LANSIA PRIA DAN PERMASALAHAN SEKSUAL

Masalah Seksual Pada Lanjut usia Menfri Layanto, S. Ked 406080025 akan serangan jantung waktu aktivitas seksual Antidepresan trisiklik Imipramin, amitriptilin Desire, arousal Prozac, zoloft Antidepresan lain Trasodon, inhibitor MAO Priapismus, arousal, orgasme Prozac, Zoloft

III. LANSIA PRIA DAN PERMASALAHAN SEKSUAL

Pada lansia pria yang sehat waktu untuk dapat ereksi dan waktu yang diperlukan sebelum mengalami ereksi berikutnya lebih panjang dibandingkan dengan tahun- tahun yang telah berlalu dan hal ini bersifat fisiologis. Pria mulai usia 40 tahun mengalami kesulitan untuk mendapatkan ereksi dari waktu ke waktu. Beberapa studi menyatakan bahwa penurunan yang berkaitan dengan usia lebih dirasakan efeknya pada potensi seksual dibandingkan dengan libido. Fenomena inilah yang bertanggung jawab pada libido-potency gap yang sering kali menjadi pangkal permasalahan pada lansia pria. Proses penuaan biasanya menimbulkan efek pada potensi baik ereksi maupun ejakulasi, biarpun perubahan ereksi sendiri secara klinis merupakan kata-kata keluhan yang sangat penting. Respon ereksi pada pria usia 48-65 tahun enam kali lebih rendah dibandingkan pada pria usia 19-30 tahun, hal ini diperoleh dari suatu penelitian laboratorium yang menggunakan monitor untuk menilai perubahan bentuk penis.

A. Fisiologis reproduksi pria

Secara embrionis, testis berkembang dari gonadal ridge yang terletak di belakang rongga abdomen. Pada bulan-bulan terakhir kehidupan janin, testis mulai perlahan- lahan turun keluar rongga abdomen melintasi kanalis inguinalis ke dalam skrotum. Testoteron dari testis janin merupakan penyebab dari turunnya testis ke dalam skrotum. Suhu dalam skrotum rata-rata beberapa derajat celcius lebih rendah daripada suhu tubuh inti normal. Penurunan testis ke lingkungan yang lebih dingin ini sangat penting karena spermatogenesis adalah proses yang peka terhadap suhu dan tidak dapat berlangsung pada suhu tubuh normal. Testis berfungsi dalam menghasilkan sperma dan mengeluarkan testoteron. Sekitar 80 masa testis terdiri dari tubulus seminiferus yang berkelok-kelok yang didalamnya berlangsung spermatogenesis. Testoteron setelah dihasilkan, sebagian diekskresikan ke dalam darah untuk diangkut terutama terikat dengan protein plasma ke jaringan sasaran. Dan sebagian lagi mengalir ke tubulus seminiferus, tempat hormon ini berperan penting dalam spermatogenesis. Testoteron ini memiliki banyak efek diantaranya :  Maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna  Mendorong turunnya testis ke dalam skrotum  Mendorong pertumbuhan dan pematangan sistem reproduksi  Spermatogenesis  Memicu pola pertumbuhan rambut pada pria  Menyebabkan suara menjadi berat karena pita suara menjadi tebal Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009 167 Masalah Seksual Pada Lanjut usia Menfri Layanto, S. Ked 406080025  Mendorong pertumbuhan otot yang menyebabkan timbulnya konfigurasi tubuh pria  Memiliki efek anabolik protein  Mendorong pertumbuhan tulang pada pubertas dan kemudian menutup epifisis  Mungkin memicu perilaku agresif Gambar 2. Efek Testoteron pada pria

B. Masalah seksual pada lansia pria

