Metode Penelitin KONSELING KELUARGA DENGAN RASIONAL EMOTIF TERAPI DALAM MENGATASI MINDER PADA ANAK DI DESA BALONGGEBANG GONDANG NGANJUK.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id primer yang dapat memberikan dan melengkapi informasi terkait denganobjekpenelitian, baik yang berbentuk buku, karya tulis maupun orang-orang yang berkompeten dalam penelitian ini. b. Sumber Data Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini agar mendapatkan data yang kongkrit, yang dimakasud sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh. 19 1 Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang langsung diperoleh penulis dilapangan yaitu dari hasil wawancara peneliti dengan obyek peneliti secara langsung. 2 Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari orang lain sebagai pendukung guna melengkapi data yang penulis peroleh dari data primer. Sumber ini bisa diperoleh dari wawancara dengan tetangga obyek peneliti dan saudara – saudara obyek peneliti. 19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Jakarta:PT.Rineka Cipta,2002,hal 107 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 4. Tahap-tahap Penelitian Dalam pennelitian ini penenliti menggunakan 3 tahap dalam penelitian. Sebagaimana yang telah ditulis oleh Lexy.J.Moleong dalam bukunya Metode Penenlitian Kualitatif. 3 tahap tersebut anatara lain: a. Tahap Pra Lapangan 1. Menyusun Rancangan Penelitihan 2. Memilih Lapngan Penelitihan 3. Mengurus surat Perizinan 4. Menilai Keadaan Lapangan 5. Memilih dan Memanfaatkan Informan 6. Menyiapkan Peluang Kapan Penelitihan b. Tahap Persiapan Lapangan Tahap ini peneliti mamahami penelitian, perisapandiri memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data dilapangan. Disini peneliti menindak lanjuti serta memperdalam pokok permasalahan yang dapat diteliti deengan cara mengumpulkan data- data hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id c. Tahap Pekerjaan Lapangan Dalam tahap ini penenliti menganalisa data yang telah didapat dari lapangan. Analisis dan laporan ini merupakan tugas terpenting dalam suatu proses penenlitian. 20 5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara langsung dari lapangan yang berkaitan dengan permasalahan di atas. Dalam mengumpulkan data tersebut penulis menggunakan metode yaitu: a. Obesrvasi Obesrvasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diselidiki. Observasi ini berfungsi untuk memperoleh pengetahuan serta pemahaman mengetahui data klien dan untuk menunjang serta melengkapi bahan-bahan yang diperoleh melalui interview. 21 Dalam tahap observasi ini peneliti mengamati perilaku Ibuseorang janda yang tampak sebelum dan sesudah proses konseling keluarga, dan peneliti mengamati keadaan ekspresi dari setiap sesi 20 M.Suparmoko, Metode Penelitian Praktis Yogyakarta:BPFE,1995,hal 3. 21 DewaKetutSukardi, PengantarPelaksnaanPogramBimbingandanKonseling di SekolahJakarta: PT. RinekaCipta, 2000, hal. 153. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id konseling, kegiatan Ibu tersebut terhadap kegiatan sosialtetangga maupun keagamaan, kegiatan desa. b. Interview wawancara Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. 22 Dalam penenlitihan ini, wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara mendalam teknik ini digunakan untuk menggali informasi dari obyek peneliti langsung, saudara, tetangga obyek peneliti. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data secara sistematis. Pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda. Sehingga, dengan mempelajari data yang terdapat dalam dokumen-dokumen tersebut, diharapkan dapat dijadikan bahan untuk memahami kondisi klien secara utuh. Data yang diperoleh melalui metode ini adalah data berupa gambaran tempat tinggal Ibu tersebut, identitas konselor serta keadaan sosial di Desatempat tinggal. 6. Teknik dan Analisis Data Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penenlitian yang menghasilkan 22 Sugiyono, Memahami Penenlitian Kualitatif, Bndung: Alfa Beta,2008,hal 72 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan. 23 Analisis Deskriptif yaitu dengan cara menuturkan dan mengurangkan serta menjelaskan data yang terkumpul. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskrepsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis,faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. 24 7. Teknik Keabsahan Data Dalam penelitihan kualitatif tidak menjamin dalam pelaksanaan penting mendapatkan hasil yang maksima, kesalahan dan keliruan penelitian juga besar kemungkian terjadi. Dalam hal ini penenliti sebagai instrumennya yang menganalisa data-data langsung di lapangan untuk menghindari kesalahan pda data-data tersebut, maka dari itu untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penenlitian ini, peneliti harus mengetahui cara-cara memperoleh tingkat keabsahan data antara lain: a. Perpanjangan Keikutsertaan Teknik ini memperpanjang pengamatan agar hubungan penenliti dengan narasumber agar semakin terbentuk rapport, semakin akrab, semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Dimana kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu perilaku yang dipelajarinya. Dengan memperpanjang 23 Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, Surabaya: Airlangga University Press,2001 hal 143 24 Moh Nazir,Motode Penelitian,Bogor:Ghalia Indonesia,2005,hal 63 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id pengamatan ini penemnliti dapat mengecek kembali apakah data yang diperoleh nya merupakan data yang sudah benar atau salah. Jika data yang diperoleh tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan yang lebih luas sehingga data yang diperolehnya pasti kebenarannya. 25 Keikutsertaan penenliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan ini tidak hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan perpanjang keikutsertaan penenliti dalam latar penenelitian. 26 b. Ketekunan Pengamatan Yaitu mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konsisten dan tentative. 27 Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan kesinambungan. Ketekunan pengamatan bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur dalam stuasi yang sangat relevan dengan persoalan penenlitihan, sehingga data tersebut dapat di terima. Dengan kata lain menelaah data-data yang terkait dengan fokus penelitian, sehingga data-data tersebut data dipahami dan tidak diragukan. Peneliti 25 Sugiono, Memahami Penelitihan Kualitatif, hal.122-123 26 Lexy J. Maelong, Metode Penelitian Kualitatif,hal.327 27 Tohirin,Metode Penelitihan Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2013 hal 72-73 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id melakukan pengamatan yang lebih mendalam mengenai data-data yang berkaitan dengan obyek penelitian c. Trigulasi Dalam penelitihan penulis menggunakan triangulasi dengan melakukan beberapa perbandingan, karena triangulasi merupakan teknik gabungan yang dilakukan untuk keperluan pengecekan atau pembanding. Dengan adanya teknik ini bisa diketahui alasan terjadinya perbedaan penulisan, memanfaatkan pengamatan lain untuk pengecekan kembali data yang diperoleh. Triangulasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan data yang telah diperoleh, dan membandingkan perkataan orang tentang stuasi peneleitihan dengan apa yang dikatakn kondisi sepanjang waktu, kemudian penulis juga melakukan perbandingan wawancara dengan isi dokumen yang terkait. 