Hubungan Status Gizi dan Hipertensi Terhadap Kemandirian Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton

(1)

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN NUTRITIONAL STATUS AND

HYPERTENSION WITH INDEPENDENCE OF ELDERLY IN ELDERLY COMMUNITY HEALTH CARE IN KEDATON HEALTH CENTER

By

FELICYA ROSARI HS

Elderly is a healthy adult who experienced the process of change of being weak and vunerable. The existence of elderly often perceived negatively, regarded as a burden in families and community also considered as individuals who are not independent. Independence of the elderly valued by their ability to perform activities of daily living. This study aimed to determine the correlation between nutritional status and hypertension with independence of elderly in elderly community health care in Kedaton Health Center. This study was observational analytic cross sectional design, involving 76 subjects with stratified random sampling methods. Research was conducted in elderly community health care in Kedaton Health Center. In this study, we found, there are correlation between nutritional status and independence of elderly with p value=0,039 (p<0,05). There are correlation between hypertension and independence with p value=0,002 (p<0,05) and Odd Ratio 4,69. Based on research, can be concluded there are significant correlation between nutritional status and hypertension with independence of elderly in elderly community health care in Kedaton Health Center.


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN HIPERTENSI DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA PUSKESMAS KEDATON

Oleh

FELICYA ROSARI HS

Lansia merupakan seorang dewasa sehat yang mengalami proses perubahan menjadi seorang yang lemah dan rentan. Keberadaan lansia seringkali dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya serta dianggap sebagai individu yang tidak mandiri. Kemandirian pada lansia dinilai dari kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dan hipertensi terhadap tingkat kemandirian lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton. Desain penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain cross sectional. Populasi berjumlah 202 orang dan jumlah sampel sebanyak 76 orang. Teknik pengambil sampel dengan menggunakan metode stratified random sampling. Penelitian dilakukan di posyandu lansia Puskesmas Kedaton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan tingkat kemandirian dengan nilai p=0,039 (p<0,05). Terdapat hubungan anatara hipertensi dengan tingkat kemandirian dengan nilai p=0,002 (p<0,05) dan dengan Odd Rasio 4,69. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dan hipertensi terhadap tingkat kemandirian lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton.


(3)

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PENYAKIT HIPERTENSI DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA PUSKESMAS

KEDATON

Oleh

FELICYA ROSARI HASIANNA SIRAIT 1118011043

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultasa Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PENYAKIT HIPERTENSI DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA PUSKESMAS

KEDATON

(skripsi)

Oleh

Felicya Rosari Hasianna Sirait

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

halaman Gambar 1. Kerangka Teori ... 6 Gambar 2. Kerangka Konsep ... 7 Gambar 3. Alur Penelitian ... 33


(6)

DAFTAR ISI

halaman

Daftar isi ... i

Daftar gambar ... iv

Daftar tabel ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Lanjut usia ... 5

1. Pengertian lansia ... 5

2. Batasan-batasan usia lanjut ... 6

B. Gizi Lansia ... 6

1. Kebutuhan gizi pada lansia ... 6

2. Masalah gizi pada lansia ... 7

3. Penilaian status gizi pada lansia ... 8

C. Penyakit Hipertensi ... 9

1. Pengertian hipertensi ... 9

2. Patogenesis hipertensi ... 11

3. Patofisiologi hipertensi ... 12


(7)

5. Penatalaksanaan hipertensi ... 15

D. Kemandirian Lansia ... 17

1. Pengertian kemandirian ... 17

2. Activity of Daily Living ... 18

E. Kerangka Teori ... 21

F. Kerangka Konsep ... 24

G. Hipotesis ... 25

III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 26

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

C. Populasi dan Sampel ... 27

D. Instrumen Penelitian ... 30

E. Prosedur Penelitian ... 31

F. Alur Penelitian ... 35

G. Definisi Operasional ... 36

H. Pengumpulan Data ... 39

I. Analisis Data ... 39

J. Ethical Clearance ... 41

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 42

1. Karakteristik responden ... 42

2. Analisis Univariat ... 45

3. Analisis Bivariat ... 49

B. Pembahasan ... 51


(8)

IV. SIMPULAN ... 56 A. Simpulan ... 56 B. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Kebutuhan kalori berdasarkan usia ... 7

Tabel 2. Kategori status gizi lansia berdasarkan IMT ... 9

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII ... 10

Tabel 4. Sampel lansia posyandu lansia Puskesmas Kedaton ... 29

Tabel 5. Definisi operasional ... 37

Tabel 6. Karekteristik responden berdasarkan umur ... 43

Tabel 7. Karekteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 44

Tabel 8. Karekteristik responden berdasarkan pekerjaan ... 44

Tabel 9. Disribusi status gizi responden berdasarkan IMT ... 44

Tabel 10. Distribusi hipertensi responden ... 45

Tabel 11. Distribusi tingkat kemandirian responden ... 46

Tabel 12. Distribusi Kemandirian Responden Berdasarkan Kuesioner ... 49

Tabel 11. Tabulasi silang status gizi dengan kemandirian ... 47

Tabel 12. Tabulasi silang hipertensi dengan kemandirian ... 48


(10)

(11)

Dengan rasa bahagia dan syukur pada Tuhan Yesus Kristus,

Kupersembahkan Skripsi ini untuk orang yang kusayangi

dan menyayangiku...

Untuk Papa, Mama,

Abang, Kakak dan adik


(12)

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Februari 1994, anak kelima dari enam bersaudara pasangan Bapak Rufinus Sirait dan Ibu Rugun Pasaribu.

Jenjang pendidikan penulis:

Sekolah Dasar (SD) Fransiskus Asisi Rawa Laut Bandarlampung pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Xaverius Pahoman Bandar Lampung pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Xaverius Pahoman Bandar Lampung pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).


(14)

(15)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis haturkan pada Tuhan Yesus Kristus karena melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi berjudul

“Hubungan Status Gizi dan Hipertensi Terhadap Kemandirian Lansia di Posyandu Lansia

Puskesmas Kedaton” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada:

1. Papa (Drs. Rufinus Sirait, SH), Mama (Rugun Pasaribu), Resnawaty Sondang Sirait, SH, Mkn, Yohannes Marajohan Sirait ST, Marettha Hotasi Sirait SE, Lauratia Hot Uli Sirait SH dan Victoria Agatha Sirait yang selalu memberikan semangat dan doa serta kehangatan keluarga.

2. Prof. Dr. Ir. Hi. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung. 3. Dr. Sutyarso, M.Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 4. dr. Fitria Saftarina, M.Sc selaku pembimbing pertama atas semua bantuan, saran,

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. dr. Reni Zuraida, M.Si selaku pembimbing kedua atas semua bantuan, saran, bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini .

6. dr. M. Yusran, M.Sc, Sp.M selaku pembahas yang telah memberikan banyak masukan dan nasehat selama penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Staff Administrasi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.


(16)

8. Bapak dan Ibu Pengurus Posyandu Puskesmas Kedaton, terimakasih atas kesediaan dan bantuan yang diberikan selama penelitian.

9. Ririn Rahayu MS, Diah Anis Naomi dan Aryati Pratama Putri terima kasih atas pengalaman berharga yang diberikan selama menjadi teman sepenelitian dan terimakasih atas kebersamaan dan kekompakan selama melakukan penelitian.

10.Ririn, Rifka, Dila, Yolanda, Ferina, Sakinah, Naomi, Lian, Oni, Bela, Desta, Bajie, Robby Kotak, Filla, Wayan, Gede yang tergabung dalam GENG CUPS , terimakasih atas keakraban, persahabatan, dan persaudaraan yang telah kalian berikan selama ini. 11.Semua teman-teman seperjuangan angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung (NPM 1-143) yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. SATU KEDOKTERAN SATU!!!

12.Seluruh Civitas Akademika Program Studi Pendidikan Dokter FK UNILA yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Demikianlah, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Bandar Lampung, Januari 2015


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia merupakan seorang dewasa sehat yang mengalami proses perubahan menjadi seorang yang lemah dan rentan yang diakibatkan karena berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati et al, 2009). Menurut data dari Biro Pusat Statistik (2012), di Indonesia jumlah penduduk 60 tahun ke atas (lanjut usia) menurut kabupaten/kota dan Keadaan Kesehatan sebesar 15.454.360 dengan keadaan kesehatan baik 39%, keadaan keadaan kesehatan cukup sebesar 43% dan dengan keadaan kesehatan kurang sebesar 18%.

Keberadaan lansia seringkali dipersepsikan secara negatif, dianggap sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya serta dianggap sebagai individu yang tidak mandiri. Kenyataan ini mendorong semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua identik dengan semakin banyaknya masalah yang dialami oleh lansia. Lansia cenderung dipandang masyarakat tidak lebih dari sekelompok orang yang ketergantungan dengan orang-orang yang ada disekitarnya (Huda, 2004).

Kemandirian pada lansia dinilai dari kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Maryam, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan


(18)

2

Suardana dan Ariesta pada tahun 2012 tentang karakteristik lansia dengan kemandirian aktivitas sehari-hari didapatkan bahwa kemandirian aktivitas sehari-hari dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, serta kondisi kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, faktor yang masih dapat dimodifikasi atau dikontrol adalah kondisi kesehatan.

Secara umum, semakin menua seseorang, kondisi kesehatan juga akan mengalami penurunan. Berdasarkan hasil Riskesdas (2013) diketahui bahwa prevalensi penyakit yang sering diderita lansia adalah hipertensi, penyakit radang sendi, PPOK, kanker, dan diabetes melitus. Di posyandu lansia Puskesmas Kedaton penyakit paling banyak yang diderita lansia adalah hipertensi yaitu sebesar 54%. Berdasarkan Riskesdas (2013) terdapat sebesar 26,5% penduduk Indonesia yang mengalami penyakit hipertensi sedangkan pada kelompok umur ≥60 terdapat sebesar 57,6% penduduk yang berusia lebih dari 60 mengalami hipertensi.

Kondisi kesehatan seorang lansia selain dipengaruhi oleh penyakit juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh hal lain seperti status gizi. Masalah gizi pada lansia perlu menjadi perhatian khusus karena mempengaruhi status kesehatan dan mortalitas. Gizi kurang maupun gizi lebih pada masa dewasa akan memperburuk kondisi fungsional dan kesehatan fisik (McNaughton, 2012). Status gizi buruk atau kurang akan menyebabkan lansia sulit dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Setiani, 2011).


(19)

3

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara status gizi dengan tingkat kemandirian lansia serta hubungan antara penyakit hipertensi dengan tingkat kemandirian lansia.

B. Rumusan Masalah

Jumlah lansia yang semakin meningkat menyebabkan timbulnya suatu paradigma negatif dimana lansia dianggap tidak mandiri sebagai beban keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kemandirian lansia dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : usia, tingkat pendidikan, status perkawinan serta kondisi kesehatan. Di posyandu lansia Puskesmas Kedaton penyakit paling banyak yang diderita lansia adalah hipertensi. Kondisi kesehatan seorang lansia selain dipengaruhi oleh penyakit juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh hal lain seperti status gizi. Hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian :

Adakah hubungan antara status gizi dan penyakit hipertensi terhadap kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan status gizi dan penyakit hipertensi terhadap kemandirian lansia.

2. Tujuan Khusus


(20)

4

b. Untuk mengetahui prevalensi penyakit hipertensi lansia di Puskesmas Kedaton.

c. Untuk mengetahui hubungan status gizi terhadap kemandirian lansia di Puskesmas Kedaton.

d. Untuk mengetahui hubungan penyakit hipertensi terhadap kemandirian lansia di Puskesmas Kedaton.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : a. Peneliti

Menambah wawasan tentang hubungan status gizi dan penyakit hipertensi terhadap kemandirian lansia.

b. Masyarakat

Memberikan informasi tentang hubungan status gizi dan penyakit hipertensi terhadap kemandirian lansia dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

c. Puskesmas

Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan guna meningkatkan kemandirian lansia dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

d. Peneliti lain

Sebagai bahan acuan penelitian lebih lanjut dalam mengetahui hubungan status gizi dan penyakit hipertensi terhadap kemandirian lansia dalam melakukan kegiatan sehari-hari sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dari lansia.


(21)

5

E. Kerangka Teori

Kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan tidak tergantung pada orang lain. Selain itu kemandirian diartikan sebagai suatu keadaan seseorang berupaya untuk memenuhi segala tuntutan kebutuhan hidup dengan penuh tanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Kemandirian pada lansia dapat dipengaruhi oleh pendidikan lansia, juga oleh gangguan sensori khususnya penglihatan dan pendengaran, dipengaruhi pula oleh penurunan kemampuan fungsional, serta oleh kemampuan fungsi kognitif lansia yang sudah menurun (Heryanti, 2011).

Usia lanjut merupakan salah satu kelompok rentan gizi karena perubahan psikis dan fisik tubuh lansia berlangsung selama proses penuaan yang dapat menyebabkan perubahan dalam kebutuhan gizi. Masalah gizi yang dialami lansia adalah kekurangan dan kelebihan gizi. Gizi kurang terjadi karena asupan makanan yang kurang yang dapat mengakibatkan penurunan aktivitas. Gizi berlebih adalah kelebihan energi dalam bentuk kelebihan berat badan yang mengakibatkan ketidakmampuan diri dalam melakukan aktivitas fisik. Kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari juga mempengaruhi status gizi lanjut usia. (Rahmawati, 2012).

