Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Perdagangan Melalui Media Elektronik

(1)

PENEGAKAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

DALAM PERDAGANGAN MELALUI MEDIA

ELEKTRONIK

TESIS

Oleh

RIZKA SYAFRIANA

087011094/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENEGAKAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

PERDAGANGAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIZKA SYAFRIANA

087011094/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENEGAKAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERDAGANGAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK

Nama Mahasiswa : Rizka Syafriana Nomor Pokok : 087011094 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH,MLi Ketua

Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN Prof.Dr.Sunarmi, SH,MHum Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN Prof. Dr. Runtung, SH, MHum


(4)

Telah diuji pada :

Tanggal 12 Agustus 2010

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLi Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum 3. Prof . Dr. Runtung, SH, MHum


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizka Syafriana

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Tempat/Tanggal Lahir : Semarang / 1 November 1984

Alamat : Komplek Tasbi Blok AA No. 37, Medan PENDIDIKAN

1990-1994 : SDN KAYURINGIN PONCOL 1 BEKASI 1994-1996 : SD BAITURRAHMAH, PADANG, SUMBAR 1996-1999 : SLTP ADABIAH PADANG, SUMBAR 1999-2002 : SMUN 1 BANJARBARU, KALSEL

2002-2006 : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2008-2010 : PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(6)

ABSTRAK

Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya, agar menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen sehingga terwujud tujuan perlindungan konsumen di Indonesia. Konsumen yang dilindungi adalah semua konsumen yang melakukan perdagangan baik itu perdagangan secara konvensional ataupun perdagangan secara elektronik/lewat internet. Di Indonesia kendala yang menghambat perkembangan perdagangan lewat internet ada pada sarana yang belum memadai. Di samping sistem pengiriman dan pembayaran yang masih lemah, juga masih lemahnya dukungan dari perangkat hukum yang berlaku di media internet ini, sehingga dibutuhkan adanya lembaga penyelesaian sengketa elektronik tersebut, maka dikenal adanya arbitrase cyber.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis karena menelaah bagaimana penegakan hukum itu berjalan terhadap perlindungan konsumen dalam suatu perdagangan atau transaksi elektronik. Jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan memakai metode pendekatan penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, disebut penelitian hukum normatif karena penelitian ini dilakukan dengan menganalisa kaidah hukum tentang perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik.

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen yang melakukan perdagangan elektronik lahir atau terbentuk ketika kedua belah pihak bersepakat dengan cara menyatakan secara langsung kesepakatan itu melalui media internet. Dengan lahirnya kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen dalam perdagangan elektronik ini maka terbentuklah tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen dalam perdagangan elektronik, tanggung jawab pelaku usaha dapat berupa tanggung jawab akan barang/jasa yang akan ditawarkannya serta tanggung jawab terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen. Jika timbul sengketa/konflik maka penyelesaian yang dapat ditempuh oleh konsumen dengan cara mengajukan gugatan tersebut pada jalur pengadilan ataupun jalur luar pengadilan, jalur luar pengadilan dapat menggunakan lembaga BPSK (Badan Penyelesian Sengketa Konsumen), lembaga ini dapat ditempuh dengan dua cara yaitu dengan cara mediasi dan lembaga arbitrase, dalam perdagangan elektronik lembaga arbitrase dikenal juga dengan arbitrase cyber, dimana secara umum prosedur yang dilakukan sama, tetapi perbedaannya pelaksanaan penyelesaian sengketanya tidak dilakukan dengan tatap muka, tetapi dengan media elektronik, melalui e-mail, sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan secara cepat, mudah dan sederhana.


(7)

ABSTRACT

Consumer protection is a matter of human interest, and therefore become the hope for all nations in the world to be able to make it happen, in order to guarantee legal certainty to provide consumer protection so that the true goal of consumer protection in Indonesia. Consumers who are protected are all consumers who do good trade in conventional trade or electronic transaction / via the Internet. In Indonesia, the trade barriers that impede the development of the internet there is means that have not been adequate. In addition to delivery and payment systems are still weak, also still weak support from the legal instruments applicable in this Internet medium, so that required the existence of electronic dispute settlement institution, then known as the cyber arbitration.

This study is a descriptive analytical on how law enforcement runs against consumer protection in a trade or an electronic transaction. Types of applied research is to use the method of normative and legal research approach empirical research, legal research is called normative because the research was conducted by analyzing the legal rules on consumer protection in trade through electronic media.

From the results of research conducted, it can be concluded that the agreement between businesses and consumers who conduct electronic commerce was formed when both parties agree with the way states deal directly through the internet media. With the formed of agreement between businesses and consumers in electronic commerce is the responsibility of a forming business to consumer electronic commerce, business responsibilities may include responsibility for the goods / services to be offered as well as responsibility for the losses suffered by consumers. If disputes arise / conflict resolution that can then be taken by consumers on a lawsuit filed in the court route or path outside the court, the line outside the court can use BPSK (National Consumer Dispute Resolution), these agencies can be reached by two ways, namely by way of mediation and arbitration institutions, arbitration institutions in electronic trading, also known as cyber arbitration, which generally performed the same procedure, but the difference was not done the implementation of the settlement disputes face to face, but with electronic media, via e-mail or chatting room, so that implementation can be done quickly , easy and simple.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “PENEGAKAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERDAGANGAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

 

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan serta dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI, Bapak Dr. Muhammad Yamin, SH, MS,CN, dan Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum selaku Komisi Pembimbing yang dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Dan juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sehingga tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :


(9)

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DT.MH,MSc (CTM), Sp.A (K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. M. Yamin, S.H., C.N., M.S., selaku Ketua Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (MKn.) dan Ibu Dr. Keizerina Devi A., S.H., M.Hum. beserta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., MHum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis.

5. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda serta adik-adikku Bona dan Aad yang telah memberikan doa dan semangat selama ini.


(10)

6. Suamiku tercinta Ricky Despria Sembiring, terimakasih atas kesabarannya, perhatiannya serta semua saran dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Terima kasih yang mendalam kepada sahabat-sahabat baikku, Ipah, Echy, Kak Reni, Sherly, Yola, Azmi, serta semua rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Agustus 2010 Penulis,

Rizka Syafriana


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI……….... vi

BAB I. PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang...………. 1

B. Rumusan Masalah…...……… 16

C. Tujuan Penelitian……… 17

D. Manfaat Penelitian……….. 17

E. Keaslian Penelitian……….. 18

F. Kerangka Teori dan Konsepsi……….... 19

G. Metodologi Penelitian……….. 26

1. Sifat dan Jenis Penelitian……..………... 26

2. Sumber Data………..……….. 27

3. Metode Pengumpulan Data………. 28

4. Analisa Data……… 28

BAB II. KESEPAKATAN ANTARA PELAKU USAHA DAN KONSUMEN DALAM PERDAGANGAN MELALUI MEDIA ELEKTRONIK……….. 30


(12)

1. Pengertian Perdagangan Elektronik……….... 30

2. Jenis-Jenis Perdagangan Melalui Media Elektronik……..……... 37

3. Asas-asas dalam Perdagangan Melalui Media Elektronik……….. 41

4. Ciri-ciri Perdagangan Melalui Media Elektronik………..………. 42

B. Kesepakatan Antara Pelaku Usaha dan Konsumen………... 46

1. Lahirnya suatu Perjanjian………...…... 46

2. Hubungan Pelaku Usaha dan Konsumen dalam Perdagangan Elektronik……… 60

3. Isi Kontrak dalam Perdagangan Melalui Media Elektronik……... 66

BAB III. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN DALAM PERDAGANGAN ELEKTRONIK…...… 72

A. Hukum Perlindungan Konsumen dan hak-hak dasar konsumen……... 72

1. Pengertian Konsumen dan hak-hak dasar Konsumen……... 72

2. Prinsip umum Perlindungan Konsumen………... 78

3. Tujuan Perlindungan Konsumen………... 80

B. Prinsip Tanggung jawab Terhadap Konsumen………... 82

C. Kewajiban Pelaku Usaha Terhadap Konsumen……….... 86

BAB IV. PENEGAKAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERDAGANGAN ELEKTRONIK…………... 91


(13)

B. Pilihan Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Elektronik... 106

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………... 138

A. KESIMPULAN………...……….. 138

B. SARAN………... 140


(14)

ABSTRAK

Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya, agar menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen sehingga terwujud tujuan perlindungan konsumen di Indonesia. Konsumen yang dilindungi adalah semua konsumen yang melakukan perdagangan baik itu perdagangan secara konvensional ataupun perdagangan secara elektronik/lewat internet. Di Indonesia kendala yang menghambat perkembangan perdagangan lewat internet ada pada sarana yang belum memadai. Di samping sistem pengiriman dan pembayaran yang masih lemah, juga masih lemahnya dukungan dari perangkat hukum yang berlaku di media internet ini, sehingga dibutuhkan adanya lembaga penyelesaian sengketa elektronik tersebut, maka dikenal adanya arbitrase cyber.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis karena menelaah bagaimana penegakan hukum itu berjalan terhadap perlindungan konsumen dalam suatu perdagangan atau transaksi elektronik. Jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan memakai metode pendekatan penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, disebut penelitian hukum normatif karena penelitian ini dilakukan dengan menganalisa kaidah hukum tentang perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik.

