ANALISIS ISI ADVOKASI THE COUNCIL ON AMERICAN-ISLAMIC RELATIONS (CAIR) DALAM MENANGANI ISU ISLAMOPHOBIA DI AMERIKA SERIKAT

(1)

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

AMERIKA SERIKAT

(CONTENT ANALYSIS STUDY: THE ADVOCACY OF THE COUNCIL ON AMERICAN-ISLAMIC

RELATIONSIN HANDLING THE ISLAMOPHOBIA ISSUE IN THE UNITED STATES)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh: MAWADDAH FAUZIAH


(2)

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

DI AMERIKA SERIKAT

(CONTENT ANALYSIS STUDY: THE ADVOCACY OF THE COUNCIL ON AMERICAN-ISLAMIC RELATIONSIN HANDLING THE ISLAMOPHOBIA ISSUE IN THE UNITED STATES)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata-1 (S1) Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh: MAWADDAH FAUZIAH


(3)

iii

ANALISIS ISI ADVOKASI THECOUNCIL ON AMERICAN-ISLAMIC

RELATIONS (CAIR) DALAM MENANGANI ISU ISLAMOPHOBIA DI AMERIKA SERIKAT

MAWADDAH FAUZIAH 20130510102

Telah dipertahankan, dinyatakan lulus dan disahkan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

pada:

Hari/Tanggal: Selasa, 20 Desember 2016 Pukul: 08.00 WIB

Tempat: Ruang HI.C TIM PENGUJI

Ketua Penguji

Dr. Surwandono, S.Sos, M.Si

Penguji I Penguji II

Dra. Mutia Hariati Hussin M.Si Drs. Djumadi M. Anwar M.Si


(4)

iv

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ataupun di Perguruan Tinggi lain.

Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain –kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 26 Desember 2016

Materai+ttd

Yang Membuat Pernyataan


(5)

v

Puji syukur atas kehadirat Allah Azza wa Jalla, Rabb Semesta Alam, karena atas rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Analisis Isi Advokasi the Council on American-Islamic Relations dalam Menangani Isu Islamophobia di Amerika Serikat”, dengan lancar dan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada utusan Allah sekaligus merupakan Nabi dan Rasul terakhir yakni Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam beserta kepada para keluarganya, para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum ‘ajma’in, para pengikutnya yang berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah hingga akhir zaman. Penulis juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang membantu kelancaran penyusunan skripsi ini secara materiil maupun non-materiil, yakni kepada:

1. Musbar Chaniago bin Muchtar dan Sri Suciharti binti Miswan, orang tua penulis, atas kasih sayang, kesabaran, kepercayaan, pendidikan dan dukungan yang tak terhingga yang dicurahkan kepada penulis. Skripsi ini merupakan hadiah persembahan bagi kalian berdua hafizhakumaallah, semoga persembahan ini menjadi catatan amalan penulis dalam menunaikan birrul walidain

2. Baity Jannati Rahmania bin Musbar, saudari perempuan penulis, atas segala dukungan dan tempat curahan hati, suka maupun duka. Semoga engkau diberi kemudahan untuk menyelesaikan pendidikan S1 seperti yang telah ditempuh penulis


(6)

vi

perkuliahan. Beserta Bapak Drs. Djumadi M. Anwar M.Si. selaku dosen pembimbing akademik (DPA) dan dosen penguji skripsi. Semoga ilmu yang para beliau ajarkan menjadi amalan jariyah yang bermanfaat

4. Ibu Nur Azizah S.IP., M.A., selaku ketua jurusan Hubungan Internasional dan Bapak Ali Muhammad S.IP., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah yang selama ini membantu kelancaran perkuliahan dan kelancaran birokrasi untuk menyelesaikan skripsi 5. Seluruh dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta serta para staff TU yang senantiasa memberikan ilmu dan bantuannya yang sangat bermanfaat. Semoga ilmu yang diberikan bapak dan ibu dosen bisa penulis terapkan dan dapat bermanfaat bagi agama dan bangsa, terkhususnya bagi penulis sendiri sebagai makhluk sosial

6. Teman-teman Hubungan Internasional 2013 dan Tim KKN 43 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas kerja samanya dalam melakukan kegiatan perkuliahan selama 6 semester dan 1 semester untuk KKN dan skripsi. Khusus teruntuk Dini Oktavia, Itsnaini Permata Hati, dan Laila Rezvina Baswedan. Terima kasih atas diskusi yang berkualitas selama 7 semester ini, semoga ilmu yang teman-teman berikan kepada penulis, entah secara langsung maupun tersirat, bisa bermanfaat bagi penulis dan juga bisa menjadi amalan kebaikan kalian

7. Institusi pendidikan yang telah penulis tempuh sejak kecil hingga sekarang yang terdiri dari Playgroup Balita Fitriyani, TK Tegar Beriman, SDN


(7)

vii

telah mewarnai kehidupan penulis dalam menempuh pendidikan selama ini 8. Wisma Shoffiyah yang menjadi tempat tinggal di Yogyakarta walaupun

hanya 1 tahun. Insyaa Allaahu Ta’ala wisma yang dibenuhi keberkahan karena di dalamnya dipenuhi teman-teman yang shalihah dan yang senantiasa mengingatkan penulis untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Terima kasih kepada Titi Komalasari, Nurul Hidayah, Nur Jannah, Elsa Istiqomah, Husnul Rofikoh, Sri Puji Hapsari, dan Septiana. Selain itu juga, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada University Residence dan teman-teman Usrah Ummu Habibah Ramlah yang telah menjadi keluarga bagi penulis pada tahun pertama di Yogyakarta

9. Ma’had Al-Mubarok yang menjadi tempat kajian Islam selama penulis

mengisi akhir pekan untuk menuntut ilmu syar’i sejak pertama kali

menginjakkan kaki di Yogyakarta. Semoga para panitia dan para asatidzah hafizhahumullah diberi keistiqomahan meniti jalan-Nya yang lurus. Semoga

Ma’had Al-Mubarok bisa terus merangkul mahasiswa/i di sekitar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk menuntut ilmu agama Islam agar menjadi generasi muda yang cerdas dalam urusan akhirat maupun dunia

10.Dan seluruh pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap sumbangsihnya hingga skripsi ini dapat direalisasikan dengan baik. Semoga Allah memberikan ganjaran yang terbaik bagi kalian di dunia, terutama di akhirat disaat tidak ada pertolongan yang hakiki selain amalan kita sendiri dan pertolongan-Nya. Jazaakumullahu khayraa wa baarakallahu ‘alaaykum.


(8)

viii

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah

ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Mengenal”

(QS. al-Hujuraat: 13)

ةنجلا باوبأ طسوأ دلاولا

“Orang tua adalah pintu surga yang paling baik”

(Hadits Shahih. Riwayat at-Tirmidzi)

Imam Syafi’i rahimahullah berkata,

“Keridhaan manusia adalah cita-cita yang tidak mungkin tercapai, dan bagiku tidak ada cara melainkan menuju keselamatan. Karena itu, kerjakanlah apa yang

bermanfaat untukmu dan tekunilah”


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Tujuan Penelitian ... 7

C.Manfaat Penelitian ... 8

D.Pokok Permasalahan ... 9

E.Konsep Pemikiran ... 10

1. Non-Governmental Organization ... 10

F. Hipotesis ... 17

G.Metode Penelitian ... 18

1. Pendekatan Penelitian ... 18

2. Sifat Penelitian ... 19


(10)

x

6. Populasi dan Sampling ... 21

7. Cara Analisis dan Penafsiran Data ... 22

H.Sistematika Penulisan ... 23

BAB II. DINAMIKA CAIR DALAM MENGARTIKULASIKAN ADVOKASI MUSLIM DI AMERIKA SERIKAT ... 25

A.Keragaman Muslim Amerika ... 25

B.Profil the Council on American-Islamic Relations (CAIR) ... 28

C.Program CAIR sebagai Kelompok Advokasi ... 33

D.Tanggapan CAIR terhadap Diskriminasi Muslim Amerika ... 36

BAB III. DISKURSUS KEBIJAKAN ISLAMOPHOBIA DI AMERIKA SERIKAT ... 41

A.Perkembangan Islamophobia di Amerika Serikat ... 41

1. Sejarah Pemikiran Islamophobia ... 41

2. Isu Islamophobia di Era Kontemporer ... 43

B.Kebijakan Islamophobia di Amerika Serikat ... 46

1. Kebijakan Global War on Terror ... 46

2. Undang-Undang Anti Syariah ... 49

3. Kebijakan Patriot Act ... 51

4. Kebijakan Controlled Application Review and Resolution Policy (CARRP) ... 53

5. Program Registrasi Imigran dari Negara Muslim (NSEERS) ... 55


(11)

xi

A. Advokasi CAIR dalam Membentuk Citra Baik Islam ... 60

B. Asas Mempertahankan Hak Muslim Amerika oleh CAIR ... 72

BAB V. KESIMPULAN ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

A.Kepustakaan ... 81

B.Situs Internet ... 83

LAMPIRAN ... 85

A.Islamophobia and Its Impact in the United States ... 85

B.American Muslim Voters ... 86

C.CAIR: Civic Participation Book ... 87

D.The Status of Muslim Civil Rights in the United States 2009 ... 88

E.Written Statement of the CAIR on Drone Wars ... 89

F. CAIR Chicago: Hajj Travel Guide ... 90

G.Islamophobia in America ... 91

H.Islamophobia Pocket Guide ... 92

I. Legislative Fact Sheet ... 93

J. Written Statement of the CAIR on Protecting the Civil Rights ... 94

K.What They Say About CAIR ... 95


(12)

xii

Bagan 1.1 Cara Sosialisasi Islam oleh CAIR ... 2

Bagan 1.2 Tipologi NGO ... 12

Bagan 1.3 Proses Advokasi ... 16

Bagan 1.4 Sifat Penelitian ... 19

Bagan 1.5 Unit Analisis ... 21


(13)

xiii


(14)

xiv

Tabel 1.1 Tingkatan NGO ... 11

Tabel 2.1 Periodesasi Gelombang Imigran Muslim ke Amerika ... 26

Tabel 3.1 Kategorisasi Jaringan Islamophobia ... 45

Tabel 4.1 Indikator Citra Negatif Islam ... 60

Tabel 4.2 Indikator Citra Positif Islam ... 63

Tabel 4.3 Pengemasan Citra Islam ... 65

Tabel 4.4 Indikator Mempertahankan Hak Muslim Amerika ... 72


(15)

xv

This research will describe the advocacy of the Council on American-Islamic Relations (CAIR) in handling the Islamophobia issues in the United States by content analysis. CAIR is a non-governmental, non-profit, grassroots civil rights and advocacy organization. It is the largest Muslim civil liberties organization in the U.S. which concerns in Islamophobia issue. They work through media relations, lobbying, education and advocacy to make sure a Muslim voice is represented. All of texts that will be analyzed are derived from the advocacy documents of CAIR. It is known 11 documents of CAIR from 2001-2016 in the official website of CAIR which have been chosen that will be analyzed in this research. Data analysis was performed with a

content analysis that focused on specific messages that represent in diction of CAIR’s

advocacy documents.

