Pengaruh Holding Time Terhadap Kekeruhan Pada Sampel Air Sungai Babura Dengan Metode Turbidimetri

(1)

PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP KEKERUHAN PADA SAMPEL AIR SUNGAI BABURA DENGAN METODE TURBIDIMETRI

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

DIAN ASHARI 072401012

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP KEKERUHAN PADA

SAMPEL AIR SUNGAI BABURA DENGAN METODE

TURBIDIMETRI

KARYA ILMIAH

DIAN ASHARI

072401012

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul : PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP

KEKERUHAN PADA SAMPEL AIR SUNGAI BABURA DENGAN

METODE TURBIDIMETRI

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : DIAN ASHARI

Nomor Induk Mahasiswa : 072401012

Program Studi : D3 KIMIA ANALIS

Departemen : KIMIA

Fakultas MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

\ ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, juni 2010

Diketahui/ Disetujui Oleh

Ketua Departemen Kimia FMIPA USU Dosen Pembimbing

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS. Dr. Yuniarti Yusak, MS.

NIP. 195408301985032001 NIP.130809726

PERNYATAAN


(4)

PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP KEKERUHAN PADA

SAMPEL AIR SUNGAI BABURA DENGAN MEODE

TURBIDIMETRI

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri,kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, juni 2010

DIAN ASHARI 072401012


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis memilih judul PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP

KEKERUHAN PADA SAMPEL AIR SUNGAI BABURA DENGAN METODE TURBIDIMETRI yang merupakn salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

Diploma III Kimia Analis.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis telah banyak mendapatkan

bimbingan, pengarahan, bantuan, dan saran serta kritik dari banyak pihak. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Yuniarti Yusak MS., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS., selaku ketua Departemen Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Ibu Dr. Marpongathun. M.Sc., selaku ketua Program Studi Kimia Analis

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

4. Orang tua tercinta Dibri Pasaribu dan Haswidawati yang telah mendidik,

mendo’akan, dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

5. Buat saudara-saudara ku yang telah memberikan dukungan yang begitu besar

kepada penulis.

6. Staf dan karyawan di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Medan yang telah

banyak membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

7. Buat teman-teman PKL ku Nena Fitriani, Zuhriatin Thaiyyibah, dan Yudha

Setiawan yang selalu member semangat kepada penulis

8. Buat teman-teman ku Khoirotun Najiha dan Maulida Ulfatmi yang telah

membantu penulis dalam terjemahan buku.

9. Buat teman-teman satu kos ku Andre Adhe Putra, Firmansya Ginting,

Trisaputra Ramadani dan Azwinata yang tekah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis

10.Buat teman-temanku Andika Putra, Rosidi Tarigan, Ardiansyah Tanjung,

Ardiansyah Hasibuan dan Aswin Syahputra Mawan yang telah memberikan semangat dan dukungan terhadap penulis.

11.Serta seluruh teman-teman mahasiswa Kimia Analis stambuk 2007 yang telah

banyak membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Dalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar karya ilmiah ini dapat lebih sempurna lagi. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca


(6)

pada umunya dan penulis pada khususnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan. April 2010


(7)

PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP KEKERUHAN PADA SAMPEL AIR SUNGAI BABURA DENGAN METODE TURBIDIMETRI

ABSTRAK

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap oleh bahan - bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (mislnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain. Dalam hal ini, saya membahas tentang pengaruh holding time terhadap kekeruhan, dalam percobaan ini menunjukkan sangat mempengaruhi masa holding time terhadap kekeruhan. Dimana masa holding time pada sampel kekeruhan maksimum selama 48 jam (2 hari).


(8)

HOLDING TIME INFLUENCE TO TURBIDITY AT SAMPLE IRRIGATE BABURA RIVER WITH TURBIDIMETRY METHOD

ABSTRACT

Turbidity define the water optic determined based on amount of lihgts absorbed by materials in water. Turbidity caused by organic and inorganic materials which suspended and solved (such as mud and smooth sand), also organic and inorganic materials which in form of plankton and other microorganism. In this case, I study about holding time influence to turbidity, on trial this show very influencing a period of holding time to turbidity. Where a period of holding time at maximum turbidity sample 48 hours (2 day).


