Pencitraan Laskar Pembela Islam Fpi Dalam Mentransformasikan Nilai-Nilai Islam Di Tengah Masyarakat (Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front)
PENCITRAAN LASKAR PEMBELA ISLAM FPI
DALAM MENTRANSFORMASIKAN NILAI-NILAI
ISLAM DI TENGAH MASYARAKAT
(Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front) Skripsi
“Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)”
Oleh:
Arip Rahman Hakim
NIM: 109051000231
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435H/2014 M.
(2)
ii Dengan ini saya menyatakan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Berkenaan dengan sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Namun, jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya
asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2014 Penulis
(3)
(4)
(5)
v ABSTRAK Arip Rahman Hakim.
Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI Dalam Mentransformasikan Nilai-nilai Islam Di Tengah Masyarakat (Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front)
Kehadiran Front Pembela Islam sebagai organisasi Islam yang berjuang
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar cukup menyita perhatian masyarakat. Hal
ini karena aksi-aksi yang dilakukan oleh para laskar militernya yakni laskar pembela Islam dianggap tidak sejalan atau tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Puncaknya pada tahun 2002 Ketua Umum Front Pembela Islam bersama para
aktivis FPI dijebloskan dalam sel tahanan Polda Metro Jaya. Belajar dari pengalaman tersebut perubahan besarpun terjadi pada organisasi FPI. Tepatnya pada tahun 2004 FPI membentuk suatu lembaga dakwah yang diberi nama Lembaga Dakwah Front (LDF). Salah satu fungsi LDF adalah sebagai humas FPI dalam memberikan informasi yang komperhensif tentang FPI.
Dalam penelitian ini penulis mencoba membahas permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah, yaitu; Bagaimana peran Lembaga
Dakwah Front dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI? Apa hambatan dan
pendukung proses pencitraan Laskar Pembela Islam FPI?
Teori yang digunakan adalah teori pencitraan. Dalam teori ini disebutkan 5 jenis pencitraan diantaranya citra bayangan, citra berlaku, citra harapan, citra perusahaan atau lembaga, dan citra majemuk. Adapun metodologi penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Dalam menciptakan citra positif Laskar Pembela Islam FPI di tengah
masyarakat. Lembaga Dakwah Front (LDF) mengadakan berbagai kegiatan
pembinaan keagamaan antara lain Safari Dakwah dan pengabdian kepada masyarakat, Salah satunya adalah program santunan kepada anak yatim piatu dan dhuafa (YATAMA). Lembaga Dakwah Front (LDF) juga mengadakan kaderisasi aktivis FPI seperti; rekrutment dan diklat-diklat keorganisasian. Selain itu, Lembaga Dakwah Front melakukan pembinaan akivis melalui kegiatan pengajian. Dalam menjalankan peranya sebagai humas FPI, ada beberapa hambatan yang menjadi permasalahan LDF selama ini salah satunya adalah media massa, LDF beranggapan bahwa ada ketidak berimbangan informasi yang disampaikan
oleh media massa, khususnya media mainstream.Dalam penyampaian berita
media mainstream cenderung tendensius menjelekkan FPI. Selain itu, hal lain
yang menjadi persoalan adalah masalah pendanaan kegiatan organisasi.
Rangkaian kegiatan pembinaan keagamaan yang dilakukan oleh LDF merupakan satu bentuk usaha untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat terhadap perjuangan FPI. Karena selama ini yang terlihat di permukaan muncul opini masyarakat yang mendiskreditkan FPI. Namun penulis melihat usaha-usaha
yang dilakukan LDF masih belum efektif, karena jangkauan syi’arnya masih
terbatas baik ruang maupun waktunya. Dalam hal pengelolaan sumber dana LDF belum memiliki sistem pengelolaan yang baik. Untuk melakukan kegiatan saja LDF harus secara swadaya mengumpulkan dana dari anggota.
(6)
(7)
vi
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas untuk memulai pengantar ini selain puji serta syukur penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan berbagai macam nikmat dan kekuatan, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Meskipun, dalam pelaksanaannya banyak hambatan yang terkadang menjadi beban pikiran penulis. Tetapi semua itu penulis jadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman yang berharga.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurah untuk sang pembawa risalah Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, serta orang-orang yang selalu istiqomah meneladani jejak langkahnya. Alhamdulillah atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun dan ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini banyak sekali hambatan yang penulis temukan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi, maka dengan penuh ketulusan hati yang terdalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
(8)
vii Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
3. Bapak Rachmat Baihaky, MA, selaku Ketua Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam.
4. Ibu Fita Fathurohmah, M.Si. Selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam dan Bapak H. Ahmad Fatoni, S.Sos. Selaku Staf TU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini. Terutama dalam pengurusan nilai-nilai kuliah.
5. Bapak Ade Masturi, MA, yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Fauzun Jamal, LC, Pembimbing Akademik KPI G 2009 yang tak
pernah lelah mendengarkan keluh kesah kami dalam setiap permasalahan perkuliahan semenjak semester satu hingga saat ini.
7. Kepada seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
banyak memberikan ilmu, pengalaman, dan motivasi yang sangat bermanfaat bagi penulis.
8. Pimpinan beserta staff Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan juga Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Panitia Ujian Skripsi Bapak Drs. Jumroni, M.Si (Ketua), Ibu Fita
Fathurohmah, M.Si (Penguji I merangkap Sekartaris), dan Ibu Umi Musyarofah, MA (Penguji II) yang telah bersedia meluangkan waktunya
(9)
viii
untuk menguji, mengoreksi, dan mengkritisi, dan memberikan arahan pada penulis dalam rangka menyempurnakan skripsi yang penulis susun.
10.Kepada seluruh jajaran pengurus Lembaga Dakwah Front (LDF) terutama
kepada Habib Rizieq Syihab selaku Ketua Umum FPI, Habib Idrus Ali Al-Habsyi selaku Sekertaris Umum LDF, dan juga Ustad Haris Ubaidillah Bendahara Umum LDF. Yang telah bersedia meluangkan waktu untuk penulis wawancarai. Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih karena telah banyak membantu saya, karena mungkin tanpa bantuan kalian semua, skripsi ini tidak mungkin akan dapat terselesaikan.
11.Untuk kedua orang tua penulis Bapak Munadi dan Ibunda tercinta, Ibu
Nyai yang tak pernah lelah mendo’akan penulis agar menjadi anak yang
sukses dikemudian hari. Setiap do’a yang mereka ucapkan merupakan
sumber kekuatan penulis dalam menghadapi berbagai cobaan dan rintangan dalam menjalani hidup dan mencapai masa depan. Untuk kakakku Erwin saputra, Dedi Irawan, Nazwah, dan juga Adikku tercinta Siti Maesuri dan Anas Suhada jadilah anak yang selalu berbakti kepada kedua orang tua.
12. Kepada teman-teman seperjuangan khususnya KPI G angkatan 2009, Dwi
Agus Prasetyo S.Kom.I, Iskandar Zulqornaen S.Kom.I, Arief Fadillah S.Kom.I, Soleh Setiawan S.Kom.I, Rizal Fikri S.Kom.I, Ahmad Mursanih S.Kom.I, Fitri Hadiyani S.Kom.I, Wulan Maulidia S.Kom.I, Dewi Karlina S.Kom.I, Sofwatun Nida S.Kom.I, Muhammad Edi Abdillah S.Kom.I, yang selalu menolong saat penulis berada dalam kesuitan. Semoga persahabatan kita tidak berakhir hanya dengan melepas almamater ini. Dan
(10)
ix
Penulis hanya bisa mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu atas kelancaran studi penulis untuk meraih gelar sarjana. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal dengan pengorbanan kalian semua, serta segala urusan kalian dimudahkan dan seluruh hajat kalian dikobul oleh Allah SWT. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang salah dalam penulisan skripsi ini. penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada yang membaca. Amien.
