Hubungan Amerika Serikat Dengan Iran Dalam Konteks Nuklir

(1)

HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN IRAN DALAM

KONTEKS NUKLIR

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Politik

DISUSUN OLEH:

NADIA FADILA

060906008

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT penguasa semesta alam atas segala nikmat, rahmat, hidayah, kesehatan dan terlebih nikmat kekayaan intelektual yang telah diberikanNya kepada seluruh umat manusia di dunia. Juga tidak lupa shalawat beriring salam saya haturkan kepada nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi suri tauladan bagi umatnya dan telah membawa seluruh Ilmu Pengetahuan dari langit untuk turun ke bumi sebagai sebuah pencerahan terhadap kehidupan seluruh umatNya.

Hanya dengan izinNya pula akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nuklir dan Kepentingan Nasional Iran”, yang ditulis sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan program studi Ilmu Politik dan memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU. Judul ini diangkat karena ketertarikan saya akan pengunaan tenaga nuklir di Iran yang dikecam oleh negara-negara Barat.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan, motivasi dan kerjasama dari berbagai pihak belum tentu skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik. Untuk itu, pada kesempatan ini saya akan menyampaikan dan mengucapkan ribuan rasa syukur dan terima kasih saya yang sebesar-besarnya atas kerjasama dan motivasi yang sangat berarti bagi saya penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dan mudah-mudahan bermanfaat bagi yang membaca. Untuk itu izinkan saya ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu. Ucapan terima kasih ini ditujukan kepada:


(3)

1. Ucapan terima kasih pertama kali saya berikan kepada Allah SWT beserta Muhammad SAW. Terima kasih atas ridho dan rahmat-Mu yang tak terhingga sehingga aku telah sampai pada akhir dari proses ini. Terima kasih ya Allah. Aku sayang pada-Mu.

2. Terima Kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tuaku yang tercinta. Ayahanda Samsul Bahri Juned dan Ibunda Ade Sabrina untuk segala usaha, perjuangan, doa dan dukungan yang diberikan dan terima kasih untuk terus tetap bersabar terhadap segala ujian yang diberikan oleh-Nya. Makasih ya pak, makasih juga ya mak untuk semua bantuan yang tak terhingga nilainya, akhirnya Dila bisa selesai juga nih skripsinya. Dila sayang kalian berdua.

3. Untuk kakak ku Sonia Ananda ayo kak Onya I’m sure u can do let’s fight dont give up. Untuk Sheila Mutia, nengggg thank U so much yaaa apalah artinya ini semua tanpa bantuan ente pokoknya sejuta trimakasih kupersembahkan untukmu adekku sayang thank u for doing my paper and all, ayo ayo ikuti jejakku come on being knowledgeable hahahhaa. Untuk adekku yang paling bontot dan paling bandel Fariz Arba, rajin belajar la Ait jgn maen game aja, banyak-banyak maen game bodo’ nanti. 4. Kepada Bapak Dekan FISIP USU, Kepada Bapak Drs. P. Antonius Sitepu, M.Si

selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu saya selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih untuk buku-buku yang dipinjamkan dan untuk saran juga kritiknya pak. Kepada Bapak Indra Kesuma Nasution, SIP, M.Si selaku dosen pembaca, makasih ya bg Indra atas bimbingannya. Kepada Bapak Drs. Heri Kusmanto, MA selaku ketua Departemen Ilmu Politik. Kepada seluruh Bapak/Ibu dosen pengajar Departemen Ilmu Politik terimakasih untuk semua ilmu yang telah diberikan dan mudah-mudahan bisa dilanjutkan juga untuk jajaran staf jurusan ilmu politik terima kasih atasan bantuannya.


(4)

5. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk semua keluarga yang ada di Langsa. Untuk Nenek Siti Hawa orang yang memiliki hati seluas samudera, untuk Om wan dan keluarga, Buk Nova Om Aidil dan keluarga, Om Yusman, Buk Ita dan keluarga, Buk Ida dan keluarga, Om Bachtiar dan keluarga. Dan juga keluarga yang ada di Medan Om Bob dan keluarga dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk segala bantuan yang telah diberikan.

6. Untuk yang tersayang dan sangat berarti di hati Agung Saputra, S.Sos. Terima kasih telah memberikan bantuan yang tak terhingga dalam bentuk apapun, untuk segala dorongan, dukungan, inspirasi dan semua semangat yang ditularkan. Thank u so much my only one, you are my spirit my inspiration and my fire, I love u all the way to the moon and back to the earth. Mudah-mudahan anganku juga anganmu di restui oleh-Nya. Amin ya Rabbal Alamin.

7. Untuk semua teman-teman di departemen ilmu politik FISIP USU terutama stambuk 2006. Adhitya Fiesta, Astri Ledi Ayu makasih ya untuk semua kebersamaan kita selama ini. Sobat-sobatku Reza makasih ya ja untuk bantuan-bantuan yang diberikan cepat nyusul ja ku doakan, Afif Azhari, Zia Hidayat, Yukeng kemana aja ko keng, Arifin sang mentalis, Reno kembaran rian d’masiv, Fani yang katanya mirip Irwansyah, Rifki Lek, Abi Rekso, Adoy, Thew yang dugem selalu, Raden, Rama si semok, Marda, Muchda gregebeteh, Jafar Pohon eh Pohan maksudnya makasi ya far, Yurial, Silvi, Brando dan semua teman-teman yang telah mendahului proses ini juga teman-teman seperjuangan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu good luck guys. Terima kasih untuk 4 tahun kebersamaan kita yang sangat menyenangkan. 8. Untuk senior-senior ilmu politik, bg Andi hui ngemen hehehe kapan kita ngumpul

ama budak-budak posko ni, bg Fuad Hasan Lubis makasih untuk ilmu dan buku yang dipinjamkan, Bg Didi makasih untuk semua urusan adm di jurusan, untuk bg Saote


(5)

kmana aja si kriting satu ini, juga untuk abang dan kakak stambuk 2003, 2004, 2005 yang telah membantu dalam proses ini.

9. Untuk teman-teman gilaku Natasha N. Usda, Gadis anaknya pak Ichsan Nasution, Noni Elblita, Elvi Zahra Arwi.

10.Untuk penghuni kost-kostan Ismailyah 27 kak Dedek, kak Maya, Kak Uci juga untuk kak Mada. Juga untuk Ibu kost Erna Rahayu beserta suami Bg Ijal hatur nuwun terima kasih.

11.Untuk teman-teman sesama pekerja kartu kredit Uob Buana, Ibu ku sayang Buk Pipit makasih untuk semuanya buk, Eka, bg Nizar Wirahadi, Bapak yang paling manis di kantor pak Davidson Witin, Kak Desi, Kak Dewi, Novi, Dedi OB, Armen, Rudi satpam dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

12.Untuk Bg Udin dan Bg Min yang jagain absen, makasih ya bg udah repot-repot jagain jadwal doping Dila datang, Pak Manan, dan Bg Rusdi yang baik hati dan sangat banyak membantu makasih banyak bg untuk semua bantuannya.

Akhir kata, saya ucapkan mohon maaf jika ada kekhilafan yang telah saya perbuat. Demikianlah skripsi ini saya buat dan pastinya ada kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu dengan kerendahan hati saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Permasalahan... 1

2. Rumusan Masalah ... 8

3. Tujuan Penelitian ... 8

4. Manfaat Penelitian ... 8

5. Landasan Teori ... 9

6. Metode Penelitian ... 25

BAB II DINAMIKA NUKLIR IRAN 1. Profil Iran ... 27

2. Bantuan Negara eks-komunis terhadap perkembangan program nuklir Iran... 45

3. Fasilitas Pengembangan Nuklir ... 47

BAB III RESPON AMERIKA SERIKAT DAN UNI EROPA TERHADAP PROGRAM NUKLIR IRAN 1.Tekanan langsung Amerika Serikat Terhadap Program Nuklir Iran... 65


(7)

2. Tekanan Tidak langsung Amerika Serikat Terhadap Program Nuklir Iran

Melalui IAEA... 74

3. Respon Uni-Eropa Terhadap Program Nuklir Iran... 88

4. Perjanjian Non Proliferasi Nuklir... 91

BAB IV ALASAN ATAU FAKTOR YANG MENYEBABKAN IRAN TETAP MENJALANKAN PROGRAM NUKLIR 1. Keanggotaan Iran Dalam Non Proliferasi Nuklir... 99

2. Framing Nuklir Iran (Dalam Perspektif Kepentingan Dunia Islam)... 101

3. Propaganda Yahudi Internasional... 108

4. Pemenuhan Listrik... ... 112

5. Pengembangan Nuklir Sebagai Langkah Pre-Emptive MELAWAN AS Dan UE...115

BAB V KESIMPULAN KESIMPULAN


(8)

ABSTRAK

HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN IRAN DALAM KONTEKS NUKLIR

Nama : NADIA FADILA

NIM : 060906008

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan : Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. P. Antonius Sitepu, M.Si