Menurut Graf (2008) hipertensi yang memburuk dapat mempercepat penurunan fungsional orang dewasa yang lebih tua terutama pada sistem


(22)

6

muskuloskeletal dan organ indera. Hal tersebut dapat menurunkan kemampuan lansia untuk melakukan kegiatan penting untuk hidup mandiri.

Gambar 1. Kerangka Teori: Hubungan Status Gizi dan Hipertensi Terhadap Tingkat Kemandirian Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton

Sumber: Heryanti (2011), Rahmawati (2012), Graf (2008) Status Gizi

Status Gizi Status Gizi

Kurang Energi Protein

Timbunan lemak pada

jaringan adiposa

Lemas, sulit untuk melakukan

Mobilitas gerak terbatas

Hipertensi

Penurunan bertahap fungsi

organ

Terutama muskuloskeleta

l dan organ

Penurunan kemampuan

untuk beraktifitas


(23)

7

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penelitian ini terdiri dari beberapa variabel yang akan diamati. Beberapa variabel tersebut terdiri dari variabel independen dan dependen. Status gizi dan penyakit kronis merupakan variabel independen sedangkan nilai ADL merupakan variabel dependen pada penelitian ini.

Keterangan :

Variabel yang akan diteliti Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2. Kerangka Konsep: Hubungan Status Gizi dan Hipertensi Terhadap Tingkat Kemandirian Lansia di Posyandu Lansia Puskesmas

Kedaton Variabel

1.Status Gizi 2.Hipertensi

Variabel dependen Activity of Daily

Living

Mandiri

Ketergantunga

Faktor-faktor potensial perancu:

1. Umur

2. Fungsi kognitif 3. Fungsi sosial 4. Status mental


(24)

8

G. Hipotesa

Adapun hipotesa dari penelitian ini yaitu :

1. Ada hubungan antara status gizi terhadap kemandirian lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton

2. Ada hubungan antara penyakit hipertensi yang diderita terhadap kemandirian lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia (Lansia) 1. Pengertian Lansia

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.

Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).


(26)

10

2. Batasan-batasan usia lanjut

Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan lansia menjadi :

a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)

b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)

c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65 tahun)

B. Gizi lansia

1. Kebutuhan Gizi pada Lansia

Diet dan penuaan mempunyai peran besar dalam meningkatkan kualitas hidup dan proses penuaan. Pada percobaan tikus dengan pembatasan jumlah asupan kalori diet dapat memperpanjang usia hidup atau penyakit yang bersamaan dengan usia lanjut karena akan menurunkan produksi radikal beba. Diet juga dapat menurunkan penyakit kronis. Bila adanya


(27)

11

peningkatan asupan protein dan lemak maka insiden kanker (tumor ganas) meningkat dan terjadi gangguan organ dan mempercepat proses penuaan secara fisik, biokimia dan imunologi (Oenzil, 2012).

Tabel 1. Kebutuhan kalori berdasarkan usia

Usia Kebutuhan kalori

40-49 tahun (0,95 Berat Badan x 40 kal) x indeks aktivitas 50-59 tahun (0,90 Berat Badan x 40 kal) x indeks aktivitas 60 – 69 tahun (0,80 Berat Badan x 40 kal) x indeks aktivitas

Dengan nilai indeks aktivitas :

Aktivitas Ringan =0,90

Aktivitas Sedang =1,0

Aktivitas Aktif =1,17 (Oenzil, 2012)

2. Masalah Gizi pada Lansia

Masalah gizi pada lansia menurut Beck (2011) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Malnutrisi Umum

Malnutrisi umum dapat diartikan sebagai diet tidak mengandung beberapa nutrien dalam jumlah yang memadai. Keadaan ini disebabkan oleh ketidakacuhan secara umum yang disebabkan oleh berbagai keadaan.


(28)

12

b. Defisiensi nutrien tertentu

Defisiensi ini terjadi bila suatu makanan atau kelompok makanan tertentu tidak ada dalam diet, seperti Vitamin C, Vitamin D, asam folat dan besi.

c. Obesitas

Besarnya permasalahan ini akan meningkat bilamana masukan energi tidak dikurangi saat aktivitas jasmaniah semakin menurun. Obesitas yang ekstrem jarang terjadi begitu seseorang masuk usia pensiun. Obesitas biasanya disebabkan oleh kebiasaan makan yang jelek sejak usia muda.

3. Penilaian Status Gizi Lansia

Status gizi seseorang dapat ditentukan oleh beberapa pemeriksaan gizi. Pemeriksaan gizi yang memberikan data paling meyakinkan tentang keadaan aktual gizi seseorang terdiri dari empat langkah, yaitu pengukuran antropometri, pemeriksaan laboratorium, pengkajian fisik atau secara klinis dan riwayat kebiasaan makanan. (Moore, 2009) The Mini Nutritional Assessment (MNA) adalah alat penilaian gizi lain yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi resiko malnutrisi pada lansia (Ebersole, 2009).

Pemeriksaan status gizi dapat memberikan informasi tentang keadaan gizi seseorang saat itu dan kebutuhan nutrisi yang harus dipenuhi. The American Society for Parental and Enteral Nutrition (ASPEN) dalam


(29)

13

Meiner (2006) mengidentifikasi tujuan dari pengkajian status gizi adalah untuk mendirikan parameter gizi secara subjektif dan objektif, mengidentifikasi kekurangan nutrisi dan menentukan faktor resiko dari masalah gizi seseorang. Selain itu pengkajian status gizi juga dapat menentukan kebutuhan gizi seseorang dan mengidentifikasi faktor psikososial dan medis yang dapat mempengaruhi dukungan status gizi. Kategori status gizi lansia berdasarkan Index Massa Tubuh ditampilkan dalam tabel 2.

Tabel 2. Kategori status gizi lansia berdasarkan IMT

IMT Status Gizi

<18,5 kg/m2 Gizi kurang

18,5-25 kg/m2 Gizi Normal

>25 kg/m2 Obesitas

Sumber : Depkes (2006)

C. Penyakit Hipertensi 1. Pengertian hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal.


(30)

14

Hipertensi sering dihubungkan dengan pengerasan dan hilangnya elastisitas dinding arteri. Tahanan vaskular perifer meningkat dalam pembuluh darah yang keras dan tidak elastis. Hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor umur. Pada lanjut usia terjadi perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah, yaitu sifat elastisitas pembuluh darah menjadi berkurang dan terjadinya kekakuan pada dinding pembuluh darah arteri, sehingga pengembangan pembuluh darah menjadi terganggu (Potter&Perry, 2005).