Jakarta, Agustus 2014
(11)
x
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Tinjauan Pustaka ... 7
E. Metodologi Penelitian ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Media, Masyarakat, dan Budaya Denis McQuail ... 14
B. Teori Citra ... 15
1. Pengertian Citra ... 15
2. Jenis-Jenis Citra ... 16
(12)
xi
2. Pengertian Lembaga Dakwah ... 22
3. Fungsi Lembaga Dakwah ... 26
4. Klasifikasi Lembaga Dakwah ... 27
D. Pembinaan Keagamaan ... 28
1. Pengertian Pembinaan keagamaan ... 28
2. Materi Pembinaan Keagamaan ... 32
3. Metode Pembinaan Keagamaan ... 38
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA DAKWAH FRONT (LDF) A. Profil Lembaga Dakwah Front (LDF) ... 40
1. Latar Belakang Berdirinya Lembaga Dakwah Front (LDF) 40 2. Visi misi Lembaga Dakwah Front ... 42
3. Struktur Organisasi ... 43
B. Program- Program Kegiatan Lembaga Dakwah Front ... 44
1. Internal ... 44
2. Eksternal ... 45
3. Fasilitas Kegiatan Lembaga Dakwah Front ... 46
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Peran Lembaga Dakwah Front dalam pencitraan Laskar Pembela Islam FPI ... 47
B. Hambatan dan Pendukung Lembaga Dakwah Front dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI ... 58
(13)
xii BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN- LAMPIRAN
(14)
1 A. Latar Belakang Masalah
Sebuah kenyataan bahwa proses kehancuran suatu bangsa ditandai dengan rapuhnya pegangan atau pemahaman manusia tentang nilai-nilai agama. Terlebih lagi di tengah dinamika kehidupan yang terus meningkat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah membawa kepada nilai-nilai baru dan bahkan tidak sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang luhur. Disadari atau tidak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sedikit banyak telah menggiring umat manusia senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis, serba instan dan matematis.
Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia atas kemajuan yang dialaminya, ditandai dengan adanya kecenderungan menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidup adalah nilai material. Sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya berfungsi untuk
memelihara dan mengendalikan akhlak manusia.1 Puncaknya ialah kenyataan
yang melanda umat Islam sekarang ini semakin terjerat oleh kehampaan spiritual.
Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana pula tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XI,
1
(15)
2
Pasal 29 ayat 1 yaitu; Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.2
ini menunjukan bahwa pendidikan agama sangat penting dalam menunjang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Islam adalah agama yang dapat menuntun umat untuk hidup lebih bijaksana dan berakhlak mulia. Karena memang Islam adalah agama yang kάmil syάmil (sempurna lagi menyeluruh). Islam mengatur secara ijmάli
(global) maupun tafshili (rinci) berbagai masalah dan tata cara kehidupan
manusia. Sehingga bagi seorang muslim tidak mungkin melepaskan diri sesaatpun dari ikatan ajaran Islam. Kapan saja, dimana saja, dan dalam
kondisi apa saja wajib manusia tunduk kepada aturan Islam secara kaffah.3
Islam adalah agama yang disebarluaskan dan diperkenalkan kepada umat manusia melalui aktivitas dakwah. Aktivitas yang sampai dengan saat
ini masih banyak digeluti oleh para ulama baik secara personal maupun
kelompok. Hal ini dapat membuktikan bahwa dakwah menempati posisi kunci dalam kemajuan agama Islam. Islam merupakan agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan
kegiatan dakwah.4 Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat QS.
An-Nahl:125:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
2
Sahilun A. Nasir, Peran Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja,
(Jakarta: Kalam Mulia, 1999), Cet ke-1, h. 19.
3 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 31.
4
(16)
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl:125)
Salah satu organisasi yang aktif berjuang membela agama Islam
adalah Front Pembela Islam (FPI). Kelahiran Front Pembela Islam
menjadi babak baru dalam sebuah perjalanan perjuangan Islam di
Indonesia. Sejak dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 Front Pembela
Islam (FPI) mencanangkan gerakan nasional anti ma‟siat dengan cara
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.5 Front Pembela Islam (FPI)
merupakan salah satu organisasi Islam yang cukup penting pasca reformasi Indonesia. Gerakannya yang kerap diwujudkan dalam tindakan-tindakan
dan aksi-aksi yang „tegas‟ telah menimbulkan ketakutan dan bahkan
menjadi momok bagi sebagian anggota masyarakat.
Apa yang diyakini Front Pembela Islam merupakan konsekuensi
dari pemahaman mereka tentang khairu ummah (umat yang terbaik). Bagi
mereka untuk menjadi umat yang terbaik, kaum muslim harus
menjalankan apa yang disebut Al-Qur‟an amar ma’ruf nahi munkar
(menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran). Sebagaimana Allah Swt
berfirman dalam surat QS. Ali-„Imran:104:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-„Imran:104)
5 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta:
(17)
4
Oleh karena itu, langkah yang dilakukan Front Pembela Islam
untuk menciptakan masyarakat religius tidak ada cara lain selain
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Bagi FPI amar ma’ruf nahi
munkar menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan kalau hanya
menegakkan amar ma’ruf saja atau nahi munkar saja, masyarakat religius
yang dicita-citakan tidak akan bisa tercapai.6 Sasaran utama aksi-aksi FPI
hampir semuanya adalah tempat-tempat maksiat yang meresahkan masyarakat setempat. Tempat-tempat maksiat ini, ada yang berbentuk bar, diskotik, dan kafe yang terselubung transaksi narkoba, prostitusi dan
kejahatan illegal lainnya.7
Sikap „tegas‟ FPI tidak lain karena didorong oleh pandangan mereka bahwa Indonesia sudah lama dilanda wabah penyakit maksiat, bahkan hal ini semakin parah sejalan dengan datangnya reformasi. Oleh
karena itu, Front Pembela Islam (FPI) selalu berada di garis terdepan
dalam memerangi berbagai kebatilan. Untuk itu, orientasi kegiatan yang dikembangkan FPI lebih kepada tindakan kongkrit berupa aksi nyata, dan
tegas, dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dengan membentuk
Laskar Pembela Islam (LPI) sebagai ujung tombak perjuangan FPI dalam
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Laskar Pembela Islam (LPI)
adalah anggota para militer FPI yang fungsinya adalah untuk
melaksanakan tujuan utama FPI, yaitu menegakkan amar ma’ruf nahi
6
Jamhari Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004), Cet ke-1, h. 141.
7
Syahrul Efendi D, dan Yudi Pramuko, Habib-FPI Gempur Playboy, (Jakarta: Yudi Pramuko,2006),Cet ke-1, h. 52.
(18)
munkar membela kaum mustadh’afin dan madzlumin (kaum yang tertindas dan teraniaya), serta menjaga harkat martabat umat Islam umumnya.
Namun demikian, aksi para mujahid atau yang lebih akrab disebut Laskar Pembela Islam (LPI), menuai kritik oleh sebagian individu maupun kelompok, terlebih lagi aksi para mujahid yang kerap berujung kepada tindak kekerasan sehingga mengundang kecaman oleh banyak orang salah satunya adalah Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan
ketidak setujuannya atas aksi sweeping dan kekerasan yang digelar oleh
Front Pembela Islam karena kekerasan yang dilakukan malah
menimbulkan citra buruk kepada umat Islam.8
Sebagai ujung tombak FPI dalam menegakkan amar ma’ruf nahi
munkar para aktivis Laskar Pembela Islam haruslah memiliki Pengetahuan serta pemahaman keagamaan yang mendalam. Karena, tanpa bekal ilmu keagamaan yang memadai akan memudahkan seseorang untuk melakukan penyimpangan dengan kesadaran atau tanpa kesadaran. Ajaran agama Islam memang harus diketahui dan dipahami, pemahaman yang benar tentang ajaran Islam dapat membantu benarnya dalam mengamalkan ajaran Islam.