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii Penghargaan iv Abstrak vi Abstract vii Daftar Isi viii BAB 1 Pendahuluan

1 1.1 Latar Belakang

1 1.2 Permasalahan 3 1.3 Tujuan 4 1.4 Manfaat 4 BAB 2 Tinjauan Pustaka

5 2.1 Air

5 2.2 Kualitas Air untuk Kehidupan

7 2.2.1 Kualitas secara Fisik

8 2.2.2 Kualitas Air secara Kimia

9


(10)

2.2.3 Kualitas Air secara Biologis

9 2.3 Pencemaran Air

10 2.4 Sumber Pencemaran Air

10 2.4.1 Domestik

11 2.4.2 Nondomestik

11 2.4.3 Limbah Organik Menyebabkan Kurangnya Oksigen

Terlarut

12 2.4.4 Pencemaran Bahan Kimia Inorganik

12 2.4.5 Pencemaran Bahan Kimia Organik

12 2.4.6 Sedimen dan Bahan Tersuspensi

13 2.4.7 Substansi Radioaktif

13 2.5 Teknologi Pembersih Air

14 2.5.1 Cara Sederhana

14 2.5.2 Cara Saringan Pasir Lambat

15 2.5.3 Cara Koagulasi

15 2.5.4 Cara Penghilangan “Tai-Peureu”

15 2.5.5 Biofilter

16 2.6 Turbidimetri


(11)

BAB 3 Metodologi Percobaan

20 3.1 Persiapan Sampel

20 3.2 Alat-alat

20 3.3 Bahan-bahan

20 3.4 Prosedur

21 BAB 4 Hasil dan Pembahasan

22 4.1 Hasil

22 4.2 Pembahasan

22 BAB 5 Kesimpulan dan Saran

24 5.1 Kesimpulan

24 5.2 Saran

24 Daftar Pustaka

25


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Wadah yang dibutuhkan, Teknik Pengamanan (Persiapan), Dan Holding Time (Masa Penyimpanan) yang diharuskan

Pada Sampel


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Turbidimeter 2100 N

28


(14)

PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP KEKERUHAN PADA SAMPEL AIR SUNGAI BABURA DENGAN METODE TURBIDIMETRI

ABSTRAK

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap oleh bahan - bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (mislnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain. Dalam hal ini, saya membahas tentang pengaruh holding time terhadap kekeruhan, dalam percobaan ini menunjukkan sangat mempengaruhi masa holding time terhadap kekeruhan. Dimana masa holding time pada sampel kekeruhan maksimum selama 48 jam (2 hari).


(15)

HOLDING TIME INFLUENCE TO TURBIDITY AT SAMPLE IRRIGATE BABURA RIVER WITH TURBIDIMETRY METHOD

ABSTRACT

Turbidity define the water optic determined based on amount of lihgts absorbed by materials in water. Turbidity caused by organic and inorganic materials which suspended and solved (such as mud and smooth sand), also organic and inorganic materials which in form of plankton and other microorganism. In this case, I study about holding time influence to turbidity, on trial this show very influencing a period of holding time to turbidity. Where a period of holding time at maximum turbidity sample 48 hours (2 day).


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standart tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air banyak yang sudah tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. (Wardhana, 1995)

Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air. Karena kebutuhan mahkluk hidupnakan air sangat bervariasi, maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda. Sebagai contoh, air kali dipegunungan belum tercemar tidak dapat digunakan langsung sebagai air minum karena belum memenuhi persyaratan untuk dikategorikan sebagai air minum. Kekeruhan menunjukkan sifat optis air, yang mengakibatkan pembiasan cahaya kedalam air. Kekeruhan membatasi masuknya cahaya ke dalam air. Kekeruhan ini terjadi karena adanya bahan yang terapung, dan terurainya zat tertentu, seperti bahan organik, jasad renik, lumpur tanah liat dan benda lain yang melayang atau terapung sangat halus sekali. Semakin keruh air, semakin tinggi daya hantar listriknya dan semakin banyak pula padatannya. (Kristanto, 2002)


(17)

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain.

Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas, yang setara dengan 1 mg/liter SiO2. Peralatan yang pertama kali di gunakan untuk mengukur turbiditas atau ekeruhan adalah Jackson Candler Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan silika. Kemudian, Jackson Candler Turbidimeter dijadikan sebagai alat baku atau standart bagi pengukuran kekeruhan. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan satuan 1 JTU. Pengukuran kekeruhan dengan ,enggunakan Jackson Candler Turbidimeter bersifat visual, yaitu membandingkan air sampel dengan air standart.