Pada awalnya, program nuklir Iran merupakan sebuah proyek kerjasama antara Republik Islam Iran dengan Amerika Serikat. Tetapi ketika Revolusi Islam Iran meletus maka bukan saja kerjasama program nuklir antara Iran dan Amerika Serikat saja yang berakhir. Hubungan antara Iran dan Amerika Serikat pun semakin lama semakin buruk. Pasca revolusi Islam Iran, Pemerintah Iran kemudian melanjutkan program nuklir Iran secara mandiri yang dikemudian hari program nuklir ini ditentang oleh Amerika Serikat. Iran muncul sebagai kekuatan baru dunia dimana fakta menunjukkan bahwa kemajuan Iran dalam hal nuklir laksana air terjun yang tidak dapat dibendung.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu menganalisis data-data yang bersumber dari buku-buku, koran-koran, dokumen-dokumen serta sarana lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa Republik Islam Iran telah melakukan berbagai usaha kepada dunia internasional bahwa program nuklir Iran tidaklah berbahaya. Program nuklir Iran hanya untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negri semata. Namun karena pengaruh Amerika Serikat terhadap dunia internasional sangat kuat maka ketegangan yang ditimbulkan oleh perihal nuklir ini terhadap hubungan Amerika Serikat dan Iran sedikit banyak menjadi isu internasional yang kemudian menjadi pembahasan penting dalam lembaga-lembaga internasional terkait pelarangan oleh Amerika Serikat terhadap Iran untuk melanjutkan program nuklir mereka. Padahal Iran dalam keyakinan secara ideologi kebangsaannya meyakini bahwa kemajuan sebuah bangsa di dunia adalah hak azasi sebyah bangsa itu sendiri. Amerika serikat yang didasari kepentingan ekonomi dunia harusnya menghargai kedaulatan sebuah bangsa dalam mewujudkan kemajuannya.


(9)

ABSTRAK

HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN IRAN DALAM KONTEKS NUKLIR

Nama : NADIA FADILA

NIM : 060906008

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan : Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. P. Antonius Sitepu, M.Si

Pada awalnya, program nuklir Iran merupakan sebuah proyek kerjasama antara Republik Islam Iran dengan Amerika Serikat. Tetapi ketika Revolusi Islam Iran meletus maka bukan saja kerjasama program nuklir antara Iran dan Amerika Serikat saja yang berakhir. Hubungan antara Iran dan Amerika Serikat pun semakin lama semakin buruk. Pasca revolusi Islam Iran, Pemerintah Iran kemudian melanjutkan program nuklir Iran secara mandiri yang dikemudian hari program nuklir ini ditentang oleh Amerika Serikat. Iran muncul sebagai kekuatan baru dunia dimana fakta menunjukkan bahwa kemajuan Iran dalam hal nuklir laksana air terjun yang tidak dapat dibendung.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu menganalisis data-data yang bersumber dari buku-buku, koran-koran, dokumen-dokumen serta sarana lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa Republik Islam Iran telah melakukan berbagai usaha kepada dunia internasional bahwa program nuklir Iran tidaklah berbahaya. Program nuklir Iran hanya untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negri semata. Namun karena pengaruh Amerika Serikat terhadap dunia internasional sangat kuat maka ketegangan yang ditimbulkan oleh perihal nuklir ini terhadap hubungan Amerika Serikat dan Iran sedikit banyak menjadi isu internasional yang kemudian menjadi pembahasan penting dalam lembaga-lembaga internasional terkait pelarangan oleh Amerika Serikat terhadap Iran untuk melanjutkan program nuklir mereka. Padahal Iran dalam keyakinan secara ideologi kebangsaannya meyakini bahwa kemajuan sebuah bangsa di dunia adalah hak azasi sebyah bangsa itu sendiri. Amerika serikat yang didasari kepentingan ekonomi dunia harusnya menghargai kedaulatan sebuah bangsa dalam mewujudkan kemajuannya.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Permasalahan

Salah satu masalah internasional yang sangat penting untuk dikaji dewasa ini adalah persoalan-persoalan yang berhubungan dengan persenjataan nuklir dan strateginya. Sepintas lalu urusan ini merupakan urusan eksklusif negara-negara bersenjata nuklir, khususnya Amerika Serikat dan Uni Soviet. Masalah utama yang mendominasi percaturan nuklir selama empat dasawarsa ini adalah strategi nuklir negara-negara adikuasa. Jika dewasa ini persoalan kelangsungan hidup umat manusia dimasalahkan maka strategi nuklir barat harus dipahami, sekurang-kurangnya mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi landasan kebijaksanaan pertahanan dan militer mereka. Akibat-akibat jangka panjang nuklir sebagian besar tergantung pada kebijaksanaan mereka.1

Persenjataan nuklir menjadi perdebatan dalam strategi pertahan yang paling menonjol setelah PD II. Dalam pemikiran strategi nuklir Barat, khususnya Amerika Serikat, selama 40 tahun ini pada dasarnya persenjataan nuklir berperanan utama sebagai penangkal terhadap agresi. Karena itu dapat dikatakan bahwa tema pokok dalam pemikiran Barat mengenai strategi nuklir adalah pada teori penangkalan. Dalam hubungan antar negara, khususnya dalam perang, menangkal berarti mencegah lawan memulai perang karena adanya ancaman perlawanan yang akan menimbulkan kerugian dan korban yang lebih besar sehingga tidak sebanding dengan tujuan yang hendak

1


(11)

dicapainya melalui penggunaan kekerasan. Namun nuklir kini tidak lagi dimonopoli oleh satu negara sehingga fungsi militernya harus ditempatkan secara profesional dengan tujuan-tujuan politik yang hendak dicapai. Hal ini berarti bahwa dimensi teknis persenjataan sendiri bukanlah satu-satunya aspek yang menentukan dalam hubungan keamanan antar negara. Perdebatan utama terjadi mengenai fungsi persenjataan nuklir dalam perang, yaitu untuk memelihara dan mencapai tujuan politik. Strategi tertentu yang diambil Barat sebagai cara untuk mengerahkan kemampuan guna mencapai tujuan, mempengaruhi cara berpikir dan pandangan lawan terhadapnya. Program nuklir yang dijalankan oleh negara di Timur tengah khususnya Iran selama ini dapat diartikan sebagai menanggapi pergerakan kekuatan Amerika Serikat khususnya dan Barat pada umumnya yang dianggap ditujukan kepadanya. Pada gilirannya Barat menganggap bahwa pembangunan reaktor-reaktor nuklir di Iran berarti ancaman bagi keamanannya, dan disini proses aksi-reaksi terjadi dan tercermin dalam pola penempatan persenjataan dan pemikiran strategi mereka.2

Perkembangan teknologi nuklir mengalami ekskalasi yang sangat signifikan. Beberapa negara non nuklir mulai mengembangkan teknologi nuklir, baik untuk kepentingan militer maupun non militer. Salah satu negara baru yang sedang Nuklir merupakan sebuah energi alternatif yang memungkinkan bentuk efisiensi konsumsi energi dunia. Namun setelah tragedi di Chernobyl 1988, dan beberapa negara kecil menguasai teknologi ini, setiap frasa yang bernama nuklir akan senantiasa dikonstruksi negatif. Nuklir senantiasa disamakan dengan persenjataan nuklir, setiap negara yang menguasai teknologi nuklir dalam konteks sipil senantiasa akan dicurigai dikembangkan untuk kepentingan militer dan agresi.

2


(12)

dipergunjingkan dunia adalah Iran. Sebuah negara dengan kultur Syi’ah yang kental dengan semangat perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni idiologi lain.

Sebelumnya Pakistan di dekade 1980-an telah menjadi negara nuklir yang mewakili dunia Islam, sehingga media massa internasional sampai membuat headline tentang “Bom Islam”, sebuah framing untuk mengkontruksi bahwa Pakistan akan merepresentasi Islam untuk menentang hegemoni dan akan membahayakan idiologi kapitalis ataupun sosialis. Apalagi pengembangan nuklir di Pakistan kala itu berada dalam kendali seorang Zia Ul Haq. Presiden Pakistan yang memiliki kepekaan dan cita-cita yang ambisius untuk menerapkan sistem Islam (nizham al-islam) dalam struktur Pakistan.

Republik Islam Iran adalah sebuah negara di Timur Tengah yang terletak di daerah Teluk Persia. Sebagai negara yang kaya minyak dengan urutan kedua terbesar di dunia, Iran juga telah menerapkan teknologi-teknologi yang canggih demi kemajuan negarannya. Salah-satu teknologi yang sedang dikembangkan oleh Iran adalah penggunaan dan pengembangan teknologi nuklir untuk kepentingan sipil.

Pada era sekarang ini, program nuklir Iran pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan nasional dan untuk tujuan damai, seperti pembangkit tenaga listrik, riset teknologi dan untuk misi luar angkasa. Hal ini dinyatakan oleh ketua dewan keamanan Iran, Hassan Rowhani yang mengatakan bahwa “Program nuklir Iran hanyalah mengkhususkan bagi program pengembangan reaktor nuklir untuk membangkitkan tenaga listrik dan tidak pernah berkeinginan untuk mengembangkan proyek senjata nuklir”.3

Hal yang paling minimal yang bisa dilakukan pemerintahan Iran adalah dengan membangun program nuklir adalah untuk bersiap-siap menghadapi krisis enegri listrik

3


(13)

sehingga warga Iran mempunya alternatif energi pengganti energi listrik, yaitu energi nuklir. Semua yang dilakukan atau dipertahankan adalah untuk menyelamatkan manusia di muka bumi ini dari kemaslahatan yang sedang pelik. Tetapi apa yang didapat, ternyata Iran harus menghadapi hambatan dan fitnah dari negara lain yang menuding Iran bahwa Iran membangun program nuklir semata-mata untuk meningkatkan kekuatan nasional di bidang pertahanan, atau dengan kata lain, untuk meningkatkan kekuatan militer mereka dan secara perlahan-lahan mewakili negara-negara islam untuk melancarkan aksi terorisme ke seluruh dunia.

