HUBUNGAN STATUS HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA PUSKESMAS KEDATON BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN STATUS HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA PUSKESMAS KEDATON

BANDAR LAMPUNG Oleh

DIAH ANIS NAOMI

Latar belakang: Hipertensi dan demensia adalah gangguan kesehatan yang umum pada lansia. Hipertensi sering dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia pada lansia. Hal yang berperan dalam meningkatkan risiko demensia terdiri dari banyak faktor. Oleh karena itu, tidak selalu ditemukan riwayat hipertensi pada lansia yang menderita demensia.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan mencari hubungan status hipertensi dengan kejadian demensia pada lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton Bandar Lampung.

Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah probability sampling jenis proportionate stratified random sampling. Subjek penelitian terdiri dari 35 lansia tidak hipertensi dan 39 lansia hipertensi dengan total sampel 74 orang. Data yang diperoleh berupa status hipertensi dari pengukuran tekanan darah dan status demensia dari skor MMSE.

Hasil: Terdapat 28 lansia menderita hipertensi dan demensia, 11 lansia menderita hipertensi dan tidak menderita demensia, 17 lansia tidak menderita hipertensi dan menderita demensia, dan 18 lansia tidak menderita hipertensi dan demensia. Hasil uji Chi-square dari tabulasi silang status hipertensi dan demensia adalah nilai p 0,041 dengan α = 0,05. Odd ratio (OR) penelitian ini adalah 2,7.

Kesimpulan: Terdapat hubungan status hipertensi dengan kejadian demensia pada lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung. Orang hipertensi memiliki kemungkinan 2,7 kali untuk menderita demensia dibandingkan orang tidak hipertensi.


(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN HYPERTENSION STATUS AND DEMENTIA IN ELDERLY OF KEDATON HEALTH CENTER BANDAR LAMPUNG

By:

DIAH ANIS NAOMI

Background: Hypertension and dementia are common health problems in the elderly. Hypertension is often associated with an increased risk of dementia in the elderly. Things that play a role in increasing the risk of dementia is composed of many factors. Therefore, it is not always found a history of hypertension in the elderly suffering from dementia.

Objective: The objective of this study was to find the relationship between hypertension status and dementia in elderly of Kedaton health center in Bandar Lampung.

Methods: The study design was cross-sectional. The sampling technique in this research was the probability sampling with proportionate stratified random sampling. Subjects were consisted of 35 elderly who do not suffer from hypertension and 39 elderly who suffer from hypertension with total samples were 74 people. The data obtained in the form of hypertension status and dementia.

Results: There were 28 people suffering from hypertension and dementia, 11 people suffering from hypertension but not suffering from dementia, 17 people not suffering from hypertension but suffering from dementia, and 18 people not suffering from hypertension and dementia. The results of Chi-square test was p value 0.041 with α = 0.05 on a cross tabulation between hypertension status with dementia. The odd ratio (OR) was 2,7.

Conclusion: There was relationship between hypertension status and dementia in the elderly of Kedaton health center in Bandar Lampung. People who suffer from hypertension have 2,7 times possibility of developing dementia than those without hypertension.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 28 April 1993, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari Bapak Prabowo Rekso Sudarmo dan Ibu Sri Puji Rahayu.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Xaverius 3 Way Halim Permai, Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 2 Yogyakarta pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 1 Pati, Jawa Tengah pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif sebagai anggota organisasi Genitalia Health and Counselor (Gen-C) Fakultas Kedokteran Universitas Lampung periode 2012-2013.


(8)

Tulisan ini kupersembahkan untuk Papa dan Mama

yang selalu memberikan yang terbaik untukku.


(9)

Diberkatilah engkau pada waktu masuk dan

diberkatilah engkau pada waktu keluar.

Ulangan 28:6

TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan

bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan

turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN,

Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan

dengan setia.

Ulangan 28:13

Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau,

janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku

akan meneguhkan, bahkan akan menolong

engkau; Aku akan memegang engkau dengan

tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.

Yesaya 41:10

Segala perkaran dapat kutanggung di dalam Dia

yang memberi kekuatan kepadaku


(10)

SANWACANA

Puji syukur saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia dan penyertaan-Nya sehingga penelitian ini dapat terlaksana dan saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik.

Skripsi berjudul “Hubungan Status Hipertensi dengan Kejadian Demensia pada Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton Bandar Lampung” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Banyak pihak yang membantu dan berperan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung; 2. Dr. Sutyarso, M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung;

3. dr. Fitria Saftarina, M.Sc selaku Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberi saran, kritik, dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini;

4. dr. Anggraeni Janar Wulan, M.Sc selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberi saran, kritik, dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini;


(11)

5. dr. Jenny Maria Carolina Siagian, Sp.KJ selaku Pembahas yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi masukan, ilmu, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini;

6. dr. Reni Zuraida, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi selama saya menjadi mahasiswa FK Unila;

7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter FK Unila yang telah memberikan ilmu dan motivasi untuk menjadi seorang dokter yang tidak hanya pintar tetapi juga beretika;

8. Seluruh staf dan karyawan FK Unila yang telah membantu dan memotivasi selama saya menempuh perkuliahan;

9. Kepala Puskesmas Kedaton, para kader posyandu lansia Puskesmas Kedaton, dan seluruh lansia yang bersedia menjadi responden, terima kasih atas keramahan, bantuan, nasihat, dan motivasi selama saya melakukan penelitian; 10. Papa dan Mama yang selalu mendoakan, membantu, dan memberi dukungan

semangat dan cinta kasih yang menguatkan saya untuk terus berjuang menempuh pendidikan dan menyelesaikan skripsi ini;

11. Andre Prabayu Darmadib dan Lewi Asta Yahuda yang telah menjadi kakak yang baik, teladan, dan motivasi bagi saya;

12. Seluruh keluarga besar yang telah mendukung dan terus mendoakan sehingga saya bisa sampai pada titik ini;

13. Sahabat setia, Mellysa Chandra Kusuma Wardhani, Nur Hidayah, Dita Aprilia, dan Aditya Christian Firmanto, terima kasih atas dukungan dan suka duka yang sudah dibagikan di separuh perjalanan hidup saya;


(12)

menemani sejak awal saya menempuh perkuliahan di FK Unila, terima kasih untuk doa, ilmu, pengalaman, motivasi, canda dan tawa yang telah diberikan selama ini;

15. Teman satu tim skripsi (Ririn, Aryati, Felis) yang telah saling membantu selama penyusunan proposal penelitian, pengambilan data, dan penyelesaian skripsi ini; 16. Teman-teman 2011 yang telah bersama-sama berjuang dari awal menjadi

mahasiswa FK Unila, terima kasih atas kebersamaan dan bantuan selama ini; 17. Seluruh kakak tingkat FK Unila angkatan 2002 sampai 2010 dan seluruh adik

tingkat FK Unila angkatan 2012 sampai 2014;

18. Semua pihak yang berperan dalam perjalanan saya menempuh pendidikan di FK Unila yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Saya menyadari skripsi ini memiliki kekurangan, oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini ke depannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, Desember 2014

Penulis


(13)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Kerangka Teori ... 5

F. Kerangka Konsep ... 7

G. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia ... 8

1. Pengertian Lansia ... 8

2. Batasan Usia Lansia ... 9

3. Perubahan pada Lansia ... 10

B. Demensia ... 11

1. Pengertian Demensia ... 11

2. Faktor Risiko Demensia ... 11

3. Gejala Demensia ... 13

4. Diagnosis Demensia ... 14


(14)

1. Pengertian Mini-Mental State Examination ... 16

2. Skoring dan Interpretasi ... 16

D. Hipertensi ... 17

1. Pengertian Hipertensi ... 17

2. Klasifikasi Hipertensi ... 18

E. Hubungan Hipertensi dengan Demensia pada Lansia ... 19

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 22

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

C. Identifikasi Variabel ... 22

D. Definisi Operasional ... 23

E. Subjek Penelitian ... 24

F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 28

G. Alat Penelitian ... 28

H. Prosedur Penelitian ... 28

I. Alur Penelitian ... 34

J. Pengumpulan Data ... 35

K. Pengolahan dan Analisis Data ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38

1. Karakteristik Responden ... 38

2. Analisis Univariat ... 39

3. Analisis Bivariat ... 41

B. Pembahasan ... 42

1. Kejadian Hipertensi pada Lansia Sampel ... 42

2. Kejadian Demensia pada Lansia Sampel ... 43

3. Hubungan Status Hipertensi dengan Kejadian Demensia pada Lansia ... 44

C. Keterbatasan Penelitian ... 51 V. SIMPULAN DAN SARAN


(15)

iii

A. Simpulan ... 52 B. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII ... 18

Tabel 2. Definisi Operasional ... 23

Tabel 3. Populasi Lansia Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton ... 24