28 G. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini, maka peneliti akan menyajikan pembahasan keadaan beberapa bab yang sistematika pembahasan adalah sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan yang merupakan pola dasar dari skripsi meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, 28 Lexy.J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, hal 327-332 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan. Bab II. Kerangka teori dalam bab ini menjelaskan tentang bagian pertama kajian kepustakaan meliputi: pengertian konseling keluarga yang terdiri dari: pengertian konseling keluarga, tujuan konseling keluarga, manfaat konseling keluarga, pendekatan system keluarga, teknik konseling keluarga, peran konselor dalam konseling keluarga, proses dan tahapan konseling keluarga. Kemudian menjelaskan tentang minder yang terdiri dari: pengertian minder, penyebab minder. Selanjutnya pembahasan tentang Rasional Emotif Terapi. Bab III. Penyajian Data. Membahas tentang dekripsi umum obyek penelitian: peneliti, klien, dan masalah. Kemudian menjelaskan tentang anak yang minder, deskripsi hasil penelitian konseling keluarga bagi anak yang mengalami minder dan hasil akhir konseling keluarga untuk mengatasi minder pada anak. Bab IV. Analisis Data. Pembahasan ini terdiri dari hasil interview penelitian kualitatif dengan klien maupun keluarga terkait masalah yang dialami, yang berisikan penyebab mindernya anak, proses konseling keluarga bagi anak yang mengalami minder. Dan hasil akhir pelaksanaan konseling keluarga terhadap anak yang mengalami minder. Bab V. Penutup. Pembahasan pada bab yang terakhir berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan beberapa saran dari peneliti terkait dengan penelitian skripsi ini. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 22 BAB II KONSELING KELUARGA, MINDER, DAN RASIONAL EMOTIF TERAPI A. Konseling Keluarga, Minder dan Rasional Emotif Terapi 1. Konseling Keluarga a. Pegertian Konseling Keluarga Permasalahan yang dihadapi oleh seseorang, dapat dipecahkan dengan melibatkan orang terdekatnya agar proses penyelesaian masalah yang dihadapi oleh klien dapat dicari sumber permasalahan dan mampu membangun komunikasi yang memahami keinginan, harapan dan tujuan masing-masing individu. Dalam hal ini dengan melibatkan keluarga sebagai lingkungan pertama bagi anggota keluarga serta memiliki kedekatan emosional yang erat, maka konseling keluarga lebih tepatnya dalam penyelesaian masalah yang kaitannya dengan anggota keluarga. Family counseling atau konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga pembenahan komunikasi keluarga agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga. 22 22 Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga Family Therapy Bandung: Alfa Beta, 2013, hal. 83. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Bimbingan dalam keluarga adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkungan keluarga serta dapat mengarahkan diri dengan baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat, khususnya kesejahteraan keluargnya. 23 Konseling keluarga didefinisikan sebagai suatu proses interaktif yang berupaya membantu keluarga memperoleh keseimbangan homeostatis kemampuan mempertahankan keluarga dalam keadaan seimbang sehingga anggota keluarga dapat merasa nyaman. 24 Dari beberapa definisi diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa konseling keluarga adalah proses penyelesaian masalah melalui komunikasi keluarga dengan memahami harapan dan keinginan tiap- tiap anggota keluarga dalam mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera. b. Tujuan Konseling Keluarga Konseling keluarga memandang keluarga secara keseluruhan bahwa anggota keluarga adalah bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari anak klien baik dalam melihat permasalahannya maupun 23 Bambang Ismaya, Bimbingan Konseling studi, Karier, dan Keluarga, Bandung: PT Refika Aditama, 2015, hal. 106. 24 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2011, hal. 221. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id penyelesaiannya.Sebagai suatu sistem, permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain. 25 Adapun tujuan penyelesaian masalah dalam konseling keluarga, yakni terbagi dalam tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan khusus konseling keluarga antara lain: 1 Mendorong, anggota keluarga agar memiliki toleransi kepada anggota keluarga yang lain. 2 Agar anggota keluarga mampu memberi motivasi, dorongan semangat pada anggota keluarga yang lain. 3 Agar orang tua dapat memiliki persepsi yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga yang lain. 26 Sedangkan, tujuan umum konseling keluarga antara lain: 1 Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota keluarga. 2 Mengganti gangguan, ketidakfleksibelan peran dan kondisi. 3 Memberi pelayanan sebagai model dan pendidik peran tertentu yang ditunjukkan kepada anggota lainnya. 27 Tujuan akhir dari pada konseling keluarga adalah unuk membantu anggota keluarga sebagai satu kesatuan untuk mencapai 25 Latipun, Psikologi Konseling, Malang: Universitas Muhammadiyah, 2003, hal. 175. 26 Bambang Ismaya, Bimbingan dan Konseling : Studi, Karier, dan Kelurga Bandung: PT. Refika Aaditama, 2015, hal. 108. 27 Latipun, Psikologi Koneling Malang: Universitas Muhammadiyah, 2003, hal. 181. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kesejahteraan keluarga. Sehingga akan menjalani kehidupan tanpa adanya persepsi, serta penilaian yang salah. c. Manfaat Konseling Keluarga Manfaat pelaksanaan konseling keluarga terhadap keluarga yang sedang mengalami problem, maka akan di dapatkan beberapa manfaat, diantaraya; 1 Menurunkan bahkan menghilangkan stress dalam diri anggota keluarga. 2 Membuat diri lebih baik, tenang, nyaman, dan bahagia. 3 Lebih memahami diri sendiri dan orang lain khususnya anggota keluarga yang lain. 4 Merasakan kepuasan dalam hidup. 5 Mendorong perkembangan personal. 