ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) MELALUI MEDIA FACEBOOK

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) MELALUI MEDIA FACEBOOK

Oleh

WAHYU FEBRI JUMAKA

Masalah perdagangan perempuan dan anak atau dikenal dengan istilah human trafficking akhir-akhir ini muncul menjadi suatu masalah yang banyak diperdebatkan baik ditingkat regional maupun global dan dikatakan sebagai bentuk perbudakan masakini serta melanggar HAM. Sebenarnya perdagangan manusia bukanlah hal yang baru, namun beberapa tahun belakangan ini masalah ini nuncul kepermukaan dan menjadi perhatian pemerintah Indonesia namun mejadi masalah transnasional. Perdagangan manusia merupakan bagian kelam bangsa Indonesia artinya persoalan trafficking manusia adalah realitas yang tidak mungkin dapat dipungkiri. Namun demikian, persoalan trafficking belum mendapat perhatian yang memadai untuk diatasi, hal ini sering menjadi sensualitas pemberitaan di media massa yang berusaha untuk menarik perhatian pihak-pihak yang berwenang. Kemudian ketika kasus ini ke pengadilan, pelaku sering mendapat ganjaran hukuman ringan, sementara pelaku intelektualnya tidak tersentuh oleh aparat penegak hukum.maka dari itu permasalahan yang di angkat di skripsi ini adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook, dan apakah faktor-faktor penghambat penegakkan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (Trafficking) melalui media facebook.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Adapun sumber data yang diperoleh yaitu dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Responden dalam penelitian adalah, Penyidik pada Poltabes Bandar Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang serta Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan cara menguraikan


(2)

Wahyu Febri Jumaka

data dalam kalimat-kalimat yang disusun secara sistematis sehingga akan memudahkan dalam melakukan suatu penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan Penegakan hukum pidana terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook berjalan maksimal. Dalam konsep penegakan hukum yang mengacu pada tiga basis yaitu faktor Undang-Undang, aparat penegak hukum, dan masyarakat merupakan elemen penting agar sistem peradilan pidana dapat berjalan. Penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook dilakukan dengan menerapkan sanksi pidana yang tegas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang pemberantasan tindak pidana orang, adapun faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook yaitu faktor Undang-Undang, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor budaya atau culture namun factor penghambat tersebut cenderung pada kelemahan penegak hukumnya atau faktor penegak hukum.

Berdasarkan kesimpulan yang di uraikan di ajukan saran sebagai berikut : (1)Diharapkan perlu adanya sikap dan tindakan yang pro-aktif dari aparat penegak hukum, khususnya dari aparat kepolisian dan lembaga pendidikan serta keagamaan baik, disamping penerapan sanksi hukum dalam penanggulangan kejahatan diperlukan juga penyuluhan-penyuluhan serta pengawasan intensif dari lembaga diluar lembaga penegak hukum, karena dalam upaya penanggulangan kejahatan tidak selamanya upaya penal memberikan efek jera pada pelaku, tetapi perlu juga upaya non penal. Sikap preventif dari aparat kepolisian juga harus ditingkatkan karena apabila upaya represif saja yang diutamakan maka kemungkinan lembaga pemasyarakatan akan dipenuhi oleh narapidana dan menambah pekerjaan dan beban pemerintah. (2) di harapkan sikap yang tegas dan cepat dalam mengusut dan mengadili pelaku perdagangan anak traffcking melalui media facebook dengan memaksimalkan penegakan hukum pidana secara represif.


(3)

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) MELALUI MEDIA FACEBOOK

(Skripsi)

Oleh

WAHYU FEBRI JUMAKA 0612011061

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(4)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoretis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 11

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum ... 13

B. Pengertian Hukum Pidana, Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana ... 29

C. Pengertian Anak ... ...36

D. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Perdagangan Anak (Trafficking)... ... ...40

E. Pengertian Media Facebook ... ... 45

DAFTAR PUSTAKA III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ……… ... ……….…….46

B. Sumber dan Jenis Data ……… ... ….………….47

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 49

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 50

E. Analisis Data ... ….51 DAFTAR PUSTAKA


(5)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden……… ... ……….52 B. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Perdagangan Anak (Trafficking)

Melalui Media Facebook……… ...………...…53

C. Faktor-Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap

Pelaku (Trafficking) melalui media fcebook ………… ...……..…………..67

DAFTAR PUSTAKA

V. PENUTUP

A. Kesimpulan……… ... ……….72 B. Saran……… ... ……….……...………73


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu selatan pada Tanggal 26 februari 1988 sebagai anak ke-1 dari 3 bersaudara dari pasangan abd Karim yahya S.E dan Surmaniarti

Riwayat Pendidikan penulis dimulai di Taman Kanak-Kanak pesantren mariafan manna bengkulu selatan, Pendidikan Dasar di SD N 5 bengkulu selatan, Sekolah menengah pertama di selesaikan di SMP 2 kota manna bengkulu selatan pada tahun 2003 dan penulis juga sempat bersekolah di Pon pes Islam Al – mukmin ngruki solo sukoharjo surakarta selama 1 tahun dan kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 2 kota manna bengkulu selatan dan selesai pada tahun 2006.

Pada Tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur (PKAB) dan pada Tahun 2008 penulis melaksanakan program Magang Praktik Kerja Lapangan Hukum (PKLH) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) lampung. dalam pengalaman berorganisasi penulis aktif di berbagai di berbagai HIMA danUKMF seperti Persatuan mahasiswa hukum untuk seni (Persikusi) 2006, pernah menjabat sebagai staf seni BEM fakultas hukum unila periode 2007 dan sebagai Ketua Divisi Internal Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas lampung 2008.Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Pidana periode 2007-2008 sebagai anggota dan menjabat sebagai ketua umum Hima Pidana periode 2009-2010.


(7)

Dengan rasa syukur kepada Tuhan ALLAH s.w.t

Kupersembahkan karya ini untuk

Ayahku dan Ibuku tercinta atas segala kasih sayang

Dan doa yang tiada henti untuk keberhasilanku ini,

Dan Adik - adik Ku tersayang yang telah banyak memberi semangat,

Dan Untuk teman-temanku yang kukasihi

Yang telah mengisi hari-hari dengan canda dan tawa,


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perlindungan, berkat dan anugerah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Skripsi dengan judul “Analisis Penegakkan Hukumj Terhadap Pelaku Perdagangan Anak (trafficking) Melalui Media facebook”adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang setulus dan sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah berperan dalam studi dan proses penyusunan skripsi saya ini, khususnya kepada:

1. Bapak Hi. Adius Semenguk, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Unila 2. Ibu Diah Gustiniati Maulani S.H., M.H.., Ketua Jurusan Hukum

Pidana Unila dan juga selaku pembimbing I.

3. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., Sekretaris Jurusan Hukum Pidana Unila

4. Bapak Heni Siswanto, S.H, M.H., sebagai Pembimbing II yang telah yang telah memberikan saran dan masukan serta petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

5. Bapak Shafruddin., S.H,. M.H., selaku pembahas I yang yang telah memberikan saran dan masukan serta petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(9)

6. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., sebagai Pembahas II yang telah membahas dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

7. Dosen-dosen dan Karyawan di Fakultas Hukum Unila pada umumnya dan di Jurusan Hukum Pidana pada khususnya mbak Dian,mbak sri yg dengan ikhlas membantu penulis dalam proses administrasi di hukum pidana.

8. Responden-responden penulis Itong Isnaeni Hidayat, S.H., M.H., Hakim Anak pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Supriyanti, S.H Jaksa pada Kejaksaan Republik Indonesia Bandar Lampung, Aiptu Siti Rohana Aparat Kepolisian Resot Kota Bandar Lampung.