Tabel 4. Sampel Lansia Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton ... 27

Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38

Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 39

Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Status Hipertensi ... 40

Tabel 8. Distribusi Sampel Berdasarkan Status Demensia ... 40


(17)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Ethical Clearance ... 62

Lampiran 2. Persetujuan Kesbangpol ... 63

Lampiran 3. Persetujuan Dinkes ... 65

Lampiran 4. Lembar Penjelasan Subjek Penelitian ... 66

Lampiran 5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ... 68

Lampiran 6. Penapisan Sampel ... 69

Lampiran 7. Kuesioner MMSE ... 70

Lampiran 8. Data Penelitian ... 72

Lampiran 9. Data Statistik ... 74


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Teori ... 6 Gambar 2. Kerangka Konsep ... 7 Gambar 3. Alur Penelitian ... 34


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses penuaan mengakibatkan kerja otak melambat dan fungsi organ-organ tubuh menurun. Orang-orang berusia lanjut menjadi kurang fleksibel secara fisik dan mental serta butuh waktu lebih lama untuk memproses informasi. Terjadi perubahan daya ingat dan biasanya menjadi lebih sulit untuk mengingat nama orang, tempat, dan hal-hal lain ketika seseorang menua

(Alzheimer’s Association, 2007).

Demensia bukan suatu penyakit. Demensia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan gejala atau sindrom terjadinya penurunan fungsi kognitif yang biasanya bersifat kronis atau progresif. Oleh karena itu, demensia menjadi salah satu penyebab utama ketergantungan lansia terhadap keluarga atau pengasuhnya (WHO, 2012).

Diperkirakan terdapat 35,6 juta orang di dunia yang menderita demensia pada tahun 2010. 9 negara dengan angka kejadian demensia terbanyak di dunia pada tahun 2010 adalah Cina (5,4 juta orang), Amerika Serikat (3,9 juta orang), India (3,7 juta orang), Jepang (2,5 juta orang), Jerman (1,5 juta orang), Rusia (1,2 juta orang), Perancis (1,1 juta orang), Italia (1,1 juta orang), dan Brasil (1 juta orang) (WHO, 2012).


(20)

Peningkatan angka kejadian demensia terjadi seiring bertambahnya usia. Prevalensi demensia meningkat dua kali setiap pertambahan usia 5 tahun setelah melewati usia 60 tahun. Terdapat 7,2% populasi lansia yang berusia 60 tahun keatas pada tahun 2010 di Indonesia. Belum ada data yang pasti tentang prevalensi demensia di Indonesia (Kemenkes RI, 2010).

Faktor risiko kejadian demensia selain dari segi usia adalah hipertensi

(Gorelick, 2014). Hipertensi adalah keadaan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥90 mmHg. Prevalensi hipertensi pada orang

berusia 60 tahun keatas dua kali lebih tinggi dibandingkan orang berusia 49-59 tahun. Pada penelitian di Framingham, 90% dari pria dan wanita berusia 65 tahun dengan tekanan darah normal akan berkembang menjadi hipertensi (Igase, 2012).

Salah satu faktor risiko hipertensi adalah usia. Tekanan darah meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini diperlukan untuk memompa sejumlah darah ke otak dan organ vital karena pada usia tua pembuluh darah mulai lemah dan dinding pembuluh darah menebal (Elsanti, 2009).

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara hipertensi dengan peningkatan kejadian demensia di usia tua. Hipertensi yang lama dapat menyebabkan aterosklerosis dan gangguan autoregulasi serebrovaskular, yang pada gilirannya diduga berkorelasi dengan demensia (Kennelly, 2009). Untuk alasan ini, beberapa penelitian telah menyelidiki apakah pengobatan antihipertensi dapat menghambat penurunan kognitif atau demensia. Data


(21)

3

dari dua penelitian, Systolic Hypertension in Europe Study (Syst-Eur) dan

Perindopril Protection Against Recurrent Stroke Study (PROGRESS), menunjukkan bahwa pengobatan antihipertensi dengan golongan Calsium Channel Blocker (CCB) dan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

(ACEI) dapat menurunkan kejadian demensia pada subjek penelitian (Igase, 2012).

Data di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Kedaton pada bulan Juni 2014 terdapat sekitar 53% lansia menderita hipertensi. Angka kejadian hipertensi ini tertinggi dibanding penyakit lain yang diderita para lansia seperti Diabetes Melitus, Obesitas, dan Anemia.

Dengan hasil penelitian-penelitian terkait dan fenomena yang ada, peneliti tertarik untuk menemukan hubungan status hipertensi dengan kejadian demensia pada lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan suatu permasalahan penelitian yaitu bagaimanakah hubungan status hipertensi dengan kejadian demensia pada lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung?


(22)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan status hipertensi dengan kejadian demensia pada lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui perbedaan kejadian demensia pada lansia yang menderita hipertensi dan yang tidak menderita hipertensi.

b. Mengetahui besar kekuatan hubungan status hipertensi dengan kejadian demensia pada lansia.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis

a. Melatih kemampuan menganalisis masalah kesehatan.

b. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam penelitian dan menambah pengetahuan dalam bidang kesehatan.

2. Bagi masyarakat, mengetahui masalah hipertensi dan demensia pada lansia sehingga dapat mengendalikan tekanan darah agar tetap pada kisaran normal untuk mencegah terjadinya demensia pada lansia.

3. Bagi penelitian lanjut, sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya terkait hipertensi dan demensia pada lansia.


(23)

5

E. Kerangka Teori

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas, baik yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa, maupun yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Lansia mengalami penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Terdapat tiga perubahan pada lansia meliputi perubahan biologis, psikologis, dan sosiologis. Salah satu dampak dari perubahan pada lansia dari segi biologis adalah demensia (Ina, 2006). Demensia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang disebabkan oleh sejumlah gangguan otak. Faktor risiko terjadinya demensia meliputi genetik, usia, gender, ras, dan faktor kondisi kesehatan/ penyakit (Gorelick, 2014). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg (Price, 2012). Hipertensi mengakibatkan kerusakan pembuluh darah yang terlihat jelas di seluruh pembuluh darah perifer. Penyumbatan pembuluh darah karena kerusakan yang terjadi dapat mengakibatkan mikroinfark jaringan yang paling nyata terjadi di otak. Hipertensi mengakibatkan aterosklerosis pada pembuluh darah besar yang menyebabkan penyumbatan sehingga terjadi kematian jaringan otak. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi protein amiloid yang beragregasi membentuk plak. Plak ini


(24)

mengakibatkan kematian neuron kolinergik yang menghasilkan asetilkolin. Defisit neurotransmiter asetilkolin menyebabkan demensia (Price, 2012; Guyton, 2008; Sherwood, 2011; Rochmah, 2009).

Gambar 1. Kerangka Teori Sumber: Ina (2006), Faraco (2013), Gorelick (2014). Keterangan:

: Tidak diteliti : Diteliti

Lansia

Proses penuaan

Perubahan biologis Hipertensi

Demensia Faktor risiko dapat dihindari

Faktor risiko tidak dapat dihindari:

- Usia - Genetik - Ras


(25)

7

F. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Terdapat hubungan status hipertensi dengan kejadian demensia pada lansia. Hipertensi

Tidak hipertensi

Tidak demensia Hipertensi

Tidak hipertensi


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia

1. Pengertian Lansia

Lanjut usia atau lansia menurut UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas, baik yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa, maupun yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia apabila usianya 65 tahun keatas (Efendi, 2009; Papalia et al, 2004). Penetapan usia 65 tahun keatas sebagai awal masa lanjut usia dimulai pada abad ke-19 di Negara Jerman (Potter & Perry, 2009).

Lansia merupakan tahap lanjut proses kehidupan. Hal ini ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan dan kegagalan untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Efendi, 2009).