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen yang melakukan perdagangan elektronik lahir atau terbentuk ketika kedua belah pihak bersepakat dengan cara menyatakan secara langsung kesepakatan itu melalui media internet. Dengan lahirnya kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen dalam perdagangan elektronik ini maka terbentuklah tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen dalam perdagangan elektronik, tanggung jawab pelaku usaha dapat berupa tanggung jawab akan barang/jasa yang akan ditawarkannya serta tanggung jawab terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen. Jika timbul sengketa/konflik maka penyelesaian yang dapat ditempuh oleh konsumen dengan cara mengajukan gugatan tersebut pada jalur pengadilan ataupun jalur luar pengadilan, jalur luar pengadilan dapat menggunakan lembaga BPSK (Badan Penyelesian Sengketa Konsumen), lembaga ini dapat ditempuh dengan dua cara yaitu dengan cara mediasi dan lembaga arbitrase, dalam perdagangan elektronik lembaga arbitrase dikenal juga dengan arbitrase cyber, dimana secara umum prosedur yang dilakukan sama, tetapi perbedaannya pelaksanaan penyelesaian sengketanya tidak dilakukan dengan tatap muka, tetapi dengan media elektronik, melalui e-mail, sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan secara cepat, mudah dan sederhana.


(15)

ABSTRACT

Consumer protection is a matter of human interest, and therefore become the hope for all nations in the world to be able to make it happen, in order to guarantee legal certainty to provide consumer protection so that the true goal of consumer protection in Indonesia. Consumers who are protected are all consumers who do good trade in conventional trade or electronic transaction / via the Internet. In Indonesia, the trade barriers that impede the development of the internet there is means that have not been adequate. In addition to delivery and payment systems are still weak, also still weak support from the legal instruments applicable in this Internet medium, so that required the existence of electronic dispute settlement institution, then known as the cyber arbitration.

This study is a descriptive analytical on how law enforcement runs against consumer protection in a trade or an electronic transaction. Types of applied research is to use the method of normative and legal research approach empirical research, legal research is called normative because the research was conducted by analyzing the legal rules on consumer protection in trade through electronic media.

From the results of research conducted, it can be concluded that the agreement between businesses and consumers who conduct electronic commerce was formed when both parties agree with the way states deal directly through the internet media. With the formed of agreement between businesses and consumers in electronic commerce is the responsibility of a forming business to consumer electronic commerce, business responsibilities may include responsibility for the goods / services to be offered as well as responsibility for the losses suffered by consumers. If disputes arise / conflict resolution that can then be taken by consumers on a lawsuit filed in the court route or path outside the court, the line outside the court can use BPSK (National Consumer Dispute Resolution), these agencies can be reached by two ways, namely by way of mediation and arbitration institutions, arbitration institutions in electronic trading, also known as cyber arbitration, which generally performed the same procedure, but the difference was not done the implementation of the settlement disputes face to face, but with electronic media, via e-mail or chatting room, so that implementation can be done quickly , easy and simple.


(16)

Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha, dan pemerintah.1

Dengan memahami pengertian konsumen, maka perbedaan antara hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen antara hak-hak pokok dari konsumen dan keterkaitan hukum perlindungan konsumen dengan bidang-bidang hukum yang lain dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang hukum perlindungan konsumen. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.2 Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah ‘orang’ sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut

1

Husni Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung : Mandar Maju, 2000), hal 7

2


(17)

natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum (rechtpersoon). Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk pelaku usaha dalam pasal 1 angka (3), yang secara eksplisit membedakan kedua pengertian persoon diatas, dengan menyebutkan kata-kata orang perseorangan atau badan usaha. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang-perseorangan.3

Istilah hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen sudah sangat sering terdengar. Namun belum jelas benar apa saja yang masuk kedalam materi keduanya. Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.

Ada juga yang berpendapat, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas itu. Az. Nasution, misalnya berpendapat hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat azas-azas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan azas-azas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.4 Teknologi

3

Az. Nasution, Profil Undang-Undang Perlindungan Konsumen, (Warta Konsumen No. 6, Juni 1999), hal 7

4

Ibid, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial, Ekonomi, Dan Hukum Pada Perlindungan


(18)

informasi dan telekomunikasi telah memasuki berbagai segmen aktivitas manusia, baik dalam sektor politik, sosial, budaya, maupun ekonomi dan bisnis. Dalam bidang perdagangan, teknologi juga dapat dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama karena kontribusinya terhadap efisiensi. Aktivitas perdagangan melalui media internet ini populer disebut electronic commerce (e-commerce) atau disebut juga dengan transaksi elektronik. 5

Sebelum muncul UUPK yang diberlakukan pemerintah mulai 20 April 2000 praktis hanya sedikit pengertian normatif yang tegas tentang konsumen dalam hukum positif di Indonesia. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan MPR No. II/MPR/1993) disebutkan kata konsumen dalam rangka membicarakan tentang sasaran bidang perdagangan. Sama sekali tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang pengertian istilah ini dalam ketetapan tersebut.

Pasal 1 UUPK 1999 mengatur mengenai perlindungan konsumen. Namun, pada kenyataannya UUPK 1999 belum sepenuhnya mengatur mengenai transaksi elektronik, hanya beberapa pasal saja yang dapat dipergunakan dalam transaksi elektronik. Hal tersebutlah yang membuat masih kurangnya perlindungan bagi konsumen yang melakukan transaksi elektronik. Di dalam KUHPerdata sendiri terdapat beberapa pasal yang lazim digunakan dalam transaksi elektronik yaitu Pasal

5

A.M. Wibowo, Kerangka Hukum Digital Signature dan Electronic Commerce, http://www.geocities.com, diakses tanggal 7 September 2009


(19)

1338 jo Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur mengenai kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian.6

Di tengah globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (global communication network) dengan semakin populernya internet seakan telah membuat dunia dan semakin memudarnya batas-batas negara berikut kedaulatan dan tatanan masyarakatnya. Dinamika masyarakat Indonesia yang masih baru tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat industri dan masyarakat informasi masih tampak baru dalam mengiringi perkembangan teknologi tersebut.

Perdagangan elektronik merupakan model transaksi dengan karakteristik yang berbeda dengan model transaksi konvensional, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Metode baru tersebut mampu menghasilkan bisnis secara langsung ataupun sering disebut online. Melalui transaksi perdagangan ini, konsep perdagangan yang telah ada dapat berubah menjadi konsep telemarketing, yaitu perdagangan jarak jauh dengan menggunakan internet.7 Selain itu, dengan konsep tersebut dapat diketahui kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang diinginkan meski secara virtual dan tanpa dibatasi oleh wilayah. Hal tersebut mengakibatkan perilaku konsumen menjadi semakin kritis dan selektif dalam menentukan produk yang akan dipilihnya, terutama dengan adanya kemudahan yang diberikan dalam transaksi perdagangan elektronik seperti halnya transaksi

6

Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta : Universitas Indonesia pascasarjana, 2004), hal 217

7

Dikdik M. Arief Mansur , Cyber Law, Aspek Hukum Teknologi Informasi, (Jakarta : PT. Refika Aditama, 2005), hal 144


(20)

konvensional. Daya tarik ini juga yang mulai menarik minat konsumen untuk melakukan transaksi perdagangan elektronik.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mekanisme transaksi elektronik tidak seperti transaksi jual beli konvensional karena setiap transaksi elektronik diawali dengan tahap penawaran melalui media internet oleh pelaku usaha, tahap penerimaan oleh konsumen, tahap kesepakatan antara para pihak, tahap pembayaran melalui jasa perbankan, dan diakhiri dengan tahap pengiriman produk yang dipesan melalui jasa ekspedisi. Dalam praktiknya, UUPK 1999 belum sepenuhnya melindungi konsumen dalam transaksi elektronik. Hal tersebut karena UUPK 1999 belum mengatur mengenai implementasi lebih lanjut pengertian perlindungan konsumen yang mencakup perlindungan konsumen online, hak atas informasi yang harus diberikan kepada konsumen melalui media online untuk mencegah terjadinya tindakan curang, penyalahgunaan kartu pembayaran milik orang lain, tanggung jawab pelaku usaha yang mencakup tanggung jawab ISP (Internal Service Provider), beban pembuktian elektronik, dan penyelesaian sengketa melalui sarana tehnologi informasi. Mengenai masalah penyelesaian sengketa dalam transaksi elektronik memiliki kecendrungan memilih forum arbitrase. Hal ini untuk menjaga reputasi para pihak yang bersengketa karena putusan forum arbitrase bersifat final dan mengikat serta dianggap sesuai dengan semboyan transaksi elektronik yaitu murah, efisien dan praktis.8 Dengan adanya UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