Pencapaian Iran ini tidak lain merupakan langkah utama dalam mewujudkan upaya-upaya kepentingan nasional seperti mewujudkan sebuah tujuan industri yang diidam-idamkan oleh semua negara maju tanpa terkecuali, seperti pembangunan pabrik-pabrik, pendirian proyek-proyek, desalinasi air, pemerolehan sumber daya baru serta alternatif bahan bakar minyak dan gas. Semua itu dari segi ekploitasi sumber daya nuklir dalam seluruh proyek. Fakta pun berbicara bahwa rakyat Iran bertekad untuk mendirikan ratusan pabrik untuk mengolah uranium dan memproduksi ribuan perangkat sentrifugal serta melakukan pengayaan uranium. Semua itu merupakan faktor yang menegaskan bahwa program nuklir Iran laksana air terjun yang deras dan tidak mungkin dibendung. Inilah yang sebenarnya menggangu Amerika Serikat. Karena hal yang mungkin dicapai Iran jauh melampaui proyek industri, yaitu proyek senjata nuklir.

Tuduhan Amerika Serikat terhadap Iran tentang nuklir ini tidak beralasan. Ini dikarenakan pada awal proyek nuklir Iran, Amerika Serikat juga memiliki sumbangsih. Faktanya aktifitas nuklir Iran telah dimulai sejak empat setengah dekade yang lalu. Pada 1960 perjanjian bilateral antara Iran dan Amerika Serikat memperbolehkan Iran memiliki nuklir.


(14)

Didalam negeri sendiri, rakyat Iran tidak peduli dengan propaganda media-media Barat terhadap program nuklir Iran. Pemerintah Ahmadinejad tidak memilih kebijakan asal selamat dan mundur dari tekanan Barat, melainkan bersikukuh memperjuangkan prinsip-prinsip dan cita-cita revolusi sejalan dengan keinginan Bangsa Iran. Rakyat Iran memuntut hak-haknya terkait dengan pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai.

Keinginan ini diperjuangkan oleh Pemerintah Ahmadinejad hingga akhir dua tahun pertama masa jabatannya. Berdasarkan alasan-alasan inilah sejak awal Pemerintah Ahmadinejad menolak politik hegemoni Barat yang bertujuan menghalangi Iran menguasai teknologi nuklir untuk tujuan damai. Pemerintah Ahmadinejad memilih kebijakan menentang hegemoni Barat. Kebijakan dalam negeri Pemerintah Iran lebih bersifat defensif, dengan memperkirakan kondisi terburuk yaitu perang dengan Amerika Serikat.

Adapun kebijakan-kebijakan dalam negeri yang dilakukan oleh Pemerintah Iran

terhadap program nuklir iran ini adalah sebagai berikut:

Memberikan Akses kepada Dunia Internasional tentang Nuklir Iran.

Pemerintahan Iran mengeluarkan kebijakan dalam negeri untuk meyakinkan dunia Internasional bahwa program nuklir Iran semata-mata dibangun untuk keperluan sipil semata. Hal ini ditunjukkan dengan kerja sama yang akan dibangun dengan Perancis dalam pengelolaan nuklir. Disamping itu, program nuklir ini juga dijadikan tempat wisata pendidikan oleh Pemerintah Iran bagi masyarakat Internasional.


(15)

Penguatan Isu Nuklir di Dalam Negeri

Isu nuklir di dalam negeri Iran menjadi bahasan yang vital beberapa tahun ini. Semenjak Ahmadinejad kembali melakukan proyek nuklir di Iran, berbagai tanggapan dari elemen-elemen masyarakat yang muncul, ada yang pro dan ada yang kontra.

Kelompok oposisi Pemerintah Iran yang merupakan kaum sosialis, mengkritik sikap Ahmadinejad yang dianggap lambat menyelesaikan konflik nuklir ini, sedangkan sebagian penduduk Iran mendukung penuh isu nuklir ini terutama Ayatullah Ali Khemeini.

Untuk itu, dibutuhkan peran Pemerintahan Iran khususnya Presiden untuk mengemas dan meyakinkan masyarakat melalui berbagai rapat akbar bahwa proyek nuklir Iran bertujuan positif.

Mempererat Hubungan dengan Negara-negara Timur Tengah

Memperat hubungan dengan Negara-negara Timur Tengah dilakukan karena Iran membutuhkan dukungan dalam menjalankan program nuklir Iran. Bukan hanya untuk memperoleh dukungan, tetapi dikarenakan kedekatan letak geografis dan persamaan ideologi.

Perkembangan instalasi nuklir Iran mengalami kemajuan yang pesat sampai sekarang. Ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya Iran melakukan produksi listrik yang bersumber dari nuklir pada tahun 2003 sebesar 31.000 megawatt dan terus bertambah.4

4

Mustafa Abd Rahman, Iran Paska Revolusi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2003, hal: 203

Hal ini seperti yang sudah dijabarkan diatas adalah bahwa kebijakan yang dijalankan oleh Pemerintahan Iran dalam hal mempertahankan program nuklirnya semata guna mencapai tujuan-tujuan sipil dalam hal kepentingan nasional Iran.


(16)

Namun, di mata Amerika Serikat pengembangan dan kecanggihan teknologi nuklir Iran tersebut, dianggap telah melewati batas kewajaran. Hal ini dikarenakan Iran tidak saja menggunakan tenaga nuklir untuk tujuan damai, melainkan Iran saat ini mampu memproduksi zat uranium dalam skala besar yang dapat dikembangkan menjadi plutonium yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan senjata nuklir.

Sebagai upaya untuk mencegah perkembangan dan penyalahgunaan program nuklir Iran ke arah tujuan senjata militer, khususnya pembuatan dan pengembangan senjata nuklir, maka pemerintah Amerika serikat mengecam keras tindakan pengembangan program nuklir Iran tersebut dan memaksa Iran untuk segera menghentikan program nuklirnya serta pengayaan uraniumnya. Menurut AS Iran secara aktif terus memproduksi senjata kimia maupun biologis meskipun dibantah oleh pemerintah Iran mengatakan bahwa pembangunan program nuklir di Busher adalah untuk riset dan tujuan damai.

Dalam hal ini dapat dilihat benang merah antara konsep kepentingan nasional dengan kasus yang sedang dihadapi Iran. Dengan semakin banyaknya tuduhan dan tudingan Amerika serikat terhadap Iran, maka semakin kuat pula Iran bertahan pada posisinya. Disini kita bisa melihat bahwa kepentingan nasional Iran adalah melindungi warga negaranya dari dampak globalisasi, seperti dampak yang paling utama, yaitu energi listrik yang sewaktu-waktu bisa habis, yaitu dengan menyiapkan sebuah terobosan atau bisa dibilang sebagai alternatif energi pengganti energi listrik, yaitu energi nuklir. Sesuai dengan gejala konsep kepentingan nasional, suatu negara mempertahankan kepentingan nasionalnya terkait dengan eksistensinya. Implementasinya, Iran mewujudkan konsep kepntingan nasional untuk mempertahankan eksistensinya atau keberadaanya, yaitu keselamatan warga-negaranya. Bayangkan saja, jika seluruh warga Iran musnah karena


(17)

dampak pemanasan global, maka generasi penerus pemegang kendali pemerintahan Iran akan turut musnah. Dan hal itu jelas mengancam eksistensi negara Republik Islam Iran.

Persoalan pengembangan teknologi nuklir Iran yang bertujuan damai serta demi mewujudkan kepentingan nasional Iran tersebut dan reaksi-reaksi keras AS yang sangat menentang adanya program nuklir Iran tersebut tetapi Iran memilih meneruskan untuk mengembangkan program nuklirnya menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk diteliti. Dari uraian diatas dijadikan sebagai alasan dan menarik penyusun untuk meneliti permasalahan ini dengan judul “HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT DENGAN IRAN DALAM KONTEKS NUKLIR”

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menarik suatu rumusan masalah, yaitu Mengapa Iran bersikeras tetap melanjutkan program nuklirnya meskipun Amerika Serikat dan Uni Eropa melarangnya ?

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui apa tujuan Iran dengan tetap mempertahankan program nuklirnya walaupun ditentang oleh berbagai pihak.

I.4. Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, untuk mengembangkan kemampuan berpikir serta kemampuan menulis melalui karya ilmiah serta agar dapat menyelesaikan pendidikan Strata Satu di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Sumatera Utara.


(18)

2. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah pengetahuan di departemen ilmu politik tentang nuklir serta pengaruhnya terhadap dunia internasional, serta dapat menjadi bahan masukan dan rujukan bagi penelitian lainnya.

3. Bagi Praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan referensi oleh departemen luar negeri sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi serta pilihan kebijakan dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan luar negeri Indonesia.