Selain dengan menggunakan Jackson Candler Turbidimeter, kekeruhan sering diukur dengan metode Nephelometrick. Pada metode ini, sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan ntensitas cahaya yang dipantulkan oleh oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur dengan menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standart. Satuan kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Satuan JTU dan NTU sebenarnya tidak dapat saling mengonversi, akan tetapi Sawyer dan McCarty (1978) mengemukakan bahwa 40 NTU setara dengan 40 JTU. (Hefni Effendi, 2003)


(18)

Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal. Endapan sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air bersama-sama dengan koloidal. Endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air. Padahal sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses fotosintesis. Karena tidak ada sinar matahari maka proses fotosintesis tidak dapat berlangsung. Akibatnya, kehidupan mikroorganisme jadi terganggu. (Wardhana, 1995)

Kekeruhan pada perairan yang tergenang (lentik), misalnya danau, lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus, sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbaawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya system osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya kedalam air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. (Hefni Effendi, 2003)

1.2Permasalahan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik


(19)

dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. Dengan demikian apakah ada pengaruh penyimpanan sampel air sungai Babura Medan terhadap kekeruhan dan apakah aman untuk digunakan oleh masyarakat yang ada disekitarnya.

1.3Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan sampel air sungai pada suhu 4o C terhadap kekeruhan (turbitity).

1.4Manfaat

Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah :

- Untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang hasil analisa

kekeruhan yang terdapat pada air sungai Babura Medan.

- Untuk memberikan informasi kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH)

tentang kada luarsanya sampel.

- Untuk mengetahui apakah air sungai Babura layak untuk digunakan untuk

kebutahan sehari-hari bagi masyarakat yang tinggal disekitar sungai Babura.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta mahkluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segneap pengguna air. (Hefni Effendi, 2003)

Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Misalnya, walaupun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air hujan yang turun di atasnya selalu mengandung bahan-bahan terlarut, seperti CO2, O2 dan N2 serta bahan-bahan tersuspensi misalnya debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfir. (Kristanto,2002)

Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas


(21)

air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua mahkluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan dan perlindungan sumber daya air secara seksama. (Hefni Effendi, 2003)

Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air tersebut sudah tercemar. Pengolahan tanah yang kurang baik akan dapat menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar dengan tanah endapan. Dengan demikian banyak sekali penyebab terjadinya pencemaran air ini, yang akhirnya akan bermuara ke lautan, menyebabkan pencemaran pantai dan laut sekitarnya. (Darmono,2001)

Pengolahan sumber daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan interpretasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia dan biologi. Namun, sebelum melangkah pada tahap pengelolaan, diperlukan pemahaman yang baik tentang terminology, karateristik, dan interkoneksi parameter kualitas-kualitas air. (Hefni Effendi, 2003)

2.2 Kualitas Air Untuk Kehidupan


(22)

Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat diguakan sesuai dengan kriterianya.

Menurut peruntukannya, air pada sumber air dapat dikategorikan menjadi empat golongan, yaitu:

• Golaongan A, yaitu air yang dapat digunakan segai air minum secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu.

• Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah

sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.

• Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan

peternakan.

• Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan

dapat digunakan untuk usaha perkotaan, industry, dan listrik tenaga air. (Kristanto, 2002)

Sesuai dengan ketentuan badan dunia (WHO) maupun badan setempat (Departemen Kesehatan) serta ketentuan/peraturan lain yang berlaku seperti APHA (American Public Health Association), layak idaknya air untuk kehidupan manusia ditentukan berdasarkan persyaratan secara fisik, secara kimia, dan secara biologis.


(23)

• Kekeruhan

Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya gahan-bahan organik dan anorganik, seperti lumpur dan buangan dari permkiman tertentu yang menyebabkan air air sungai menjadi keruh. Air yang mengandung kekeruhan tinggi akan mengalami kesulitan kalau diproses untuk sumber air bersih. Kesulitannya antara lain dalam proses penyaringan.

• Warna

Warna air berubah bergantung kepada warna buangan yang memasuki badan air. (Unus, 2005)

Warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis. Untuk kepentingan keindahan, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 PtCo. Sumber air untuk kepentingan air minum sebaiknya memiliki nilai warna antara 5-50 PtCo. (Hefni Effendi, 2003)

• Temperatur

Kenaikan temperature atau suhu di dalam badan air, dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO atau Dissolved Oxygen) air. (Unus Suriawira, 2005)

Naiknya suhu air akan menimbulkan akibat sebagai berikut:

- Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air

- Meningkatkan kecepatan reaksi kimia.

- Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya.

- Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati. (Kristanto, 2002)

• Bau dan Rasa


(24)

Bau dan Rasa yang terdapat di dalam air baku apat dihasilkan oleh kehadiran organisme seperti mikroalga dan bakteri. Dari segi estetika, air yang berbau, apalagi bau busuk sperti bau teller yang membusuk (oleh H2S misalnya), ataupun air yang berasa secara alami, tidak dikehendaki dan tidak dibenarkan oleh peraturan dan ketentuan yang berlaku.(Unus Suriawira, 2005)

2.2.2 Kualitas Air secara Kimia

Kualitas air secara kimia meliputi sebagai berikut:

• Nilai pH

• Kandungan senyawa kimia dalam air

Contohnya: Logam berat seperti Hg (air raksa) dan Pb (timbal) merupakan zat kimia berbahaya jika masuk kedalam air.

• Kandungan residu atau sisa.

Misalnya: residu pestisida, deterjen, kandungan senyawa toksik atau racun, dan sebagainya.

2.2.3 Kualitas Air Secara Biologis

Kualitas secara biologis, khususnya secar mikrobiologis, ditentukan oleh banyak parameter yaitu:

• Parameter Mikroba Pencemar

• Patogen


(25)

2.3 Pencemaran Air

Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun buakan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Misalnya, walaupun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air hujan yang turun di atasnya selalu mengandung bahan-bahan terlarut, seperti CO2; O2; dan N2, serta bahan-bahan tersuspensi misalnya debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfir. (Kristanto, 2002)

Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industry, dan lain-lain. (Hefni Effendi, 2003)

2.4 Sumber Pencemaran Air

Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) atau tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source). Sumber pencemar point source misalnya knalpot mobil, cerobong asap pabrik, dan saluran limbah industri. Pencemaran yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan karateristik spesial kualitas air. Volume pencemar dari point


(26)

source biasanya relatife tetap. Sumber pencemaran non-point source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak. Misalnya: Limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik), dan limpasan dari daerah perkotaan. (Hefni Effendi, 2003)

2.4.1 Domestik

Limbah domestik adalah semua buangan yang berasal dari kamar mandi, kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cuci peralatan rumah tangga, apotek, rumah sakit, rumah makan dan sebagainya yang secara kuantitatif limbah tadi terdiri atas zat organic baik berupa padat atau cair, bahan berbahaya, dan beracun (B3), garam terlarut, lemak, dan bakteri terutama fekal coli, jasad pathogen, dan parasit.

2.4.2 Nondomestik

Limbah nondomestik sangat bervariasi, terlebih-lebih untuk limbah industry. Limbah pertanian biasanya terdiri atas bahan padat bekas tanaman yang bersifat organis, bahan pemberantas hama dan penyakit (pestisida), bahan pupuk yang mengandung nitrogen, posfor, sulfur, mineral (K,Ca) dan sebagainya. (Satrawijaya; 1991)


(27)

Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen dalam air ialah limbah organik yang terbuang dalam air. Limbah organic akan mengalami degradasi dan dekomposisi oleh bakteri aerob (menggunakan oksigen dalam air), sehingga lama-kelamaan oksigen yang terlarut dalam air akan sangat berkurang. Dalam kondisi berkurangnya oksigen tersebut hanya spesies organisme tertentu saja yang dapat hidup.

2.4.4 Pencemar Bahan Kimia Inorganik

Bahan kimia inorganik seperti asam, garam dan bahan toksik logam seperti Pb, Cd, Hg dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan air tidak enak untuk diminum. Di samping dapat menyebabkan matinya kehidupan air seperti ikan dan organisme lainnya, pencemaran bahan tersebut juga dapat menurunkan produksi tanaman pangan dan merusak peralatan yang dilalui air tersebut (karena bersifat korosif).

2.4.5 Pencemar Bahan Kimia organik

Bahan kimia organik seperti minyak, plastik, pestisida, larutan pembersih, deterjen dan masih banyak lagi bahan organic terlarut yang digunakan oleh manusia yang dapat menyebabkan kematian pada ikan maupun organisme lainnya.

2.4.6 Sedimen dan Bahan Tersuspensi


(28)

Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan kimia inorganic dan organic menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi dalam air. Kebanyakan sungai dan daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan erosi alamiah dari pinggir sungai. Partikel yang tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan, mengurangi tanaman air melakukan fotosintesis, pakan ikan menjadi tertutup lumpur, insang ikan kerang tertutup oleh sedimen dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam.