Keywords: Advocacy, Advocacy Organization, CAIR, Content Analysis, Islamophobia, Non-Governmental Organization


(16)

(17)

xv

This research will describe the advocacy of the Council on American-Islamic Relations (CAIR) in handling the Islamophobia issues in the United States by content analysis. CAIR is a non-governmental, non-profit, grassroots civil rights and advocacy organization. It is the largest Muslim civil liberties organization in the U.S. which concerns in Islamophobia issue. They work through media relations, lobbying, education and advocacy to make sure a Muslim voice is represented. All of texts that will be analyzed are derived from the advocacy documents of CAIR. It is known 11 documents of CAIR from 2001-2016 in the official website of CAIR which have been chosen that will be analyzed in this research. Data analysis was performed with a content analysis that focused on specific messages that represent in diction of CAIR’s advocacy documents.

Keywords: Advocacy, Advocacy Organization, CAIR, Content Analysis, Islamophobia, Non-Governmental Organization


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amerika Serikat merupakan negara multienis yang terkenal dengan kata pluralisme sebagai semboyannya.1 Mengingat, penduduk Amerika Serikat kini memang sebagian besar merupakan migrasi dari wilayah Eropa. Seiring berjalannya waktu dan berbagai peluang yang menjanjikan, penduduk Amerika Serikat pun semakin beragam yang bermigrasi

dari belahan dunia.

Berdasarkan data tahun 2014 persentase ras di Amerika Serikat masih didominasi ras kulit putih yakni sebesar 77.4%.2 Sedangkan persentase agama menunjukkan fakta bahwa agama Islam masih menjadi kaum minoritas dengan persentase 1%. Dengan status minoritas tersebut, menjadi hal yang wajar jika kaum Muslim Amerika mendirikan organisasi-organisasi yang menyangkut kepentingan mereka

sebagai kaum Muslim sekaligus warga Amerika. Diketahui organisasi Muslim di Amerika Serikat terdapat kurang lebih 70 organisasi Muslim3 yang bergerak

1

Lawrence Auster (1991), America: Multiethnic, Not Multicultural dalam Academic Questions Fall 1991, Vol. 4 Issue 4, hal. 72

2

Pew Research Center (2015), America’s Changing Religious Landscape, diakses dalam

www.pewforum.org/2015/05/12/americas-changing-religious-landscape/ pada 10 Mei 2016 pukul 11.35 WIB

3

Lihat selengkapnya pada hal. 97

Grafik 1.1

Sumber: Pew Research Center 2015 47% 21% 3% 4% 3% 2% 1% 20%

Persentase Agama di Amerika Serikat Kristen Protestan Kristen Katholik Kristen lainnya Agnostik Atheis Yahudi Muslim


(19)

2

dalam bidang yang berbeda-beda. Keragaman dalam bidang tersebut diharapkan mampu mencakup semua lini yang ada.

The Council on American-Islamic Relations atau yang biasa disingkat sebagai CAIR merupakan salah satu organisasi Muslim terbesar di Amerika Serikat yang menyangkut hak-hak sipil. CAIR juga termasuk ke dalam kelompok advokasi. Sejak berdiri tahun 1994, organisasi ini bekerja untuk membela Muslim Amerika yang mengalami perilaku diskriminatif serta bekerja untuk mensosialisasikan gambaran mengenai Islam dan Muslim di Amerika. Hal ini dilakukan melalui 4 cara yang mereka tekankan. Lihat Bagan 1.1. Dalam perspektif ini, CAIR memberikan wadah bagi komunitas Muslim Amerika dan mendorong partisipasi mereka dalam aktivitas sosial dan politik.4 Markas organisasi non-profit yang berbasis akar rumput ini berlokasi di Capitol Hill, Washington DC. CAIR juga tersebar di beberapa negara bagian Amerika Serikat serta Kanada.5

Advokasi merupakan bentuk mengemukakan pendapat dan suara serta menunjukkan isu penting apa yang sedang menjadi perhatian oleh suatu kelompok. Advokasi yang dilakukan CAIR menyinggung mengenai pembelaan Muslim Amerika di publik melalui media hingga pembelaan secara hukum ke tingkat pengadilan dan pemerintah. Dalam melakukan visi dan misinya, CAIR sebagai kelompok advokasi menampung keluhan Muslim Amerika yang mengalami diskriminasi individual. Akan tetapi, keluhan tersebut harus memenuhi

4

CAIR, CAIR Vision and Mission, diakses dalam http://www.cair.com/about-us/vision-mission-core-principles.htmlpada 05 Mei 2016 pukul 08.14 WIB

5 Ibid. U PA Y A C A IR ( 1 9 9 4 -2 0 1 6

) Hubungan media

Hubungan pemerintah Pendidikan Pembelaan secara hukum

Bagan 1.1


(20)

3

syarat yang diajukan oleh CAIR apakah tindakan yang dialami termasuk tindakan yang mampu dilaporkan selanjutnya atau tidak. Kemudian laporan tersebut diproses oleh bagian kepengurusan hak sipil CAIR yang bernama Civil Rights Department. Tahap selanjutnya ialah mencari solusi melalui mediasi, negosiasi, public pressure, dan jika dibutuhkan dengan tindakan legal lainnya. Di samping adanya Civil Rights Department, CAIR juga memiliki Government Affairs yang juga merupakan bagian dari upaya advokasi ke tingkat pemerintah. CAIR juga melakukan upaya preventif dengan cara mempublikasikan buku panduan “Know Your Rights and Responbilities”.

Diketahui CAIR kerap menulis dokumen advokasi, baik itu berupa dokumen online, pamflet, selembaran, buku panduan, tulisan website dan lain sebagainya. Dokumen-dokumen tersebut merupakan bagian dari perwujudan upaya advokasi organisasi CAIR dalam memberikan solusi, anjuran serta meluruskan pandangan negatif mengenai Islam dan Muslim. Dari dokumen tersebut, beberapa di antaranya akan menjadi bahan untuk dilakukan analisis isi dalam karya ilmiah ini. CAIR sebagai kelompok yang menaungi masyarakat Muslim Amerika merepresentasikan dirinya sebagai kelompok yang terbuka terhadap publik sebagaimana yang mereka klaimkan. Berdirinya organisasi ini ternyata tidak berjalan mulus dan justru kemudian memunculkan stigma negatif dari kalangan aktivis Islamophobia ataupun kalangan Muslim sendiri yang berbeda haluan. Ada yang mengatakan bahwa walaupun penampilan CAIR itu menunjukkan sisi ideologi yang bersifat keseragaman dan moderat, tetapi karakteristik konservatif dan ekstrimisnya sangat kuat sekali dengan pandangan fundamentalis Islamnya.6

6

Steven Merley (2007), Extremism and the Council on American-Islamic Relations, Global Muslim Brotherhood Research Center, hal. 6


(21)

4

Namun demikian, di sisi lain CAIR justru mendapat sambutan positif dari kalangan Muslim Amerika. Bukan hanya dari kalangan Muslim, sambutan positif dari mantan gubernur Pennsylvania pada April 2007, Ed Rendell, yang mengungkapkan bahwa

“As Governor and on behalf of all Pennsylvanians, I thank

everyone involved with CAIR-PA7 for your commitment to serving the needs of our commonwealth’s Muslim community

and building a stronger, more united Pennsylvania.”8 (Sebagai gubernur dan mewakili warga Pennsylvania, saya berterima kasih kepada semuanya yang telah turut serta dengan CAIR-PA atas komitmen kalian dalam melayani kebutuhan komunitas Muslim kita serta menciptakan hubungan yang lebih kuat dan lebih menyatukan bagi Pennsylvania)

Dengan hadirnya dua tanggapan yang bertolak belakang terhadap organisasi CAIR ini, tak dipungkiri sebagai suatu hal yang lumrah terjadi dalam suatu organisasi yang memiliki kepentingan dalam pencapaiannya.

Pada dekade ini isu Islamophobia kian merebak di dunia internasional. Termasuk di negara Amerika Serikat yang menunjukkan signifikansi peningkatan terhadap fenomena Islamophobia. Serangan pengeboman gedung World Trade Center dan Pentagon 9/11 oleh al-Qaeda di Washington menjadi awal bagi isu Islamophobia untuk semakin disuarakan di isu perpolitikan internasional, terlebih di domestik Amerika Serikat. Peristiwa pun berlanjut dengan berbagai penyerangan yang diklaim ISIL sebagai pihak yang bertanggung jawab di dalamnya seperti penyerangan di California, Kentucky, Massachussets, Minnesota, New Jersey, New York, Ohio dan lainnya.9

7

CAIR-PA merupakan CAIR cabang Pennsylvania 8

CAIR (2014), What They Say About CAIR, Washington D.C.

9

Mike James dan Linda Dono (2016), Islamophobia: U.S. Cities Face Anti-Muslim Backlash,


(22)

5

Mengulas sedikit lebih dalam, Islamophobia merupakan ketakutan atau rasa ketidaksukaan hingga kebencian yang terkadang memunculkan perlakuan negatif atau perlakuan yang bersifat diskriminatif secara langsung ke Islam ataupun Muslim. Sehingga yang patut digarisbawahi pada Islamophobia disini ialah berbentuk perlakuan negatif yang merenggut hak-hak dasar individu.10

Islamophobia di Amerika Serikat sudah merambah ke ranah isu politik, bukan lagi isu yang hanya sekedar di kalangan masyarakat. Ini ditandai dengan pernyataan kontroversial yang dikemukakan oleh salah satu kandidat calon Presiden Amerika Serikat dari partai Republik, Donald Trump11, yang dalam kampanyenya pada Desember 2015. Ia melarang Muslim untuk datang ke Amerika Serikat. 12 Dari warga Amerika sendiri, cukup banyak yang bersikap kontra terhadap pernyataan tersebut. Mereka menganggap bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan prinsip dasar negara Amerika yakni demokrasi. Karena pada hakikatnya negara Amerika menerima segala etnis, agama, dan suku bangsa. Namun tidak sedikit pula yang mendukung pernyataan Trump ini, dikarenakan adanya ketakutan akan Islam yang juga memang semakin meningkat disana pasca berbagai serangan yang terjadi pada 2 tahun terakhir ini seperti di negara bagian Amerika, serangan bom Eropa contohnya di Paris, Brussel dan lainnya.

