9
absolute, tunggal, dan merajai keadaan. Dia itu semisal sebuah system pemanas kuno, yang memberikan panasnya tanpa melihat dan mempertimbangkan iklim emosional anak buah dan
lingkungannya. Sikap dan prinsip-prinsipnya sangat konservatifkuno ;ketat-kaku. Dengan keras dia
mempertahankan prinsip-prinsip business, efektivitas, efisiensi, dan hal-hal yang zakelijk. Maka authoritatif itu disebut sebagai ketat-kaku berorientasi pada struktur dan tugas-tugas.
Pemimpin mau bersikap baik terhadap bawahan, asal bawahan tadi bersedia patuh secara mutlak dan menyadari tempatnya sendiri-sendiri. Yang paling disukai ialah tipe pegawai dan
buruh hamba nan setia Seluruh informan memberikan tanggapan yang sama bahwa tipe otokratis ini tidak
dimiliki oleh camat yang ada di Tahuna.
5. Tipe Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap p orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak
berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri. Dia merupakan pemlmpin simbol dan biasanya
tidak memiliki keterampilan teknis. Sebab duduknya sebagai direktur atau pemimpin-ketua dewan, komandan, kepala- biasanya diperolehnya melalui penyogokan, suapan atau berkat
system nepotisme. Dia tidak mempunyai kewibawaan dan tidak bisa mengontrol anak buahnya. Tidak mampu
melaksanakan koordinasi kerja, dan tidak berdaya sama sekali menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Sehingga organisasi atau perusahaan yang dipimpinnya menjadi kacau-
balau, morat-marit, dan pada hakikatnya mirip satu firma tanpa kepala. Ringkasnya, pemimpin laissez faire itu pada hakikatnya bukanlah seorang pemimpln dalam
pengertian sebenarnya. Sebab bawahan dalam situasi kerja sedemikian itu sama sekali tidak terpimpin, tidak terkonrrol, tanpa disiplin, masing-masing orang bekerja semau sendiri
dengan irama dan tempo semau gue,,. Seperti halnya dengan tipe otokratis, jawabanpernyataan semua informan yang berkaitan
dengan tipe laissez faire ini juga tak nampak dalam gaya kepemimpinan camat Tahuna.
6. Tipe Populistis
Profesor Peter Worsley dalam bukunya The Third Worsley mendefinisikan kepemimpinan populistis sebagai kepemimpinan yang dapat membangunkan solidaritas
10
rakyat misalnya Soekarno dengan ideologi marhaenismenya-, yang menekankan masalah
kesatuan nasional, nasionalisme, dan sikap yang berhati-hati terhadap kolonialisme dan penindasan, penghisapan serta penguasaan oleh kekuatan-kekuatan asing luar negeri.
Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri
asing. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali nasionalisme. Dan oleh Profesor S.N Eisenstadt: populisme erat dikaitkan dengan modernitas tradisional.
Ketika diwawancarai mengenai tipe populis ini, JK seorang tokoh pemuda mengatakan: Jika menggunakan pendekatan nilai-nilai tradisional yang ada dalam masyarakat
Tahuna yang didominasi oleh penduduk asli setempat Sangihe maka hal ini masih terasa kental dengan perilaku dan pendekatan yang digunakan camat selama
kepemimpinannya. Camat masih menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional, misalnya dalam kegiatan-kegiatan atau lomba seni budaya yang melibatkan seluruh warga
masyarakat di tingkat kecamatan. Sedangkan informan lainnya memberikan jawaban yang identik dengan JK. Tapi ada juga
informan yang memberikan jawaban tidak tahu dan tidak mengerti.
7. Tipe Administratif atau Eksekutif