Bedah Hukum UU Nomor 32 Tahun 2009

BEDAH HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Pengertian Lingkungan Hidup
Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (ps 1 (1) UU No. 32 PPLH 2009).
Pengertian Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Adalah upaya sistimatis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (ps 1 (2) UU No. 32 PPLH 2009).
Ruang Lingkup
 Perencanaan
 Pemanfaatan
 Pengendalian
 Pemeliharaan
 Pengawasan
 Penegakan Hukum
Tujuan

 Melindungi wilayah NKRI dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
 Menjamin keselamatan, kesehatan, & kehidupan manusia
 Menjamin kelangsungan hidup makhluk hidup & kelestarian ekosistem
 Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
 Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup
 Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini & generasi masa depan
 Menjamin pemenuhan & perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari
hak asasi manusia
 Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
Pengendalian
 Pengendalian pencemaran/kerusakan LH dilaksanakan dalam rangka pelestarian
fungsi LH.
 Pengendalian pencemaran/kerusakan LH meliputi:
 Pencegahan
 Penanggulangan
 Pemulihan.
 Pengendalian pencemaran/kerusakan LH dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan penanggung jawab usaha/kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran,
dan tanggung jawab masing-masing.
Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup

 Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997 Adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain kedalam LH oleh kegiatan manusia

sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan LH
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
 Berdasarkan UU No.32 Tahun 2009 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan.
Pengertian Perusakan Lingkungan Hidup
 Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997 adalah tindakan yang menimbulkan perubahan
langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang
mengakibatkan LH tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangu nan
berkelanjutan.
 Berdasarkan UU No.32 Tahun 2009 adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati
lingkungan sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Pembahasan beberapa pasal Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH )
Instrumen Pencegahan berdasarkan Ps. 14, UU PPLH

1. KLHS
2. Tata ruang
3. Baku mutu lingkungan hidup
4. Kriteria Baku kerusakan lingkungan hidup
5. AMDAL
6. UKL-UPL
7. Perizinan
8. Instrumen ekonomi lingkungan hidup
9. Peraturan Perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
10. Anggaran berbasis lingkungan hidup
11. Analisis resiko lingkungan hidup
12. Audit lingkungan hidup, dan
13. Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan
pengetahuan.

ilmu

Kajian Lingungan Hidup Strategis (KLHS) berdasarkan Ps. 15, UU PPLH

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan

bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintregasi
dalam pembangunan wilayah/ kebijakan, rencana/ program

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS kedalam
penyusunan atau evaluasi;

Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana
pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) Nasional, Provinsi, Dan Kabupaten/Kota; Dan

Kebijakan, rencana/program yang berpotensi menimbulkan dampak/resiko
lingkungan.

KLHS dilaksanakan dengan mekanisme

Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana/program terhadap kondisi LH di suatu
wilayah





Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana/program dan
Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana/
program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Tata Ruang berdasarkan Ps. 19, UU PPLH

Untuk menjaga kelestarian fungsi LH dan keselamatan masyarakat, setiap
perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS.

Perencanaan tata ruang wilayah ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung
dan daya tampung LH
Baku Mutu Lingkungan Hidup berdasarkan Ps. 20, UU PPLH
 Penentuan terjadinya pencemaran LH diukur melalui baku mutu lingkungan hidup
 Baku mutu lingkungan hidup meliputi:
 Baku mutu air
 Baku mutu air limbah
 Baku mutu air laut
 Baku mutu udara ambien
 Baku mutu emisi

 Baku mutu gangguan;
 dan baku mutu lain sesui dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi
 Setiap orang diperbolehkan membuang limbah ke media LH dengan persyaratan :
 Memenuhi baku mutu lingkungan hidup, dan
 Mendapatkan izin dari Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Peraturan-Peraturan Baku Mutu Limbah Cair
 PP No. 82 Tahun 2001 Ttg Pengelolaan Kualitas Air dan Pengelolaan Pencemaran Air
 Kep.Men LH :
 No. 51/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Libah air Bagi Kegiatan Industri
 No. 52/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Libah air Bagi Kegiatan Hotel
 No. 58/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Libah air Bagi Kegiatan Rumah Sakit
 No. 42/MenLH/10/96 Ttg Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan
Gas serta Panas Bumi
 No. 09/MenLH/4/97 Ttg Perubahan KepMenLH No. 42/MenLH/10/96 Tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
 No. 03/MenLH/1/98 Ttg Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri
 No. 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
 No. 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau Kegiatan
Pertambangan Batu Bara dan Pertambangan Bijih Emas rakyat

