Keterlibatan Amerika Serikat dalam NAFTA

Keterlibatan Amerika Serikat dalam NAFTA (North American
Free Trade Area) pada Masa Pemerintahan Donald Trump
Diajukan sebagai Syarat untuk Memperoleh Nilai Ujian Akhir Semester 6 Mata
Kuliah Hubungan Internasional Kawasan Amerika

Disusun oleh:
Putri Larasati
NIM: 11141130000043

Dosen Pengampu:
Rahmi Fitriyanti, M.Si.

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah

Pada 9 November 2016, rakyat Amerika Serikat akhirnya memenangkan
presiden baru yang merupakan besutan Partai Republik, yaitu Donald J. Trump.
Trump mampu mengalahkan rivalnya yang diusung oleh Partai Demokrat, yaitu
Hillary Clinton.1 Dari masa kampanye, Donald J. Trump sudah menyita banyak
perhatian dunia lantaran rancangan kebijakannya yang kontroversial. Beberapa di
antaranya adalah kebijakan yang berkaitan dengan hubungan internasional
Amerika Serikat untuk ke depannya. Berkaitan dengan hal tersebut, Donald J.
Trump menjelaskan dalam pidatonya tentang kebijakan luar negeri Amerika
Serikat menurut pandangannya:
“My foreign policy will always put the interests of the American
people, and American security, above all else. America First will be
the major and overriding theme of my administration. I want to
identify five main weaknesses in our foreign policy: our resources
are overextended, our allies are not paying their fair share, our
friends are beginning to think they can’t depend on us, our rivals no
longer respect us, finally, America no longer has a clear
understanding of our foreign policy goals.”2
Pada poin our allies are not paying their fair share, terdapat beberapa
pihak yang sering disebut oleh Donald Trump, salah satunya adalah rekan Amerika
Serikat yang tergabung dalam NAFTA (North American Free Trade Agreement):

“Take a look at NAFTA, one of the worst deals ever made by any
country, having to do with economic development. It’s economy undevelopment, as far as our country is concerned. Nafta’s been very,
very bad for our country. It’s been very, very bad for our companies
and for our workers, and we’re going to make some very big
changes, or we are going to get rid of Nafta for once and for all.
Cannot continue like this, believe me.”3
1

Amanda Puspita Sari, Donald Trump Terpilih Jadi Presiden Amerika Serikat, CNN Indonesia, 2016,

http://m.cnnindonesia.com/internasional/20161109150545-134-171479/donald-trump-terpilihjadi-presiden-amerika-serikat/, diakses pada 9 Juni 2017.
2

Donald J. Trump Foreign Policy Speech, 2016, https://www.donaldjtrump.com/press-

releases/donald-j.-trump-foreign-policy-speech?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C1093169830,
diakses pada 9 Juni 2017.
3

Meera Jagannathan, Here Are All The Terrible Things President Trump Has Said About NAFTA —


Before Deciding To Stick With It, New York Daily News, 2017,

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin mengetahui bagaimana
keterlibatan Amerika Serikat dalam NAFTA pada masa pemerintahan
Donad Trump.

2. Kerangka Teoritis
Dengan latar belakang dan pertanyaan masalah seperti di atas, penulis akan
mencoba menganalisisnya dengan menggunakan teori dan konsep berikut: konsep
interdependensi, konsep kebijakan luar negeri (faktor ideosinkratik), dan konsep
kepentingan nasional,
A. Neoliberalisme
Menurut Robert O. Keohane, neoliberalisme merupakan bagian dari aliran
institusionalis yang meyakini bahwa struktur dunia yang anarki tidak selalu
berujung dengan konflik. Para pemikir neoliberalisme berpendapat bahwa situasi
konfliktual dapat diredam dengan adanya suatu instrumen yang disebut dengan
institusi. Institusi adalah seperangkat ide yang dipahami dan dipatuhi bersama oleh
aktor-aktor internasional, sehingga ide tersebut ikut membentuk perilaku mereka.
Institusi internasional menurut Keohane dapat dibagi menjadi tiga, yaitu norms,

agreement, dan regime.4 Salah satu bentuk institusi adalah organisasi regional yang
biasanya direalisasikan dalam bentuk organisasi perdagangan atau ekonomi.5
B. Kepentingan Nasional
Menurut Hans J. Morgenthau, kepentingan nasional adalah kemampuan
negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur
dari gangguan negara lain. Kemudian Morgenthau menyatakan bahwa hakikat
kepentingan nasional adalah power (pengaruh, kekuasaan, dan kekuatan).6 Namun
http://www.nydailynews.com/news/politics/terrible-president-trump-nafta-article-1.3107104,
diakses pada 9 Juni 2017.
4

Robert O. Keohane, International Institutions and State Power: Essays in International Relations

Theory, Westview, 1989.
5

Mary Farrel & Bjorn Hette, Global Politics of Regionalism, Pluto Press, 2005, hlm. 38-53.