Berkenaan dengan hal tersebut, FPI membentuk lembaga khusus
dakwah yang diberi nama Lembaga Dakwah Front (LDF). Lembaga ini
dibentuk oleh FPI sebagai wadah silaturahim para muballigh FPI,
sekaligus sebagai pusat pengembangan dakwah Islam. Kehadiran
Lembaga Dakwah Front (LDF) dalam kerangka organisasi FPI tidak
8
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,10184-lang,id-c,warta-t,Fitnah+Akhir+Zaman-.phpx di akses pada 19 April 2014, Pukul 08.44.
(19)
6
hanya bertugas menyerukan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. Tetapi juga bertugas memberikan informasi tentang apa dan bagaimana organisasi FPI selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan keagamaan bagi para aktivis FPI.
Atas dasar inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI Dalam
Mentransformasikan Nilai-nilai Islam Di Tengah Masyarakat (Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah Front)
”
.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini agar dapat menghasilkan penelitian yang maksimal dan tidak terlalu meluas, maka difokuskan pada Peran Lembaga Dakwah Front (LDF) Dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI pusat.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji peneliti dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, yakni sebagai berikut:
a. Bagaimana peran Lembaga Dakwah Front dalam Pencitraan
Laskar Pembela Islam FPI?
b. Apa hambatan dan pendukung proses pencitraan Laskar Pembela
(20)
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana proses
pencitraan yang dilakukan Lembaga Dakwah Front dalam
mentransformasikan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat. Serta untuk
mengetahui hambatan dan pendukung Lembaga Dakwah Front (LDF)
dalam proses pencitraan Laskar Pembela Islam FPI.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Akademis
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberi tambahan referensi bagi khazanah keilmuan khusunya dalam hal ilmu dakwah, dan diharapkan mampu memberikan gambaran umum tentang peran dan penerapan dakwah dalam sebuah organisasi atau lembaga dakwah.
b. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi awal bagi penelitian selanjutnya mengenai pembahasan tentang peran lembaga dakwah serta dapat memenuhi kebutuhan khalayak mengenai informasi keagamaan.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis mengadakan tinjauan kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan juga di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis
(21)
8
mencoba menjelaskan tentang perbedaan penelitian yang sebelumnya dengan penelitian yang hendak penulis lakukan. maka langkah awal yang peneliti tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu skripsi terdahulu yang meneliti
tentang Front Pembela Islam (FPI) atau judul yang memiliki keterkaitan
dengan yang akan peneliti lakukan. Maksud mengkaji ini adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis akan teliti sekarang tidak sama dengan penelitian sebelumnya.
Pertama, Dodiana Kusuma dengan skripsi yang berjudul “Strategi
Dakwah Front Pembela Islam (FPI) Dalam Menanggulangi Dampak Negatif
Globalisasi” Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Dalam skripsi ini berisi tentang bagaimana strategi dakwah FPI dalam menanggulangi dampak negatif globalisasi.
Kedua, Rhendi dengan skripsi yang berjudul “Peranan Majelis Taklim
Assyabab Dalam MeningkatkanPengamalan Ibadah Komunitas Motor
PUSVA ”Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Dalam Skripsi ini berisi tentang bagaimana peranan Majelis Taklim Assyabab dalam meningkatkan pengamalan ibadah komunitas puspa, serta memberikan gambaran tentang konsep dakwah majelis taklim dalam meningkatkan pengamalan ibadah.
Ketiga, Saipul Adnan, dengan skripsi yang berjudul “Peran Majelis
Taklim Al-Mahabbah Dalam Meningkatkan Pengetahuan Keagamaan Warga
Komplek Mega Cinere Blok M Depok” Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya bahwa penelitian
yang penulis lakukan berjudul “Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI
(22)
(Studi Kasus Program Pembinaan Keagamaan Lembaga Dakwah
Front)” pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum
tentang Lembaga Dakwah Front (LDF), serta Peran Lembaga Dakwah Front
(LDF) Dalam Pencitraan Laskar Pembela Islam FPI. E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Bentuk penelitian skripsi ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu
penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki
sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena
kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.9
Menurut Schramm studi kasus adalah mencoba menjelaskan keputusan tentang mengapa studi tersebut dipilih, bagaimana mengimplementasikannya, dan apa hasilnya. Sedangkan, menurut Yin studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas antara fenomena tak tampak dengan tegas, dan di mana multi sumber bukti
dimanfaatkan.10
Teknik studi kasus banyak menggunakan berbagai sumber data yang dapat diteliti, menganalisis dan menjelaskan secara komperhensif
9
Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 1.
10
(23)
10
dari berbagai individu, kelompok, program, dan organisasi yang mengalami peristiwa tertentu dan sistematis.
Dalam studi kasus, peneliti berupaya secara seksama mengkaji variabel mengenai kasus-kasus tertentu, dengan mempelajari aspek individu, kelompok dari suatu peristiwa khusus untuk menganalisa secara
lengkap, dan secara mendalam tentang subjek yang akan diteliti.11
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.12
Pendekatan kualitatif ini digunakan karena bersifat luwes, sangat rinci, tidak rumit dalam mendefinisikan suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang
lebih mendasar, menarik, dan unik yang terjadi di lapangan.13
2. Subjek dan Objek Penelitian
Dalam peneletian ini yang menjadi subjek penelitian adalah
pengurus Lembaga Dakwah Front (LDF). Sedangkan yang menjadi
objek penelitiannya adalah Peran Lembaga Dakwah Front (LDF) dalam
pencitraan Laskar Pembela Islam FPI.
11
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), Cet ke-4, h. 230.
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), Cet ke-1, h. 138.
13
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2003), Cet ke-2, h. 39.
(24)
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan selama bulan Juni–Agustus 2014
bertempat di markas Front Pembela Islam pusat. Petamburan III, Jakarta.
4. Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan salah satu unsur atau komponen utama dalam melaksanakan penelitian, artinya tanpa data tidak akan ada penelitian. Pengumpulan data merupakan suatu langkah dalam metode ilmiah melalui prosedur sistematik, logis, dan proses pencarian data yang valid,
baik diperoleh secara langsung ataupun tidak langsung.14
Dalam penelitian ini, penulis berusaha mengumpulkan data lewat prosedur-prosedur ilmiah sebagai berikut:
a. Obsevasi, penulis mendatangi markas FPI pusat guna
memperoleh data-data yang valid tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian.
b. Wawancara, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
tanya jawab langsung tatap muka antara penanya dengan
narasumber menggunakan alat yang dinamakan interview guide
(panduan wawancara).15 Dalam penelitian ini, penulis telah
melakukan wawancara dengan Habib Idrus Ali Al- Habsyi selaku Sekertaris Umum LDF dan Ustad. Haris Ubaidillah selaku Bendahara Umum LDF.
14
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, h. 27.
15
(25)
12
c. Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
berupa catatan formal, dan juga buku-buku, majalah, Koran, dan catatan lain yang berkaitan dengan penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Kegiatan analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan data-data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan cara reduksi data. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa.
Alur kedua yang penting dalam analisis data kualitatif adalah penyajian data, yaitu sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan. Kegiatan analisis data yang ketiga adalah menarik
kesimpulan dan verifikasi. 16
6. Pedoman Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
16
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), Cet ke-1, h. 338.
(26)
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari skripsi ini maka sistem penulisan akan disusun sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian yang digunakan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori, pembahasan mengenai konsep media, masyarakat, dan budaya Denis McQuail. Teori citra, pengertian, jenis, dan pembentukan citra. Peran lembaga dakwah, pengertian peran, pengertian dan fungsi lembaga dakwah, serta klasifikasi lembaga dakwah. Pembinaan keagamaan, meliputi pengertian, materi dan metode pembinaan keagamaan.