 No. 202 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau kegiatan
Pertambangan Bijih Emas atau Tembaga
 No. 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong
Hewan
 Dsb
Persyaratan Pembuangan Emisi Ke Udara Bagi Sumber Tidak Bergerak
1. Mentaati baku mutu udara ambien, emisi dan baku tingkat gangguan yang telah
ditetapkan

2. Melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran sebagai akibat usaha
dan/atau kegiatan yang dilakukan
3. Membuat cerobong emisi yg dilengkapi dengan sarana pendukung dan alat
pengaman
4. Memasang alat ukur pemantauan yg meliputi kadar dan laju alir volume untuk setiap
cerobong emisi
5. Melakukan pencatatan hasil uji emisi yg dikeluarkan dari setiap cerobong emisi
6. Melaporkan hasil pemeriksaan dan laporan kondisi tdk normal yg mengakibatkan
baku mutu emisi dilampoi
7. Penanggung jawab usaha/kegiatan yang menyebab kan terjadinya pencemaran
udara/gangguan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan

Persyaratan Pembuangan Air Limbah
 Setiap penanggung jawab usaha/kegiatan yg membuang air limbah ke air atau badan
air wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemran (ps 37 PP 82 Tahun
2001)
 Setiap penanggung jawab usaha/kegiatan yg membuang air limbah ke air atau badan
air wajib mentaati persyaratan yg ditetapkan dalam izin (ps 38 PP 82 Tahun 2001)
 Persyaratan izin pembuangan air limbah, wajib mencantumkan :
 Kewajiban untuk mengolah limbah
 Persyaratan mutu dan kualitas air limbah yg boleh dibuang ke media lingkungan
 Persyaratan cara pembuangan air limbah
 Persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan
darurat
 Persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah
 Persyaratan lain yg ditentukan dalam AMDAL
 Larangan membuang secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan
 Larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas
kadar yang dipersyaratkan
 Kewajiban melakukan swapantau dan melaporkan hasilnya
Peraturan-peraturan Baku Mutu Udara
 PP No. 41 Tahun 1999 Ttg Pengendalian Pencemaran Udara

 Kep.MenLH/PermenLH :
 No.13/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Emisi Sumber tidak bergerak
 No.48/MenLH/10/96 Ttg Baku Tingkat Kebisingan
 No.49/MenLH/10/96 Ttg Baku Tingkat Getaran
 No.50/MenLH/10/96 Ttg Baku Tingkat Kebauan
 No.129/MenLH/2003 Ttg Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan
Gas Bumi
 No. 141/MenLH/2003 Ttg Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe
Baru dan Kendaraan Bagi Kegiatan Bermotor yang sedang diproduksi
 No. 133 Th 2004 Ttg Baku Mutu Bagi Kegiatan Industri Pupuk
 No. 05 Th 2006 Ttg Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama
 No. 07 Th 2007 Ttg Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap
 No. 04 Th 2009 Ttg Ambang Batas Emisi Sumber Gas Buang Kendaraan Bermotor
Tipe Baru
 dll

Persyaratan Pembuangan Emisi Ke Udara Bagi Sumber Tidak Bergerak
1. Mentaati baku mutu udara ambien, emisi dan baku tingkat gangguan yang telah
ditetapkan
2. Melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran sebagai akibat usaha

dan/atau kegiatan yang dilakukan
3. Membuat cerobong emisi yg dilengkapi dengan sarana pendukung dan alat
pengaman
4. Memasang alat ukur pemantauan yg meliputi kadar dan laju alir volume untuk setiap
cerobong emisi
5. Melakukan pencatatan hasil uji emisi yg dikeluarkan dari setiap cerobong emisi
6. Melaporkan hasil pemeriksaan dan laporan kondisi tdk normal yg mengakibatkan
baku mutu emisi dilampoi
7. Penanggung jawab usaha/kegiatan yang menyebab kan terjadinya pencemaran
udara/gangguan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
 Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup ditetapkan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup
 Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan
ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim
 Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi:
 Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa
 Kriteria baku kerusakan terumbu karang
 Kriteria baku kerusakan LH yang berkaitan dengan kebakaran hutan/lahan
 Kriteria baku kerusakan mangrove

