Makna Radikalisme Bagi Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya (Studi Fenomenologi Mengenai Makna Radikalisme Bagi Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya)

(1)

(Studi Fenomenologi Mengenai Makna Radikalisme Bagi Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya)

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh, EKO ADITIYA

NIM. 41808862

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G


(2)

(3)

x

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 8

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 11


(4)

xi

2.2.3 Tinjauan Tentang Makna Perspektif Teori Tindakan Sosial ... 22

2.2.4 Pengertian dan Ciri-ciri Radikalisme Agama ... 23

2.2.5 Sejarah dan Pemicu Munculnya Radikalisme Agama ... 28

2.3 Kerangka Pemikiran ... 35

2.3.1 Konstruksi Realitas Sosial ... 36

2.4 Model Kerangka Pemikiran ... 38

BAB III OBJEK PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 39

3.1.1 Profil Front Pembela Islam (FPI) ... 39

3.1.2 Perspektif Organisasi FPI ... 43

3.1.3 Visi dan Misi FPI ... 48

3.1.4 Aksi-aksi FPI ... 48

3.2 Metode Penelitian ... 62

3.2.1 Desain Penelitian ... 63

3.2.1.1 Fenomenologi ... 63

3.2.1.2 Konstruksi Makna dalam Fenomenologi ... 69

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 71

3.2.2.1 Studi Pustaka ... 71

3.2.2.2 Studi Lapangan ... 72

3.2.3 Subjek dan Informan Penelitian ... 74

3.2.3.1 Subjek Penelitian ... 74


(5)

xii

3.2.6.1 Lokasi Penelitian ... 81

3.2.6.2 Waktu Penelitian ... 81

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Informan ... 85

4.1.1 Informan Kunci ... 85

4.1.2 Informan Pendukung ... 90

4.2 Analisis Deskriptif Hasil Penelitian ... 91

4.2.1 Nilai-nilai Agama yang dipahami Anggota FPI ... 92

4.2.2 Motif Anggota FPI dalam Memaknai Radikalisme ... 108

4.2.3 Pengalaman Anggota FPI Selama Menjadi Anggota ... 116

4.2.4 Pemaknaan Radikalisme bagi Anggota FPI Bandung Raya .... 124

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 132

4.3.1 Nilai-nilai Agama yang dipahami Anggota FPI ... 135

4.3.2 Motif Anggota FPI dalam Memaknai Radikalisme ... 143

4.3.3 Pengalaman Anggota FPI Selama Menjadi Anggota ... 146

4.3.4 Pemaknaan Radikalisme bagi Anggota FPI Bandung Raya .... 147

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 152

5.2 Saran ... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 155

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 159 DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(6)

xiii

Tabel 3.2.3.2 Daftar Informan Pendukung ... 77 Tabel 3.2.6 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 82 Tabel 4.2 Kategori Pernyataan Informan ... 130


(7)

xiv

Gambar 3.2.1.2 Konstruksi Makna Dalam Fenomenologi ... 70

Gambar 3.2.4 Komponen-Komponen dalam analisis data kualitatif ... 78

Gambar 4.1.1.1 Informan Penelitian 1 ... 85

Gambar 4.1.1.2 Informan Penelitian 2 ... 86

Gambar 4.1.1.3 Informan Penelitian 3 ... 88

Gambar 4.1.1.4 Informan Penelitian 4 ... 89

Gambar 4.1.2.1 Informan Pendukung 1 ... 90


(8)

xv

Lampiran 2. Rekomendasi Pembimbing untuk Mengikuti Sidang Sarjana .... 161

Lampiran 3. Pengajuan Pendaftaran Sidang Sarjana ... 162

Lampiran 4. Berita Acara Bimbingan ... 163

Lampiran 5. Surat Keterangan Hak Eksklusif ... 164

Lampiran 6. Lembar Revisi Skripsi ... 165

Lampiran 7. Pedoman Wawancara ... 166

Lampiran 8. Pedoman Observasi ... 168

Lampiran 9. Transkrip Wawancara ... 169

Lampiran 10. Identitas Informan ... 192


(9)

vi

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rakhmat dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Salam dan shalawat tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Tugas ini berisi penelitian yang dilakukan selama enam bulan di Kota Bandung dengan judul “Makna Radikalisme Bagi Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya (Studi Fenomenologi Mengenai Makna Radikalisme Bagi Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya)”. Hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam penelitian telah dilewati sebagai suatu tantangan yang seharusnya dijalani, di samping sebagai pemenuhan kewajiban yang memang semestinya dilaksanakan.

Dalam penelitian ini, peneliti tidak sendirian, banyak pihak yang membantu hingga penelitian ini selesai, untuk itu pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Ayahanda dan Ibunda

tercinta yang selalu memberikan do’a dan restunya, kasih sayang, cinta, perhatian,


(10)

vii

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia atas segala dukungan khususnya dalam hal memberi izin dan mensahkan skripsi ini.

2. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom dan selaku dosen wali peneliti, atas ilmu, motivasi serta nasehat kepada peneliti.

3. Yth. Ibu Melly Maulin P S. Sos, M.si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom, atas ilmu, perhatian dan pengertian kepada peneliti.

4. Yth. Bapak Dr. Drs. H.M. Ali Syamsuddin Amin, S.Ag., M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu sabar menghadapi sikap anak bimbingannya, untuk motivasi, nasehat, waktu dan tempat yang selalu diluangkan dan diberikan untuk peneliti.

5. Yth. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom baik dalam lingkungan kampus yang sempat memberikan ilmu kepada peneliti sehingga penulis siap dengan tantangan baru nantinya.

6. Yth. Ibu Astri Ikawati A.Md, selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom, atas segala bantuan dan pengertiannya sebelum dan setelah proses penyelesaian skripsi berlangsung.


(11)

viii

8. Rekan-rekan diskusi dan berdialektik, Berry Arneldi, Fazar Setiawanur, Syaeful Bachrie, Tyar Gondrong, Budi Suprapto dan kepada semua rekan-rekan di Dulibs FC, terimakasih atas kebersamaannya.

9. Rekan-rekan di Lembah Tubagus Ismail, Ismiryana, Farhan, Valencia (Mega), Aulia Rahman (Abut), Welly KP, Teza Darmawan, Victor Supriatna dan yang lainnya terimakasih atas jasa-jasa baiknya yang selama ini diberikan kepada peneliti.

10.Rekan-rekan di FISIP Unikom, khususnya Jurnal 1 dan 2 angkatan 08, 09 dan 10 Terima kasih atas kebersamaannya selama ini serta rekan-rekan seperjuangan lainya, Rio Rahadian, Yudha Maulana, Vida Regina terima kasih atas kerja samanya selama ini dan teman-teman angkatan 08, 09, 10 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. semoga Allah membalas semua amal baiknya.

11.Teruntuk Sahabat terbaik, Gustav Bagaswara yang memberikan dorongan moril dan motivasi, menjadi tempat untuk menghilangkan rasa penat dan menjadi tempat curhat. Terimakasih atas dukungannya selama ini

12.Adik-adik di komunitas Squad Al-jabbar Sidik, Viqi, Iqbal, Adi, Aji, Yayang, Faisal, Budi dan yang lainnya yang selalu memberikan semangat kepada penulis.


(12)

ix kehiduapan yang baik.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih diperlukan penyempurnaan dari beberapa sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Oleh karena itu peneliti berharap dan berterima kasih atas segala saran dan kritik dari pembaca. Seta menerima saran dan kritik tersebut dengan hati terbuka. semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wabilahitaufik walhidayah,

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Bandung, Juli 2013 Peneliti

Eko Aditiya NIM 41808862


(13)

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU :

Aminudin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh Malang (YA3 Malang). Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro.

Surabaya. Insan Cendekia

Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Creswell, J.W. Pengantar oleh Supardi, Suparlan. 2002. Research Penelitian Qualitative & Quantitative Approaches (Desain Penelitian Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif). Jakarta : KIK Press.

Effendy, Onong Uchjana. 2000. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

_____________________ 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

_____________________ 2004. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Kriyantoro, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi. Bandung : Widya Padjajaran.


(14)

Laksmi. 2012. Interaksi, Interpretasi dan Makna. Bandung : Karya Putra Darwati. Little Jhon, Stephen W. Karen A. Foss. 2009. Theories of Human

Communication. Jakarta : Salemba Humanika.

Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

_______________ 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

_______________ 2004. Ilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. & Solatun. 2008. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Munir, M. dan Wahyu Ilahi. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta : Kencana.

Nitibaskara, Roni. 2001. Otoritas Penegakkan Hukum dan Peran Serta

Masyarakat”, Ketika Kejahatan Berdaulat. Jakarta: Peradaban.

Poloma, Margaret M. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Ruslan, Rosady. 2010. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Satori, Djaman. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.


(15)

Singh, Bilveer dan Abdul Munir Mulkan. 2012. Jejaring Radikalisme Islam di Indonesia. Yogyakarta : Jogja Bangkit Publisher.

Zen, Fathurin, Dr., SH., M.Si.,. 2012. Radikalisme Retoris. Jakarta : Bumen Pustaka Emas.

B. INTERNET :

1. http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/teknik-pengumpulan-data-dalam penelitian/

2. http://www.fpi.or.id/visimisi.asp

3. http://www.liputan6.com/news/read/160208/fpi-menyerbu-massa-aliansi-kebangsaan-14-terluka

4. http://www.tempo.co/read/news/2012/02/18/063384782/Aksi-Anarkistis-FPI-Terjadi-Lima-Provinsi

5. http://www.tempo.co/read/news/2012/02/14/07838396/Rentetan-Aksi-FPI-dari-Masa-ke-Masa

6. http://insistnet.com/index.php?option=com_content&task=view&id=131 7. (Afif, Muhammad. “Akar-akar Gerakan Islam Radikal”, dalam

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0103/24/0801.htm)

C. JURNAL ILMIAH

Azra. Azumardi. (2011).”AKAR RADIKALISME KEAGAMAAN (Peran Aparat Negara, Pemimpin Agama dan Guru untuk Kerukunan Umat Beragama)" Makalah pada Diskusi „Memperkuat Toleransi Melalui Sekolah‟ The Habibie Center, Hotel Aston, Bogor, 14 Mei 2011


(16)

Dady Hidayat, 2012. Gerakan Dakwah Salafi di Indonesia pada Era Reformasi. Jurnal Sosiologi Masyarakat. Vol. 17 No. 2:116-117.