6 Membangkitkan motivasi untuk menjadi pribdi yang lebih tangguh, berkarakter, dan percaya diri. 7 Anggota kelurga lebih merasa dirinya dipedulikan dan diperhatikan serta lebih dihargai peranannya dalam keluarga. 8 Lebih menghargai makna dan hakikat kehidupan dan menerima semua kenyataan yang terjadi dalam kehidupannya. 9 Mengurangi bahkan menghilangkan konfliktekanan batin yang bergejolak dalam diri individu dan dalam keluarga terebut. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 10 Meningkatkan hubungan yang lebih efektif dengan anggota klurga yang lain bahkan dengan orang lain diluar keluarganya. 28 d. Pendekatan Konseling Keluarga Penetapan pendekatan yang dilakukan terhadap setiap klien yang sedang memiliki permasalahan dalam ruang lingkup konseling keluarga, pastinya harus disesuaikan dengan kondisi permasalahan klien serta keefektivan keberhasilan dalam proses konseling. Latipun menyebutkan dalam bukunya Psikologi Konseling, bahwa pendekatan konseling keluarga dibedakan menjadi tiga pendekatan yakni 1 Pendekatan Sistem Keluarga Menurut Murray Bowen, merupakan peletak dasar konseling keluarga yang dimaksud dengan pendekatan system, jika keluarga itu tidak berfungsi disfunctining family. Keadaan ini terjadi karena anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang mengatur dalam hubungan mereka. Menurut Bowen, dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama dan kekuatan itu dapat membuat anggota keluarga melawan yang mengarah pada individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari system keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya mengalami kesulitan gangguan.Jika hendak menghindari dari keadaan yang tidak fungsional itu, dia harus 28 Bambang Ismaya, Bimbingan dan Konseling : Studi, Karier, dan Kelurga Bandung: PT. Refika Aaditama, 2015, hal.110-111. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id memisahkan diri dari sistem keluarga.Dengan demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan emosionalnya. 2 Pendekatan Conjoint Sedangkan menurut Satir masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan dengan harga diri self esteem dari komunikasi.Menurutnya, keluarga adalah fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadi jika self esteem yang dibentuk oleh kleuarga itu sangat rendah dan komunikasi yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya ini berangkat dari asumsi bahwa keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan dikomunikasikan anggota keluarga yang lain. 3 Pendektan Struktural Minuchin beranggapan bahwa masalah keluarga sering terjadi karena struktur keluarga dan pola interaksi yang dibangun tidak tepat.Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini batas-batas antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jelas. Mengubah struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan perpecahan antara dan seputar anggota keluarga. Oleh karena itu, jika dijumpai keluarga yang bermasalah digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id perlu dirumuskan kembali struktur keluarga itu dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai. 29 Pembahasan lain mengenai pendekatan konseling keluarga sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Sulistyarini dan Mohammad Jauhar, dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Konseling, menyebutkan bahwa aplikasi teori-teori konseling pada praktek konseling keluarga adalah suatu keharusan. Akan tetapi, konselor sering merasa kesulitan dalam aplikasi tersebut dengan single theory.Karena perilaku manusia tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi saja.Jadi harus disorot dari segala arah. Adapun teori-teori konseling yang diterapkan dalam konseling keluarga yakni; 1 Pendekatan terpusat pada klien Rogers menekankan bahwa klien secara individual dalam anggota kelompok akan mencapai kepercayaan diri, dimana dia mengatakan bahwa anggota-anggota keluarga dapat mempercayai dirinya. Hal ini bisa terjadi jika kondisi-kondisinya menunjukkan adanya, kejujuran, keaslian, memahami, menjaga, menerima, menghargai secara positif dan belajar aktif. Dalam konseling keluarga, fungsi konselor adalah sebagai fasilitator, yaitu untuk memudahkan membuka dan mengarahkan jalur-jalur komunikasi apabila ternyata dalam kehidupan keluarga tersebut pola-pola komunikasinya berantakan bahkan terputus sama sekali. 29 Latipun, Konseling Keluarga Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2003, hal. 179- 180. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Konselor tidak melakukan pendekatan terhadap anggota keluarga sebagai seorang pakar yang akan menerangkan rencana treatment. Akan tetapi, ia berusaha untuk menggali sumber-sumber yang ada di dalam keluarga itu, yaitu bahwa anggota keluarga mempunyai potensi untuk berkembang. Thayer menemukan kemampuan anggota-anggota keluarga untuk mencapai aktualisasi diri dan menemukan sumber atau potensi diri untuk digunakan memecahkan masalah individual maupun masalah keluarga.Mereka mampu untuk membentuk pertumbuhan mereka sendiri baik secara individual maupun secara keluarga.Esensinya adalah bahwa anggota keluarga adalah arsitek bagi dirinya sendiri. 2 Pendekatan eksistensi dalam konseling keluarga Dalam konseling eksistensial, aspek-aspek seperti membuat pilihan-pilihan, menerima tanggung jawab secara bebas, menggunakan daya kreatif untuk mengatasi kecemasan, dan penelitian terhadap makna dan nilai, merupakan hal-hal yang mendasar dalam situasi terapiutik dalam konseling keluarga.Prinsip eksistensialis yang diguanakan pada konseling keluarga memanfaatkan metode-metode kognitif, behavioral dan berorientasi kepada perbuatan.Asumsi dasar dari keluarga, yakni anggota keluarga membentuk nasibnya melalui pilihan-pilihan yang dibuatnya sendiri. Buruknya kehdiupan keluarga tidak lain di digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id sebabkan oleh berkurangnya kemauan para anggota untuk mengalami, merasakan pandangan dunia pribadi anggota keluarga yang lain. Apa yang kita kejar dalam konseling keluarga adalah terjadinya anggota kleuarga yang memutuskan untuk mengubah struktur kehidupan keluarga yang sesuai dengan visi mereka sendiri. 3 Konseling keluarga pendekatan Gestalt Teori Gestalt memberikan perhatian kepada apa yang dikatakan anggota keluarga, bagaimana mereka mengatakannya, apa yang terjadi ketika mereka berkata itu, bagaimana ucapan-ucapannya jika dihubungkan dengan perbuatannya, dan apakah mereka berusaha untuk menyelesaikan perbuatannya. Yang lebih ditekankan lagi dalam pendekatan ini adalah keterlibatan konselor dalam keluarga.Karena itu, yang terpenting bagi konselor adalah mendengarkan suara dan emosi mereka.Konselor melakukan perjumpaan dalam konseling keluarga sebagai partisipan penuh, sebagai sahabat, sebagai orang yang dipercaya dalam perjumpaan antara sesama. Konselor membawa kepribadian, reaksi dan pengalaman hidupnya ke dalam perjumpaan konseling keluarga. Konselor akrab dengan mereka dan berusaha memahami dan merasakan isi hati mereka. Konseling yang jujur dapat membuat individu-individu yang terlibat di dalamnya giat berusaha untuk menempatkan diri sebagaimana adanya dan memahami orang lain sebagimana adanya pula. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 4 Pendekatan konseling keluarga menurut Adler. Adler beranggapan bahwa masalah seseorang pada hakikatnya adalah bersifat sosial, karena itu diberi kepentingan yang besar terhadap hubungan-hubungan antara manusia, yang terjadi sebagai dinamika psikis dari individu-individu yang biasanya merupakan kasus dalam keluarga. Tujuan dasar dari pendekatan ini adalah untuk mempermudah perbaikan hubungan anak-anak dan meningkatkan hubungan dalam keluarga. Salah satu asumsi terpenting, yakni konseling keluarga harus di ikuti secara suka rela oleh anggota keluarga. Anggota keluarga memfokuskan isu-isu yang merebak dalam keluarga dan mencapai persetujuan-persetujuan baru atau membuat usaha kompromi dan aktif berpartisipasi dalam mengambil keputusan yang baik. Adapaun teknik-teknik yang digunakan dalam teori ini, yaitu: wawancara awal, bermain peran dan penafsiran. 5 Pendekatan Transaksional Analysis TA dalam konseling keluarga Tujuan dasar dari transaksi analysis TA adalah bekerja dengan struktur kontrak yang dilakukan oleh setiap anggota keluarga terhadap konselor. Adapun tehapan-tahapan konselingnya, yaitu: a Tahap awal, yaitu fokus konseling pada dinamika keluarga sebagai suatu sistem. Konselor menerangkan kepada anggota keluarga bagaimana suatu individu muncul dan mempengaruhi anggota lain dalam suatu unit keluarga. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id b Tahap kedua, yaitu terjadinya proses terapeutik dengan setiap anggota keluarga. Di sini akan terlihat dinamika individu dalam proses konseling. Jika masing-masing anggota keluarga telah memahami dinamika hubungan antara mereka , maka fokus kita sekarang adalah pada keluarga sebagai suatu unit. c Tahap ketiga, yaitu mengadakan reintegrasi terhadap keseluruhan keluarga. Tujuan yang akan dicapai adalah berfungsinya anggota- anggota keluarga, baik secara independen maupun interpenden sehingga setiap anggota menjadi mampu berdiri sendiri dan dapat hidup sehat dalam keluarga. 6 Aplikasi konsep-konsep psikoanalitik. Aliran psikoanalitik dalam konseling keluarga memberi penjelasan tentang latar belakang kehidupan keluarga sebagai pemahaman terhadap pola-pola intrapsikis yang terbuka dalam konseling keluarga.Konsep psikonalitik mengajarkan konselor untuk memahami ketidakfungsian pola-pola keluarga yang telah menyebabkan isu-isu pribadi yang tak terpecahkan di antara ayah, ibu dan anak gadisnya.Tantangan terbesar dari konselor adalah membantu anggota keluarga agar menyadari keadaannya dan mengambil tanggung jawab dalam menanggulangi proyeksi dan transferensinya serta memahami masalah keluarga yang masih berlarut-larut seandainya mereka terus-menerus berorientasi pada kehidupan masa lalunya secara tak sadar.Pendekatan ini digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id menunjukkan bahwa suatu kekuatan yang ditempuh untuk memecahkan masalah keluarga sebagai sistem dengan mencapai perubahan struktur kepribadian kedua orang tua. 7 Konseling keluarga rational emotive therapy Tujuan dari rational emotive therapy RET dalam konseling keluarga pada dasarnya sama dengan yang berlaku dalam konseling individual atau kelompok. Anggota keluarga dibantu untuk melihat bahwa mereka bertanggung jawab dalam membuat gangguan bagi diri mereka sendiri melalui perilaku anggota lain secara serius. Mereka didorong untuk mempertimbangkan bagaimana akibat dari perilakunya, pikirannya dan emosinya yang telah membuat orang lain dalam keluarga menirunya. Terapi Emotif Rasional RET mengajarkan anggota keluarga untuk bertanggung jawab terhadap perbuatannya dengan berusaha mengubah reaksinya terhadap situasi keluarga. 8 Aplikasi teori behavioral dalam konseling keluarga Konselor-konselor behavioral telah memperluas prinsip- prinsip teori belajar social social learning theory terhadap konseling keluarga.Mereka mengemukakan bahwa prosedur- prosedur belajar yang telah digunakan untuk mengubah perilaku dapat diaplikasikan untuk mengubah perilaku yang bermasalah dalam suatu keluarga. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Ciri utama dari aplikasi behavioral terhadap konseling keluarga, menurut Liberman mengungkapkan tiga bidang kepedulian teknik bagi konselor, yaitu: a Kreasi dari gabungan terapiutik yang positif. b Membuat analisa fungsional terhadap masalah-masalah dalam keluarga. c Implemantasi prinsip-prinsip behavioral yakni reinforcement dan modeling dalam konteks interaksi dalam keluarga. Dengan menggunakan peranan gabungan terapeutik role of therapeutic alliance, penilaian keluarga selanjutnya adalah melaksanakan strategi behavioral. 9 Konsep-konsep logoterapi dalam konseling keluarga. Konsep-konsep logoterapi logotherapy terkenal setelah keluar tulisan Frankl dalam “Man’s Search for Meaning” pada tahun 1962.Logoterapi bertujuan agar klien yang menghadapi masalah dapat menemukan makna dari penderitaanya dan juga makna mengenai kehidupan dan cinta. Dalam konseling keluarga, konselor sebaiknya mengusahakan agar anggota keluarga menemukan makna yang baik baginya dalam hubungan interpersonal. Konselor memberikan kesempatan kepada anggota keluarga untuk berdiskusi satu sama lain tentang masalah mereka, kemudian dibantu digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Makna tersebut memberikan dorongan semangat hidup klien ke arah positif. 30 Dari beberapa pendekatan yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti hanya mengambil tiga pendekatan yakni, pendekatan behavior, pendekatan rasional, dan pendekatan struktural.Pendekatan behavior digunakan untuk mengubah perilaku yang bermasalah dalam suatu keluarga, seperti halnya mengajak klien untuk melakukan suatu kegiatan sebagai implikasi untuk mengurangi gejala-gejala dari empty nest syndrome.Pendekatan rasional digunakan sebagai dorongan untuk mengajak klien berpikir mengenai pikiran dan emosi yang di rasakan baik yang di sadari maupun yang tidak dengan menujukkan akibat yang akan di alaminya, sehingga mampu untuk mengubahnya sesuai situasi keluarga. Sedangkan, pendekatan struktural dilakukan untuk membangun kembali keutuhan keluarga dengan membangun komunikasi yang efektif sehingga muncul kesepakatan baru yang akan dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga. e. Sifat dan Sikap Konselor Peranan sifat dan sikap konselor yang berpengaruh positif dalam membantu dan memperlancar jalannya proses konseling, yakni 30 Sulistyarini, Mohammad jauhar, Dasar-Dasar Konseling Jakarta: Prestasi Pustaka, 2014, hal. 244-259. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 1 Wajar. Di dalam proses konseling kewajaran dari konselor mutlak diperluukan, artinya sikap dan tingkah laku konselor harus wajar dan tidak dibuat-buat. Kewajaran ini sagat dibutuhkan dalam konseling, karena sikap yang tidak wajar dari konselor akan dapat diketaui oleh konseli, dan dapat mengganggu jalannya proses konseling. 2 Ramah. Keramahan dalam arti yang wajar sangat diperlukan bagi seorang konselor di dalam proses konseling. Keramahan konselor dapat membuat konsei merasa enak, aman, dan kerasan berhadapan dengan konselor, serta merasa di terima oleh konselor. Apabila konselor mengalami kesulitan dalam menunjukkan keramahannya kepada orang lain, hendaknya konselor jangan memaksakan diri untuk menunjukan kramahan karena keramahan yang dipaksakan akan menyebabkan ketidak wajaran. Lebih baik seorang konselor kurang ramah, tetapi wajar dari pada ramah yang dibuat-buat. 31 3 Hangat. Kehangatan juga mmpunyai pegaruh yang penting di dalam suksesnya proses konseling. Oleh karena itu sikap hangat juga diperlukan oleh seorang konselor. Sikap hangat dari konselor dapat menciptakan hubungan yang intim baik antara koselor dengan 31 Endang Ertiati Suhesti, Bgaimana Konselor Sekolah Bersikap Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, hal. 36. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id konseli, sehingga oleh hubungan baik ini konseli dapat lebih merasa enak, aman, dan kerasan berhadapan dengan konselor. 4 Bersungguh-sunguh. Proses konselor agar tujua koseling tercapai, maka konselor harus mempunyai sikap yang sungguh-sungguh dalam menangani masalah yang dihadapi oleh kliennya. Artinya, konselor harus sungguh-sungguh mau melibatkan diri dari berusaha menolong kliennya dalam memecahkan asalah yang dihadapinya. Kesungguhan dari konselor ini sangat mempengaruhi suksesnya proses konseling, karena hanya dengan kesugguhan dimungkinkan terjadinya hubungan pada tingkkat feeling dan tingkat rasio. 5 Kreatif. Sikap kreatif konselor sangat beguna bagi suksesnya proses konseling. Hal ini disebabkan Karena obyek dari dunia bimbingan adalah individu yang unik.Orientasi dunia bimbingan adalah individu dengan segala keunikannya.Artinya, stiap orang itu pasti berbeda-beda dalam ikapnya, cita-citanya, nilai-nilai yang dianutnya, latar belakang kehiupannya, dan sebagainya. Oleh kaena itu, suatu gejala yang sama belum tentu menunjukkan masalah yang sama dan suatu masalah yang sama belum tentu dapat diselesaikan atau ditolong dengan cara yang sama. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 6 Fleksibel. Sikap fleksibel atau luwes dari konselor sangat menolong tercapainya tujuan konseling. Hal ii disebabkan dengan individu- individu yang berasal dari satu zaman saja, tetapi ia menghadapi individu-individu yang berasal dari berbagai zaman, di mana setiap zaman mempunyai nilai-nilai yng berbeda. Mengingat hal itu maka seorang konselor harus fleksibel, artinya dapat mengikui perubahan zaman. Ini tidak berarti bahwa konselor harus selalu mengubah sistem nilai yang diikuti, tetapi ia harus dapat memahami dan menerima sistem nilai yang dimiliki oleh konselinya. 32 f. Peran Konselor Peran konselor dalam membantu klien dalam konseling keluarga dan perkawinan diantaranya: 1 Konselor berperan sebagai “facilitative a comfortable” membantu klien melihat secara jelas dan objektif dirinya dan tindakan- tidakannya sendiri. 2 Konselor menggunakan perlakuan atau treatment melalui setting peran interaksi. 3 Berusaha menghilangkan pembelaan diri dan keluarga. 4 Membelajarkan klien untuk berbuat secara dewasa dan untuk bertanggung jawab dan melakukan self-control. 32 Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya Teknik Bimbingan Praktis Jakarta: CV. Rajawali, 1985, hal. 42-45. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 5 Konselor menjadi penengah dari pertentangan atau kesenjangan komunikasi dan menginterpretasi pesan-pesan yang disampaikan klien atau anggota keluarga. 6 Konselor menolak pembuatan penilaian dan membantu menjadi congruence dalam respon-respon anggota keluarga. 33 g. Sifat Layanan Bimbingan Dan Konseling 1 Preventif atau pencegahan, merupakan pelayanan bimbingan dan konseling yang diarahkan untuk pencegahan timbulnya masalah baru dan meluasnya permasalahan. Pelayanan ini dapat dilakukan melalui upaya pemberdayaan keluarga, kesatuan kelompok-kelompok di dalam masyarakat dan lembaga atau organsasi yang peduli terhadap peningkatan kesejahteraan, seperti keluarga terdekat, kelompok pengajian, kelompok arisan karang werdha, dan panti. 2 Kuratif atau penyembuhan merupakan pelayananyang diarahkan untuk penyembuhan atas gangguan-gangguan yang di alami klien, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. 3 Rehabilitatif atau pemulihan kembali merupakan proses pemulihan kembali fungsi-fungsi sosial setelah individu mengalami berbagai gangguan dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya. 34 h. Proses dan Tahapan Konselor Proses adalah peristiwa yang sedang berlangsung. Sedangkan tahapan adalah langkah-langkah yang berkesinambungan dalam suatu 33 Latipun, Psikologi Konseling, Malang: Universitas Muhammadiyah, 2013, hal. 182. 34 Sutima, Bimbingan Dan Konseling Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal Yogyakarta: CV. Andi, 2013, hal. 170. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id peristiwakejadian. Tahapan proses konseling adalah urutan atau fase yang digunakan dalam proses konseling yang bukan Client-Centered atau konseli yang difokuskan kepada klien saja, tahapan atau proses konseling digunakan oleh konseli atau bisa kita sebut klien dan juga konselor sehingga keduanya sama-sama aktif dalam kegiatan konseling. Kehadiran klien untuk pertama kalinya kepada konselor pada awalnya hanya untuk mengkonsultasikan masalah pribadinya dan bisanya dilakukan klien tanpa ditemani oleh anggota keluarga lain. Setelah konselor merasa bahwa permasalahan klien lebih sesuai diselesaikan dengan konseling keluarga, maka pada tahap penanganan treatment, konselor dapat meminta persetujuan klien agar melibatkan anggota keluarganya yang lain. Sebelum melakukan tahapan penanganan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh konselor, yaitu: 1 Mempersiapkan anggota keluarga Konselor harus meminta persetujuan dari klien siapakah angggota keluarga yang dapat dilibatkan untuk menjalani proses konseling. Hal ini perlu dilakukan karena tidak semua klien yang menjalani konseling bersedia permasalahannya diketahui oleh semua anggota keluarga. 