03/23/islamophobia-us-cities-face-anti-muslim-backlash/82180536/ pada 07 Mei 2016 pukul 06.56 WIB

10

Erik Bleich (2012), Defining and Researching Islamophobia dalam Review of Middle East Studies, MESA, hal. 180

11

Berdasarkan pemungutan suara, Donald Trump menjadi Presiden terpilih pada November 2016 12

Jessica Glenza (2015), Donald Trump's Message to Muslims: 'We Want You to Turn in the Bad

Ones' , New York: The Guardian News diakses dalam http://www.theguardian.com/us-news/2015/dec/08/donald-trump-defends-muslim-ban pada 07 Mei 2016 pukul 10.38WIB


(23)

6

Tak bisa dielakkan munculnya isu ini menjadikan kaum Muslimin sebagai obyek dari kebencian tersebut. Bentuk kebencian tersebut termanifestasi dalam bentuk perlakuan negatif seperti disangka sebagai teroris, bahkan diganggu, dilecehkan, didiskriminasi, hingga penyerangan. Salah satu contoh kasus yang baru-baru ini terjadi ialah tujuh wanita Muslimah diusir dari sebuah Urth Caffe di Pantai Laguna, Barat Hollywood karena mereka memakai kerudung di kepalanya pada Maret 2016.13 Peristiwa tersebut merupakan segelintir kasus diskriminasi yang diterima kaum Muslim Amerika pasca meningkatnya isu Islamophobia di negara adidaya tersebut.

Berbagai aktivitas negatif yang mengatasnamakan Islam seperti pengeboman dan penyerangan yang dilakukan kelompok-kelompok teroris membuat citra Islam ternodai di kalangan non-Muslim, termasuk di Amerika. Maka dari itu, munculnya kebencian terhadap Islam dan Muslim ini atau yang disebut sebagai Islamophobia. Dan ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Muslim agar bisa bertahan di Amerika. Setidaknya, munculnya kelompok atau komunitas yang menyatukan Muslim Amerika dapat menjadi tempat bernaung mereka dalam berbagi keluh kesah, pengalaman suka-duka dalam menjalankan syari’at Islam di negara yang tingkat isu Islamophobia-nya tinggi. Alih-alih jika mereka dapat menyuarakan hak-hak mereka dari penindasan aktivitas Islamophobia. Tentunya hal ini justru menjadi langkah yang lebih maju lagi dalam mempertahankan eksistensi mereka.

13

Clark Mindock (2016), Muslim Discrimination in America: Hijab-Wearing Women Forced to Leave California Restaurant are Suing, United States: International Business Times News diakses

dalam


(24)

7

Dengan berbagai peristiwa yang terjadi, kaum Muslim berusaha untuk melindungi hak-hak dasar mereka agar bisa tetap tinggal di Amerika dengan normal tanpa adanya intimidasi ataupun diskriminasi. Identitas mereka sebagai umat Muslim sekaligus warga negara Amerika yang legal memang sepatutnya diperjuangkan. Peran organisasi Muslim Amerika –salah satunya the Council on American-Islamic Relations (CAIR)- sangat dibutuhkan dalam permasalahan yang timbul dari perkembangan isu Islamophobia di Amerika Serikat pada dewasa ini.

B. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan tugas akhir atau skripsi ini, terdapat beberapa tujuan yang penulis canangkan yaitu:

1) Menganalisis isi dokumen resmi the Council on American-Islamic Relations (CAIR)

2) Mendeskripsikan kondisi kaum Muslimin dan perkembangan Islamophobia di Amerika Serikat berdasarkan dokumen CAIR

3) Mengetahui upaya-upaya advokasi yang dilakukan NGO the Council on American-Islamic Relations (CAIR) dalam membendung fenomena Islamophobia di Amerika Serikat

4) Menerapkan konsepsi yang telah dipelajari mengenai non-governmental organization, advokasi, Islamophobia, dekonstruksi, serta yang berkaitan dengan politik Amerika Serikat

5) Sebagai skripsi atau tugas akhir dalam menempuh Strata 1 (S1) Ilmu Hubungan Internasional


(25)

8

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian ini yaitu: 1) Bagi Mahasiswa

Mahasiswa mampu menerapkan berbagai konsep dan teori yang telah dipelajari selama perkuliahan berlangsung di jurusan Ilmu Hubungan Internasional. Kemudian dihubungkan dengan studi kasus yang terjadi sehingga memunculkan benang merah di dalamnya. Selain itu, agar mahasiswa memahami politik domestik Amerika Serikat dan bagaimana penyaluran hak-hak suara masyarakat melalui NGO nasional. Diharapkan juga mampu memahami politik Islam walaupun sebatas dalam kelompok yang cakupannya lebih kecil atau dibawah negara, yakni melalui pemahaman organisasi CAIR.

2) Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat umum, khususnya kaum Muslim, lebih menaruh perhatian terhadap isu-isu yang berkembang yang melibatkan Islam dan kaum Muslimin di dalamnya. Isu Islamophobia menjadi titik awal bagi kaum Muslimin untuk berjuang dalam mempertahankan eksistensi agamanya dan berusaha untuk tetap bermuamalah dengan kaum non-Muslim sesuai porsinya. Selain itu juga, diharapkan melalui penelitian ini dapat menggambarkan bahwa Muslim bukan lah suatu ancaman bagi negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim. Sehingga terwujud lah hubungan yang baik antar negara, antar suku bangsa, antar ras dan antar agama. Penelitian ini juga dapat dimanfaatkan bagi Muslim yang memiliki lingkungan yang serupa dengan studi kasus ini.


(26)

9

3) Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO)

Organisasi CAIR kemudian diharapkan mampu menginspirasi atau setidaknya dapat diambil pelajaran, entah itu kelebihan ataupun kekurangannya, dalam pelaksanaan dan manajemen organisasinya dalam menyalurkan kepentingan-kepentingan terhadap pihak yang terkait melalui upaya advokasi.

4) Bagi Negara

Diharapkan negara Amerika Serikat atau negara yang memiliki kasus serupa, semakin menaruh perhatian terhadap hak-hak warga negaranya dan tidak memandang sebelah mata masalah sosial yang terjadi sehingga kemudian merambah ke ranah politik. Khususnya bagi negara di dunia Islam, kasus ini menjadi pengingat bahwa isu Islamophobia juga patut diperhatikan agar tidak semakin menjalar ke negara lain. Mengingat kasus ini terjadi di Amerika Serikat, negara yang memiliki bargaining position yang terpandang di kancah intenasional. Sehingga diharapkan sebab-akibat yang terjadi dari isu Islamophobia ini bisa ditekan dan tidak menjadi efek domino bagi negara lain.

D. Pokok Permasalahan

Dari fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

“Bagaimana upaya advokasi yang dilakukan organisasi the Council on American-Islamic Relations (CAIR) dalam menangani isu Islamophobia di


(27)

10

E. Konsep Pemikiran

Mengingat penelitian ini bersifat deskriptif, maka konsep dirasa cukup untuk menjadi alat dalam menjawab rumusan masalah diatas. Maka akan digunakan satu konsep yaitu konsep non-governmental organization yang tergolong ke dalam NGO yang berbasis advokasi.

Non-Governmental Organization

Non-Govermental Organization adalah organisasi yang bersifat privat dan non-profit (tidak ada keuntungan materiil) yang terlibat dalam aktivitas internasional. Mereka memiliki orientasi pada satu isu ataupun bisa saja dengan berbagai orientasi isu. Mereka pun juga dapat menekan pemerintah dan organisasi-organisasi internasional lainnya dengan secara langsung dan tidak langsung dengan teknik lobi.14 NGO atau yang dikenal dengan LSM juga menggagas ide-ide, menyediakan informasi, dan mempengaruhi (lobbying) untuk mengadakan sebuah perubahan kebijakan.

Istilah NGO sendiri tidak beredar secara umum sebelum dibentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tetapi NGO baru menjadi populer sejak 1970-an hingga sekarang. Sangat jelas sekali, NGO haruslah berdiri secara independen dari berbagai campur tangan langsung pemerintah. NGO juga bukan bagian dari birokrasi pemerintah, partai, perusahaan, organisasi kriminal atau kelompok gerilya. Menurut Professor Peter Willets,

“NGO is defined as an independent voluntary association of people

acting together on a continuous basis, for some common purpose, other than achieving government office, making money or illegal

activities.”15

(NGO didefinisikan sebagai asosiasi sukarela yang independen yang terdiri dari orang-orang bekerja bersama-sama pada

14

Kelly-Kate S. Pease (2010), International Organizations Perspective on Governance in the Twenty-First Century, New York: Pearson Education

15


(28)

11

landasan yang berkelanjutan, untuk beberapa tujuan yang sama, dan bukan seperti pencapaian pemerintah, ataupun yang menghasilkan uang atau aktvitas ilegal)

NGO pada perkembangannya memiliki definisi yang berbeda. Dahulunya studi NGO masih membahas NGO yang ada dalam tubuh PBB. Namun seiring berjalannya waktu, pertumbuhan NGO semakin besar dan semakin memunculkan arti lain di dalamnya. Sehingga secara struktur, NGO diklasifikasikan ke dalam lima level, sebagai berikut:

Tabel 1.1 Tingkatan NGO

Sumber: Peter Willets dalam What is a Non-Governmental Organization?

Dikarenakan organisasi CAIR tergolong NGO skala nasional, maka akan dibahas lebih lanjut mengenai NGO nasional. NGO di tingkat ini terdiri dari individu-individu yang bekerja sama dalam kelompok lokal yang berkoordinasi dengan cabang lainnya di daerah lain dan kemudian memiliki markas utama di ibukota pada negara tersebut. NGO nasional juga ikut serta dalam perkembangan transnasional dan aktivitas kemanusiaan, dan terkadang juga ikut serta dalam diplomasi internasional. Saat NGO nasional hendak bergabung untuk mempengaruhi politik pada skala global, mereka dapat melakukannya melalui INGO.

