Kesimpulan Karakteristik Kawanan Lemuru

Hal ini mengindikasikan bahwa ketiga JSTPB layak digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kawanan ikan lemuru. Walaupun demikian, Gambar 32b, 34b dan 36b menunjukkkan bahwa hanya JSTPB1 yang menunjukkan adanya kecenderungan yang nyata dimana nilai ketepatan akan meningkat ketika jumlah iterasi diperbanyak. Hal sebaliknya terlihat pada Gambar 34b dan 36b. Pada kedua gambar ini, nilai ketepatan tidak mengalami peningkatan seiring dengan penambahan jumlah iterasi hitungan. Dengan demikian peluang untuk mendapatkan hasil identifikasi yang memadai akan lebih besar jika identifikasi dan klasifikasi dilakukan dengan model JSTPB1.

6.5 Kesimpulan

Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa; 1 JSTPB1 dengan model 88-1, JSTPB2 dengan model 1515-1, dan JSTPB3 dengan model 88-1 dan dengan metode pelatihan Levenberg- Merquardt trainlm, layak digunakan untuk identifikasi dan klasifikasi kawanan lemuru. 2 Fungsi aktivasi tansig dan purelin pada lapisan tersembunyi dan keluarannya, dapat digunakan dengan baik untuk mengidentifikasi spesies kawanan lemuru dengan ketepatan antara 70-100. 3 Untuk mencapai tingkat ketepatan yang demikian, dibutuhkan maksimal 35,7 data uji dari total data latih yang tersedia atau 30 pola data uji dengan 84 pola data latih. 7 PEMBAHASAN UMUM Sesuai tujuan utama, penelitian dalam disertasi ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penggunaan Metode JST dalam bidang perikanan. Dari hasil penelitian ini didapatkan arsitektur JST yang ideal yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi kawanan ikan pelagis, khususnya kawanan lemuru sardinella lemuru. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penggunaan JST dilakukan dengan pendekataan akustik dengan menggunakan deskriptor akustik sebagai masukan jaringan dan berdasarkan masukan tersebut identifikasi dan klasifikasi kawanan lemuru dengan JST dilakukan. Hasil identifikasi dan klasifikasi dengan JST selanjutnya dibandingkan dengan hasil yang sama yang dilakukan dengan Metode Statistik. Dalam bab ini dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan; 1 karakteristik lemuru berdasarkan hasil analisis statistik deskriptor akustik, 2 hasil identifikasi dan klasifikasi dengan Metode JSTPB. Data yang digunakan dalam analisis statistik dan JSTPB dapat dilihat pada Lampiran 1-9.