8

Ester Dwi Maghfirah, Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Elektronik, dalam http://www. Students.ac.id, diakses tanggal 12 September 2009


(21)

Elektronik maka Pemerintah mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai agama dan sosial budaya Indonesia, dalam Undang-undang ini menjelaskan tentang transaksi elektronik dan penyelesaian sengketa.9

Internet merupakan lapisan kompleksitas teknologi dan jasa yang perlahan-lahan bergabung membentuk sesuatu yang dapat dinikmati oleh semua orang. Internet merupakan jaringan komputer terbesar yang ada di dunia, dimana sarana tersebut dapat menghubungkan jutaan umat manusia. Jaringan yang terhubung ini menjadi antar jaringan (internetwork) karena memiliki faktor penggabung yang sama yang memungkinkan berbagai jaringan untuk bekerja sama. Penggunaan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan mulai dikenal beberapa tahun belakangan ini dan dengan cepat meluas, terutama di negara-negara maju. Dengan perdagangan lewat internet ini berkembang pula sistem bisnis virtual, seperti virtual store dan virtual company dimana pelaku bisnis menjalankan bisnis dan perdagangan melalui media internet dan tidak lagi mengandalkan basis perusahaan yang konvensional yang nyata.10

Di negara-negara maju perkembangan bisnis lewat internet ini dapat berkembang cepat dengan adanya dukungan dari sarana yang tersedia, seperti sistem pengiriman yang cepat dan dapat dipercaya, cara pembayaran yang aman, dan

9

Penjelasan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008

10

http://www.myindo.co.id, Electronic Commerce (E-Commerce), 2007, diakses 16 September 2009.


(22)

terutama dukungan perangkat hukum yang ada. Untuk Indonesia kendala yang menghambat perkembangan perdagangan lewat internet ini ada pada sarana yang belum memadai. Di samping sistem pengiriman dan pembayaran yang masih lemah, juga masih lemahnya dukungan dari perangkat hukum yang berlaku di media internet ini.11 Aspek hukum yang penting untuk mendukung perkembangan internet di Indonesia, baik untuk keperluan penyediaan dan akses informasi maupun untuk perdagangan secara elektronik. Karena bagaimanapun juga, harus selalu diingat bahwa internet adalah komunikasi dalam skala global antara orang dengan orang, bukan antara komputer dengan komputer meskipun penghubungnya adalah perangkat komputer, setiap tulisan, gambar yang dikomunikasikan di internet adalah dibuat dan disediakan oleh orang dan yang akan melihat dan menerima surat atau gambar tersebut juga orang, bukan komputer. Dengan demikian masalah yang timbul akan menjadi tanggung jawab secara hukum meskipun dalam beberapa hal orang ini digantikan oleh badan hukum, namun di dalam badan hukum sendiri tentunya ada orang yang bertanggung jawab sebagai pengurusnya.12

Konsep hukum internet ini memang merupakan hal yang relatif baru, konsep hukum internet ini diperkenalkan pada akhir tahun 1990-an. Dari sudut pandang hukum maka berbagai aspek dapat dilihat, dari pembuatan, pemrosesan, komunikasi, kontrol, manajeman, penyimpanan, penggunaan, pemeliharaan, dan pengambilan

11

Asril Sitompul, Hukum Internet, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal 1

12


(23)

kembali informasi dalam bentuk elektronik yang disebut Electronic Data Interchange (EDI), telah menjadi hal yang tidak dapat dielakkan lagi dalam masyarakat modern.

Sebelum transaksi dan pencatatan dalam bentuk elektronik ini mendapat pengakuan secara hukum, maka yang terlebih dahulu harus dibangun adalah tata cara prosedur pelaksanaannya, atau paling tidak harus sejalan secara hukum dengan transaksi dan pencatatan manual. Masalah pengakuan secara hukum ini timbul di berbagai bidang hukum, antara lain hukum perjanjian (kontrak), hukum pembuktian, hukum administrasi negara dan peraturan tata negara, hukum pidana, hukum perdata (mengenai hak milik) dan hukum acara.13

Perkembangan Perdagangan Elektronik pada satu sisi membawa perubahan yang positif pada bidang kehidupan. Namun pada sisi lain menimbulkan kemungkinan untuk melakukan bentuk perdagangan yang tidak sehat. Hal tersebut akan mengakibatkan kerugian pada berbagai pihak dengan adanya bentuk perdagangan yang tidak sehat, masalah ini penting diperhatikan karena terbukti mulai bermunculan kasus-kasus pada perdagangan elektronik yang berkaitan dengan keamanan transaksi, mulai dari pembajakan kartu kredit, stock exchange fraud, banking fraud, hak atas kekayaan intelektual, akses ilegal ke sistem informasi atau hacking, perusakan web site, pencurian data dan yang lainnya.14

Bentuk perdagangan tersebut juga dapat mengakibatkan kerugian pada konsumen, hal ini disebabkan oleh adanya beberapa perjanjian yang menyatakan

13

Ibid, hal 53

14

Ester Dwi Maghfirah, http://www. Students.ac.id, diakses tanggal 12 September 2009


(24)

pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Selain itu, masih lemahnya perlindungan hukum pada perdagangan elektronik, atas dasar tersebut diperlukan jaminan keamanan perdagangan elektronik untuk menumbuhkan kepercayaan, terutama pada pihak konsumen, bisnis yang demikian tentu saja akan dihadapkan dengan berbagai masalah perlindungan konsumen, khususnya keabsahan transaksi yang menggunakan media elektronik.

Di Indonesia perlindungan hak-hak konsumen dalam perdagangan yang menggunakan media elektronik masih lemah. Undang-undang perlindungan Konsumen yang berlaku sejak tahun 2000 memang telah mengatur hak dan kewajiban bagi pelaku usaha dan konsumen, namun kurang tepat untuk diterapkan dalam transaksi perdagangan elektronik. Karakteristik yang berbeda dalam sistem perdagangan melalui internet masih lemah dalam mendapat perlindungan hukum dalam undang-undang tersebut. Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka Perdagangan yang menggunakan media Elektronik ini akan melindungi pihak-pihak yang berkenaan dengan perdagangan elektronik tersebut.15

Teknologi internet mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian dunia. Internet membawa perekonomian dunia memasuki babak baru yang lebih populer dengan istilah digital economic atau perekonomian digital. Makin banyak kegiatan perekonomian dilakukan melalui media internet, misalnya

15

Balian Zahab, Ketentuan Hukum dalam Kejahatan E-Commerce, 2009, http://www.ubb.ac.id, diakses 16 Agustus 2009.


(25)

perdagangan yang semakin banyak mengandalkan e-commerce sebagai media transaksi.

E-commerce pada dasarnya adalah merupakan suatu kontrak transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet. Jadi proses pemesanan barang, pembayaran transaksi hingga pengiriman barang di komunikasikan melalui internet. 16 Menurut Richard Stone dalam bukunya yang berjudul The Modern Law of Contract mengatakan :

“it is likely that in the future an increasing amount bussines will be conducted over the internet, either by means of e-mail or particularlyin the case or costumer transactions, via a website. In the latter case, the costumer maybe actually receiving a product over the web (for example, downloading a piece of software or a video or music file) or placing an order for goods to be delivered by the past or courier service.”17

Suatu kontrak dagang elektronik berkembang diluar KUHPerdata dikatagorikan kontrak tidak bernama (onbenoemde contract).18 Sebagaimana dalam perdagangan konvensional, e-commerce menimbulkan perjanjian antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi. Implikasi dari perjanjian itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat.19 Pandangan hukum perlindungan konsumen hanya berkaitan dengan bidang hukum perdata (dalam arti luas). Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh pemahaman mengenai hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha yang bersifat kontraktual saja. Mengingat tidak

16

Harian Analisa , Gaya Tekno, 27 Januari 2008.

17

Richard Stone, The Modern Law of Contract, (Australia : Cavendish Publishing Limited, 2002), hal 54

18

Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung,: Citra Aditya bakti, 2001), hal 295

19

Ester Dwi Magfirah, http://www. Students.ac.id, diakses tanggal 12 September 2009


(26)

meratanya perkembangan e-commerce itu sendiri, transaksi perdagangan digital dari segi prioritas berarti, seseorang belum dapat berharap bergerak keluar dari rumusan yang umum dan membuat perincian yang mendalam mengenai impor e-commerce dalam berbagai keadaan sekarang ini.20

Infrastruktur pendukung e-commerce salah satunya adalah adanya suatu cara pembayaran berbasis internet (internet payment system) dalam hal ini adalah SET (secure electronic transaction), selanjutnya disebut SET. SET adalah suatu sistem pembayaran yang dipelopori oleh mastercard dan visa internasional. Sistem pembayaran ini menggunakan kriptografi dalam pelaksanaannya, sehingga dapat menjamin keamanan transaksi e-commerce.21

Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet, yaitu :

1. Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread network), layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu : murah, cepat, dan kemudahan akses.