Level of

Organization From 1945 to Early 1990s Early 1990s Onwards

Local National NGO, at the UN Not discussed elsewhere

Grassroots, community based or civil society organization, or local NGO Provincial

(USA-State)

National NGO, at the UN Not discussed elsewhere

Civil society organization or local NGO

National National NGO, at the UN NGO, outside the UN

NGO or national NGO or civil society organization

Regional International NGO NGO or civil society organization Global International NGO NGO or Major Group or Civil Society


(29)

12

Ada beberapa kemungkinan untuk mengklasifikasi NGO, sebagaimana yang dilakukan oleh Peter Willets yang mengatakan ada 2 jenis aktivitas NGO yakni NGO berbasis operasional dan NGO berbasis kampanye.16 Hal ini hampir serupa dengan 2 tipologi aktivitas NGO yang digunakan oleh World Bank, yakni sebagai berikut:17

Bagan 1.2 Tipologi NGO

Menurut Andrews dan Edward dalam Advocacy Organization in the U.S Political Process, NGO yang berbasis advokasi didefinisikan sebagai

“Advocacy organizations make public interest claims either

promoting or resisting social change that, if implemented, would conflict with the social, cultural, political, or economic interests or

values of other constituencies and groups” 18

(Organisasi yang berbasis advokasi membuat tuntutan kepentingan publik dibandingkan melakukan promosi atau melawan perubahan sosial yang jika diimplementasikan akan membuat konflik pada kepentingan di ranah sosial, budaya, politik maupun ekonomi atau nilai-nilai lainnya dari para pemilih dan para kelompok)

NGO semakin menunjukkan keterlibatannya dalam advokasi untuk perubahan di sistem lokal, nasional maupun internasional yang mendiskriminasikan dan menekan orang-orang serta mencegah mereka dalam mencapai pembangunan yang maksimal. Pada aktivitas advokasi oleh NGO

16

Ibid., hal. 9 17

Concepts and Functions of NGO, Rai Technology University, hal. 27 18

Sara E. Kimberlin, Advocacy by Nonprofits: Roles and Practices of Core Advocacy

Organizations and Direct Service Agencies, California: Taylor and Francis Grroup, hal. 165 NGO berbasis operasional NGO berbasis advokasi

Tujuannya adalah merancang dan melaksanakan proyek-proyek yang berkaitan dengan pembangunan dan pertolongan

Tujuannya untuk membela atau mempromosikan suatu perkara yang spesifik


(30)

13

biasanya memfokuskan pada aktivitas lobi melawan pelanggaran hak asasi manusia atau bekerja sama dengan komunitas untuk meminimalisasi diskriminasi gender.19

Dalam menekankan NGO berbasis advokasi, maka juga perlu diketahui di dalamnya terdapat perbedaan dalam aktivitas melakukan advokasi dan lobi yang terkadang disalahartikan karena dianggap mempunyai tujuan sama padahal hakikatnya berbeda. Advokasi menekankan proses agar suara atau kepentingan-kepentingan kelompok advokasi bisa didengar terhadap isu-isu yang akan berdampak pada kehidupan mereka dan kehidupan orang lain di tingkat lokal, negara dan nasional. Adapun lobi cenderung menekankan aktivitas langsung untuk mendukung atau melawan undang-undang yang spesifik.

Beberapa NGO bisa melakukan lobi, namun terkadang ada beberapa peraturan ketat yang tidak memungkinkan melakukan lobi akibat anggaran pengeluaran masing-masing NGO. Dengan contoh yang aplikatif, advokasi hanya memberitahukan kepada anggota Kongres mengenai dampak sebuah kebijakan kepada para pemilih. Disisi lain, lobi langsung meminta anggota Kongres untuk memberikan suara untuk melawan atau mengembangkan, atau memperkenalkan sebuah pembuatan perundang-undangan.20

Kata to advocate yang dapat berarti ‘membela’ (pembelaan kasus di pengadilan –to defend), atau ‘mengemukakan’ (to promote) atau berarti

melakukan ‘perubahan’ secara terorganisir dan sistematis (to change). Tujuan

19

Linda Kelly (2002), International Advocacy: Measuring Performance and Effectiveness, Australia: Wollongong Australia, hal. 2

20

https://www.ncoa.org/public-policy-action/advocacy-toolkit/advocacy-basics/nonprofit-advocacy -rules-regulations/ diakses pada 27 Desember 2016 pukul 08.28 WIB


(31)

14

utama dari advokasi adalah terjadinya perubahan kebijakan publik.21 Berikut manifestasi tanggung jawab politik NGO yang berbasis advokasi pada 7 bagian: pemisahan arena politik; pengaturan agenda dan membangun strategi; menaikkan dan mengalokasi sumber finansial; pemberian informasi; frekuensi dan format informasi; penerjemahan informasi ke dalam bentuk-bentuk yang berguna; dan formalitas hubungan.22

Adapun aktor utama dalam jejaring advokasi meliputi NGO domestik maupun internasional, organisasi riset dan advokasi; gerakan sosial lokal; yayasan; media; tempat ibadah, serikat dagang, organisasi konsumen, ilmuwan; bagian dari NGO regional dan internasional; bagian dari eksekutif dan cabang parlemen pemerintahan. Tidak semua aktor tersebut dapat merepresentasikan jejaring advokasi. Namun NGO domestik dan internasional memainkan peran utama dalam jejaring advokasi, yang biasanya memprakarsai berbagai tindakan dan yang mampu menekan beberapa aktor untuk mendapatkan posisi yang hendak dituju. 23

Peran NGO advokasi sangat penting untuk membuat opini publik guna mendapatkan perhatian publik dan dukungan massa. Salah satu cara mereka ialah memobilisasi informasi. Mereka juga dapat melakukan dekonstruksi pandangan. Dekonstruksi pandangan ini akan lebih lanjut dibahas pada strategi advokasi bagian pengemasan isu. Namun, alangkah bijak jika mengetahui apa hakikat dari dekonstruksi.

21

Nur Azizah, Advokasi Kuota Perempuan di Indonesia, Yogyakarta: LP3M UMY, hal. 11

22

https://www.globalpolicy.org/component/content/article/176/31355.html diakses pada 22 Desember 2016

23

Margaret E. Keck dan Kathryn Sikkink (1999), Transnantional Advocacy Networks in


(32)

15

Dekonstruksi menunjukkan bahwa pemikiran yang ada saat ini terpengaruh oleh pemikiran yang sudah ada sebelumnya. Dekonstruksi pada implementasinya ialah mengubah pola pikir yang sudah ada dan yang sudah menjadi bagian dari lingkungan tersebut, tetapi dimunculkan pemikiran baru ke dalamnya. Dalam penggunaannya, dekonstruksi acapkali berkonotasi negatif karena dekonstrusi sama dengan halnya mengambil atau membuang sesuatu yang telah ada.

Dekonstruksi menurut Derrida, sebagaimana yang diulas oleh Christopher Norris dalam Deconstruction, adalah menemukan makna yang tersembunyi, kemudian melihat apa yang ada di dalam selubung tersebut dan dilihat dengan cara terpisah. Dan selanjutnya membuang semua relasi yang ada antara kata dan konsep. Cara ini menurut Derrida ampuh untuk menghapus prasangka. 24 Menurut Christopher Norris, secara sederhana dekonstruksi adalah

“Criticism of received ideas, or (a slight improvement) thinking that systematically challenges consensus values from a sceptical, dissenting

or oppositional standpoint”.25

(kecaman dari penerimaan gagasan, atau pandangan yang secara sistematis menantang nilai yang disepakati dari kecurigaan, ketidaksepakatan, atau berlawanan)

Dalam menjalankan strategi advokasi yang efektif, advokasi dapat dilakukan dengan memperhatikan prosesnya, sebagaimana dalam bagan 1.3. Awalnya persiapan dan pelaksanaan advokasi dimulai dengan memilih isu strategis yang menjadi masalah pokok yang diperjuangkan suatu organisasi. Selanjutnya persiapan dilakukan dengan mengumpulkan data informasi (bisa berupa kasus) yang diolah dengan rapi. Kemudian bentuk jejaring inti yakni siapa yang akan mengurus kegiatan advokasi tersebut dan siapa saja aliansinya.

24

E. Sumaryono (1999), Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, hal. 120 25

Christopher Norris (2004), Deconstruction: Theory and Practices, New York: Taylor & Francise e-Library, hal. 134


(33)

16

Langkah selanjutnya melakukan analisis kebijakan yang hendak diambil dan mengemas isu strategis tersebut semenarik mungkin. Yang harus diperhatikan pada tahapan ini ialah pesan advokasi menggunakan bahasa yang lugas dan sampaikan dengan unik. Sehingga memudahkan dalam mempengaruhi opini publik dan media massa. Pada tahap ini biasanya melakukan mobilisasi, seminar, kampanye, penyampaian petisi, selembaran, penggunaan media (debat, siaran, jajak pendapat), buletin, jumpa pers, dan lainnya. Di waktu yang bersamaan, ada aktivitas untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan. Pada tahap ini bisa melakukan cara negosiasi, lobi, presentasi, petisi-resolusi, dan melancarkan tekanan. Dengan dua tahap mempengaruhi tersebut, diharapkan dapat mengubah kebijakan publik yang ada.26

26

Ritu R. Sharma (1999), An Introduction to Advocacy: Training Guide, Washington DC: AED

hal. 52-58

Bagan 1.3 Proses Advokasi

Dikembangkan dari Ritu R. Sharma dalam An Introduction to Advocacy Persiapan

dan Pelaksanaan

Bentuk Jejaring Inti

Mengemas Isu Strategis

dengan Menarik

Mempengaruhi Pembuat Kebijakan

Mempengaruhi Opini dan Media

Massa

Perubahan Kebijakan Publik

Evaluasi Pemantauan


(34)

17

Dalam melihat pengaruh advokasi patut dilihat pencapaian tujuan pada tingkatan yang berbeda. Berikut tingkatan pengaruh advokasi menurut Keck dan Sikkink:

1. membuat isu dan pengaturan agenda atau perhatian yang dituju;

2. mempengaruhi posisi negara dan organisasi regional maupun internasional;

3. mempengaruhi prosedur-prosedur institusi;

4. mempengaruhi perubahan kebijakan ‘target actors’ yang mungkin saja mencakup negara, organisasi internasional atau regional, ataupun aktor privat;

5. mempengaruhi negara dalam bertindak. 27

F. Hipotesis

Dengan mengaitkan pokok permasalahan dengan konsep pemikiran, maka dapat terlihat adanya sebuah hubungan dari keduanya. Sehingga berdasarkan analisis isi dokumen ini memunculkan kesimpulan awal dalam advokasi yang dilakukan the Council on American-Islamic Relations (CAIR) dalam menangani masalah isu Islamophobia di Amerika Serikat, yaitu:

1) Dengan melakukan pembelaan yang dimulai dengan mengubah pandangan negatif terkait Islam menjadi pandangan baru, yakni dengan nilai-nilai positif. Hal ini lakukan agar Islam direpresentasikan sebagai agama yang damai. Cara ini juga mencerminkan bahwa CAIR sebagai NGO yang berbasis advokasi.

27


(35)

18

2) Dengan mempertahankan hak Muslim Amerika dari bentuk diskriminasi dan kekerasan melalui asas-asas fundamental yang dianut negara Amerika Serikat.