9. Orang-orang yang menjadi semangat dan panutan dalam hidupku, yang tercinta orang tuaku Ayah (A.b.d Karim Yahya) dan ibu (Surmaniarti) yang telah berusaha keras mengasuh dengan penuh kasih sayang, mendidik dengan sabar serta mendukung dan selalu mendampingi di setiap langkahku dengan sabar.

10.Adikku tercinta Kharoling karim dan Rima Karim yang selalu membuatku kuat di kala ku terpuruk, pesan dank cuman sikuak, sekulah iluak – iluak setinggi – tinggiau minimal S1 mpai baliak modal itu katau bapak, sarau ukan alasan nggup sekul jalanau la adau.okeee.

11.Kakakku, dr.Aswan Jhonet (dank aan) beserta istri Yuslinawati (mbak lina) yang selalu memberiku semangat terutama dalam hal transportasi (pinjaman mobil) demi kelancaran dalam penyelesaian skripsi ini.

12.keluarga besar A.Wanir, datuk ibul, bak dank dan mak dank aan, pakwau dan mak wau lia, cik tengah dan om, paman serta bibik - bibiku tercinta, kakak dan adik – adik sepupuku wa lia, inga vivi, wa selvi selamat honeymoon wa, abang Acep cepat nyusul wisuda bang, dika astaga, atang Bima,Wa Olga, wa Yola, mbak Mala, pokokkau gegalauau yang ndiak tesebut jangan ngutak au ndiak cukup


(10)

kertasni amau ndak di tulis galau saking besak keluarga kitauni, kelau kitau mbuat sughang O.K.

13.Keluarga besar alm.Yahya,tamang dan bini ku dari dusun kaur,anak mila dan anak er, anak Sidah dan Bucik Tia.wo,inga meli adek febri, Albar, adek Eka, Adek Figur,dank Fandi, Wo Era, Sep, jagei ading kuti Yan awu serta sanak family di kaur kakak – kakak dan adik- adik sepupuku yang tak bisa ku sebutkan satu persatu, walaupun kite jarang betemu dank yun tetaplah dank yun de kebeghubah dan selalu sayang kalian semua.

14.Keponakan ku adek Zahra yang selalu memberiku kekuatan di saat om wahyu mu ini lagi pening,buntu dan suntuk amau la nginak tawauautu lengit galau asauau,cepat besak dan pintar awu nak,ngku jadi dokter luak papa kamu Amin. 15.Sahabatku di saat suka maupun duka (Akzha Yunadi S.T,alias Asenx, Brigadir

Fitro Sayusi,Dewa PB, Sani, bnyak – banyak minum san ngku ndiak mbatu agi kemiahtu,amau kenai agi aku ndiak diau agi di lampung, Asti, adex Mike, Noura, Bunga, linda cuiiii, Fomi dll..dank yoen sayang kalian semua, Novotel berangkaattt, Bali Im commiiinnnxx...

16.Teman – temanku di HMI ketum Alian, Angga, bayu, dinda – dinda 07, 08, 09, Diandra, Upil, Gubernur BEM Yanu, Kamil, ike dan kanda – kanda bang ronal,bang yoni, bang negra, bang fajar semuanya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu YAKUSA.

17.Kepada Bang simon Ginting, Japrianto manulu, Jono Parulian Sitorus S.H, Jonsar Siadari S.H. Febri, mas Aji, Gatra, Andre, Erlangga dan semuanya deh pokoknya terima kasih banyak selama ini telah membantu dan mau berteman dengan ku.


(11)

18.Teman – teman KNC sejati heee..bang Inal, bang Baji, bang Andi, bang Reza boss,diskon dunk bengkelnya, bang gatam yg selalu benerin si blacky ku kapan kita buat KNC tandingan ajak- ajak wahyu yah abangku.

19.Teman-teman kost makasih ya atas canda tawanya.

20.Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan sehingga penulis dapat menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif. Penulis berharap skripsi ini, semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Terima Kasih.

Bandar Lampung, 18 November 2010 Penulis,


(12)

MOTTO

”Sesungguhnya kalau segala sesuatu yang di

perintahkan ALLAH s.w.t kepada kita semuanya

mengandung manfaat yang berlimpah tapi kadang

manusia tidak mengetahuinya karena keterbatasan

ilmu yang di miliki...”

Maka dari itu ALLAH memuliakan orang

orang


(13)

Judul Skripsi : ANALISI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERDAGANGAN ANAK

(TRAFFICKING) MELALUI MEDIA FACEBOOK Nama Mahasiswa : Wahyu Febri Jumaka

Nomor Pokok Mahasiswa : 0612011061

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati, S.H., M.H Heni Siswanto, S.H., M.H NIP 19631217 198803 2 003 NIP19650204 199003 1 004

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H NIP 19620817 198703 2 003


(14)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ………….

Sekertaris/Anggota : Heni Siswanto, S.H., M.H. …………..

Penguji Utama : Shafruddin, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Hi. Adius Semenguk, S.H., M.S NIP 19560901 198103 1 003


(15)

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) MELALUI MEDIA FACEBOOK

Oleh

WAHYU FEBRI JUMAKA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung

Andrisman, Tri.2007. Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia) Penerbit Universitas Lampung, Bandarlampung

Moeljatno.1983. Asas – asas Hukum Pidana. Jakarta. Bumi Aksara

Poernomo, Bambang.1993. Pola Dasar Teori- Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta, Liberty.

Prodjodikoro, Wirjono.2008, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Penerbit Reflika Aditama

Siswantoro Sunarso,2004. Penegakkan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum Jakarta, Raja Grafindo Persada

Soekanto, Soerjono.1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. Wojowasito.1995. Kamus Bahasa Indonesia. Shinta Darma, Bandung Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Undang-Undang No. 1 tahun1946)

Undang-Undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. Jakarta


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri.2007. Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia) Penerbit Universitas Lampung, Bandarlampung

Hamzah,Andi.1987.Pornografi Dalam Hukum Pidana, Suatu StudiPerbandingan, Jakarta: CV Bina Mulia.

Lawrence M. Friedman.2001. American Law An Introduction Second Edition. Jakarta, Tatanusa.

Moeljatno.1983. Asas – asas Hukum Pidana. Jakarta. Bumi Aksara

Poernomo, Bambang.1993. Pola Dasar Teori- Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta, Liberty.

Prodjodikoro, Wirjono.2008, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Penerbit Reflika Aditama

Rahardjo, Satjipto. tanpa tahun. Masalah Penegakan Hukum. Bandung, Sinar Baru

Siswantoro Sunarso.2004 Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soekanto, Soerjoono.1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum. Jakarta, Rajawali

Wojowasito.1995. Kamus Bahasa Indonesia. Shinta Darma, Bandung Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Undang-Undang No. 8 tahun 1981) Undang-Undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang

Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

www.google.com diakses tanggal 18 Oktober 2010 www.hukumonline.com diakses tanggal 19 Oktober 2010


(18)

DAFTAR PUSTAKA

Husin, Sanusi. 1991. Penuntun Praktis Penulisan Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Marzuki, Peter Mahmud.2008. Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia, Press. Jakarta.

Universitas Lampung. 2006. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Lampung University Press. Bandar Lampung


(19)

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi.2004. KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta.

Hamdan, M. 1997. Politik Hukum Pidana. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Nawawi Arif,Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Marpaung, Leden.1992. Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara kesatuan Republik Inadonesia merupakan salah satu Negara berkembangan dari sekian banyak Negara di dunia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berperan penting dalam mempengaruhi pembangunan nasional demi kemajuan suatu bangsa. Kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian dari kemajuan suatu pembangunan nasional yang saat ini semakin berkembang dengan pesat, hal tersebut juga telah membawa perkembangan yang signifikan terhadap dunia teknologi informasi.