Master dan Jhonson mendeskripsikan efek penuaan pada ejakulasi dan orgasme. Mereka melaporkan adanya penurunan kekuatan dan frekuensi kontraksi otot-otot lurik pelvis mempunyai efek penurunan dalam kekuatan pengeluaran semen. Beberapa perubahan yang terjadi pada lansia pria adalah :  Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan menurunkan hasrat dan kesejahteraan. Testis menjadi lebih kecil dan kurang produktif. Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum.  Kelenjar prostat biasanya membesar, dimana hipertrofi prostate jinak terjadi pada 50 pria diatas usia 40 tahun dan 90 pria diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi prostat jinak ini memerlukan terapi. Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam pembahasan sistem traktus urinarius.  Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan bergantung pada sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi. Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009 168 Masalah Seksual Pada Lanjut usia Menfri Layanto, S. Ked 406080025  Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas sensasi orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.  Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa. Frekuensi kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.  Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya 12 sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.  Ereksi pagi hari morning erection juga semakin jarang terjadi. Hal ini tampaknya berhubungan dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi ukuran yang dapat dipercaya tentang potensi seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey, dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70 tahun menjadi 0,50 perminggu. Gambar 3.Perbedaan sistem reproduksi pria muda dan pria lanjut usia Para lanjut usia dapat mengalami berbagai masalah disfungsi seksual diantaranya disfungsi ereksi dan andropause. B.1. Disfungsi Ereksi Impotensia Disfungsi ereksi DE atau impotensia adalah ketidakmampuan secara konsisten untuk mencapai danatau mempertahankan ereksi sedemikian rupa sehingga mencapai aktivitas seksual yang memuaskan. Vinik, 1998. Secara umum impotensia dibedakan menjadi impotensia coendi ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual, impotensia erigendi tidak mampu ber-ereksi dan impotensia generandi tidak mampu menghasilkan keturunan. Prevalensi DE sekitar 52 pada pria di antara 40-70 tahun dan bahkan lebih besar pada pria yang lebih tua. Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa berasal dari rangsangan psikologik fantasi, bayangan erotik, olfaktorik bau-bauan dan rangsangan sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-talamikus, limbik maupun talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan diteruskan ke susunan saraf otonom parasimpatis akan menyebabkan vasodilatasi korpus kavernosa penis. Setelah aktivitas seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu terjadinya ejakulasi. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa proses ereksi Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009 169 Masalah Seksual Pada Lanjut usia Menfri Layanto, S. Ked 406080025 menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf, vascular, hormonal, psikologik dan kimiawi. Etiologi Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut :  DE organik, sebagai akibat gangguan akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler aterosklerosis atau fibrosis. o DE endokrinologik biasanya berupa sindroma ADAM Androgen Deficiency in the Aging Male, yang merupakan hipogonadisme pada lansia. DE tipe ini disebabkan oleh gangguan testikular baik primer maupun sekunder. Selain itu juga dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan hiperprolaktinemia, hipertiroid, hipotiroid dan Cushing’s disease. o DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan jalur impuls terjadinya ereksi. Lesi di lobus temporalis sebagai akibat trauma atau multiple scelrosis stroke, gangguan atau rusaknya