2 Menciptakan Sekutu Konselor juga perlu adanya membangun persekutuan yang konstruktif dengan anggota keluarga yang mungkin saja adalah digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id sumber permasalahan klien.Melalui persekutuan ini, konselor dapat menggali permasalahan yang sedang dihadapi dan memahami klien. Selain itu, anggota keluarga akan merasa dilibatkan secara utuh sehingga dapat bekerja sama dengan konselor untuk mengatasi permasalahan klien. 3 Gunakan rasa takutancaman dengan tepat Apabila permasalahan klien terlalu berat sementara anggota keluarga menolak untuk menjalani proses konseling, maka konselor dapat memberikan ancaman yang tepat dan logis untuk menekankan bahwa permasalahan klien benar-benar serius dan membutuhkan bantuan mereka. Dengan tujuan bahwa anggota keluarga dapat bekerjasama dengan konselor dalam memahami dan mengatasi masalah klien. 35 Selain tahapan diatas, Collins menetapkan tujuh langkah- langkah dalam konseling keluarga, yaitu: Langkah 1 : menanggapi keadaan darurat Klien yang meminta bantuan konselor pada dasarnya berada dalam keadaan krisis atau daruat.Konselor diharapkan mampu memberikan ketenangan dan menunjukan kesediaan untuk membantu klien. Selain itu, mintalah keluarga klien untuk terlibat dalam proses konseling. 35 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik Jakarta: Prenada Media Group, 2011, hal. 233-234. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Langkah 2 : memberikan fokus pada anggota keluarga Kadang kala, anggota keluarga cenderung untuk menyalahkan satu orang yang menjadi sumber dari permasalahan keluarga.Oleh karena itu konselor harus dapat memberikan fokus pada anggota keluarga bhwa permasalahan keluarga adalah permasalahan bersama sehingga tidak hanya diebabkan oleh satu pihak. Langkah 3 : menetapkan krisis Saat konselor mendengarkan penjelasan masalah yang disampaikan keluarga, konselor harus dapat menangkap inti permasalahan keluarga tersebut sehingga konselor dapat menetapkan sumber krisis klien. Hal ini dapat diakukan melalui bentuk pertanyaan “Coba ceritakan lebih jelas mengenai hal yang anda sampai tadi?” atau dalam bentuk pertanyaan lain “Apa yang menyebabkan masalah itu terjadi”, Apakah hal ini pernah terjadi sebelumnya?” Langkah 4 : menenangkan anggota keluarga Konselor dapat memberikan kesimpulan awal tentang penyebab masalah yang muncul dalam keluarga.Yang perlu diperhatikan konselor dalam hal ini adalah konselor diharapkan dapat menenangkan anggota keluarga yang dapat saja mengalami kecemasan stelah mengetahui permasalahan keluarga mereka. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Langkah 5 : menyarankan perubahan Langkah ini terdiri dari pemberian saran dan arahan yang dapat membantu anggota keluarga untuk memutuskan perubahan apa yang harus dlakukan. Konselor dapat merundingkan beberapa perjanjian yang akan disetujui atau mempertimbngkan kembali peraturan, peran, harapan yang tidak realistis, batasan atau cara untuk melakukan komunikasi antar anggota. Langkah 6 : menghadapi sikap menolak perubahan Setelah konselor menyarankan perlu adanya perubahan, maka konselor harus memperhatikan siapakah anggota keluarga yang bersedia bekerjasama dan siapakah yang menolak peubahan cenderung untuk menarik diri dan memanipulasi anggota keluarganya untuk menghambat terjadinya perubahan.Biasanya pihak yang menolak perubahan bukanlah klien. Oleh karena itu konselor harus memberikan pemahaman bahwa dengan sikap menolak perubahan akan menyulitkan terjadinya kemajuan dalam konseling. Langkah 7 : menghentikan konseling Setelah kemajuan dalam konseling diperoleh dan anggota keluarga dapat bekerjasama dan belajar untuk mengahapi krisis, maka konseling dapat diakhiri. Konselor dapat pula mengakhiri konseling apabila merasa tidak ada kmajuan karena apabila proses konseling dilanjutkan tidak akan menghasilkan apapun. Tetapi digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id konselor seyogyanya tetap berpikir terbuka untuk dapat menerima kembali keluarga tersebut dan membntu mengatasi masalahnya di masa akan datang. 36 2. Minder a. Pengertian Minder Sikap minder adalah keadaan dalam dirimanusia sebagai akibat dari perasaan-perasaan yang tertekan berupa rendah diri, kurang pergaulan, perasaan takut, pesimis yang berlebihan, tegangan-tegangan emosi antara keinginan untuk mencari pengakuan yang positif. 37 Menurut Agus suyanto, yang mengutip pendapat adler mengatakan bahwa minder adalah gejala kurang berharga yang timbul karena ketidak mampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subyektif, atau karena keadaan jasmani yang kurang sempurna. 38 Menurut Sudarsono rasa kurang harga diri adalah merupakan kondisi mental yang kurang normal namun sering timbul gejala keinginan untuk memiliki keinginan lain. 39 Rasa minder tersebut terjadi karena adanya rasa takut yang berlebihan yang timbul dari luar diri, yang dimana dicontohkan diatas adalah rasa tekanan dari luar diri manusia itu sendiri maupun rasa-rasa 36 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik Jakarta: Prenada Media Group, 2011, hal. 235-236. 37 http:diah17.blogspot.com201311minder-alias-kurang-percaya-diri.html 38 Agus Suyanto, psikologi kepribadian, Jakarta: Bumi Aksara, 1987, hal 74 39 Drs. Sudarsono, SH, Kamus Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hal 107 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id yang kurang percaya diri dengan dirinya sendiri, yang dimana orang tersebut memiliki rasa psimis yang besar pada dirinya sendiri.Semua timbul karena adanya ketidak mampuan psikologisnya atau sosial yang dirasa secara subyektif, atau karena keadaan jasmani yang kurang sempurna sehingga menyebabkan seseorang kurang bisa menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. b. Faktor Penyebab Minder Ada beberapa sebab yang membuat orang menjadi minder, dalam hal ini A. M. Mangun Harjana, S J menyatakan minder karena: 1 Fisik Yang diakibatkan oleh cacat tubuh seperti kegemukan, gigi kurang rapi, tangan lumpuh, kaki pincang dan lain-lain. 2 Mental Yang diakibatkan oleh sebab-sebab lain, misalnya daya tangkap rendah bakat kecil, kemampuan sedikit. 3 Sosial Yang diakibatkan oleh perlakuan orang lain atau atau masyarakat dimasa lampau yang tidak wajar. Misalnya seseorang aka n kejangkitan rasa minder, karena sejak kecil selalu terpojok dan tidak dapat perlakuan semestinya. 40 Selanjutnya sebab minder yang lain menurut Kratini kartono menyatakan “jika individu mengetahui, baik sadar maupun 40 Agus Suyanto,dkk, Psikologi Kepribadian, Jakarta: Bumi Aksara, 1987, hal 74 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id tidak, bahwa dia mampu mencapai obyek yang sangat didambakan guna memenuhi iodealnya, maka akan muncul rasa rendah diri rasa minder inferior. 