Kemajuan teknologi informasi ini dapat kita lihat dengan banyaknya perkembangan dunia cyber namun kemajuan di bidang teknologi informasi ini memiliki banyak dampak. Bagaikan pisau yang memiliki dua sisi mata, apabila digunakan untuk kebaikan maka akan berdampak positif dan apabila disalah gunakan maka akan berdampak buruk tergantung penggunaannya begitu juga dengan teknologi

Paradigma dalam bidang penegakan hokum memandang bahwa pertumbuhan tingkat kejahatan dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuna dan teknologi sebagai suatu hubungan yang positif atau berbanding searah, yaitu bahwa suatu kejahatan akan selalu berkembang sejalan dengan kemajuan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu kejahatan yang berkembang


(21)

2

seiring dengan kemajuan teknologi yaitu kejahatan perdagangan anak (trafficking) melalui facebook. Penyalahgunaan media teknologi informasi ini untuk kejahatan eksploitasi diatur dalam Pasal 27 ayat 1 dan 52 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik.

Masalah perdagangan perempuan dan atau dikenal dengan istilah human trafficking akhir-akhir ini muncul menjadi suatu masalah yang banyak diperdebatkan baik ditingkat regional maupun global dan dikatakan sebagai bentuk perbudakan masakini serta melanggar HAM. Sebenarnya perdagangan manusia bukanlah hal yang baru, namun beberapa tahun belakangan ini masalah ini nuncul kepermukaan dan menjadi perhatian pemerintah Indonesia namun mejadi masalah transnasional.

Perdagangan manusia merupakan bagian kelam bangsa Indonesia artinya persoalan trafficking manusia adalah realitas yang tidk mungkin dapat dipungkiri. Namun demikian, persoalan trafficking belum mendapat perhatian yang memadai untuk diatasi, hal ini sering menjadi sensualitas pemberitaan di media massa yang berusaha untuk menarik perhatian pihak-pihak yang berwenang. Kemudian ketika kasus ini ke pengadilan, pelaku sering mendapat ganjaran hukuman ringan, sementara pelaku intelektualnya tidak tersentuh oleh aparat penegak hukum.

Berbagai latar belakang dapat dikaitkan dengan meningkatnya masalah perdagangan perempuan dan anak seperti: lemahnya penegak hukum, peraturan perundang-undangan yang ada, peran pemerintah dalam penanganan maupun minimnya informasi tentang trafficking.


(22)

3

Penegakan hukum adalah proses yang dilakukannya upaya tegak untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan proses penegakan hukum sebagaimana dimaksudkan di atas, dibutuhkan suatu organisasi tersebut (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan) hukum tidak dapat dijalankan di masyarakat. Keempat elemen tersebut di atas merupakan instrument hukum pidana dalam kerangka penegakan hukum, karena itu harus dapat menjalin hubungan kerjasama untuk dapat dikatakan integrated criminal justice system. Jika berbicara tentang trafficking maka korban yang paling rentan adalah perempuan dan anak, terutama keluarga miskin, perempuan dari pedesaan, perempuan dan anak yang putus sekolah yang mencari pekerjaan oleh karena itu penegakan hukum terhadap pelaku trafficking perlu adanya kerja sama dengan berbagai instansi penegak hukum.

Trafficking perempuan dan anak memiliki pengertian yang berbeda dengan perdagangan perempuan dengan anak. Perdagangan perempuan dan anak adalah sebuah transaksi penjualan antara penjual dan pembeli dengan harga yang telah disepakati. Sedangkan trafficking merupakan paksaan, penipuan, ancaman kekerasan serta penyalahgunaan kekuasaan dengan tujuan eksploitasi. Bentuk perdagangan perempuan dan anak tidak hanya terbatas pada prostitusi paksaan atau perdagangan seks, melainkan juga bentuk-bentuk eksploitasi, kerja paska dan praktek seperti perbudakan beberapa wilayah dalam sector formal, termasuk kerja domestik dan istri pesanan, sebagai contoh kasus sebagai berikut:


(23)

4

Perdagangan Anak Lewat Facebook Diungkap

SURABAYA--MI: Polwiltabes Surabaya mengungkap perdagangan anak di bawah umur dengan mengunakan situs jejaring facebook. Dalam kasus ini, petugas menangkap dua tersangka yang diduga sebagai germo. "Kini tersangka kami tahan untuk dikembangkan. Kita patut menduga kasus ini melibatkan jaringan antara kota," kata Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo di Surabaya, Senin (1/2). Modus perdagangan yang menjurus ke usaha prostitusi ini dibongkar setelah Satreskrim Polwiltabes Surabaya mengintai dan menyelidiki di sebuah restoran cepat saji di Jalan Basuki Rachmat. Polisi kemudian membuntuti seorang perempuan hamil yang belakangan diketahui bernama Endry Margarini, 28, dan tiga perempuan di bawah umur. Mereka menuju ke sebuah hotel di kawasan Ngagel.

Polisi melakukan penggerebekan dan menangkap basah tiga orang selaku germo, penyalur, dan korban yang sedang beroperasi. Afif Muslichin, 21, sebagai penyalur dan Endry bertindak sebagai germo atau mengantar korban ke pelanggan. "Endry bertugas menunggu informasi dari Afif tentang pelanggan. Sambil menunggu, Endry membawa buku list anak-anak yang dikendalikan dan harganya," katanya. Dalam usahanya, Endry dan Afif menggunakan situs percakapan seperti MIRC dan Yahoo Messenger (YM). Tidak jarang pula mereka memakai akun facebook untuk menarik pelanggan. Afif yang menjadi penghubung antara pelanggan dengan anak-anak Endry, menunjukkan foto-foto anak yang akan diperdaya. Setelah memilih, keduanya pun menyepakati harga. Satu orang perempuan diberi kisaran tarif antara Rp600.000-Rp800.000. Untuk kasus ini, Polwiltabes Surabaya menyita berbagai barang bukti seperti flash disk berisi foto-foto anak-anak yang akan diperdaya, 3 kondom, 8 handphone, uang tunai Rp1.708.000, dan 1 buku daftar nama plus harganya. Kedua tersangka dijerat Pasal 2 Yo 17 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tenyang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Anak dan Pasal 88 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (FL/OL-04)

Berbagai bentuk kekerasan pun dialami oleh para korban, seperti kekerasan fisik, psikologi, sosial, dan ekonomi yang dialami baik sejak saat perekrutan maupun tempat kerja. Produk hukum nasional Indonesia dalam upaya-upaya penegakan hukum untuk menangani kejahatan perdagangan perempuan dan anak dilakukan dengan Pasal 296, 297, 298 KUHP, namun pasal-pasal ini cenderung tidak


(24)

5

mampu menjerat para pelaku, karena cakupannya terlalu sempit dan rancu. Peraturan lain adalah dalam Pasal 4, Pasal 20, Pasal 65 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM serta Pasal 78 dan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Didasarkan atas uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah penelitian guna penyusunan skirpsi yang diberi judul “ Analisis Penegakan Hukum terhadap Pelaku Perdagangan Anak (Trafficking) Melalui Media Facebook”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakan penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook?

b. Apakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook?

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebatas penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook kemudian faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.


(25)

6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok bahasan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook dan kemudian untuk mengetahui faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: a. Secara Teoretis,

Penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai pengembangan ilmu dan tata cara memahami penegakan hukum sebagai sarana penanggulangan kejahatan dengan upaya penal atau non penal (penal policy or non penal policy) yang sesuai dengan disiplin ilmu pengetahuan hukum pidana secara khusus mempelajari dan mengkaji mengenai penegakan hukum pidana itu sendiri.

b. Secara Praktis,

Penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan dan sumbangan pemikiran dalam proses pengetahuan hukum baik secara akademis serta dalam proses penegakan hukum pidana secara khusus terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook, disamping itu untuk memberikan saran kepada masyarakat, penegak/aparat hukum, dalam hal penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.