jalur asupan sensorik misalnya pada polineuropati diabetik, tabes dorsalis atau penyakit ganglia radiks dorsalis medula spinalis, juga pada gangguan nervus erigentes akibat pasca prostatektomi total atau operasi rektosigmoid. o DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada lansia yang mungkin berhubungan erat dengan prevalensi penyakit aterosklerosis yang tinggi pada lansia. Gangguan aliran darah arteri ke korpus kavernosus seperti bekuan darah, aterosklerosis, atau hilangnya kelenturan dinding pembuluh darah dapat menyebabkan DE. Selain itu DE bisa terjadi pada penyakit Leriche, yaitu obstruksi dipangkal bifurkasio a. iliaka di daerah a.abdominalis. Serta penyakit Peyronie mengakibatkan pengisian darah tidak sempurna yang akan menyebabkan DE.  DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama DE, namun menurut penelitian hal ini tidak benar. Justru penyebab utama DE pada lansia gangguan organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE jenis ini yang berpotensi reversibel potensial biasanya yang disebabkan oleh kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam hubungan seksual. Ada pendapat yang mengatakan bahwa impotensi merupakan akibat masturbasi yang dahulu atau karena terlalu sering ejakulasi atau sebaliknya karena terlalu lama menahan dan tidak disalurkan hasrat seks-nya itu. Namun penelitian membuktikan bahwa ejakulasi atau tidak ejakulasi dalam waktu yang lama tidak langsung mengganggu kesehatan. Masters dan Johnson mengatakan bahwa ereksi dan ejakulasi tidak dapat dipelajari karena hal ini terjadi secara reflektoris. Selain yang telah disebutkan diatas, sekitar 25 DE disebabkan oleh obat- obatan terutama obat antihipertensi Reserpin, β blocker, guanethidin dan metildopa, alkohol, simetidin, antipsikotik, antidepresan, lithium, hipnotik sedatif, dan hormon- hormon seperti estrogen dan progesteron. Obat-obatan dan pengaruhnya terhadap disfungsi seksual dapat dilihat pada tabel 2 hal. 6 Diagnosa Ada kemungkinan para lansia yang mengalami disfungsi ereksi akan mencari pertolongan pada dokter, hal pertama yang perlu dilakukan dokter adalah memberikan perasaan nyaman pada pasien dengan menjelaskan bahwa disfungsi Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009 170 Masalah Seksual Pada Lanjut usia Menfri Layanto, S. Ked 406080025 ereksi merupakan hal biasa yang dialami oleh para lansia pria dan berusaha mencarikan solusi yang efektif hingga hal ini akan menenangkan diri pasien. Setiap pasien memiliki privasi, oleh karena itu perlu ditanyakan apakah pasien ingin mendiskusikan hal ini dengan atau tanpa pasangannya, namun cara yang terbaik adalah bersama pasangan. Karena pandangan serta dukungan dari pasangan seksual mereka sangat berharga dan dapat mengembalikan kepercayaan diri pasien untuk kembali memulai lagi fungsi seksualnya dan secara tidak langsung dapat membantu mengatasi masalah disfungsi ereksi. Selain dari segi psikologis perlu juga digali apakah disfungsi ereksi yang terjadi murni disfungsi ereksi psikogenik atau ada penyakit atau kelainan lain yang menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Bila terdapat penyakit atau kelainan yang mendasari terjadinya disfungsi ereksi maka perlu ditangani penyakit dan kelainan yang mendasarinya. Peninjauan terhadap obat-obatan yang selama ini dikonsumsi oleh pasien juga perlu diperhatikan. Selain dari anamnesa perlu juga diadakan suatu pemeriksaan fisik untuk mengetahui ada tidaknya disfungsi ereksi :  apakah ada tanda-tanda penyakit vaskuler, seperti arteri femoral dan perifer berkurang atau terdengar bruit.  