G. Metode Penulisan

1) Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan positivis dengan metode kuantitatif. Analisis isi (kuantitatif) yang dipakai hanya memfokuskan pada bahan yang tersurat saja.28 Dengan pendekatan ini penelitian melakukan proses pengumpulan data, sesuai dengan teori yang hendak dibangun atau mendesain treatment terhadap obyek penelitian untuk mendapatkan data. Setelah proses pengumpulan data dilakukan, data dimasukkan dalam program aplikasi. Kemudian didapatkan hubungan variabel satu dengan yang lain dalam bentuk hubungan pembuktian statistik dan menghasilkan hasil yang lebih obyektif.29

Menurut Klaus Krippendorf mengenai analisis isi, ia berasumsi bahwa semua dokumen selalu dalam posisi serius dalam pembuatannya karena merupakan bagian dari pesan yang akan dikirimkan kepada pihak lain. Sehingga tidak ada dokumen yang dibuat tanpa sebuah pertimbangan spesifik. Pilihan kata dalam dokumen mencerminkan situasi, posisi, kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan sebuah dokumen. Asumsi Krippendorf lainnya ialah obyektivitas analisis isi dapat dicapai jika menggunakan kategori analisis yang diklasifikasi secara tepat. Sehingga jika parameter yang digunakan bisa sama dalam menelaah pemahaman dokumen tersebut, maka hasilnya pun akan sama.30

28

Eriyanto (2011), Analisis Isi: Pengantar Metodologi Untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, hal. 412

29

Surwandono (2012), Statistik: Ilmu Hubungan Internasional, Yogyakarta: Jihan Press, hal. 22 30

Surwandono (2016), Seminar Hubungan Internasional, Yogyakarta: Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL UMY, hal. 144


(36)

19

Di dalam ilmu hubungan internasional itu sendiri masih terdapat perdebatan besar antara positivis dan post-positivis. Pendekatan kualitatif pun masih mendominasi ilmu sosial. Kendati demikian, keduanya menjadi suatu pendekatan yang saling mengisi dan menambah penyempurnaan ilmu hubungan internasional. Sehingga, pendekatan kuantitatif masih dianggap relevan untuk digunakan.

2) Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan content analysis berbasis kuantitatif. Sebagaimana arti dari analisis isi itu sendiri, yakni teknik penelitian untuk mendapatkan jawaban dan kesimpulan yang valid dari teks (atau sumber yang memiliki arti) ke konteks penggunaannya.31

Pada penelitian ini, advokasi CAIR sebagai unit analisis (variabel dependen) dan isu Islamophobia sebagai unit ekspalanasi (variabel independen). Sehingga tingkat analisisnya ialah tingkat kelompok individu.32 Sedangkan level analisis berada pada level induksionis, yakni unit eksplanasi lebih tinggi dibandingkan unit analisis.

3) Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis riset deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data-data yang tersedia dalam obyek tersebut. Analisis isi deskriptif adalah analisis isi yang

31

Klaus Krippendorff (2004), Content Analysis: An Introduction to Its Methodology, USA: Sage Publications Inc., hal. 18

32Berdasarkan pengelompokkan tingkat analisis oleh Patrick Morgan atau Mochtar Mas’oed yang dibagi menjadi 5 kategorisasi yakni, individu; kelompok individu; negara-bangsa; kelompok negara; dan sistem internasional

Dokumen atau laporan

organisasi CAIR Menganalisis konten Diolah menjadi data kuantitatif Bagan 1.4


(37)

20

dimaksudkan untuk menggambarkan secara detail suatu pesan, atau suatu teks tertentu.33

4) Teknik Pengumpulan Data

Menilik jenis dan sifat penelitian menunjukkan bahwa karya ilmiah ini mengandung riset historis. Riset historis memiliki tujuan untuk mencari dan meneliti data-data masa silam secara sistematis dan obyektif. Maka dari itu, data yang berasal dari studi pustaka diperlukan dan menjadi modal utama dikarenakan penelitian ini berbasis content analysis. Sehingga akan menjadi sesuai jika yang menjadi rujukan ialah data sekunder.

Data sekunder disini berupa dokumen atau laporan atau artikel yang diunggah langsung oleh organisasi CAIR dalam website resminya yang menjadi bahan utama dalam analisis isi. Data tambahan lainnya berupa buku, jurnal, artikel, koran online atau lainnya yang dianggap relevan. Adapun isi dari sumber data tambahan tersebut juga dipilih dari yang pro, netral, hingga kontra terhadap kajian tersebut. Hal ini agar sesuai dengan cakupan studi kasus yang diteliti serta untuk meningkatkan obyektifitas.

5) Jangkauan Penelitian

Jangkauan dari penelitian ini dibatasi pada fenomena Islamophobia yang terjadi di Amerika Serikat saja dan tidak membahas di wilayah lain. Walaupun isu ini masih menjadi satu konsepsi dan tujuan yang sama, tetapi isu Islamophobia di setiap wilayah memiliki karakteristik dan tingkat permasalahan yang berbeda.

Penelitian ini memfokuskan pada peran organisasi non-profit The Council on American-Islamic Relations (CAIR) sebagai aktor dalam menyelesaikan

33


(38)

21

permasalahan Islamophobia di Amerika Serikat dan bukan aktor lain. Mengingat CAIR ini merupakan organisasi advokasi Muslim terbesar di Amerika Serikat.

Jangka waktu obyek dokumen yang diteliti dibatasi yakni tahun 2001 hingga Oktober 2016. Kurun waktu sejak didirikannya CAIR tahun 1994 belum terlalu menunjukkan signifikansi masalah isu Islamophobia. Tetapi dengan terjadinya peristiwa September 2001 menjadi tolak ukur bertambahnya kasus diskriminasi terhadap Muslim. Pembatasan waktu tersebut dianggap sebagai jangkauan yang tepat untuk penelitian ini.

6) Populasi dan Sampling

Unit analisis dalam penelitian ini menggunakan unit analisis sintaksis. Unit sintaksis adalah unit analisis yang menggunakan elemen atau bagian bahasa dari suatu isi.34 Penelitian ini akan menghitung jumlah berapa banyak kata yang muncul dalam dokumen CAIR. Yang mana dengan asumsi frekuensi suatu kata memberikan suatu informasi tertentu.

Populasi dari penelitian ini terdiri dari seluruh dokumen resmi The Council on American-Islamic Relations. Yang kemudian ditarik sampel berdasarkan periode yang ditentukan penulis. Penarikan sampel tidak acak (non-probability sampling)

34

Ibid., hal. 71

TUJUAN Ingin mengetahui bagaimana upaya advokasi CAIR dalam menangani isu Islamophobia di Amerika Serikat

SAMPLING UNITS Keseluruhan dokumen CAIR (berupa dokumen atau artikel website) RECORDING UNITS Berupa teks CONTEXT UNITS Konteks Sosial-Politik Bagan 1.5 Unit Analisis


(39)

22

dengan sampel kuota (quota sampling) sebagai batasannya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi subyektifitas penulis.

Bagan 1.6 Proses Penarikan Sampel

7) Cara Analisis dan Interpretasi Data

Dengan telah ditentukannya obyek penelitian, data dokumen akan diteliti dengan alat yang dinamakan lembar coding (coding sheet). Lalu diolah dan disajikan dengan menggunakan tabel frekuensi, grafik, diagram atau lain sebagainya. Penyajian tersebut disesuaikan berdasarkan penyajian mana yang dianggap relevan agar mudah dibaca dan dipahami.

POPULASI SASARAN (Target Population)

KERANGKA SAMPEL (Sampling Frame)

Dokumen resmi CAIR

Daftar dokumen CAIR kurun 2001- Oktober 2016

SAMPEL 11 Dokumen CAIR

Kategorisasi dokumen:

About CAIR (2 dokumen dan 6 artikel)  Government Affairs (4 dokumen dan 7 artikel)  Election Center (1 dokumen dan 5 artikel)  CAIR Testimony and Other Documents (19

dokumen dan 3 artikel)

Issues and Legislation (12 dokumen dan 9 artikel)

Publications (3 dokumen dan 2 artikel)  Guides to Muslim Religious Practices (9

dokumen dan 3 artikel)  Travel Guide (8 dokumen)  Your Rights (4 artikel)

Civil Rights Report (11 dokumen) POPULASI


(40)

23

Penelitian ini akan dikombinasikan dengan penjabaran dan penggambaran yang sesuai dengan hasil olahan data kuantitatif sebagai faktor pendukung. Beberapa representasi data kuantitatif tidak bisa dipahami hanya dengan melihat data saja.35

H. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini secara sistematis berdasarkan kaidah yang berlaku dalam penulisan ilmiah dibagi dalam beberapa bab dengan pembagian pembahasan dalam wilayahnya sendiri namun tetapi saling terkait satu sama lain. Dengan tujuan mempermudah dalam melakukan interpretasi terhadap topik persoalan, maka skripsi ini dibagi menjadi lima bagian yang terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pokok permasalahan, konsep pemikiran, hipotesis, metode penulisan, dan sistematika penulisan

BAB II DINAMIKA CAIR DALAM MENGARTIKULASIKAN

ADVOKASI MUSLIM AMERIKA

Berisi mengenai deskripsi dan pengukuran profil organisasi the Council on American-Islamic Relations (CAIR) dimulai dari sejarah berdirinya, strategi yang digunakan dan sasaran advokasinya. Ditambah dengan pemaparan mengenai isi dari unit-unit dokumen yang dijadikan obyek penelitian ini

35

Alexander R. Thomas and Polly J. Smith (2003), Social Science Research Methodology, United


(41)

24

BAB III DISKURSUS KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERKAIT ISLAMOPHOBIA

Berisi penjabaran perkembangan Islamophobia Amerika Serikat yang meliputi sejarah perkembangan pemikiran Islamophobia dan isu tersebut di era kontemporer. Poin utama bab ini ialah kebijakan Islamophobia yang dikeluarkan pemerintah. Serta pemaparan urgensi menghadapi isu Islamophobia.

BAB IV ANALISIS ISI: ADVOKASI ORGANISASI CAIR DALAM MENANGANI MASALAH ISU ISLAMOPHOBIA

Berisi pengukuran advokasi CAIR dalam menangani isu Islamophobia di Amerika Serikat yang berdasarkan kuantifikasi lembar coding yang merujuk beberapa elemen tahapan advokasi. Kemudian data tersebut diinterpretasi dengan deskripsi

BAB V KESIMPULAN

Berisi mengenai pemaparan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya sebagai bentuk penegasan atas penelitian ini dan juga beberapa saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.


(42)

25

DINAMIKA CAIR DALAM MENGARTIKULASIKAN

ADVOKASI MUSLIM DI AMERIKA SERIKAT

Bab ini akan menjelaskan mengenai keragaman Muslim Amerika yang dimulai dari sejarah masuknya Islam ke Amerika serta posisi mereka di publik. Dilanjutkan dengan profil organisasi the Council on American-Islamic Relations yang meliputi sejak kapan dan apa alasan yang melatarbelakangi dibentuknya CAIR hingga regulasi pendanaan. Kemudian penguraian mengenai CAIR sebagai kelompok advokasi, yang meliputi program yang dilaksanakan. Mengingat penelitian ini berbasis analisis isi, akan dipaparkan unit dokumen CAIR yang merupakan pengejawantahan respon CAIR dalam menanggapi isu yang terkait dengan Muslim Amerika.