(27)

9

2. Batasan Usia Lansia

Berbagai ahli dalam Efendi (2009) menetapkan batasan usia seseorang dikatakan lansia, di antaranya:

a. UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas”.

b. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membagi lansia menjadi empat golongan yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

c. Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) membagi lansia menjadi empat fase yaitu pertama (fase inventus) 25-40 tahun, kedua (fase virilities) 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) 55-65 tahun, keempat (fase senium) 65 tahun hingga tutup usia.

d. Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro membagi lansia menjadi tiga batasan usia, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old (> 80 tahun) (Efendi, 2009).

Beberapa ilmuwan sosial membagi masa lansia ini ke dalam tiga kelompok, yaitu: young old (65-74 tahun) yang pada umumnya masih aktif, vital, dan kuat, old old (75-84 tahun), dan oldest old (85 tahun keatas). Kelompok old old dan oldest old biasanya lebih lemah dan memiliki kesulitan dalam mengatur aktivitas sehari-hari (Papalia et al, 2004).


(28)

3. Perubahan pada Lansia

Menurut Hernawati (2006) ada tiga perubahan pada lansia meliputi perubahan biologis, psikologis, dan sosiologis.

a. Perubahan biologis diantaranya:

1) Penurunan fungsi sel otak yang mengakibatkan penurunan daya ingat jangka pendek, melambatkan proses informasi, kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas bertujuan, dan gangguan dalam menyusun rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan daya abstraksi yang menyebabkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

2) Kemampuan motorik yang menurun menyebabkan lansia menjadi kurang aktif dan mengganggu kegiatan sehari-hari.

3) Massa otot berkurang dan massa lemak bertambah. Hal ini mengakibatkan jumlah cairan tubuh berkurang sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering serta muncul garis-garis yang menetap pada wajah.

4) Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada usia lanjut yang dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C, dan asam folat.

5) Penurunan kemampuan indera pendengaran terjadi karena adanya penurunan fungsi sel saraf pendengaran.


(29)

11

b. Perubahan psikologis

Lansia mengalami perubahan psikologis berupa ketidakmampuan untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapi misalnya sindrom lepas jabatan dan sedih yang berkepanjangan.

c. Perubahan sosiologis

Perubahan sosiologis lansia sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman terhadap diri sendiri. Perubahan ini disebabkan oleh perubahan status sosial, misalnya pensiunan (Ina, 2006).

B. Demensia

1. Pengertian Demensia

Demensia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang disebabkan oleh sejumlah gangguan otak (Alzheimer’s Association, 2007). Pada demensia terjadi penurunan fungsi kognitif yang biasanya bersifat kronis atau progresif. Oleh karena itu, demensia menjadi salah satu penyebab utama ketergantungan lansia terhadap keluarga atau pengasuhnya (WHO, 2012).

2. Faktor Risiko Demensia

Faktor risiko terjadinya demensia meliputi genetik, usia, gender, ras, dan faktor kondisi kesehatan/penyakit (Gorelick, 2014).

a. Usia

Risiko terjadinya demensia meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Peningkatannya sekitar dua kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun


(30)

setelah melewati usia 60 tahun (Kemenkes RI, 2010; Pareja, 2010; Wreksoatmodjo, 2014).

b. Gender

Perempuan yang mengalami demensia lebih banyak dibandingkan laki-laki (sekitar 2/3 pasien adalah perempuan). Hal ini disebabkan perempuan memiliki harapan hidup lebih baik dan bukan karena perempuan lebih mudah menderita penyakit ini (Rochmah, 2009).

c. Ras

Beberapa penelitian di Amerika menunjukkan bahwa kejadian demensia dua kali lebih tinggi di kalangan Afrika-Amerika dibandingkan dengan kulit putih. Prevalensi demensia lebih rendah di negara-negara Asia dibandingkan dengan di Amerika (Wreksoatmodjo, 2014).

d. Genetik

Mutasi beberapa gen familial demensia pada kromosom 21, kromosom 14, dan kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% pasien dengan demensia. Sementara riwayat keluarga dan munculnya alel epsilon 4 (e4) dari Apolipoprotein E (ApoE) pada lebih dari 30% pasien dengan demensia mengindikasikan adanya faktor genetik yang berperan pada munculnya keadaan ini. Seseorang dengan riwayat keluarga pada anggota keluarga tingkat-pertama (first-degree relative) mempunya risiko dua sampai tiga kali menderita demensia. Walaupun alel e4 ApoE bukan penyebab timbulnya demensia, namun munculnya alel ini merupakan


(31)

13

faktor utama yang mempermudah seseorang menderita demensia (Rochmah, 2009).

e. Tekanan Darah

Tekanan darah tinggi di usia pertengahan (midlife) yaitu 35-60 tahun dikaitkan dengan mild cognitive impairment dan peningkatan risiko demensia. Tekanan darah tinggi di usia pertengahan akan meningkatkan risiko aterosklerosis, jumlah lesi iskemik otak, jumlah plak neuritik di korteks dan hippocampus (pusat memori) dan atrofi hippocampus dan amigdala (Lachman, 2004; Poulin et al, 2011).

f. Faktor Penyakit

Beberapa penyakit lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia antara lain gagal jantung, gangguan fungsi tiroid, obesitas, dan keadaan defisiensi nutrien seperti vitamin B6, B9, dan B12 serta hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia (Wreksoatmodjo, 2014).

3. Gejala Demensia

Gejala-gejala demensia melibatkan penurunan mental yang cukup berat untuk dapat mengganggu kehidupan sehari-hari yang mempengaruhi lebih dari satu fungsi otak, yaitu:

a. memori baru (kemampuan untuk mempelajari dan mengulang informasi) b. bahasa (kemampuan untuk menulis, berbicara, memahami tulisan atau


(32)

c. fungsi visuospasial (kemampuan untuk meniru atau menggambar berbagai macam bentuk dan menyusun kubus-kubus)

d. fungsi eksekutif (kemampuan untuk merencanakan, memberi alasan, menyelesaikan masalah, dan fokus pada suatu pekerjaan) (Alzheimer’s Association, 2007).

Gejala ini sangat bervariasi dan bersifat individual. Gejala bertahap ini dapat terjadi dalam waktu yang berbeda-beda, bisa lebih cepat atau lebih lambat. Gejala tersebut tidak selalu mengacu pada demensia, tetapi apabila gejala tersebut berlangsung semakin sering dan nyata maka perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya demensia (Nugroho, 2008).

4. Diagnosis Demensia

Pedoman diagnostik demensia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia adalah:

a. Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living) seperti mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil.

b. Tidak ada gangguan kesadaran (clear consciousness).

c. Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan (PPDGJ-III, 2003).


(33)

15

Selain dari pedoman diagnostik tersebut harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, serta didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat.

a. Anamnesis

Anamnesis harus terfokus pada awitan (onset), lamanya, dan bagaimana laju penurunan fungsi kognitif yang terjadi serta diarahkan pada berbagai faktor risiko seperti trauma kepala berulang, konsumsi alkohol berlebihan, dan penggunaan obat-obat sedatif jangka panjang.

b. Pemeriksaan fisik dan neurologis

Pemeriksaan fisik dan neurologis pada demensia dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguan pendengaran dan penglihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi sering disalahartikan sebagai demensia. Pada usia lanjut defisit sensorik seperti ini sering terjadi (Rochmah, 2009).

c. Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatrik

Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif adalah Mini-Mental State Examination

(MMSE), yang dapat pula digunakan untuk memantau perjalanan penyakit (Perdossi, 2013).


(34)

d. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium pada pasien demensia tidak dilakukan serta-merta pada semua kasus. Pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan adalah CT/MRI kepala (Rochmah, 2009).

C. Mini-Mental State Examination

1. Pengertian Mini-Mental State Examination

Mini-Mental State Examination (MMSE) adalah pemeriksaan yang paling sering digunakan untuk mengetahui fungsi kognitif. MMSE diperkenalkan oleh Folstein pada tahun 1975. MMSE dipakai untuk melakukan skrining pada pasien dengan gangguan kognitif, menelusuri perubahan dalam fungsi kognitif dari waktu ke waktu, dan seringkali untuk menilai efek dari agen terapeutik pada fungsi kognitif (O’Bryant, 2008). Sensitivitas dan spesifisitas MMSE memuaskan dengan rincian sensitivitas 83% dan spesifisitas 87% (Lincoln, 2012). Instrumen pemeriksaan ini disebut mini karena hanya fokus pada aspek kognitif dan fungsi mental tanpa menanyakan tentang pola pikiran dan mood (Kochhann, 2009).