(26)

7

D. Kerangka Teoretis dan Konseptual

1. Kerangka Toeretis

Kerangka teoretis adalah konsep-konsep yang sebenar-benarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian

( Soerjono Soekanto, 1986:23).

Setiap penelitian akan selalu disertai dengan pemikiran teoritis. Hal ini karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan konstruksi data. Sebelum membahas mengenai penegakan hukum pidana terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.

Penulis lebih dahulu menjelaskan bahwa pembahasan penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook. Penulis mengungkapkan dengan teori yang dikemukakan oleh, menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief mengenai tiga (3) faktor fungsionalisasi pada proses penegakan hukum yaitu:

1. Faktor Perundang-Undangan 2. Faktor aparat penegak hukum 3. Faktor kesadaran hukum


(27)

8

Menurut Muladi (2001: 28) Penegakan hukum dapat diartikan dalam 3 konsep, yakni:

1. Konsep penegakan yang bersifat total ( total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali, yang bersifat penuh.

2. ( full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individu, konsep penegakan hukum actual.

3. (actual nenforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya deskripsi dalam penegakan hukum, kualitas SDM, kualitas perundang – undangan dan kurangnya partisipasi masyarakat.

Menurut M. Friedman, (Satjipto Rahardjo, 1987:15). Aparatur penegak hukum dalam proses menegakkan hukum, terdapat 3 ( tiga ) element penting yang mempengaruhi, yaitu:

1. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya.

2. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya;

3. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materiilnya maupun hukum acaranya.

Sedangkan untuk membahas faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook. teori yang


(28)

9

dikemukakan adalah (Soerjono Soekanto, 1983:34) mengenai faktor-fator penegakan hukum yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegakan hukum 3. Faktor sarana atau fasilitas 4. faktor masyarakat

5. Faktor kebudayaan

2. Konseptual

Soerjono Soekanto (1986:132), Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep – konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti – arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan diteliti.

Ada beberapa konsep yang betujuan untuk menjelaskan pengertian dasar dari istilah – istilah yang akan dipergunakan dalam penulisan ini sehingga mempunyai batasan adalah sebagai berikut:

a. Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide – ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan (Satjipto Rahardjo, 1987:15).

b. Penegakan hukum pidana adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan dalam hukum pidana dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. (Satjipto Rahardjo, 1987:17).

c. Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu ketidaksengajaan seperti


(29)

10

yang diisyaratkan oleh undang-undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang atau telah melakukan tindakan yang terlarang atau mengapalkan tindakan yang diwajibkan oleh Undang-Undang, atau dengan perkataan lain ia adalah orang yang memenuhi semua unsur suatu delik seperti yang telah ditentukan di dalam undang-undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur objektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau timbul karena digerakkan oleh pihak ketiga. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang memenuhi semua rumusan delik ( Barda Nawawi Arif, 1984:37)

d. Tindak Pidana adalah menurut Moeljatno suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (Sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.(Tri Andrisman,2007:81 ).

e. Tindak pidana juga diartikan suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana (Wirjono Prodjodikoro, 2003:59).

f. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

g. (Bab I Pasal 1 ketentuan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak)


(30)

11

h. Media Facebook adalah situs jejaringan sosial yang dapat menghubungkan orang dengan orang lain lewat jaringan internet. (Kamus Wikipedia Indonesia)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka penulis menguraikan secara garis besar keseluruhan sistematika materi sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi Latar belakang yang memuat tentang Latar Belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoretis dan konseptual, sistematika penulisan dan metode penelitian, tentang penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat telaah kepustakaan yang berupa pengertian: Penegakan Hukum ,pengertian Hukum Pidana, pengertian Tindak pidana, pengertian Anak, pengertian Trafficking dan Media Facebook.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi yang meliputi: pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data, tentang penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook.


(31)

12

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan yang memuat tentang analisis tentang penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook dan faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.

V. PENUTUP

Bab ini berisi tahap kesimpulan dan saran-saran yang mengemukakan pada penegakan hukum terhadap pelaku perdangangan anak (trafficking) melalui media facebook faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penegakan hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau darui sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua sub penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide – ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan (Satjipto Rahardjo, 1987: 15). Penegakan hukum pidana adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan dalam hukum pidana dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan hukum dalam setiap hubungan hukum.

Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.


(33)

14

Menurut Muladi (2001: 28) Penegakan hukum dapat diartikan dalam 3 konsep, yakni:

1. Konsep penegakan yang bersifat total ( total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali, yang bersifat penuh.

2. ( full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individu, konsep penegakan hukum actual.

3. (actual nenforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya deskripsi dalam penegakan hukum, kualitas SDM, kualitas perundang – undangan dan kurangnya partisipasi masyarakat.

Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pada nilai-nilai keadilan yang terkandung didalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tatapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan “Law enforcement” ke dalam bahasa indonesia dalam menggunakan perkataan “Penegakan Hukum” dalam arti luas dapat pula digunakan istilah “Penegakan Peraturan” dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah the rule of law atau dalam istilah the rule of law and not of a man versus istilah the rule by law yang berarti the rule of man by


(34)

15

law Dalam istilah the rule of law terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah the rule of just law.

Dalam istilah the rule of law and not of man, dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah the rule by law yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka. dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh Undang-Undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Penegakan hukum adalah suatu proses yang dilandasi oleh nilai etik, moral dan spiritual yang memberi keteguhan komitmen dengan tujuan tidak hanya menegakkan kebenaran formal tetapi juga untuk mencari kebenaran materiil yang diharapkan dapat mendekati kebenaran yang hakiki sifatnya.

Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang amat rumit dikarenakan oleh sejumlah faktor yang mempengaruhi seperti: isi peraturan perundang-undangan; kelompok kepentingan dalam masyarakat; budaya hukum; serta moralitas para penegak hukum yang terlibat dalam proses peradilan. Oleh karena


(35)

16

itu penegakan hukum akan bertukar aksi dengan lingkungannya, yang bisa disebut sebagai pertukaran aksi dengan unsur manusia, sosial budaya, politik dan lain sebagainya. Untuk itu dalam menegakkan ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Selain itu penegakan hukum juga dinyatakan sebagai suatu kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan yang menetap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (social enginering) memelihara dan mempertahankan (sebagai sosial kontrol) kedamaian pergaulan hidup.

Setiap insan manusia dalam pergaulan hidup pada dasarnya mempunyai pandangan-pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu, misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketentraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan kepentingan pribadi, pasangan nilai kelestarian dengan nilai inovatisme, dan seterusnya. Di dalam penegakkan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan, misalnya perlu penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai ketentraman. Sebab nilai ketertiban bertitik tolak pada keterkaitan, sedangkan nilai ketentraman titik tolaknya adalah kebebasan.

Sebagai suatu proses, penegakan hukum tidak terlepas dan adanya gangguan yaitu gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara “tritunggal”, yaitu nilai, kaidah, dan pola prilaku. Gangguan tersebut tcrjadi apabila ada ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola prilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.


(36)

17

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa Penegakan hukum akan berjalan dengan baik bila ada keserasian antara nilai, kaidah, dan pola prilaku dalam masyarakat. Tanpa adanya keserasian itu, maka penegakan hukum tidak akan berjalan dengan baik seperti yang diharapkan. Seorang sosiolog hukum, Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa hukum dalam mekanismenya atau dalam penegakan hukum adalah sebagai suatu sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi serta menggambarkan satu kesatuan dalam mencapai tujuannya atau sasarannya.