Didefinisikan sebagai hipertensi apabila pernah didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk tekaan darah tinggi (Riskesdas, 2013). Kriteria hipertensi yang digunakan merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII, yaitu hasil pengukuran tekanan

darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Kriteria JNC VII berlaku untuk umur ≥18 tahun. Adapun klasifikasi JNC VII adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII Klasifikasi Tekanan

Darah

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89 Hipertensi derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99


(31)

15

2. Patogenesis hipertensi

Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor – faktor yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:

a. Faktor resiko seperti diet asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis

b. Sistem saraf simpatis seperti tonus simpatis dan variasi diurnal

c. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi dimana endotelel pembuluh darah akan berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot polos dan interstitinum juga memberikan kontribusi akhir.

d. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron (Yogiantoro, 2009).

Hipertesi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah:

a. Jantung, seperti hipertrofi venstrikel kiri, angina atau infark miokardium, dan gagal jantung.

b. Otak seperti stroke atau Transient Ischemic Attack c. Penyakit ginjal kronis

d. Penyakit arteri perifer


(32)

16

3. Patofisiologi

Baik tekanan darah sistolik (TDS) maupun tekanan darah diastolik (TDD) meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya pengkakuan pembuluh darah dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur. Seperti diketahui, tekanan nadi merupakan prediktor terbaik dari adanya perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan peningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur. Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus (Kuswardhani, 2006).

Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi


(33)

17

hipotensi ortostatik. Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik-α dan vasokonstriksi adrenergik-α akan menyebabkan kecenderungan vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi (Kuswardhani, 2006).

4. Diagnosis

Langkah pertama dalam mendiagnosis pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis. Anamnesis bertujuan untuk menilai pola hidup, identifikasi faktor resiko, mencari penyebab kenaikan tekanan darah serta menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskuler.

Anamnesis meliputi:

a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

b. Indikasi adanya hipertensi sekunder seperti memiliki keluarga dengan riwayat penyakit ginjal, memiliki penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat analgetik dan obat-obat lain

c. Faktor resiko seperti riwayat hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes melitus pada keluarga, kebiasaan merokok, pola makan, kegemukan, intensitas olah raga, dan gaya hidup

d. Pengobatan antihipertensi sebelumnya


(34)

18

Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya penyakit penyerta, kerusakan organ target serta adanya kemungkinan hipertensi sekunder. Pemeriksaan dapat dilakukan pengukuran menggunakan sphygnomanometer. Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit, pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda (Yogiantoro, 2009)

Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedangkan pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi:

a. Jantung, berupa pemeriksaan fisik, foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung, kondisi anteri intratoraks, dan sirkulasi pulmoner), elektrokardiografi, dan ekokardiografi.

b. Pembuluh darah, berupa pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure , ultrasonografi (USG) karotis, dan fungsi endotel namun masih dalam penelitian.

c. Otak, berupa pemeriksaan neurologis, CT scan untuk pasien dengan keluhan gangguan neuran, kehilangan memori atau gangguan kognitif).


(35)

19

e. Fungsi ginjal, berupa pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria serta rasio albumin keatinin rutin (Yogiantoro, 2009)

5. Penatalaksanaan hipertensi pada lansia

Banyak penelitian menunjukkan bahwa pentingnya terapi hipertensi pada lanjut usia, dimana terjadi penurunan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler (Kuswardhani, 2006). Terapi pada pasien usia lanjut meliputi terapi norfamakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi non farmakologis terdiri dari:

a. Menghentikan merokok b. Menurunkan berat badan

c. Menurunkan konsumsi alkohol berlebih d. Latihan fisik

e. Menurunkan asupan garam

f. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak (Yogiantoro, 2009).

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 adalah:

a. Diuretika, terutama jenis thiazide atau agonis aldosteron b. Beta Blocker (BB)


(36)

20

c. Calcium Chanel Blocker

d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) e. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja penuh atau yang memberikan efek 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat hipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lainnya dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi.

Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai tekanan darah, tetapi kombinasi obat dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karenajumlah obat yang harus diinum bertambah. Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:

a. Diuretika dan ACEI atau ARB b. CCB dan BB


(37)

21

c. CCB dan ACEI atau ARB

d. CCB dan diuretika (Yogiantoro, 2009)

D. Kemandirian lanjut usia 1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan tidak bergantung pada orang lain. Selain itu kemandirian diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang berupaya untuk memenuhi segala tuntutan. Kemandirian dapat dipengaruhi oleh pendidikan lansia, juga oleh gangguan sensori khususnya penglihatan dan pendengaran, dipengaruhi pula oleh penurunan dalam kemampuan fungsional, serta dipengaruhi pula oleh kemampuan fungsi kognitif lansia yang menurun (Heryanti, 2011).

Menurut Graf (2008) penyakit akut atau kondisi kronis yang memburuk dapat mempercepat penurunan fungsional pada orang dewasa yang lebih tua. Hal tersebut dapat menurunkan kemampuan lansia untuk melakukan kegiatan penting untuk hidup mandiri. Lansia berusia 60-74 tahun masih mampu mentoleransi aktivitas sehari-hari yang bisa dilakukan sendiri namun semakin tua maka lansia akan membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.


(38)

22

2. Activity of daily living

Salah satu bentuk untuk mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan kegiatan sehari-hari adalah activity of daily living (ADL). Penentuan kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan pemilihan interval yang tepat. Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang masih aktif. Seorang lansia yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu (Maryam, 2008).

Menurut Agung (2006), Activity of Daily Living adalah pengukuran terhadap aktivitas yang dilakukan rutin oleh manusia setiap hari. Aktivitas tersebut diantara lain : memasak, berbelanja, merawat/mengurus rumah, mencuci, mengatur keuangan, minum obat dan memanfaatkan sarana transportasi.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Agung pada tahun 2006 tentang uji keandalan dan kesahihan indeks activity of daily living barthel untuk mengukur status fungsional dasar pada usia lanjut di RSCM dengan menggunakan 100 responden. Kesahihan konstruksi ADL Barthel diuji dengan speaman correlation coefficient dengan melihat nilai rho (r) masing-masing butir. Hasil yang didapatkan semua butir berhubungan bermakna dengan nilai total (p<0,001). Semua butir mempunyai nilai r>0,3. Sehingga dapat disimpulkan kuesioner ADL Barthel merupakan


(39)

23

instrumen ukur yang andal dan sahih serta dapat digunakan untuk mengukur status fungsional dasar usia lanjut Indonesia

Menurut Hardywinoto (2007), kemauan dan kemampuan untuk melakukan activity of daily living bergantung pada beberapa faktor yaitu: a. Umur dan status perkembangan

Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukan tanda kemauan dan kemampuan, atau bagaimana klien bereaksi terhadap ketidakmampuan melaksanakan activity of daily living. Saat perkembangan dari bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan-lahan berubah dari tergantung menjadi mandiri dalam melakukan activity of daily living.

b. Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis dapat mempengaruhi kemampuan partisipasi dalam activity of daily living, contoh gangguan misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan activity of daily living.

c. Fungsi kognitif

Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan activity of daily living. Fungsi kognitif menunjukkan proses menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensor stimulus untuk berpikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam


(40)

24

berpikir logis dan menghambat kemandirian dalam melaksanakan activity of daily living.

d. Fungsi psikososial

Fungsi psikologi menunjukan kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks antara perilaku intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada intrapersonal contohnya akibat gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi dapat mengganggu dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal seperti masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi dalam penampilan peran juga dapat mempengaruhi pemenuhan activity of daily living.

e. Tingkat stress

Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress (stressor) dapat timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat mengganggu keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa fisiologi seperti injuri atau psikologi seperti kehilangan.

f. Ritme biologi

Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup untuk mengatur lingkungan fisik disekitarnya dan membantu homeostatis internal (keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi yaitu irama sirkardian, berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaan irama sirkardian mempengaruhi pengaturan aktivitas meliputi tidur,


(41)

25

temperatur tubuh dan hormon. Beberapa faktor yang ikut berperan pada irama sirkardian diantaranya faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca yang mempengaruhi activity of daily living.

g. Status mental

Status mental menunjukan keadaan intelektual seseorang. Keadaan status mental akan memberi implikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar individu. Seperti halnya lansia yang memorinya menurun akan mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.

h. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen lansia yang tidak dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat salah satunya adalah posyandu lansia. Jenis pelayanan kesehatan posyandu salah satunya adalah pemeliharaan Activity of Daily Living. Lansia yang secara aktif melakukan kunjungan ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik daripada lansia yang tidak aktif ke posyandu.


(42)

III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional.. Pengukuran variabel status gizi, penyakit hipertensi serta tingkat kemandirian lansia tidak terbatas harus tepat pada satu waktu bersamaan, namun mempunyai makna bahwa setiap subjek hanya dikenai satu kali pengukuran, tanpa dilakukan tindak lanjut atau pengulangan pengukuran. Data sampel diperoleh dengan pengisian kusioner pada lansia yang telah masuk sebagai kriteria dalam penelitian ini.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2014–Januari 2015 yang bertempat di posyandu lansia Puskesmas Kedaton.

C. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini merupakan seluruh jumlah lansia yang mengikuti kegiatan posyandu lansia Puskesmas Kedaton Bandar Lampung dan jumlah sampel penelitian didapatkan dari rumus besar sampel penelitian analitik kategorik-kategorik tidak berpasangan dan lansia yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia menjadi responden pada penelitian ini.


(43)

27

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini merupakan seluruh jumlah lansia yang mengikuti kegiatan posyandu lansia Puskesmas Kedaton Bandar Lampung yang berdasarkan data berjumlah 202 orang.

2. Sampel

Jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebanyak 76 orang. Teknik pengambilan sampel diambil secara stratified random sampling. Besar sampel ditentukan dengan rumus Dahlan (2013) analitik kategorik-kategorik tidak berpasangan yaitu :

n =

(

√ + √ +

)

Keterangan:

Zα = derivat baku alfa = 1,96

Zβ = derivat baku beta = 0,84

P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya = 0,45 Q2 = 1 – P2

P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti = 0,72

Q1 = 1 – P1

P1 – P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna P = proporsi total = ( P1 + P2 ) / 2


(44)

28

Sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut:

n =

(

, √ , , + , √ , , + , ,

,

)

n = , + ,

,


(45)

29

Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah tiap strata sampel pada penelitian ini adalah:

Tabel 1. Sampel Lansia Posyandu Lansia Puskesmas Kedaton

No. Kelompok Anggota (orang) Rumus Sampel (orang)

1. Aster 2 10 �

= , 4

2. Aster 3 10 �

= , 4

3. Aster 4 7 �

= , 3

4. Aster 6 6 �

= , 2

5. Kartini 1 15 �

= , 6

6. Kartini 5 17 �

= , 6

7. Kartini 6 11 �

= 4

8. Anggrek 1 6 �

= , 2

9. Anggrek 2 17 �

= , 6

10. Anggrek 3 5 �

= , 2

11. Cahaya Kartini 2

13 �

= , 5

12. Cahaya Kartini 3

17 �

= , 6

13. Cahaya Kartini 4

11 �

= 4

14. Ayu 1 20 �

= , 8

15. Ayu 2 5 �

= , 2

16. Ayu 3 8 �

= , 3

17. Ayu 4 6 �

= , 2

18. Ayu 5 8 �

= , 3

19 Ayu 6 10 �

= , 4


(46)

30

Pemilihan sampel juga berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dengan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

1. Lansia berumur >60 tahun (WHO) 2. Responden bersedia mengisi kuesioner

b. Kriteria eksklusi

1. Lansia yang mengalami gangguan jiwa

2. Lansia yang mengalami penurunan tingkat kognitif dengan skor MMSE kurang dari 17

3. Lansia yang memiliki penyakit lain selain hipertensi seperi: stroke, diabetes melitus, arthritis serta Penyakit Paru Obstruksi Kronis.

4. Lansia yang tidak bisa mendengar 5. Lansia yang tidak bisa berbicara 6. Lansia yang tidak dapat melihat

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa timbangan, microtoise, dan kuesioner Activity of Daily Living yang dari 10 pertanyaan tentang mengontrol BAB, mengontrol BAK, membersihkan diri (lap muka, sisir rambut, sikat gigi), penggunaan toilet, makan, berpindah tempat dari tidur ke duduk, mobilitas/berjalan, berpakaian, naik turun tangga dan mandi.


(47)

31

E. Prosedur Penelitian

1. Prosedur Pemeriksaan Status Gizi a. Pengukuran tinggi badan

- Pengukuran tinggi badan dimulai dengan persiapan alat ukur. Dimana alat ukur (microtoise) ditempelkan di tembok yang rata

- Pastikan bisa melihat angka 0 pada garis merah

- Minta responden melepaskan alas kaki, topi/penutup kepala - Pastikan alat geser berada di posisi atas

- Responden dimintara berdiri tegak, persis dibawah alat geser - Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan

tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang - Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi

tergantung bebas

- Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel di dinding

- Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (kebawah) Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah sejajar dengan mata peneliti.