BAB III : Gambaran umum lembaga dakwah front, Profil lembaga
dakwah front Latar belakang berdirinya Lembaga Dakwah Front
(LDF), visi dan misi, struktur organisasi. Program-program
kegiatan lembaga dakwah front, meliputi internal, eksternal, dan
fasilitas kegiatan lembaga dakwah front.
BAB IV : Temuan dan Analisis, Peran lembaga dakwah front dalam pencitraan laskar pembela Islam FPI. Hambatan dan dukungan dalam pencitraan laskar pembela Islam FPI.
BAB V : Penutup, uraian yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk kesimpulan dan saran.
(27)
14 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Media, Masyarakat, dan Budaya Denis McQuail
Komuikasi massa dapat dianggap sebagai fenomena „masyarakat‟ dan „budaya‟. Lembaga media massa merupakan bagian dari struktur masyarakat,
dan infrastruktur teknologinya adalah bagian dari dasar ekonomi dan kekuatan, sementara ide, citra, dan informasi disebarkan oleh media jelas merupakan aspek penting dari budaya.
Berkenaan dengan hal tersebut, Rosengren menawarkan tipologi sederhana di mana terdapat dua proposisi berlawanan yang ditabulasi silang:
„struktur sosial mempengaruhi budaya‟ dan sebaliknya, „budaya mempengaruhi struktur sosial.‟ Hal ini menghasilkan empat pilihan utama
yang tersedia untuk menggambarkan hubungan antara media masa dan masyarakat. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar sebagai berikut:
Struktur sosial Mempengaruhi budaya
Ya Tidak
Ya
Budaya
mempengaruhi struktur sosial
Tidak
Gambar 2.1 Empat jenis hubungan antara budaya dan masyarakat Kesalingtergantungan
(pengaruh dua arah)
Idealisme (pengaruh media yang
kuat) Materialism (media
ketergantungan)
Otonomi (tidak ada hubungan khusus)
(28)
Jika kita menganggap bahwa media massa sebagai sebuah aspek
dalam masyarakat (dasar atau struktur), maka terdapat pilihan materialisme
(materialism). Teori ini berasumsi bahwa siapapun yang memiliki atau mengontrol media, dapat memilih atau membatasi apa yang mereka lakukan. Idealisme (idealism) media diasumsikan memiliki pengaruh signifikan yang potensial, tetapi ide dan nilai yang dibawa oleh media (dalam kontennya) dilihat sebagai penyebab utama perubahan sosial.
Kesalingtergantungan (interdependence) menyiratkan bahwa media massa dan masyarakat secara terus-menerus berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain (seperti masyarakat dan budaya). Otonomi (autonomy) di mana hubungan antara budaya dan masyarakat tidak harus bertentangan, masyarakat yang secara budaya mirip terkadang memiliki sistem media yang berbeda.1
B. Teori Citra
1. Pengertian Citra
Citra adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang
sesungguhnya.2 Citra yang positif diharapkan dapat menciptakan
ketertarikan seseorang pada organisasi tertentu sehingga seseorang dapat memberikan dukungannya terhadap organisasi tersebut.
Suatu citra dapat dimunculkan kapan saja, caranya adalah dengan menjelaskan secara jujur apa yang menjadi penyebabnya, baik itu
1
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), Edisi ke-6, h. 86-88.
2
M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), Cet ke-5, h. 69
(29)
16
informasi yang salah maupun perilaku yang keliru. Sehingga masyarakat tidak memberikan kesan negatif tetapi masyarakat memberikan dorongan dan dukungan terhadap masalah tersebut.
Citra yang positif bagi sebuah organisasi sangatlah penting karena jika citra tersebut sudah didapatkan maka masyarakat akan menerima dengan baik jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Dari sedikit pengertian citra di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa citra adalah suatu gambaran mengenai realitas yang ada. Seseorang dapat menilai suatu organisasi dalam keadaan positif atau negatif menurut apa yang telah didengar, dirasakan, dan atas dasar persepsi yang dimiliki.
Citra dapat terbentuk dengan memproses informasi yang tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan citra pada objek dari adanya penerimaan informasi setiap waktu. Besarnya kepercayaan objek terhadap sumber informasi dapat berasal dari organisasi secara langsung dan atau
pihak-pihak lain secara tidak langsung.3
2. Jenis-jenis Citra
Menurut M. Linggar Anggoro dalam bukunya Teori dan profesi
kehumasan membagi citra kedalam beberapa jenis, yakni: citra bayangan (mirror image), citra yang berlaku (current image), citra harapan (wish image), serta citra majemuk (multiple image).
a) Citra Bayangan
Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi biasanya adalah pemimpinnya mengenai anggapan
3
(30)
pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan pihak luar terhadap organisasinya. Citra ini sering kali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan, ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar.
b) Citra yang berlaku
Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mareka yang mempercayainya.
c) Citra Harapan
Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Citra harapan itu biasanya dirumuskan dan diperjuangkan untuk menyambut sesuatu yang relatif baru, yakni ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai.
d) Citra Perusahaan
Citra perusahaan atau citra lembaga adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanan. Citra lembaga terbentuk oleh banyak hal terutama hal-hal yang positif seperti; riwayat hidup lembaga, dan reputasi yang diraih.
(31)
18
e) Citra Majemuk
Setiap organisasi pasti memiliki banyak anggota, anggota tersebut memiliki perangai dan tingkah laku tersendiri, sehingga secara sengaja atau tidak mereka pasti memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra organisasi secara keseluruhan.
Citra majemuk yaitu adanya image yang bermacam-macam dari publik terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi dengan tingkah laku yang berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi.
Variasi citra tersebut harus ditekan seminim mungkin dan citra lembaga harus ditegakkan. Caranya adalah dengan mewajibkan semua karyawan mengenakkan pakaian seragam,
symbol-simbol tertentu, dan sebagainya.4
3. Pembentukan Citra
Terdapat empat komponen pembentukan citra, yaitu persepsi, kognisi, motivasi, dan sikap. Persepsi diartikan sebagai pengamatan unsur lingkungan di mana kemampuan persepsi inilah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra dengan memberikan informasi-informasi kepada individu untuk memunculkan suatu keyakinan. Sehingga dari keyakinan tersebut timbul suatu sikap pro dan kontra tentang produk atau jasa, dari sikap itulah terbentuknya citra yang positif atau negatif. Pembentukan citra dapat digambarkan sebagai berikut:
4
M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), Cet ke-5, h. 59- 68.
(32)
Pengalaman
Stimulus Respon
Gambar 2.2 Pembentukan Citra
(Sumber: Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian Untuk Public Relation)
a) Stimulus adalah rangsangan (kesan lembaga yang diterima dari
luar) untuk membentuk persepsi. Sensasi adalah fungsi alat indera dalam menerima informasi dari langganan.
b) Persepsi, diartikan sebagai hasil pengamatan unsur lingkungan
yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan dengan kata lain.
individu akan memberikan memberikan makna terhadap
rangsangan berdasarkan pengalamannya mengenai rangsangan. Kemampuan mempersepsi inilah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsangan dapat memenuhi kognisi individu.
c) Kognisi, yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus.