I.5. Landasan Teori I.5.1. Teori Realisme

Ada beberapa ide dan asumsi dasar yang dikemukakan oleh kaum realis mengenai teoritis hubungan internasional (HI) baik dimasa lampau maupun di masa mendatang yaitu: (1). Pandangan pesimis atas sifat manusia, (2). Keyakinan bahwa hubungan Internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang, (3). Menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan kelangsungan hidup Negara, (4). Skeptisisme dasar bahwa terdapat kemajuan dalam politik Internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan politik domestik. 5

5

Jakson & Sorensen, Teori-Teori Hubungan Internasional, Jakarta, Grafindo, 2005, hal: 91

Dalam pemikiran kaum realis, manusia docirikan sebagai makhluk yang selalu cemas akan keselamatan dirinya dalam hubungan persaingannya dengan yang lain. Mereka ingin berada dalam kursi pengendali. Mereka tidak ingin diambil keuntungannya. Mereka terus-menerus berjuang untuk medapatkan “yang terkuat” dalam hubungannya dengan yang lain termasuk hubungan internasional dengan Negara-negara lain.


(19)

Dalam hal demikian paling tidak, manusia dipandang pada dasarnya sama di manapun. Sehingga keinginan untuk memperoleh keuntungan dari yang lain dan mencegah dominasi dari yang lain adalah universal.

Thucydides, Machiavelli, Hobbes, dan tentunya semua kaum realis klasik sedikit memiliki pandangan tersebut. Mereka yakin bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat kekuasaan, dan pengguna kekuasaan merupakan perhatian utamaa aktivitas politik.

Dengan demikian, politik internasional digambarkan sebagai yang paling utama, “politik kekuasaan (power politics)” suatu arena persaingan, konflik dan perang anatara Negara-negara dimana masalah-maslah dasar yang sama dalam mempertahankan kepentingan nasional dan dalam menjamin kelangsungan hidup Negara berulang sendiri terus-menerus.

Dengan demikian, kaun realis berjalan dengan asumsi dasar bahwa politik dunia berkembang dalam anarki Internasional yaitu system tanpa adanya kekuasaan yang berlebihan, tidak ada pemerintahan dunia. Negara adalah aktor utama dalam politik dunia. Hubungan Internasional khususnya merupakan hubungan negara-negara tidaklah sama, sebaliknya terdapat hurarki Internasional atas kekuasaan di antara negara-negara.

Negara-negara yang paling penting dalam politik dunia adalah negara-negara berkekuatan besar (great powers). Hubungan Internasional dipahami oleh kaum realis terutama sebagai perjuangan di antara negara-negara berkekuatan besar untuk dominasi dan keamanan.6

6


(20)

Realisme Politik oleh Hans J. Morgenthau

Menurut Morgenthau, pria dan wanita secara alami adalah binatang politik, mereka dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan untuk memperoleh hasil dari kekuasaan. Pengharapan kekuasaan bukan hanya menghasilkan pencarian keuntungan relatif tetapi juga pencarian wilayah politik yang terjamin keamanannya yang dapat digunakan untuk memperoleh kebebasan diri dari pihak lain.

Gagasan utama Hans J. Morgenthau yang telah menempatkan dirinya sebagai seorang penganut aliran pemikiran realis berkenaan dengan konsepnya tentang “power” sebagai yang dominan dalam politik internasional. Konsep dasar yang dimaksudkan oleh Hans J. Morgenthau adalah Konsep kepentingan (interest) yang dikonseptualisasikan ke dalam istilah “power” antara nalar (reason) yang berusaha memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang merupakan arah memilah-milah antara fakta-fakta politik dan bukan fakta politik, arah mana akan memberikan suatu tertib sistematis terhadap lingkup politik, yang sekaligus pula akan menempatkan politik sebagai lingkup kegiatan dan pemahaman yang otonom. Artinya, lingkup ini akan membedakan lingkup kegiatan lainnya. Konseptualisasi kepentingan (interest) dalam formulasi “power” dimanifestasikan ke dalam tataran politik internasional, mendasari pemikiran teori realisme politik akan memberikan kerangka bangunan teoretis terhadap politik luar negeri.7

7

Antonius sitepu, Teori Realisme Politik Hans. J. Morgenthau Dalam studi Politik dan HI, hal. 52

Teori realisme politik internasional dicirikan oleh tiga hal yakni (1) negara dan politik luar negeri sebagai unit dan tingkat analisis, (2) konsep power, dan (3) konsep balance of power:


(21)

1. Unit analisis dan tingkat analisis dikenakan pada negara-negara sebagai aktor utama dalam panggung politik internasional. Pengamatan terhadap tingkah laku negara, akan terlihat dalam politik luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Negara dan politik luar negerinya merupakan unit dalam tingkat analisanya.

2. Dalam konteks konsep tentang “power” bahwa tingkah laku negara-negara dipanggung politik internasional selalu dilihat sebagai perwujudan atas perjuangannya untuk memelihara, meningkatkan, serta menunjukkan powernya.

3. Pola interaksi hubungan antarnegara yang sama-sama berjuang untuk memelihara, meningkatkan, dan menunjukkan powernya digunakan konsep perimbangan kekuatan (balance of power).

Realisme telah menjadi model yang dominan dalam hubungan internasional selama setidaknya enam dekade yang lalu karena sepertinya memberikan kerangka yang berguna untuk memahami runtuhnya Dunia internasional paska perang dingin agar dalam menghadapi agresi di Timur dan Eropa, Perang Dunia II, dan Perang Dingin. Namun demikian, versi klasik diartikulasikan oleh Morgenthau dan lain-lain telah menerima cukup banyak sorotan kritis.

I.5.2 Teori Kepentingan nasional (National Interest Theory) I.5.2.1 Defenisi Teori Kepentingan Nasional

Konsep Teori Kepentingan disini diartikan dalam istilah kekuasaan. Konsep ini merupakan penghubung antara pemikiran yang berusaha memahami politik internasional dan realita yang harus dipahami. Konsep ini menentukan politik sebagai lingkungan tindakan dan pengertian yang berdiri sendiri (otonom) terpisah dari


(22)

lingkungan lainnya, seperti ilmu ekonomi, etika, estetika atau agama. Konsep kepentingan yang didefenisikan sebagai kekuasaan, memaksakan disiplin intelektual kepada pengamat, memasukkan keteraturan rasional kedalam pokok masalah politik, sehingga memungkinkan pemahaman politik secara teoritis.

Interest atau kepentingan sendiri adalah setiap politik luar negeri suatu negara yang didasarkan pada suatu kepentingan yang sifatnya relatif permanen yang meliputi tiga faktor yaitu sifat dasar dari kepentingan nasional yang dilindungi, lingkungan politik dalam kaitannya dengan pelaksanaan kepentingan tersebut, dan kepentingan yang rasional. Kepentingan nasional adalah merupakan pilar utama tentang politik luar negeri dan politik internasional yang realistis karena kepentingan nasional menentukan tindakan politik suatu negara.

Kalau menggunakan pendekatan realis atau neorealis maka kepentingan nasional diartikan sebagai kepentingan negara sebagai unitary actor yang penekanannya pada peningkatan national power (kekuasaan nasional) untuk mempertahankan keamanan nasional dan survival dari negara tersebut. Apa yang dianggap sebagai kepentingan nasional oleh kaum realis mungkin merepresentasikan kepentingan yang kebetulan pada momen tertentu mempengaruhi para pembuat kebijakan luar negeri.

Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku politik luar negeri suatu negara. Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar power dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol atas suatu negara terhadap negara lain.


(23)

Konsep Kepentingan Nasional oleh Hans J Morgenthau

Menurut Hans J.Morgenthau didalam "The Concept of Interest defined in Terms of power", Konsep Kepentingan Nasional (Interest) yang didefiniskan dalam istilah "power" menurut Morgenthau berada diantara nalar, akal atau "reason" yang berusaha untuk memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang harus dimengerti dan dipahami. Dengan kata lain, power merupakan instrumen penting untuk mencapai kepentingan nasional.8

Konsep kepentingan nasional juga mempunyai indikasi dimana negara atau state berperan sebagai aktor utama di dalam formulasi politik yang merdeka berdaulat. Selanjutnya didalam mekanisme interaksinya masing-masing negara atau aktor berupaya untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Kepentingan inilah yang Morgenthau berpendapat bahwa strategi diplomasi berdasarkan kepada kepentingan nasional. Kepentingan nasional tersebut digunakan untuk mengejar "power" yang bisa digunakan untuk membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Menurut Morgenthau, dengan memiliki power maka suatu negara dapat mengadili negara lain seperti mengadili negara sendiri dan kemudian dapat meningkatkan kepentingan negara yang memiliki power.

Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik paksaan, atau kerjasama (cooperation). karena itu, kekuasaan nasional dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup dalam politik internasional.