2. Skoring dan Interpretasi

Hasil skor pada MMSE dipengaruhi oleh variabel demografi. Skor cenderung rendah pada lansia dan tingkat pendidikan yang rendah (O’Bryant, 2008). Namun, skor MMSE yang rendah ketika faktor usia dan tingkat pendidikan dikontrol memiliki interpretasi yang mengarah kepada demensia (Pradier, 2014).


(35)

17

MMSE menilai sejumlah domain kognitif yaitu orientasi waktu dan tempat, registrasi, atensi dan kalkulasi, recall, dan bahasa yang terdiri dari penamaan benda, pengulangan kata, pemahaman dan pelaksanaan perintah verbal dan tulisan, menulis, dan menyalin gambar. Setiap penilaian terdiri dari beberapa tes dan diberi skor untuk setiap jawaban yang benar (Kochhann, 2009). Total skor pada MMSE jika semua jawaban benar adalah 30. Berdasarkan skor pada MMSE, status demensia pasien dapat digolongkan menjadi:

 Normal : skor 25-30

 Demensia ringan : skor 20-24

 Demensia sedang : skor 13-19

 Demensia berat : skor 0-12

Sehingga, demensia dapat ditunjukkan dengan skor MMSE 0-24 (Alzheimer’s Association, 2007).

D. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Menurut Kamus Kedokteran Dorland (2011), hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah arterial yang tetap tinggi karena suatu sebab yang tidak diketahui (hipertensi primer) atau berkaitan dengan penyakit lain (hipertensi sekunder). Price (2012) mendefinisikan hipertensi sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg.


(36)

2. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: a. Hipertensi esensial. Sebanyak 85-90% hipertensi termasuk ke dalam

kelompok hipertensi esensial yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik atau primer). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia 20 dan 50 tahun (Panggabean, 2009; Price, 2012). b. Hipertensi sekunder. Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat

ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal (Panggabean, 2009).

The American Heart Association (AHA) membentuk suatu organisasi yang disebut The Joint National Committee (JNC) yang membuat klasifikasi, cara diagnosis, dan penatalaksanaan hipertensi. Pada tahun 2003, pedoman mengenai hipertensi JNC VII yang merupakan revisi dari JNC VI (1997) diterbitkan. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII

Kategori Sistolik (mmHg) Dan/Atau Diastolik (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89 Hipertensi Tahap 1 140-159 Atau 90-99 Hipertensi Tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100 Sumber: U.S. Departement of Health and Human Services (2003)


(37)

19

E. Hubungan Hipertensi dengan Demensia pada Lansia

Hipertensi mengakibatkan kerusakan pembuluh darah yang terlihat jelas di seluruh pembuluh darah perifer. Perubahan struktur dalam arteri dan arteriol menyebabkan penyumbatan pembuluh darah progresif. Bila pembuluh darah menyempit maka aliran arteri terganggu dan dapat menyebabkan mikroinfark jaringan. Akibat perubahan pembuluh darah ini paling nyata terjadi pada otak (Price, 2012).

Hipertensi juga mengakibatkan aterosklerosis, penyakit arteri berukuran besar dan sedang akibat terbentuknya lesi lemak yang disebut plak ateromatosa pada permukaan dalam dinding arteri. Kerusakan endotel vaskular akibat hipertensi meningkatkan paparan molekul adhesi pada sel endotel dan menurunkan kemampuan endotel tersebut untuk melepaskan nitric oxide dan zat lain yang membantu mencegah perlekatan makromolekul, trombosit, dan monosit pada endotel, yang menjadi awal terjadinya aterosklerosis. Arteri yang mengalami aterosklerosis memiliki tempat penonjolan plak ke dalam aliran darah. Permukaan plak yang kasar dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah dengan akibat pembentukan trombus atau embolus, sehingga dapat menyumbat aliran darah di dalam arteri dengan tiba-tiba yang berujung dengan kematian sel bahkan jaringan. Kematian neuron-neuron yang menjadi bagian dari sistem limbik, yang mendukung proses mengingat, adalah salah satu perubahan yang terjadi pada penderita demensia (Guyton, 2008).


(38)

Perubahan vaskular otak dapat merusak sawar darah otak yang menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan terjadi ekstravasasi protein ke dalam parenkim otak (Faraco, 2013). Protein prekursor amiloid (amyloid precursor protein/APP) adalah komponen struktural membran plasma neuron. Protein ini banyak di ujung terminal prasinaps. APP dapat terputus di beberapa tempat berbeda untuk menghasilkan produk yang berbeda. Pemutusan APP di salah satu tempat menghasilkan suatu produk sekretorik yang dibebaskan dari terminal prasinaps. Produk sekretorik ini dipercaya memiliki efek fisiologik di neuron pascasinaps. Pemutusan APP di tempat alternatif menghasilkan protein amiloid-beta (Aβ). Terdapat dua varian protein Aβ yang dihasilkan dan dibebaskan dari neuron, tergantung pada tempat pemutusan. Pada keadaan normal, sekitar 90% protein Aβ adalah versi dengan panjang 40 asam amino, suatu bentuk yang larut dan tidak membahayakan, disebut Aβ40. Sisa 10%-nya adalah versi pembentuk plak yang merusak, yang mengandung 42 asam amino, disebut Aβ42. Protein Aβ42 membentuk filamen tipis tidak larut yang mudah membentuk agregat menjadi plak amiloid-beta. Selain itu, Aβ42 bersifat neurotoksik. Keseimbangan antara produk APP ini dapat bergeser karena mutasi di APP, defek genetik lain, perubahan patologi, atau terkait usia di otak. Hasil akhirnya adalah berkurangnya Aβ40 dan meningkatnya produksi Aβ42 pembentuk plak (Sherwood, 2011).

Plak amiloid-beta hasil agregasi protein Aβ42 mengakibatkan kematian neuron. Kematian neuron menyebabkan defisit neurotransmiter. Defisit neurotransmiter


(39)

21

utama pada demensia adalah asetilkolin yang dihasilkan oleh sistem saraf kolinergik. Asetilkolin berperan dalam fungsi kognitif, sehingga defisit asetilkolin mengakibatkan abnormalitas kognitif dan perilaku (demensia) (Rochmah, 2009).


(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional yaitu jenis penelitian untuk mempelajari hubungan antara faktor risiko dengan efek meliputi variabel bebas dan variabel terikat yang diukur sekaligus dalam suatu waktu (Notoatmodjo, 2012).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung pada bulan Oktober 2014-Januari 2015.

C. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah hipertensi dan tidak hipertensi pada lansia.

2. Variabel terikat


(41)

23

D. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional adalah sebagai berikut: Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Cara Pengukuran

Skala Ukur Variabel Bebas

Hipertensi Sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg.

Sphygmomano-meter raksa dan stetoskop

Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1 menit.

Kategorik

Tidak Hipertensi

Sistolik <140 mmHg dan diastolik <90 mmHg.

Sphygmomano-meter raksa dan stetoskop

Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1 menit. Kategorik Variabel Terikat Kejadian Demensia Lansia yang mengalami demensia. Kuesioner MMSE

- Tidak demensia: skor MMSE 25-30 - Demensia:

skor MMSE 0-24


(42)

E. Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi penelitian adalah lansia yang menjadi anggota posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung.

Tabel 3. Populasi Lansia Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton

No. Kelompok Jumlah Anggota (orang)

1. Aster 2 10

2. Aster 3 10

3. Aster 4 7

4. Aster 6 6

5. Kartini 1 15

6. Kartini 5 17

7. Kartini 6 11

8. Anggrek 1 6

9. Anggrek 2 17

10. Anggrek 3 5

11. Cahaya Kartini 2 13

12. Cahaya Kartini 3 17

13. Cahaya Kartini 4 11

14. Ayu 1 20

15. Ayu 2 5

16. Ayu 3 8

17. Ayu 4 6

18. Ayu 5 8

19. Ayu 6 10


(43)

25

2. Sampel

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2010), sebagai berikut:

� = �

�(�)2+ 1

Keterangan:

n = besar sampel yang dibutuhkan

N = jumlah populasi (202 lansia, data bulan Juni 2014)

d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (10%=0,1) Berdasarkan rumus di atas, maka besar sampel pada penelitian ini adalah:

�= �

�(�)2+ 1

�= 202

202(0,1)2 + 1

�= 66,89 = 67 orang

Kemudian ditambah 10% untuk mengantisipasi subjek yang drop out. 10% � 67 = 6,7 = 7

Total sampel yang diambil:

67 + 7 = 74

Jadi, total sampel yang diambil sebanyak 74 lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.