Keyakinan ini akan timbul apabila individu harus memberikan Citra
Kognisi
Persepsi Sikap
(33)
20
informasi-informasi yang cukup dapat mempengaruhi
perkembangan kognisinya.
d) Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti
yang diinginkan oleh pemberi rangsangan. Motif adalah keadaan dalam peribadi seseorang yang mendorong keinginan, individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
e) Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpesepsi, berpikir, dan
merasa dalam menghadapi objek, situasi, ide, atau nilai, sikap bukan perilaku tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu, sikap mempunyai dara pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan, sikap mengandung aspek evaluatif artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sikap juga dapat diperhitungkan atau diubah.
f) Tindakan adalah akibat atau respon individu sebagai organism
terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari dalam dirinya maupun lingkungannya.
g) Respons atau tingkah laku adalah tindakan-tindakan seseorang
sebagai reaksi terhadap rangsangan atau stimulus.5
Proses ini menunjukan bagaimana yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respon. Stimulus atau rangsangan yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsangan
5
Elvinaro Ardianto, Metodologi Penelitian Untuk Public Realtion, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), h. 99.
(34)
ditolak maka proses selanjutnya tidak akan berjalan. Sebaliknya, jika rangsangan itu diterima oleh individu, berarti terdapat perhatian dari individu, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan dengan baik.
Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan tanggapan, pendapat, sikap atau perilaku tertentu dari publik mengenai organisasi. Tanggapan, pendapat, sikap atau perilaku tersebut dapat berupa dukungan, kepercayaan, pengertian, dan penerimaan terhadap suatu organisasi atau instansi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa informasi yang disampaikan oleh humas atau yang
lazim disebut public relation dalam sebuah organisasi atau instansi dapat
membentuk persepsi dan citra dimata publik.
C. Peran Lembaga Dakwah
1. Pengertian Peran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peran memiliki banyak arti
“menjadi bagian atau pemegang pimpinan yang terutama, peran, memainkan suatu peran, peran lakon, bagian utama.”6
Menurut Biddle dan Thomas peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi, dan lain-lain. kalau peran ibu digabungkan dengan peran ayah maka menjadi
6
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet ke-7, h.735.
(35)
22
peran orang tua dan menjadi lebih luas sehingga perilaku-perilaku yang
diharapkan juga menjadi lebih beraneka ragam.7
Peran memang tidak dapat dipisahkan dari status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya. Seseorang yang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan suatu peran. Peran sangat penting karena dapat mengatur perikelakuan seseorang, di samping itu, peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas-batas tertentu sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya
sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya.8
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dirangkum bahwa peran adalah suatu sikap yang secara langsung ataupun tidak sudah tertanam dalam pribadi seseorang untuk menjalankan suatu tindakan.
2. Pengertian Lembaga Dakwah
Istilah lembaga dakwah terdiri dari dua kata yang berbeda lembaga dan dakwah. Dalam penelitian ini akan dijelaskan pengertiannya satu persatu, kemudian setelah ditemukan kejelasan dari masing-masing kata akan ditarik suatu kesimpulan dan didefinisikan menjadi satu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada beberapa arti tentang
lembaga. Pertama menjelaskan tentang asal sesuatu, kedua, menjelaskan
sesuatu yang memberi petunjuk kepada yang lain, dan yang ketiga, adalah
7
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cet ke-5, h. 224-225.
8
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Cet ke-2, h. 158.
(36)
badan atau organisasi yang bermaksud melakukan sesuatu penyelidikan
keilmuan atau melakukan suatu usaha.9
Robert M. MacIver (1937) dalam bukunya Society: A Textbook of
sociology mengartikan lembaga sebagai satu prosedur yang mapan untuk mengatur hubungan antar manusia sesuai dengan karakteristik aktivitas
dalam satu kelompok.10
Earl Babbie (1982) dalam bukunya Understanding Sosiology
memahami bahwa lembaga adalah sekelompok kesepakatan sosial yang
saling terkait dalam satu kehidupan sosial masyarakat.11
Dalam pengertian lain, menurut Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan lembaga sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang
penting.12 Tujuan utama diciptakannya lembaga sosial, selain untuk
mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
Berdasarkan pemaparan mengenai lembaga di atas, dapat disimpulkan bahwa lembaga adalah suatu sistem norma yang mengatur perilaku dan tata hubungan masyarakat sosial sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat.
9
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet ke-7, h.512.
10
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Tangerang, Mitra Sejahtera, 2008), Cet ke-1, h. 66.
11
Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 67.
12
(37)
24
Sedangkan pengertian dakwah dilihat dari segi bahasa kata dakwah
berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk masdar dari kata ةوعد -
ءاعد - وعدي - اعد yang diartikan sebagai mengajak, menyeru, memanggil,
seruan, permohonan, dan permintaan.13 Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, dakwah adalah: “penyiaran agama dan pengembangannya
dikalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan
mengamalkan ajaran agama.”14
Secara terminologi, terdapat banyak tentang definisi dakwah
Syeikh Ali Makhfudz dalam kitabnya Hidatul Mursyidin mendefinisikkan
dakwah sebagai: “Suatu kegiatan mendorong manusia untuk melakukan
kebaikan dan mencegah kepada perbuatan munkar agar dapat memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.”15
Selain itu H.M. Arifin menguraikan bahwa dakwah adalah kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam upaya mempengaruhi orang lain, baik secara individu maupun secara kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan, serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya dengan tanpa
adanya unsur paksaan.16
Berdasarkan uraian pengertian dakwah tersebut dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu kegiatan menyeru atau mengajak manusia
13
Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2002), Cet ke-1, h. 39.
14
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 232.
15
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet ke-1, h. 2.
16
(38)
kejalan yang penuh dengan kebaikan dengan penuh kesadaran agar mampu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian dari pengertian lembaga dan dakwah di atas dapat diketahui sistem operasionalnya, bahwa pengertian lembaga dakwah yang dimaksud lebih mengarah kepada sebuah organisasi yang memiliki tujuan bersama untuk melakukan dan mengarahkan manusia kepada sistem norma dan nilai yang didasarkan pada ajaran agama Islam.
Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan definisi lembaga dakwah secara konseptual menurut para ahli.
a) M. Munir dan Wahyu Ilaihi
Lembaga dakwah atau organisasi dakwah merupakan kumpulan manusia yang berserikat yang memiliki tujuan bersama untuk mengajarkan dan menyampaikan ajaran Islam secara komprehensif kepada umat agar mereka memahami dan menyakini kebenarannya yang mutlak, sehingga ajaran Islam mampu mempengaruhi pandangan hidup, sikap batin, dan tingkah
lakunya.17
b) Abdul Rosyad Shaleh
Lembaga dakwah adalah rangkaian aktifitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokan pekerjaan
17
M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009), h.83.
(39)
26
yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan
hubungan kerja antara satuan-satuan petugasnya.18
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa lembaga dakwah adalah suatu wadah atau kelompok masyarakat yang terikat dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama untuk mengajarkan serta menyampaikan ajaran agama Islam secara menyeluruh.
3. Fungsi Lembaga Dakwah
Sebagai sebuah wadah yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Lembaga dakwah memiliki beberapa fungsi. Adapun fungsi lembaga dakwah tersebut antara lain:
a) Mewujudkan masyarakat Islami
b) Memasyarakatkan Islam dengan sumber murni (Al-Qur‟an dan As-
Sunnah)
c) Memberikan pedoman pada masyarakat (muslim) bagaimana
mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang dalam masyarakat, terutama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok mereka.
d) Memberikan pegangan kepada masyarakat dalam melakukan
pengendalian sosial menurut sistem tertentu yakni sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
e) Menjaga keutuhan masyarakat.19
18
Abd. Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986), Cet ke-2, h. 77.
19
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet ke-1, h. 2.