Adakah perubahan kulit. Turgor menurun mengakibatkan kulit menjadi kurang elsatis.  Adakah perubahan neuropati otonom simpatis dan parasimpatis seperti adanya reflek bulbo kavernosus dan kremaster.  Adakah gejala hipotensi ortostatik.  Adakah gejala neuropati perifer seperti DM, alkoholisme, kekurangan vitamin B1, dan lain-lain.  Pemeriksaan genitalia, adanya atrofi testis atau dan plak pada peyronie’s disease. Peyronie’s disease adalah keadaan dimana terjadi kelainan anatomis penis, berupa tumbuhnya jaringan ikat atau plak yang tidak biasa pada jaringan penis sehingga aliran darah dalam badan kavernosa penis terganggu untuk mencapai ereksi.  Pemeriksaan rektal untuk melihat prostate.  Pemeriksaan laboratorium umum diperlukan untuk menentukan adanya kondisi medis penyerta, faktor resiko vaskular atau endokrin yang abnormal.  Pemeriksaan hormone testoteron dan prolaktin. Terapi Phosphodiesterase-5 PDE5 inhibitors merupakan terapi pilihan utama DOC untuk disfungsi ereksi. PDE5 berada di jaringan kavernosa penis dan akan mendegradasi cyclic 3 5 guanosine monophosphate cGMP yang bila bekerja bersama nitrat oksida akan menyebabkan relaksasi otot. Oleh karena itu dengan menghambat PDE5, obat ini berpotensi untuk mendorong terjadinya ereksi. Namun obat ini menjadi kontra indikasi pada pasien yang mendapatkan terapi nitrogliserin atau golongan nitrat lainnya, karena efeknya dapat menyebabkan tekanan darah turun drastis dan penurunan perfusi arteri koroner dan dapat menyebabkan miokard infark. Pemakaian obat ini bersama obat-obatan alfa bloker. Salah satu obat yang sangat populer di dunia untuk mengatasi DE adalah sildenafil sitrat Viagra ®. Obat ini bekerja dengan jalan mem-blok pemecahan GMP siklik yang mempertahankan vasodilatasi korpora kavernosa, tetapi obat ini hanya Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009 171 Masalah Seksual Pada Lanjut usia Menfri Layanto, S. Ked 406080025 bisa diberikan bila keadaan vaskuler penis masih intak. Seperti PDE5 obat ini juga menjadi kontraindikasi pada pemakaian obat-obatan golongan nitrat karena dapat menyebabkan hipotensi bahkan syok Vinik, 1998. Karena tidak menstimulasi pembentukan cGMP, melainkan hanya memperkuat memperpanjang daya kerjanya, sildenafil tidak efektif jika belum tidak terdapat stimulasi atau eksitasi seksual. Efek samping Sildenafil umumnya bersifat singkat dan tidak begitu serius, yang tersering berupa sakit kepala, muka merah, gangguan penglihatan buram sampai melihat segala sesuatu kebiru-biruan, dan mual, yang kesemuanya berkaitan dengan blokade PDE5 inhibitor yang terdapat di seluruh tubuh. Obat lain yang kini beredar antara lain Alprostadil Caverject ®, Muse ®, Vardenafil Levitra ®, dan Tadalafil Cialis ®. Apomorfin Uprima ® adalah agonis dopamin dengan afinitas bagi reseptor-D1 dan -D2 di hipotalamus yang terkait antara lain pada regulasi ereksi. Daya erektogennya berdasarkan efek terhadap afinitas lokal dari nitrogenmonoksida, kemudian konversi guanyltriphosphate menjadi cGMP. Reaksi ini menimbulkan relaksasi otot-otot licin dari corpus cavernosum, yang dapat terisi darah dan terjadilah ereksi. Setelah penggunaan sublingual kadarnya dalam darah memuncak dalam 40-60 menit dan ereksi dapat terjadi setelah 20 menit. Efek samping yang tersering berupa nausea, sakit kepala, dan pusing-pusing. HRT hormon replacement therapy diindikasikan pada pria dengan hipogonadal. Pengobatan yang aman dan efektif dengan injeksi intra muscular jangka panjang, maupun transdermal testoteron gel. Testoteron oral sebaiknya dihindari karena kemungkinan toksik hepatik pada penggunaan jangka