6


T. May Rudy, Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin,

Bandung: Refika Aditama, 2002, hlm. 116.

Joseph Frankel berpendapat bahwa kepentingan nasional tidak bisa dideskripsikan
dengan mengabaikan kepentingan-kepentingan moral, religi, dan kepentingan
kemanusiaan yang lain. Nicholas Spykman pun lebih sepakat dengan pernyataan
Frankel daripada Morgenthau yang mendeskripsikan kepentingan nasional dengan
sempit.7 Kepentingan nasional memiliki beberapa motif, yaitu kepentingan
ekonomi, kepentingan pertahanan dan keamanan, kepentingan internasional, dan
kepentingan ideologi.8
C. Kebijakan Luar Negeri (Faktor Ideosinkratik)
Menurut J. J. Rosenau dan Holsti, kebijakan luar negeri adalah upaya suatu
negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi problematika
negara dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Selanjutnya,
Rosenau mengklasifikasikan lima aspek yang mempengaruhi terbentuknya
kebijakan luar negeri suatu negara, yaitu individual atau ideosinkratik, peran
kelompok (groups) atau masyarakat (societal), birokrasi, sistem nasional, dan
sistem global (sistemik). Secara spesifik, faktor ideosinkratik menjelaskan bahwa
nilai, pengalaman, citra diri, dan karakteristik pribadi pengambil keputusan

(pemimpin) dapat mempengaruhi persepsi, kalkulasi, dan tindakan yang tercermin
dalam kebijakan luar negeri negara yang dipimpinnya. 9

7

Miroslav Nicnic, “The National Interest and Its Interpretation”, dalam The Review of Politics, Vol.

61, No. 1, 1999, hlm. 29-55.
8

J. Martin Rochester, “The National Interest and Contemporary World Politics”, dalam The Review

of Politics, Vol. 40, No. 1, hlm. 77-96.
9

T. A. Couloumbis & J. H. Wolfe, Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power,

Bandung: Abardin, 1990.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah NAFTA (North American Free Trade Area)
North American Free Trade Area (NAFTA) adalah salah satu bentuk
regionalisme di Amerika, tepatnya di Amerika Utara, yang berfokus pada hal yang
berkaitan dengan perdagangan bebas. NAFTA beranggotakan Amerika Serikat,
Kanada, dan Meksiko. NAFTA resmi ditandatangani di tiga kota yaitu:
Washington DC (Amerika Serikat), Ottawa (Kanada) dan Mexico City (Meksiko)
pada 17 Desember 1992, namun NAFTA sendiri baru diberlakukan secara legal
pada tanggal 1 Januari 1994.10
Sebelumnya pada tahun 1988 pernah terdapat suatu kesepakatan
perdagangan bebas antara Kanada dan Amerika Serikat, yakni Canada-United
States Free Trade Agreement (CUFTA). Dengan masuknya Meksiko sebagai
anggota baru, maka Kongres Amerika Serikat memprakarsai hadirnya perjanjian
perdagangan bebas baru yang disebut dengan North American Free Trade Area
(NAFTA). Secara umum, tujuan NAFTA adalah meningkatkan integrasi
antarnegara dan memudahkan kerjasama perdagangan bebas di suatu kawasan
dengan cara menghilangkan semua tarif dan mengurangi hambatan non-tarif
secara substansial di antara negara-negara anggotanya.11
NAFTA memiliki tiga komisi yaitu: (1) the Free Trade Commission (FTC)

yang

bertugas

untuk

mengawasi

pelaksanaan

perdagangan

bebas,

merekomendasikan usulan, memediasi masalah atau sengketa yang terjadi di
dalam NAFTA. FTC ini dikelola tiga menteri perdagangan dari ketiga negara
anggota NAFTA. (2) Commission on Environmental Co-operation (CEC) yang
bertugas

untuk


mengatur

pelaksanaan

North

American

Agreement

on

Environmental Co-operation (NAAEC). CEC ini dipimpin oleh menteri
10

Abim Galau Agasi, Pengaruh North American Free Trade Agreement (NAFTA) terhadap

Perekonomian Meksiko, Global & Policy Vol. 1, No. 2, 2013.
11


Loc.cit.