8


(24)

akhirnya diformulasikan ke dalam konsep ‘power’ kepentingan ‘interest’ didefinisikan ke alam terminologi power.9

Implementasi atau pencerminan dari konsep diatas telah dapat dibuktikan, walaupun secara tersirat dan nonverbal, oleh Republik Islam Iran. Melalui sikapnya mempertahankan program nuklir, Iran secara tidak sengaja ‘mempraktekkan’ konsep Hans J. Morgenthau, yaitu Konsep Kepentingan Nasional. Konsep Kepentingan Nasional yang dikuatkan pada sikap suatu negara untuk melihat atau memperhatikan

Ada kepentingan nasional yang bersifat vital bagi suatu negara karena terkait dengan eksistensinya. Untuk tetap berdiri sebagai negara berdaulat suatu negara harus mempertahankan kedaulatan atau yuridiksinya dari campur tangan asing. Selain itu negara itu berkepentingan untuk mempertahankan keutuhan wilayah (territorial integrity) sebagai wadah bagi entitas politik tersebut. Kepentingan nasional yang bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangsungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya. Kalau kepentingan vital atau strategis suatu negara menjadi taruhan dalam interaksinya dengan aktor lain, maka negara tersebut akan menggunakan segala instrumen yang dimilikinya termasuk kekuatan militer untuk mempertahankannya.

Amerika Serikat yang merupakan negara yang memiliki power yang kuat dalam dunia internasional. Dengan memiliki power yang kuat tersebut, maka Amerika Serikat dapat menggunakan kekuatannya untuk mencapai kepentingan nasional negaranya di dalam politik internasional. Dengan power itu jugalah Amerika Serikat dapat menancapkan kebijakan luar negerinya ke negara lain dengan mudah sehingga kepentinganya dapat tercapai.

9


(25)

kepentingan negaranya, tergantung objek yang sangat penting bagi warga negara suatu negara.

Sebagai contoh, sebuah negara X sedang ikut merasakan dampak perang yang terjadi pada negara tetangga, atau kita sebut saja sebagai negara Y. Banyak hal negatif yang perlahan-lahan merusak tatanan negara X, seperti para Tenaga Kerja yang dideportasi, perdagangan antarnegara yang terhenti, bea impor yang melonjak, bahkan kegiatan ekspor ikut terhambat. Yang lebih buruk lagi, besar kemungkinan negara yang menjajah negara Y akan memperluas agresinya menuju negara X. Oleh karena itu, pemerintah negara X menyiapkan angkatan militer yang terlatih dan sistem persenjataan yang canggih dan lengkap. Untuk mendapat angkatan militer serta sistem persenjataan yang canggih dan lengkap, maka negara X melakukan jual-beli terhadap suatu negara maju demi mengejar kepentingan nasional yang sedang darurat dan mendesak, yaitu bersiap-siap menghadapi agresi suatu negara penjajah.

Sebagai contoh, sebuah negara X sedang ikut merasakan dampak perang yang terjadi pada negara tetangga, atau negaranya, dengan cara apapun, agar salah satu fondasi berdirinya negara (wilayah) tetap terlindungi demi keselamatan warga negaranya. Kekuatan nasional suatu negara menjadi hal yang disorot ketika kita berbicara mengenai konsep kepentingan nasional. Hal ini disebabkan karena ketika kita akan mewujudkan kepentingan nasional, maka hal pertama yang perlu dibangun adalah kekuatan nasional. Dalam teori kepentingan nasional, kekuatan nasional disebut sebagai unitary actor.

Didalam perpolitikan internasional, hal yang paling sering menjadi objek kekuatan nasional adalah sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih. Menurut Hans J. Morgenthau, peningkatan sistem persenjataan selaras


(26)

dengan peningkatan kekuatan nasional, karena sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih dapat digunakan dalam perang yang rasional, sehingga tidak menimbulkan paradoks dalam melaksanakannya.

Substansi yang dimaksud adalah bahwa ketika suatu negara yang kekuatan nasionalnya adalah sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih, maka tidak ada ancaman besar bahwa negara tersebut akan musnah, karena sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih masih dapat diatasi dengan baik.

Berbeda dengan sistem persenjataan konvensional yang lengkap dan canggih, senjata nuklir memiliki sifat yang berbeda. Maksudnya adalah, ketika sebuah negara meningkatkan senjata nuklirnya, maka kekuatan nasionalnya berangsur-angsur hilang. Dengan kata lain, peningkatan senjata nuklir dengan kekuatan nasional berbanding terbalik. Hal diatas disebabkan karena senjata nuklir ketika dilepaskan kepada suatu sasaran dan dapat memusnahkan sasaran tersebut, bukan tidak mungkin sang musuh akan akan bangkit dan membalas dendam manis. Apa mau dikata, nuklir tak akan dapat dielakkan, dan seluruh penduduk yang menjadi sasaran balas dendan akan musnah. Itulah paradoks dari sebuah nuklir yang digunakan sebagai senjata perang.

Teori kepentingan nasional juga akan mempengaruhi sikap politik luar negeri suatu negara. Banyak contoh yang bisa kita lihat di dalam kehidupan nyata, mulai dari yang terdekat seperti era pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri yang ketika itu sedang membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menyelamatkan ekonomi mikro, maka Presiden Megawati menentukan sikapnya terhadap agresi Amerika ke Afghanistan, yaitu dengan jelas-jelas mendukungnya, dan mata dunia dengan jelas dapat melihatnya karena setelah deklarasi agresi Amerika, Presiden megawati


(27)

memenuhi undangan Presiden Bush untuk membicarakan hal itu sekaligus akan diberi pinjaman dalam jumlah besar jika indonesia berkenan mendukung Amerika.

Dari contoh diatas dapat kita simpulkan beberapa hal, seperti kepentingan nasional Indonesia saat itu, yaitu menyelamatkan ekonomi mikro negara dengan cara memohon pinjaman dalam jumlah besar, dengan kekuatan yang mungkin bahkan tidak kita sadari ketika itu ; populasi masyarakat Islam yang terbesar di dunia yang mampu mengubah komposisi pendukung musuh Amerika. Memang mudah saja bagi Amerika, karena bagi mereka ini tidak beresiko, tetapi tidak halnya dengan Indonesia kala itu yang sedang dalam keadaan menuju darurat sehingga akan mengejar kepentingan nasionalnya dengan cara apapun. Dan tidak lupa, kepentingan nasional Amerika Serikat kala itu adalah mengumpulkan sebanyak mungkin negara sekutu untuk melawan Afghanistan dengan kekuatan yang dimilikinya.

Kembali lagi kepada salah satu substansi konsep kepentingan nasional, dimana dalam mencapai kepentingan nasional suatu negara harus mempunyai apa yang disebut sebagai ‘power’. Jika ada power, pasti ada kepentingan nasional. Begitu juga sebaliknya. Iran yang mempunyai kepentingan nasional untuk mempertahankan negaranya dari dampak pemanasan global, maka Iran pasti punya ‘power’, dan dengan mudah kita bisa menebak apa yang dimilki Iran sebagai power, yaitu nuklir sebagai instrumen utama menuju kepentingan nasional Iran. Nuklir yang dalam kasus ini berperan sebagai ‘power’, mempunyai dua definisi, tergantung seperti apa pandangan dan sudut pandang itu sendiri. Power dapat diartikan sebagai berikut bagi pihak intern, power diartikan sebagai jalan untuk mencapai kepentingan nasionalnya, yaitu mempertahankan negara Iran dari dampak pemanasan global. Bagi pihak eksternal, power bisa diartikan sebagai senjata pemusnah massal yang mampu mengancam posisi negara lain.


(28)

Dalam kasus nuklir ini sendiri terlihat bagaimana Amerika Serikat sebagai negara adidaya menancapkan kepentingannya di Negara Iran dengan dalih bahwa nuklir diproduksi oleh Iran bukanlah untuk keperluan industri melainkan sebagai senjata pemusnah masal. Padahal tuduhan Amerika ini tidak mendasar seperti yang sudah dijelaskan diawal latar belakang ini.

I.5.2.2 Konsep Kepentingan Nasional Sebagai Tujuan

Suatu negara harus bertindak secara nyata ketika memutuskan atau mendeklarasikan kepentingan nasionalnya. Pada dasarnya kepentingan nasional adalah hal yang bersifat abstrak, tetapi sarana yang dilaluinya adalah sesuatu yang nyata. Konsep kunci yang dipergunakan pembuat kebijakan dalam memakai pertimbangan nilai pada realitas tindakan politik adalah kepentingan nasional. Pernyataan tersebut masih kabur dan sukar dijabarkan. Ia dapat dianggap bersifat umum, jangka panjang, yang menjadi tujuan abadi dari negara, bangsa, dan pemerintah, serta mencakup segala gagasan mengenai ‘kebaikan’. Dalam prakteknya ia disintesiskan dan diberi bentuk oleh para pembuat kebijakan sendiri.10

Kepentingan nasional memberikan ukuran konsistensi yang diperlukan dalam kebijakan nasional. Suatu negara yang sadar memperhatikan kepentingan nasionalnya dalam situasi yang berubah cepat, akan lebih cenderung untuk memperhatikan keseimbangannya dan melanjutkan usaha ke arah tujuannya daripada mengubah kepentingannya dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru.

Dengan demikian kepentingan nasional itu bersumber dari pemakaian sintesis yang digeneralisasikan pada keseluruhan situasi, dimana negara mengambil tempat dalam politik dunia.