Umdatul Hasanah. 2010. Hakikat Dakwah Dipandang dari Berbagai Aspek. Jurnal Adzikra. Vol 01. No. 01 (Januari-Juni)

The Wahid Institute. 2012. Ringkasan Eksekutif Laporan Akhir Tahun Kebebasan Beragama dan Intoleransi 2012. Jakarta : The Wahid Institute.

D. KARYA ILMIAH

Rosmadewi. 2012. Konstruksi Makna Roti Buaya dalam Adat Istiadat Masyarakat Betawi. Bandung : UNIKOM

Zahara, Din, (2009),”Aksi Front Pembela Islam Perspektif Hukum Islam”, Skripsi, Sarjana Fakultas Syari‟ah - Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta


(17)

11 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

1. Aksi Front Pembela Islam Persfektif Hukum Islam

Skripsi Rani Rosmadewi, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan normatif sebagian besar data dikumpulkan melalui studi pustaka, studi lapangan yaitu observasi dan wawancara. Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut :

Dakwah yang dilakukan oleh Front Pembela Islam secara umum adalah ajaran-ajaran Islam yang secara global dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal yaitu aqidah, ibadah (Syari'ah), dan akhlal. Ketiga materi disampaikan kepada obyek dakwah agar dapat diketahui, dipahami, dihayati, diikuti, kemudian diamalkan dalam kehidupan sesuai dengan ketentuan agama Islam. Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi yang berbasiskan massa memiliki sayap organisasi Laskar Pembela Islam (LPI), yaitu kelompok paramiliter dari organisasi tersebut yang kontroversial aksi-aksinya terhadap kegiatan-kegiatan yang dianggap maksiat atau bertentangan dengan syari'at Islam yang cenderung anarkis dan seringkali berujung pada kekerasan.


(18)

Tindakan anarkisme dan penghancuran tempat maksiat, argumen yang digunakan oleh Front Pembela Islam adalah karena membela dan mempertahankan agama adalah melakukan upaya untuk menjaga keberlangsungan pengamalan ajaran agama secara aman dan tenang dengan menjauhkan segala bentuk kerusakan yang membahayakan kemurnian agama.

Keputusan hukum tentang cara penyampaian dakwah dari persfektif yuridis dan normatif dalam konteks penafsiran hukum agama (Syari'ah) tidak terlepas dari kenyataan yang sesuai dengan zamannya. Munculnya perdebatan dengan dalil-dalil hala-haram bukan saja disebabkan oleh kecerobohan aparat pemerintah, tetapi karena substansi berbagai aturan itu sendiri, lingkungan, sosial, politik dan penjajahan serta sikap keagamaan, adat tradisi maupun pengaruh-pengaruh ortodoksi pemikiran beberapa cendekiawan Islam.

Yang paling mendasar dari kenyataan tersebut lebih disebabkan dari cara pandang yang berbeda dalam pengambilan hukum (istimbat) dari dalil-dalil sekunder yang berkenaan dengan bentuk dan wujud peraturan pemerintah. Sehingga dari penelitian ini dapat diketahui bagaimanakah perspektif hukum Islam mengenai alasan dan tujuan Front Pembela Islam dengan segala aktivitasnya ataupun cara-cara amr ma'ruf nahi munkar yang dilakukan oleh FrontPembela Islam.


(19)

2. Konstruksi Makna Budaya Merantau di Kalangan Mahasiswa Perantau

Skripsi Suci Marta (210110080200), 2012. Jurusan Ilmu Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran dengan Dr. Elvinaro Ardianto, M. Si sebagai pembimbing utama dan Evi Novianti, S. Sos., M. Si sebagai pembimbing pendamping. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

Subjek Penelitian ini adalah mahasiswa perantau asal daerah Minangkabau yang tergabung dalam Unit Pencinta Budaya Minangkabau yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan mahasiswa perantau tentang budaya merantau, untuk mengetahui motif mahasiswa perantau untuk merantau, dan untuk mengetahui pengalaman mahasiswa perantau selama merantau. Penelitian ini menggunakan jenis studi fenomenologis yang ditulis dalam tradisi kualitatif serta menggunakan teori konstruksi realitas sosial sebagai arahan penelitian.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemaknaan mahasiswa perantau tentang budaya merantau Minangkabau adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh orang Minangkabau secara turun temurun untuk keluar / pergi dari daeral asal ke daerah baru, baik oleh laki-laki maupun perempuan, sebagai bentuk pembuktian kemandirian diri dengan tujuan bekerja, berdagang, menuntut ilmu, dan memperbaiki tali silaturrahmi


(20)

dengan harapan mendapat kehidupan yang lebih baik, baik di daerah rantau maupun di daerah asal.

3. Konstruksi Makna Merek Eiger di Kalangan Konsumen Perempuan Anggota Komunitas Pelanggan Eiger di Bandung

Penelitian ini dilakukan oleh Avedriani Nuranti, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, pada tahun 2010. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologis dengan konstruktivisme dan teori interaksi simbolik sebagai arahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan anggota komunitas pelanggan Eiger secara memaknai merek Eiger sebagai aman, nyaman, efektif dan efisien, peduli lingkungan dan estetika. Mereka merasa dengan memakai Eiger mereka maskulin tangguh, dan seperti petualang sejati. Mereka juga telah memakai Eiger sebagai bagian dari gaya hidup mereka.

4. Konstruksi Makna Semedi pada Penganut Kepercayaan Kebatinan Penelitian ini dilakukan oleh Agung Prabowo, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, pada tahun 2010. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologis dengan teori konstruktivisme sebagai arahan. Hasil penelitian ini adalah terdapat makna semedi (Seni Memberdaya Diri) pada penganut kepercayaan kebatinan. Makna ini berada pada afirmasi yang diucapkan setiap individu melakukan semedi dan pada kekuatan pikiran setiap individu disana, artinya tingkah laku individu sebelum dan setelah semedi menyiratkan makna dalam


(21)

perbuatan mereka sehari-hari dalam berinteraksi dengan diri mereka sendiri maupun lingkungan sekitarnya.

Kesimpulan penelitian bahwa affirmasi semedi yang dilakukan oleh masyarakat khususnya berpengaruh pada aspek kognitif, afektif, dan konatif mereka. Gerakan yang dilakukan saat semedi pun memiliki makna yang tersirat aspek kognitif, afektif, dan konatif mereka. Ajaran yang disampaikan oleh guru spiritual sebagai pembimbing mereka dianggap dapat mempengaruhi aspek kognitif, afektif, dan konatif mereka.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Tinjauan tentang Konstruksi Realitas Sosial

Konstruksi sosial (Sosial Construction) merupakan sebuah teori sosiologi kontemporer yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Paloma (2000: 299) menyatakan :

Peter L. Berger dan Thomas Luckmann Menurut menyatakan, teori konstruksi sosial dimaksudkan sebagai satu kajian teoritis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan (“penalaran teoritis yang sistematis”), dan bukan sebagai suatu tinjauan historis mengenai perkembangan disiplin ilmu. Oleh karena itu, teori ini tidak memfokuskan pada hal-hal semacam tinjauan tokoh, pengaruh dan sejenisnya, tetapi lebih menekankan pada tindakan manusia sebagai aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Realitas sosial menurut Berger adalah eksis dan struktur dunia sosial bergantung pada manusia yang menjadi subyeknya. Berger memiliki kecenderungan untuk mencoba menggabungkan dua perspektif yang berbeda, yaitu perspektif fungsionalis dan interaksi simbolik, dengan mengatakan


(22)

bahwa realitas sosial secara objektif memang ada (perspektif fungsionalis), namun maknanya berasal dari, dan, oleh hubungan subjektif individu dengan dunia objektif (perspektif interaksionis simbolik). (Paloma, 2000:299)

Pandangan diatas sejalan dengan gagasan fenomenologi intersubyektif Schutz, karena mengisyaratkan adanya peran subyektif individu yang strategis dalam mengkonstruksi realitas. Posisi strategis individu seperti ini dipertegas kembali oleh Berger dan Luckmann dengan mengatakan bahwa individu merupakan produk dan sekaligus sebagai pencipta pranata sosial. Masyarakat diciptakan dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. (Dalam Paloma, 2000:308).

Sementara Bungin (2008: 82) menyatakan :

Realitas sosial itu “ada” dilihat dari subjektivitas “ada” itu sendiri dan dunia objektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya dilihat sebagai “kedirian”nya, namun juga dilihat dari mana “kedirian” itu berada, bagaimana ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya, serta bagaimana pula lingkungan menerimanya.

2.2.2 Tinjauan Tentang Konstruksi Makna A. Makna

1. Makna dari makna

Makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti arti, maksud pembicara atau penulis. Menurut A.M. Moefad, dalam Sobur (2003: 255) menyatakan “Pengertian mendefinisikan sebagai; “kemampuan total untuk mereaksi terhadap bentuk linguistik.”.


(23)

Makna dapat dibedakan antara makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah suatu kata yang mengarah pada sesuatu yang dimaksud oleh kata itu. Dengan kata lain, denotatif mengandung makna yang sebenarnya. Sedangkan makna konotatif adalah makna implisit atau kiasan.

Menurut Ogden dan Richard dalam Lawrence Kincaid menjelaskan bahwa Penguraian proses komunikasi, untuk sebagian mengandung unsur psikologi. Sementara ini psikologi sudah mencapai tahap tertentu, dimana tugas tersebut dimungkinkan pelaksanaannya dengan baik . Kini tidak ada lagi alasan untuk dapat berbicara secara samar-samar mengenai makna, begitu pula untuk tidak mengetahui cara-cara dengan mana kata-kata memperdayai kita.

Makna tidak hanya terbatas pada batas-batas konsep yang dapat diterapkan dalam suatu situasi. Makna yang diperoleh dari (atau dimiliki untuk) konsep suatu hal, sebenarnya lebih mendalam, lebih besar dari konsepnya sendiri.

Sedangkan menurut Brodbeck dalam Aubrey Fisher mengemukakan bahwa sebenarnya ada tiga pengertian tentang konsep makna yang berbeda-beda. Salah satu jenis makna menurut tipologi Brodbeck, adalah makna referensial, yakni makna suatu istilah adalah objek, pikiran, ide, atau konsep yang ditunjukkan oleh istilah itu.