2.4.7 Substansi Radioaktif

Radioaktif yang terlarut dalam air akan dapat mengalami “amplikasi biologi” (kadarnya berlipat) dalam system rantai pakan. Radiasi yang terionisasi dari isotop tersebut dapat menyebabkan mutasi DNA pada mahkluk hidup sehingga mengakibatkan gangguan reproduksi, kanker, dan kerusakan genetik. (Darmono; 2001)

Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini apabila tidak disertai dengan program pengolahan limbah yang baik akan memungkinkan terjadinya pencemaran air, baik secara langsung maupun tidak langsung. Erat kaitannya dengan masalah indikator pencemaran air ikut menentukan bagaimana indikator tersebut terjadi. Komponen pencemaran air tersebut dikelompokkan sebagai berikut:


(29)

- Bahan buangan organik

- Bahan buangan anorganik

- Bahan buangan olahan bahan makanan

- Bahan buangan cairan berminyak

- Bahan buangan zat kimia

- Bahan buangan berupa panas (Wardhana, 1995)

2.5 Teknologi Pembersihan Air

Pengolahan air baku (air alami) menjadi bersih dapat dilakukan dalam beberapa cara:

2.5.1 Cara Sederhana

Cara yang sangat sederhana yang banyak dijumpai dipedesaan ialah air yang terkumpul sebelum disalurkan kejamban atau tempat lainnya yang memerlukan, ditampung terlebih dahulu di dalam sebuah bak penampung. Penampungan dimaksudkan agar bahan-bahan yang menyebabkan air tersebut keruh, misalnya oleh lumpur dan sebagainya akan terendapkan terlebih dahulu di dalam bak tersebut. Dengan begitu air yang dialirkan ke jamban, sudah jernih karena lumpurnya sudah mengendap. Tentu saja bak penampungan ini tidak akan dibiarkan begitu untuk waktu yang lama karena cepat atau lambat endapannya akan banyak serta kemungkinan akan menyumbat saluran atau aka terbawa air lagi. Oleh karena itu, dalam waktu-waktu tertentu endapannya harus dibuang/dikeluarkan.


(30)

2.5.2 Cara Saringan Pasir Lambat

Saringan pasir lambat sangat efisien untuk menghilangkan kekeruhan dalam

air, baik kekeruhan yang diakibatkan oleh bahan-bahan dalam suspense yang mudah mengendap maupun bahan-bahan dalam bentuk koloidial. Selain itu, pasir lambat juga sangat efektif untuk pemisahan bakteri dari dalam air.

2.5.3 Cara Koagulasi

Kekeruhan air yang banyak dijumpai pada air permukaan, seperti air permukaan, seperti air sungai atau air saluran irigasi ada yang dapat dihilangkan dengan cara pengendapan dan penyaringan secara langsung dan ada yang tidak dapat dihilangkan dengan kedua cara tersebut disebabkan oleh partikel-paartikel koloid yang hanya dapat diendapkan dengan proses koagulasi kimiawi.

2.5.4 Cara Penghilangan “Tai-peureu”

Besi dalam bentuk ion Fe++ sangat mudah larut di dalam air. Oksigen terlarut

di dalam air akan mengoksidasi Fe++ menjadi Fe(OH)3 yang merupakan endapan,

sehingga akan mengakibatkan kekeruhan dalam air yang berwarna merah karat. Selain itu, untuk ion mangan (dalam bentuk Mn++), oksidasi Mn++ oleh oksigen yang terlarut akan menghasilkan endapan hitam yang berakumulasi di dalam system distribusi yang terlepas dan terbawa dalam aliran dalam waktu-waktu tertentu.


(31)

2.5.5 Biofilter

Kemampuan sekelompok mikroba seperti bakteri dan jamur dalam menguraikan benda-benda organic dan anorganik yang terdapat dalam air buangan , sudah diketahui dan dimanfaatkan sejak lama. Kehadiran secara buatan dari kelompok mikroba tersebut, terdapat pada tempat atau bejana pengolah air buangan, seperti dalam bentuk kolam oksidasi, kolam stabilasi, trickling filter. (Unus , 2005)

2.6. Turbidimetri

Beberapa senyawa yang tak dapat larut, dalam jumlah sedikit, dapat disiapkan dalam keadaan agregasi sedemikian sehingga diperoleh suspensi yang sedang-sedang stabilnya. Sifat-sifat dari setiap suspensinya akan berbeda-beda menurut konsentrasinya fase-terdisfersinya. Bila cahaya dilewatkan melalui suspensi itu, sebagian dari energy radiasi yang jatuh di disipasi (dihamburkan) dengan penyerapan (absorpsi), pemantulan (refleksi), sementara sisanya ditransmisi (diteruskan). Pengukuran intensitas cahaya yang ditransmisikan sebagai fungsi dari konsentrasi fase-terdisfersi adalah dasar dari analisa turbidimetri. Bila suspensi dipandang dengan sudut tegak lurus terhadap arah cahaya yang jatuh, system Nampak opalesen (berpendar seperti mutiara) disebabkan oleh pantulan cahaya dari partikel-partikel suspensi itu (efek tyndall). Cahaya dipantulkan tak beraturan dan membaur, sehingga istilah cahaya-baur ini (dengan sudut tegak lurus terhadap arah jatuh cahaya jatuh) sebagai fungsi konsentrasi fase-terdisfersinya adalah dasar dari analisis nefalometri