2. Menggunakan elektronik data sebagai media penyampaian pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.

20

Assafa Endeshaw, Hukum E-commerce dan Internet , (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), hal 246.

21

Muhammad Aulia Adnan, Aspek Hukum Protokol Pembayaran Visa/Mastercard Secure

Electronic Transaction, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000, http://www.majalahtrust.com,


(27)

E-commerce merupakan suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang menghubungkan antara pengusaha, konsumen, dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran/penjualan barang, jasa dan informasi secara elektronik. Salah seorang pakar internet Indonesia, Budi Raharjo menilai bahwa Indonesia memiliki potensi dan prospek yang cukup menjanjikan untuk pembangunan commerce. Berbagai kendala yang dihadapi dalam pembangunan e-commerce ini seperti keterbatasan infrastruktur, jaminan keamanan transaksi dan terutama sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya pengembangan pranata e-commerce itu.22

Sesuai dengan prinsip perdagangan global yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas, dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan penyelenggaraan telekomunikasi. Sering kali tidak disadari bahwa dalam sistem kehidupan ini sebenarnya setiap manusia pada hakekatnya adalah bertindak sebagai konsumen.23 Dalam lingkup ilmu telematika, khususnya dalam lingkup hubungan komunikasi elektronik global maka semua pihak yang menggunakan sistem teknologi tersebut sebenarnya dapat dikatakan adalah konsumen dari sistem elektronik itu sendiri. Namun, sayangnya masyarakat hanya melihat kepada keberadaan konsumen yang membeli suatu produk dari pedagang yang menjual produknya secara elektronik, padahal sebenarnya pedagang itu sendiri juga

22

Budi Raharjo, Perkembangan E-Commerce, 2000, http://www.acountingcommunity.blogspot.com, diakses 12 September 2009.

23

Edmond Cahn, Law In The Consumer Persfective, (University of Pennsylvania law review, 112, 1963), p. 1-27, dalam AAG, Peters (ed), Hukum dan Perkembangan Sosial, (Jakarta : Sinar Agape Press, 1990), hal 147-157


(28)

adalah konsumen dari sistem teknologi itu sendiri yang di gunakannya untuk menawarkan barangnya kepada konsumen. Jadi sepatutnya para pihak sama-sama memahami keberadaan resiko dari sistem elektronik yang telah dikembangkan oleh suatu pihak tertentu atau di selenggarakan oleh suatu pihak tertentu.

Transaksi perdagangan melalui sistem elektronik, khususnya internet selain menjanjikan sejumlah keuntungan, namun pada saat yang sama juga berpotensi terhadap sejumlah kerugian. Badan Sensus Departemen Perdagangan Amerika menyebutkan bahwa total pendapatan dalam e-commerce mencapai $25,8 Milyar.24 fenomena tersebut dialami juga di Indonesia, meskipun bagi masyarakat Indonesia tingkat kebutuhan untuk melakukan transaksi e-commerce masih dapat dijadikan perdebatan.25

Secara garis besar dapat ditemukan beberapa permasalahan yang timbul yang berkenaan dengan hak-hak konsumen, antara lain :

1. Konsumen tidak dapat langsung mengidentifikasi, melihat atau menyentuh barang yang akan dipesan.

2. Ketidakjelasan informasi tentang produk (barang dan jasa) yang akan ditawarkan atau tidak ada kepastian apakah konsumen telah memperoleh berbagai informasi yang layak diketahui dalam bertransaksi.

3. Tidak ada jelasnya status subjek hukum dari si pelaku usaha.

24

http://www.census.gov/mrts/www/current.html, diakses 12 Agustus 2009

25


(29)

4. Tidak ada jaminan bertransaksi dan privasi serta penjelasan terhadap resiko-resiko dalam pembayaran secara elektronik.

5. Pembebanan resiko yang tidak berimbang karena umumnya terhadap jual beli di internet, pembayaran telah lunas dilakukan dimuka konsumen.

6. Transaksi yang bersifat lintas batas negara (borderless) menimbulkan pernyataan mengenai yurisdiksi hukum negara mana yang sepatutnya diberlakukan.26

Dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dimana barang dan/atau jasa dapat diperdagangkan kepada konsumen melewati batas-batas wilayah dan negara, maka perlindungan konsumen akan selalu menjadi isu penting yang menarik untuk diperhatikan karena hal itu bukan lagi menjadi gejala regional saja melainkan telah menjadi permasalahan global yang melanda seluruh konsumen di dunia.27

Ketika setiap orang telah memiliki kemudahan akses terhadap infomasi, terdapat kemungkinan untuk menciptakan suatu kondisi masyarakat yang lebih bernilai dan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat tersebut. Aliran informasi yang juga dapat diikuti oleh aliran komoditi dan investasi merupakan sarana peningkatan pembangunan ekonomi melalui perdagangan global.

26

Ester Dwi Magfirah, http://www. Students.ac.id, diakses tanggal 12 September 2009

Op.cit

27

Marianus Gaharpung, Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, http://www.hamline.edu, diakses 16 September 2009.


(30)

Kasus-kasus yang berhubungan dengan transaksi di internet, khususnya mengenai cacat produk, informasi dalam webvertising yang tidak merata, keterlambatan pengiriman barang, marak dialami oleh konsumen. Berlainan dengan konsumen Indonesia yang jarang melakukan tindakan pengaduan terhadap ketidakadilan yang dialaminya, konsumen di negara maju lebih sadar akan haknya. Hal ini mengacu pada salah satu hak konsumen yaitu mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut serta hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.28

Disarankan kepada pelaku usaha sebagai penyedia jasa webstore, agar memberikan informasi benar selama proses transaksi elektronik berlangsung, sehingga konsumen terhindar dari kerugian, sehingga diperlukan adanya penegakan hukum terhadap konsumen yang dirugikan, Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu-lintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan

28


(31)

hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Dengan adanya UU ITE No. 11 tahun 2008 diharapkan kepada pemerintah untuk dapat menghindari konsumen dari kerugian serta untuk mengantisipasi berkaitan dengan cybercrime dan globalisasi serta dapat melaksanakan UU ITE sebagai regulasi yang saling melengkapi agar dapat lebih memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha yang melakukan transaksi elektronik dan diharapkan perlu dibentuknya Cyber ADR yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang meliputi adjukasi dan non adjukasi di dunia maya.29

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, rumusan masalah yang menjadi dasar pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sejak kapan lahirnya kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik ?

2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap hak-hak konsumen dalam perdagangan yang melalui media elektronik ?

29


(32)

3. Bagaimanakah penegakan hukum jika konsumen mengalami kerugian dalam perdagangan melalui media elektronik ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan dia atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejak kapan lahirnya kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha terhadap hak-hak konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik.

3. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum perlindungan konsumen jika terjadi kerugian pada konsumen yang melakukan perdagangan melalui media elektronik.

D. Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan penelitian yang dilakukan ini, maka manfaat dan hasil yang diharapkan dari penelitian ini, selain dapat berguna bagi diri peneliti sendiri, juga diharapkan berguna bagi penelitian, kebijakan publik dan ilmu pengetahuan, yang diuraikan sebagaimana tertera di bawah ini :

1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pelaku usaha yang melakukan perdagangan elektronik sehingga faktor kepentingan ekonomisnya dapat terlindungi dari


(33)

perbuatan pihak lain dan menciptakan keamanan dalam perdagangan elektronik.

3. Sebagai literatur dan bahan diskusi tentang Perdagangan Elektronik.

E. Keaslian penulisan

Berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, ternyata penelitian tentang “Analisis penegakan hukum perlindungan konsumen dalam perdagangan yang menggunakan media elektronik” belum pernah ditemukan judul atau penelitian tentang judul penelitian diatas sebelumnya. Akan tetapi terdapat suatu penelitian tesis yang dilakukan oleh :

1. Henny Saida Flora, Mahasiswa Program Magister Humaniora, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara pada Tahun 2006 dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual beli Rumah Melalui Pengembang”.

2. Edwin Syah Putra, Mahasiswa Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara pada Tahun 2008 dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Handphone Bergaransi Yang Mengalami Cacat Produk Pasca Transaksi”

3. Rosniyani, Mahasiswa Program Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara pada tahun 2008 dengan judul “Klausula Baku


(34)

Dalam Perjanjian Beli Sewa Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”.