Hukum sebagai suatu sistem terdiri dan tiga sub sistem, yaitu:

a. Sub sistem nilai atau substansi yang merupakan sistem nilai atau norma baik berbentuk tertulis (peraturan perundang-undangan) atau dalam bentuk tidak tertulis (kebiasaan).

b. Sub sistem legal actor atau sub sistem legal structure, dapat berupa lembaga-lembaga atau berupa aparat hukum yang bertugas dan berperan dalam mengimplementasikan atau mengaktualisasikan substansi hukum dan sifat-sifatnya yang abstrak menjadi hukum yang bersifat konkret.

c. Sub sistem legal culture (budaya hukum), yaitu berupa perasaan hukum, opini hukum, pendapat hukum, atau kesadaran hukum dan masyarakat, yang memberikan pcngaruh terhadap keberlakuan substansi hukum maupun terhadap aparat hukum.

Sehubungan dengan sistem budaya hukum (legal culture), pada umumnya di Negara-negara yang sedang berkembang bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat sendiri, khususnya pada bangsa Amerika yang berasal dan timur yaitu


(37)

18

Cina dan Jepang budaya hukum lebih memberikan pengaruh terhadap keberlakuan hukum sebagai efektivitas hukum secara konkrit yang mencerminkan bagaimana budaya hukum dan suatu masyarakat. Sebagai suatu sistem, hukum dalam anti substansi tidak mempunyai pengaruh apa-apa atau tidak mempunyai arti sama sekali tanpa adanya penegak hukum yang menerapkannya, dan di pihak lain penegak hukum pun dalam menjalankan perannya untuk pelaksanaan penegakan hukum dipengaruhi oleh budaya hukum. Hal ini menunjukkan bahwa antara sub sistem yang satu dengan sub sistem yang lainnya dalam mekanismenya tidak dapat berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan satu kesatuan.

Adapun fungsi sistem hukum, yaitu:

1. Fungsi kontrol sosial (social control), dimana semua hukum adalah berfungsi sebagai kontrol sosial dan pemerintah.

2. Berfungsi sebagai cara penyelesaian sengketa (dispute settlement) dan konflik (conflict) Penyelesaian sengketa ini biasanya untuk penyelesaian yang sifatnya berbentuk pertentangan lokal berskala kecil (mikro). Sebaliknya pertentangan-pertentangan yang bersifat makro dinamakan konflik.

3. Fungsi redistribusi atau fungsi rekayasa sosial (redistributive function or social engineering function) Fungsi ini mengarah pada penggunaan hukum untuk menjadikan perubahan sosial yang berencana yang ditentukan oleh pemerintah.

4. Fungsi pemeliharaan sosial (social maintenance function). Fungsi ini berguna untuk menegakkan struktur hukum agar tetap berjalan sesuai dengan aturan mainnya (rule of the game).


(38)

19

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa fungsi penegakan hukum adalah untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku manusia sesuai dengan bingkai (frame work) yang telah ditetapkan oleh suatu undang-undang atau hukum.

Menurut Joseph Goldstein penegakan hukum itu harus diartikan dalam tiga kerangka konsep yaitu pertama penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement), yaitu ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (substantive law of crime), yang menuntut agar semua nilai yang ada di belakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa kecuali. Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan, sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana yang antara lain mencakup aturan-aturan penangkapan, penahanan, pengeledahan, dan pemeriksaan.

Di samping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan-batasan, misalnya dibutuhkannya aduan terlebih dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik aduan.

1. Unsur-Unsur Penegakan Hukum di Indonesia

Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin pentaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut, sedangkan menurut Satjipto Rahardio, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum) menjadi


(39)

20

kenyataan. Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor ini mempunyai yang saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi serta tolak ukur dari effektivitas penegakan hukum. Faktor-faktor tersebut adalah :

1. hukum (Undang-Undang).

2. penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan.

5. dan faktor kebudayaan, yakni sebagai. hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Di Indonesia faktor penegakan hukum yang mengalami kebobrokan adalah peran dari aparat penegak hukumnya sendiri, di karenakan moralitas para penegak hukum di Indonesia masih sangat minim dan kurangnya kesadaran akan pentingnya suatu penegakkan hukum. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala sosial dalam masayarakat, dimana sering kali hadir dalam media massa dan media elektronik yang memeberiatakan kasus-kasus suap tentang korupsi yang


(40)

21

melibatkan para penegak hukum. Adapun faktor penegak hukum atau dapat pula disebut komponen struktur hukum, meliputi:

a Badan pembentuk undang-undang atau lembaga legislatif.

b Aparat penegak hukum dalam arti sempit, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Penasehat Hukum, dan Pengadilan.

c Aparat pelaksana pidana.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa faktor penegak hukum merupakan tempat kita menggantungkan harapan bagaimana suatu sistem hukum itu seharusnya bekerja (law in the books) dan bagaimana bekerjanya suatu sistem hukum dalam kenyataan (law in action). Di sini berlaku adegium yaang berbunyi, “bahwa baik buruknya sesuatu tergantung kepada baik buruknya manusianya”. Dalam kerangka penegakan hukum pidana, hal ini mengandung makna bahwa baik buruknya penegakan hukun pidana tergantung kepada baik buruknya penegak hukum. Jadi bukan tergantung kepada hukumnya. Tegasnya, walaupun hukumnya baik, tetapi jika para penegaknya (penegak hukum dalam arti sempit) tidak baik, maka penegakannya pun tidak akan baik, demikian pula sebaliknya. Adapun baik buruknya penegak hukum tergantung kepada nilai-nilai yang diterima dan dipahaminya atau dapat dikatakan bahwa penegakan hukum yang baik harus bermula dan nilai yang baik.

Faktor penegak hukum juga berkaitan erat dengan faktor nilai atau budaya hukum dikarenakan faktor ini merupakan sumber dan segala aktivitas dalam penegakan hukum pidana. Jika nilainya baik, maka akan baik pula penegakan hukum pidana, demikian pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan betapa urgennya kedudukan nilai dalam mewujudkan penegakan hukum pidana yang baik. Faktor nilai akan


(41)

22

membentuk pemahaman dan sikap para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya menegakkan hukum pidana, baik mengenal bagaimana suatu sistem hukum itu seharusnya bekerja (law in the books) maupun tentang bagaimana bekerjanya suatu sistem hukum dalam kenyataan (law in action).

Sedangkan faktor substansi hukum merupakan hasil aktual (output) yang sekaligus merupakan dasar bagi bekerjanya sistem hukum dalam kenyataan. Baik buruknya suatu substansi hukum tergantung kepada baik buruknya sikap para penegak hukum, sedangkan baik buruknya sikap para penegak hukum tergantung kepada baik buruknya nilai-nilai yang diterima dan dipahami oleh para penegak hukum. Dengan demikian, baik buruknya substansi hukum pada hakikatnya sangat ditentukan oleh baik buruknya nilai yang diterima dan dipahami oleh para penegak hukum. Jadi, sebagai hasil aktual dan bekerjanya sistem hukum, maka substansi hukum pada hakikatnya merupakan aktualisasi nilai-nilai yang diterima dan dipahami oleh para penegak hukum.

2. Konsep Umum Hukum Pidana di Indonesia

Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Adapun kegunaan hukum pidana adalah untuk memungkinkan terselenggaranya kehidupan bersama anatar manusia, tatkala persoalannya adalah benturan kepentingan antara pihak yang melanggar norma dengan kepentingan masyarakat umum. Karena itu, karakter publik dari hukum pidana justru mengemuka dalam fakta bahwa sifat dapat dipidananya suatu perbuatan tidak akan hilang dan tetap ada, sekalipun perbuatan tersebut terjadi seizin atau dengan persetujuan orang terhadap siapa perbuatan tersebut ditujukan, dan juga dalam ketentuan bahwa proses penuntutan berdiri


(42)

23

sendiri terlepas dari kehendak pihak yang menderita kerugian akibat perbuatan itu.

