk menunjang kinerja aparat.

2. Disarankan peran kedua orang tua sangat penting sebagai pengawas aktifitas anak dalam menggunakan alat komunikasi dan menambah ilmu pengetahuan tentang perkembangan teknologi, serta arahkan informasi mana yang layak untuk di gunakan dan mana yang tidak layak untuk digunakan pada penggunaan media sosial, dan internet.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdul Malik, Muhammad. 2003. Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP. PT Bulan Bintang. Jakarta.

Andrisman, Tri. 2007. Hukum Pidana Asas-Asas Dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia. Sinar Sakti. Bandar Lampung.

D, Soerjono. 1976. Sosio Kriminologi. Alumni. Bandung.

Dipraja, R. Soema. 1982. Asas-asas Hukum Pidana. Alumni. Jakarta. Djamil, M.Nasir. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Sinar Grafika. Jakarta. Djubaedah, Neng. 2003. Pornografi pornoaksi Ditinnjau Dari Hukum Islam.

Prenada Media. Jakarta.

Gosita, Arif. 1989. Masalah Perlindungan Anak. Akademi Pressindo. Jakarta. Kartono, Kartini. 1992. Patalogi Sosial Kenakalan Remaja. Rajawali Pers.

Jakarta.

---. 1998. Patalogi Sosial. CV Rajawali. Jakarta.

Maidin, Gultom. 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak. PT. Refika. Aditama. Bandung.

Maryono, Y. 2008. Teknologi dan Informas. Yudistira. Jakarta.

M.Faal. 1991.Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Deskresi Kepolisian). PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. Putra Harsa. Surabaya .

M.Husen, Harun. 1990. Kejahatan dan Penegakan Hukum Di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.

P. J. De Bruine Ploos van Amstel, De Prostitutie Doorlewwn. 1997. Dikutip dari Pelacuran Ditinjau dari Segi Hukum dan Kenyataan dalam Masyarakat, : PT Karya Nusantara. Bandung.


(58)

Saleh, Andi Ayub. 2006. Tamasya Perenungan Hukum dalam Law in Book and Law in Action menuju penemuan Hukum. Yarsif Watampone. Jakarta.

Saleh, Roeslan, 1983. Perbuatan pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, ,Aksara baru. Jakarta.

Sedyaningsih, Endang. 1999. Perempuan-perempuan Keramat Tunggak. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Soedarto, 1996. Kapita selekta hukum pidana. Alumni. Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1977. Pelacuran ditinjau dari hukum dan kenyataan dalam masyarakat. Karya Nusantara. Bandung.

---. 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, UI Press. Jakarta.

---. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Perss . Jakarta.

---. 2010. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, UI Press. Jakarta.

Sholehuddin, H. 2003. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Rajawali Pers. Jakarta.

Soerodibroto, Soenarto. 2003. KUHP & KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sudarto, 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

---, 1990. Hukum Pidana I. Yayasan sudarto. Semarang.

Karya Ilmiah :

Badan Koordinasi Penanggulangan Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika Sumatra Utara. Pola Penanggulangan Kenakalan Remaja. 1979. Makalah. Medan.

Dani, K. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Putra Harsa. Surabaya.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Indonesia. 1991. Balai Pustaka. Jakarta.

Topix news, Data Trafficking di Surabaya 2008.


(59)

Kitab Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Kitab Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 Pokok Perburuhan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Penelusuran Website :

http://akuindonesiana.wordpress.com http://odishalahuddin.wordpress.com http://raisingfor.blogspot.com http://www.artidefinisi.com http://www.e-jurnal.com http://www.surabayapost.co.id


(1)

40

a. Editing Data yang diperoleh dari penelitian diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapannya, kejelasannya dan kebenarannya sehingga meminimalkan kesalahan untuk dapat diperbaiki kembali.

b. Interpretasi

Yaitu menghubungkan, membandingkan dan menguraikan data serta mendeskripsikan data dalam bentuk uraian yang kemudian ditarik kesimpulan.

c. Sistematisasi data

Penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan, sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisa Data

Setelah semua data di peroleh, maka langkah selanjutnya dilakukan analisis data secara kualitatif, yaitu menguraikan data dalam bentuk kalimat-kalimat sehingga mudah di pahami dan memberi arti terhadap data. Yang akhirnya pembahasan itu akan menuju pada satu kesimpulan tentang masalah yang akan di teliti.


(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis bahwa dapat ditarik kesimpulan :

a. Penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi dapat ditempuh menggunakan tiga metode yaitu Formulasi, Aplikasi, Eksekusi. Mengenai pemidanaan aparat penegak hukum telah mengacu dan berupaya menggunakan metode diversi dan Double track system yang mempunyai dua jalur sistem tentang saksi pidana yaitu, disatu pihak dan jenis saksi tindakan dipihak lain. Dasar hukumnya Pasal 7 ayat (1) undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak bahwa pada tahap penyidikan, penuntutan, dan permeriksaan di persidangan wajib diupayakan diversi. Hal ini dilakukan guna memberikan yang terbaik bagi anak tersebut agar kondisi jiwanya tidak terganggu akibat proses persidangan, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal.

b. Faktor-faktor penghambat dalam rangka penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi yaitu faktor undang-undang yang lebih menekankan untuk memberikan sanksi pidana, dan kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum dalam bidang teknologi


(3)

60

dan informasi. Kemudian sarana dan prasarana penegak hukum yang dimiliki kurang memadai serta kurangnya kesadaran masyarakat dalam menyikapi fenomena-fenomena prostitusi anak melalui alat komunikasi yang terjadi disekitar lingkungannya. Hal terakahir adalah budaya masyarakat yang lebih condong menyukai hal-hal yang berbau pornografi juga termasuk penyebab penegakan hukum di indonesia sulit ditegakkan.