 Kriteria baku kerusakan padang lamun
 Kriteria baku kerusakan gambut
 Kriteria baku kerusakan kars,
 Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya Sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
 Kriteria baku akibat perubahan iklim didasarkan pada parameter antara lain:
 Kenaikan temperatur
 Kenaikan muka air laut
 Badai, dan
 Kekeringan
AMDAL berdasarkan Ps. 22-35, UU PPLH
 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki AMDAL
 Jenis kegiatan wajib AMDAL diatur dengan Peraturan menteri
 Dokumen AMDAL merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan
hidup.
 Dokumen AMDAL disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat
 Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi
yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksnakan
 Masyarakat sebagaimana dimaksud meliputi :
 yang terkena dampak
 Pemerhati lingkungan hidup, dan
 Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL
























Masyarakat sebagaimana dimaksud dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen
AMDAL
Dalam menyusun dokumen AMDAL, pemrakarsa dapat minta bantuan kepada pihak
lain
Penyusun AMDAL wajib memiliki sertifikat kopetensi penyusun AMDAL
Kriteria untuk memperoleh sertifikat, melalui:Penguasaan metodologi penyusunan
AMDAL
Kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta
pengambilan keputusan; dan
Kemampuan menyusun rencana pengelolan dan pemantauan lingkungan hidup.
Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh menteri,
gubernur atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya
Komisi penilai wajib memiliki lisensi
Persyaratan lisensi diatur dengan Peraturan Menteri
Keanggotaan Komisi Penilai AMDAL terdiri atas wakil dari unsur:
Instansi LH
instansi teknis terkait
Pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan usaha/kegiatan yang sedang dikaji
Pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu
usaha/ kegiatan yang sedang dikaji
Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak, dan
Organisasi lingkungan hidup
Dalam melaksanakan tugasnya, komisi penilai AMDAL dibantu oleh Tim Teknis yang
terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai AMDAL, menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan LH sesuai
dengan kewenangannya.
Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan AMDAL bagi
usaha/kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap LH
Bantuan penyusunan AMDAL sebagaimana dimaksud berupa fasilitasi, biaya,
dan/atau penyusunan AMDAL
Kriteria mengenai usaha/kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan
perundang-undangan

Peraturan-peraturan AMDAL
 UUPLH No 23 Tahun 1997
 PP No 27 Tahun 1999 Ttg AMDAL
 PerMen LH No. 08 Tahun 2006 Ttg Pedoman Penyusunan AMDAL
 PerMen LH No.11 Tahun 2006 Ttg Jenis Rencana Usaha dan/ atau Kegiatan Yang
Wajib dilengkapi Dengan AMDAL
 PerMen LH No. 05 Tahun 2008 Ttg Tata Kerja Komisi Penilai AMDAL sebagai
pengganti Kep.Men LH No.40 Tahun 2000 Ttg Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai
AMDAL
 PerMen LH No. 06 Tahun 2008 Ttg Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL
Kab/Kota sebagai pengganti Kep.Men LH No.41Tahun 2000 Ttg Pedoman
Pembentukan Komisi Penilai AMDAL Kab/Kota
 KepMen LH No.42 Tahun 1994 Ttg Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan
 KepMen LH No.56 Tahun 1994 Ttg Pedoman Mengenai Ukuran dampak Penting
 KepMen LH No.2 Tahun 2000 Ttg Panduan Penilaian Dokumen AMDAL








KepMen LH No.4 Tahun 2000 Ttg Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan
Pemukiman Terpadu
KepMen LH No.5 Tahun 2000 Ttg Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan
Pembangunan di Daerah lahan Basah
KepMen LH No.42 Tahun 2000 Ttg Susunan Keanggotaan Komisi Penilai dan Tim
Teknis AMDAL Pusat
KepMen LH No.30 Tahun 2001 Ttg Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup
yang di Wajibkan
KepMen LH No. 45 tahun 2005 tentang Pedoman Penyussunan Laporan RKL dan RPL
Kepka Bapedal No. 08 Tahun 2000 Ttg Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi Dalam Proses AMDAL