41 Dari beberapa faktor penyebab tersebut, sebenarnya yang menyebabkan gangguan pada diri seseorang bukanlah dari faktor fisik, psikis, sosial, ataupun suasana pergaulan dan tentu belajar di sekolah itu sendiri melainkan yang lebih berpengaruh adalah cara orang tersebut memandang faktor-faktor tersebut itulah yang menyebabkan orang menjadi tegang dan terganggu jiwanya. c. Gejala-Gejala Minder Perasaan minder rendah diri akan menyebabkan rasa tidak mampu, tidak aman, ragu-ragu,pemalu, rasa kurang apabila dibandingkan ornag lain. Orang tersebut mempunyai kecenderungan untuk memperbesar kekurangan dan kejelekan tanpa alasan logis. 42 Adapun gejala-gejala yang nampak pada sesorang yang mengalami perasaan minder adalah sebagai berikut; sifat malu- malu, terlalu hati-hati, mudah gugup dan mudah tersinggung perasaannya, menutup diri dan menghindar dari sosial. 41 Kartini Kartono, Psikologi Umum, Bandung: Mandar Maju, 1990, hal 94 42 Kartini Kartono, Psikologi Umum, Bandung: Mandar Maju, 1990, hal 94 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id d. Terapi Rasional Emotif Dalam Mengatasi Minder Sebaigaimana telah diuraikan dalam, bahwa minder atau rasa rendah diri yang terjadi pada seseorang disebabkan dari cara memandang dan menanggapi permasalahan yang dialaminya. Sebagaimana telah diketahui dan penulis uraikan bahwa perilaku seseorang adalah berkaitan dengan pola rasa dan pola pikirnya. Apabila seseorang berpikir rasional, maka tingkah lakunya akan bertindak rasional pula. Dan pola pikir semacam itulah sebenarnya yang menyebabkan manusia mengalami gangguan emosional. Singkatnya dapat dikatakan bahwa minder tersebut didasari cara berpikir yang tidak rasional. Melihat permasalahan yang demikian yakni yang menyangkut cara pikir seseorang yang tidak rasional dan menanggapi permasalahan yang dihadapi, maka pendekatan yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah membantu menunjukkan, mengarahkan dan menyadarkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itulah yang sebenarnya yang merupakan penyebab gangguan emosionalnya. Hal ini juga dilakukan dengan mengfusikan iman dan takwa klien tersebut hingga mampu membebaskan diri dari pikiran irasionalnya dengan menggantinya dengan berpikir rasional. Dalam hal ini, tidak perlu konselor masuk atau menggali seluruh kehidupan klien, bahkkan juga tidak mengorek seluruh asal digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id usul permasalahan yang dihadapi sekarang dan membongkar riawayat hidupnya pada masa lampau. 3. Rasional Emotif Terapi a. Pengartian Rasional Emotif Sebelum membahas pengertian Terapi Rasional Emotif, ada baiknya terlibih dahulu menguraikan sedikit tentang latar belakang DR. Albert Ellis adalah seorang ahli clinikan Psikologi yang mengembangkan pendekatan Konseling rasional Emotif semenjak pertengahan tahun 1990. Pendekatan ini dikenal dengan “Rasional Emotif Terapi”, atau lebih populernya disebut istilah RET. 43 Dalam perkembangan kariernya, Albert Ellis mendapat sentuhan tertentu dari psikoanalisa Freud untuk menekankan pentingnya peranan kognisi dalam perilaku manusia. Setelah berlangsung beberapa lama, Albert Ellis banyak menemukan ketidak puasan dalam prakteknya yang menggunakan psikoanalisis Freud. Oleh karena itu ia membujuk kliennya untuk melakukan sesuatu yang sangat ditakuti klienya untuk dilakukan, seperti mengambil resiko penolakan dari orang lain yang sangat berarti baginya, berangsur-angsur Albert Ellis berubah menjadi Ekklektif lebih aktif dan direktif sebagai seorang terapis. Ellis 43 Dewa Ketut Sukardi, pengantar teori konseling, cetakan II , Jakarta: Ghalia Indonesia,1985, hal 88 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id mengemukakan bahwa dasar falsafah Rasional Emotif adalah fenomenologis. Rasional Emotif Terapi didasari oleh asuamsi bahwa karena keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irasional orang-orang berhubungan secara kausal dengan gangguan-gangguan emosionalnya, maka cara yang paling efisien untuk membantu orang-orang itu dalam membuat perubahan kepribadiannya adalah mengonfrontasikan mereka secara langsung degan falsafah hidup mereka sendiri, menerangkan kepada mereka bagaimana gagasan mereka sampai menjadikan mereka terganggu, menyerang gagasan irasionalnya mereka ditas dasar-dasar logika, dan mengejar mereka bagaimana berpikir secara logis dan karenanya mendorong mereka untuk mampu mengubah atau menghapus keyakinan-keyakinan irasional. 44 Sehingga diharapkan mempunyai kemampuan dalam menghadapi kondisi emosionalnya. b. Tujuan Terapi Rasional Emotif Bicara tentang tujuan rasional emotif, sebagai berikut tujuan utamanya ialah menunjukkan dan menyadarkan klien bahwa cara berfikir yang tidak logis itulah merupakan penyebab gangguan emosionalnya. Atau dengan kata lain Terapi Rasional Emotif ini 44 Gerald Corey, teori dan praktek konseling dan psikoterapi, cetakan I, Bandung: PT. Eresco, 19880, hal 247 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id bertujuan membantu klien membebaskan dirinya dari cara berfikir atau ide-ide yang tidak logis dan menggantinya dengan cara-cara yang logis. 45 c. Teknik-teknik Rasional Emotif Terapi Teknik Terapi Rasional Emotif Behavior dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yakni : teknik kognitif, teknik emotif, teknik behavior. 1 Teknik kognitif a Dispute Kognitif Adalah usaha untuk mengubah keyakinan irasional klien dengan cara mendebat atau menantang keyakinan irasioanal klien melalui bertanya questioning. Pertanyaan – pertanyaan untuk melakukan dispute logis : Apakah itu logis? Apa benar begitu? Mengapa tidak? Mengapa harus begitu? Apa yang kamu maksud dengan kalimat itu? Mengapa itu adalah perkataan yang tidak benar? Apakah itu bukti yang kuat? Jelaskan kepada saya kenapa? Mengapa itu harus begitu? Di mana aturan itu tertulis? Mengapa kamu harus begitu? Sekarang kita lihat kembali, kamu melakukan hal yang buruk. Sekarang mengapa kamu harus tidak melakukan itu ? 45 Dewa ketut sumardi, pengantar Teori konseling, Cetakan II, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985, hal 89 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Pertanyaan – pertanyaan untuk reality testing : Apa buktinya? Apa yang akan terjadi kalau ……? Mari kita bicarakan kenyataannya. Apa yang dapat diartikan dari cerita yang kamu ceritakan tadi? Bagaimana mungkin kejadian itu bisa menjadi sangat menakutkanmenyakitkan. Pertanyaan – pertanyaan untuk pragmatic disputation yakni : selama kamu meyakini hal tersebut, bagaimana perasaan kamu ? Apakah ini berharga untuk dipertahankan ? Apa yang akan terjadi bila kamu berpikir demikian ? 