5
mempunyai latarbelakang pendidikan bukan guru dan ingin menjadi guru terlebih dahulu harus menempuh pelatihan guna memperoleh sertifikasi
pendidik Akta Mengajar pada Lembaga Pendidikan atau Latihan Kependidikan sebelum diangkat menjadi guru. Justru kini guru dituntut
memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh melalui PLPG dan Program Profesi Guru di LPTK.
1.2.2 Syarat “Personal”
Yang dimaksudkan dengan syarat-syarat “personal” di sini adalah syarat-syarat yang menyangkut diri pribadi orang yang menjadi guru, yang
meliputi: 1 Kesehatan Fisik, guru sehat fisik atau jasmaninya, tidak sakit-sakitan,
apalagi mengidap penyakit menular, seperti TBC dan sebagainya. Mengenai jasmani yang “cacat” seperti buta, dewasa ini bukanlah
merupakan hambatan utama handicap bagi orang yang merasa “dipanggil” menjadi guru. Indonesia kini telah mempunyai beberapa
Sarjana Pendidikan lulusan FKIPIKIPSTKIP yang tuna netra.
2 Kesehatan Psikis; guru hendaklah sehat jiwanya, sehat mental atau rohaninya. Orang yang menderita penyakit jiwa atau gangguan-
gangguan syaraf, janganlah diangkat menjadi guru. 3 Kesehatan Psikosomatis; guru secara ideal, haruslah sehat jasmani dan
rohaninya. Pribadi seseorang memang tidak dapat dibagi-bagi, ia merupakan suatu individualitas, suatu kesatuan “psychosomatis” psyche
= jiwa, soma = tubuh. Kedua aspek dari satu kesatuan itu saling mempengaruhi. Bahwa gangguan-gangguan pada tubuh dapat
mempengaruhi fungsi–fungsi tertentu, dan sebaliknya. Maka sangatlah ideal, bila guru bukan hanya sehat jasmani dan rohaninya, tetapi
haruslah memiliki kesehatan “psikofisis” atau “psikosomatis” yang baik.
4 Integritas Pribadi; syarat “personal” ini menyangkut kepribadian personality guru sebagai suatu totalitas. Kita membutuhkan guru-guru
yang telah terintegrasi kepribadiannya yang “dewasa” dalam arti pedagogis, yaitu sudah “matang baik secara jasmani, jiwani, emosi dan
6
sosial”, yang sudah sanggup “mengambil keputusan sendiri atas tanggung jawab sendiri”.
1.2.3 Syarat “Morality”
Dalam usaha meningkatkan martabat guru dewasa ini, moralitas kesusilaan merupakan faktor yang terpenting. Faktor ini lebih menyangkut
watak pribadi seseorang, suatu pertanda kemampuan seseorang bertindak susila. Dibutuhkan guru yang bukan hanya dapat mengetahui apa yang baik
dan apa yang buruk, akan tetapi yang sanggup berbuat menurut norma-norma kesusilaan. Oleh karena itu janganlah diangkat menjadi guru orang-orang
tidak bermoral atau tidak berkesusilaan baik wanita maupun pria. Akan tetapi bila ternyata “salah angkat”, supaya segera pengangkatannya ditinjau kembali
daripada menodai profesi kependidikan.
1.2.4 Syarat “Religiousity”