(44)

3. Teknik Sampling

Teknik sampling (pengambilan sampel) yang digunakan pada penelitian ini adalah probability sampling jenis proportionate stratified random sampling

yaitu teknik pengambilan sampel anggota populasi yang dilakukan dengan memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut.

Rumus proportionate stratified random sampling (Sugiyono, 2007) adalah sebagai berikut:

��=���� �

Keterangan:

ni = jumlah tiap strata sampel Ni = jumlah tiap strata populasi n = jumlah total sampel (74 orang) N = jumlah total populasi (202 orang)


(45)

27

Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah tiap strata sampel pada penelitian ini adalah:

Tabel 4. Sampel Lansia Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton No. Kelompok Jumlah

Anggota (orang)

Rumus Sampel

(orang) 1. Aster 2 10 10 � 74

202 = 3,7

4

2. Aster 3 10 10 � 74 202 = 3,7

4

3. Aster 4 7 7 � 74

202 = 2,6

3

4. Aster 6 6 6 � 74

202 = 2,2

2 5. Kartini 1 15 15 � 74

202 = 5,5

5 6. Kartini 5 17 17 � 74

202 = 6,3

6 7. Kartini 6 11 11 � 74

202 = 4

4 8. Anggrek 1 6 6 � 74

202 = 2,2

2 9. Anggrek 2 17 17 � 74

202 = 6,3

6 10. Anggrek 3 5 5 � 74

202 = 1,8

2 11. Cahaya Kartini 2 13 13 � 74

202 = 4,8

5 12. Cahaya Kartini 3 17 17 � 74

202 = 6,3

6 13. Cahaya Kartini 4 11 11 � 74

202 = 4

4 14. Ayu 1 20 20 � 74

202 = 7,3

7

15. Ayu 2 5 5 � 74

202 = 1,8

2

16. Ayu 3 8 8 � 74

202 = 2,9

3

17. Ayu 4 6 6 � 74

202 = 2,2

2

18. Ayu 5 8 8 � 74

202 = 2,9

3

19 Ayu 6 10 10 � 74

202 = 3,4

4


(46)

F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi

1. Usia ≥ 60 tahun

2. Tidak memiliki gangguan pendengaran dan penglihatan

3. Bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi informed consent

Kriteria Eksklusi

1. Memiliki riwayat trauma kepala 2. Mengonsumsi alkohol

3. Mengonsumsi obat sedatif jangka panjang

G. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah stetoskop, sphygmomanometer

raksa, kuesioner MMSE, kertas kosong, pensil, pena, jam tangan, dan tulisan yang harus dibaca.

H. Prosedur Penelitian

Penelitian dimulai dengan mengajukan ethical clearance, pernyataan bahwa rencana penelitian yang dijelaskan dalam proposal telah memenuhi kaidah etik sehingga layak dilakukan, kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila).

Prosedur pengajuan ethical clearance:

1. Menyerahkan proposal penelitian yang telah lulus seminar proposal dan

curriculum vitae ke bagian akademik FK Unila. 2. Peneliti mengisi formulir ethical clearance.


(47)

29

3. Mengembalikan formulir yang sudah diisi ke bagian akademik FK Unila untuk diperiksa oleh KEPK dan diputuskan apakah penelitian layak dilakukan menurut kaidah etik penelitian kedokteran.

4. Setelah disetujui, peneliti mendapat surat ethical clearance sebagai bukti bahwa penilitian telah disetujui.

Penelitian ini telah dikaji dan dinyatakan memenuhi kaidah etik penelitian, antara lain memberitahu responden prosedur penelitian dan tidak adanya bahaya potensial pada penelitian ini, memberi hak responden untuk mengundurkan diri dari penelitian, dan menjaga kerahasiaan identitas responden. Penelitian ini disetujui oleh KEPK FK Unila dengan surat keterangan lolos kaji etik nomor 2212/UN26/8/DT/2014 yang dikeluarkan pada tanggal 3 Desember 2014.

Prosedur kedua setelah mendapat persetujuan etik adalah mengurus perizinan penelitian di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung.

Prosedur perizinan penelitian:

1. Meminta surat pengantar dari FK Unila tertuju kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bandar Lampung.

2. Kesbangpol Kota Bandar Lampung memberikan surat pengantar ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandar Lampung.

3. Dinkes memberi surat pengantar untuk Puskesmas Kedaton sehingga penelitian dapat dilakukan di posyandu lansia Puskesmas Kedaton.


(48)

Peneliti telah mendapat izin penelitian dari Kesbangpol Kota Bandar Lampung dengan surat keterangan nomor 070/594/III.16/2014 yang dikeluarkan pada tanggal 21 Oktober 2014. Peneliti juga telah mendapat izin penelitian dari Dinkes Kota Bandar Lampung dengan surat keterangan nomor 070/2705/IV.41/X/2014 yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 2014.

Kemudian pengambilan data di posyandu lansia Puskesmas Kedaton dimulai dengan menentukan sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sebelumnya sudah ditetapkan.

Kriteria inklusi:

1. Menanyakan langsung kepada lansia apakah berusia ≥ 60 tahun.

2. Berkomunikasi dengan lansia sambil menilai fungsi pendengaran dan penglihatannya.

3. Menanyakan kesediaan lansia untuk mengikuti penelitian dengan mengisi

informed consent. Kriteria eksklusi:

1. Menanyakan apakah memiliki riwayat trauma di daerah kepala. 2. Menanyakan apakah mengonsumsi alkohol.

3. Menanyakan apakah mengonsumsi obat sedatif jangka panjang.

Dari total 202 lansia yang menjadi anggota posyandu lansia Puskesmas Kedaton, peneliti telah mendapatkan 74 lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Peneliti melakukan pemeriksaan tekanan darah dilanjutkan dengan pemeriksaan menggunakan kuesioner MMSE kepada seluruh responden.


(49)

31

Prosedur pengukuran tekanan darah

Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan cara auskultasi menggunakan stetoskop dan sphygmomanometer raksa. Sesuai dengan standar pengukuran tekanan darah, subjek harus beristirahat selama 5 menit sebelum dilakukan pemeriksaan dan kepada para subjek diterangkan terlebih dahulu mengenai alat dan cara penggunaannya supaya saat dilakukan pengukuran subjek tidak merasa cemas yang dapat mempengaruhi hasil. Pemeriksaan dilakukan dua kali dengan jarak 1 menit dengan pasien dalam keadaan duduk (Dugdale, 2013).

Pemeriksaan tekanan darah secara auskultasi:

‐ Minta subjek untuk duduk dengan tangan kanan diletakkan dengan santai di atas meja yang kurang lebih setinggi jantung subjek.

‐ Bebaskan lengan yang akan diperiksa dari lengan baju yang menutupi. Kemudian manset dipasang di lengan atas (kanan) sekitar 2-3 jari di atas

fossa cubiti.

‐ Cari dan raba a. brakhialis.

‐ Kunci skrup dan pompa sphygmomanometer hingga a. brakhialis tidak teraba dan tambahkan 20 mmHg.

‐ Letakkan stetoskop di atas a. brakhialis. Buka skrup secara perlahan dan perhatikan pada angka berapa terdengar bunyi pertama kali dan pada angka berapa terdengar bunyi terakhir kali. Bunyi yang terdengar itu menjadi tekanan sistolik dan diastolik subjek (Dugdale, 2013).


(50)

Prosedur Pemeriksaan MMSE

‐ Sebelum pemeriksaan dimulai, ada beberapa alat yang harus disiapkan yaitu lembar kuesioner MMSE, kertas kosong, pensil, jam tangan, tulisan yang harus dibaca, dan gambar yang harus ditiru.