10


(29)

Pembentukan kepentingan nasional adalah langkah pertama, meskipun masih abstrak sifat konsepnya dalam merumuskan politik luar negeri. Sebelum konsep dipakai sebagai tuntutan tindakan, sang negarawan harus menghadapi suatu masalah klasik, yaitu menyesuaikan tujuan dengan sarana yang ada. Tujuan tindakan negara dalam politik internasional, yaitu kepentingan nasional dan tujuan nasional yang bersumber daripadanya, biasanya sudah dispostulasikan atau didalilkan secara apriori. Sebelum kebijakan dapat disusun, negarawan haruslah memahami dan menyesuaikan fakta-fakta permasalahannya dengan sistem konseptual yang dibentuk oleh kumpulan tujuan tadi dengan sarana yang ada padanya.

Dalam situasi kebijakan khusus, salah satu masalah yang paling sulit bagi para pembuat kebijakan adalah menentukan hubungan yang tepat antara tujuan abstrak dengan sarana konkretnya. Dalam teori, tujuan itu menentukan sarana atau cara. Dalam situasi yang memungkinkan dilakukannya berbagai macam tindakan, haruslah memilih salah satu yang langsung mendekati tercapainya kepentingan nasional. Tetapi dalam praktek, selalu terdapat gairah untuk membiarkan saranaa menentukan tujuan, dan untuk mencapai lebih dahulu tujuan yang paling mudah.

Sarana untuk tujuan-antara adalah tujuan yang bilamana tercapai akan dijadikan sarana untuk melanjutkan usaha mencapai tujuan-tujuan berikutnya. Tujuan-antara ini yang dimaksudkan hanya untuk digunakan sebagai sarana bagi tujuan-tujuan lebih lanjut, biasanya cenderung pula memperoleh relevansi mutlak dalam dirinya sendiri sebagai tujuan.

Berdasarkan kasus yang saya pelajari, telah dapat saya tangkap arah daripada kepentingan nasional Iran. Iran menggunakan kepentingan nasionalnya sebagai tujuan yang menentukan sarana. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan Iran untuk


(30)

membangun reaktor nuklirnya sebagai antisipasi terhadap dampak pemanasan global yang menggantikan posisi energi listrik. Sedangkan yang saya maksud dengan sarana adalah hubungan internasional yang dihuni oleh Iran. Iran mampu menentukan konsep kepentingan nasionalnya serta menentukan tujuan yang didukung dengan sarananya. Hal ini disebabkan karena negarawan daripada Iran telah menyusun konsep kepentingan nasional Iran, memahaminya, serta menyesuaikannya dengan fakta-fakta yang ada padanya.

Iran memiliki sarana yang sangat mudah dijangkau, terutama ketika Iran mendeklarasikan diri sebagai negara yang mempunya reaktor nuklir. Secara otomatis, negara-negara besar lainnya akan merasa terkejut dan bahkan juga terancam akan eksistensinya. Disini kita bisa menganalisis bahwa selangkah setelah tujuan akan dicapai, maka sarana yang dibutuhkan muncul dengan sendirinya. Timbullah pro dan kontra terhadap kebijakan nuklir Iran. Sarana yang dimiliki Iran ada pada komunitas negara-negara pro terhadap kebijakan nuklir Iran. Mereka yang mendukung akan menimbulkan rasa kepercayaan diri bagi Iran untuk melanjutkan tujuan kepentingan nasionalnya, sehingga dengan mudah menjalankan reaktor nuklirnya.

Namun, kebiasaan yang terjadi di banyak negara-negara di dunia adalah negarawan yang membiarkan tujuan dari kepentingan nasional mereka ditentukan oleh sarana. Jika hal itu terjadi, maka negara yang bersangkutan akan mecari langkah atau cara yang paling mendekati tujuan dari kepentingan nasional mereka. Hal ini menimbulkan penundaan atas tercapainya kepentingan nasional mereka.

I.5.3 Teori Nuklir

Setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II, maka mulailah persaingan perlombaan persenjataan jenis


(31)

ini. Bom atom kemudian berkembang kedalam bentuk yang lebih berbahaya, yaitu senjata nuklir yang merupakan penyempurnaan senjata sistem persenjataan bom atom yang dimiliki oleh negara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua negara ini merupakan dua kekuatan nuklir dunia.

Dengan hadirnya nuklir dalam sistem pertahanan dan keamanan suatu negara, timbullah gejala baru dalam sistem internasional. Kehadiran nuklir dalam sistem internasional telah jauh mengurangi kemungkinan perang antarnegara. Kesadaran akan bahaya nuklir ini apabila sungguh-sungguh digunakan dalam suatu peperangan, membuat negara agresor sangat sulit untuk menentukan suatu kemenangan yang pasti bagi dirinya. Menurut Dahlan Nasution dalam bukunya ”Politik Internasional Konsep dan Teori” nuklir tidaklah melulu dipertimbangkan dari segi militer saja, akan tetapi juga konteks politik bangsa-bangsa yang bersangkutan. Pertimbangan politik disini maksudnya bahwa persenjataan itu bukan hanya ditujukan untuk menghancurkan kekuatan lawan, akan tetapi juga dipergunakan sebagai alat untuk menunjang “bargaining position” dalam usaha mencapai kepentingan nasional.11

Pandangan tentang nuklir dapat dilihat dari berbagai macam aspek seperti aspek militer, politik dan ekonomi. Dalam aspek militer sendiri dapat dikatakan bahwa pemilikan sistem persenjataan nuklir dipandang akan mampu mencegah negara lain untuk melancarkan serangan terlebih dahulu. Pemilikan sistem senjata nuklir secara teoritis tidak selalu membutuhkan biaya yang besar, karena tidak ada

Nuklir sebagai sistem persenjataan, sebagai instrumen politik, dan sebagai penunjang kekuatan ekonomi, memiliki berbagai peristilahan sistem persenjataan yang biasa digunakan oleh negara-negara adikuasa.

11


(32)

keharusan untuk mengembangkan lebih lanjut. Maksudnya, dengan memiliki senjata nuklir ini ada anggapan, bahwa kalau suatu negara nuklir menyerang, maka penyerang harus memperhitungkan kemungkinan terjadinya perang nuklir. Hans J Morgenthau mengatakan dalam bukunya Politics Among Nations, bahwa khususnya dalam politik internasional, kekuatan militer sebagai suatu pengancam atau sebagai suatu potensi, adalah faktor material terpenting dalam pembentukan “power politics” suatu bangsa. Maksudnya jelas bahwa nuklir sebagai kekuatan militer disini lebih sering digunakan sebagai pendukung tujuan-tujuan yang akan dicapai, tanpa harus benar-benar menggunakannya dalam menyelesaikan permasalahan.

Bila ditinjau dari segi politik penggunaan nuklir dalam sistem persenjataan suatu negara, maka dapatlah dikatakan, bahwa persenjataan nuklir dianggap dapat memberikan sumbangan bagi terjaminnya kemerdekaan suatu bangsa dari intervensi pihak luar. Karena bila suatu negara lain berani mencoba menggangu kemerdekaan dan integritas wilayah suatu negara yang memiliki persenjataan nuklir, maka konsekuensinya berbahaya sekali. Dengan demikian, nuklir dianggap sebagai isyarat, bahwa negara tersebut tidak mau ditempatkan sebagai negara kelas dua oleh negara yang lebih kuat. Pandangan ini diungkapan oleh seorang sarjana India V.P.Dutt. Negara-negara nuklir menyatakan, bahwa pengaruh dan kedudukan suatu bangsa tidak tergantung pada kemampuan nuklirnya. Tetapi dalam kenyataannya mereka hanya bicara tentang kedudukan. Keberadaan nuklir dalam suatu negara akan meningkatkan prestisenya dalam dunia internasional, karena negara itu telah memiliki kemampuan yang tinggi, baik dalam lingkungan regional maupun di mata dunia internasional.12

12

Masalah Penyebaran Nuklir dalam Politik Internasional Konsep dan Teori, Dahlan Nasution, hal.131.

Singkatnya dari segi politik dapat dikatakan bahwa kapasitas nuklir disamping bermanfaat bagi negara nuklir itu sendiri, bermanfaat pula bagi


(33)

negara-negara sekutu dan simpatisan dalam perjuangan dan penyebaran ideologi. Melihat hal ini maka terdapat dorongan untuk mampu membuat senjata-senjata nuklir yang dianggap akan memberi keuntungan politik, paling tidak di dalam lingkungan kawasannya. Kekuatan suatu negara akan diperhitungkan dan integritas wilayahnya tidak akan diganggu gugat.

Nuklir mempunyai kemampuan yang tekhnologi yang tinggi baik dalam usaha pengembangan maupun pembangunannya. Dalam jangka panjang kemampuan tekhnologi ini akan mempercepat dasar-dasar bagi pertumbuhan. Sedangkan mengubah nuklir dari maksud-maksud damai menjadi tujuan-tujuan militer, tidaklah terlalu rumit. Ditinjau dari sudut ekonomi, membuat beberapa senjata nuklir akan mengirit anggaran belanja militer. Nuklir tidak saja digunakan sebagai penunjang ketahanan nasional, akan tetapi dapat pula dimanfaatkan sebagai penunjang strategi politik global serta penunjang perekonomian. Pemanfaatan nuklir sebagai penunjang perekonomian negara yaitu digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik yang lebih dikenal dengan “pembangkit listrik tenaga nuklir” (PLTN). Perkembangan PLTN sebagai penunjang perekonomian di banyak negara terlihat nyata pada tahun 1960-an, dimana PLTN sudah dapat bersaing dengan PLTU-minyak. Hal ini menunjukkan betapa besarnya kemungkinan pemanfaatan itu untuk dijadikan sebagai penunjang utama sistem prekonomian negara.