lingkungan hidup dari ketiga negara anggota NAFTA. (3) Commission on Labor
Co-operation (CLC) yang bertugas untuk mengatur tentang North American
Agreement on Labor Cooperation (NAALC). CLC ini dikelola oleh menteri
tenaga kerja dari ketiga negara anggota NAFTA.12
NAFTA memiliki tiga perjanjian kerjasama, yaitu perjanjian perdagangan
bebas (FTA), perjanjian kerjasama lingkungan (NAAEC), dan perjanjian
kerjasama buruh (NAALC). Dalam perjanjian perdagangan bebas (FTA), terdapat
beberapa kebijakan yang disepakati bersama oleh ketiga negara anggota, seperti
penghapusan pajak bea dari beberapa jenis barang ekspor dan impor, perluasan
peluang investasi di kawasan Amerika Utara, persaingan yang sehat di antara
ketiga negara anggota, perlindungan hubungan ekonomi trilateral antara Amerika
Serikat, Kanada, serta Meksiko, serta penjaminan atas hak-hak kekayaan
intelektual ketiga negara anggota NAFTA. Sedangkan perjanjian kerjasama
lingkungan (NAAEC) memuat kebijakan tentang perlindungan keanekaragaman
hayati, urgensi memperhatikan kesehatan dengan mengelola limbah, dan
sosialisasi tentang isu-isu lingkungan yang ada di Amerika Utara.13
Kemudian perjanjian kerjasama buruh (NAALC) memiliki tujuan, antara

lain: (1) memperbaiki kondisi kerja dan standar hidup di masing-masing negara
anggota; (2) meningkatkan prinsip-prinsip kerja yang dijalankan; (3) menginisiasi
kerjasama untuk mengembangkan inovasi, produktivitas, dan kualitas; (4)
menyarankan publikasi, pertukaran informasi, pengembangan data, koordinasi,
dan studi kooperatif untuk menguntungkan hukum dan lembaga-lembaga yang
mengatur tenaga kerja di wilayah masing-masing negara anggota; (5) meneruskan
agenda kerjasama yang saling menguntungkan; (6) meningkatkan penegakan
hukum dan mendorong transparasi dalam administrasi hukum perburuhan.14

12

Mark Aspinwall, NAFTA-ization: Regionalization and Domestic Political Adjustment in the North

American Economic Area, Journal of Common Market Studies, Vol. 47, No. 1, University of
Edinburgh, 2009.
13

Loc.cit.

14

Loc.cit.

2. Dinamika yang Terjadi dalam NAFTA Sebelum Era Donald Trump
Tercatat sebanyak 27 sengketa yang telah diputus selama 10 tahun
diimplementasikannya NAFTA dan hingga tahun 2009 jumlah ini bertambah
menjadi 37 sengketa. Berikut adalah sengketa-sengketa NAFTA yang tercatat oleh
WTO (World Trade Organization):

Bagan 1.
Sengketa-sengketa Negara NAFTA di WTO

(Sumber: WTO, 2010)

Namun demikian, menurut Rafael Serrano, kepala sekretariat NAFTA dari
Meksiko, NAFTA telah efektif dalam meningkatkan hubungan perdagangan
antarnegara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko dengan komunikasi yang
lebih informal dan ramah, serta kesamaan pemahaman tentang solusi atas
masalah-masalah perdagangan. Dari tahun 1994 sampai 2007, perdagangan di
antara negara-negara NAFTA meningkat lebih dari tiga kali lipat, dari $297 milyar
ke $930 milyar. Salah satu prestasi NAFTA yang paling diingat dalam catatan

sejarah adalah ketika NAFTA berhasil membantu Meksiko dalam menangani
krisis ekonomi tahun 1994 dengan reformasi ekonomi.15