(48)

32

- Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri diatas bangku agar hasil pembacaannya benar. - Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka

dibelakang koma

Pada lansia yang tidak memungkinkan dilakukan pengukuran tinggi badan seperti cara diatas karena keaadaan tertentu seperti bungkuk dapat dilakukan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan alat ukur berupa tinggi lutut. Data tinggi badan lansia dapat menggunakan rumus Gibson yaitu:

Pria : (2,02 x tinggi lutut) – (0,04 x umur) + 64,1 Wanita : (1,83 x tinggi lutut) – (0,24 x umur) + 84,88 b. Pengukuran berat badan

- Alat timbangan diletakkan di bagian yang rata/data/keras - Pastikan alat timbang menunjukan angka 0 sebelum

melakukan penimbangan

- Pastikan bahwa responden melepas barang-barang yang dapat memberatkan seperti sepatu, jam tangan dan lain-lain

- Responden diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di tengah alat timbang tapi tidak menutupi jendela baca - Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang,

sikap tenang dan kepala tidak menunduk (memandang lurus ke depan)


(49)

33

Status gizi ditentukan melalui perhitungan Indeks Massa Tubuh dengan rumus :

IMT = � � ��

�� ��� 2

2. Prosedur pemeriksaan tekanan darah

a. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan alat sphymomanometer dan stetoskop yang sama terhadap setiap lansia. Pengukuran tekanan darah yaitu direkomendasikan oleh Task Force Standart dimana para lansia sebelum pengukuran harus beristirahat selama 10 menit dan sebelum pengukuran tekanan darah dilakukan, terlebih dahulu kepada lansia diterangkan mengenai alat ukur yang dipakai dan kegunaan dari alat ukur tersebut, sehingga lansia tidak merasa cemas.

b. Pada saat pengukuran, lansia diharuskan duduk dengan tenang, tangan kanan terbuka dan terletak diatas permukaan meja yang rata, fossa cubiti kira-kira sejajar dengan posisi jantung, serta menggunakan manset yang sesuai dengan ukuran lengan atas. Manset dipasang kira-kira 2,5 cm dari siku. Letakan 3 jari di mediana cubitti. Pompa hingga nadi tidak teraba, kemudian turunkan. Raba arteri brachialis, meletakan diafragma stetoskop di atas tempat denyut nadi teraba, memompa sampai kira-kira 30mmHg dari hasil pertama, turunkan perlahan. Tekanan darah diukur sebanyak 2 kali, dengan jarak pengukuran 2 menit, di catat dan diambil reratanya.


(50)

34

3. Pengisian kuesioner riwayat penyakit kronis dan kuesioner activity of daily living

Kuesioner activity of daily living terdiri dari 8 pertanyaan dengan masing-masing pertanyaan diberi skor antara 0-2. Adapun pertanyaannya terkait mengenai mengontrol BAB, mengontrol BAK, membersihkan diri (mencuci muka, sisir rambut, sikat gigi), penggunaan toilet, makan, berpindah tempat dari tidur ke tempat duduk, mobilitas/berjalan, berpakaian, naik turun tangga serta mandi.


(51)

35

F. Alur Penelitian

Gambar 3. Alur Penelitian Populasi

Informed Consent

Sampel

Pengukuran Tinggi Badan

Pengisian kuesioner Activity of Daily Living Pengukuran Berat Badan


(52)

36

G. Definisi Operasional

Definisi operasional menguraikan variabel dependen maupun variabel independen, alat ukur, cara ukur, hasil ukur dan skala ukur pada penelitian ini.

Tabel 5. Definisi Operasional Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur

Cara Ukur

Hasil Ukur Kriteria Hasil Ukur Skala Status Gizi Keadaan gizi seseorang berdasarkan indeks massa tubuh yang diukur dengan cara berat badan dalam satuan kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (m2)

1.Berat badan : mengguna kan timbanga n injak 2. Tinggi badan : mengguna kan microtois Mengukur berat badan dan tinggi badan 1. Malnutrisi 2. Normal 1.Gizi kurang jika IMT <18,5 2.Normal = jika IMT 18,5-25 3.Gizi lebih jika IMT >25 (Depkes, 2006) Ordinal Hiperten si keadaan hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90

mmHg ( JNC VIII ) Spygmom anometer, stetoskop Mengukur tekanan darah 1.Hipertens i bila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg 2.Tidak hipertensi bila tekanan darah sistolik <140 mmHg atau 1. Angka 1 jika memiliki penyakit hipertensi 2.Angka 2 jika tidak memiliki penyakit hipertensi Nomina l


(53)

37 tekanan darah diastolik <90 mmHg Kemandi rian kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan tidak bergantung pada orang lain (Heryanti, 2011) Kuesioner ADL Wawanca ra 1.Mandiri 2.Ketergant ungan 1.Keterga ntungan = 0-19 2. Mandiri =20 Ordinal

H. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti mengenai status gizi, riwayat penyakit hipertensi dan kuesioner activity of daily living.

2. Data Sekunder

Data sekunder didapat dari data laporan posyandu lansia Puskesmas Kedaton atau lembaga terkait yang berhubungan dengan penelitian.

I. Analisa Data

Untuk analisis data digunakan analisa univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Setelah dilakukan editing, koding dan tabulasi kemudian karakteristik responden disajikan dalam bentuk tabel distribusi


(54)

38

frekuensi. Karakteristik responden antara lain usia lansia, IMT lansia, riwayat penyakit hipertensi lansia serta skor activity of daily living lansia.

Analisis data bivariat adalah untuk mengetahui hubunan variabel bebas dengan variabel terikat dengan tujuan untuk mengetahui:

1. Hubungan status gizi dengan tingkat kemandirian lansia

2. Hubungan riwayat penyakit hipertensi dengan tingkat kemandirian lansia

Jenis uji statistik yang digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan jenis data. Pada penelitian ini menggunakan uji statistik chi square karena variabel yang dihubungkan berbentuk kategorik – kategorik.

Data yang telah terkumpul akan diolah dengan proses pengolahan data sebagai berikut :

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh. Peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan data, kesalahan pengisian dan konsistensi dari jawaban sehingga apabila ada kekurangan bisa segera dilengkapi atau jika ada data yang salah, maka data tersebut tidak dipakai.

2. Coding

Coding adalah mengklasifikasikan hasil observasi/pemeriksaan yang sudah ada menurut jenisnya. Klasifikasi ini dilakukan dengan cara memberi tanda pada masing/masing kolom dengan kode berupa


(55)

39

angka/huruf/simbol lainnya untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti kode tersebut dan lebih mudah untuk membacanya.

3. Entry data / tabulasi

Adalah suatu kegiatan memasukkan data dari hasil penelitian ke dalam master tabel/database komputer berdasarkan kriteria yang telah ada. 4. Pengolahan dan analisis data.

5. Pengolahan data menggunakan program statistik komputer dan dianalisis dengan uji korelasi chi square untuk menguji kemaknaan hubungan kedua variabel.

J. Ethical Clearance

Penelitian ini telah dikaji dan dinyatakan memenuhi kaidah etik penelitian, anatara lain memberitahu responden prosedur penelitian dan tidak adanya bahaya potensial dalam penelitian ini, memberi hak responden untuk mengundurkan diri dari penelitian dan menjaga kerahasiaan identitas responden. Penelitian ini disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas yang dengan surat keterangan lolos kaji etik nomor 2131/UN26/8/DT/ 2014 yang dikeluarkan pada tanggal 1 Desember 2014.