UKL-UPL berdasarkan Ps 34-35, UU PPLH
 Setiap usaha/kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL wajib
memiliki UKL-UPL.
 Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis usaha/kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan UKL-UPL.
 Usaha/kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
 Penetapan jenis usaha/kegiatan wajib membuat surat pernyataan dilakukan
berdasarkan kriteria:
 Tidak termasuk dalam katagori berdampak penting;
 Kegiatan usaha mikro dan kecil
 Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. diatur dengan peraturan Menteri
Peraturan-peraturan Tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Perizinan berdasarkan ps 36-41, UU PPLH
 Setiap usaha/kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin
lingkungan
 Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan dan
rekomendasi UKL-UPL
 Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan
kelayakan LH atau rekomendasi UKL-UPL.
 Izin lingkungan diterbitkan oleh menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi
dengan AMDAL atau UKL-UPL.
 Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila:
 Persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum,
kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran/pemalsuan data, dokumen/
informasi.
 Penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan
komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
 Kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen AMDAL atau UKL-UPL tidak
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha/kegiatan.
 Selain ketentuan sebagaimana dimaksud, izin lingkungan dapat dibatalkan melalui
keputusan pengadilan tata usaha negara.
 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesui dengan kewenangannya wajib
mengumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan.
 Pengumuman sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara yang mudah diketahui
oleh masyarakat.
 Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha/kegiatan
 dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha/kegiatan dibatalkan
 dalam hal usaha/kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha/kegiatan
wajib memperbaharui izin lingkungan
 ketentuan lebih lanjut mengenai izin lingkungan diatur dalam peraturan pemerintah
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup berdasarkan Ps 42-43, UU PPLH
 Dalam rangka melestarikan fungsi LH, pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi LH
 Instrumen ekonomi LH sebagaimana dimaksud, meliputi:
 Perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
 Pendanaan LH;
 Insentif dan/atau disinsentif
 Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, meliputi;
 Neraca SDA dan LH
 Penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang
mencakup penyusunan SDA dan kerusakan LH
 Mekanisme kompensasi/imbal jasa LH antar daerah, dan
 Internalisasi biaya LH
 Instrumen pendanaan LH, meliputi:
 Dana jaminan pemulihan LH
 Dana penanggulangan pencemaran/kerusakan dan pemulihan LH
 Dana amanah/bantuan untuk konservasi.











insentif/ disinsentif antara lain diterapkan dalam bentuk:Pengadaan barang dan jasa
yang ramah LH
Penerapan pajak, retribusi, dan subsidi LH
Pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah LH
Pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan dan/atau emisi
Pengembangan sistem pembayaran jasa LH
Pengembangan asuransi LH
Pengemabangan sistem label ramah LH
Sistem penghargaan kinerja dibidang perlindungan dan pengelolaan LH
Ketentuan lebih lanjut mengenai instrumen ekonomi LH diatur dalam Peraturan
Pemerintah

Peraturan Per-UU an berbasis Lingkungan Hidup berdasarkan ps 44, UU PPLH
Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan pada tingkat nasional dan daerah
wajib memperhatikan perlindungan fungsi LH dan prinsip perlindungan dan
pengelolaan LH sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini
Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup berdasarkan ps 45, UU PPLH
 Pemerintah dan DPR RI serta pemerintah daerah dan DPRD wajib mengalokasikan
anggaran yang memadai untuk membiayai:
 Kegiatan perlindungan dan pengelolaan LH,
 Program pembangunan yang berwawasan LH
 Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran dana alokasi khusus LH yang memadai
untuk diberikan kepada daerah yang memiliki kinerja perlindungan dan pengelolaan
LH yang baik
 Selain ketentuan tersebut dalam rangka pemulihan kondisi LH yang kualitasnya telah
mengalami pencemaran/kerusakan pada saat UU ini ditetapkan, pemerintah dan
pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk pemulihan LH.
Analisis Resiko Lingkungan berdasarkan ps 47, UU PPLH
 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting
terhadap LH, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan
keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko LH;
 Analisis risiko LH sebagaimana dimaksud meliputi:
 Pengkajian resiko;
 Pengelolaan resiko; dan/atau
 Komunikasi resiko.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko LH diatur dalam Peraturan
Pemerintah
Audit Lingkungan Hidup berdasarkan ps 48-52, UU PPLH
 Pemerintah mendorong penanggungjawab usaha / kegiatan untuk melakukan audit
LH dalam rangka meningkatkan kinerja LH
 Menteri mewajibkan audit LH kepada:
 usaha/kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap LH, dan/atau
 Penanggung jawab usaha/kegiatan yang menunjukkan ketidak taatan terhadap
peraturan perundang-undangan
 Penanggung jawab usaha/kegiatan wajib melaksanakan audit LH



Pelaksanaan audit LH terhadap kegiatan tertentu yang berisiko tinggi dilakukan
secara berkala.