Berbagai tanggapan di kalangan luas mengatakan bahwa semakin banyak negara yang memiliki persenjataan nuklir, akan semakin mengancam perdamaian dunia, yaitu dengan mengaitkan penyebaran nuklir akan semakin meningkatkan bahaya dan kegentingan yang timbul. Namun sebaliknya ada pula yang berpendapat, bahwa dengan memiliki nuklir maka suatu negara akan bertindak hati-hati, atau lebih berhati-hati lagi daripada sebelumnya memilikinya dan merasa mempunyai tanggung


(34)

jawab yang lebih besar daripada waktu sebelumnya. Dengan demikian mereka beranggapan, bahwa dunia akan lebih stabil lagi dengan semakin banyaknya negara yang memiliki nuklir. Tetapi dalam kenyataan nuklir memang dapat dipergunakan sebagai penjamin stabilitas regional serta memiliki efek-efek jangka panjang.

I.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digubakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan ini menerapkan metode penelitian yang deskriptif yang bersifat memberikan gambaran mengenai kebijakan nuklir Iran terhadap kepentingan nasional Iran.

I.6.1. Teknik Analisa Data

Adapun teknik analisa data yang digunakan alam penelitian ini adalah analisi data kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

I.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada skripsi ini adalah dengan cara studi pustaka (Library Research). Artinya adalah bahwa setiap data yang diperoleh bersumber dari data-data yang sifatnya sekunder yang berasal dari buku-buku, jurnal, surat kabar, majalah, dan internet yang memberikan informasi-informasi yang relevan dan sesuai dengan tema serta permasalahan yang dibahas.


(35)

I.6.3. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, kerangka dasar teori atau pemikiran, metode penelitian, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : Dalam bab ini akan membahas dinamika nuklir Iran

BAB III : Dalam bab ini penulis akan membahas pandangan Amerika serikat dan Uni-Eropa terhadap nuklir Iran. Juga terdapat pembahasan tentang Badan Energi Atom Dunia (IAEA) dan pembahasan tentang perjanjian non-proliferasi (NPT)

BAB IV : Dalam bab ini penulis membahas faktor-faktor yang menyebabkan Iran tetap melanjutkan program nuklirnya dan juga akan dibahas mengenai program nuklir Iran merupakan bentuk perlawanan preventif Iran terhadap Amerika dan UE.


(36)

BAB II

DINAMIKA NUKLIR IRAN 1. Profil Iran

Iran adalah sebuah negara yang terletak di kawasan Asia Tengah.13 Negara ini juga termasuk negara yang terletak di kawasan Barat daya Asia, dan Timur Tengah yang terletak di daerah Teluk Persia. Sekarang disebut dengan Republik Islam Iran, karena hingga tahun 1935 masih dikenal dengan Persia.

13

April 2010.


(37)

Nama resmi : Islamic Republic of Iran (Jomhori-e Islami-e Iran)

• Ibukota : Tehran

• Letak : 25° - 40° LU dan 44° - 64° BT

• Perbatasan : Utara : Armenia, Azerbaijan, Turkmenistan Selatan : Teluk Oman dan Teluk Persia

Timur : Pakistan dan Afghanistan

Barat : Turki dan Irak

• Wilayah : 1.648.195 km2

• Iklim : 4 musim, perbedaan suhu sangat ekstrim. Musim panas 46°C, musim dingin minus 5°C

• Pembagian Wilayah : Dibagi dalam 28 Propinsi dan 114 Kabupaten

• Penduduk : + 70 juta jiwa (1999), terdiri dari etnis Persia 51%, Azeri 24%, Kurd 7%, Mazandarani 8% dan 10% etnis lainnya. Angka pertumbuhan penduduk 1,8%.

• Bentuk Negara : Republik

• Hari Nasional : 11 Februari (Hari Revolusi Islam Iran tahun 1979).

• Agama : Islam 98% (Shiah 91%, Sunni 7%), Yahudi 0,7%, Kristen 0,7%, Zoroaster 0,1% serta Armenian dan Assyria.

• Bahasa Resmi : Farsi

• Ekonomi

-Sumber daya alam : minyak bumi, gas alam, batubara, timah hitam, tembaga, biji besi, bahan baku semen, chrom, seng, marmer.

-Mata Uang Rials - 1US$ = 8.500 Rials


(38)

-Inflasi : ± 15 – 18 %

-Pendapatan perkapita : US$ 1.443 (official rate) atau $ 6800 (berdasarkan Purchasing Power Parity Theory)14

Ladang lapang luas ditemukan di sepanjang pesisir Laut Kaspia dan di ujung utara Teluk Persia, di mana Iran berbatasan dengan sungai Arvand (Shatt al-Arab). Plain yang lebih kecil dan terputus ditemukan di sepanjang pesisir Teluk Persia, Selat Hormuz, dan Laut Oman. Iklim Iran kebanyakan kering atau setengah kering, meskipun ada yang

I. Batas Geografis

Iran berbatasan dengan Azerbaijan (panjang perbatasan: 432 km) dan Armenia (35 km) di barat laut, Laut Kaspia di utara, Turkmenistan (992 km) di timur laut, Pakistan (909 km) dan Afganistan (936 km) di timur, Turki (499 km) dan Irak (1.458 km) di barat, dan akhirnya Teluk Persia dan Teluk Oman di selatan. Luas tanah total adalah 1.648.000 km² (daratan: 1.636.000 km², perairan: 12.000 km²).

Lansekap Iran didominasi oleh barisan gunung yang kasar yang memisahkan basin drainage atau dataran tinggi yang beragam. Bagian barat yang memiliki populasi terbanyak adalah bagian yang paling bergunung, dengan barisan seperti Pegunungan Kaukasus, Pegunungan Zagros dan Alborz, yang terakhir merupakan tempat titik tertinggi Iran, Gunung Damavand pada 5.604 m. Sebelah timur terdiri dari gurun di dataran rendah yang tak dihuni seperti Dasht-e Kavir yang asin, dengan danau garam yang kadang muncul.

14


(39)

subtropis sepanjang pesisir Kaspia. Iran dianggap sebagai salah satu dari 15 negara yang membentuk apa yang disebut sebagai tempat lahirnya kebudayaan manusia.15

Lebih dari dua-pertiga dari penduduk di bawah usia 30 tahun, seperempat menjadi 15 tahun atau lebih muda. Tingkat melek huruf adalah 80% di tahun 2007. Iran

II. Penduduk

Iran adalah sebuah negara yang berbilang suku dan agama. Etnik mayoritas ialah etnik Persia (51% dari rakyatnya,) dan 70% rakyatnya adalah bangsa Iran, keturunan orang Arya. Kebanyakan penduduk Iran bertutur dalam bahasa yang tergolong dalam keluarga Bahasa Iran, termasuk bahasa Persia. Kumpulan minoritas Iran ialah Azeri (24%), Gilaki dan Mazandarani (8%), Kurdi (7%), Arab (3%), Baluchi (2%) Lur (2%) Turkmen (2%), dan juga suku-suku lain (1%). Penutur ibu Bahasa Iran diperkirakan sebanyak 40 juta di Iran, dan jumlah keseluruhannya (merangkumi negara-negara lain) adalah 150-200 juta.

Penduduk Iran pada tahun 2006 ialah 70 juta. Sebanyak dua pertiga jumlah penduduknya di bawah umur 30 tahun dan persenan penduduk yang melek huruf 86%. Tingkat pertambahan penduduknya semenjak setengah abad yang lalu tinggi dan diperkirakan akan menurun di masa depan.

Penduduk iran meningkat secara dramatis selama setengah kemudian abad ke-20, mencapai sekitar 72 juta pada 2008. Dalam beberapa tahun terakhir, bagaimanapun, tingkat kelahiran Iran telah menurun secara signifikan. Studi proyek itu laju pertumbuhan penduduk Iran akan terus lambat sampai stabil di atas 90 juta pada 2050. Pada tahun 2008, jumlah rumah tangga berdiri di 15,3 juta (4,8 orang / rumah tangga).

15


(40)

etnis dan bahasa yang beragam, dengan beberapa kota, seperti Teheran membawa berbagai kelompok etnis bersama.

Kebanyakan penduduk Iran adalah muslim, di mana 90% Syiah dan 8% Sunnah Wal Jamaah. 2% lagi adalah penganut agama Baha'i, Mandea, Hindu, Zoroastrianisme, Yahudi dan Kristen. Zoroastrianisme, Yahudi dan Kristian diakui oleh pemerintah Iran dan turut mempunyai perwakilan di parlemen. Agama Baha'i tidak diakui.

Sementara hampir 100% dari

sekitar 75-80% dari itu masyarakat Iran secara eksklusif berbicar umum bahasa yang paling dikenal sebagai dalam bahasa Persia). Kelompok-kelompok utama dalam kategori ini termas terutam yang hidup di Iran sudah kehilangan bahasa mereka.

kelompok Iran sebagai berikut: Persia, Turki non-kelompok (misalnya

III. Ideologi

Ideologi dari Revolusi Iran dapat diringkas sebagai populis, nasionalis dan hampir semua Syi'ah Islam .