A. Keragaman Muslim Amerika

Amerika Serikat merupakan negara yang didirikan berasaskan perbedaan. Keragaman inilah yang menjadi asas para founding fathers mendirikan negara Amerika, salah satunya kaum Muslim. Muslim juga menjadi bagian dari Amerika, meskipun migrasi Muslim baru terjadi di akhir abad 19.

Hubungan Amerika Serikat dengan Muslim tercipta sejak awal didirikannya negara Amerika pada tahun 1776. Negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Amerika ialah Maroko. Dilanjutkan dengan hubungan George Washington dengan Sultan Alawi Muhammad pada tahun 1778 dalam perjanjian persahabatan diplomatik.1

1

Ondra Lufni (2013), Strategi Amerika Serikat dalam Mengkonstruksi Islam sebagai Aktor Terorisme


(43)

26

Suriah, dan Turki. Imigran tersebut kebanyakan menempati wilayah perkotaan seperti New York, Chicago dan Detroit. Dalam buku Alixa Naff yang berjudul Becoming American: The Early Arab Immigrant Experience, ia mengkutip dari sumber koran 1967 yang mengatakan bahwa sekitar tahun 1902 para pelopor Muslim yang bermigrasi ke Dakota Utara menjadi pedagang. Sementara itu, di pesisir Pasifik Utara Amerika, para imigran dari Asia Selatan yang terdiri dari Hindu dan Muslim datang melalui Kanada. Mayoritas pendatang ini bekerja di bidang pertanian.2 Berikut periodesasi gelombang datangnya imigran Muslim ke Amerika menurut Yvonne Haddad dan Adair Lummis:3

Gelombang Periode Tahun Imigrasi

1 Tahun 1875-1912 Imigran yang belum terdidik, dari pedesaan, pemuda Arab dari Lebanon dan Suriah

2 Tahun 1918-1922 Kerabat dari imigran pada gelombang pertama dan ada beberapa yang datang dari wilayah perkotaan

3 Tahun 1930-1938 Masih kerabat imigran gelombang sebelumnya

4 Tahun 1947-1960

Muslim yang datang bukan hanya dari Timur Tengah, melainkan Asia Selatan, USSR, dan Eropa Timur. Imigran elit perkotaan datang untuk menempuh pendidikan dan peluang hidup yang lebih baik, beberapa diantaranya ada juga pengungsi

5 Tahun 1967

Imigran yang sudah terdidik dan professional dalam merespon U.S Immigration and Naturalization Act of 1965

Tabel 2.1 Dikembangkan dari Karen Isaksen Leonard dalam Muslim in the United States

2

Bureau of International Information Programs (2014), American Muslim, Washington DC: Embassy

of United States of America, hal. 19 3

Karen Isaksen Leonard (2003), “The Development of Ethno-Racial Muslim Communities in the United States” dalam Muslim in the United States, New York: Russel Sage Foundation, hal. 10


(44)

27

melarang para imigran datang. Namun kebijakan tersebut kemudian dicabut pada tahun 1965.4 Dengan dicabutnya kebijakan tersebut, semakin banyak para imigran Muslim datang. Kedatangan mereka harus disertai syarat bahwa mereka datang atas persetujuan keluarga mereka yang sudah menetap di Amerika Serikat. Persyaratan lainnya ialah dibolehkannya bermigrasi ke Amerika jika sudah memiliki skill yang memadai. Mayoritas Muslim Amerika sudah mengenyam pendidikan yang cukup baik dan terdidik (well-educated). Dengan kondisi yang demikian membuat Muslim Amerika juga memiliki posisi yang baik di ranah publik. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan Muslim Eropa yang kebanyakan masih di bawah rata-rata sehingga dimarginalisasikan. Disebabkan Muslim Eropa kebanyakan pindah baru-baru ini untuk sekedar mencari tempat tinggal yang aman dan untuk terbebas dari konflik di negaranya.

Jumlah populasi Muslim Amerika pada tahun 2015 mencapai 3,3 juta yang tepatnya 1% dari jumlah penduduk 322 juta orang. Meskipun jumlah ini belum pasti dikarenakan estimasi populasi warga Amerika berdasarkan agama sulit dilakukan. Mengingat adanya larangan dalam regulasi demografi Amerika untuk menanyakan keyakinan apa yang dianut.5

Muslim Amerika tidaklah homogen. Posisi mereka di publik pun beragam. Ada yang menjadi dokter, polisi, seniman, atlet, insinyur, penulis, dan masih banyak lagi. Terlihat bahwa Muslim Amerika memang menempati berbagai bidang. Salah satu

4

Ibid., hal. 20 5

Besheer Mohamed (2016), A New Estimate of the U.S Muslim Population, Pew Research Center

diakses dalam


(45)

28 Oprah Winfrey Show.

Status Muslim Amerika bisa dikatakan perannya cukup memberikan konstribusi di ranah publik. Sehingga mereka sudah menjadi bagian dari Amerika yang tidak terpisahkan. Dan itu membuat kekuatan Muslim masih bisa diperhitungkan dengan keaktifan maupun kehadiran komunitas Muslim Amerika di tengah masyarakat.

B. Profil The Council on American-Islamic Relations (CAIR)

The Council on American-Islamic Relations atau yang biasa disingkat dengan CAIR didirikan pada Juni 1994 di Washington DC. CAIR digolongkan sebagai lembaga swadaya masyarakat (NGO), organisasi berbasis akar rumput, organisasi non-profit dan juga sebagai kelompok advokasi. Organisasi ini didirikan oleh tiga orang yakni Omar Ahmad, Nihad Awad6, dan Rafeeq Jaber. Sebelum mendirikan CAIR, mereka merupakan anggota dari Islamic Association for Palestine (IAP).

Sejak didirikan, CAIR berupaya untuk menghadapi tantangan terhadap Islam maupun Muslim di Amerika Serikat. Mereka pun melihat adanya urgensi untuk membentuk sebuah komunitas Muslim Amerika mengingat populasi Muslim Amerika tidak begitu banyak. Dengan didirikannya CAIR diharapkan dapat meningkatkan partisipasi Muslim Amerika dalam aktivitas sosial dan politik.

CAIR dalam visi dan misinya bukan hanya menyebutkan mengenai pembelaan terhadap Muslim Amerika. Namun juga berupaya untuk menjunjung tinggi kebebasan dalam memeluk agama. Hal tersebut merupakan bagian dari keadilan serta

6


(46)

29

”CAIR's vision is to be a leading advocate for justice and mutual

understanding. CAIR's mission is to enhance understanding of Islam, encourage dialogue, protect civil liberties, empower American Muslims,

and build coalitions that promote justice and mutual understanding.”7 (Visi CAIR adalah menjadi pemimpin advokasi untuk nilai keadilan dan saling memahami. Misi CAIR adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai Islam, mendukung kegiatan dialog, melindungi kebebasan sipil, mendukung Muslim Amerika dan membangun koalisi yang meningkatkan keadilan dan saling memahami)

CAIR juga mengecam aksi-aksi penistaan hingga aksi terorisme terhadap kaum non-Muslim. Dan inilah memang prinsip-prinsip Islam yang berada di pertengahan – antara tidak berlebihan dan tidak menyepelekan dalam urusan agama- yang dicoba CAIR untuk direpresentasikan. Sehingga bukan hanya melindungi kaum Muslim Amerika, namun seluruh warga negara Amerika. Mereka pun menempatkan dirinya bukan hanya sebagai kaum Muslim, tetapi juga sebagai warga Amerika. CAIR menginginkan agar terciptanya korelasi dan hubungan yang baik antara agama dan negara. Berikut prinsip-prinsip utama yang diusung CAIR:

1) CAIR mendukung kebebasan dalam aktivitas, agama, dan berekspresi

2) CAIR melindungi hak-hak sipil seluruh warga negara Amerika, termasuk orang-orang dengan keyakinan agama apapun

3) CAIR mendukung kebijakan domestik yang memajukan hak-hak sipil, keberagaman dan kebebasan dalam beragama

4) CAIR menolak kebijakan domestik yang membatasi hak-hak sipil, surat izin yang dikeluarkan atas dasar diskriminasi berdasarkan riwayat rasial, etnis atau

7

CAIR (2015), Vision, Mission, Core Principles, diakses dalam http://www.cair.com/about-us/vision-mission-core-principles.html pada 14 November 2016 pukul 20.15 WIB


(47)

30

5) CAIR merupakan kelompok yang terbentuk secara alamiah, religius, dan sekuler yang mengadvokasi dan membela keadilan serta hak-hak asasi manusia di Amerika maupun seluruh dunia

6) CAIR mendukung politik luar negeri yang membantu menciptakan perdagangan bebas dan adil, mendorong hak-hak asasi manusia dan mendukung pemerintah berdasarkan keadilan sosial-ekonomi

7) CAIR percaya bahwa mengamalkan Islam secara aktif akan memperkuat elemen sosial dan agama pada negara

8) CAIR menolak segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil entah itu individu, kelompok, maupun negara

9) CAIR beradvokasi dengan cara berdialog antar komunitas agama, baik itu di Amerika dan seluruh dunia

10)CAIR mendukung hak-hak persamaan dan hak-hak saling mengisi satu sama lain serta tanggung jawab antara laki-laki dan wanita.8

CAIR dalam perkembangannya hingga 2016 ini telah memiliki cabang di 35 negara bagian Amerika dan juga di Kanada. Di Amerika nama organisasi ini tetap menggunakan nama CAIR dengan tambahan di belakangnya yaitu kode negara bagian –contoh CAIR-CT ialah cabang di Connecticut-. Adapun di Kanada bernama National Council of Canadian Muslim walaupun pada awalnya bernama Canadian Council on American-Islamic Relations (CAIR-CAN).

8


(48)

31

diperlukan kelompok aktivis yang menyediakan rencana program dalam jangka satu tahun dengan daftar orang-orang yang akan berafiliasi dengan cabang CAIR tersebut dan ditambah dengan adanya penandatanganan perjanjian agar menjadi bukti bagi seluruh negara bagian dan hukum di pemerintah pusat. Dengan manajemen yang diatur secara independen, diharapkan program yang disusun oleh cabang CAIR dapat lebih sesuai dan memenuhi kebutuhan Muslim Amerika berdasarkan wilayahnya.

Berbicara mengenai pendanaan, organisasi ini mendapatkan dana operasional dari Muslim Amerika sendiri. CAIR bukan hanya menerima dana dari individu Muslim saja, namun pemeluk agama lain seperti Kristen, Yahudi, dan lainnya. Mengingat misi dari CAIR ini bukan hanya membela kaum Muslim, namun juga menjunjung keadilan dan pemahaman satu sama lain dalam hal toleransi.

