5. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto .
6. Pencocokan data dan atau alat keterangan. 7. Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil.
8. Penentuan satu atau lebih tempat terhutangnya Pajak Pertambahan Nilai. 9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
10. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan. 11. Memenuhi permintaan informasi dari Negara mitra Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda.
2.2 Keberatan
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak WP merasa kurangtidak
puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotonganpemungutan oleh pihak ketiga. Sehingga Wajib Pajak dapat
mengajukan keberatan. Berdasarkan Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang KUP bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur
Jenderal Pajak. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat diajukan keberatan oleh Wajib Pajak atas suatu:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB; 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT;
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar SKPLB 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil SKPN;
5. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi atau isi dari ketetapan
pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak.
Satu keberatan harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu Masa Pajak atau Tahun Pajak. Misalnya, keberatan atas ketetapan Pajak Penghasilan Tahun
2008 dan Tahun Pajak 2009 harus diajukan masing-masing dalam 1 satu surat keberatan tersendiri. Untuk 2 dua Tahun Pajak tersebut harus diajukan 2 dua
buah surat keberatan. Berdasarkan Pasal 25 ayat 2 Undang-Undang KUP bahwa keberatan
diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi
menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan. Alasan yang menjadi dasar penghitungan yang dimaksud, yaitu
alasan-alasan yang jelas dan dilampiri dengan fotokopi surat ketetapan pajak,
bukti pemungutan, atau bukti pemotongan. Wajib Pajak yang mengajukan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan sebagai berikut.
1. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
2. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar; atau 3. pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan
tanpa: a. penyampaian Surat Pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
b. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. 2.2.1.Ketentuan Pengajuan Keberatan
Berdasarkan Pasal 26A ayat 1 menyatakan bahwa tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan. PMK Nomor 194PMK.032007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Pasal 3 ayat 1 bahwa surat keberatan diajukan kepada
kepala Kantor Pelayanan Pajak KPP di tempat Wajib Pajak terdaftar danatau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan melalui:
a. Penyampaian secara langsung, termasuk disampaikan ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan KP
2
KP dalam wilayah kerja KPP tempat Wajib Pajak dikukuhkan. Penyampaian surat keberatan diberikan Bukti
Penerimaan Surat; b. Pos dengan bukti pengiriman surat;
c. Cara lain:
melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, atau
e-Filling melalui Penyedia Jasa Aplikasi Application Service Provider
atau fasilitas e-Filling yang disediakan oleh Dirjen Pajak. Bukti Penerimaan Surat, bukti pengiriman surat dan bukti penerimaan
elektronik menjadi bukti penerimaan surat keberatan. Berdasarkan PMK Nomor 194PMK.032007 tentang Tata Cara
Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pasal 4 ayat 1, surat keberatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; b. mengemukaan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong
atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar perhitungan;
c. 1 satu Surat Keberatan diajukan hanya untuk 1 satu Surat Keberatan Pajak, untuk 1 satu pemotongan pajak, atau untuk 1 satu pemungutan
pajak;
d. Wajib pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhil hasil
pemeriksaan; e. diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim Surat Ketetapan
Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut
tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak force majeur;
f. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut
harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus. Apabila persyaratan tersebut di atas belum terpenuhi, Wajib Pajak masih
dapat menyampaikan perbaikan Surat Keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum terpenuhi sebelum jangka waktu 3 bulan sejak tanggal
dikirim Surat Ketetapan Pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga syarat e tanggal penyampaian perbaikan Surat
Keberatan itulah yang merupakan tanggal Surat Keberatan diterima. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses. Mulai 1 Januari 2008
dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan
keberatan tertangguhkan sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Surat keputusan keberatan. Penangguhan jangka waktu pelunasan pajak
menyebabkan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang KUP tidak diberlakukan atas jumlah pajak yang belum
dibayar pada saat pengajuan keberatan. 2.2.2.Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 tiga bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan
pemotonganpemungutan oleh pihak ketiga. a. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka
waktu 3 tiga bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotonganpemungutan oleh pihak ketiga sampai
saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos harus dengan pos tercatat, jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,
SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos
dan Giro. c.
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan
jika “dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda
kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. 2.2.3.Penyelesaian Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 dua belas bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas
keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 dua belas telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan
yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa: a. mengabulkan seluruhnya atau sebagian,
b. menolak, atau c. menambah besarnya jumlah pajak terhutang.
2.2.4.Sanksi dalam Keberatan Wajib Pajak Berdasarkan Pasal 25 ayat 9 Undang-Undang KUP menyatakan bahwa
keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding dikenai sanksi administrasi berupa denda
50 dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Sanksi denda harus dilunasi
paling lama 1 bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan dan penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi
utang pajak tersebut. Contoh:
Untuk tahun pajak 2008, Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB dengan
jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir pemeriksaan, Wajib Pajak hanya
menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp 200.000.000,00 dan
kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. DIrektur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih
harus dibayar menjadi sebesar Rp 750.000.000,00. Dalam hal ini, wajib Pajak
tidak dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19, tetapi dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 25 ayat 9 Undang-Undang KUP, yaitu
sebesar 50xRp 750.000.000-Rp 200.000.000,00 = Rp 275.000.000,00.
2.3 Banding