Tipe makna yang kedua adalah arti istilah itu. Suatu istilah dapat saja memiliki referensi dalam pengertian yang pertama, yakni


(24)

mempunyai referen, tetapi karena ia tidak dihubungkan dengan berbagai konsep yang lain, ia tidak mempunyai arti.

Tipe makna yang ketiga mencakup makna yang dimaksudkan (intentional) dalam arti bahwa arti suatu istilah atau lambang tergantung pada apa yang dimaksudkan pemakai dengan arti lambang itu.

2. Makna dalam Komunikasi

Makna yang berkaitan dengan komunikasi pada hakikatnya merupakan fenomena sosial. Makna sebagai konsep komunikasi, mencakup lebih dari sekedar penafsiran atau pemahaman seorang individu saja. Makna selalu mencakup banyak pemahaman, aspek- aspek pemahaman yang secara bersama dimiliki para komunikator.

3. Makna menurut Perspektif Interaksionisme

Mead dalam Sobur (2003: 257) menyatakan bahwa

Perspektif interaksionisme menempatkan makna interaksional dalam apa yang ia namakan suatu percakapan isyarat (conversation of gestures dimana suatu isyarat (gesture) berarti tindakan yang bermakna secara potensial. Makna secara interaksional dimiliki bersama dengan proses empati melalui pengambilan peran yang aktif. Individu memainkan peranan yang lebih aktif, mencari makna menurut pandangan orang lain dan berbagi makna itu dengan orang lain.

B. Ruang Lingkup Makna

Upaya memahami „makna‟, sesungguhnya merupakan salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia. Konsep makna telah menarik berbagai macam disiplin ilmu, termasuk ilmu komunikasi. Itu


(25)

sebabnya, beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata „makna‟ ketika mereka merumuskan definisi komunikasi. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1994:6), misalnya, menyatakan, “ Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.” Demikian pula dengan yang diungkapkan oleh Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson (1979:3), “Komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna.”1

Brown dalam Sobur (2003 : 256) mendefinisikan makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa.

Yaomi dalam blognya menuliskan bahwa :

Para ahli mengakui istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat. Setiap kata memiliki makna masing-masing dimana setiap individu melakukan proses dalam memberikan makna terhadap suatu kata tersebut. Memberikan makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran, dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia : inderawinya, daya pikirnya dan akal budinya.

Model proses makna Wendell Johnson yang dikutip oleh Sobur (2003:258) menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antar manusia, yaitu:

a. Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita

1


(26)

komunikasikan. Tetapi kata-kata ini tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pula, makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan kita akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk mereproduksi, di benak pendengar, apa yang ada dalam benak kita. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah.

b. Makna berubah. Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang digunakan sejak 200-300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini terus berubah dan khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna.

c. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

d. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang timbul akibat penyingkatan yang berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan yang konkret dan dapat diamati. Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian dan perilaku dalam dunia nyata.

e. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata kata, suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu, kebanyakan kata mempunyai banyak makna.

f. Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian (event) bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan.

Setiap kata pada dasarnya bersifat konvensional dan tidak membawa maknanya sendiri secara langsung bagi pembaca atau pun pendengarnya. Lebih jauh lagi, orang yang berbicara membentuk pola-pola makna secara tidak sadar dalam kata-kata yang dikeluarkannya. Pola-pola makna ini secara luas memberikan gambaran tentang konteks hidup dan


(27)

sejarah orang tersebut. Sebuah kata bisa memiliki makna yang berbeda, tergantung pada pembicaranya. Bahkan meskipun benar juga bahwa makna dapat diturunkan dari konteks yang terdapat dalam sebuah kalimat, namun konteks juga bermacam-macam menurut zamannya. Istilah-istilah mempunyai makna ganda. Dasarnya adalah, tradisi dan kebudayaan setempat (Sumaryono, 1993:99)2

C. Kontruksi Makna

Konstruksi makna adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensors mereka untuk memberikan arti bagi lingkungan mereka..3

Ringkasnya kontruksi makna adalah proses produksi makna melalui bahasa, konsep kontruksi makna bisa berubah. Akan selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam posisi negosiasi yang disesuaikan dengan situasi yang baru. Ia adalah hasil praktek penandaan, praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu. (Juliastuti, 2000,)

2

Alex Sobur, 2003 : 250-251.

3


(28)

2.2.3 Tinjauan tentang Makna dari Persfektif Teori Tindakan Sosial Max Weber

Laksmi dalam bukunya Interaksi, Interpretasi dan Makna (2012: 125-128). Menyatakan :

Teori tindakan sosial Max Weber menunjukan bahwa tindakan sosial yang terjadi setiap hari selalu memiliki makna-makna. Dengan kata lain, berbagai makna senantiasa mengiringi tindakan sosial, dibalik tindakan sosial pasti ada berbagai makna yang “bersembunyi” atau “melekat”. Suatu tindakan dapat disebut tindakan sosial jika tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Ketika melakukan suatu tindakan, manusia menginterpretasikan keadaan disekitarnya dan memberi makna pada peristiwa yang mereka hadapi tersebut. Dengan makna tersebut manusia melakukan tindakan. Dengan demikian makna menjadi penting.

Makna sebagai dasar bertindak muncul dari tiga premis yang dikemukakan oleh Blummer, yaitu: pertama, manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang ada pada sesuatu tersebut, kedua, makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain. Ketiga, makna tersebut diciptakan, dipertahankan, diubah, dan disempurnakan melalui proses penafsiran ketika berhubungan dengan sesuatu yang dihadapinya. Semua manusia memiliki makna dan berusaha untuk hidup dalam suatu dunia yang bermakna.

Makna yang dilekatkan manusia pada realitas pada dasarnya bukan hanya dapat dipahami oleh dirinya sendiri, tetapi juga dapat dipahami oleh orang lain. Realitas sosial dipahami melalui makna yang muncul dari gejala-gejala yang dapat diobservasi.

Memahami makna dapat dilakukan dengan menggunakan metafora (Morgan, 1986). Metafora yang digolongkan sebagai bahasa kiasan, membantu kita untuk melihat sesuatu atau objek tertentu dengan lebih jelas, sebab kita sudah memiliki pengetahuan atas sesuatu yang dibuat perbandingannya tersebut sebelumnya.


(29)

2.2.4 Pengertian dan Ciri-ciri Radikalisme Agama

Adian Husaini (2012) pada halaman web insist menuliskan bahwa : „Radikalisme‟ berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”, artinya akar ; (radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian mengacu pada akar kata “akar” ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), radikal diartikan sebagai “secara menyeluruh”, “habis-habisan”, “amat keras menuntut perubahan”, dan “maju dalam berpikir atau bertindak”. Sedangkan “radikalisme”, diartikan sebagai: “paham atau aliran yang radikal dalam politik”, “paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara yang keras atau drastis”, “sikap ekstrim di suatu aliran politik”.4

Sementara Rubaidi menjelaskan :

Secara etimologi radikalisme merupakan serapan dari bahasa latin yaitu ”radix” yang artinya akar. Dalam bahasa Ingris radical dapat berarti ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner dan fundamental. Pada awalnya istilah radikalisme agama justeru diintrodusir dari tradisi Barat, terutama yaitu dikalangan keagamaan Kristen Protestan AS sekitar tahun 1910an. Dalam perkembanganya, seperti disampaikan oleh Roger Garaudy yang merupakan filosof dari Perancis menyatakan, bahwa radikalisme tidak hanya berkisar pada faham keagamaan, akan tetapi istilah tersebut telah menjelma dalam kehidupan sosial, politik dan budaya. Dengan demikian berarti, setiap ideologi atau pemikiran yang mempunyai dampak negatif (side effect) yang dapat membawa seseorang menjadi militan dan fanatik maka hal tersebut dapat dikategorikan kedalam radikalisme. (Dalam Rubaidi, 2010: 30-32)

4

http://insistnet.com/index.php?option=com_content&task=view&id=131 diakses tanggal 27 Maret 2013


(30)

Dengan demikian, cakupan dari istilah radikalisme ini tergantung dari mana kita melihat dan mengkajinya, yang dalam penelitian ini yaitu penulis mengetengahkan dan membatasi radikalisme dalam lingkup agama yang dalam hal ini yang dimaksud adalah agama Islam.

Pada hakekatnya faham radikalisme terhadap suatu agama adalah tidak merupakan suatu masalah yang menjadi momok dan menakutkan, selama masih dalam koridor pemikiran (ideologis) para pengikutnya. Akan tetapi ketika ideologi tersebut telah bergeser dan menjelma menjadi gerakan-gerakan yang menimbulkan keresahan, kekerasan dan masalah lain yang dapat mengganggu stabilitas masyarakat dan memporak-porandakan tatanan yang sudah ada, maka di sinilah radikalisasi agama yang timbul perlu mendapatkan perhatian bersama. Hal tersebut dikarenakan, fenomena-fenomena sebagaimana disebutkan akan dapat menyebabkan suatu konflik, dikarenakan perbedaan persepsi dan pemahaman terhadap nilai-nilai agama.

Bahkan pada level yang lebih tinggi dapat memunculkan kekerasan antara dua kelompok yang berbeda pemahaman tersebut. Bila kita analisa, diantara penyebab yang menyulut aksi radikalisme yang bernuansa agama adalah mulai persoalan domestik sampai persoalan internasional, yang memojokkan kelompok tertentu.

Dalam wilayah agama, konsepsi ajaran yang berbeda dengan kenyataan, seperti semakin menjamurnya tempat-tempat hiburan yang digunakan sebagai ajang maksiat, Kiai sebagai pemuka agama yang


(31)

mestinya dihormati akan tetapi malah sebaliknya, seperti pembantaian kiai di Poso pada 25 Desember 1998.

Dalam kasus di atas, aparat pemerintah sebagai pengayom seluruh elemen warganya juga malah terkesan lalai dan tidak konsisten di dalam menerapkan perundang-undangan yang telah disepakati bersama. Hadirnya organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan MUI yang tidak dapat merealisasikan nilai-nilai ”ideal” dan memecahkan masalah agama juga bisa menjadi penyebab munculnya radikalisasi agama yang ada. Di sisi lain tuntutan untuk menjalankan nilai-nilai agama harus mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lingkup internasional realitas politik standar ganda yang diterapkan oleh Amerika dan sekutunya juga turut memicu berkembangnya radikalisme agama saat ini.