(32)

(Gr nefhele= awan). Analisis nefelometri adalah paling peka untuk suspensi-suspensi yang sangat encer (>100 mg per liter). Teknik-teknik untuk analisis turbidimetri dan analisis nefalometri masing-masing menyerupai analisis filter fotometri dan fluometri.

Membuat kalibrasi dianjurkan dalam penerapan-penerapan nefalometri dan turbidimetri, karena hubungan antara sifat-sifat optis suspensi dan konsentrasi fase terdisfersinya paling jauh adalah semi-empiris. Agar kekabutan atau kekeruhan (turbidity) itu dapat diulang penyiapannya haruslah seksama mungkin. Endapan harus sangat halus, sehingga tidak cepat mengendap. Intensitas cahaya baur bergantung pada banyaknya dan ukuran partikel-partikel dalam suspensi, dan asalkan ukuran rata-rata dari partikel dalam suspensi, dan asalkan ukuran rata-rata dari partikel-partikel itu cukup dapat diulang, aplikasi secara analitik adalah dimungkinkan.

Kondisi-kondisi berikut hendaknya dikendalikan dengan hati-hati untuk menghasilkan suspensi dengan sifat-sifat yang cukup seragam:

1. Konsentrasi-konsentrasi kedua ion yang bergabung (bersenyawa) yang

menghasilkan endapan, maupun rasio dari konsetrasi-konsentrasinya dalam larutan-larutan yang dicampurkan.

2. Cara, urut-urutan, dan laju pencampuran.

3. Banyaknya garam-garam dan zat-zat lain yang ada serta, terutama

koloid-koloid pelindung (gelatin, gom arab dan sebagainya).

4. Temperatur.

Kolorimeter-kolorimeter visual dan fotoelektrik dapat digunakan sebagai turbidimeter. Filter biru biasanya menghasilkan kepekaan yang lebih besar. Sebuah kurva kalibrasi harus dibuat dengan memakai dengan beberapa larutan standart karena


(33)

cahaya yang ditransmisikan oleh suatu larutan yamg keruh umumnya tak mengikuti hokum Beer-Lambert dengan tepat (Vogel, 1994)

Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas cahaya yang datang; pengukuran perbandingan cahaya yang diteruskan terhadap cahaya yang datang; pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalam di mana cahaya mulai tidak tampak di dalam lapisan lapisan yang keruh. Instrumen pengukur perbandingan Tyndall disebut sebagai Tyndall meter. Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung. Sedangkan pada Nefalometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standart. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas tergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio tyndall sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap pangkat empat panjang gelombangnya.

Prinsip spektroskopi absorpsi dapat digunakan pada turbidimeter dan nefalometer. Untuk turbidimeter, absorpsi akibat partikel yang tersuspensi diukur sedangkan pada nefalometer, hamburan cahaya oleh suspensilah yang diukur. Meskipun presisi merode ini tidak tinggi tetapi mempunyai kegunaan praktis, sedang akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Setiap instrumen spektroskopi absorpsi dapat digunakan untuk turbidimeter, sedang nefalometer


(34)

memerlukan reseptor pada sudut 90o terhadap lintasan cahaya. Metode nefalometer kurang sering digunakan pada analisis anorganik. Pada konsentrasi leih tinggi, absorpsi berpariasi secara linear terhadap konsentrasi, sedangkan pada konsentrasi

lebih rendah untuk sistem koloid Te dan SnCl2, tembaga ferosianida dan

sulfida-sulfida logam berat tidak demikian halnya. Kelarutan zat tersuspensi seharusnya kecil. Suatu gelatin pelidung koloid biasanya digunakan untuk membentuk suatu dispersi koloid yang seragam dan stabil. (Khopkhar, 1984)

Hamburan Tyndall adalah hamburan radiasi elektromagnetik oleh molekul atau partikel yang teragregasi dalam bentuk suspensi atau koloid yang partikel-partikelnya lebih besar dari ukuran molekul. Sifat hamburan Tyndall ini adalah frekuensi dan panjang gelombang sama dengan sumber radiasi. Hubungan Tyndall dimanfaatkan untuk turbidimtri dan nefalometri sebagai penentuan kekeruhan. (Mulja, 1995)


(35)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Persiapan Sampel

Sampel yang dipergunakan adalah sampel dari air sungai Babura Medan dengan menggunakan botol plastic tanpa gelumbung udara di dalamnya dan disimpan pada suhu 4oC.