Dimana permasalahan dalam penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini., dengan demikian penelitian ini adalah asli, untuk itu penulis dapat mempertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.30 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu.31 Sedang dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.32 Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini maka perlu diuraikan pengertian-pengertian konsep yang dipakai, yaitu sebagai berikut :

Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Hans Kelsen berpendapat bahwa hukum adalah suatu

30

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Cetakan Ke I (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal 80

31

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ke II, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal 23

32

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I Cetakan 7, (Raja Grafindo Persada : Jakarta), 2003, hal 7


(35)

perintah yang memaksa manusia untuk bertingkah laku, dan dengan adanya sanksi akan terbentuk suatu penegakan hukum. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung didalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan Law Enforcement ke dalam bahasa indonesia dalam menggunakan perkataan Penegakan Hukum dalam arti luas dapat pula digunakan istilah Penegakan Peraturan dalam arti sempit.33

Dengan uraian diatas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-batasnya.34

Dalam pancasila, hukum perlindungan konsumen memperoleh landasan idiil (filosofis) hukumnya pada sila kelima yaitu : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengertian keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, didalamnya terkandung

33

Hans Kelsen, Penegakan Hukum Menurut Teori Hukum Alam, www.solusihukum.com, diakses 14 Oktober 2009

34


(36)

suatu ‘hak’ seluruh rakyat Indonesia untuk diperlakukan sama didepan hukum. Hak adalah suatu kekuatan hukum, yakni hukum dalam pengertian subyektif yang merupakan kekuatan kehendak yang diberikan oleh tatanan hukum. Oleh karena itu hak dilindungi oleh tatanan hukum, maka pemilik hak memiliki kekuatan untuk mempertahankan haknya dari gangguan/ancaman dari pihak manapun juga.35

Perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan konsumen agar terwujudnya tujuan perlindungan konsumen di Indonesia. Adapun yang menjadi tujuan perlindungan konsumen adalah :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

Hondius memberikan pengertian yang jelas bahwa konsumen adalah pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uiteindelijke gebruiker van goederen en

diensten ).36 Dalam pasal 1 angka 2 UUPK yaitu : Konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan

35

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif), (Bandung : Nusamedia, 2006), hal 152

36

Hondius, Konsumentenrecht, 1976, dalam : Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan


(37)

diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.37

Terkait dengan perdagangan dengan media elektronik, yaitu transaksi yang dilakukan di internet, pengertian tersebut mengungkapkan bahwa pelaku usaha adalah pihak penyedia barang dan/atau jasa di internet yang merupakan orang perorangan atau badan usaha berbentuk badan hukum ataupun tidak, didirikan dan berkedudukan di dalam wilayah hukum negara RI .

Perdagangan dengan media elektronik lebih ditujukan dalam lingkup transaksi yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan (networking) dari sistem informasi berbasiskan komputer (computer based information system) dengan sistem komunikasi didasarkan atas jaringan dan jasa telekomunikasi (telecommunication based), yang selanjutnya di fasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global internet.38

Manfaat perlindungan konsumen di Indonesia adalah :

1. Balancing position, dimana bertujuan agar konsumen di tempatkan sebagai

subjek dalam bisnis, yang memiliki hak-hak seimbang dengan pelaku usaha 2. Pemberdayaan konsumen, yang dapat dilakukan melalui pembinaan dan

pendidikan konsumen.

37

Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

38

Edmon Makarim, Apakah Transaksi Secara Elektronik Mempunyai Kekuatan Pembuktian, www.indocyber.net, diakses 5 Desember 2009


(38)

3. Meningkatkan profesionalisme pelaku usaha. Manfaat ini antara lain dapat dilakukan pada orientasi pelaku usaha jangka pendek menjadi orientasi jangka panjang.

Pelaksanaan perlindungan konsumen dapat dilaksanakan melalui hukum konsumen. Hukum konsumen adalah keseluruhan azas-azas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (Barang dan/atau jasa) antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.39

Berdasarkan Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi Elektronik Pasal 1 angka (2) selanjutnya disebut UU ITE, transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya.40 Selain itu, perlindungan hukum dapat dilaksanakan dalam bentuk substansi atau isi perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha. Ketentuan tentang perjanjian atau kontrak juga diatur dalam Buku III KUHPerdata. Pada buku III KUHPerdata menyatakan sistem serta jenis-jenis perjanjian.

Pasal 1 UUPK 1999 mengatur mengenai perlindungan konsumen. Namun, pada kenyataannya UUPK 1999 belum sepenuhnya mengatur mengenai transaksi elektronik, hanya beberapa pasal saja yang dapat dipergunakan dalam transaksi elektronik. Hal tersebutlah yang membuat masih kurangnya perlindungan bagi konsumen yang melakukan transaksi elektronik. Di dalam KUHPerdata sendiri

39

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, (Jakarta : CV Triarga Utama, 2002), hal 22

40


(39)

terdapat beberapa pasal yang lazim digunakan dalam transaksi elektronik yaitu Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur mengenai kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian. Pasal 1338 KUHPerdata angka (1) berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Ketentuan pasal 1338 KUHPerdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk ;

1. Membuat atau tidak membuat Perjanjian 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun.

3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya 4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau tidak tertulis.41

Electronic Commerce (e-commerce) didefinisikan sebagai proses pembelian dan penjualan produk, jasa dan informasi yang dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan jaringan komputer. Salah satu jaringan yang digunakan adalah internet. Definisikan e-commerce dari beberapa perspektif, yaitu:

1. Dari perspektif komunikasi, e-commerce adalah pengiriman informasi, produk/jasa, atau pembayaran melalui jaringan telepon, atau jalur komunikasi lainnya.

41

Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), hal 218


(40)

2. Dari perspektif proses bisnis, e-commerce adalah aplikasi teknologi menuju otomatisasi transaksi bisnis.

3. Dari perspektif pelayanan, e-commerce adalah alat yang digunakan untuk mengurangi biaya dalam pemesanan dan pengiriman barang

4. Dari perspektif online, e-commerce menyediakan kemampuan untuk menjual dan membeli produk serta informasi melalui internet dan jaringan jasa online lainnya.42

Selanjutnya Yuan Gao dalam Encyclopedia of Information Science and Technology, menyatakan e-commerce adalah penggunaan jaringan komputer untuk melakukan komunikasi bisnis dan transksaksi komersial.43 Kemudian di website e-commerce, e-commerce didefinisikan sebagai kegiatan menjual barang dagangan dan/atau jasa melalui internet. Seluruh komponen yang terlibat dalam bisnis praktis diaplikasikan disini, seperti customer service, produk yang tersedia, cara pembayaran, jaminan atas produk yang dijual, cara promosi dan sebagainya. Seluruh definisi yang dijelaskan di atas pada dasarnya memiliki kesamaan yang mencakup komponen transaksi (pembeli, penjual, barang, jasa dan informasi), subyek dan obyek yang terlibat, serta media yang digunakan (dalam hal ini adalah media elektronik yaitu : internet).44 Sedangkan keabsahan transaksi dan kekuatan pembuktian, dapat dilihat bahwa perdagangan elektronik tidak memerlukan hard copy. Namun demikian, setiap

42

http://www.sentralweb.com, E-Commerce, diakses 16 Agustus 2009

43

Yuan Gao, Encyclopedia of Information Science and Technology, 2005, http://wartawarga.gunadarma.ac.id, diakses 16 Agustus 2009.

44


(41)

transaksi diberikan tanda bukti berupa nomor atau kode yang dapat disimpan dan di cetak dikomputer. Dalam bidang hukum perdata bisnis, kegiatan didalam dunia maya, terjadi dalam bentuk e-commerce, dimana para pelaku usaha tidak lagi secara tatap muka, tetapi hanya melakukan kegiatan usaha di dunia maya (cyberworld).45

G. Metodologi Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis46 karena menelaah bagaimana penegakan hukum itu berjalan terhadap perlindungan konsumen dalam suatu perdagangan atau transaksi elektronik. Jenis penelitian yang diterapkan adalah dengan memakai metode pendekatan penelitian hukum normatif47 dan penelitian hukum empiris, disebut penelitian hukum normatif karena penelitian ini dilakukan dengan menganalisa kaidah hukum tentang perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik. Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang mengkaji korelasi antara kaidah hukum dengan lingkungan tempat itu berlaku korelasi ini dapat dilihat dalam kaitan pembuatan atau penerapan hukum48. Penelitian ini dilakukan sebagai pendukung penelitian hukum normatif dan mengetahui

45

H.R Daeng Naja, Contract Drafting , (Bandung : Citra Adiya Bakti, 2006), hal 343

46

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Garafika, 1996), hal 8, menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal didaerah tertentu dan pada saat tertentu.