Penyebutan radikal terhadap kelompok yang memiliki karakter dan pola umum sebagai sebuah gerakan yang menginginkan ditegakkanya syari‟at Islam secara terminologi sebagaimana disebutkan oleh Kallen setidaknya memiliki tiga karakteristik yaitu:5

Pertama, radikalisasi muncul sebagai respon yang berupa evaluasi, penolakan atau perlawana terhadap kondisi yang sedang berlangsung, baik itu berupa asumsi nilai sampai dengan lembaga agama atau negara. Kedua, radikalisasi selalu berupaya mengganti tatanan yang sudah ada dengan

5

Umi Sumbulah. 2010. Islam Radikal dan Pluralisme Agama : Studi Konstruksi Sosial Aktivis Hizb Al-tahrir dan Majlis Mujahidin di Malang tentang Agama Kristen dan Yahudi. Jakarta: Balitbang RI. Hal 42


(32)

sebuah tatanan baru yang disistematisir dan dikontruksi melalui world view (pandangan dunia) mereka sendiri. Ketiga, kuatnya keyakinan akan ideologi yang mereka tawarkan. Hal tersebut rentan memunculkan sikap emosional yang potensial melahirkan kekerasan.

Berdasarkan karakteristik sebagaimana disebutkan Kallen diatas, Islam radikal dapat didefinisikan yaitu sebagai suatu kelompok yang berupaya menjadikan Al-Qur‟an dan Hadits sebaga basic values (nilai dasar) dari segala aspek kehidupan.

Melihat epistemologi radikalisme seperti yang terdiskripsi diatas, Rubaidi yang mengadopsi istilah Martin E. Marty mensinyalir radikalisme agama memiliki ciri-ciri sebagai berikut:(Rubaidi. 2010;56-57)

Pertama, fundamentalisme, menurutnya hal ini dipahami sebagai gerakan perlawanan yang banyak kasus biasanya dilakukan secara radikal, yang demikian merupakan respon dari ancaman yang bisa membahayakan eksistensi dari suatu agama. Bentuk ancaman yang mereka sinyalir bisa mengganggu eksistensi agama mereka adalah seperti modernisasi, sekularisasi, serta tatanan nilai barat lainya. Adapun acuan yang digunakan mereka adalah bersumber dari kitab suci mereka.

Dengan demikian, gerakan perlawanan yang dilakukan para aktifis gerakan Islam fundamentalis sejatinya merupakan tindakan subjektif-individual, yang dibangun berdasarkan nilai-nilai kolektif yang berkembang dalam sebuah gerakan. Tindakan subjektif yang dimaksud dapat berupa


(33)

tindakan nyata yang diarahkan kepada pihak tertentu atau agama lain maupun tindakan yang bersifat membatin dan sangat subjektif, baik berupa pengetahuan, pemahaman, maupun persepsinya6.

Kedua, penolakan terhadap hermeneutika. Hal ini dapat dimaknai bahwa kaum radikal menolak terhadap sikap kritis teks agama dan segala bentuk interpretasinya. Teks-teks Al-Qur‟an hanya dimaknai apa adanya. Kitab suci dimaknai benar adanya tanpa mempertimbangkan rasionalitas (nalar) dan sabab nuzul ayat, sehingga dalam implementasinya mereka harus mengamalkan Al-Qur‟an secara literal, sesuai dengan apa yang tertera tanpa pertimbangan akal.

Ketiga, penolakan terhadap pluralisme dan relativisme. Bagi kaum radikal pluralisme merupakan pemahaman yang keliru terhadap teks-teks kitab suci. Intervensi nalar terhadap al-qur‟an dan perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama, serta pandangan yang tidak sejalan dengan kaum radikalis adalah potret dari bentuk relativisme keagamaan yang ada.

Keempat, penolakan terhadap perkembangan historis dan sosiologis. Perkembangan ini dinilai oleh kaum radikalis sebagai muara ketidak sesuaian dalam keberagamaan, mereka menilai bukan Al-Qur‟an yang harus mengikuti nalar, akan tetapi akal lah yang seharusnya tunduk dan patuh

6


(34)

terhadap semua nilai-nilai Al-Qur‟an dalam menginterpretasi nilai-nilai agama.

2.2.5 Sejarah dan Pemicu Munculnya Radikalisme Agama

Maraknya gerakan Islam radikal, yang oleh Rubaidi disebut dengan gerakan fundamentalisme Islam, di Indonesia sejatinya telah mengalami perkembangannya sejak tahun 1980-an. Hal tersebut ditandai dengan munculnya fenomena menguatnya religiusitas umat Islam. Ekspresi gerakan ini semakin terbuka, tidak seperti gerakan sempalan, yang oleh Bruinessen didefinisikan sebagai gerakan yang menyimpang atau memisahkan diri dari “ortodoksi” (penerapan ajaran murni) yang berlaku. Untuk memahami gejala radikalisme agama yang ada, menurut Umi Sumbulah setidaknya terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan, yaitu dari segi objektivitas dan subjektivitas.

Dari segi objektifitas, dapat kita pahami bahwa pemicu munculnya radikalisme agama adalah karena teks-teks agama memberikan legitimasi dan menganjurkan hal demikian. Dalam konteks ini jelas kita tahu bahwa dalam pandangan Islam agama agama selain daripada Islam seperti Kristen dan Yahudi adalah musuh. Asumsi demikian tentunya telah membuka cakrawala bagi para pengikutnya, bahwa dalam upaya berdakwah dan menyebarkan nilai-nilai agama, seolah-olah mereka diperkenankan menggunakan jalan kekerasan ataupun jalan lain seperti permusuhan. Padahal hal demikian adalah salah kaprah, hal tersebut dapat dicontohkan oleh Rosul dalam membagi golongan non-Islam kedalam dua bagian yaitu


(35)

golongan “harbi” yaitu golongan yang wajib diperangi, dikarenakan mereka melawan terhadap daulah islamiyah. Sedangkan disisi lain ada golongan yang dinamakan dengan kafir “dzimmi” yaitu golongan yang wajib dilindungi dikarenakan mereka taat dan mau membayar jizyah (pajak).

Dari segi subjektivitas, setiap individu sebagai subjek yang aktif telah mendefinisikan hidupnya dengan dunia luar, dan mengimplementasikan ajaran yang ia dapat dalam kehidupanya. Hal tersebut telah memberikan makna bahwa gejala radikalisme tidak hanya dipahami dari teks agama saja, akan tetapi juga harus dicermati dari dunia luar yang telah menjadi entitas yang turut mempengaruhi seseorang dalam menginternalisasikan agamanya7.

Dengan demikian, timbulnya radikalisme agama ternyata tidak hanya murni dari interpretasi ajaran agama saja, akan tetapi radikalisme agama juga bisa disebabkan oleh struktur sosial, ekonomi politik yang ada. Tidak dapat dipungkiri bahwa sikap fanatik, intoleran dan eksklusif ditengarai sebagai pemicu munculnya radikalisme agama. Ketika kita lacak akar pemicu munculnya faham radikal terhadap ajaran agama secara lebih umum dalam agama Islam, sikap-sikap tersebut sejatinya telah ditampakkan pertama kali oleh kaum Khawarij. Pada mulanya kelompok ini adalah merupakan pengikut dari Khalifah Ali bin Abi Thalib atau yang kita kenal dengan kelompok Syi‟ah.

7


(36)

Fenomena munculnya kaum Khawarij adalah berawal dari terjadinya perang Siffin, yaitu peperangan yang terjadi antara pasukan Khalifah Ali bin Abi Thalib melawan Muawiyah yang terjadi pada tahun ke-37 Hijriyah atau 648 Masehi. Ketika perang sedang berlangsung dan kelompok Ali hampir memenangkan peperangan, kemudian Muawiyah yang dikenal dengan orang yang cerdik menawarkan perundingan damai atau yang dikenal dengan istilah “Tahkim” sebagai jalan penyelesaian permusuhan. Ali yang dikenal dengan sosok yang arif kemudian menerima tawaran “tahkim” yang diajukan oleh Muawiyah. Akan tetapi di sisi lain, ternyata kesediaan Ali untuk menerima “tahkim” kepada pihak Muawiyah telah mengakibatkan 4000 pasukan pengikutnya memisahkan diri dan membentuk kelompok baru yang kemudian dikenal dengan nama Khawarij. Mereka menolak perundingan dan menginginkan permusuhan yang terjadi diantara mereka haruslah diselesaikan dengan kehendak Tuhan, bukan lewat perundingan.

Kaum Khawarij menganggap bahwa penyelesaian peperangan menggunakan perundingan adalah telah melawan kehendak Tuhan. Atas dasar inilah kemudian kaum Khawarij mengkafirkan (takfir) tarhadap kelompok Ali dan Muawiyah. Selain itu mereka juga menggangap kafir terhadap mayoritas kaum muslimin yang moderat dan menuduhnya sebagai pengecut.

Bagi kaum Khawarij, orang-orang yang ia anggap kafir sekalipun adalah orang Islam dianggapnya sebagai orang-orang yang halal darahnya, mereka boleh dibunuh dan dimusnahkan dari muka bumi ini. Atas dasar


(37)

itulah kaum Khawarij kemudian melakukan propaganda, kekerasan dan berbagai motif teror terhadap orang Islam yang tidak sependapat dengan mereka. Selain itu mereka juga memasukkan jihad sebagai rukun iman,59 Ali pun dibunuh oleh seorang Khawarij yang bernama Ibnu Muljam sewaktu beliau lagi solat subuh. Pada akhirnya pola pemikiran dan sikap keagamaan model Khawarij inilah yang kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh paham Wahabi di Arab Saudi yaitu mulai abad ke-12H atau ke-18M yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Lebih spesifik lagi radikalisme agama yang terjadi di Indoesia menurut Van Bruinesen yang ia sebut sebagai “Islam radikal” dapat dilacak pada munculnya Darul Islam (DI) dan partai berbagai macam partai politik seperti Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang ada di berbagai kota di Indonesia.