(40)
4. Klasifikasi Lembaga Dakwah
Berdasarkan keputusan Menteri Agama No. 6 tahun 1979 tentang susunan organisasi Departemen Agama, lembaga dakwah adalah semua organisasi Islam baik yang sifatnya lokal, berlevel daerah atau nasional. Secara terperinci, dalam keputusan Menteri Agama tersebut dijelaskan bahwa lembaga dakwah meliputi 4 (empat) kelompok organisasi, yaitu; badan-badan dakwah, majelis taklim, pengajian-pengajian, organisasi kemakmuran
masjid.20
1) Badan-badan dakwah
Badan dakwah adalah organisasi Islam yang bersifat umum, yang memungkinkan melaksanakan berbagai kegiatan seperti masalah pendidikan, ekonomi, keterampilan, sosial, dan lain-lain. badan-badan dakwah terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu:
a) Badan dakwah induk seperti: Nahdlatul Ulama,
Muhammadiya, Persis, ICMI, dan semacamnya.
b) Badan dakwah wanita seperti: Aisyiyah, Muslimat Nu,
Fatayat Nu, dan semacamnya.
c) Badan dakwah pemuda mahasisiwa dan pelajar seperti:
HMI, Pemuda Muhammadiyah, dan semacamnya.
d) Badan dakwah khusus seperti P3M.
e) Badan dakwah remaja masjid seperti: RISKA, RISMA, dan
JISC.
20
(41)
28
2) Majelis-majelis taklim
Majelis taklim adalah organisasi penyelenggara pendidikan non formal dibidang agama Islam untuk orang dewasa, dibeberapa daerah sering disebut juga dengan nama pengajian.
3) Pengajian-Pengajian
Lembaga ini merupakan forum pendidikan non formal agama Islam untuk tingkat anak-anak, dewasa ini popular dengan
sebutan Taman Pendidikan Anak Al-Qur‟an (TPA), TK Al-Qur‟an,
dan sejenisnya.
4) Organisasi kemakmuran masjid dan mushola
Organisasi ini dibentuk untuk mengelola dan melaksanakan berbagai kegiatan dalam masjid atau mushola seperti pendidikan perpustakaan, kesehatan, dan koperasi.
D. Pembinaan Keagamaan
1. Pengertian Pembinaan Keagamaan
Ditinjau dari segi bahasa pembinaan keagamaan terdiri dari dua kata yaitu pembinaan dan keagamaan. Pembinaan merupakan asal kata
dari kata “bina”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pembinaan berarti “pembaharuan atau penyempurnaan” dan “usaha” tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang
lebih baik.21
Menurut Hediyat Soetopo dan Westy Soemanto, bahwa pembinaan adalah menunjuk pada suatu kegiatan yang mempertahankan dan
21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 152.
(42)
menyempurnakan apa yang telah ada.22Adapun pengertian pembinaan menurut Dzakiah Daradjat yaitu:
“Pembinaan adalah upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab, dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, mengembangkan, suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh, selaras. Pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan bakat, keinginan dan prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan kearah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang
mandiri.”23
Pembinaan dan pengembangan masyarakat yang dilakukan Rasulullah SAW, pada dasarnya merupakan suatu proses yang sistematis dalam upaya menciptakan masyarakat yang bermoral, pembinaan dan
pengembangan tersebut dirumuskan kedalam tiga tahap yakni; pertama,
tahap perintisan dan pembentukan (takwin), kedua, tahap pembinaan dan
penataan (tanzhim), ketiga, tahap pelepasan dan kemandirian yang dibina
(tawdi’).24
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu aktivitas yang dilakukan sebagai upaya meningkatkan kemampuan atau mengembangkan potensi seseorang atau kelompok masyarakat untuk merubah kehidupan sosial ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.
Setelah mengetahui beberapa definisi mengenai pembinaan, penulis mencoba menjelaskan beberapa pengertian mengenai agama dari sudut pandang bahasa dan istilah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
22
Aat Syafaat, dkk, Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 154.
23
Dzakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang,1976), Cet ke-15, h. 36.
24
Istilah- istilah ini diperkenalkan oleh Amrullah Ahmad dalam bukunya Dakwah Islam Sebagai Ilmu, dikutip oleh Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, h. 188.
(43)
30
agama berarti kepercayaan kepada tuhan dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.25
Menurut Harun Nasution kata agama dikenal juga dengan kata din
(dalam bahasa arab), dan religi (dalam bahasa Eropa). Ada yang
berpendapat bahwa agama terdiri dari dua kata, a berarti tidak dang am
berarti pergi, jadi agama berarti tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun-temurun. Pendapat lain mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa agama berarti tuntunan. Karena memang agama mengandung ajaran-ajaran yang menjadi tuntunan hidup
bagi pemeluknya.26
Masih dalam buku yang sama, menurut Sultan Takdir Alisjahbana agama adalah suatu sistem kelakuan dan penghubung manusia yang berpokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuatan dan kegaiban yang tiada terhingga luas, dalam, dan mesranya disekitarnya, sehingga member arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya.
Parsudi Suparlan mengkhususkan pengertian agama adalah suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasikan dan member respons terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci.
25
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 9.
26
Amsal Bakhtiar, Fisafat Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), Cet ke-1, h. 10.
(44)
Agama adalah risalah yang disampaikan Allah SWT kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dengan ketentuan hukum-hukum yang sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah SWT, kepada masyarakat dan alam sekitarnya.
Sedangkan pengertian Islam secara etimologi adalah kata benda
yang berasal dari kata kerja salima. Akar dari huruf م-ل-سsin, lam, mim.
Arti yang dikandung perkataan Islam itu adalah penyerahan diri,
kepatuhan, kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan.27 Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Islam berarti “agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.”28
Islam adalah agama tauhid. Artinya, keyakinan akan keesaan Allah
SWT. Tauhid merupakan prima causa (asal yang pertama, asal dari
segala-galanya) dari seluruh keyakinan Islam. Nama Islam sebagai sebuah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW diberikan langsung oleh Allah SWT, termuat dalam surat Ali-Imran :19.
…..
Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam.” (Qs Ali-Imran :19)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa agama Islam adalah agama Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia, yang
27
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet ke-1, hal. 43.
28
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 388.
(45)
32
mengandung ketentuan keimanan (aqidah), dan
ketentuan-ketentuan ibadah dan mu‟amalah (syari‟ah). Dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Materi Pembinaan Keagamaan
Pembinaan keagamaan merupakan segala upaya untuk memahami nilai-nilai keagamaan yang terdapat dalam Islam yang diajarkan maupun
yang dilaksanakan oleh pemeluk agama.29
Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW merupakan sumber etika Islam. kedua sumber ini penuh dengan nilai-nilai serta norma yang menjadi ukuran sikap manusia apakah itu baik atau buruk. Nilai-nilai Islam pada hakekatnya merupakan himpunan dari prinsip-prinsip hidup, serta ajaran-ajaran tentang bagaimana manusia menjalankan kehidupan di dunia.
E.S. Anshari yang dikutip dari buku Lembaga-lembaga Islam di Indonesia karangan Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali mengungkapkan bahwa kerangka dasar ajaran Islam terdiri dari akidah,
syari‟ah, dan akhlak. Ketiganya mengikuti sistematika iman, Islam, dan
Ihsan yang berasal dari Hadits Nabi Muhammad SAW. Materi pembinaan
keagamaan tentunya meliputi berbagai aspek. Namun secara garis besar mengikuti kerangka dasar ajaran agama Islam. Adapun uraiannya sebagai berikut:
29
Syaikh Musthofa Masyhur, Fikih Dakwah, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2000), Cet ke-1, h.
(46)
1) Akidah
Akidah adalah bentuk masdar dari kata “ „aqoda, ya’qidu,
„aqdan, „aqidatan” yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan,
perjanjian, dan kokoh.30 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
akidah berarti kepercayaan , keyakinan.31 Sedangkan menurut
istilah, terdapat dua pengertian yaitu pengertian secara umum dan secara khusus:
a) Secara umum, aqidah adalah hukum yang qath’i tanpa
keraguan lagi, baik berdasarkan syar’i (naqli) maupun hasil
pemikiran yang sehat (aqli), seperti itikad yang benar atau salah.
b)
Secara khusus, aqidah adalah pokok-pokok ajaran din Islamdan hukum-hukumnya yang qath’i.32 Seperti mengimani
terhadap enam hal yang lazim disebut dengan rukun iman, yang tertuang dalam firman Allah Swt dalam surat An-Nisa: 136:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah
30
Tadjab, Muhaimin, dan Abd. Mujib, Dimensi-dimensi Studi Islam, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), Cet ke-1, h.241.