3.2 Alat – alat

- Turbidimeter Laboratorium model 2100 AN

- Kuvet Phyrex

- Tissue

- Beaker glass Phyrex

3.3 Bahan – bahan

- Air Sungai Babura


(36)

3.4 Prosedur

- Dihidupkan alat Turbidimeter dengan menekan switch on di belakang alat,

layar akan menunjukkan angka 2100 AN

- Didiamkan sampai panjang gelombang konstan antara 0,025 sampai 0,029

NTU

- Diisi kuvet dengan air sampel sampai tanda batas

- Dibersihkan kuvet dengan tissue sampai kering dan bersih

- Diletakkan kuvet sampel kedalam tempat sampel kemudian ditutup

- Dicatat angka yang tertera dilayar setelah angka konstan

- Diisi format ketidak sesuaian jika nilai pengukur an yang diperoleh melebihi standart yang ditetapkan.


(37)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHSAN

4.1 Hasil

Data penentuan kekeruhan pada air sungai Babura

Hari

Hasil

Kekeruhan (NTU)

0 0,029 18,2 NTU

1 0,029 18,9 NTU

2 0,029 20,0 NTU

3 0,029 20,3 NTU

4 0,029 19,3 NTU

5 0,029 18,1 NTU

6 0,029 17,9 NTU

4.2 Pembahasan

Dari analisa yang dilakukan terhadap air sungai Babura Medan diperoleh nilai kekeruhan yang cukup tinggi pada analisa hari k-3 yaitu 20,3 NTU. Hal ini disebabkan


(38)

karena masa holding time (lama penyimpanan) sampel telah habis pada hari ke-3, masa holding time yang dicantumkan pada tabel selama 48 jam (2 hari).

Pada analisa hari ke-6 diperoleh nilai kekeruhan yang cukup rendah yaitu 17,9 NTU. Hal ini dikarenakan partikel-partikel yang ada dalam air telah menempel pada wadah (tempat penyimpanan sampel) sehingga nilainya berkurag sangat drastis.

Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang sangat membahayakan, tetapi satu hal yang harus dipertimbangkan karna sifat optiknya tersebut membuatnya tidak disenangi oleh masyarakat.

Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengaruh holding time terhadap kekeruhan (turbidity) sangatlah berpengaruh maka dianjurkan pada Badan Lingkungan Hidup (BLH) di daerah manapun supaya analisa kekeruhan (turbidity) tidak lewat dari masa holding time karena dapat mengurangi ketelitian dalam menganalisa.

Waktu pengawetan sampel paling lambat 1 hari, karena setelah satu hari dapat terjadi flokulasi sendiri dari zat- zat tersuspensi tanpa pembubuhan flokulan, sehingga sampel sudah tidak berlaku. (Alaerts, 1984).


(39)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa yang dilakukan terhadap air sungai Babura Medan menunujukkan bahwa masa holding time pada kekeruhan sangat mempemgaruhi nilai

kekeruhannya yang disimpan pada suhu 4oC dan maksimum penyimpanan sampel

selama 48 jam (2 hari) yaitu pada hari ke-3 hasil kekeruhannya mencapai 20,3 NTU. Dan air sungai ini tidak layak digunakan sebagai air minum karena tingkat kekeruhannya melewati batas yang telah ditentukan yaitu 5 NTU sesuai peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 20 Tahun 1990.

5.2 Saran

- Disarankan kepada masyarakat yang berada pada aliran air sungai Babura

Medan supaya menjaga kelestariannya dan tidak mengkonsumsi air sungai tersebut karena mempunyai nilai kekeruhan yang sangat tinggi.

- Disarankan kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) di daerah manapun agar

menganalis sampel turbidity tidak lewat dari masa holding timenya.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta : UI-Press.

Heffni, E. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta : Kanisius.

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Penerbit Andi. Khopkar, S.M. 1984. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press. Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Bandung : ITB-Press.

Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Suriawiria, U. 2005. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Bandung :

P.T Alumni.

Vogel, A.I. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wardhana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit Andi.