3. Hubungan Amerika Serikat dengan NAFTA pada Masa Pemerintahan
Donald Trump
Saat Donald Trump menjalankan masa kampanye sebagai kandidat
presiden Amerika Serikat, Trump sering sekali menyebut NAFTA sebagai sebuah
entitas yang merugikan Amerika Serikat. Bahkan menurut pengamat, pada hari ke100 pemerintahan Trump, Trump akan menerbitkan executive order atau
Keputusan Presiden untuk menarik Amerika Serikat untuk keluar dari NAFTA.
Kabar tersebut langsung berefek pada nilai kurs Peso Meksiko yang turun sekitar
1,5 persen dan dolar Kanada yang turun 0,45 persen meski kabar tersebut belum
sepenuhnya valid. Selain itu, harga saham di dua negara tersebut juga anjlok.16
Faktanya AS memang dirugikan oleh pakta ini karena hanya pernah surplus dari
Meksiko pada awal 1990-an, namun berbalik defisit sampai 63 miliar dolar AS
pada 2016, demikian Reuters.
Pasca Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat pada tahun
2017, semakin santer terdengar kabar bahwa perjanjian NAFTA akan segera
dibatalkan. Namun yang terjadi sesungguhnya adalah Presiden Trump berniat
untuk melakukan renegosiasi dengan negara-negara anggota NAFTA yang lain.
Alasan utama Presiden Trump mengkritik NAFTA adalah karena saat ini Amerika
Serikat sedang berada dalam krisis defisit perdagangan, dengan negara-negara
anggota NAFTA lain. Dengan kata lain, Meksiko dan Kanada lebih banyak
mengekspor ke Amerika Serikat dibandingkan Amerika Serikat yang lebih sedikit
mengekspor ke dua negara tersebut.17

15

IM, How Has NAFTA Affected the Mexican Economy? Review and Evidence, Research

Department and Western Hemisphere Department, 2004.
16

Jafar M. Sidik, Trump Segera Terbitkan Keppres AS Keluar dari NAFTA, ANTARA News, 2017,

http://www.antaranews.com/berita/626193/trump-segera-terbitkan-keppres-as-keluar-darinafta, diakses pada 9 Juni 2017.

Menurut analis perdagangan, terdapat beberapa hal yang akan menjadi
usulan dari Presiden Trump terkait renegosiasi NAFTA. Pertama, hal yang
berkaitan dengan tarif. Trump menginginkan pengecualian terhadap barangbarang tertentu untuk tidak dikenai zero-tariff. Trump menegaskan bahwa untuk
komoditas tertentu, prinsip zero-tariff bukanlah pilihan yang efektif. Kedua,
Trump kemungkinan besar akan melakukan renegosiasi tentang “rules of origin”.
Untuk produk jadi, beberapa persen komponennya harus dibuat di Amerika Utara.
Sebelumnya, NAFTA mengharuskan 62,5% komponen dari barang jadi dibuat
oleh Amerika Utara. Namun Presiden Trump ingin meningkatkan persentase
tersebut menjadi 80%. Ketiga, Trump akan bernegosiasi ulang tentang standar
pekerja dan lingkungan. Trump akan mengevaluasi kembali isu-isu mengenai
upah minimum, hak-hak serikat pengorganisasian, keselamatan kerja, dan dampak
lingkungannya.18
Kemudian Presiden Trump dilaporkan telah menelpon Perdana Menteri
Justin Trudeau dan President Enrique Peña Nieto. Dari percakapan tersebut, the
White House mengatakan bahwa: “(Trump) agreed not to terminate NAFTA at this
time and the leaders agreed to proceed swiftly, according to their required internal
procedures, to enable the renegotiation of the NAFTA deal to the benefit of all
three countries.” Trump sendiri menyatakan bahwa keputusannya ialah demi
kepentingan bersama: “It is my privilege to bring NAFTA up to date through
renegotiation. It is an honor to deal with both President Peña Nieto and Prime
Minister Trudeau, and I believe that the end result will make all three countries
stronger and better.” Dengan renegoisasi NAFTA dan tetapnya Amerika Serikat
menjadi bagian dari NAFTA, banyak pihak yang akhirnya merasa lega.19

17

Zeeshan

Aleem,

Trump

is

Ready

to

Renegotiate

NAFTA,

Vox

Media,

2017,

http://www.vox.com/world/2017/2/9/14362666/trump-renegotiate-nafta-mexico-canada,
diakses pada 9 Juni 2017.
18

Loc.cit.

19

Kevin Liptak & Dan Merica, Trump Agrees 'Not To Terminate Nafta At This Time', 2017,