46 b Analisis rasional Teknik untuk mengajarkan klien bagaimana membuka dan mendebat keyakinan irasional. c Skala katastropi Membuat proporsi tentang peristiwa – peristiwa yang menyakitkan. Misalnya : dari 100 buatlah presentase peristiwa yang menyakitkan, urutkan dari yang paling tinggi presentasenya sampai yang paling rendah. d Rational role reversal Meminta klien untuk memainkan peran yang memiliki keyakinan rasional sementara konselor 46 Gantina Komalasari dan Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, Jakarta: PT Indeks, 2011, hal 221 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id memainkan peran menjadi klien yang irasional. Klien melawan keyakinan irasional konselor dengan keyakinan rasional yang diverbalisasikan. 2 Teknik emotif a Dispute imajinasi Setelah melakukan dispute secara verbal, konselor meminta konseli untuk membayangkan dirinya kembali pada situasi yang menjadi masalah dan melihat apakah emosinya telah berubah. b Proyeksi waktu Meminta klien untuk menvisualisasikan kejadian yang tidak menyenangkan ketika kejadian itu terjadi, setelah itu membayangkan seminggu kemudian. Bagaimana klien merasakan perbedaan tiap waktu yang dibayangkan. Klien dapat melihat bahwa hidup berjalan terus dan membutuhkan penyesuaian. c Teknik melebih – lebihkan Meminta klien untuk membayangkan kejadian yang menyakitkan atau kejadian yang menakutkan, kemudian melebih – lebihkannya sampai pada taraf yang paling tinggi. Hal ini bertujuan agar konseli dapat mengontrol ketakutannya. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya antara lain yaitu: 1. Skripsi Fathor Rahman, Bimbingan Konseling Agama Dalam Mengatasi Minder Pada Pemudi Di linngkungan Masyarakat Desa Kraton Kecamatan Bangkalan Studi Kasus Pada Pemudi Mantan Prlacur. Jurusan BKI IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2. Skripsi Nafisah, Bimbingan Penyuluhan Dengan Terapi Rasional Emotif Dalam Mengatasi Minder Di Kelurahan Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Studi Kasus Pada Remaja Putri Korban Pemerkosaan Jurusan BKI IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2003 Maka dapat disimpulkan bahwa Bimbingan Konseling dalam mengatasi minder dapat dikatakan sesuai.Hal ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya peneliti sebelumnya dengan tingkat prosentase dengan nilai yang cukup berhasil. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 54 BAB III KONSELING KELUARGA DENGAN RASIONAL EMOTIF TERAPI DALAM MENGATASI MINDER PADA ANAK DI DESA BALONGGEBANG GONDANG NGANJUK

A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Balonggebang kecamatan Gondang kabupaten Nganjuk merupakan daerah yang memiliki potensi alam yang baik. Banyak hasil perkebunan, persawahan dan hutan yang berlimpah dapat ditemukan di desa ini. Warga Desa Balonggebang mayoritas adalah seorang petani, walaupun ada sebagian yang menggeluti di bidang jasa, wirausaha maupun perdagangan . Disela-sela kesibukan sehari-hari di Desa Balonggebang ini terdapat kegiatan pasar setiap paginya, yang dihadiri oleh sebagian besar warga Desa Balonggebang dan sebagian dari daerah lain. Kegiatan pasar ini berlangsung kurang lebih hingga pukul 12.00 WIB. Desa Balonggebang berjarak 3 Km dari kantor kecamatan atau dapat ditempuh selama 5 menit dengan menggunakan sepeda motor. Desa ini juga ditempati perkantoran instansi pemerintah, seperti kantor balai diklat pertanian, kantor balai pembenihan, dan kantor Puskeswan. Selain kontor intansi juga terdapat fasilitas pendidikan, antara lain banyak Madrasah atau TPA, 4 sekolah dasar dan 1 sekolah menengah kejuruan atau sederajat. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Desa Balonggebang ini memiliki mata pencahariaan menurut sektor diantaranya sektor pertanian, sektor perkebunan, dan sektor peternakan. Sektor yang lebih dominan di Desa ini yakni sektor pertanian. Adapun hasil dari sektor pertanian adalah padi, jagung, kedelai, bawang merah, kacang-kacangan,dan cabe. Disamping kesibukan di sawah warga desa Balonggebang mayoritas penduduknya juga merawat hewan ternak dirumahnya. Adapun hewan ternak yang dipelihara di Desa Balonggebang antara lain kambing, sapi dan ayam kampung, serta unggas-unggas yang lainnya. Hewan ternak bagi mereka bisa dijadikan kegiatan sampingan ketika tidak ada kegiatan disawah maupun kegiatan setelah sepulang dari sawah. Warga Desa Balonggebang mayoritas beragama Islam, adapun warga yang non muslim berjumlah sangat sedikit. Kerukunan kehidupan yang dijalani setiap hari-hari tidak membedakan adanya perbedaan baik bidang sosial, ekonomi, maupun religiusitasnya. Mereka semua hidup saling gotong royong satu sama lain.Kegiatan sosial yang masih berjalan di Desa ini adalah gotong royong, baik dalam memperingati hari besar atau acara-acara yang lainya. Desa Balonggebang memiliki batas-batas desa. Batas desa sebelah Utara berbatasan langsung dengan hutan desa. Sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Nglinggo Kecamatan Gondang, perbatasan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id sebelah timur dengan Desa Sanggrahan Kecamatan Gondangkemudian sebelah barat berbatasan dengan Desa Pandean Kecamatan Gondang. 44 2. Rekapitulasi Usia Penduduk Tabel 3.1 Data Penduduk No Usia Jumlah Prosentase dari Jumlah Penduduk 1 0-12 bulan 148 orang 1,3 2 1-5 tahun 760 orang 8,6 3 0-7 tahun 1498 orang 23 4 7-18 tahun 1980 orang 18 5 18-56 tahun 5416 orang 49 6 56 2299 orang 20 3. Deskripsi Konselor Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses konseling. Sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik konseling secara luas, konselor dalam menjalankan peranannya bertindak sebagai fasilitator bagi klien. Mendampingi klien sampai klien mampu menemukan dan mengatasi masalah yang dihadapinya. 44 Profil desa Balonggebang digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Konselor yang berstatus mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Bimbingan Konseling Islam BKI dalam kesempatan ini peneliti ingin membantu memecahkan masalah klien atau obyek yang diteliti. Adapun gambaran singkat mengenai konselor dalam menangani masalah minder anak seorang janda adalah sebagai berikut: Nama : Ikhwan Winda K Tempat, Tanggal lahir : Nganjuk, 19 Juli 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pendidikan :Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Riwayat Pendidikan SD : SDN Balonggebang 1 SMP :SMPN 1 Gondang SMA : SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk Pengalaman konselor sewaktu PPL Praktek Pengalaman Lapangan di SMPN 23 Surabaya. Dalam PPL konselor memberikan bantuan terhadap anak yang malas belajar karena ditinggal pergi merantau keluar pulau oleh kedua orang tuanya, klien hanya tinggal bersama neneknya dirumah.Suatu pengetahuan yang baru yang tidak didapat dibangku kuliah. Konselor lebih memahami berbagai kasus tentang perasaan anak.