‐ Pemeriksaan MMSE dilakukan dengan menanyakan semua item yang ada pada kuesioner. Pertanyaan pertama dimulai dari orientasi. Pertanyaan berupa “sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa?” dan “kita berada di mana? (negara), (provinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)”. 10 pertanyaan tadi ditanyakan satu per satu dan disesuaikan dengan kondisi. Karena pemeriksaan tidak dilakukan di rumah sakit maka pertanyaan “kita berada di rumah sakit apa? Lantai/kamar berapa?” diganti “kita berada di posyandu apa? di ruang mana?”

Item berikutnya adalah registrasi. Setelah menyebutkan tiga kata yang tidak berhubungan “apel, meja, koin” (alternatif bola, melati, kursi) secara jelas dengan kecepatan 1 detik per kata, subjek diminta untuk mengulang. Pengulangan diteruskan sampai enam kali saat subjek tidak dapat mengulang ketiga kata tersebut sekaligus. Jumlah pengulangan yang dibutuhkan untuk dapat mengulangi ketiga kata sekaligus dicatat. Setelah selesai prosedur item

ini, peneliti mengatakan “coba mengingat kata-kata itu karena saya akan menanyakannya beberapa saat lagi”.

‐ Pada item kalkulasi, subjek diminta untuk mengurangi 100 dengan 7 secara berturut-turut sampai penghitungan telah lima kali pengurangan, kemudian


(51)

33

jawaban benar dinilai. Pada beberapa subjek yang tidak dapat melakukan pengurangan ini, subjek diminta untuk mengeja mundur satu per satu huruf dari kata WAHYU (U Y H A W). Nilai dihitung dari jumlah huruf benar yang sesuai urutan.

‐ Kemudian subjek diminta untuk mengulang kembali tiga kata yang telah disebutkan pada item registrasi. Jumlah kata yang benar dinilai pada item recall ini.

‐ Pada item bahasa terdapat beberapa pertanyaan yaitu menanyakan nama benda-benda yang ditunjuk oleh pemeriksa (jam tangan, pensil), meminta subjek untuk mengulang “namun, tanpa, jika” yang hanya boleh disebutkan satu kali oleh pemeriksa dan tidak bisa diulang, meminta subjek melakukan perintah yang diberikan secara lisan berupa “ambil kertas ini dengan tangan Anda, lipat menjadi dua dan letakkan di lantai”, meminta subjek melakukan perintah yang diberikan secara tulisan berupa “pejamkan mata Anda”, meminta subjek untuk menulis satu kalimat yang harus memiliki subjek dan predikat serta masuk akal di kertas kosong yang sudah disediakan, dan meminta subjek untuk menyalin gambar berupa dua buah pentagon yang bersilangan.

‐ Setelah semua item pertanyaan terjawab, skor dijumlahkan kemudian interpretasi keadaan kognitif subjek (Alzheimer’s Society, 2012).


(52)

Data yang didapat kemudian diolah dan dianalisis univariat untuk melihat distribusi sampel berdasarkan kategori hipertensi dan status demensia dan dianalisis bivariat. Kedua analisis ini dilakukan dengan program komputer.

I. Alur Penelitian

Ethical Clearance

Perizinan penelitian

Kesbangpol Kota Bandar Lampung

Dinkes Kota Bandar Lampung

Puskesmas Kedaton

Posyandu Lansia (Populasi)

Menilai fungsi pendengaran dan penglihatan (Penapisan)

Sampel

Pemeriksaan tekanan darah


(53)

35

Gambar 3. Alur penelitian

J. Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat dari hasil pengamatan peneliti mengenai tekanan darah lansia dan status demensia menggunakan kuesioner MMSE.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari laporan Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton atau lembaga terkait yang berhubungan dengan penelitian.

Pemeriksaan dengan

Pemeriksaan dengan

Demensia (+) Demensia (-) Demensia (+) Demensia (-)

Pengolahan dan analisis data


(54)

K. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data diubah ke dalam bentuk tabel kemudian data diolah menggunakan perangkat lunak. Proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a. Editing

Editing adalah proses pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. Pada proses ini dipastikan semua pertanyaan kuesioner sudah terjawab, jawaban relevan dengan pertanyaan, dan jawaban konsisten dengan jawaban pertanyaan yang lain.

b. Coding

Setelah semua kuesioner diedit, kemudian dilakukan pengodean atau

coding, yaitu mengubah data yang berbentuk huruf atau kalimat menjadi data angka. Coding sangat berguna untuk proses memasukkan data (data entry).

c. Data Entry atau Processing

Jawaban-jawaban yang sudah diubah dalam bentuk kode disebut dengan data. Data ini kemudian dimasukkan ke dalam program komputer.

d. Cleaning

Setelah semua data dimasukkan ke dalam program komputer, proses selanjutnya adalah pembersihan data (data cleaning) yaitu pengoreksian


(55)

37

data sehingga tidak ada kesalahan kode atau ketidaklengkapan (Notoatmodjo, 2010).

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara bertahap, yaitu: a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis variabel penelitian untuk mengetahui karakteristik setiap variabel. Pada penelitian ini, dilakukan analisis univariat terhadap status hipertensi dan status demensia lansia sampel di posyandu lansia Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dan variabel terikat. Analisis yang dilakukan untuk penelitian ini adalah uji statistik Chi-Square tabel 2x2 karena jenis hipotesis yang digunakan adalah komparatif dengan variabel kategorik dan kategorik tidak berpasangan (Notoatmodjo, 2012; Dahlan, 2013).


(56)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Terdapat hubungan bermakna antara status hipertensi dengan kejadian demensia pada lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton Bandar Lampung.

2. Lansia yang menderita hipertensi dapat menderita demensia karena hipertensi berperan mempercepat arteriosklerosis pembuluh darah otak sehingga mengganggu perfusi dan meningkatkan kemungkinan terjadinya infark. Infark di daerah hippocampus dan amigdala mengakibatkan demensia. Hipertensi juga mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi protein ke dalam parenkim otak. Protein ini akan membentuk plak yang menyebabkan kematian neuron sehingga terjadi defisit neurotransmiter asetilkolin yang mengakibatkan demensia.

3. Lansia yang tidak menderita hipertensi dapat menderita demensia karena faktor risiko demensia antara lain usia, genetik, jenis kelamin, ras, dan kondisi kesehatan/penyakit.

4. Lansia yang menderita hipertensi dapat tidak menderita demensia karena arteriosklerosis tidak terjadi pada hipertensi yang belum lama. Selain itu, pengobatan antihipertensi menurunkan risiko terjadinya demensia.


(57)

53

5. Orang yang menderita hipertensi memiliki kemungkinan 2,7 kali untuk menderita demensia dibandingkan orang yang tidak menderita hipertensi.

B. Saran

1. Bagi pelayan kesehatan, disarankan mencegah dan menatalaksana hipertensi dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya demensia pada usia lanjut. 2. Bagi masyarakat, disarankan mengendalikan tekanan darah agar tetap pada

kisaran normal untuk mencegah terjadinya demensia pada usia lanjut.

3. Bagi penelitian lanjut, disarankan melakukan penelitian tentang faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian demensia pada lansia.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Aenlle, KK., Kumar, A., Cui, L., Jackson, TC., dan Foster, TC. 2009. Estrogen effects of cognition and hippocampal transcription in middle-aged mice. Neurobiol Aging, 30(6), 932–45.

Alzheimer’s Association. 2007. Alzheimer’s disease facts and figures. Amerika Serikat: Alzheimer’s Association. Tersedia dari: http://www.alz.org/ (Diakses 18 September 2014).

Alzheimer’s Association. 2007. Tests for alzheimer’s disease and dementia.

Chicago: Alzheimer’s Association. Tersedia dari:

http://www.alz.org/alzheimers_disease_steps_to_diagnosis.asp#mental (Diakses 16 Oktober 2014).

Alzheimer’s Society. 2012. The mini mental state examination (MMSE). Tersedia di: http://alzheimers.org.uk/ (Diakses 28 September 2014).

Azad, NA., Al-Bugami, M., dan Loy-English, I., 2007. Gender differences in dementia risk factors. Gend Med, 4(2), 120–9.

Birns, J. dan Kalra, L. 2009. Cognitive function and hypertension. J Human Hypertens, 23, 86–9.

Blauw, GJ., Bollen, EM., van Buchem, MA., dan Westendorp, RGJ. 2011. Dementia at old age. Eur Heart J Supp, 3, 16–9.