lama. Pada pemakaian testoterone-containing gel sebaiknya menunggu sekitar 10 -15 menit sampai gel tersebut diabsorbsi dan kering sebelum melakukan aktivitas seksual. Semua pria yang menggunakan terapi testoterone replacement perlu mendapatkan pemeriksaan rektal digital dan PSA test sedikitnya 1 tahun sekali. Pemberian testoteron dapat menyebabkan beberapa efek samping, antara lain :  Pada laki-laki : testis mengecil, produksi sperma berkurang, ginekomastia, pembesaran prostat  Pada wanita : klitoris membesar, tumbuh rambut di daerah muka, volume suara membesar  Umum : hepatotoksik, peningkatan hematokrit darah, aterosklerosis, dan hipertrofi jantung. Ada beberapa cara lain selain dengan terapi testoteron. Misalnya alat vakum maupun protesa. Alat vakum meningkatkan pembesaran penis dengan membuat keadaan vakum yang menarik darah ke dalam penis. Saat terjadi ereksi, sebuah gelang karet atau cincin konstriksi pasang pada pangkal penis dan alat vakum tersebut dilepas. Gelang tersebut dapat memperlambat aliran balik vena dan membantu mempertahankan ereksi lebih dari 30 menit. Alat vakum ini dapat mengakibatkan petekhie dan membuat ujung penis lebih dingin dari biasanya. Protesa pada penis mungkin membantu ketika cara lain tidak berhasil. Pembedahan revaskularisasi penis relatif bersifat eksperimental dan belum ada kesuksesan yang tinggi. B.2 Male Hypogonadism Fungsi testis turun, baik produksi sel gamet sperma maupun hormone, atau keduanya. Penyebab hypogonadism ini dibagi atas sejak lahir congenital dan didapat acquired. Hypogonadism pada laki-laki terdiri atas : Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009 172 Masalah Seksual Pada Lanjut usia Menfri Layanto, S. Ked 406080025  Hypogonadisme primer. Terjadi kerusakan pada sel leydig hingga produksi androgen dan testoteron turun atau kerusakan pada duktus seminiferus, sehingga jumlah sperma yang keluar berkurang atau tidak sama sekali. Untuk mengimbangi penurunan hormon ini, otak meningkatkan pengeluaran hormon gonadotropin  Hypogonadisme sekunder. Terjadi kerusakan di hipotalamus hingga hormon gonadotropin yang dikeluarkan berkurang dan mengakibatkan kemandulan atau impotent. Produksi hormon androgen yang kurang, menyebabkan kesediaan hayati testoteron bioavaibilitas testoteron BT berkurang yang dapat mengakibatkan hilangnya libido, penurunan masa otot dan kekakuan otot serta perubahan energi dan kesehatan. Gejala dan tanda Tergantung pada beratnya kekurangan produksi hormon. Secara umum terlihat perkembangan kurang baik, misalnya testis tidak turun, malahan kadang-kadang bentuk alat kelaminnya tidak khas. Bila hypogonadisme terjadi pada usia puber, akan terjadi pembesaran buah dada pada laki-laki gynecomastia, dan rambut kemaluan kurang lebat sampai tidak tumbuh penis dan testis kecil, otot-otot kurang gempal. Bila hypogonadisme terjadi setelah usia dewasa, akan mengakibatkan kurangnya gairah seks, terganggu ereksi penis, otot-otot kendur tidak bertenaga, rambut rontok, merasa tertekan dan berbagai gangguan emosi lainnya. Hypogonadisme pada lansia umumnya hanya memiliki beberapa gejala yang non- spesifik atau tanda-tanda fisik. Gejala yang paling umum adalah penurunan libidogairah seksual yang berhubungan langsung dengan penurunan kadar testoteron, gangguan libido yang berat dapat menyebabkan disfungsi ereksi. Hipogonadism pada pria juga dapat menyebabkan rasa lelah, kehilangan energi, lemah otot dan menurunkan perasaan sehat yang dapat mengarah pada depresi. Masa otot yang menurun sejalannya dengan usia dapat berkaitan dengan kelemahan, imobilitas, gangguan cara berjalan