31
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 15.
32
Saefuddaulah dan Ahmad Basyuni, Akhlak (Ijtima’iyyah), (Jakarta: PT Pamator, 1998), h. 5.
(47)
34
turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya.”(Q.S. An- Nisa: 136)
Akidah adalah konsep-konsep yang diimani manusia sehingga seluruh perbuatan dan perilakunya bersumber pada konsepsi tersebut. Sebagian ulama berpendapat bahwa pembahasan pokok akidah Islam meliputi rukun iman yang enam, yaitu:
a) Iman kepada Allah Swt
b) Iman kepada malaikat Allah Swt
c) Iman kepada kitab-kitab Allah Swt
d) Iman kepada rasul-rasul Allah Swt
e) Iman kepada hari akhir
f) Iman kepada qada dan qadar.
Imam Al- Ghazaly juga membedakan tingkatan iman setiap
hamba menjadi tiga tingkatan, yaitu:33
a) Iman orang awam yaitu orang-orang yang hanya beriman
karena ada orang yang dipercayainya (Rasul).
b) Iman orang alim yaitu orang-orang yang beriman karena
hasil penelitiannya, analisanya, serta kesimpulan dari upaya akalnya.
c) Iman orang arif (bijaksana) yaitu orang-orang yang beriman
setelah menyaksikan sendiri kebenaran hakiki yang
33
(48)
didapatkan oleh pengalaman rohaninya, tanpa ada unsur hijab (tabir) yang menghalanginya.
Rukun iman merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, apa bila seseorang mengingkari salah satunya maka leburlah amal dan keimanannya pada rukun iman yang lain. Keimanan seseorang baru dapat dikatakan sempurna apa bila didalamnya terdapat tiga unsur yang berpadu yaitu meyakini dengan hati, diikrarkan dengan lisan, serta diamalkan dengan tindakan.
2) Syari‟ah
Secara etimologis, syari‟ah adalah jalan yang harus
ditempuh oleh setiap umat Islam. Dalam arti teknis syari‟ah adalah
seperangkat norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan
hidupnya. 34
Norma Ilahi yang mengatur tata hubungan antara manusia dengan Allah SWT disebut juga kaidah ibadah. Sedangkan, yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain, benda dan
lingkungan masyarakat disebut juga kaidah mu‟amalah.
Menurut Muhammad Salam Madkur dalam bukunya
Al-Madkhal Lil Fiqh Al-Islami menjelaskan bahwa syari‟ah adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya, agar
34
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud Ali, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia, h. 28.
(49)
36
manusia mentaati hukum tersebut atas dasar iman, baik berkaitan
dengan akidah, amaliyah (ibadah dan mu‟amalah) maupun dengan
akhlak. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat al-Jaatsiah :18.
Artinya: “Kemudian kami jadikan kamu berada di atas
suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui.” (Q.S. Al- Jaatsiah: 18)
3) Akhlak
Secara etimologis kata akhlak berasal dari bahasa Arab,
jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia akhlak berarti budi pekerti.35
Dilihat dari sudut istilah (terminologi), terdapat beberapa ahli yang memberikan definisi tentang akhlak. Yaitu:
a) Imam Al-Ghazali dalam buku Akhlak Tasawuf karangan
H.A. Mustofa mengungkapkan definisi akhlak bahwa:
“akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih
dahulu.”
b) Ibnu maskawih mendefinisikan bahwa akhlak adalah
“keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
35
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet ke-3, h. 15.
(50)
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”
c) Sedangkan Prof. Dr. Amin mendefinisikan bahwa akhlak
adalah “kehendak yang dibiasakan. Artinya, bahwa
kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu
dinamakan akhlak.” 36
Akhlak yang baik haruslah berpijak pada keimanan. Oleh karena itu iman tidaklah cukup sekedar disimpan dalam hati, melainkan harus dilahirkan dalam perbuatan yang nyata berupa amal saleh dan atau tingkah laku yang baik.
Sebagaimana Rasulullah Saw pernah bersabda, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang terbaik budi pekertinya” (H.R. Abu Hurairah)
Secara garis besar akhlak digolongkan menjadi dua yaitu;
akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah
adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik atau terpuji yang terpendam dalam jiwa manusia. Sedangakan akhlak mazmumah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela yang terpendam dalam jiwa manusia.
36
(51)
38
3. Metode Pembinaan Keagamaan
Agar proses pembinaan berjalan dengan lancar, maka penting kiranya untuk memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi dakwah. Adapun metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:
a) Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan keterangan, petunjuk, pengertian, dan penjelasan tentang sesuatu kepada pendengar dengan menggunakan lisan. Metode ceramah merupakan metode yang sudah sejak lama dipakai dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, metode ini digolongkan sebagai metode tradisional. Dalam prakteknya, metode ini sering dibarengi dengan metode tanya jawab.
b) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami dan menguasai materi dakwah, di samping itu, juga untuk merangsang perhatian penerima dakwah.
c) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara mengajar atau menyajikan materi melalui pengajuan masalah yang pemecahannya dilakukan secara terbuka. Diskusi sering dimaksudkan sebagai pertukaran pikiran (gagasan, pendapat, dan sebagainya) antara sejumlah orang
(52)
secara lisan dengan membahas suatu masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur dan bertujuan untuk memperoleh kebenaran.
d) Metode Keteladanan
Metode keteladanan atau yang biasa disebut juga sebagai demonstrasi berarti suatu cara penyajian dakwah dengan
memberikan keteladanan langsung kepada mad’u agar tertarik
untuk mengikuti kepada apa yang dicontohkan.37
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa Islam sebagai ajaran memiliki sistem tersendiri yang bagian-bagiannya saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Sumbernya adalah tauhid, yang
berkembang melalui akidah, dari akidah itu mengalir syari‟at dan akhlak
Islam. Ketiganya laksana bejana yang saling berhubung.
37
(53)
40 BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA DAKWAH FRONT (LDF)
A. Profil Lembaga Dakwah Front (LDF)
1. Latar belakang berdirinya Lembaga Dakwah Front (LDF)
Kelahiran Front Pembela Islam menjadi babak baru dalam sebuah
perjalanan perjuangan Islam di Indonesia. Sejak dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 Front Pembela Islam (FPI) mencanangkan gerakan nasional anti ma’siat dengan cara menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Awal lahirnya FPI bak masjid yang siapa saja dari kaum muslimin boleh memasukinya. Karenanya, anggota FPI menjadi sangat beragam mulai dari
yang baik akhlaknya sampai yang masih membutuhkan pembinaan. 1
Kehadiran FPI menjadi sangat terkenal karena aksi yang dilakukan oleh laskar para militernya yakni Laskar Pembela Islam tak jarang aksi-aksi yang dilakukan mengakibatkan terjadinya konflik horizontal. Sehingga aksi-aksi tersebut menuai kritik dan mengundang kecaman oleh sebagian orang. Pada tahun 2002 menjelang ramadhan 1423H Ketua
Umum Front Pembela Islam Habib Muhammad Rizieq Syihab bersama
para aktivis FPI di jebloskan dalam sel tahanan Polda Metro Jaya.2
Belajar dari pengalaman tersebut pada tahun 2004 perubahan besarpun terjadi dalam organisasi FPI. Pada tahun 2004 FPI membentuk satu lembaga dakwah yang diberi nama Lembaga Dakwah Front (LDF).
1 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 3.