Hukum pidana dibagi menjadi dua macam hukum pidana, masing-masing hukum pidana dalam arti objektif dan hukum pidana dalam arti subjektif. Hukum pidana dalam arti objektif yaitu adalah hukum pidana yang berlaku, atau juga disebut sebagai hukum positif (ius poenale). Sedangkan hukum pidana dalam arti subjektif mempunyai pengertian, yaitu:

a. Hak dari negara dan alat-alat kekuasaannya untuk menghukum yakni hak yang telah mereka peroleh dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif.

b. Hak dari negara untuk mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan hukuman.

Selanjutnya hukum pidana itu juga dapat dibagi menjadi hukum pidana material dan hukum pidana formal. Mengenai perbedaan antara hukum pidana materil dengan hukum pidana formal, berkatalah Profesor Van Hamel “Het materieele strafrecht wijst de beginselen en regelen aan, waarnaar aan het onrecht straf is verbonden; het formele de vormen en termijnen, waaraan de verwezenlijking van het materieele strafrecht gebonden is”. Yang artinya “Hukum pidana materiil itu menunjukkan asas-asas dan peraturan-peraturan yang mengaitkan pelanggaran hukum itu dengan hukuman, sedang hukum pidana formal menunjukkan bentuk-bentuk dan jangka-jangka waktu yang mengikat pemberlakuan hukum pidana materil”.


(43)

24

Hukum pidana positif kita dewasa ini merupakan suatu lembaga yang tumbuh dan berkembang dari bentuk asalnya berabad-abad yang lalu. Memang di dalam hukum pidana itu terdapat benih-benih untuk adanya suatu pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut dimana pertumbuhan dan perkembangn tersebut antara lain juga telah mendapat dorongan dari berbagai keadaan dan berbagai kebutuhan yang timbul sepanjang masa.

Dalam keadaan seperti itulah, hukum pidana positif telah menjadi objek studi dari Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana ataupun yang di dalam bahasa Belanda juga disebut sebagai rechtswetenschap. Hukum pidana positif adalah hukum pidana yang berlaku di dalam garis-garis perbatasan suatu negara atau suatu masyarakat hukum umum tertentu pada suatu waktu yang tertentu.

Hukum pidana di Indonesia yang berlaku dewasa ini juga merupakan suatu hukum pidana positif. Tentang adanya benih-benih di dalam hukum pidana positif dan tentang adanya keadaan-keadaan serta kebutuhan-kebutuhan yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan dari hukum pidana positif seperti yang telah dikatakan diatas.

3. Tahap- Tahap Penegakan Hukum Pidana

Untuk menegakkan hukum pidana harus melalui beberapa tahap yang dilihat sebagai usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas yang tidak termasuk bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan. Tahap-tahap tersebut adalah:


(44)

25

a. Tahap Formulasi

Adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat Undang-Undang yang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislatif.

b. Tahap Aplikasi

Adalah tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana)oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan atau pemeriksaan di hadapan persidangan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut tahap yudikatif.

c. Tahap Eksekusi

Adalah tahap penegakan hukum (pelaksanaan) hukum secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat penegak hukum pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh badan pembentuk Undang-Undang melalui penerapan pidana yang ditetapkan oleh pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan pemidanaa yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang dan nilai guna dan keadilan. (Andi Hamzah, 1994:21)


(45)

26

4. Faktor- Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana

Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak pernah henti-hentinya dibicarakan. Perkataan penegakan hukum mempunayai konotasi menegakkan, melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dimasyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan kelangsungan perwujudan konsep-konsep abstrak yang menjadi kenyataan. Pada proses tersebut hukum tersebut tidak mandiri, artinya faktor-faktor yang lain yang erat hubungannya dengan proses penegakan hukum yang harus diikut sertakan, yaitu masyarakat dan aparat penegak hukum. Oleh karena itu hukum tidak lebih hanya ide-ide atau konsep yang mencerminkan didalamnya apa yang disebut keadilan, ketertiban dan kepastian hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Namun tidak berarti pula peraturan-peraturan hukum yang berlaku diartikan telah lengkap dan sempurna melainkan suatu kerangka yang masih memerlukan penyempurnaan. Proses merealisasi tujuan hukum tersebut, sangat ditentukan dari profesionalisme aparat penegak hukum yang meliputi kemampuan dan ketrampilan baik dalam menjabarkan peraturan-peraturan maupun dalam penerapannya.

Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan peraturan perundang-undangan saja namun terdapat juga faktor-faktor penghambat, antara lain:

a. Faktor Perundang-undangan (subtansi hukum)

Praktek penyelenggaran penegak hukum dilapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi


(46)

27

keadilan merupakan prosedur yang telah ditentukan normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan itu atau tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakekatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement saja, akan tetapi juga peace maintenance, karena penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaidah-kaidah serta pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian. Dengan demikian tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan oleh hukum tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang mengatur seluruh tingkah laku manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga negara yang diaturnya yang serasi antara kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan fasilitas yang mendukung.

b. Faktor Penegak Hukum

salah satu kunci keberhasilan dalam pebegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri dalam rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah kebejatan. Penegakan tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum keadilan harus dinyatakan, harus terasa, serta harus diaktualisasikan.

c. Faktor Sarana dan Fasilitas yang Mendukung

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegakan hukum tidak mungkin menjalankan peranannya sebagaimana mestinya.


(47)

28

d. Faktor masyarakat

Masyarakat dimana peraturan hukum berlaku atau diterapkan juga mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat.

Bagian yang terpenting dalam menentukan penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.

Adanya kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan dilaksanakannya penegakan hukum, menurut Baharuddin Lopa seseorang baru dapat dikatakan hukum, apabila memenuhi hukum karena keiklasannya, karena merasakan bahwa hukum itu berasal dari hati nurani.

e. Faktor Kebudayaan (culture)

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak persesuaian antara perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah untuk menegakkannya. Sebaliknya apabila peraturan tidak sesuai dan bertentangan dengan kebudayaan masyarakat maka akan semakin sukar untuk melaksanakannya atau menegakkan peraturan hukum tersebut.


(48)

29

Demikianlah faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Mungkin pengaruhnya positif dan mungkin pula negatif, namun dari semua faktor tersebut, faktor penegakan hukum mempunyai titik sentral. Hal ini disebabkan karena Undang-Undang disusun oleh penegak hukum, penerapannya dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan oleh masyarakat luas.

B. Pengertian Hukum Pidana, Tindak Pidana, dan Pelaku Tindak Pidana

1. Hukum Pidana

Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.

Menurut (Moeljatno, 1987:1) Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan hukum untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan

c. Menentukan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.


(49)

30

Dalam ilmu hukum pidana, hukum pidana itu di klasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:

a. Hukum Pidana Materil (Subtansi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) b. Hukum Pidana Formil (Subtansi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) c. Hukum Pelaksanaan Pidana

Selain itu dapat juga dibedakan menjadi:

a. Hukum Pidana Umum yaitu, memuat aturan-aturan hukum pidana yang berlaku pada setiap orang

b. Hukum Pidana Khusus yaitu, memuat aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum, menyangkut:

1. Golongan atau orang tertentu, misalnya Golongan Militer

2. Berkaitan dengan perbuatan tertentu misalnya, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tri Andrisman 2005:10) .

Jadi pada prinsipnya hukum pidana adalah ketentuan hukum yang mengatur mengenai perbuatan yang dilarang (perbuatan pidana). Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat untuk dipidana dimaksud adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang memungkinkan untuk dijatuhi pidana (telah memenuhi unsur-unsur delik/tindak pidana baik unsur-unsur subyektif maupun unsur-unsur obyektif).