dan keseimbangan. Masa otot dan keseimbangan berkaitan erat dengan testoteron bebas atau yang terikat. Hilangnya jaringan tulang sering dihubungkan dengan hipogonadisme. Hal itu mungkin karena rendahnya substrat testoteron untuk aromatisasi estrogen memegang peranan dalam osteoporosis. B.3. Andropause Andropause berasal dari kata “Andro = kejantanan” dan “pause = istirahat”. Andropause dapat diartikan sebagai perubahan akibat proses menua pada sistem reproduksi pria mungkin didalamnya termasuk perubahan pada jaringan testis, produksi sperma dan fungsi ereksi. Ada yang memberi istilah andropause sebagai klimakterium laki-laki yang berarti seorang laki-laki sedang berada pada tingkat kritis fase kehidupannya, di mana terjadi perubahan fisik, hormon dan psikis serta penurunan aktivitas seksual. Perubahan- perubahan ini biasanya terjadi secara bertahap. Tingkah laku, stress psikologik, alkohol, trauma, ataupun operasi, medikasi, kegemukan dan infeksi dapat memberikan kontribusi pada onset terjadinya andropause ini. Sebenarnya andropause bukanlah suatu fenomena baru, hal ini terjadi karena kemampuan kita untuk mendiagnosa andropause ini sangat terbatas karena tidak ada Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009 173 Masalah Seksual Pada Lanjut usia Menfri Layanto, S. Ked 406080025 cara untuk menprediksi siapa yang akan mengalami gejala andropause. Test yang sensitif untuk mengetahui bioavaibilitas testoteron baru tersedia akhir-akhir ini, sehingga sebelum ada test ini andropause terlewatkan begitu saja tanpa terdiagnosa dan tidak memperoleh penatalaksanaan. Etiologi Mulai sejak kira-kira usia 30 tahun, kadar testoteron dalam tubuh menurun kurang lebih 10 setiap dekadenya. Pada saat yang sama Sex Binding Hormone Globulin SHBG meningkat. SHBG ini akan menangkap banyak testoteron yang bersirkulasi dan membuat testoteron tidak tersedia untuk digunakan pada jaringan tubuh khususnya untuk terjadinya perilaku seksual yang normal dan terjadinya ereksi. Faktor-faktor yang mempercepat andropause Beberapa faktor yang dapat mempercepat proses penuaan dapat berasal dari luar tubuh dan dari dalam tubuh itu sendiri, antara lain : a. Faktor lingkungan dan psikis  Pencemaran lingkungan baik polutan, kimia maupun suara bising.  Kondisi lingkungan hidup kumuh serta kurangnya penyediaan air bersih akan meningkatkan pemakaian energi tubuh untuk meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga sel-sel kekebalan akan cepat menua.  Pemakaian obat-obat jamu yang tidak terkontrol menyebabkan turunnya hormone tubuh secara langsung maupun tidak langsung melalui mekanisme umpan balik.  Sinar matahari dapat mempercepat penuaan kulit dengan hilangnya elastisitas dan rusaknya kolagen kulit.  Pola hidup dan diet.  Stress fisik dan psikis. b. Faktor genetik sangat dipengaruhi oleh genetik orang tuanya, namun dapat berubah karena infeksi virus, radiasi, dan zat racun dalam makananminumankulit yang diabsorbsi tubuh. c. Faktor organik yang secara umum dapat ditemukan adalah:  Rendahnya kebugaran.  Pola makanan kurang sehat.  Penurunan growth hormone, insuline-like growth factor-1 yang akan menyebabkan proses apoptosis di berbagai sel tubuh dan hal ini akan menyebabkan proses penuaan berjalan lebih cepat.  Penurunan testoteron yang diproduksi testis.  