47

Nama lain dari penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum doktriner juga disebutkan sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Ibid, hal 2

48

Bagir Manan, Penelitian di Bidang Hukum, Jurnal Hukum Puslitbangkum, (Bandung : Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), hal 4


(42)

bagaimana penegakan hukum perlindungan konsumen dalam perdagangan menggunakan media elektronik.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini yang digunakan merupakan data yang terdiri dari : a. Data Sekunder

Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek yang diteliti, dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Peraturan perundang-undangan yang digunakan yaitu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan konsumen dan transaksi elektronik, yaitu UU Nomor 8 tahun 1999 dan UU Nomor 11 tahun 2008.

b. Data Primer

Data primer yang dipakai dalam penelitian kasus ini adalah dengan cara menganalisa kasus yang berhubungan dengan kerugian konsumen saat bertransaksi elektronik, yang bahannya diambil melalui media internet, yaitu mengenai kasus kerugian konsumen di Amerika yang melakukan transaksi melalui media internet, dikarenakan di Indonesia masalah mengenai kerugian konsumen saat bertransaksi melalui media elektronik belum pernah termuat dalam laporan media maupun dalam pengadilan, meskipun kenyataannya sangat mungkin terjadi di indonesia.


(43)

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian tesis ini dengan menggunakan metode :

1. Penelitian kepustakaan (Library Research)

Dengan mengumpulkan data sekunder baik berupa peraturan perundang-undangan dan dokumen yang berkaitan dengan objek yang diteliti yang berkaitan dengan perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik.

2. Studi Lapangan

Dengan mengumpulkan data yang diperoleh langsung dari informan dari BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) Medan.

4. Analisa Data

Kegiatan analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian, dimulai dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap data yang terkumpul melalui internet, dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti untuk kebutuhan analisis data dalam penelitian ini semua data primer dan data sekunder yang diperoleh dan dikumpulkan dan selanjutnya kedua jenis data itu dikelompokkan sesuai dengan data yang sejenis, sedangkan evaluasi data dilakukan secara kualitatif untuk membahas lebih mendalam tentang permasalahan hukum perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik. Selanjutnya seluruh data yang terkumpul dipilah-pilah dan diolah, kemudian dianalisis dan ditafsirkan secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode ini diperoleh


(44)

kesesuaian antara ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa mengenai perlindungan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik. Atas dasar pembahasan dan analisis ini maka dapat ditarik kesimpulan yang dapat digunakan dalam menjawab permasalahan penelitian.


(45)

KONSUMEN DALAM PERDAGANGAN MELALUI MEDIA

ELEKTRONIK

A. Perdagangan melalui media elektronik 1. Pengertian Perdagangan Elektronik

Salah satu bentuk yang menandai era modern ialah aktivitas manusia yang menggunakan sistem digital. Cara tersebut merupakan tujuan untuk kehidupan yang lebih praktis dan efisiensi. Demikian juga dalam perkembangan bisnis. Aktivitas ekonomi ini selalu mengikuti perkembangan teknologi, yang salah satunya adalah perdagangan melalui media elektronik atau e-commerce. Pada awalnya perdagangan elektronik bergerak dalam bidang retail seperti perdagangan Compact Disk atau buku lewat situs dalam World Wide Web (WWW). Namun, saat ini perdagangan elektronik sudah melangkah jauh menjangkau aktivitas-aktivitas di bidang perbankan dan jasa asuransi yang meliputi antara lain account inquiries, loan transaction, dan sebagainya. Adanya perkembangan aktivitas tersebut membuat pengertian perdagangan elektronik menjadi beragam. Hal ini disebabkan karena hampir setiap saat muncul bentuk baru dari perdagangan elektronik, sehingga


(46)

menjadi salah satu aktivitas cyberspace yang berkembang sangat pesat dan agresif.

Istilah perdagangan elektronik sering disamakan dengan bisnis elektronik. Namun, menurut pengematan, istilah perdagangan elektronik masih belum ada suatu pendefinisian yang baku. Dalam sudut pandang keilmuan, suatu pendefinisian terhadap suatu istilah diharapkan dapat secara jelas memberikan suatu batasan ataupun lingkup pengertian yang tepat, dan mampu menguraikan semua komponen-komponen yang semestinya harus ada sehubungan dengan keberadaan istilah itu sendiri. Sedangkan dalam prakteknya, berdasarkan beberapa konsep definisi yang dibicarakan oleh para ahli dan praktisi teknologi informasi dewasa ini, terdapat beberapa pembedaan yang dapat dijadikan sebagai suatu rujukan. Definisi transaksi elektronik sangat beragam, tergantung pada prespektif yang memanfaatkannya. Association for Elektronic Commerce secara sederhana mendefinisikan transaksi elektronik sebagai mekanisme bisnis secara elektronis. Di dalam transaksi elektronik terjadi proses pembelian dan penjualan jasa atau produk antara dua belah pihak melalui internet atau pertukaran dan distribusi informasi antara dua pihak di dalam satu perusahaan dengan menggunakan internet.

Definisi transaksi elektronik menurut Richardus Eko Indrajit adalah Suatu jenis dan mekanisme bisnis secara elektronik yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai


(47)

medium pertukaran barang atau jasa baik di antara dua buah instalasi maupun antar institusi dan konsumen langsung.49 Kalangan akademisi juga sepakat mendefinisikan transaksi elektronik sebagai salah satu cara memperbaiki kinerja dan mekanisme pertukaran barang dan jasa, informasi dan pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi berbasis jaringan peralatan digital. Perdagangan elektronik pada dasarnya adalah merupakan suatu kontrak transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet, jadi proses pemesanan barang, pembayaran transaksi hingga pengiriman barang dikomunikasikan melalui internet.50

Dalam buku Mariam Darus Badrulzaman, menurut Julian Ding, e-commerce adalah transaksi dagang antara penjual dengan pembeli untuk menyediakan barang/jasa atau mengambil alih hak. Kontrak ini dilakukan dengan media elektronik dimana para pihak tidak hadir secara fisik. Medium ini terdapat dalam jaringan umum dengan sistem terbuka pada internet. Transaksi ini terjadi terlepas dari batas wilayah dan syarat nasional.51 Menurut Makarim, seorang praktisi hukum dan komunikasi telah mengumpulkan beberapa difinisi perdagangan elektronik dari beberapa ahli, yaitu :

“Electronic Commerce can be defined as commercial activities conducted throught an exchange of information generated, stored, or

49

Richardus Eko Indrajit, E-commerce, Kiat dan Strategi Bisnis di Dunia Maya, (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2001), hal 8

50

Muhammad Aulia Adnan, http://www.majalahtrust.com, diakses 16 Agustus 2009. Op.cit.

51


(48)

communicated by elektronical, optical or analogues means, including EDI, e-mail and so forth.”

“Electronic Commerce may be defined as the entire set of process that support commercial activities on a network and involve information analysis.”

“Electronic Commerce is a multidisciplinary field that include technical areas such as networking and telecommunication security and storage and retrieval of multimedia bussines areas such as marketing, procurement and purchasing, billing and payment and supply chain management and legal aspects such as information privacy, inttelectual property, taxation, contractual and legal settlements.”

“The technologies of electronic commerce are flexible and rich with capabilities. They are rapidly growing in diversity and popularity. A wealth of techniques are available for imposing control and security over electronic messages, and in many cases electronic messages can be under much better control than their paper counterparts. Still absolute control and security are impractical.”

“Electronic commerce is a hotbed of creativity. New ideas and applications come to market on a daily basis. The flexibility of the technology and the resourcefulness of the people implementing it should not be underestimate. The is always more than one or two ways

to achieve any particular information goal.”52

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan elektronik adalah lingkup perdagangan yang dilakukan secara elektronik adalah lingkup perdagangan via internet (internet commerce), dan perdagangan dengan fasilitas perdagangan melalui web (web commerce), dan perdagangan dengan sistem pertukaran data terstruktur secara elektronik

52

Edmon Makarim, Kerangka Hukum Untuk Kebijaksanaan dan Pengaturan Sektor Jasa

Telekomunikasi Untuk Transaksi Perdagangan Secara Elektronik, http://www.unbor.com, diakses


(49)

(Electronic Data Interchange). Penggunaan data elektronik dari pengertian diatas tentu sebagai sarana untuk mendukung perdagangan elektronik. Beragamnya fasilitas perdagangan elektronik akan membawa kemudahan bagi semua penggunanya, khususnya bagi pelaku usaha dan konsumen. Adapun manfaat penggunaan perdagangan elektronik bagi pelaku usaha adalah dapat digunakan sebagai lahan untuk menciptakan pendapatan yang tidak dapat diperoleh melalui cara konvensional, menurunkan biaya operasional dan memperpendek perputaran produk, melebarkan jangkauan, waktu operasional yang tidak terbatas, pelayanan ke pelanggan akan lebih baik karena dapat dilakukan secara langsung53. Sedangkan keuntungan bagi konsumen adalah dapat melakukan home shopping, mudah dilakukan, adanya pilihan yang banyak, waktu yang tidak terbatas.