Secara garis besar tujuan hukum pidana adalah untuk memenuhi rasa keadilan. Di antara para sarjana hukum diutarakan bahwa tujuan hukum pidana adalah sebagai berikut:

1. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai malakukan kejahatan, baik secara nakuti orang banyak (generale preventie) maupun secara


(50)

menakut-31

nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventie).

2. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi orang.

Kata hukum pidana pertama-tama digunakan untuk merujuk kepada keseluruhan ketentuan yang menetapkan syarat-syarat apa saja yang mengikat negara bila negara tersebut berkehendak untuk memunculkan hukum mengenai pidana, serta aturan-aturan yang merumuskan pidana macam apa saja yang diperkenankan. Hukum pidana dalam arti ini adalah hukum pidana yang berlaku atau hukum pidana positif yang sering juga disebut jus poenale. Hukum pidana demikian mencakup:

1) Perintah dan larangan yang atas pelanggaran terhadapnya oleh organ-organ yang dinyatakan berwenang oleh Undang-Undang dikaitkan (ancaman) pidana; norma-norma yang harus ditaati oleh siapa pun juga;

2) Ketentuan-ketentuanyang menetapkan sarana-sarana apa yang dapat didayagunakan sebagai reaksi terhadap pelanggaran norma-norma itu; hukum penitensier, hukum tentang sanksi;

3) Aturan-aturan yang secara temporal atau dalam jangka waktu tertentu menetapkan batas ruang lingkup kerja dari norma-norma.

2. Tindak Pidana

Sekalipun hukum pidana memberikan perhatian utama pada tingkah laku atau perbuatan manusia, khususnya karena perbuatan manusia merupakan penyebab utama terjadinya pelanggaran atas tertib hukum, pembuat Undang-Undang


(51)

32

Belanda berbeda dengan pembuat Undang-Undang di Jerman, yaitu mereka tidak memilih istilah „perbuatan‟ atau „tindak‟ (handeling) melainkan „fakta‟ ( feit-tindak pidana).

Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu tindak pidana guna dapat menghukum seseorang sekaligus memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan, harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Selain itu bahwa pelaku yang bersangkutan harus merupakan seseorang yang dapat dimintai pertanggungjawaban (toerekeningsvatbaar) atau schuldfahig. Untuk itu, tindak pidana sebaiknya dimengerti sebagai perilaku manusia (yang mencakup dalam hal ini berbuat maupun tidak berbuat) yang berbuat dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan di dalamnya perilaku manusia yang di larang oleh Undang-Undang dan di ancam dengan sanksi pidana.

Beberapa pokok dasar dapat pula diperluas oleh beberapa pandangan, Tindak pidana menurut Moeljatno suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut, (Tri Andrisman, 2007:81). Tindak pidana juga diartikan suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana (Wirjono Prodjodikoro, 2003:59).

Berdasarkan uraian beberapa para ahli hukum diatas, dalam ilmu hukum pidana dijelaskan bahwa perbuatan manusia yang positif maupun negatif untuk dapat dikatakan sebagai tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. Perbuatan itu harus memenuhi rumusan Undang-Undang.


(52)

33

Setiap perbuatan manusia baik yang positif maupun negatif untuk dapat dikatakan sebagai tindak pidana harus memenuhi apa yang dirumuskan oleh Undang-Undang.

b. Perbuatan itu harus bersifat melawan hukum

perbuatan manusia yang telah memenuhi rumusan Undang-Undang pidana itu tidak dapat dipidana, karena tidak bersifat melawan hukum.

Permasalahan yang mendasar tindak pidana itu sendiri adalah tindakan yang melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya oleh Undang-Undang telah dinyatakan suatu tindakan yang dapat dihukum (P.A.F. Lamintang, 1984:176)

3. Pelaku Tindak Pidana

Tindak Pidana adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau individu yang menyebabkan orang tersebut menanggung pidana atas perbuatan yang dilakukannya. Perbuatan tersebut dinyatakan bertentangan dengan nilai-nilai dalam masyarakat, norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Kartini Karono, 2001:127).

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Istilah tindak pidana dipakai sebagai pengganti Strafbaar feit. Perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana telah diatur dalam pasal 55 KUHP, dimana didalamnya telah digambarkan siapa yang dianggap sebagai pelaku dalam tindak pidana, yaitu ayat (1) dipidana sebagai pelaku pidana:


(53)

34

1. Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan dan yang turut melakukan serta melakukan perbuatan.

2. Mereka yang memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan keketasan ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan ayat (2) terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sejalan yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tinglah laku yang melanggar Undang-Undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang harus dihindari, dan barang siapa melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga negara wajib dicantumkan dalam Undang-Undang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun didaerah.

Batasan penjelasan diatas sesuai dengan pendapat dari apa yang dikemukakan Moeljatno (2000:126) yang menyatakan bahwa tingkah laku yang jahat immoral dan anti sosial akan menimbulkan reaksi berupa kejengkelan dan kemarahan dikalangan masyarakat dan jelas akan merugikan masyarakat umum. Mengingat kondisi tersebut maka setiap warga masyarakat keseluruhan secar keseluruhan, bersama-sama dengan lembaga-lembaga resmi yang berwenang seperti: kepolisian, kejaksaan, kehakiman atau pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain menaggulangi setiap kejahatan atau kriminal sejauh mungkin.

Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu ketidaksengajaan seperti yang


(54)

35

diisyaratkan oleh undang-undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang atau telah melakukan tindakan yang terlarang atau mengapalkan tindakan yang diwajibkan oleh undang-undang, atau dengan perkataan lain ia adalah orang yang memenuhi semua unsur suatu delik seperti yang telah ditentukan di dalam undang-undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur objektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau timbul karena digerakkan oleh pihak ketiga. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang memenuhi semua rumusan delik ( Barda Nawawi Arif 1984:37).

Melihat batasan dan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa orang yang dapat dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana dapat dikelompokkan kedalam beberapa macam yaitu:

1. Orang yang melakukan (dader plegen)

Orang ini bertindak sendiri untuk mewujudkan segala maksud analir tindak pidana.

2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen)

Dalam tindak pidana ini pelaku paling sedikt dua orang, yakni yang menyuruh melakukan dan yang disuruh melakukan, jadi bukan pelaku utama yang melakukan tindak pidana, tetapi dengan bantuan orang lain yang hanya merupakan alat saja.

3. Orang yang turut melakukan (mede plegen)

Turut melakukan artinya disini ialah yang melakukan bersama-sama. Dalam tindak pidana ini pelakunya paling sedikit harus ada dua orang yaitu yang melakukan (deder plegen) dan orang yang turut melaksanakan (mede plegen).


(55)

36

4. Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian, penyalahgunaan kekuasaan atau martabat, memakai paksaan atau orang dengan sengaja membujuk orang melakukan perbuatan (uitloker). Orang diamksud harus dengan sengaja menghasut orang lain, sedang hasutannya memakai cara-cara dengan memberikan upah, perjanjianj, penyalahgunaan kekuasaan atau martabat dan lain sebagainya.

Setiap kejahatan yang dilakukan seseorang akan menimbulkan suatu akibat yakni pelanggaran terhadap ketetapan hukum dan peraturan pemerintah. Akibat dari tindak pelanggaran tersebut maka pelaku kriminal akan diberikan sanksi hukum atau akibat berupa pidana atau pemidanaan. Sanksi tersebut merupakan pembalasan (pengimbalan) terhadap sipembuat.

C. Pengertian Anak

Terdapat berbagai pengertian tentang anak yang terbagi dalam berbagai aspek yaitu sebagai berikut:

1. Anak dalam aspek sosiologi

Kedudukan anak dalam pengertian sosiologis memposisikan anak sebagai kelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari masyarakat tempat lingkungannya berinteraksi. Pengertian anak dalam makna sosial ini lebih mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh si anak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa (Arifin Fadilah, 2002 : 35).