Peningkatan prolaktin yang disekresi oleh kelenjar pituitary anterior. Hormon ini meningkat sejalan dengan perubahan emosi dan stress. Gejala dan efek yang ditimbulkan oleh andropause Andropause berhubungan dengan kadar testoteron yang rendah. Setiap pria mengalami kemunduran bioavaibilitas testoteron, namun berbeda kadarnya pada setiap invididu.Ketika hal ini terjadi pria akan mengalami gejala andropause. Beberapa gejala yang dapat timbul antara lain:  Depresi  Kelelahan  Iritabilitas  Libido menurun Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009 174 Masalah Seksual Pada Lanjut usia Menfri Layanto, S. Ked 406080025  Sakit dan nyeri  Berkeringat dan flushing  Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi  Sulit berkonsentrasi  Pelupa  Insomnia Setiap ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh akan menimbulkan efek tertentu, demikian juga andropause dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan:  Osteoporosis  Obesitas  Kehilangan masa otot  Resiko menderita arteriosklerosis  Resiko menderita kanker payudara Terapi Terapi yang dapat diberikan pada andropause tidak jauh berbeda dengan terapi yang diberikan pada disfungsi ereksi yaitu dengan testoterone replacement therapy baik secara injeksi maupun oral. Gambar 4. Pengaruh terapi hormon testoteron pada andropause B.4. Somatopause Somatopause adalah defisiensi Human Growth Hormone HGH dan Insuline Like Growth Hormone IGF-1. Somatopause adalah fase kemerosotan usia pertengahan didalam hidup manusia dimana terjadi pengurangan HGH, menyebabkan penurunan fungsi fisiologi yang jelas termasuk peningkatan lemak badan, kemerosotan daya tahan, warna kulit yang berbeda daripada sebelumnya, kemerosotan keinginan seksual, dan simptom-simptom lain yang lazim dikaitkan denga usia lanjut. Menjelang usia 70 hingga 80 tahun, pada asasnya seseorang itu akan kekurangan hormon pertumbuhan, mengakibatkannya mengalami SDS Sindrom Defisiensi Somatotropin Kepaniteraan Klinik Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Sasana Tresna Werdha Yayasan Karya Bhakti RIA Pembangunan, Cibubur Periode 6 April 2009 – 9 Mei 2009 175 Masalah Seksual Pada Lanjut usia Menfri Layanto, S. Ked 406080025 HGH biasanya dilepaskan semasa tidur dalam bentuk denyutan sebagai tindak balas terhadap isyarat positif, seperti tindakan faktor pelepasan hormon pertumbuhan GRF Growth Releasing Hormone dan isyarat negatif daripada hipotalamus. Apabila pituitari melepaskan hormon tersebut, HGH bergerak dari pituitari ke dalam aliran darah dan ia menduduki ruang penerima didalam setiap sel, khususnya sel hati, yang sebenarnya akan menggunakan kimia ini. Apabila HGH mengaktifkan ruang penerima di dalam hati, kimia yang dikenali IGF-1 dikeluarkan. HGH memperkuatkan kesan anabolik diseluruh tubuh melalui penghantar bersama IGF-1, membantu pertumbuhan jaringan, tulang rawan, dan otot-otot. Justru dengan menentukan kepekatan IGF-1 di dalam darah, kita boleh mengukur kadar rembesan HGH di dalam tubuh kita. Gejala-gejala lain yang dapat dijumpai pada somatopause yaitu:  Tampak menua dan kulit keriput  Pikun  Gairah seksual menurun  Tekanan darah dan kadar kolesterol meningkat  Penyembuhan luka amat lambat  Organ mengecil hati, ginjal, limpa  Tulang lemah  Berat badan naik  Sistem imunitas tubuh melemah Pencegahan dan pengobatan Somatopause : 1.Senam. Dilakukan secara rutin adalah penting untuk melewatkan penuaan. Untuk meningkatkan pelepasan HGH, program latihan ketat seperti angkat berat dan senam aerobik diperlukan. 2.Pil oral. Obat yang lazim digunakan adalah Levadopa, Hydergine, clonidine, dan dilantin yang bekerja untuk merangsang pelepasan HGH dan meningkatkan feed back-nya. Walaupun obat-obatan ini diluluskan oleh FDA yang mana keselamatan dan kegunaannya telah disahkan, nama tidak ada satupun telah diluluskan untuk tujuan meningkatkan kadar HGH.

IV. LANSIA WANITA DAN PERMASALAHAN SEKSUAL