Darul Islam (DI) membangun fragmen kelompoknya dengan kekuatan militer. Beberapa pemberontakan pun terjadi diberbagai wilayah ditanah air, seperti di Sulawesi Selatan (Kahar Mudzakar), Kalimantan Selatan (Ibnu Hajar), Aceh (Daud Beureuh), dan di Jawa Barat (Kartosuwiryo). Dengan kekuatan ini, DI melancarkan pemberontakan kepada pemerintah Republik Indonesia secara terbuka, kendatipun kemudian dapat diberangus oleh rezim politik waktu itu. Sedangkan Masyumi membawa gagasan Islam dalam kerangka kenegaraan di parlemen dan sejarah mencatatnya berhasil menduduki peringkat kedua pada pemilu tahun 1955. Di Indonesia awal mula munculnya Islam sebagai kekuatan


(38)

politik adalah merupakan transformasi dari kekuatan ekonomi umat yang ditujukan untuk melawan hegemoni ekonomi China dan colonial dipasar lokal. Konteks kemunculan Sarekat Islam (SI) bermula dari H. Samanhudi, yang mempersatukan kepentingan ekonomi umat Islam ke dalam satu wadah, yang akhirnya bertransformasi menjadi satu partai politik. Awal kemunculan Sarekat Islam bermula dari inisiatif dari pedagang-pedagang muslim untuk melindungi kepentingan dagang mereka dari ekspansi China. Pada perkembangan berkutnya SI pasca Tcokroaminoto terfragmentasi menjadi SI-Merah yang kemudian menjelma menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).8

Dari berbagai fenomena yang melatar belakangi munculnya radikalisme agama di Indonesia, dapat diketahui bahwasanya sejarah umat Islam di Indonesia terjadi akibat pergolakan kepentingan-kepentingan mereka yang “termarjinalkan”. Hal tersebut dapat terlihat pada rezim Orde Baru yang mengambil alih peran sebagai pemilik sumber daya dan secara represif telah melakukan subordinasi kepada kelompok-kelompok yang berpotensi menjadi oposisi terhadap sentralisme peranan negara.

Kemunculan gerakan-gerakan Islam yang dinilai “radikal” pada era Orde Baru, melalui perangkat-perangkat birokrasinya mulai dari aparat sipil sampai militer telah mentransformasikan diri menjadi rezim otoritarian dengan cara menindas kekuatan-kekuatan yang berpotensi menjadi oposisi.

8

Ahmad Rizky, dalam jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vo. 14 (Yogyakarta: Fisip UGM. 2010 hal 173)


(39)

Seperti ideologi komunisme dijadikan sebagai ideologi terlarang, sedangkan nasionalisme yang merupakan ideologi terkuat pasca tahun 1955, dipersempit ruang geraknya dengan cara membungkam hak politik tokoh-tokohnya. Kemudian untuk melakukan subordinasi terhadap kekuatan Islam inilah maka lahir diskursus dengan apa yang dinamakan dengan “Islam Radikal”. Pada rezim Orde Baru kasus yang pertama kali mencuat yaitu Komando Jihad yaitu tepatnya pada pembajakan pesawat Woyla, dan inilah yang disinyalir sebagai aksi terorisme pertama kali yang ada di Indonesia.9

Jika kita lihat dengan kacamata ekonomi dan politik, seting Orde Baru yang berkarakter sangat kuat, dengan ideology developmentalisnya telah mengakibatkan kelompok kelas pekerja yang miskin merasa termarjinalkan oleh rezim tersebut dan kemudian muncul ke permukaan untuk melakukan perlawanan. Situasi marjinal seperti ini telah mengakibatkan mereka menjadi radikal dengan keyakinan agama Islam yang dianutnya. Akan tetapi jumlah ini tidak seberapa dibanding dengan kelompok kelas menengah yang terlempar dari lingkaran kekuasaan, dikarenakan mereka memiliki idealism yang berbasis agama yang cukup kuat.

Dengan hal tersebut, kelompok sebagaimana disebutkan kemudian mengordinasisasikan diri kedalam gerakan sosial dan bergabung dengan kelompok lain dengan menggunakan Islam sebagai landasan dalam

9


(40)

berjuang. Adapun tujuanya yaitu menggulingkan dan menghancurkan tirani rezim politik yang telah membuat mereka termarjinalkan.

Menurut Dr. Vedi R Hadiz aksi terorisme yang merupakan dampak dari adanya radikalisme agama diberbagai lini kehidupan merupakan wujud perlawanan kelas yang termarjinalkan oleh oligarki kelas pemilik modal (borjuasi) dan modal. Subordinasi atas kelas marjinal dalam kasus yang terjadi di Indonesia yang dalam hal ini adalah gerakan politik Islam telah membawa kesadaran kelas untuk merebut kembali peran Negara yang telah dianggap gagal dalam mewujudkan kesejahteraan terhadap rakyatnya.

Dari berbagai fenomena yang melatar belakangi terbentuknya radikalisme agama seperti tersebut diatas, penulis menggaris bawahi bahwa sejatinya keberadaan apa yang kita sebut sebagai Islam radikal yang ada di Indonesia adalah berbeda dengan apa yang terjadi di Timur Tengah, dengan kata lain keterkaitan itu hanya dalam kapasitas kesamaan visi dan persepsi mengenai perubahan sosial dalam kerangka hukum politik Islam. Dengan kata lain kemunculan Islam radikal tidak lagi dipahami dengan Wahabisme atau Islam Transnasional, akan tetapi Islam radikal tidak lebih dari sekedar symbol ketidak percayaan terhadap rezim otoriter yang berkuasa yang telah membungkam suara rakyat.


(41)

2.3 Kerangka Pemikiran

Teori adalah suatu pernyataan mengenai apa yang terjadi terhadap suatu fenomena yang ingin kita pahami. Teori yang berguna adalah teori yang memberikan pencerahan, serta pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena yang ada di hadapan kita. Akan tetapi perlu dijelaskan sebagai suatu arahan atau pedoman penulis untuk dapat mengungkap fenomena agar lebih terfokus. Sekumpulan teori ini dikembangkan sejalan dengan penelitian itu berlangsung. Hal tersebut didasarkan pada suatu tradisi bahwa fokus atau masalah penelitian diharapkan berkembang sesuai dengan kenyataan di lapangan. Penelitian kualitatif mementingkan perspektif emik, dan bergerak dari fakta, informasi atau peristiwa menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi (apakah itu konsep ataukah teori) serta bukan sebaliknya dari teori atau konsep ke data atau informasi.

Empat fungsi teori :

1. Menjelaskan atau memberi tafsir baru terhadap fenomena atau data.

2. Memprediksi sesuatu berdasarkan pengamatan. 3. Menghubungkan satu studi dengan studi lainnya.

4. Menyediakan kerangka yang lebih terarah dari temuan dan pengamatan bagi kita dan orang lain.


(42)

Adapun paradigma dan teori yang memberi arahan untuk dapat menjelaskan makna radikalisme adalahsebagai berikut : fenomenologi dan kostruksi realitas sosial.

2.3.1 Konstruksi Realitas Sosial

Konstruksi sosial (sosial construction) merupakan sebuah teori sosiologi kontemporer yang dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Menurut Berger, realitas sosial eksis dengan sendirinya dan struktur dunia sosial bergantung pada manusia yang menjadi subjeknya (Kuswarno, 2009:111).

Sebagaimana yang telah dituangkan dalam buku karangan Engkus Kuswarno yang berjudul Metode Penelitian Komunikasi: Fenomenologi, menyebutkan bahwa Thomas Luckmann beserta Berger menuangkan pikiran tentang konstruksi sosial dalam bukunya yang berjudul The Sosial Construction of Reality. Berger dan Luckmann dalam buku tersebut menyebutkan bahwa seseorang hidup dalam kehidupannya mengembangkan suatu perilaku yang repetitif, yang mereka sebut dengan kebiasaan (habits).

Kebiasaan ini memungkinkan seseorang mengatasi suatu situasi secara otomatis. Kebiasaan seseorang ini juga berguna untuk orang lain. Dalam dituasi komunikasi interpersonal, para partisipan saling mengamati dan merespon kebiasaan orang lain, dengan demikian para partisipan saling mengamati dan merespon kebiasaan orang lain tersebut. Dengan


(43)

kebiasaan tersebut, seseorang dapat membangun komunikasi dengan orang lain yang disesuaikan dengan tipe-tipe seseorang, yang disebut dengan pengkhasan (typication) (Dalam Kuswarno, 2009:112).

Dalam teori konstruksi sosial Menurut Berger, realitas sosial eksis dengan sendirinya dan struktur dunia sosial bergantung pada manusia yang menjadi subjeknya. Dalam hal ini, radikalisme tindakan dan retoris adalah suatu keadaan yang timbul akibat ketidakpuasan kelompok FPI terhadap berjalannya hukum dan sistem di Negara republik Indonesia ini .

Berger memiliki kecenderungan untuk menggabungkan dua perspektif yang berbeda, yaitu perspektif fungsionalis dan interaksi simbolik, dengan mengatakan bahwa realitas sosial secara objektif memang ada (perspektif fungsionalis), namun maknanya berasal dari dan oleh hubungan subjektif individu dengan dunia objektif (perspektif interaksionis simbolik) (Poloma dalam Kuswarno, 2000:299)

Berdasarkan pemaparan di atas, fenomena radikalisme FPI Bandung raya dapat dijelaskan dengan perspektif teori konstruksi realitas secara sosial. Mengetahui dan mengerti bagaimana proses radikalisme anggota FPI Bandung Raya, juga realitas sosial anggota FPI Bandung Raya dengan lingkungan eksternalnya.


(44)

2.4 Model Alur Kerangka Pemikiran


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. FPI mempunyai pandangan yang meletakkan nilai-nilai keislaman sebagai motivasi utama dalam hal melakukan aktivitas, termasuk dalam hal melakukan dakwah amar ma’ruf nahyi munkar. Nilai-nilai keislaman yang dipahami oleh anggota FPI merupakan nilai-nilai yang bersumber dari

Al-Qur’an dan hadits nabi Muhammad SAW.