Borenstein, AR., Mortimer, WY., Schellenberg, GD., McCormick, WC., Bowen, JD., McCurry, S., et al. 2005. Developmental and vascular risk factors for alzheimer’s disease. Neurol Aging, 26(3), 325–34.


(59)

55

Brodaty, H. 2007. Dementia risk reduction. Australia: Alzheimer’s Australia.

Tersedia dari:

https://fightdementia.org.au/sites/default/files/20070900_Nat_NP_13DemRis kRedEvidence.pdf (Diakses 14 Desember 2014).

Chen, J., Lin, K., dan Chen, Y. 2009. Risk factor for dementia. J Formosan Mec Ass, 108, 754–64.

Corrada, MM., Brookmeyer, R., Paganini-Hill, A., Berlau, D., dan Kawas, CH. 2010. Dementia incidence continues to increase with age in the oldest old the 90+ study. Ann Neurol, 67(1), 114–21.

Dahlan, S. 2010. Membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan.

Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Dahlan, S. 2013. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan, S. 2013. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Efendi, F. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas: teori dan praktek dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Elsanti, S. 2009. Panduan hidup sehat bebas kolesterol, stroke, hipertensi & serangan jantung. Yogyakarta: Araska.

Faraco, G. dan Iadecola, C. 2013. Hypertension a harbinger of stroke and dementia. Hypertens, 62, 810–7.

Fenelli, F., Sepe, S., D’Amelio, M., Bernardi, C., Cristiano, L., Cimini, AM., et al. 2013. Age-dependent roles of peroxisomes in the hippocampus of a transgenic mouse model of Alzheimer’s disease. Mol Neurodeg, 8, 8–13.


(60)

Gorelick, PB. 2014. Risk factors for vascular dementia and alzheimer disease. Stroke, 35, 2620–2.

Guyton, AC. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Han, X., Aenlle, KK., Bean, LA. 2013. Role of estrogen receptor α and β in preserving hippocampal function during aging. J Neurosci, 33(6), 2671–83. Hindle, JV. 2010. Ageing, neurodegeneration and parkinson’s disease. Age Ageing,

39(2), 156–61.

Igase, M., Kohara, K., dan Miki, T., 2012. The association between hypertension and dementia in the elderly. Int J Hypertens, 2012, 1–6.

Ina, H. 2006. Pedoman tatalaksana gizi usia lanjut untuk tenaga kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Kemenkes RI, 2010. Pedoman rehabilitasi kognitif. Jakarta: Kemenkes RI.

Kennelly, SP., Lawlor, BA., dan Kenny, RA. 2009. Blood pressure and dementia. Ther Adv Neurol Disord, 2(4), 241–60.

Kochhann, R., Cerveira, MO., Godinho, C., Camozzato, A., dan Chaves, MLF. 2009. Evaluation of mini-mental state examination scores according to different age and education strata and sex. Dement Neuropsychol, 3(2), 88–93.

Lachman, ME. 2004. Development in midlife. Annu Rev Psychol, 55, 305–31. Li, G., Rhew, IC., Shofer, JB., Kukull, WA., Breitner, JCS., Peskind, E., et al. 2007.

Age-varying association between blood pressure and risk of dementia in those aged 65 and older. J Am Ger Soc, 55(8), 1161–7.

Lincoln, NB., Kneebone, II., Macniven, JAB., dan Morris, RC. 2012. Psychological management of stroke. Inggris: Wiley-Blackwell Publishing, 111–2.


(61)

57

Lloyd-Jones, DM., Evans, JC., dan Levy, D. 2005. Hypertension in adults across the age spectrum. JAMA, 294(4), 466–72.

Maslim, R. 2003. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

Mubarak, WI., Chayatin, N., dan Santoso, BA. 2009. Ilmu keperawatan komunitas: konsep dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2014. Dementia hope through research. Amerika: National Institutes of Health. Tersedia dari: http://www.ninds.nih.gov/disorders/dementias/detail_dementia.htm. (Diakses 14 Desember 2014).

National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2014. The life and death of a neuron. Amerika: National Institutes of Health. Tersedia dari: http://www.ninds.nih.gov/disorders/brain_basics/ninds_neuron.htm (Diakses 14 Desember 2014).

Newman, WA. 2011. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC. Nilsen, J., Chen, S., Irwin, RW., Iwamoto, S., dan Brinton, RD. 2006. Estrogen

protects neuronal cells from amyloid beta-induced apoptosis via regulation of mitochondrial proteins and function. BMC Neurosci, 7, 74.

Ninomiya, T., Ohara, T., Hirakawa, Y., Yoshida, D., Doi, Y., Hata, J., et al. 2011. Midlife and late-life blood pressure and dementia in Japanese elderly. Hypertens, 58(1), 22–8.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, W. 2008. Keperawatan gerontik & geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.


(62)

O’Bryant, SE., Humphreys, JD., Smith, GE., Ivnik, RJ., Radford, NRG., Peterson, RC., et al. 2008. Detecting dementia with the mini-mental state examination (MMSE) in highly educated individuals. Arch Neurol, 65(7), 963–7.

Paganini, HA. 2012. Hypertension and dementia in elderly. Int J Hypertens, 2012, 11–16.

Panggabean, MM. 2009. Penyakit jantung hipertensi. Dalam: Sudoyo, A.W., Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing, 1790–2. Papalia, DE., Feldman, RD., dan Martorell, G. 2004. Experience human

development. Edisi 12. Amerika: McGraw-Hill.

Pareja, FB., Leon, JB., Louis, ED. 2010. Risk of incident dementia in drug-untreated arterial hypertension. J Alzheimers Dis, 22(3), 949–58.

Perdossi. 2013. Standar pelayanan medik. Jakarta: Perdossi. Tersedia dari: http://kniperdossi.org/ (Diakses 18 September 2014).

Potter, P. dan Perry, AG. 2009. Fundamentals of nursing. Edisi 3. Amerika: Elsevier Health Science.

Poulin, SP., Dautoff, R., Morris, JC., Barrett, LF., dan Dickerson, BC., 2011. Amygdala atrophy is prominent in early alzheimer’s disease and relates to symptom severity. Psychiatry Res, 194(1), 7–13.

Pradier, C., Sakarovitch, C., Duff, FL., Layese, R., Metelkina, A., Anthony, S. et al. 2014. The mini mental state examination at the time of alzheimer’s disease and related disorders diagnosis, according to age, education, gender and place of residence. PLOS ONE, 9(8), 1–8.

Price, SA. 2012. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.


(63)

59

Qiu, C., Winblad, B., dan Fratiglioni, L. 2005. The age-dependent relation of blood pressure to cognitive function and dementia. Lancet Neurol, 4(8), 487–99. Rocca, WA., Grossardt, BR., Shuster, LT. 2011. Oophorectomy, menopause,

estrogen treatment, and cognitive aging. Brain Res, 1379, 188–98.

Rochmah, W. 2009. Demensia. Dalam: Sudoyo, A.W., Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing, 837–45.

Schneider, AL., Sharrett, AR., Patel, MD. 2012. Education and cognitive change over 15 years. J Am Geriatr Soc, 60(10), 1847–53.

Sherwood, L. 2011. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC. Skup, M., Zhu, H., Wang, Y. 2011. Sex differences in grey matter atrophy patterns

among AD and MCI patients. Neuroimage, 56(3), 890–906.

Stockslager, JL. dan Schaeffer, L. 2008. Asuhan keperawatan geriatrik. Edisi 2.

Jakarta: EGC.

Sugiyono. 2007. Metode penelitian administrasi. Bandung: Alfabeta.

U.S. Departement of Health and Human Services. 2003. The seventh report of the joint national committee on detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertens, 42, 1206.

U.S. National Library of Medicine. 2013. Blood pressure measurement. Maryland: U.S. National Library of Medicine. Tersedia dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007490.htm (Diakses 29 September 2014).

Virdis, A., Bruno, RM., Neves, MF., Bernini, G., Taddei, S., dan Ghiadoni, L. 2011. Hypertension in the elderly. Curr Pharm Des, 17(28), 3020–31.


(64)

World Health Organization. 2012. Dementia a public health priority. Inggris: World Health Organization. Tersedia dari: http://whqlibdoc.who.int/publications/2012/9789241564458_eng.pdf

(Diakses 29 September 2014).

Wreksoatmodjo, B.R. 2014. Beberapa kondisi fisik dan penyakit yang merupakan faktor risiko gangguan fungsi kognitif. CDK-212, 41(1), 25–32.