(56)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Jumlah lansia yang memiliki status gizi kurang sebanyak 15,8%, jumlah lansia yang memiliki status gizi normal sebanyak 67,1% dan jumlah lansia yang memiliki status gizi lebih sebanyak 17,4%.

2. Lansia yang menderita hipertensi adalah 57,9% dan lansia yang tidak menderita hipertensi adalah 42,1%.

3. Ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan tingkat kemandirian lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton (p=0,039). 4. Ada hubungan yang bermakna antara penyakit hipertensi dengan tingkat

kemandirian lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton (p=0,002) dengan OR 4,69.

B. Saran

1. Agar para lansia melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan teratur agar dapat meningkatkan kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari

2. Petugas kesehatan lebih memperhatikan masalah lansia, khususnya masalah gizi dan penyakit hipertensi pada lansia.

3. Peneliti selanjutnya agar dapat meneliti faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Agung I. 2006. Uji Keandalan dan Kesahihan Indeks Activity of Daily Living untuk Mengukur Status Fungsional Dasar pada Usia Lanjut di RSCM. Tesis. Jakarta: Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Beck ME. 2011. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-Penyakit untuk Perawat dan Dokter.Yogyakarta: Yayasan Essentia Media.

BPS. 2012. Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. 2003. The Seventh Report of The Joint National Comitee on Prevetion, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA

Dahlan S. 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Edisi ke–3. Jakarta: Salemba Medika.

Darmojo. 2004. Proses Menua Sehat dalam Geriatri. Jakarta : Grafiti Medika Pers

Depkes. 2006. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ebersole P, Hess P, Touhy T, Jett K. 2009. Gerontological Nursing and Health Aging. Edisi ke–2. St. Louis : Mosby Inc.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.

Ghoer FS. 2012. Pembinaan Kemandirian Lansia Melalui Terapi Modalitas Salah Satu Konteks Pendidikan Non Formal di Panti Sosial Tresna Werdha. Tersedia dari www.upi.edu. Diakses pada tanggal 12 Desember 2014


(58)

Graf C. 2008. The Lawton Instrumental Activities of Daily Living Scale. San Fransisco: University of California.

Hardywinoto. 2007. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Heryanti, IP. 2011. Hubungan Kemandirian dan Dukungan Sosial dengan Tingkat Stress Lansia. Bogor : Jurusan Ekologi Manusia Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tersedia dari http://www.repository.ipb.ac.id/ . Diakses tanggal 14 September 2014.

Huda N. 2004. Tingkat Kemandirian Lansia dalam Memenuhi Aktivitas Kehidupan Sehari-hari di BRSD Kepanjen Malang. Tugas Akhir. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Kuswardhani T. (2006). Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut. Tersedia dari www.akademik.unsri.ac.id. Diakses tanggal 17 September 2014 Maryam RS. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba. McNaughton SA, Crawford D, Ball K, Salmon J. 2012. Understanding

Determinants of Nutrition, Physical Activity And Quality Life Among Older Adults: The Wellbeing, Eating and Exercise For A Long Life (WELL) Study. Australia health and Quality of Life Outcome: 109(10) pp. 2-7.

Meiner SE & Annette GL. 2006. Gerontological Nursing. Edisi ke–3.St. Louis: Mosby Inc.

Moore MC. 2009. Procjet Guide to Nutritional Assessment and Care. Edisi ke–6. St. Louis: Mosby Inc.

Oenzil F. 2012. Gizi Meningkatkan Kualitas Manula. Jakarta : EGC.

Oktariyano. 2012. Gambaran Status Gizi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.


(59)

Potter PA & Perry AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses dan praktek. Edisi ke–4. Jakarta : EGC

Rahmawati. 2012. Hubungan Antara Status Fungsional Lanjut Usia dengan Status Gizi Lanjut Usia Di Pos Binaan Terpadu RW 03 Kelurahan Ciputata Kecamatan Ciputat Wilayah Kerja Puskesmas Ciputan Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Rahmawati Y, Artaria MD, Setianingsih H. 2012. Body Mass Index (BMI), Berat

Badan, Tinggi Badan dan Fat Skinfold Perempuan >60 tahun di Panti dan Perkumpulan Lanjut Usia di Surabaya. Surabaya: Universitas Hang Tuah. Rinajumita. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kemandirian Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lampasi Kecamatan Payakumbu Utara. Skripsi. Padang: Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang

Riskesdas. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.

Setiani. 2011. Hubungan Antara Status Gizi dan Stress dengan Kemampuan Activity Daily of Living Pada Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Posyandu Lansia Puskesmas Sumbersari. Skripsi. Jember: Program Studi Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Setiati S, Harimurti K, Govinda A. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke–5. Jakarta : Balai Penerbit FK UI Jakarta.

Suardana IW, Ariesta Y. 2012. Karakteristiktik Lansia dengan Kemandirian Aktivitas Sehari-hari. Tersedia dari www.jurnalkeperawatanbali.com. Diakses tanggal 11 September 2014

Suhartini R. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Studi Kasus di Kelurahan Jombangan Tahun 2004. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga.


(60)

WHO. Definition of an Older or Elderly Person. Tersedia dari http://www.who.int/. Diakses tanggal 7 September 2014

Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI.

Zulaekah S, Widowati D. 2009. Hubungan status Gizi (Mini Nutritional Assesment) dengan tingkat kemandirian (Indeks Katz) Penderita di Divisi Geriatri Rumah sakit Dokter Kariadi Semarang. 2 (2) pp 131-6.


(1)

39

angka/huruf/simbol lainnya untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti kode tersebut dan lebih mudah untuk membacanya.

3. Entry data / tabulasi

Adalah suatu kegiatan memasukkan data dari hasil penelitian ke dalam master tabel/database komputer berdasarkan kriteria yang telah ada. 4. Pengolahan dan analisis data.

5. Pengolahan data menggunakan program statistik komputer dan dianalisis dengan uji korelasi chi square untuk menguji kemaknaan hubungan kedua variabel.

J. Ethical Clearance

Penelitian ini telah dikaji dan dinyatakan memenuhi kaidah etik penelitian, anatara lain memberitahu responden prosedur penelitian dan tidak adanya bahaya potensial dalam penelitian ini, memberi hak responden untuk mengundurkan diri dari penelitian dan menjaga kerahasiaan identitas responden. Penelitian ini disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas yang dengan surat keterangan lolos kaji etik nomor 2131/UN26/8/DT/ 2014 yang dikeluarkan pada tanggal 1 Desember 2014.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Jumlah lansia yang memiliki status gizi kurang sebanyak 15,8%, jumlah lansia yang memiliki status gizi normal sebanyak 67,1% dan jumlah lansia yang memiliki status gizi lebih sebanyak 17,4%.