Seiring berjalannya waktu pendanaan berasal dari donatur, entah itu dari anggota maupun dari luar anggota. Sebagaimana dana yang diberikan oleh Pangeran Al-Walid bin Talal sebesar $500,000 untuk proyek perpustakaan.9 Adapun cabang-cabang CAIR di negara bagian, mereka mencari sendiri dana tersebut secara lokal dan tidak disediakan oleh kantor pusat CAIR. Sehingga manajemen dari rencana program hingga pendanaan dilakukan independen dan mandiri walaupun tidak memungkiri tetap adanya pengawasan CAIR pusat.

Dalam kerja nyatanya, CAIR terlihat merangkul semua elemen masyarakat yakni semua agama hingga merangkul pemerintah. Usaha CAIR untuk menciptakan hubungan yang baik di ranah sosial maupun politik memang sudah menjadi

9

https://www.cair.com/about-us/dispelling-rumors-about-cair.html pada 14 November 2016 pukul 20.25 WIB


(49)

32

tuduhan terhadap CAIR yang merupakan bagian dari Hamas ataupun Ikhwanul Muslimin membuat netralitas CAIR dipertanyakan, terlebih oleh Islamophobic atau anti-Muslim. Dalam menanggapi hal tersebut, CAIR telah mengklarifikasi bahwa pernyataan dukungan yang disampaikan salah satu pendiri CAIR, Nihad Awad, terhadap gerakan-gerakan Hamas dan Ikhwanul Muslimin terjadi sebelum didirikannya CAIR. Setelah CAIR dibentuk, Nihad Awad mengatakan bahwa ia berlepas diri dari gerakan-gerakan tersebut dan mendedikasikan dirinya pada CAIR yang merupakan komunitas Muslim Amerika yang moderat pada umumnya.10

Dalam merealisasikan visi dan misinya, CAIR menjalin hubungan dengan berbagai aktor untuk melancarkan program-programnya. CAIR juga menerbitkan dokumen-dokumen berbentuk hard-copy dan soft-copy. Dokumen-dokumen tersebut diketahui terdapat kurang lebih 1.999 dokumen laporan sejak tahun 1994. Dokumen-dokumen tersebut dipublikasikan melalui website resminya, entah itu website CAIR pusat maupun cabang-cabang CAIR lainnya.

Dari jumlah dokumen tersebut sebesar 50% nya dokumen laporan mengenai hak-hak sipil dan anti-penistaan. Maka bisa dilihat bahwa memang pusat perhatian CAIR sampai saat ini ialah tidak terpenuhinya hak-hak sipil Muslim Amerika. Hal ini bisa termanifestasi dari tidak diterimanya Muslim Amerika dengan baik di masyarakat sosial hingga tingkat diskriminasi. Anti-penistaan yang menjadi topik utama mengindikasikan bahwa agama Islam masih belum diterima dengan baik di negara Amerika. Walaupun tak dapat dipungkiri memang di Amerika adanya pembolehan

10


(50)

33

C. Program CAIR sebagai Kelompok Advokasi

Advokasi merupakan visi yang diemban the Council on American-Islamic Relations (CAIR). Model advokasi CAIR merupakan antitesis dari ekstrimis anti-Muslim. Pembelaan yang dilakukan CAIR beragam bentuknya. Adapun program yang dilakukan CAIR ialah berbagai metode seperti:

a.) Civil Rights Work

Departemen yang mengurusi bidang konseling, mediasi, advokasi terhadap Muslim dan lainnya yang mengalami diskriminasi agama, penistaan dan kejahatan. Departemen ini bekerja untuk melindungi hak-hak konstitusi Muslim Amerika, dengan demikian termasuk melindungi seluruh warga negara Amerika b.) Government Affairs

Departemen yang memimpin dan mengatur upaya lobi pada isu-isu yang terkait dengan Islam dan Muslim. Departemen ini juga mengawasi perundang-undangan dan aktvitas pemerintah serta merespon komunitas Muslim Amerika. Perwakilan CAIR juga memberikan kesaksian sebelum disampaikan ke Kongres dan juga memberikan persiapan untuk membawa isu Muslim ke Capitol Hill c.) Media Relations

Bekerja sama dengan media lokal maupun nasional untuk menggambarkan Islam dan Muslim yang sesuai di publik Amerika. Selain itu, departemen ini juga mengawasi media lokal, nasional dan internasional. Departemen ini juga telah menjadi sumber yang kredibel bagi para jurnalis dan media lainnya


(51)

34

akar rumput (masyarakat) pada aktivitas politik, sosial dan media. Isu-isu penting yang baru saja terjadi kemudian direspon dan disebarkan melalui e-mail keanggotaan. Hal ini dilakukan untuk memberikan informasi posisi Muslim Amerika terkini

e.) Research

Tim riset CAIR membuat studi riset empiris berdasarkan subyek yang relevan mengenai komunitas Muslim Amerika, termasuk mengumpulkan dan menganalisis data laporan tahunan hak-hak sipil. The North American Muslim Resource Guide: Muslim Community Life in the United States and Canada (Routledge) merupakan hasil dari departemen riset ini

f.) Internships

Departemen ini menawarkan program magang bagi pelajar ataupun orang-orang yang tertarik untuk mendapatkan pengalaman di public relations, aktivitas politik dan aktivitas yang menyangkut hak-hak sipil

g.) CAIR publications

Departemen ini mempublikasi buku panduan yang berkaitan dengan kebutuhan dan hak-hak yang seharusnya didapat bagi Muslim Amerika. Panduan ini juga diperuntukkan bagi para pegawai, pendidik, dokter maupun perawat, penegak hukum dan profesi lainnya di ruang publik

h.) Education: Conferences, Seminars, Workshops

Mengadakan konferensi dan seminar pelatihan rutin bagi perwakilan dari pemerintahan dan penegak hukum, media yang sudah profesional dan komunitas


(52)

35

diadakan bagi komunitas Muslim dan para aktivis yang bergerak di bidang media, public speaking, lobi, dan hak-hak sipil

i.) Voter Registration

Mensponsori registrasi para pemilih untuk meningkatkan partisipasi Muslim Amerika dalam ranah politik. Pendaftaran sebagai pemilih bisa dilakukan di website CAIR

j.) Outreach and Interfaith Relations

Mengadakan acara yang diwakili oleh lintas agama untuk memberikan informasi dan mengenalkan lebih jauh mengenai Islam dan Muslim di Amerika. Acara ini juga untuk menciptakan hubungan yang kuat antar komunitas agama.

CAIR ingin menunjukkan bahwa Islam bukanlah suatu ancaman bagi Amerika Serikat sebagaimana yang sering ditampilkan oknum-oknum yang mengatasnamakan jihad namun pada kenyataannya ialah terorisme, seperti al-Qaeda dan ISIL. Dengan membuat sinergi yang seimbang, CAIR dapat diterima oleh masyarakat dan pemerintah. Hal ini tercermin dengan diundangnya CAIR -diwakili Nihad Awad- ke Gedung Putih oleh Presiden Bush dalam menanggapi pasca peristiwa penyerangan September 2001. Dan dalam acara itu Presiden Bush mengatakan bahwa aksi yang terjadi di Pentagon tersebut bukanlah ajaran Islam yang sesungguhnya.11

11

President George W. Bush (2001), “Islam is Peace” Says President dalam naskah konferensi pers,

Washington: The White House, diakses dalam

https://georgewbush-whitehouse.archives.gov/news/releases/2001/09/20010917-11.html pada 14 Novemeber 2016 pukul 20.56 WIB


(53)

36

Islamophobia. Tugas CAIR sebagai kelompok advokasi ialah membela kaum Muslim yang mengalami penindasan dan penistaan terhadap agama. Respon CAIR dalam menanggapi isu Islamopobhia salah satunya terwujud dalam bentuk laporan yang terdokumentasi dan terpublikasi dalam halaman website resminya.12 Tanggapan CAIR dalam bentuk dokumen ini merupakan bagian dari bukti apa yang telah dilakukan CAIR serta bagian dari upaya pengedukasian mengenai Islam dan Muslim Amerika.

Terdapat sejumlah 11 dokumen sebagai representasi dokumen advokasi CAIR (periode 2001- Oktober 2016). Berikut bentuk respon CAIR dalam menangani masalah isu Islamophobia tersebut meliputi:

1.) Islamophobia and Its Impact in the United States (Same Hate, New Target) Dokumen yang berisi laporan-laporan yang berkaitan dengan Islamophobia ini merupakan laporan CAIR periode Januari 2009 – Desember 2010. Dokumen yang terakumulasikan 68 halaman ini berisi mengenai kondisi Islamophobia yang sedang terjadi di Amerika Serikat pada periode tersebut. Pengukuran skala persentase Islamophobia di Amerika Serikat juga ditunjukan dalam dokumen tersebut guna memperingatkan Muslim Amerika untuk waspada terhadap munculnya diskrimnasi yang mungkin saja bertambah. Dalam dokumen tersebut juga disebutkan beberapa peristiwa Islamophobia yang terjadi. Selain itu juga, berisi rekomendasi dan pihak mana saja yang perlu dihubungi jika terjadi kekerasan ataupun diskriminasi yang dialami Muslim Amerika

12


(54)

37

halaman. Laporan ini berisi mengenai riset demografi Muslim Amerika. Laporan ini memberikan informasi persentase yang dikategorisasikan berdasarkan usia; pendidikan; pendapatan; pekerjaan; etnis; marriage patterns; aliran Islam; orientasi politik; dan isu yang paling penting untuk disadari. Laporan ini juga mengukur seberapa banyak Muslim Amerika yang ikut serta dalam kegiatan yang bersifat nasionalis seperti merayakan hari kemerdekaan 4 Juli dan lain sebagainya 3.) CAIR: Civic Participation Book

Dokumen yang berisi 47 halaman ini. Diawali dengan pemaparan keuntungan apa saja yang diperoleh Muslim Amerika jika berpartisipasi dalam public affairs. Kemudian hak-hak apa saja yang seharusnya didapatkan, bagaimana caranya untuk daftar mendapat hak suara dalam pemilihan, dan bagaimana menghubungi kongres AS

4.) The Status of Muslim Civil Rights in the United States 2009 (Civil Rights Reports) Kompilasi laporan data statistik CAIR ini memiliki 44 halaman. Isi dari laporan tersebut ialah laporan mengenai keluhan hak sipil, kejahatan anti-Muslim, contoh nyata kekerasan yang terjadi berdasarkan database, laporan pemilihan presiden 2008, pemaparan propaganda anti-Muslim mengenai perang radikal Islam melawan Barat, aturan baru mengenai investigasi FBI dalam menjaga keamanan domestik, serta rekomendasi CAIR terhadap masa pemerintahan Obama; Kongres AS; komunitas Muslim Amerika; dan aktor-aktor yang mempengaruhi lainnya


(1)

Kebijakan Islamophobia selanjutnya yakni The Controlled Application Review and Resolution Policy (CARRP). Kebijakan ini mengetatkan pengecekan terhadap Muslim untuk mendapatkan green card atau untuk naturalisasi. Dan kebijakan yang sekarang tengah berkembang ialah undang-undang anti-syariah. Usulan ini dimulai pada tahun 2010 oleh negara bagian Oklahoma dan kemudian disusul 9 negara bagian lainnnya, seperti Tennessee, Louisiana, Arizona, Kansas, Oklahoma, North Carolina, Washington, Alabama dan Florida. 16

Islam dipandang sebagai agama maupun ideologi yang ekstrim oleh sebagian warga Amerika Serikat. Di sisi lain, adanya kecenderungan Muslim juga diidentikkan sebagai pelaku teroris serta kurang bersahabat dengan Barat. Upaya

CAIR dalam mengartikulasikan

advokasinya tentu amat penting perihal pengemasan isu. Pengemasan isu diibaratkan sebagai langkah awal dalam memulai advokasi atau pembelaan.