(1)

Brodaty, H. 2007. Dementia risk reduction. Australia: Alzheimer’s Australia.

Tersedia dari:

https://fightdementia.org.au/sites/default/files/20070900_Nat_NP_13DemRis kRedEvidence.pdf (Diakses 14 Desember 2014).

Chen, J., Lin, K., dan Chen, Y. 2009. Risk factor for dementia. J Formosan Mec Ass, 108, 754–64.

Corrada, MM., Brookmeyer, R., Paganini-Hill, A., Berlau, D., dan Kawas, CH. 2010. Dementia incidence continues to increase with age in the oldest old the 90+ study. Ann Neurol, 67(1), 114–21.

Dahlan, S. 2010. Membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Dahlan, S. 2013. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian

kedokteran dan kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan, S. 2013. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Efendi, F. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas: teori dan praktek dalam

keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Elsanti, S. 2009. Panduan hidup sehat bebas kolesterol, stroke, hipertensi &

serangan jantung. Yogyakarta: Araska.

Faraco, G. dan Iadecola, C. 2013. Hypertension a harbinger of stroke and dementia. Hypertens, 62, 810–7.

Fenelli, F., Sepe, S., D’Amelio, M., Bernardi, C., Cristiano, L., Cimini, AM., et al. 2013. Age-dependent roles of peroxisomes in the hippocampus of a transgenic mouse model of Alzheimer’s disease. Mol Neurodeg, 8, 8–13. Giles, T. 2013. Hypertension and dementia. J Clin Hypertens, 15(9), 611.


(2)

Gorelick, PB. 2014. Risk factors for vascular dementia and alzheimer disease. Stroke, 35, 2620–2.

Guyton, AC. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Han, X., Aenlle, KK., Bean, LA. 2013. Role of estrogen receptor α and β in preserving hippocampal function during aging. J Neurosci, 33(6), 2671–83. Hindle, JV. 2010. Ageing, neurodegeneration and parkinson’s disease. Age Ageing,

39(2), 156–61.

Igase, M., Kohara, K., dan Miki, T., 2012. The association between hypertension and dementia in the elderly. Int J Hypertens, 2012, 1–6.

Ina, H. 2006. Pedoman tatalaksana gizi usia lanjut untuk tenaga kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Kemenkes RI, 2010. Pedoman rehabilitasi kognitif. Jakarta: Kemenkes RI.

Kennelly, SP., Lawlor, BA., dan Kenny, RA. 2009. Blood pressure and dementia. Ther Adv Neurol Disord, 2(4), 241–60.

Kochhann, R., Cerveira, MO., Godinho, C., Camozzato, A., dan Chaves, MLF. 2009. Evaluation of mini-mental state examination scores according to different age and education strata and sex. Dement Neuropsychol, 3(2), 88–93.

Lachman, ME. 2004. Development in midlife. Annu Rev Psychol, 55, 305–31. Li, G., Rhew, IC., Shofer, JB., Kukull, WA., Breitner, JCS., Peskind, E., et al. 2007.

Age-varying association between blood pressure and risk of dementia in those aged 65 and older. J Am Ger Soc, 55(8), 1161–7.

Lincoln, NB., Kneebone, II., Macniven, JAB., dan Morris, RC. 2012. Psychological management of stroke. Inggris: Wiley-Blackwell Publishing, 111–2.


(3)

Lloyd-Jones, DM., Evans, JC., dan Levy, D. 2005. Hypertension in adults across the age spectrum. JAMA, 294(4), 466–72.

Maslim, R. 2003. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

Mubarak, WI., Chayatin, N., dan Santoso, BA. 2009. Ilmu keperawatan komunitas:

konsep dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2014. Dementia hope through research. Amerika: National Institutes of Health. Tersedia dari: http://www.ninds.nih.gov/disorders/dementias/detail_dementia.htm. (Diakses 14 Desember 2014).

National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2014. The life and death of a neuron. Amerika: National Institutes of Health. Tersedia dari: http://www.ninds.nih.gov/disorders/brain_basics/ninds_neuron.htm (Diakses 14 Desember 2014).

Newman, WA. 2011. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC. Nilsen, J., Chen, S., Irwin, RW., Iwamoto, S., dan Brinton, RD. 2006. Estrogen

protects neuronal cells from amyloid beta-induced apoptosis via regulation of mitochondrial proteins and function. BMC Neurosci, 7, 74.

Ninomiya, T., Ohara, T., Hirakawa, Y., Yoshida, D., Doi, Y., Hata, J., et al. 2011. Midlife and late-life blood pressure and dementia in Japanese elderly. Hypertens, 58(1), 22–8.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, W. 2008. Keperawatan gerontik & geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.


(4)

O’Bryant, SE., Humphreys, JD., Smith, GE., Ivnik, RJ., Radford, NRG., Peterson, RC., et al. 2008. Detecting dementia with the mini-mental state examination (MMSE) in highly educated individuals. Arch Neurol, 65(7), 963–7.

Paganini, HA. 2012. Hypertension and dementia in elderly. Int J Hypertens, 2012, 11–16.

Panggabean, MM. 2009. Penyakit jantung hipertensi. Dalam: Sudoyo, A.W., Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing, 1790–2.

Papalia, DE., Feldman, RD., dan Martorell, G. 2004. Experience human development. Edisi 12. Amerika: McGraw-Hill.

Pareja, FB., Leon, JB., Louis, ED. 2010. Risk of incident dementia in drug-untreated arterial hypertension. J Alzheimers Dis, 22(3), 949–58.

Perdossi. 2013. Standar pelayanan medik. Jakarta: Perdossi. Tersedia dari: http://kniperdossi.org/ (Diakses 18 September 2014).

Potter, P. dan Perry, AG. 2009. Fundamentals of nursing. Edisi 3. Amerika: Elsevier Health Science.

Poulin, SP., Dautoff, R., Morris, JC., Barrett, LF., dan Dickerson, BC., 2011. Amygdala atrophy is prominent in early alzheimer’s disease and relates to symptom severity. Psychiatry Res, 194(1), 7–13.

Pradier, C., Sakarovitch, C., Duff, FL., Layese, R., Metelkina, A., Anthony, S. et al. 2014. The mini mental state examination at the time of alzheimer’s disease and related disorders diagnosis, according to age, education, gender and place of residence. PLOS ONE, 9(8), 1–8.

Price, SA. 2012. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.


(5)

Qiu, C., Winblad, B., dan Fratiglioni, L. 2005. The age-dependent relation of blood pressure to cognitive function and dementia. Lancet Neurol, 4(8), 487–99. Rocca, WA., Grossardt, BR., Shuster, LT. 2011. Oophorectomy, menopause,

estrogen treatment, and cognitive aging. Brain Res, 1379, 188–98.

Rochmah, W. 2009. Demensia. Dalam: Sudoyo, A.W., Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing, 837–45.

Schneider, AL., Sharrett, AR., Patel, MD. 2012. Education and cognitive change over 15 years. J Am Geriatr Soc, 60(10), 1847–53.

Sherwood, L. 2011. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC. Skup, M., Zhu, H., Wang, Y. 2011. Sex differences in grey matter atrophy patterns

among AD and MCI patients. Neuroimage, 56(3), 890–906.

Stockslager, JL. dan Schaeffer, L. 2008. Asuhan keperawatan geriatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sugiyono. 2007. Metode penelitian administrasi. Bandung: Alfabeta.

U.S. Departement of Health and Human Services. 2003. The seventh report of the joint national committee on detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Hypertens, 42, 1206.

U.S. National Library of Medicine. 2013. Blood pressure measurement. Maryland: U.S. National Library of Medicine. Tersedia dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007490.htm (Diakses 29 September 2014).

Virdis, A., Bruno, RM., Neves, MF., Bernini, G., Taddei, S., dan Ghiadoni, L. 2011. Hypertension in the elderly. Curr Pharm Des, 17(28), 3020–31.


(6)

World Health Organization. 2012. Dementia a public health priority. Inggris: World

Health Organization. Tersedia dari:

http://whqlibdoc.who.int/publications/2012/9789241564458_eng.pdf (Diakses 29 September 2014).

Wreksoatmodjo, B.R. 2014. Beberapa kondisi fisik dan penyakit yang merupakan