Transaksi Elektronik atau e-commerce digunakan sebagai transaksi bisnis antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, antara pengusaha dengan pelanggan (costumer), atau antara perusahaan dengan institusi yang bergerak dalam pelayanan publik. Jika diklasifikasikan, maka sistem e-commerce yang bergerak dalam pelayanan publik. Jika diklasifikasikan, maka sistem e-commerce terbagi menjadi tiga tipe aplikasi, yaitu :

53


(50)

a. Electronic Markets (EMs)

EMs adalah suatu sarana yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk melakukan penyajian/penawaran dalam sebuah segmen pasar, sehingga pembeli dapat membandingkan berbagai macam harga yang ditawarkan. Dalam pengertian lain, EMs adalah sebuah sistem informasi antara organisasi yang menyediakan fasilitas-fasilitas bagi para penjual dan pembeli untuk bertukar informasi tentang harga dan produk yang ditawarkan. Keuntungan fasilitas EMs bagi pelanggan adalah terlihat lebih nyata dan efisien dalam hal waktu. Bagi penjual dapat mendistribusikan informasi mengenai produk dan service yang ditawarkan dengan lebih cepat sehingga dapat menarik pelanggan lebih banyak.54

b. Electronic Data Interchange

EDI adalah pertukaran secara elektronik dokumen bisnis dalam sebuah standar, pemrosesan lewat komputer yang secara umum diterima formatnya diantara patner dagang.55 EDI adalah sarana untuk mengefisienkan pertukaran data transaksi-transaksi reguler yang berulang dalam jumlah besar antara organisasi-organisasi komersial. Secara formal EDI didefinisikan oleh International Data Exchange Association (IDEA) sebagai transfer data terstruktur dengan format

54

Nofie Iman, Mengenal E-commerce, www.nofieiman.com, diakses 1 Desember 2009

55

Kamlesh K Bajaj dan Debjani Nag, E-commerce Revolusi Baru Dunia Bisnis, (Surabaya : Akana Press, 2000), hal 125


(51)

standar yang telah disetujui yang dilakukan dengan satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan media elektronik. EDI sangat luas penggunaannya, biasanya digunakan oleh kelompok retail yang besar ketika melakukan bisnis dagang dengan para supplier mereka. EDI menggunakan standarisasi pengkodean transaksi perdagangan, sehingga organisasi komersial tersebut dapat berkomunikasi secara langsung dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain tanpa memerlukan hardcopy, faktur, serta terhindar dari penundaan, kesalahan yang tidak disengaja dalam penanganan berkas dan intervensi dari manusia. Keuntungan dalam menggunakan EDI adalah waktu pemesanan yang singkat, mengurangi kesalahan, memperoleh respon yang cepat, pengiriman faktur yang cepat dan akurat serta pembayaran dapat dilakukan secara elektronik.

Internet Commerce adalah penggunaan internet yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk perdagangan. Kegiatan komersial ini seperti iklan dalam penjualan produk dan jasa. Transaksi yang dapat dilakukan di internet antara lain pemesanan/pembelian barang dimana bartang akan dikirim melalui pos atau sarana lain setelah uang ditransfer ke rekening penjual. Penggunaan internet sebagai media pemasaran dan saluran penjualan terbukti mempunyai keuntungan anatara lain untuk beberapa produk tertentu lebih sesuai ditawarkan melalui internet, harga lebih murah mengingat dengan


(52)

membuat situs di internet lebih murah biayanya dibandingkan dengan membuka outlet retail diberbagai tempat, internet merupakan media promosi perusahaan dan produk yang paling tepat dengan harga yang relatif lebih murah, serta pembelian melalui internet akan diikuti dengan layanan pengantaer barang sampai di tempat pemesan.56

2. Jenis-jenis Perdagangan Melalui Media Elektronik

Seperti transaksi konvensional, perdagangan melalui media elektronik dapat dikelompokkan menjadi :

1. Perdagangan antara pelaku bisnis dengan pelaku bisnis (Business to business).

Transaksi Business to Business merupakan transaksi yang dilakukan secara online antar pelaku usaha, ataupun juga antara pelaku usaha dan konsumen antara. Adapun karakteristik transaksi tersebut adalah trading partners yang telah mempunyai hubungan yang cukup lama, pertukaran data yang dilakukan secara berulang-ulang, salah satu pelaku usaha tidak harus menunggu partners lainnya untuk mengirim data, serta menggunakan model fear to fear atau pendistribusian

processing intelegence pada kedua pelaku usaha57 model transaksi ini

banyak digunakan sekarang. Hal ini meliputi Inter Organizational

56

Nofie Iman, www.nofieiman.com, diakses 1 Desember 2009, Op.cit

57


(53)

System (IOS), yaitu transaksi dengan segera dari transaksi pasar elektronik antar organisasi. Business to business merupakan transaksi yang terjadi antar perusahaan, dalam hal ini baik pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan perseorangan. Biasanya transaksi ini dilakukan karena mereka telah saling mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk menjalin kerjasama antara perusahaan itu.

2. Perdagangan antar pelaku bisnis dengan konsumen akhir (Business to costumer).

Transaksi Business to costumer merupakan transaksi antara pelaku usaha dengan konsumen akhir. Transaksi ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan transaksi Business to business, yaitu service yang dilakukan terbuka untuk umum serta transaksi ini dilakukan berdasarkan permintaan konsumen. Transaksi retail dengan pembelanjaan individu.

3. Costumer to costumer.

Dalam katagori ini konsumen menjual langsung untuk konsumen. Costumer to costumer merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu dengan individu yang akan saling menjual barang.

4. Costumer to business

Katagori ini meliputi individu yang menjual produk atau jasa untuk organisasi. Costumer to business merupakan transaksi jual beli yang


(54)

terjadi antara individu sebagai penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya.

5. Nonbusiness e-commerce

Meningkatkan sejumlah lembaga non bisnis, seperti lembaga akademi, organisasi non profit, organisasi keagamaan, organisasi sosial dan lembaga pemerintahan menggunakan bentuk e-commerce akan mengurangi pembiayaan mereka atau memperbaiki operasional mereka dan pelayanannya.

6. Costumer to goverment

Merupakan transaksi jual beli yang dilakukan antara individu dengan pemerintah, misalnya dalam pembayaran pajak.

Dari keenam model transaksi e-commerce, dalam prakteknya yang banyak dipakai oleh konsumen saat ini adalah model pertama dan kedua yaitu model business to business dan business to customer58.

Bussines to business e-commerce mempunyai karakteristik, yaitu :

1. Trading Partners yang saling mengetahui dan antara mereka sudah

terjalin hubungan yang berlangsung cukup lama. Pertukaran informasi hanya berlangsung diantara mereka dan karena sudah sangat mengenal, maka pertukaran informasi tersebut dilakukan atas dasar kebutuhan dan kepercayaan.

58


(55)

2. Pertukaran data dilakukan secara berulang-ulang dan berskala dengan format data yang telah disepakati. Jadi service yang digunakan antara kedua sistem tersebut sama dan menggunakan standar yang sama. 3. Salah satu pelaku tidak harus menunggu partner mereka lainnya untuk

mengirim data.

4. Model yang umum digunakan adalah fear to fear, dimana processing intelegence dapat didistribusikan di kedua belah pihak.

Karakteristik business to customer e-commerce, adalah :

1. Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan secara umum pula.

2. Service yang dilakukan juga bersifat umum sehingga mekanismenya

dapat digunakan oleh orang banyak. Contohnya karena sistem web sudah umum dikalangan masyarakat, maka sistem yang digunakan adalah sistem web pula.

3. Service yang diberikan berdasarkan permintaan di mana konsumen

berinisiatif sedangkan prosedur harus siap memberikan respon terhadap inisiatif konsumen.

4. Sering dilakukan pendekatan client server, yang mana konsumen di pihak klien menggunakan sistem yang minimal (berbasis web) dan pihak penyedia barang atau jasa (business procedure) berada pada pihak server59.

59


(56)

3. Asas-asas dalam Perdagangan melalui Media Elektronik

Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan bahwa sebagai subsistem dari perjanjian, e-commerce memiliki asas-asas yang sama dengan hukum perjanjian konvensional, ditambah asas yurisdiksi dalam ruang maya, asas pengamanan, asas standard contract, asas electronic, asas domine60, asas kuasa, asas penyerahan61. Berdasarkan pasal 3 UU ITE yang menyatakan : pemanfaatan Teknologi Informasi dan transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi62.

Paul Scholten menguraikan definisi asas hukum sebagai berikut : Pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.