(56)

37

Status anak dalam pengertian ini di kelompokkan pada golongan yang non produktif. Kedudukan anak dalam bidang ekonomi merupakan elemen yang mendasar untuk menciptakan kesejahteraan anak dalam suatu konsep yang normatif, agar anak tidak menjadi korban (viktima) dari ketidakmampuan ekonomi keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara (Arifin Fadilah, 2002 : 36).

3. Anak dalam kedudukan hukum

Anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian kedudukan anak dari pandangan sistem hukum. Kedudukan anak tersebut dikelompokkan ke dalam sub sistem dari pengertian sebagai berikut:

a. Anak menurut Undang-Undang Dasar 1945

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kedudukan anak terdapat dalam Pasal 34, yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Pasal ini mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status anak dalam bidang politik. Karena yang terjadi esensi dasar kedudukan anak yaitu anak sebagai subjek hukum dari sistem hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara, dan dibina untuk mencapai kesejahteraan bagi anak. Definisi anak menurut Undang-Undang Dasar 1945 yang ditegaskan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak adalah seorang anak yang harus memperoleh hak-hak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmaniah, maupun sosial. Di samping itu anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial (Maulana Hasan Wadong, 2000 : 83).


(57)

38

b. Anak menurut Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 ayat (1) menyatakan bahwa status anak adalah sebagai berikut: “Belum dewasa, mereka adalah yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin”, sedangkan dalam ayat (3) menyatakan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum dewasa yang berada di bawah kekuasaan orangtua akan berada di bawah perwalian”. Pengertian ini sama halnya dengan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. c. Anak menurut Hukum Pidana

Seorang anak yang berstatus sebagai subjek hukum yang seharusnya bertanggungjawab terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak itu sendiri. Kedudukan anak dalam pengertian pidana dijelaskan dalam peraturan perundang-undangan yang menggunakan pengertian sebagai berikut:

1) Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Undang-Undang ini menglasifikasikan anak yaitu: anak pidana, anak negara, dan anak sipil.

2) Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Undang-Undang ini memberikan pengertian anak bahwa “anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun, tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin”.


(58)

39

Anak dalam pengertian pidana, lebih diutamakan dalam pemahaman terhadap hak-hak anak yang harus dilindungi, karena kodrat anak memiliki substansi yang lemah dalam sistem hukum bila dipandang sebagai subjek yang merupakan bagian dari bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukannya. Pada hakikatnya kedudukan status pengertian anak dalam hukum pidana meliputi dimensi-dimensi pengertian sebagai berikut:

a. Ketidakmampuan untuk mempertanggungjawabkan tindak pidana yang telah dilakukan.

b. Pengembalian hak-hak dengan jalan mensubtitusikan hak-hak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan dan tata negara dengan maksud untuk mensejahterahkan anak.

c. Rehabilitasi yaitu anak berhak mendapatkan proses perbaikan mental spiritual akibat tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri.

d. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan.

e. Hak-hak anak dalam proses hukum acara pidana (Maulana Hasan Wadong, 2000 : 91).

d. Anak menurut Konvensi Hak Anak (KHA)

Definisi anak dalam Pasal 1 KHA adalah manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundangan nasional. Secara garis besar, KHA yang terdiri dari 45 Pasal dapat dibagi dalam 4 fokus kajian, yaitu: Hak atas kelangsungan hidup; Hak atas perlindungan; Hak untuk berkembang; Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.


(1)

49

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Mengingat objek penelitian ini mengenal mengenai Penegakan Hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook yang sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian.

Sampel, dalam menentukan sampel yang akan diteliti penulis menggunakan metode “purposive sampling” yaitu dengan cara penunjukan, artinya penentuan dan pengambilan anggota sampel berdasarkan atas pertimbangan dan tujuan penulis dalam rangka memenuhi data yang diinginkan penulis dan dianggap telah mewakili populasi.

Adapun responden yang dianggap dapat mewakili sampel dalam mencapai tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Penyidik pada Poltabes Bandar Lampung : 1 (satu) Orang

2. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 1 (satu) Orang

3. Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 (satu) Orang


(2)

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : a. Studi kepustakaan (library research)

Studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara untuk mendapatkan data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip buku-buku atau literatur serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang mempunyai hubungan dengan Penegakan Hukum terhadap pelaku perdagangan anak (trafficking) melalui media facebook

b. Studi Lapangan (field research)

Studi Lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data primer, yang dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan responden atau pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan informasi terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

2. Metode Pengelohan Data

Data – data yang telah diperoleh kemudian diolah melalui kegiatan seleksi, yaitu : a. Editing, yaitu memeriksa kembali mengenai kelengkapan, kejelasan dari

kebenaran data yang diperoleh serta relevansinya dengan penulisan.

b. Klasifikasi data yaitu: pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan sehingga memperoleh data yang benar-benar diperlukan.

c. Sistematisasi data, yaitu semua data yang telah masuk dikumpul dan disusun dengan urutannya.


(3)

51

E. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang diolah dari kepustakaan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Menguraikan data secara deskriptif kualitatif yaitu menguraikan dan mengambarkan data ke dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis sehingga memudahkan interprestasi data dan penarikan suatu kesimpulan. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode deskriptif induktif, yaitu suatu metode penarikan data yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum guna menjawab permasalahan berdasarkan penelitian dan mengajukan saran-saran.


(4)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dan diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook telah berjalan maksimal yang maksudnya menuntut agar semua nilai dibelakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali. Dalam konsep penegakan hukum yang mengacu pada tiga basis yaitu faktor Undang-Undang, aparat penegak hukum, dan masyarakat merupakan elemen penting agar sistem peradilan pidana dapat berjalan. Penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak melalui media facebook berjalan sesuai teori fungsionalisasi yaitu faktor Undang-Undang, faktor penegak hukum dan faktor kesadaran masyarakat. Penegakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak melalui facebook dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan menerapkan sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang tersebut sebagai tindakan terakhir dalam menjerat pelaku, aparat penegak hukum bertindak sesuai prosedur dalam ketentuan KUHAP mulai dari proses penyelidikan, penyidikan penuntutan dan pemeriksaan dalam persidangan sebagai satu kesatuan dalam rangka penegakan hukum pidana.


(5)

73

Faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap terhadap pelaku perdagangan anak melalui facebook, antar lain: faktor Undang-Undang, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor budaya atau culture namun faktor penghambat tersebut yang lebih cenderung terdapat pada kelemahan penegak hukumnya sendiri atau faktor penegak hukum karena tidak sedikit aparat penegak hukum yang tidak paham mengenai Undang undang yang bersangkutan dalam hal ini Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka dalam hal ini penulis dapat memberikan saran :

1. Diharapkan perlu adanya sikap dan tindakan yang pro-aktif dari aparat penegak hukum, khususnya dari aparat kepolisian dan lembaga pendidikan serta keagamaan baik, disamping penerapan sanksi hukum dalam penanggulangan kejahatan diperlukan juga penyuluhan-penyuluhan serta pengawasan intensif dari lembaga diluar lembaga penegak hukum, karena dalam upaya penanggulangan kejahatan tidak selamanya upaya penal memberikan efek jera pada pelaku, tetapi perlu juga upaya non penal. Sikap preventif dari aparat kepolisian juga harus ditingkatkan karena apabila upaya represif saja yang diutamakan maka kemungkinan lembaga pemasyarakatan akan dipenuhi oleh narapidana dan menambah pekerjaan dan beban pemerintah.


(6)

2. Pemerintah dalam hal ini juga berperan penting terutama dalam kebijakan formulasi sanksi pidana yang tegas yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam hal ini perdagangan anak melalui media facebook