B. Saran

Selain kesimpulan yang telah dirumuskan diatas, penulis akan memberikan beberapa saran berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Peran aparat penegak hukum khususnya kepolisian disarankan lebih aktif dan meningkatkan pemahaman dan kinerja mereka dalam mencegah anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi mulai dari memperbanyak tenaga ahli dan meningkatkan fasilitas untuk menunjang kinerja aparat.

2. Disarankan peran kedua orang tua sangat penting sebagai pengawas aktifitas anak dalam menggunakan alat komunikasi dan menambah ilmu pengetahuan tentang perkembangan teknologi, serta arahkan informasi mana yang layak untuk di gunakan dan mana yang tidak layak untuk digunakan pada penggunaan media sosial, dan internet.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdul Malik, Muhammad. 2003. Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP. PT Bulan Bintang. Jakarta.

Andrisman, Tri. 2007. Hukum Pidana Asas-Asas Dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia. Sinar Sakti. Bandar Lampung.

D, Soerjono. 1976. Sosio Kriminologi. Alumni. Bandung.

Dipraja, R. Soema. 1982. Asas-asas Hukum Pidana. Alumni. Jakarta. Djamil, M.Nasir. 2013. Anak Bukan Untuk Dihukum. Sinar Grafika. Jakarta. Djubaedah, Neng. 2003. Pornografi pornoaksi Ditinnjau Dari Hukum Islam.

Prenada Media. Jakarta.

Gosita, Arif. 1989. Masalah Perlindungan Anak. Akademi Pressindo. Jakarta. Kartono, Kartini. 1992. Patalogi Sosial Kenakalan Remaja. Rajawali Pers.

Jakarta.

---. 1998. Patalogi Sosial. CV Rajawali. Jakarta.

Maidin, Gultom. 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak. PT. Refika. Aditama. Bandung.

Maryono, Y. 2008. Teknologi dan Informas. Yudistira. Jakarta.

M.Faal. 1991.Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Deskresi Kepolisian). PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Moeljatno. 1993. Asas-asas Hukum Pidana. Putra Harsa. Surabaya .

M.Husen, Harun. 1990. Kejahatan dan Penegakan Hukum Di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.

P. J. De Bruine Ploos van Amstel, De Prostitutie Doorlewwn. 1997. Dikutip dari Pelacuran Ditinjau dari Segi Hukum dan Kenyataan dalam Masyarakat, : PT Karya Nusantara. Bandung.


(5)

Saleh, Andi Ayub. 2006. Tamasya Perenungan Hukum dalam Law in Book and Law in Action menuju penemuan Hukum. Yarsif Watampone. Jakarta.

Saleh, Roeslan, 1983. Perbuatan pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, ,Aksara baru. Jakarta.

Sedyaningsih, Endang. 1999. Perempuan-perempuan Keramat Tunggak. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Soedarto, 1996. Kapita selekta hukum pidana. Alumni. Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1977. Pelacuran ditinjau dari hukum dan kenyataan dalam masyarakat. Karya Nusantara. Bandung.

---. 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, UI Press. Jakarta.

---. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Perss . Jakarta.

---. 2010. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, UI Press. Jakarta.

Sholehuddin, H. 2003. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Rajawali Pers. Jakarta.

Soerodibroto, Soenarto. 2003. KUHP & KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sudarto, 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

---, 1990. Hukum Pidana I. Yayasan sudarto. Semarang.

Karya Ilmiah :

Badan Koordinasi Penanggulangan Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika Sumatra Utara. Pola Penanggulangan Kenakalan Remaja. 1979. Makalah. Medan.

Dani, K. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Putra Harsa. Surabaya.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Indonesia. 1991. Balai Pustaka. Jakarta.

Topix news, Data Trafficking di Surabaya 2008.


(6)

Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Kitab Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 Pokok Perburuhan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Penelusuran Website :

http://akuindonesiana.wordpress.com http://odishalahuddin.wordpress.com http://raisingfor.blogspot.com http://www.artidefinisi.com http://www.e-jurnal.com http://www.surabayapost.co.id


Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan

20 276 107

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

4 89 158

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Urgensi Pemberian Bantuan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme

2 46 132

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

1 81 147

SKRIPSISANKSI PIDANA BAGI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN PSIKIS TERHADAP ANAK MELALUI MEDIA SOSIAL INSTAGRAM.

0 3 11

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Kesusilaan (Studi Kasus Proses Peradilan Pidana Terhadap Anak di Kabupaten Klaten).

0 3 12

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) - Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan

0 20 33