(41)

LAMPIRAN


(42)

Tabel 2.1 Wadah yang dibutuhkan, Teknik Pengmanan (persiapan) dan holding time (lama penyimpanan) yang diharuskan pada sampel

Parameter Wadah2

Pengamanan (Persiapan)3

Maksimum Holding Time4,5

Biochemical

Oxygen Demand (BOD)

P,G Cool, 4o C 48 jam

Chemichal Oxygen Demand (COD)

P,G Cool, 4oC, H2SO4

to pH<2

28 hari

Color (Warna) P,G Cool, 4oC 48 Jam

Hadnees (Kesadahan)

P,G HNO3 to pH<2,

H2SO4 to pH<2

6 Bulan

Hydrogen Ion (pH) P,G None required Analyze

Immediatelly

Nitrate P,G Cool, 4oC 48 Jam

Nitrite P,G Cool, 4oC 48 Jam

Turbidity (Kekeruhan)

P,G Cool, 4oC 48 Jam

Residue,

Nonfilterable (TSS)

P,G Cool, 4oC 7 Hari

Temperature P,G None Requred Analyze


(43)

Gambar 2.1 Turbidimeter 2100 N


(1)

Pada analisa hari ke-6 diperoleh nilai kekeruhan yang cukup rendah yaitu 17,9 NTU. Hal ini dikarenakan partikel-partikel yang ada dalam air telah menempel pada wadah (tempat penyimpanan sampel) sehingga nilainya berkurag sangat drastis.

Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang sangat membahayakan, tetapi satu hal yang harus dipertimbangkan karna sifat optiknya tersebut membuatnya tidak disenangi oleh masyarakat.

Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengaruh holding time terhadap kekeruhan (turbidity) sangatlah berpengaruh maka dianjurkan pada Badan Lingkungan Hidup (BLH) di daerah manapun supaya analisa kekeruhan (turbidity) tidak lewat dari masa holding time karena dapat mengurangi ketelitian dalam menganalisa.

Waktu pengawetan sampel paling lambat 1 hari, karena setelah satu hari dapat terjadi flokulasi sendiri dari zat- zat tersuspensi tanpa pembubuhan flokulan, sehingga sampel sudah tidak berlaku. (Alaerts, 1984).


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa yang dilakukan terhadap air sungai Babura Medan menunujukkan bahwa masa holding time pada kekeruhan sangat mempemgaruhi nilai kekeruhannya yang disimpan pada suhu 4oC dan maksimum penyimpanan sampel selama 48 jam (2 hari) yaitu pada hari ke-3 hasil kekeruhannya mencapai 20,3 NTU. Dan air sungai ini tidak layak digunakan sebagai air minum karena tingkat kekeruhannya melewati batas yang telah ditentukan yaitu 5 NTU sesuai peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 20 Tahun 1990.

5.2 Saran

- Disarankan kepada masyarakat yang berada pada aliran air sungai Babura Medan supaya menjaga kelestariannya dan tidak mengkonsumsi air sungai tersebut karena mempunyai nilai kekeruhan yang sangat tinggi.

- Disarankan kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) di daerah manapun agar menganalis sampel turbidity tidak lewat dari masa holding timenya.


(3)

Alaerts, G. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta : UI-Press.

Heffni, E. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta : Kanisius.

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Penerbit Andi. Khopkar, S.M. 1984. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press. Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Bandung : ITB-Press.

Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Suriawiria, U. 2005. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Bandung :

P.T Alumni.

Vogel, A.I. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wardhana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit Andi.


(4)

(5)

Tabel 2.1 Wadah yang dibutuhkan, Teknik Pengmanan (persiapan) dan holding time (lama penyimpanan) yang diharuskan pada sampel

Parameter Wadah2

Pengamanan (Persiapan)3

Maksimum Holding Time4,5 Biochemical

Oxygen Demand (BOD)

P,G Cool, 4o C 48 jam

Chemichal Oxygen Demand (COD)

P,G Cool, 4oC, H2SO4 to pH<2

28 hari

Color (Warna) P,G Cool, 4oC 48 Jam Hadnees

(Kesadahan)

P,G HNO3 to pH<2, H2SO4 to pH<2

6 Bulan

Hydrogen Ion (pH) P,G None required Analyze Immediatelly

Nitrate P,G Cool, 4oC 48 Jam

Nitrite P,G Cool, 4oC 48 Jam

Turbidity (Kekeruhan)

P,G Cool, 4oC 48 Jam

Residue,

Nonfilterable (TSS)

P,G Cool, 4oC 7 Hari

Temperature P,G None Requred Analyze


(6)