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa advokasi yang dilakukan oleh the Council on American-Islamic Relations

16

Bob Adelmann (2015), Texas Senate Passes Anti-Sharia Law Bill, Online: The New American,

diakses dalam

www.thenewamerican.com/constitution/item/ 20938-texas-senate-passes-anti-sharia-law-bill pada 02 Desember 2016 pukul 14.03 WIB

adalah membela citra Islam dari pandangan negatif menjadi pandangan positif. Hal ini tercemin dengan indeks positif mendapatkan persentase kumulatif sebanyak 69,71%. Indeks positif disini mencerminkan bahwa Islam itu menjunjung nilai perdamaian (PC), keadilan (JU). kebebasan (FD), saling memahami (MU), dan toleransi (TO).

Dari kesekian kata yang menjadi indikator, dokumen CAIR menunjukkan bahwa advokasi yang mereka lakukan lebih menekankan nilai kebebasan (FD). Kata kebebasan (FD) muncul sebanyak 122 kali dari total 515. Kata kebebasan (FD) bisa bermakna bahwa CAIR ingin menujukkan bahwa Islam menjunjung tinggi nilai kebebasan, entah itu kebebasan dalam beragama maupun kebebasan dalam bertindak. Sebagaimana yang tertuang dalam teks CAIR,

Tabel 1

Pengemasan Citra Islam

Kata Fre kue nsi Persent ase Persenta se Kumulat if Indeks Positif

Peace 41 7,96%

69,71% Justice 96 18,64%

Freedom 122 23,69% Mutual

Understanding 86 16,70% Tolerance 14 2,72%

Indeks Negatif

Jihad 100 19,42%

30,29%

Intolerance 18 3,50%

Confrontation 1 0,18%

Propaganda 19 3,69%

Bombing 18 3,50%

Total 515 100% 100% *Sumber: Olahan Data


(2)

Jadi berdasarkan keseluruhan data pada tabel 1 menunjukkan bahwa advokasi yang dilakukan CAIR untuk menangani Islamophobia adalah melakukan pembelaan terhadap stigma negatif yang selama ini telah melekat pada Islam. CAIR ingin menunjukkan bahwa Islam dan Muslim menjunjung tinggi nilai–nilai positif seperti, nilai kebebasan dan keadilan sebagaimana nilai-nilai Barat. Selain itu penggunaan indeks negatif yang dipilih CAIR dalam dokumennya tidak lain ialah untuk meluruskan definisi atau pengertian yang selama ini telah salah kaprah. Maka dari itu tidak mengherankan jika advokasi CAIR dalam upaya pembelaan citra Islam ini diikuti dengan upaya CAIR dalam menggaet media lokal maupun nasional. Sehingga upaya ini juga memberikan peluang bagi informasi-informasi yang CAIR nyatakan menjadi rujukan media di Amerika Serikat dalam memberitakan perihal tentang dunia Islam dan Muslim.

Tabel 2

Asas Pertahanan Diri bagi Muslim Amerika

*Sumber: Olahan Data

Dari ketiga indikator diatas, advokasi CAIR mencerminkan lebih

menekankan hak-hak sipil dibanding kedua indikator lainnya. Kata hak-hak sipil (CR) muncul sebanyak 139 kali. Persentase 57,44% ini mengindikasikan bahwa isu Islamophobia menodai hak-hak sipil terutama bagi Muslim Amerika. Muslim Amerika masih merupakan bagian dari warga negara yang juga dilindungi. Selain itu, nilai-nilai hak sipil juga merupakan asas fundamental yang dilindungi di setiap negara. Maka dari itu melalui kata hak-hak sipil ini, advokasi CAIR ingin memberikan penegasan dan mengingatkan bahwa dampak dari isu Islamophobia ini telah melanggar hak-hak sipil sebagaimana persentase peningkatan diskriminasi, kebijakan berisukan Islamophobia, dan berbagai tindakan kejahatan lainnya terhadap Muslim. Dan hal ini selaras dengan perjuangan hak-hak sipil agar terciptanya kesetaraan tanpa adanya diskriminasi karena agama yang dianut.

Berdasarkan tabel 2

menggambarkan bahwa CAIR dalam melakukan advokasinya lebih menekankan hak-hak sipil daripada kebebasan warga sipil dan hak asasi manusia. Adanya benang merah antara definisi hak-hak sipil dengan visi dan misi CAIR membuat adanya nalar yang logis mengapa hak-hak sipil lebih ditekankan dalam dokumen mereka yang dengan frekuensi

Kata Kode Frekuensi Persentase

Civil Rights CR 139 57,44%

Human Rights HR 31 12,81%

Civil Liberties CL 72 29,75%


(3)

kemunculan lebih dari setengah dari total frekuensi kata yang dijadikan indikator. Selain itu, ketiga indikator diatas juga

memberikan gambaran mengenai

organisasi CAIR yang mendukung nilai-nilai netralitas sehingga memudahkan CAIR dalam membentuk stigma positif dalam mempertahankan eksistensi Muslim Amerika.

KESIMPULAN

Council on American-Islamic

Relations (CAIR) sebagai kelompok

advokasi Muslim terbesar di Amerika Serikat menjadi sebuah wadah bagi Muslim Amerika dalam hal pembelaan guna mencapai nilai keadilan dan saling

memahami. Melihat fenomena

Islamophobia yang semakin berkembang di dunia, khususnya Amerika, membuat CAIR semakin gencar untuk melancarkan pembelaan kaum Muslim. Berbagai kebijakan pemerintah yang cenderung anti-Islam dan anti-Muslim lahir secara signifikan pasca tragedi 9/11.

Berdasarkan analisis isi dokumen CAIR, dapat disimpulkan bahwa advokasi CAIR dalam menangani isu Islamophobia di Amerika Serikat dilakukan dengan melakukan pembelaan yang dimulai dengan mengubah pandangan negatif terkait Islam menjadi pandangan baru, yakni dengan nilai-nilai positif. Advokasi

CAIR menekankan prinsip kebebasan dengan kemunculan kata sebanyak 122 kali dari total 515. Indeks positif ditekankan advokasi CAIR dengan persentase 69,71%. Hal ini lakukan agar Islam direpresentasikan sebagai agama yang damai. Cara ini juga mencerminkan bahwa CAIR sebagai NGO yang berbasis advokasi.

Upaya advokasi CAIR lainnya dengan mempertahankan Muslim Amerika dari bentuk pelanggaran hukum seperti kebijakan Islamophobia, diskriminasi dan kekerasan melalui asas-asas fundamental dianut oleh negara Amerika. Yang ditekankan CAIR dalam dokumennya ialah kata hak-hak sipil dengan persentase 57,44%.

Dari hasil kuantifikasi diatas menunjukkan bahwa dokumen advokasi CAIR memberikan gambaran bahwa CAIR menggunakan dokumen sebagai salah satu alat advokasinya. Hal ini didukung oleh penyusunan dokumen yang cukup sistematis sesuai dengan urutan isu yang dianggap memiliki urgensi lebih untuk ditangani. Pemilihan diksi atau frasa juga menjadi komponen penting bagi penyususan dokumen CAIR. Walaupun penulisan dokumen CAIR sudah bisa dikatakan cukup sistematis, disisi lain belum sempurna seutuhnya karena ada


(4)

menunjukkan korelasi yang sesuai dari satu faktor ke faktor lain, Namun, secara keseluruhan penyusunan penulisan dokumen CAIR sudah dianggap cukup untuk mewakili salah satu cara advokasinya.

REFERENSI

[1] Adelmann, Bob (2015). Texas Senate

Passes Anti-Sharia Law Bill. Online: The

New American, diakses dalam

www.thenewamerican.com/constitution/ite m/20938-texas-senate-passes-anti-sharia-law-bill

[2] Auster, Lawrence (1991). America:

Multiethnic, Not Multicultural dalam

Academic Questions Fall Vol. 4 Issue 4

[3] Azizah, Nur. Advokasi Kuota

Perempuan di Indonesia. Yogyakarta:

LP3M UMY.

[4] Bleich, Erik (2012). Defining and

Researching Islamophobia dalam Review

of Middle East Studies. MESA.

[5] Cluck, Andrea Elizabeth (2012).

Islamophobia in the Post-9/11 United

States: Causes, Manifestations, and

Solutions. Athens: University of Georgia.

[6] Eriyanto (2011). Analisis Isi:

Pengantar Metodologi Untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial

Lainnya. Jakarta: Kencana.

[7] James, Mike & Linda Dono (2016).

Islamophobia: U.S. Cities Face

Anti-Muslim Backlash. New York: USA Today.

[8] Keck, Margaret E. dan Kathryn

Sikkink (1999). Transnantional Advocacy

Netwoks in International and Regional

Politics. Malden: Blackwell Publishers.

[9] Kelly, Linda (2002). International

Advocacy: Measuring Performance and

Effectiveness. Australia: Wollongong

Australia.

[10] Mindock, Clark (2016). Muslim

Discrimination in America:

Hijab-Wearing Women Forced to Leave

California Restaurant are Suing. United

States: International Business Times News.

[11] Pease, Kelly-Kate S. (2010).

International Organizations Perspective on Governance in the Twenty-First

Century. New York: Pearson Education.

[12] Pew Research Center (2015),

America’s Changing Religious Landscape,

diakses dalam www.pewforum.org/

2015/05/12/americas-changing-religious-lan dscape

[13] Sharma, Ritu R. (1999). An Introduction to Advocacy: Training Guide, Washington DC: AED.


(5)

[14] Surwandono (2012). Statistik: Ilmu

Hubungan Internasional. Yogyakarta:


(6)