2. Lansia yang menderita hipertensi adalah 57,9% dan lansia yang tidak menderita hipertensi adalah 42,1%.

3. Ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan tingkat kemandirian lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton (p=0,039). 4. Ada hubungan yang bermakna antara penyakit hipertensi dengan tingkat

kemandirian lansia di posyandu lansia Puskesmas Kedaton (p=0,002) dengan OR 4,69.

B. Saran

1. Agar para lansia melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan teratur agar dapat meningkatkan kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari

2. Petugas kesehatan lebih memperhatikan masalah lansia, khususnya masalah gizi dan penyakit hipertensi pada lansia.

3. Peneliti selanjutnya agar dapat meneliti faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agung I. 2006. Uji Keandalan dan Kesahihan Indeks Activity of Daily Living untuk Mengukur Status Fungsional Dasar pada Usia Lanjut di RSCM. Tesis. Jakarta: Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Beck ME. 2011. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-Penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Yayasan Essentia Media.

BPS. 2012. Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. 2003. The Seventh Report of The Joint National Comitee on Prevetion, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA

Dahlan S. 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Edisi ke–3. Jakarta: Salemba Medika.

Darmojo. 2004. Proses Menua Sehat dalam Geriatri. Jakarta : Grafiti Medika Pers

Depkes. 2006. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ebersole P, Hess P, Touhy T, Jett K. 2009. Gerontological Nursing and Health Aging. Edisi ke–2. St. Louis : Mosby Inc.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga.

Ghoer FS. 2012. Pembinaan Kemandirian Lansia Melalui Terapi Modalitas Salah Satu Konteks Pendidikan Non Formal di Panti Sosial Tresna Werdha. Tersedia dari www.upi.edu. Diakses pada tanggal 12 Desember 2014


(4)

Graf C. 2008. The Lawton Instrumental Activities of Daily Living Scale. San Fransisco: University of California.

Hardywinoto. 2007. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Heryanti, IP. 2011. Hubungan Kemandirian dan Dukungan Sosial dengan Tingkat Stress Lansia. Bogor : Jurusan Ekologi Manusia Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tersedia dari http://www.repository.ipb.ac.id/ . Diakses tanggal 14 September 2014.

Huda N. 2004. Tingkat Kemandirian Lansia dalam Memenuhi Aktivitas Kehidupan Sehari-hari di BRSD Kepanjen Malang. Tugas Akhir. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Kuswardhani T. (2006). Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut. Tersedia dari www.akademik.unsri.ac.id. Diakses tanggal 17 September 2014

Maryam RS. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba.

McNaughton SA, Crawford D, Ball K, Salmon J. 2012. Understanding Determinants of Nutrition, Physical Activity And Quality Life Among Older Adults: The Wellbeing, Eating and Exercise For A Long Life (WELL) Study. Australia health and Quality of Life Outcome: 109(10) pp. 2-7.

Meiner SE & Annette GL. 2006. Gerontological Nursing. Edisi ke–3.St. Louis: Mosby Inc.

Moore MC. 2009. Procjet Guide to Nutritional Assessment and Care. Edisi ke–6. St. Louis: Mosby Inc.

Oenzil F. 2012. Gizi Meningkatkan Kualitas Manula. Jakarta : EGC.

Oktariyano. 2012. Gambaran Status Gizi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.


(5)

Potter PA & Perry AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses dan praktek. Edisi ke–4. Jakarta : EGC

Rahmawati. 2012. Hubungan Antara Status Fungsional Lanjut Usia dengan Status Gizi Lanjut Usia Di Pos Binaan Terpadu RW 03 Kelurahan Ciputata Kecamatan Ciputat Wilayah Kerja Puskesmas Ciputan Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah

Rahmawati Y, Artaria MD, Setianingsih H. 2012. Body Mass Index (BMI), Berat Badan, Tinggi Badan dan Fat Skinfold Perempuan >60 tahun di Panti dan Perkumpulan Lanjut Usia di Surabaya. Surabaya: Universitas Hang Tuah.

Rinajumita. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kemandirian Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lampasi Kecamatan Payakumbu Utara. Skripsi. Padang: Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang

Riskesdas. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.

Setiani. 2011. Hubungan Antara Status Gizi dan Stress dengan Kemampuan Activity Daily of Living Pada Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Posyandu Lansia Puskesmas Sumbersari. Skripsi. Jember: Program Studi Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Setiati S, Harimurti K, Govinda A. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke–5. Jakarta : Balai Penerbit FK UI Jakarta.

Suardana IW, Ariesta Y. 2012. Karakteristiktik Lansia dengan Kemandirian Aktivitas Sehari-hari. Tersedia dari www.jurnalkeperawatanbali.com. Diakses tanggal 11 September 2014

Suhartini R. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Lanjut Usia Studi Kasus di Kelurahan Jombangan Tahun 2004. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga.


(6)

WHO. Definition of an Older or Elderly Person. Tersedia dari http://www.who.int/. Diakses tanggal 7 September 2014

Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI.

Zulaekah S, Widowati D. 2009. Hubungan status Gizi (Mini Nutritional Assesment) dengan tingkat kemandirian (Indeks Katz) Penderita di Divisi Geriatri Rumah sakit Dokter Kariadi Semarang. 2 (2) pp 131-6.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN DAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA (STUDI DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS WULUHAN KABUPATEN JEMBER)

6 79 168

Hubungan antara kinerja kader Posyandu lansia terhadap kepuasan lansia di kelurahan Rempoa wilayah binaan kerja Puskesmas Ciputat Timur

2 14 127

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN DEPRESI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDATON BANDAR LAMPUNG

6 24 75

HUBUNGAN STATUS HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN DEMENSIA PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA PUSKESMAS KEDATON BANDAR LAMPUNG

13 44 64

HUBUNGAN HIPERTENSI DAN STATUS GIZI DENGAN KESEIMBANGAN POSTURAL LANSIA DI POSYANDU LANSIA RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG

6 34 84

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI POSYANDU LANSIA DI KECAMATAN SANDEN Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Posyandu Lansia Di Kecamatan Sanden Bantul.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI POSYANDU LANSIA DI KECAMATAN SANDEN Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Posyandu Lansia Di Kecamatan Sanden Bantul.

0 2 13

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI, ASUPAN LEMAK DAN NATRIUM DENGAN STATUS GIZI DI POSYANDU LANSIA, GONILAN, Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi, Asupan Lemak Dan Natrium Dengan Status Gizi Di Posyandu Lansia, Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

0 4 20

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI LANSIA DI POSYANDU LANSIA KAKAKTUA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PELAMBUAN

0 0 5

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUNDONG BANTUL NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUNDO

0 0 16