(54)
Lembaga Dakwah Front (LDF) merupakan lembaga otonom yang dibentuk oleh FPI yang salah satu fungsinya adalah untuk menjalankan kegiatan dakwah FPI yang berkaitan erat dengan aktivis atau laskar FPI maupun masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan dasar keagamaan bagi para aktivis FPI dan mentransformasikan nilai-nilai Islam di tengah
masyarakat. 3
Terbentuknya Lembaga Dakwah Front (LDF) diprakarsai oleh
Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Bin
Husein Syihab, sebagai ketua umum beliau membagi medan juang FPI
kedalam tiga bagian yakni; Dakwah, Hisbah (amar ma’ruf nahi munkar),
dan Jihad.
Lembaga Dakwah Front (LDF) didirikan sebagai wadah para
ustadz FPI dalam mentransformasikan nilai-nilai Islam di masyarakat
melalui kegiatan-kegiatan dakwah. Lembaga Dakwah Front (LDF)
bermaksud meneggakkan syariat Islam secara kaffah disegenap sektor
kehidupan.
Selama ini Lembaga Dakwah Front (LDF) menjadi tulang
punggung FPI dalam bidang kehumasan (public relation) dengan
mensosialisasikan tentang apa dan bagaimana FPI.4 Sebagai anak
organisasi yang dibentuk oleh FPI, Lembaga Dakwah Front (LDF)
memiliki beberapa fungsi di dalam tubuh organisasi FPI diantaranya:5
3
Wawancara Pribadi dengan Habib Idrus Ali Al-Habsyi, Sekertaris Umum LDF. Jakarta, 20 Agustus 2014.
4 Al-Habib Muhammad Rizieq Syihab. Dialog FPI Amar Ma’ruf Nahi Munkar, (Jakarta:
Pustaka Ibnu Sidah,2008), Cet ke-2, h. 198.
5
Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28 Juni 2014.
(55)
42
a) Fungsi pergerakan merupakan fungsi LDF dalam menterjemehkan
da’wah sebagai sebuah perjuangan mentranformasikan nilai-nilai Islam di masyarakat.
b) Fungsi sebagai pengabdian adalah melaksanakan transformasi
nilai-nilai dalam Islam di masyarakat.
c) Fungsi pengkaderan merupakan fungsi LDF dalam mencetak kader
Islami untuk mengemban visi dan misi LDF yang meliputi pembekalan dan pemberdayaan kualitas dan potensi anggota FPI.
d) Fungsi Pembinaan merupakan fungsi LDF dalam meningkatkan
kualitas sumber daya insani meliputi aspek fikriah, ruhiyah, jasadiyah dan skill manajerial aktivis FPI.
Dengan kata lain bahwa Lembaga Dakwah Front (LDF) didirikan
bukan hanya sebagai wadah silaturahmi para da’i FPI. Tetapi juga sebagai
penggerak dakwah FPI diantaranya dengan menambah wawasan keagamaan para anggota laskar FPI, termasuk juga mensosialisasikan dakwah dengan menggelar majelis-majelis ilmu di tengah masyarakat diberbagai daerah.
2. Visi dan Misi Lembaga Dakwah Front (LDF)
Sepertihalnya FPI, Lembaga Dakwah Front (LDF) mempunyai
sudut pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi (visi), bahwa upaya mewujudkan tegaknya syariat Islam di Indonesia adalah suatu yang mutlak harus dikerjakan terlebih mayoritas penduduk Indonesia merupakan umat Islam.
(56)
a) Mengajak manusia ke jalan Allah Swt dengan hikmah dan argument yang baik, dengan cara membentuk dan mengkader para dai yang mempunyai ciri khas sesuai dengan asas dan tujuan organisasi FPI
b) Menjadikan LDF sebagai salah satu pusat refrensi keilmuan,
keislaman dan pelayanan umat, yang sesuai dengan asas dan tujuan organisasi FPI
c) Menjadikan LDF sebagai pusat pembekalan dan pendistribusian
para dai, ke tempat yang ditunjuk oleh FPI atau yang dipandang
perlu oleh LDF.6
3. Struktur Organisasi Lembaga Dakwah Front (LDF)
Struktur organisasi adalah kerangka kerja formal oganisasi yang dengan kerangka itu tugas-tugas dan jabatan dibagi-bagi, dikelompokan
dan dikoordinasikan. Lembaga Dakwah Front (LDF) adalah organisasi
non formal yang menjadi wadah silaturahmi para ustadz FPI sekaligus menjalankan fungsi dakwah FPI. LDF dikelola oleh pengurus yang struktur organisasinya adalah sebagai berikut:
Ketua Umum : Habib Ahmad Fikri Bafaraj
Sekretaris Umum : Habib Idrus b. Ali Al-Habsyi Wakil Sekretaris : Habib Ali b. Husein Alatas
Bendahara : Ust. Haris Ubaidillah
Wk. Ketua Bidang Dai : Ust. H. Reza Pahlevi
6
Wawancara Pribadi dengan Haris Ubay Dillah, Bendahara Umum LDF, Jakarta, 28 Juni 2014.
(1)
Wawancara Dengan Aktivis FPI
Nama : Nana Al Farisi
Jabatan : Ketua Umum DPC FPI Ciledug
Tempat : Rumah Nana Al Farisi, Ciledug.
Hari : Rabu, 13 Agustus 2014 (13.00 wib)
1. Penulis : Sejak kapan anda bergabung dengan FPI? Nana Al Farisi:
Kalau bergabung secara tertulis secara nyata sekitar tahun 2008 tapi kalau kenal dengan FPI sudah lama sejak FPI berdiri, cuma secara aktif baru tahun 2000 sampai tahun 2004 ketika ada kejadian bencana di Aceh. 2. Penulis : Apakah saudara aktif dalam pengajian yang diadakan LDF?
Nana Al Farisi:
Selama ini kami selalu datang pada pengajian setiap malam kamis dan juga pengajian bulanan yang ada setiap hari minggu kita selalu hadir kesana.
3. Penulis :Siapa saja pengajar dalam pengajian tersebut? Nana Al Farisi:
Kalau pengajian malam kamis itu biasanya beragam terutama adalah habib rizieq, dan juga biasanya di isi oleh KH. Zaenudin Ali, KH. Misbahul Anam.
(2)
Nana Al Farisi:
Sekarang pola pengajarannya dibagi beberapa bagian yaitu tafsir
Al-Qur’an, pengkajian hadis (hadir arbain nabawi), dan tafsirnya sekarang
sudah dibahas tafsir Jalalain, dan untuk akhlaknya atau tasawuf, itu dikaji juga cuma saya lupa nama kitabnya.
5. Penulis : Apakah selama ini saudara aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial LDF?
Nana Al Farisi:
Kita temen-temen di DPC FPI ciledug sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial terutama dalam masalah-masalah yang terjadi belakangan ini seperti masalah banjir di ciledug indah, dan juga seperti masalah Gaza yang saat ini sedang timbul kita juga aktif dalam menggalang dana. Kita pernah ikut juga program reboisasi dalam menanam sekitar seribu pohon di Megamendung bersama temen-temen DPC di sekitar wilayah jabodetabek.
Tangerang, 13 Agustus 2014
Penulis Narasumber
(3)
Lampiran-Lampiran
Foto Bareng Habib Idrus Ali Al-Habsyi (Sekertaris Umum LDF) setelah wawancara di rumah Habib Idrus Kebon Jeruk, Jakarta.
(4)
Foto Bareng Ust. Haris Ubay Dillah (Bendahara Umum LDF) setelah wawancara di markas FPI Petamburan III Jakarta.
(5)
Foto Kegiatan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Bersama KH. Misbahul Anam
(6)
Foto Kegiatan Pengajian dan Dzikir Lembaga Dakwah Front (LDF) di Markas Syariah FPI Petamburan III Jakarta, Juni 2014.