60

Domine name dalam internet secara sederhana dapat diumpamakan seperti nomor telepon pada sebuah alamat, contoh domine name untuk universitas : Monash University Law School, Australia law monash.edu.au

61

H. Man S. Sastrawidjaja, Bunga Rampai Hukum Dagang, (Bandung : Alumni, 2005), hal 175.

62

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, pasal 3, asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan luar pengadilan. Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan teknologi Informasi dan transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung prosesberinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Asas kehati-hatian berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya sendiri maupun pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Asas itikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak tersebut. Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan teknologi informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentusehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.


(57)

Menurut Satjipto Raharjo, asas hukum dapat diartikan sebagai suatu hal yang dianggap bagi masyarakat yang bersangkutan sebagai basic truth atau kebenaran asasi, sebab melalui asas-asas hukum itulah pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk ke dalam hukum. Dengan demikian asas hukum menjadi semacam sumber untuk menghidupi asas hukumnya dengan nilai-nilai etis, moral dan sosial masyarakat. Asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan-peraturan hukum pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut.63

4. Ciri-ciri Perdagangan melalui Media elektronik

Ciri ciri dari perdagangan yang dilakukan melalui media elektronik adalah :

1. Cara Komunikasi

Kedua belah pihak harus memperhatikan bahwa situs untuk memberikan informasi untuk hal yang tidak pantas (ilegal). Dalam kebanyakan perjanjian dengan internet service provider atau di dalam perjanjian standar terdapat klausul bagi klien untuk tidak menggunakan situs yang melanggar ketertiban umum, pelanggaran terhadap karya-karya yang dilindungi undang-undang hak milik

63

Johannes Ibrahim dan Lindawaty, Hukum Bisnis Dalam Presepsi Manusia Modern, (Bandung : Refika Aditama, 2004), hal 50


(58)

intelektual, mengadakan pengumuman yang menyesatkan, menyebarkan dokumen yang terlarang, bertindak melawan peraturan internasional yang terkait.

2. Garansi dan vrijwaring

Bahwa di dalam kontrak tersebut harus dinyatakan jaminan yang harus dibuat oleh pengembang website atau hasil karya yang dibuat yang harus bebas dari unsur penjiplakan, memperhatikan hak intelektual dan tidak melanggar ketentuan hukum yang ada.

3. Biaya

Para pihak dapat mengadakan kesepakatan bahwa kewajiban untuk membayar ganti rugi dilakukan dengan pembagian resiko (risk sharing)

4. Pembayaran

Mengenai harga dan cara pembayaran apakah pembayaran sekaligus, kredit, ataupun berdasarkan jumlah tertentu dari tugas yang telah diselesaikan.

5. Kerahasiaan

Dalam hal ini perlu dibuat untuk memastikan agar pengembangan terikat untuk menjaga segala kerahasiaan informasi yang terdapat di dalam kontrak/perjanjian.


(1)

141

3. Lembaga penyelesaian sengketa, seperti lembaga BPSK sebaiknya perlu diupayakan secara lebih sederhana lagi, murah dan cepat agar hak-hak konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik dapat terjaga dan terpenuhi dengan baik, karena dalam masyarakat terlihat konsumen yang dirugikan masih merasa lembaga ini belum sesederhana yang mereka inginkan, karena konsumen mengira lembaga arbitrase ini akan sangat rumit sehingga diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama mensosialisasikan peran lembaga penyelesaian sengketa ini agar dapat tercipta penegakan hukum dalam masyarakat mengenai perdagangan elektronik. Jika terjadi sengketa atau konflik antara pelaku usaha dan konsumen maka dapat ditempuh cara penyelesaian sengketa melalui pengadilan ataupun diluar pengadilan (non litigasi), dengan jalan non litigasi yaitu lembaga BPSK dapat berupa mediasi dan arbitrase, dalam perdagangan elektronik dapat dipilih lembaga arbitrase cyber dalam proses penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.


(2)

Badrulzaman, Mariam Darus dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001.

---, Perlindungan Terhadap Konsumen dilihat dari

sudut Perjanjian baku, Bandung, Bina Cipta, 1986.

---, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 2005. Bajaj, Kamlesh K dan Debjani Nag, E-Commerce Revolusi Baru Dunia Bisnis,

Surabaya, Akana Press, 2000

Barkatullah, Abdul Halim, dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce Studi Sistem

Keamanan Dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.

Cahn, Edmond, Law in The Consumer Persfective, University Law Review, 1963. Endeshaw, Assafa, Hukum e-commerce dan Internet Dengan Fokus di Asia pasifik,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007.

Fuady, Munir, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2001.

H. S, Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, 2003.

---, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Reserch, Yogyakarta, Andi Offset, 1986.

Ibrahim, Jhonny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Bayumedia, 2005.

Indrajit, Richardus Eko, E-Commerce, Jakarta, Elex Media Komputindo, 2001 Judhariksawan, Pengantar Hukum Telematika, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004.


(3)

143

Kamello, Tan, Butir-butir Pemikiran Hukum Guru Besar Dari Masa ke Masa, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003.

Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif), Bandung, Nusamedia, 2006

Makarim, Edmon, Himpunan Peraturan perundang-undangan Telematika, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005.

---, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Mansur, Dikdik M. Arief, Cyber Law, Aspek Hukum Tekhnologi Informasi, Jakarta, Refika Aditama, 2005.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2006.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Naja, H.R. Daeng, Contract Drafting, Bandung, Citra Aditya bakti, 2006.

Nasution, A. Z, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, Jakarta, CV. Triarga Utama, 2002.

---, Konsumen dan Hukum, Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada

Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar harapan, 1995.

Ramli, M. Ahmad, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2004.

Sastrawidjaja, H.Man, Bunga Rampai Hukum Dagang, Bandung, Alumni, 2005 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, PT. Grasindo, 2000. Shopie, Yusuf, Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana Korporasi, Jakarta,


(4)

Siburian, Paulinus, Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan

Secara Elektronik), Jakarta, Djambatan, 2004.

Sitompul, Asri, Hukum Pengenalan Masalah Hukum di Cyberspace, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001.

---, Hukum Internet, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001. Soenandar, Taryana, Prinsip Unidroid sebagai Hukum Kontrak dan Penyelesaian

Sengketa Bisnis Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004.

Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Baktu, 1995

Suherman, Ade Maman, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002.

Toar, M. Agnes, Uraian Singkat Tentang Arbitrase Dagang di Indonesia, Jakarta, Ghalia, 1995

Wahyuni, Endang Sri, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya dengan

Perlindungan Konsumen, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2003.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Garafika, 1996

B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.


(5)

145

C. Artikel, Jurnal Hukum, Surat kabar dan Situs Internet

Ari, Juliano Gema, Digital signature, www.scribd.com, 25 September 2008.

Brotosusilo, Agus, Prinsip Keadilan dalam Perlindungan Konsumen, www.kompasiana.com, 29 januari 2010

Cai, Jun, Keabsahan Kontrak Elektronik, Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2002

Hariadi, Nugroho, Aspek Hukum Perdata dalam Kontrak Dagang Elektronik, www.majalahtrust.com, 18 desember 2007.

Harifiyadi, Teguh, Perlindungan Konsumen dalam e-commerce, teguhharifiyadi.blogspot.com, 5 Maret 2010.

Kelsen, Hans, Penegakan Hukum menurut Teori hukum alam, www.solusihukum.com, 14 oktober 2009

Kunner, Cristhoper, Artikel Elektronik Commerce, 2000

Liaw, David, E-commerce : Hambatan dan Peluang, www.accountingcommunity.blogspot.com, 2008

---, E-commerce dan Permasalahannya, www.accountingcommunity.blogspot.com, 2008

Magfirah, Ester Dwi, Perlindungan Konsumen dalam E-commerce, www.wordpress.com, 25 Februari 2007.

Manan, Bagir, Penelitian di Bidang Hukum, jurnal hukum Puslitbangkum, Bandung, Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Purbo, Onno W, e-commerce, 2004, www.sentralweb.com, September 2009

Raharjo, Budi, Hambatan dan Peluang E-commerce, www.google.co.id, September 2009.

---, perkembangan E-commerce, 2000, www.google.co.id, September 2009.


(6)

Sirait, Ningrum Natasya, Intisari Perkuliahan Penyelesaian Sengketa Diluar

Pengadilan Atau Non Litigasi, pada Universitas Sumatera Utara, 2008.

---, Intisari Perkuliahan Aspek Hukum Perjanjian Kontrak

Perjanjian Arbitrase, Universitas Sumatera Utara, 2008.

www.myindo.com, Electonic Commerce (e-commerce), 12 Agustus 2009. www.wikipedia.com, Perdagangan Elektronik, 12 Agustus 2009.

www. hukumpositif.com, Sengketa Perdagangan Elektronik, 5 Maret 2010

www.unikom.ac.id, Tinjauan HukumMengenai Perbuatan Melawan Hukum Dalam

Transaksi melalui Internet, 28 Desember 2009

Zahab, Balian, 2009, Ketentuan Hukum dan kejahatan e-commerce, www.ubb.ac.id, September 2009.