Penanggulangan berdasarkan ps 53, UU PPLH
 Setiap orang yang melakukan pencemaran/ perusakan LH wajib melakukan
penanggulangan pencemaran/kerusakan LH;
 Penanggulangan pencemaran/kerusakan LH dilakukan dengan:Pemberian informasi
peringatan pencemaran/ kerusakan LH kpd masyarakat;
 Pengisolasian pencemaran/kerusakan LH
 Penghentian sumber pencemar/kerusakan LH
 Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pemulihan berdasarkan ps 54-56, UU PPLH
 Setiap orang yang melakukan pencemaran/ perusakan LH wajib melakukan
pemulihan fungsi LH;
 Pemulihan fungsi LH dilakukan dengan:
 Penghentian sumber pencemar dan Pembersihan unsur pencemar;
 Remediasi;
 Rehabilitasi;
 Restorasi; dan/atau
 Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
 Pemegang izin lingkungan wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan
fungsi LH;
 Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
 Menteri, gubernur, bapati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat
menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi LH dengan
menggunakan dana penjaminan;
 Ketentuan lebih lanjut diatur dengan PP
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun serta Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun berdasarkan UU PPLH
1. Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan RI,
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang,
mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengolahan B3;
2. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3
yang dihasilkannya;
3. Dalam hal B3 sbgmana dimaksud angka (1) telah kadaluwarso, pengelolaannya
mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3;
4. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain;
5. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapatan izin dari menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
6. Menteri, gubernur, bupat/walikota wajib mencantumkan persyaratan LH yng harus
dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin;
7. Ketentuan pemberian izin wajib diumumkan;
8. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam PP
Peraturan-peraturan yang mengatur Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)













PP No 85 Tahun 1999 jo PP No 18 Tahun 1999 Ttg Limbah B3
PP No 74 Tahun 2001 Ttg Bahan Berbahaya dan Beracun
KepKa Bapedal No.68/BAPEDAL/05/1994 Ttg Tata Cara Memperoleh Izin
Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperassian alat Pengolahan, Pengolahan dan
Penimbunan Akhir Limbah B3
KepKa Bapedal No.01/BAPEDAL/09/1995 Ttg Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3
KepKa Bapedal No.02/BAPEDAL/09/1995 Ttg Dokumen Limbah B3
KepKa Bapedal No.03/BAPEDAL/09/1995 Ttg Persyaratan Teknis Pengelolaan
Limbah B3
KepKa Bapedal No.04/BAPEDAL/09/1995 Ttg Tata Cara Persyaratan Penimbunan
Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas
Penimbunan Limbah B3
KepKa Bapedal No.05/BAPEDAL/09/1995 Ttg Simbul dan Label Limbah B3
KepKa Bapedal No.255/BAPEDAL/08/1996 Ttg Tata Cara dan Persyaratan
Penyimpanan dan pengumpulan Minyak Pelumas Bekas

Persyaratan Pengelolaan Limbah B3
 Setiap orang yang melakukan usaha/kegiatan yang menghasilkan libah B3 dilarang
membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media
lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu
 Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun meliputi, penghasil, pengumpul,
pengangkut, pemanfaat, pengolah, penimbun;
 Penghasil limbah B3 wajib mengolah limbahnya sesuai teknologi yang ada, jika tidak
mampu dapat bekerja sama dengan pihak ke tiga yang meemenuhi syarat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
 Pengumpul limbah B3 wajib membuat catatan tentang jenis, karakteristik, jumlah
dan waktu diterimanya limbah B3 dari penghasil limbah B3, dan membuat catatan
penyerahan limbah B3 kepada pemanfaat, pengolah dan/atau penimbun
 Pengangkutan limbah B3 wajib dilengkapi dokumen limbah B3
 Pemanfaat, pengolah dan penimbun limbah B3 wajib membuat dan menyimpan
catatan mengenai, sumber limbah, jenis, karakteristik dan jumlah limbah yang
dikumpulkan dan dimanfaatkan serta nama pengangkut yang melakukan
pengangkutan dari penghasil atau pengumpul limbah B3
 Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun di atur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Dumping
 Setiap orang dilarang melakukan damping limbah dan/atau bahan kemedia
lingkungan tanpa izin;
 Damping hanya dapat dilakukan dengan izin dari menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
 Damping hanya dapat dilakukan dilokasi yang telah ditentukan
 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping diatur dengan
PP.
Ketentuan Pidana UU PPLH
 Setiap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan
dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
















tahun dan denda paling sedikit 1 (satu) miliar dan paling banyak 3 (tiga) miliar
rupiah
Setiap orang yang menyusun AMDAL tanpa memiliki sertifikat Kompetensi penyusun
AMDAL dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak 3 (tiga) miliar rupiah.
Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi
dengan AMDAL atau UKL-UPL dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak 3 (tiga) miliar rupiah.
Pejabat pemberi izin usaha/kegiatan yang menerbitkan izin usaha/kegiatan tanpa
dilengkapi dengan izin lingkungan dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak 3 (tiga) miliar rupiah.
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan
terhadap ketaatan penanggung jawab usaha/kegiatan terhadap peraturan per-UUan
dan izin lingkungan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran/ kerusakan
lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling lama Rp 500.000.000 (lima
ratus juta rupiah)
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam UU ini, terhadap badan usaha dapat
dikenai pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha/kegiatan;
Perbaikan akibat tindak pidana;
Pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, dan/atau
Penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan
 Dampak akibat perbuatannya bersifat keperdataan
 Mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau tindakan
pemulihan fungsi LH yang telah tercemar/ rusak
 Tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadi atau terulangnya dampak
negatif terhadap LH
 Merupakan keinginan para pihak
 Diselenggarakan oleh STP2LH

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan
 Dampak akibat perbuatannya mengandung unsur pidana
 Penyelesaian diluar pengadilan tidak mem- peroleh kata sepakat
 Dilakukan dengan mengajukan gugatan ganti rugi dan/atau tuntutan melakukan
tindakan tertentu atas kerugian yang diderita manusia dan lingkungan yang
tercemar/rusak
 Merupakan keinginan para pihak
 Dilakukan oleh Pemerintah yang dikuasa kan kepada kejaksaan Agung/Tinggi

Ketentuan Peralihan berdasarkan UU PPLH
 Pada saat berlakunya UU ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap
usaha/kegiatan yang telah memiliki izin usaha/kegiatan tetapi belum memiliki
dokumen AMDAL wajib menyelesaikan audit lingkungan hidup; ( diundangkan 3 Okt
2009 )
 Pada saat berlakunya UU ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap
usaha/kegiatan yang telah memiliki izin usaha/kegiatan tetapi belum memiliki UKLUPL wajib membuat dokumen pengelolaan lingkungan hidup;
 Pada saat berlakunya UU ini, dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiap
penyusun AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun AMDAL;
 Pada saat berlakunya UU ini, dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiap auditor
lingkungan hidup wajib memiliki sertifikat kopetensi auditor lingkungan hidup.

PUSTAKA
Dikutip dari berbagai sumber.

Dokumen yang terkait

Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/2011/PN.Mdn)

3 76 145

Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Dari Perspektif Victimologi

0 31 131

Kajian Alat Bukti Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Sistem Pembuktian Perkara Pidana

2 53 135

Status Badan Hukum Yayasan Pendidikan Pasca Pembatalan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi No. 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009)

0 45 193

Kewenangan Pemerintah Daerah Di Bidang Pertanahan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Analisis Terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan Antara Pemerintah Kota Batam Dan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam)

2 37 129

Peluang Penerapan PP 51 Tahun 2009 Terkait Titik Impas: Studi Kasus Di Apotek Farma Nusantara Dan Kimia Farma 27 Medan.

0 25 59

Beberapa Prinsip Protokol Kyoto Dalam Hubungannya Dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 45 96

Penerapan Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Terhadap Beberapa Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Medan)

0 47 117

UU No. 32 Tahun 2009

0 1 54

Buku Anotasi UU Nomor 32 Tahun 2009

0 5 414