2. Motif anggota FPI untuk bergabung dengan FPI dapat dikategorikan

menjadi ‘motif untuk’ dan ‘motif karena’. Motif seseorang dapat

menggambarkan bagaimana ia akan berperilaku selama menjadi anggota. Motif juga menentukan apa yang akan dicari dan apa yang akan didapat selama menjadi anggota. Motif membuat seorang anggota FPI selalu ingat tujuannya untuk bergabung dengan FPI. Dengan adanya motif, setiap anggota FPI dapat mencapai tujuan dengan jelas. Motif seseorang bergabung dengan organisasi massa FPI adalah karena didorong oleh keinginan untuk meraih surga dan menghindarkan diri dari azab atau siksa neraka, motivasi ini akan mendorong seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan jiwanya, karena keinginan untuk melaksanakan ibadah dan


(46)

mendekatkan diri kepada Allah, karena didorong oleh keinginan untuk ikut terlibat dalam membela agama islam yang mereka yakini, keinginan ini

bisa dibuktikan dengan terlibatnya mereka dalam amar ma’ruf nahyi

munkar, karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keridhoan Allah agar mendapatkan pertolongan Allah dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

3. Pengalaman anggota FPI juga dapat dibedakan menjadi pengalaman positif dan pengalaman negatif. Setiap pegalaman (baik positif maupun negatif) yang di dapatkan oleh anggota FPI selama bergabung dengan FPI, hendaknya dapat membawa dampak positif bagi kehidupan seorang anggota.

4. Makna radikalisme bagi anggota FPI Bandung Raya adalah merupakan bentuk menegakkan dan membela agama Allah. Islam yang mereka yakini adalah islam yang sempurna, baik dan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Anggota FPI akan membela islam jika terdapat ancaman dari siapapun, dan bahkan rela mengorbankan nyawa demi membela agama yang mereka yakini.

5.2 Saran

Dalam penelitian yang dilakukan ini, Peneliti memberikan saran-saran yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:


(47)

A. Saran untuk Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya

1. Sebagai organisasi masa Islam, diharapkan setiap anggota FPI benar-benar memahami nilai-nilai keislaman secara utuh serta menjalankan

syari’at islam secara terlebih dahulu, sebelum mendakwahkannya

kepada orang lain.

2. Perlu diadakannya kaderisasi bagi anggota FPI Bandung Raya, hal ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai agama bagi anggota FPI B. Saran untuk peneliti selanjutnya

1. Pada penelitian ini sebaiknya peneliti lebih mempersiapkan waktu yang panjang, karena mengingat kondisi di lapangan tidak selamanya sama seperti yang diperkirakan, sehingga perlu mengatur waktu dalam mengerjakan bab-bab sebelumnya yakni 1, 2 dan 3 agar ada waktu yang cukup lama untuk mengadakan penelitian di lapangan dengan lebih teliti lagi.

2. Gunakan waktu semaksimal mungkin untuk pengolahan data serta pembahasannya karena meskipun data sudah terkumpul kita masih memerlukan waktu, dalam pengkajian pustaka untuk membandingkan dengan teori-teori sudah ada, dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang mengkaji kajian yang sama, agar dapat menyesuaikannya.

3. Untuk yang mengambil penelitian yang sama, yakni tentang keislaman harus lebih mendalami tentang penelitian yang diambil dan dalam mencari data, teori, studi pustaka harus sesuai dengan penelitian yang diambil dan lebih lengkap.


(48)

DATA PRIBADI

Nama : Eko Aditiya

Nama Panggilan : Eko

Tempat, Tanggal Lahir : Karawang, 19 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Telepon : 0838-2122-3857

Status : Belum Menikah

Nama Ayah : Marhasim

Pekerjaan : Swasta

Nama Ibu : Hj. Siti Latifah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat Orangtua : Jl. Bojongsari-Tirtamulya No. 22, Karawang


(49)

No. Tahun Uraian Keterangan

1 2008 - 2013 Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia Bandung

Berijazah

2 2005 – 2008 SMA PGRI Cikampek Berijazah 3 2002 - 2005 SMP Negeri 2 Tirtamulya Berijazah 4 1996 – 2002 SD Negeri Pasirtanjung III Berijazah

PELATIHAN DAN SEMINAR

No Tahun Uraian Keterangan

1 2010 Table Manner Course Banana-Inn Hotel & Spa

Bersertifikat 2 2010 Seminar Budaya Preunership “Mengangkat

Budaya Bangsa Melalui Jiwa Enterpreunership” yang diadakan oleh Pusat Inkubator Bisnis Mahasiswa Unikom

Bersertifikat

3 2011 Study Tour Media Massa Bersertifikat

4 2012 Talkshow “kreatif Menulis, Rejeki Tak

Akan Habis” Bersama Raditya Dika Bersertifikat 5 2012 Seminar “Ocean Science for Indonesia

Future” Poseidon ITB Bersertifikat 6 2012 One Day Workshop Great Managing Event

“Event Management” Bersertifikat

PENGALAMAN KERJA

No. Tahun Uraian Keterangan

1 2012 PAUD Al-Hikmah Pengajar

2 2012 Praktek Kerja

Lapangan di Harian Umum Bandung Ekspres


(50)

(Studi Fenomenologi Mengenai Makna Radikalisme

Bagi Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

2013

Oleh,

Eko Aditiya

41808862


(51)

RADIKALISME FPI

Aksi FPI Yang dianggap

Radikal

Pemberitaan Media

Penelitian Lembaga Lain

Nilai

Motif

Pengalaman


(52)

Bagaimana Makna Radikalisme Bagi Front Pembela

Islam (FPI) Bandung Raya”

1. Bagaimana Nilai-nilai agama yang dipahami oleh anggota FPI Bandung Raya ?

2. Bagaimana Motif anggota FPI Bandung dalam memaknai radikalisme ?

3. Bagaimana Pengalaman anggota FPI Bandung Raya selama menjadi anggota ?

4. Bagaimana pemaknaan radikalisme bagi anggota FPI Bandung Raya

Pertanyaan Makro


(53)

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jelas tentang

Makna Radikalisme Bagi FPI Bandung Raya.

1. Untuk Mengetahui Nilai-nilai Agama yang Dipahami oleh Anggota

Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya.

2. Untuk Mengetahui Motif Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya

dalam Memaknai Radikalisme.

3. Untuk Mengetahui Pengalaman bagi Anggota Front Pembela Islam

(FPI) Bandung Raya.

4. Untuk mengetahui Makna Radikalisme bagi Anggota Front Pembela

Islam (FPI) Bandung Raya.

MAKSUD


(54)

TEORITIS

PRAKTIS

Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan berguna

bagi pengembangan pengetahuan tentang teori komunikasi terutama

mengenai Konstruksi Makna dari tindakan sosial yang dilakukan oleh

seseorang atau anggota suatu kelompok sosial.

Bagi Peneliti

Bagi Universitas


(55)

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif

dengan pendekatan Fenomenologi

Mulyana menyebutkan pendekatan fenomenologi termasuk pada pendekatan

subjektif atau interpretif (Mulyana, 2001:59). Lebih lanjut Maurice Natanson

mengatakan bahwa istilah fenomenologi dapat digunakan sebagai istilah

generik

untuk

merujuk

kepada

semua

pandangan

ilmu

sosial

yang

menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifitasnya sebagai fokus

untuk memahami tindakan sosial ( Mulyana, 2001: 20-21).

Fenomenologi yang digunakan dalam penelitian ini dalam perspektif Alfred

Schutz yang lebih menekankan pada pentingnya intersubjektivitas. Inti dari

fenomenologi Schutz adalah memandang bahwa pemahaman atas tindakan,

ucapan, dan interaksi merupakan prasyarat bagi eksistensi sosial apapun

(Mulyana, 2001:62).

Schutz (dalam Cresswell, 1998:53) menjelaskan bahwa,

Fenomenologi mengkaji bagaimana anggota masyarakat menggambarkan

dunia sehari-harinya, terutama bagaimana individu dengan kesadarannya

membangun makna dari hasil interaksi dengan individu lainnya.


(56)

Studi Pustaka

Studi Lapangan

Wawancara

Observasi

Dokumentasi

T

E

K

N

I

K

mencari data atau informasi riset melalui

membaca jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan

bahan-baham

publikasi

yang

tersedia

di

perpustakaan

. (Ruslan, 2010:31)


(57)

TEKNIK PURPOSIVE SAMPLING

Persoalan

utama

dalam

teknik

purposive

sampling

dalam

menentukan kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan

penelitian. Beberapa riset kualitatif sering menggunakan teknik ini

dalam

penelitian

observasi

eksploratoris

atau

wawancara

mendalam. Biasanya teknik ini dipilih untuk penelitian yang lebih

mengutamakan kedalaman data dari pada untuk tujuan representatif

yang dapat digeneralisasikan


(58)

INFORMAN PENDUKUNG

No

Nama

Usia

Keterangan

1

Yayan Nurahmat

49 tahun

DKM Al-Mubarokah, Jl. Bojongkoneng

1 Informan 1 50 Tahun

Dewan Syuro FPI Kota Bandung)

2 Informan 2 33 Tahun Sekretaris DPW FPI Bandung Raya

3 Informan 3 35 Tahun Anggota FPI Bandung Raya


(59)

Pada penelitian ini, peneliti melakukan observasi di kota

Bandung dan menyesuaikan tempat berdasarkan keberadaan

informan penelitian

Penelitian ini berlangsung dan dilaksanakan oleh peneliti

dengan menggunakan kurun waktu penelitian selama 7 (tujuh)

bulan Analisis terhitung mulai bulan Februari 2013 sampai

Agustus 2013,

Lokasi Penelitian


(60)

Nilai-nilai keislaman yang dianut oleh FPI diklaim bersumber pada Al-

Qur’an

dan Hadits. Organisasi

FPI mempunyai pandangan yang meletakkan nilai-nilai keislaman sebagai motivasi utama dalam

hal melakukan aktivitas, termasuk dalam hal melakukan dakwah

amar

ma’ruf

nahyi munkar

. Dalam

tindakan FPI, dilakukan beberapa banyak prosedur untuk melaksanakan aksi

amar ma'ruf nahyi

munkar

. Dalam melakukan tindakan merupakan suatu pilihan akhir, tetapi prosedur itu jarang sekali

disosialisasikan kepada anggota, sehingga menyebabkan kekurangmampuan anggota FPI untuk

memahami maupun melaksanakan segala prosedur yang telah ditetapkan oleh FPI Pusat. Perintah

dakwah

amar ma'ruf nahyi munkar

merupakan salah satu nilai yang diyakini oleh FPI, yaitu

bersumber langsung dari al-Qur'an pada surat Ali-Imron ayat 104 yang artinya,

“Dan

hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh

kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung

”.