7.1 Karakteristik Kawanan Lemuru

Lemuru adalah spesies ikan pelagis yang membetuk kawanan ketika sedang beruaya. Hasil analisis statistik terhadap 56 kawanan lemuru menunjukkan bahwa dari 56 kawanan yang teridentifikasi dan terklasifikasi didapatkan bahwa +89 dari kawanan tersebut adalah kawanan lemuru 50 kawanan sedangkan 11 sisanya 6 kawanan adalah kawanan non-lemuru. Wudianto 2001 menduga kawanan non-lemuru ini adalah kawanan layang atau tongkol. Statistik ini tampaknya sejalan dengan hasil penelitian Budiharjo et al. 1990 yang menyebutkan bahwa +80 hasil tangkapan ikan di Perairan Selat Bali adalah spesies lemuru. Lebih lanjut Wudianto 2001 mengemukakan bahwa 98,76 hasil tangkapan ikan di Perairan Selat Bali pada bulan November adalah spesies lemuru. Hasil analisis statistik juga menunjukkan bahwa kawanan lemuru di Perairan Selat Bali dapat dibedakan atas 4 spesies kawanan yaitu kawanan lemuru sempenit, protolan, lemuru, dan campuran. Kawanan campuran dapat terdiri dari campuran antara sempenit dan protolan, sempenit dan lemuru, protolan dan lemuru, atau campuran dari ketiganya Fauziyah, 2005. Dilihat dari ukuran tubuhnya yang dihitung dengan persamaan 12, kawanan sempenit adalah kawanan ikan dengan rataan ukuran tubuh terkecil dan menyerupai ukuran tubuh kawanan protolan dengan ukuran tubuh masing-masing berkisar antara 10,34-15,47Cm dan 11,39-14,52Cm, ukuran tubuh lemuru sedikit lebih besar dengan kisaran antara 11,82-19,08Cm, sedangkan ukuran non-lemuru hampir sama dengan ukuran sempenit dan protolan berkisar antara 10,93-14,52Cm. Sebagaimana diketahui, ukuran tubuh ikan berkorelasi linier lihat persamaan 4.1 dengan nilai rataan target strength yang berkorelasi negatif signifikan dengan panjang kawanan sedangkan panjang kawanan ikan berperan sebagai deskriptor utama dalam membedakan kelompok ikan. Karena itu ukuran tubuh yang hampir sama besar ini diduga menjadi penyebab beberapa kawanan sempenit teridentifikasi sebagai protolan atau lemuru atau sebaliknya. Hasil analisis statistik juga menunjukkan bahwa karakteristik bentuk dan struktur kawanan ikan dapat dibedakan pada siang dan malam hari. Pada siang hari antara jam 06.00-18.00, jumlah kawanan ikan yang terdeteksi sebanyak 41 kawanan dengan rincian 16 kawanan sempenit, 12 kawanan lemuru, 7 kawanan campuran, dan 6 kawanan protolan, sedangkan pada malam hari antara jam 18.00- 06.00 jumlah kawanan ikan yang terdeteksi sebanyak 15 kawanan dengan rincian 9 kawanan protolan, dan 6 kawanan non-lemuru. Hasil analisis menunjukkan bentuk kawanan ikan yang terdeteksi pada malam hari tampak lebih panjang dan pipih dibandingkan dengan bentuk kawanan ikan pada siang hari. Akan tetapi, pada malam hari densitas kawanan ikan tampak lebih rendah dibandingkan dengan densitas kawanan ikan pada siang hari. Pada malam hari kawanan ikan cenderung berada lebih dekat ke permukaan dibandingkan pada siang hari. Freon Misund 1999 mengemukakan bahwa sebagian besar ikan pelagis membentuk kawanan dalam ukuran besar pada malam hari dengan densitas rendah, sedang pada siang hari membentuk kawanan lebih kecil dengan densitas lebih tinggi. Hal ini tampaknya sejalan dengan He 1989 yang menyatakan bahwa pada malam hari kawanan ikan akan tampak terpecah dan bergerak ke arah yang berbeda tetapi sisanya akan membentuk kawanan yang sangat panjang. Hal ini diduga terjadi selain karena ikan pelagis aktif mencari makan pada malam hari Pitcher Parish, 1982, juga karena bentuk kawanan yang panjang dan utuh memudahkan ikan pelagis menemukan lokasi makanan dan terhindar dari pemangsanya Freon Misund, 1999. Nilai deskriptor juga menunjukkan bahwa pada malam hari kawanan ikan membentuk struktur kawanan dimana ikan dengan ukuran tubuh lebih kecil cenderung berada pada lapisan lebih dekat ke permukaan sedangkan ikan dengan ukuran tubuh yang lebih besar cenderung berada pada lapisan yang lebih dalam. Ikan dengan ukuran tubuh lebih kecil cenderung membentuk kawanan yang lebih panjang, lebih tinggi, lebih pipih dengan bentuk yang lebih beraturan tetapi dengan intensitas hamburan balik yang lebih rendah dibandingkan dengan kawanan ikan dengan ukuran tubuh yang lebih besar. Hasil analisis diskriminan juga menunjukkan bahwa dari 8 deskriptor utama yang dihasilkan, 5 berasal dari kelompok deskriptor morfometrik yaitu deskriptor L, A, P, E pada fungsi diskriminan 1 dan H pada fungsi diskriminan 2, 1 berasal dari kelompok deskriptor batimetrik yaitu Trel pada fungsi diskriminan 1, dan 2 berasal dari kelompok deskriptor energetik yaitu Er dan Dv keduanya pada fungsi diskriminan 2, lihat Tabel 14. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis statistik dapat disimpulkan bahwa kelompok deskriptor morfometrik memegang peranan sangat penting dalam membedakan kelompok ikan yang satu dengan lainnya, diikuti kelompok deskriptor energetik dan batimetrik. Kedelapan deskriptor yang dimaksud adalah deskriptor ukuran panjang L, tinggi H, elongasi E, luas A, keliling ketinggian relatif Trel, rataan intensitas hamburan balik SV Er, dan densitas volume Dv. Hasil lengkap analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 10, 11.

7.2 Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik