Pelanggaran dan Sanksi Adat

Perdamaian Tumbang Anoi. 66 Ke-96 pasal hukum tersebut berisi tentang sanksi adat singer bagi yang melakukan pelanggaran adat.

3.1. Pelanggaran dan Sanksi Adat

Aturan-aturan dan hukum yang berlaku dalam masyarakat, tentunya tidak lepas dari pelanggaran dan sanksi. Aturan tanpa adanya sanksi adalah sia-sia, karena fungsi sanksi adalah untuk memaksakan ketaatan masyarakat terhadap aturan tersebut, tanpa ada sanksi, peraturan tidak akan dipatuhi oleh masyarakat dalam hal ini berarti terjadi pelanggaran. Pelanggaran adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, dan perbuatan itu dianggap mengganggu keseimbangan. 67 Sebab itu, suatu pelanggaran yang mengganggu keseimbangan, harus dipulihkan. 68 Otje Salman Soemadiningrat berpendapat bahwa, setiap pelanggaran adat yang mengakibatkan ketidakseimbangan pada masyarakat, harus diberi sanksi adat yang berfungsi sebagai sarana untuk mengembalikan rusaknya keseimbangan obat adat. 69 Para sosiolog menggunakan istilah sanksi untuk menyatakan tentang sistem ganjaran atau imbalan rewards dan hukuman punishment. Ganjaran dan hukuman tersebut ditetapkan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku. Imbalan diberikan untuk mendorong perilaku positif yang diimbali dan ancaman hukuman cenderung untuk mencegah pelanggaran hukum. 70 Abdulsyani, mengartikan sanksi sebagai hukuman yang bisanya ditetapkan oleh masyarakat terhadap anggota- 66 Y. Nathan Ilon, “Ilustrasi dan Perwujudan Lambang Batang Garing dan Dandang Tingang: Sebuah Konsepsi Memanusiakan Manusia dalam Filsafat Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah, ” Palangka Raya: PBP DATI I Kalimantan Tengah, 1991, 56-99 67 Hilman Hadikusuma, Pokok-pokok Pengertian Hukum Adat, 145 68 Bdk., Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, 228. 69 H. R. Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, Bandung: Alumni, 2002, 16 70 Lawrence M. Freidman, Sistem Hukum; Perspektif Ilmu Sosial, Bandung: Nusa Media, 2009, 94. anggotanya yang dianggap melanggar norma-norma sosial masyarakat. Penerapan sanksi oleh masyarakat ditujukan agar pelanggarnya dapat mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik sesuai dengan norma-norma sosial yang berlaku. 71 Menurut Hudson, dalam masyarakat Dayak sanksi yang diberikan kebanyakan berupa pemberian ganti rugi. Maksud pemberian ganti kerugian tersebut adalah untuk mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat yang telah dikacaukan oleh kejahatan dan pelanggaran terhadap hukum adat. Hukum adat menentukan sanksi terhadap pelanggaran tidak hanya denda berupa materi uang atau benda-benda antik, tetapi juga pembayaran denda berupa upacara mempersembahkan sajian berupa binatang kepada dewa. Darah binatang sajian itu dipercikkan ke sekeliling desa guna memulihkan keseimbangan alam dengan jalan mengambil hati para dewa agar tidak marah lagi. 72 Merujuk pada beberapa pendapat di atas, maka secara umum sanksi adat atau singer dapat diartikan sebagai tindakan yang dikenakan untuk memaksa seseorang mentaati norma hukum adat Dayak di kota Palangka Raya . Pengertian mengenai pelanggaran dan sanksi diatas merupakan kajian untuk memahami perjanjian perkawinan adat Dayak Ngaju, khususnya mengenai sanksi adat singer yang diberikan jika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan. Jadi, perjanjian perkawinan merupakan bagian dari budaya yang memiliki sanksi jika tidak ditaati. Dan sebagai bagian dari budaya, maka perjanjian perkawinan tidak lepas dari adat dan simbol-simbol yang menyertainya. 71 Abdulsyani, Sosiologi Sistematika, Teori dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, 128 72 J. Danandjaja, “Kebudayaan Penduduk Kalimantan Tengah”, mengutip A.B. Hudson, Paju Epat: The Ethnography and Social Structure of a Ma’anyan Dajak Group in Southeastern Borneo, Ithaca, N. Y. 1967, 204-208 dalam Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1987, 135

2.2. Adat dan Simbol