(QS. Ali-Imron : 104)

Front Pembela Islam (FPI) dalam melakukan dakwah

amar

ma’ruf

nahyi mungkar-

nya mempunyai

cara yang berbeda dibandingkan organisasi-organisasi keagamaan yang lainnya, mereka lebih

menyukai cara-cara langsung yang nyata dalam memberantas kemaksiatan dan kemunkaran di

Indonesia, misal saja penghancuran tempat-tempat hiburan yang dianggap sebagai tempat maksiat.


(61)

Dalam melakukan

amar

ma’ruf

nahyi munkar

, FPI seringkali menggunakan cara-cara kekerasan

misalnya pengrusakan tempat-tempat perjudian, tempat-tempat yang menjual minuman keras,

yang mereka anggap melanggar

syari’at

Islam. Dalam hal ini FPI mengklaim bahwa perbuatannya

berdasarkan nilai-nilai keislaman yang mereka pahami serta mendapat legalitas dari Tuhan, yang

mana mereka menggunakan dalil-dalil ayat Al-

Qur’an

atau hadits nabi Muhammad sebagai

landasannya.

Pemahaman agama yang cenderung sempit, membuat mereka menafsirkan ayat-ayat tertentu

sebagai alasan mereka untuk melakukan kekerasan. Hal ini diketahui bahwa mayoritas informan

menyatakan bolehnya seseorang menggunakan kekerasan dalam kondisi dan situasi tertentu, ayat

yang mereka gunakan sebagai dalil, yaitu QS. At-Taubah ayat 5 dan QS. Muhammad ayat 4

͞

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu,

Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu

dimana saja kamu jumpai mereka

, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan

intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan

menunaikan

zakat,

Maka

berilah

kebebasan

kepada

mereka

untuk

berjalan.


(62)

2. Motif

Motif anggota FPI untuk bergabung dengan FPI dapat dibedakan menjadi motif

untuk

dan motif

karena

. Motif seseorang dapat menggambarkan bagaimana ia

akan berperilaku selama menjadi anggota. Motif juga menentukan apa yang akan

dicari dan apa yang akan didapat selama menjadi anggota. Motif membuat

seorang anggota FPI selalu ingat tujuannya untuk bergabung dengan FPI.

Dengan adanya motif, setiap anggota FPI dapat mencapai tujuan dengan jelas.

Dengan demikian berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para

informan, peneliti mendapatkan pernyataan yang kesemuannya serupa. Mereka

menyatakan FPI sebagai organisasi massa yang memiliki visi dan misi jelas,

menegakkan

amar

ma’ruf

nahyi munkar

. Hal demikian menjadikan alasan mereka

bergabung dengan FPI. Mereka merasa mendapat panggilan jiwa untuk

menegakkan

amar

ma’ruf

nahyi munkar

, dan tujuan itu ditemukan pada

organisasi massa Islam FPI.

Membela dan mempertahankan agama adalah melakukan upaya untuk menjaga

keberlangsungan pengamalan ajaran agama secara aman dan tenang dengan

menjauhkan segala bentuk kerusakan yang membahayakan kemurnian agama.


(63)

Secara umum motif anggota FPI dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Karena

didorong

oleh

keinginan

untuk

meraih

surga

dan

menghindarkan diri dari azab atau siksa neraka, motivasi ini akan

mendorong seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan jiwanya

2. Karena keinginan untuk melaksanakan ibadah dan mendekatkan diri

kepada Allah

3. Karena didorong oleh keinginan untuk ikut terlibat dalam membela

agama islam yang mereka yakini, keinginan ini bisa dibuktikan dengan

terlibatnya mereka dalam

amar

ma’ruf

nahyi munkar

4. Karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keridhoan Allah

agar mendapatkan pertolongan Allah dan kebahagiaan hidup di dunia

dan akhirat.


(64)

3. Pengalaman

Pengalaman anggota FPI yang dialamiya pada saat tertentu atau berbagai pengalaman

yang dialaminya selama bergabung dengan FPI, dan juga pengalaman yang berasal dari

orang lain. Ketika anggota FPI berinteraksi dengan orang lain, ia bukan hanya

menginterpretasikan

pengalamannya

pribadi,

tetapi

ia

juga

menginterpretasikan

pengalaman orang lain yang dilihat atau diceritakan kepadanya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, peneliti dapat mengeneralisir atas

ditemukannya beberapa pengalaman baik dialami langsung oleh informan maupun interaksi

informan dengan anggota FPI yang lain, yaitu pelanggaran terhadap nilai-nilai akhlak, yang

hal tersebut berhubungan dengan hubungan seseorang dengan anggota FPI lainnya,

maupun dengan orang di luar FPI. Pengalaman ini dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu

pengalaman positif dan pengalaman negatif.

Pada umumnya, informan menyatakan pengalaman positifnya selama bergabung dengan

FPI. Hal ini karena kesan yang ditimbulkan selama menjadi anggota FPI sangat baik,

mereka menyatakan rasa syukur atas bergabungnya dengan FPI. Ikut terlibat dalam proses

dakwah amar

ma‟ruf

nahyi munkar merupakan suatu kebanggaan bagi mereka, yaitu

mengamalkan perintah-perintah Allah yang mereka pahami.


(65)

4. Pemaknaan

FPI adalah ormas Islam yang saat ini sangat dikenal di kalangan masyarakat

Indonesia. FPI di kenal sebagai ormas Islam yang radikal dan anarkis, hal

tersebut dikarenakan aksi-aksi FPI yang menggunakan cara-cara kekerasan

dalam setiap melakukan sweeping atau razia tempat-tempat yang dianggap oleh

mereka bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.

Mereka menganggap bahwa Islam adalah agama yang harus dibela. Organisasi

ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat

dalam menegakkan

Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar

di dalam setiap aspek

kehidupan.

Radikalisme dimaknai sebagai proses menegakkan dan membela agama Allah.

Islam yang mereka yakini adalah islam yang sempurna, baik dan membawa

kebahagiaan dunia dan akhirat. Pada titik ini anggota FPI akan membelanya jika

terdapat ancaman dari siapapun, dan bahkan rela mengorbankan nyawa demi

membela agama yang mereka yakini.


(66)

1. FPI mempunyai pandangan yang meletakkan nilai-nilai keislaman sebagai

motivasi utama dalam hal melakukan aktivitas, termasuk dalam hal melakukan

dakwah

amar

ma’ruf

nahyi munkar

. Nilai-nilai keislaman yang dipahami oleh

anggota FPI merupakan nilai-nilai yang bersumber dari Al-

Qur‟an

dan hadits

nabi Muhammad SAW.

2. Motif anggota FPI untuk bergabung dengan FPI dapat ditipikasi menjadi

„motif

untuk

dan

„motif

karena

. Motif seseorang dapat menggambarkan bagaimana ia

akan berperilaku selama menjadi anggota. Motif juga menentukan apa yang

akan dicari dan apa yang akan didapat selama menjadi anggota. Motif membuat

seorang anggota FPI selalu ingat tujuannya untuk bergabung dengan FPI.

Dengan adanya motif, setiap anggota FPI dapat mencapai tujuan dengan jelas.

Motif seseorang bergabung dengan organisasi massa FPI adalah karena

didorong oleh keinginan untuk meraih surga dan menghindarkan diri dari azab

atau siksa neraka, motivasi ini akan mendorong seseorang untuk mendapatkan

kebahagiaan jiwanya, karena keinginan untuk melaksanakan ibadah dan

mendekatkan diri kepada Allah, karena didorong oleh keinginan untuk ikut

terlibat dalam membela agama islam yang mereka yakini, keinginan ini bisa

dibuktikan dengan terlibatnya mereka dalam amar

ma‟ruf

nahyi munkar, karena

didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keridhoan Allah agar mendapatkan

pertolongan Allah dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.


(67)

3.

Pengalaman anggota FPI juga dapat ditipikasi menjadi pengalaman positif

dan pengalaman negatif. Setiap pegalaman (baik positif maupun negatif)

yang di dapatkan oleh anggota FPI selama bergabung dengan FPI,

hendaknya dapat membawa dampak positif bagi kehidupan seorang

anggota.

4.

Makna radikalisme bagi anggota FPI Bandung Raya adalah merupakan

bentuk proses menegakkan dan membela agama Allah. Islam yang

mereka yakini adalah islam yang sempurna, baik dan membawa

kebahagiaan dunia dan akhirat. Anggota FPI akan membela islam jika

terdapat ancaman dari siapapun, dan bahkan rela mengorbankan nyawa

demi membela agama yang mereka yakini.


(68)

A. Saran untuk Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya

1. Sebagai organisasi masa Islam, diharapkan setiap anggota FPI benar-benar memahami

nilai-nilai keislaman secara utuh serta menjalankan

syari’at

islam secara terlebih dahulu, sebelum

mendakwahkannya kepada orang lain.

2. Perlu diadakannya kaderisasi bagi anggota FPI Bandung Raya, hal ini bertujuan untuk

menanamkan nilai-nilai agama bagi anggota FPI

B. Saran untuk peneliti selanjutnya

1. Pada penelitian ini sebaiknya peneliti lebih mempersiapkan waktu yang panjang, karena

mengingat kondisi di lapangan tidak selamanya sama seperti yang diperkirakan, sehingga perlu

mengatur waktu dalam mengerjakan bab-bab sebelumnya yakni 1, 2 dan 3 agar ada waktu

yang cukup lama untuk mengadakan penelitian di lapangan dengan lebih teliti lagi.

2. Gunakan waktu semaksimal mungkin untuk pengolahan data serta pembahasannya

karena meskipun data sudah terkumpul kita masih memerlukan waktu, dalam pengkajian

pustaka untuk membandingkan dengan teori-teori sudah ada, dengan penelitian-penelitian

sebelumnya yang mengkaji kajian yang sama, agar dapat menyesuaikannya.