http://edition.cnn.com/2017/04/26/politics/trump-nafta/index.html, diakses pada 9 Juni 2017.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
North American Free Trade Area (NAFTA) adalah salah satu bentuk
regionalisme di Amerika Utara yang berfokus pada perdagangan bebas. NAFTA
beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. NAFTA resmi
ditandatangani di tiga kota yaitu: Washington DC (Amerika Serikat), Ottawa
(Kanada) dan Mexico City (Meksiko) pada 17 Desember 1992, namun NAFTA
sendiri baru diberlakukan secara legal pada tanggal 1 Januari 1994. Selama ini,
NAFTA telah mengalami berbagai dinamika, dari sengketa-sengketa yang terjadi
di antara negaranya, maupun keberhasilannya dalam memulihkan perekonomian
negara-negara anggotanya.
Pada tahun 2016, terpilih kandidat presiden Amerika Serikat baru yaitu
Donald Trump. Dalam beberapa pernyataannya, Trump menegaskan bahwasanya
Amerika Serikat akan kelaur dari NAFTA karena NAFTA banyak merugikan
Amerika Serikat. Saat Trump naik sebagai presiden, ternyata Amerika Serikat
tidak keluar dari NAFTA, melainkan hanya merenegosiasi perjanjian tersebut agar
lebih menguntungkan bagi Amerika Serikat. Sehingga pada masa Donald Trump
memimpin kemungkinan besar jika hubungan Amerika Serikat dengan NAFTA
akan baik-baik saja selama Amerika Serikat mendapatkan keuntungan yang
diinginkannya.
Hal tersebut dapat dianalisis dari sudut pandang neoliberalisme, di mana
untuk berdamai, negara-negara membutuhkan institusi yang biasanya berupa
institusi ekonomi. Selain untuk berdamai, institusi tersebut juga didirikan demi
pemenuhan kepentingan nasional negara-negara anggotanya. Kemudian hal lain
yang cukup mempengaruhi arah hubungan AmerikaSerikat dengan NAFTA adalah
faktor ideosinkratik Donald Trump sendiri. Sebelum masuk ke ranah politik,
Donald Trump sudah menjadi seorang pebisnis ulung. Hal tersebut membentuk

dirinya menjadi seorang pemimpin yang berorientasi pada keuntungan ekonomis.
Trump memang berniat untuk memberhentikan kebijakan Amerika Serikat di
negara lain yang tidak menghasilkan keuntungan ekonomis yang sesuai dengan
perhitungan Trump.

Daftar Pustaka
Buku
Couloumbis, T. A. & J. H. Wolfe. 1990. Pengantar Hubungan Internasional:
Keadilan dan Power. Bandung: Abardin.
Farrel, Mary & Bjorn Hette. 2005. Global Politics of Regionalism. Pluto Press.
Keohane, Robert O. 1989. International Institutions and State Power: Essays in
International Relations Theory. Westview.
Perwita, Anak Agung Banyu & Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakaya.
Rudy, T. May. 2002. Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional
Pasca Perang Dingin. Bandung: Refika Aditama.

Artikel dan Jurnal Ilmiah
Agasi, Abim Galau. 2013. “Pengaruh North American Free Trade Agreement
(NAFTA) terhadap Perekonomian Meksiko”, dalam Global & Policy, Vol.
1, No. 2.
Aspinwall, Mark. 2009. “NAFTA-ization: Regionalization and Domestic Political
Adjustment in the North American Economic Area”, dalam Journal of
Common Market Studies, Vol. 47, No. 1. University of Edinburgh.
IM. 2004. How Has NAFTA Affected the Mexican Economy? Review and
Evidence. Research Department and Western Hemisphere Department.
Nicnic, Miroslav. 1999. “The National Interest and Its Interpretation”, dalam The
Review of Politics, Vol. 61, No. 1.
Rochester, J. Martin. “The National Interest and Contemporary World Politics”,
dalam The Review of Politics, Vol. 40, No. 1.

Situs Online
Aleem, Zeeshan. 2017. Trump is Ready to Renegotiate NAFTA. Vox Media.
(http://www.vox.com/world/2017/2/9/14362666/trump-renegotiate-naftamexico-canada).
Donald

J.

Trump

Foreign

Policy

Speech.

2016.

(https://www.donaldjtrump.com/press-releases/donald-j.-trump-foreignpolicy-speech?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C1093169830).
Jagannathan, Meera. 2017. Here Are All The Terrible Things President Trump Has
Said About NAFTA — Before Deciding To Stick With It. New York Daily
News.

(http://www.nydailynews.com/news/politics/terrible-president-

trump-nafta-article-1.3107104).
Liptak, Kevin & Dan Merica. 2017. Trump Agrees 'Not To Terminate Nafta At
This

Time'.

(http://edition.cnn.com/2017/04/26/politics/trump-

nafta/index.html).
Sari, Amanda Puspita. 2016. Donald Trump Terpilih Jadi Presiden Amerika
Serikat.

CNN

Indonesia.

(http://m.cnnindonesia.com/internasional/20161109150545-134171479/donald-trump-terpilih-jadi-presiden-amerika-serikat/).
Sidik, Jafar M. 2017. Trump Segera Terbitkan Keppres AS Keluar dari NAFTA.
ANTARA

News.

(http://www.antaranews.com/berita/626193/trump-

segera-terbitkan-keppres-as-keluar-dari-nafta).