3. Untuk yang mengambil penelitian yang sama, yakni tentang FPI harus lebih mendalami

tentang penelitian yang diambil dan dalam mencari data, teori, studi pustaka harus sesuai

dengan penelitian yang diambil dan lebih lengkap.


(69)

(70)

MAKNA RADIKALISME BAGI FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) BANDUNG RAYA

(Studi Fenomenologi Mengenai Makna Radikalisme Bagi Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya)

ARTIKEL

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh, EKO ADITIYA

NIM. 41808862

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G


(1)

8 a) Karena didorong oleh keinginan untuk meraih surga dan menghindarkan diri dari azab atau siksa neraka, motivasi ini akan mendorong seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan jiwanya

b) Karena keinginan untuk melaksanakan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah

c) Karena didorong oleh keinginan untuk ikut terlibat dalam membela agama islam yang mereka yakini, keinginan ini bisa dibuktikan dengan terlibatnya mereka dalam amar ma’ruf nahyi munkar

d) Karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keridhoan Allah agar mendapatkan pertolongan Allah dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

1.2.4 Pengalaman Anggota Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya selama menjadi anggota.

Pengalaman merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari – harinya. Pengalaman juga sangat berharga bagi setiap manusia, dan pengalaman juga dapat digunakan untuk menjadi pedoman serta pembelajaran manusia.

Pengalaman anggota FPI yang dialamiya pada saat tertentu atau berbagai pengalaman yang dialaminya selama bergabung dengan FPI, dan juga pengalaman yang berasal dari orang lain. Ketika anggota FPI berinteraksi dengan orang lain, ia bukan hanya menginterpretasikan pengalamannya pribadi, tetapi ia juga menginterpretasikan pengalaman orang lain yang dilihat atau diceritakan kepadanya.


(2)

9 Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, peneliti dapat mengeneralisir atas ditemukannya beberapa pengalaman baik dialami langsung oleh informan maupun interaksi informan dengan anggota FPI yang lain, yaitu pelanggaran terhadap nilai-nilai akhlak, yang hal tersebut berhubungan dengan hubungan seseorang dengan anggota FPI lainnya, maupun dengan orang di luar FPI. Pengalaman ini dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu pengalaman positif dan pengalaman negatif.

Pada umumnya, informan menyatakan pengalaman positifnya selama bergabung dengan FPI.Hal ini karena kesan yang ditimbulkan selama menjadi anggota FPI sangat baik, mereka menyatakan rasa syukur atas bergabungnya dengan FPI. Ikut terlibat dalam proses dakwah amar ma‟ruf nahyi munkar merupakan suatu kebanggaan bagi mereka, yaitu mengamalkan perintah-perintah Allah yang mereka pahami.

Pengalaman yang dirasakan oleh anggota FPI selama menjadi anggota, tidak selamanya dirasakan positif, mereka juga mengakui pahitnya ketika harus menghadapi objek-objek dakwah yang dianggap “melawan” terhadap ajakan mereka. Tidak jarang aksi-aksi anarkisme ditempuh untuk “memaksa” objek dakwah agar menuruti keinginan FPI.

1.2.5 Makna Radikalisme Bagi Front Pembela Islam (FPI) Bandung Raya

FPI adalah ormas Islam yang saat ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia. FPI di kenal sebagai ormas Islam yang radikal dan anarkis, hal tersebut dikarenakan aksi-aksi FPI yang menggunakan cara-cara kekerasan


(3)

10 dalam setiap melakukan sweeping atau razia tempat-tempat yang dianggap oleh mereka bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.

FPI merupakan kelompok yang sering menjadi topik pemberitaan media baik cetak, online ataupun elektronik, karena aksi-aksinya yang kontroversial dan dipandang radikal. Pemberitaan mengenai keterlibatan FPI dalam beberapa aksi sering menjadi headline utama dibeberapa media. Misal, liputan6.com pada kasus bentrokan dengan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di tugu Monas, menuliskan judul “FPI, Menyerbu Massa Aliansi Kebangsaan, 14 Terluka”.2

Meskipun demikian FPI tetap mengklaim bahwa dirinya benar dan bahwa dirinya membela Islam. Anggota FPI berpegang teguh dengan apa yang mereka yakini dan apa yang pemimpin mereka katakan.

Mereka menganggap bahwa Islam adalah agama yang harus dibela. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di dalam setiap aspek kehidupan.

Berdasarkan data hasil wawancara dan observasi lapangan, peneliti mengeneralisir pernyataan-pernyataan anggota FPI berkaitan dengan radikalisme, pada umumnya mereka menolak jika istilah radikalisme ditujukan kepada FPI. Dengan dalih-dalih agama, keseluruhan informan penelitian menyatakan bahwa

2

http://www.liputan6.com/news/read/160208/fpi-menyerbu-massa-aliansi-kebangsaan-14-terluka


(4)

11 aksi-aksi yang digunakan oleh FPI selama ini merupakan sebagai bentuk kepedulian mereka terhadapa agamanya.

Radikalisme dimaknai sebagai proses menegakkan dan membela agama Allah. Islam yang mereka yakini adalah islam yang sempurna, baik dan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Pada titik ini anggota FPI akan membelanya jika terdapat ancaman dari siapapun, dan bahkan rela mengorbankan nyawa demi membela agama yang mereka yakini.

Tindakan kekerasan merupakan langkah akhir setelah proses dakwah tidak berhasil menanamkan nilai-nilai keislaman yang mereka pahami kepada objek-objek atau medan-medan juang tertentu. Menciptakan masyarakat yang baik dan mengamalkan ajaran-ajaran islam merupakan keharusan bagi mereka.

Bilveer Singh dalam bukunya “Jejaring Radikalisme Islam di Indonesia” menyebutkan,

Radikalisme merupakan istilah yang menunjuk suatu gagasan atau paham tentang perubahan menyeluruh sesuai keyakinan ideologis sepihak dari kelompok yang disebut kaum radikal itu sendiri (Bilveer Singh & Abdul Munir Mulkhan, 2012 : 17-18)

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. FPI mempunyai pandangan yang meletakkan nilai-nilai keislaman sebagai motivasi utama dalam hal melakukan aktivitas, termasuk dalam hal


(5)

12 melakukan dakwah amar ma’ruf nahyi munkar. Nilai-nilai keislaman yang dipahami oleh anggota FPI merupakan nilai-nilai yang bersumber dari Al-Qur‟an dan hadits nabi Muhammad SAW.

2. Motif anggota FPI untuk bergabung dengan FPI dapat dikategorikan menjadi „motif untuk‟ dan „motif karena‟. Motif seseorang dapat menggambarkan bagaimana ia akan berperilaku selama menjadi anggota. Motif juga menentukan apa yang akan dicari dan apa yang akan didapat selama menjadi anggota. Motif membuat seorang anggota FPI selalu ingat tujuannya untuk bergabung dengan FPI. Dengan adanya motif, setiap anggota FPI dapat mencapai tujuan dengan jelas. Motif seseorang bergabung dengan organisasi massa FPI adalah karena didorong oleh keinginan untuk meraih surga dan menghindarkan diri dari azab atau siksa neraka, motivasi ini akan mendorong seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan jiwanya, karena keinginan untuk melaksanakan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah, karena didorong oleh keinginan untuk ikut terlibat dalam membela agama islam yang mereka yakini, keinginan ini bisa dibuktikan dengan terlibatnya mereka dalam amar ma‟ruf nahyi munkar, karena didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keridhoan Allah agar mendapatkan pertolongan Allah dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

3. Pengalaman anggota FPI juga dapat dibedakan menjadi pengalaman positif dan pengalaman negatif. Setiap pegalaman (baik positif maupun negatif) yang di dapatkan oleh anggota FPI selama bergabung dengan FPI,


(6)

13 hendaknya dapat membawa dampak positif bagi kehidupan seorang anggota.

4. Makna radikalisme bagi anggota FPI Bandung Raya adalah merupakan bentuk menegakkan dan membela agama Allah. Islam yang mereka yakini adalah islam yang sempurna, baik dan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Anggota FPI akan membela islam jika terdapat ancaman dari siapapun, dan bahkan rela mengorbankan nyawa demi membela agama yang mereka yakini.

DAFTAR PUSTAKA :

BUKU

Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Singh, Bilveer dan Abdul Munir Mulkan. 2012. Jejaring Radikalisme Islam di Indonesia. Yogyakarta : Jogja Bangkit Publisher.

Mulyana, Deddy. 2008. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

INTERNET

http://www.liputan6.com/news/read/160208/fpi-menyerbu-massa-aliansi-kebangsaan-14-terluka diakses tanggal 10 April 2013


Dokumen yang terkait

Analisis Wacana Penolakan Front Pembela Islam Terhadap Pengangkatan Ahok Sebagai Gubernur Dki Jakarta Di Merdeka.Com

0 11 102

Pencitraan Laskar Pembela Islam Fpi Dalam Mentransformasikan Nilai-Nilai Islam Di Tengah Masyarakat (Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front)

0 10 97

Pandangan front pembela islam tentang kedudukan komplikasi hukum islam pasca undang-undang nomor 12 tahum 2011

3 31 114

BAB 1 Kontruksi Pemberitaan Atas Aksi Kekerasan Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). (Studi Analisis Framing Pemberitaan Aksi Kekerasan Front Pembela Islam (FPI) terhadap Aliansi Kebangs

0 5 42

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN Kontruksi Pemberitaan Atas Aksi Kekerasan Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). (Studi Analisis Framing Pemberitaan Aksi Kekerasan Front Pembela Islam (FPI) ter

0 2 19

KESIMPULAN DAN SARAN Kontruksi Pemberitaan Atas Aksi Kekerasan Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB). (Studi Analisis Framing Pemberitaan Aksi Kekerasan Front Pembela Islam (FPI) terhadap

0 3 11

KONSTRUKSI KEKERASAN SOSIAL FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) DI MEDIA MASSA.

0 0 2

FENOMENA NEGARA DARI STRONG STATE KE SHADOW STATE Studi Kasus : Perlawanan Front Pembela Islam (FPI) terhadap Kekuasaan (aparat) Negara.

0 0 12

Gerakan Front Pembela Islam (FPI)di Pasuruan tahun 2015-2017.

0 2 93

KONTSRUKSI GERAKAN ISLAM FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) DI KOTA MAKASSAR

0 0 89