(41)

Revolusi Iran mengekspresikan diri dalam bahasa Islam, yang mengatakan, sebagai gerakan keagamaan dengan kepemimpinan agama, kritik agama dirumuskan dari orde lama, dan agama mengungkapkan rencana baru. Revolusioner Muslim melihat ke kelahiran Islam sebagai model mereka, dan melihat diri mereka sebagai terlibat dalam perjuangan melawan paganisme, penindasan, dan kerajaan.

Mungkin yang paling penting dari interpretasi beragam ideologi Islam dalam aliansi besar yang menyebabkan revolusi 1979 telah membisu ulama tradisional, Khomeinism , Ali Shariati 's-kiri ideologi Islam, dan Mehdi Bazargan 's-demokrasi Islam liberal. Kurang kuat adalah kelompok gerilya sosialis dan sekuler dari varian Islam, dan konstitusionalisme sekuler dalam sosialis dan bentuk nasionalis.

Slogan yang diucapkan oleh demonstran - "Kemerdekaan, Kebebasan, dan Republik Islam" (Estiqlal, Azadi,-ye Eslami Jomhur i!) - telah disebut penting belum luas permintaan" dari revolusioner. Revolusioner mencerca terhadap korupsi, pemborosan dan sifat otokratis pemerintahan Pahlevi; kebijakan yang membantu orang kaya dengan mengorbankan kaum miskin, dan dominasi ekonomi dan budaya/eksploitasi Iran oleh orang asing non-Muslim - khususnya Amerika.

Khomeini

Penulis yang pada akhirnya merumuskan ideologi revolusi meskipun, adalah orang yang mendominasi revolusi itu sendiri - dengan Ayatollah Khomeini. Ia berkhotbah pemberontakan itu, dan khususnya mati syahid, melawan ketidakadilan dan tirani adalah bagian dari Islam Syiah, bahwa ulama harus memobilisasi dan memimpin domba mereka ke dalam tindakan, bukan hanya untuk menasehati mereka. Dia memperkenalkan istilah Al-Quran - mustazafin ('lemah') dan mustakbirin ('bangga dan kuat') - untuk kosa kata Marxis "tertindas" dan "penindas". Dia menolak mempengaruhi dari kedua negara


(42)

adidaya Uni Soviet dan Amerika di Iran dengan slogan "tidak Timur, atau Barat - Republik Islam"

Tapi yang lebih penting ia mengembangkan ideologi yang akan menjalankan Republik Islam, apa bentuk pemerintahan akan ambil. Khomeini yakin bahwa Islam sangat diperlukan prinsip velayat-e faqih, diterapkan kepada pemerintah, yaitu bahwa umat Islam, dalam kenyataannya semua orang, dibutuhkan "perwalian," dalam bentuk aturan atau pengawasan oleh ahli hukum atau ahli hukum Islam terkemuka-seperti Khomeini sendiri.

Ini perlu karena Islam memerlukan kepatuhan tradisional Islam syariah hukum saja. Setelah hukum ini tidak hanya hal yang islami yang benar untuk melakukannya, hal itu akan mencegah kemiskinan, ketidakadilan, dan menjarah tanah muslim oleh orang-orang kafir asing. Tetapi untuk semua hal ini terjadi, syariah harus dilindungi dari inovasi dan penyimpangan, dan ini menempatkan diperlukan ahli hukum Islam dalam kendali pemerintah.

Membuat dan mematuhi pemerintahan Islam ini begitu penting itu "sebenarnya merupakan ekspresi ketaatan kepada Allah," diperlukan bahkan lebih dari doa "lebih akhirnya dan berpuasa" untuk Islam karena tanpa itu Islam sejati tidak akan bertahan. Ini adalah prinsip universal , bukan terbatas pada Iran. Semua dunia yang dibutuhkan dan layak hanya pemerintah, Islam pemerintah benar yaitu, dan Khomeini "menganggap ekspor revolusi Islam sebagai keharusan". Namun tentang "ekspor revolusi" ia menyatakan: itu "tidak berarti campur tangan bangsa lain dalam urusan ini", tetapi "menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka tentang mengenal Allah"

Visi pemerintahan teokratis revolusioner di kontras dengan Shiism pasif yang menyerukan penarikan dari kehidupan politik, atau setidaknya pemerintah, sampai kembalinya Mahdi. Dan perlu untuk mengatakan itu bertentangan dengan harapan dan


(43)

rencana sekuler demokratis Iran dan kiri Islam. Pada saat yang sama Khomeini tahu basis revolusioner yang luas itu diperlukan dan tidak ragu untuk mendorong kekuatan-kekuatan untuk bersatu dengan pendukungnya untuk menggulingkan Syah. Akibatnya, ideologi revolusi dikenal untuk kekurangakuratan nya atau karakter yang tidak jelas sebelum kemenangan, dengan karakter khusus velayat-faqih/teokratis menunggu untuk dibuat publik ketika saatnya tepat. Khomeini percaya bahwa oposisi terhadap velayat-faqih/pemerintahan teokratis oleh kaum revolusioner lainnya adalah hasil dari kampanye propaganda oleh imperialis asing berkeinginan untuk mencegah Islam dari menempatkan berhenti untuk menjarah mereka. Propaganda ini sangat berbahaya itu telah merasuk Islam bahkan seminari dan membuat perlu untuk "mengamati prinsip-prinsip taqiyya" (sok-sokan yaitu kebenaran dalam membela Islam), ketika berbicara tentang (atau tidak membicarakan) pemerintahan Islam.

Split ini antara umum dan unsur khusus revolusi ideologi pasti mogok kesatuan revolusi Khomeini ditinggalkan sebagai taqiyya dan bekerja tekad untuk mendirikan pemerintahan yang dipimpin oleh ulama Islam, sementara para penentang teokrasi menolak. Pada akhirnya jeda itu tidak fatal. Pihak oposisi dikalahkan dan ideologi revolusioner menang.

2. Perspektif Nuklir Iran I. Sejarah Nuklir Iran

Keinginan besar Iran dalam penelitian dan pengembangan nuklir telah dimulai pada pertengahan tahun 1960-an atas bantuan dari pemerintah Amerika Serikat (AS) dalam rangka perwujudan perjanjian bilateral antara dua negara dalam bidang teknologi pada masa Iran dipimpin oleh Shah Reza Pahlevi. Fasilitas nuklir yang pertama kali


(44)

dibangun Oleh Shah Iran bekerjasama dengan Amerika Serikat adalah Teheran Nuclear Reseach Center (TNRC)16

Pada tanggal 1 juli 1968, Iran mulai menandatangani perjanjian Non Proliferasi Nuklir (NPT). Setelah perjanjian tersebut diratifikasi oleh majelis Iran terulang lagi, akhirnya perjanjian tersebut mulai diberlakukan pada tanggal 5 maret 1970. Didalam Pasal IV (empat) pada perjanjian tersebut, NPT mengakui hak Iran yang tidak dapat dicabut untuk mengembangkan penelitian, produksi, memperoleh peralatan, bahan baku, informasi dan teknologi serta penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai serta kepentingan nasional tanpa ada diskriminasi sama sekali.

TNRC atau pusat penelitian nuklir Teheran merupakan awal dari pengenalan Iran terhadap nuklir yang dibangun pada tahun 1967 berpusat di Teheran University of Iran dan dikelola oleh Atomic Energy Organization of Iran (AEOI) atau Badan Energi Atom Iran. Pusat penelitian nuklir yang dikelola oleh AEOI ini memiliki reaktor nuklir berkekuatan 5 megawatt yang mampu menghasilkan sekitar 600-gram plutonium pertahun dari bahan bakar yang digunakannya yang berasal dari Aspada tahun 1967.

17

16

Mohammad sahini, “Iran Nuclear Program” Part I (It’s History),

Memasuki tahun 1973, timbulah suatu peperangan antara negara-negara Arab dengan Israel. Hal ini menyebabkan kenaikan harga minyak dunia yang sangat besar pada tahun-tahun sesudahnya dan telah memberikan keuntungan yang melimpah kepada Shah Iran untuk pembangunan di Iran. Pada saat itu, sebuah studi yang dilakukan oleh Institut penelitian Stanford (Stanford Reseach Institute), menyimpulkan bahwa Iran akan memerlukan kapasitas energi listrik kurang lebih sebesar 2000-Megawatt menjelang tahun 1990.

17


(45)

Pemerintah Amerika Serikat kemudian mendorong Iran untuk mengembangkan energi yang berbasis non-minyak, AS menganjurkan kepada pemimpin Iran pada saat itu bahwasanya Iran tidak hanya membutuhkan (satu) reaktor nuklir saja, melainkan Iran membutuhkan beberapa reaktor nuklir demi memperoleh pasokan listrik dan kapasitas listrik yang memadai seperti yang disampaikan para ahli dari Institut Penelitian Stanford sebelumnya. Pemerintah Amerika juga menyatakan keinginan untuk melibatkan perusahaan-perusahaan Amerika untuk ikut ambil bagian dalam proyek energi nuklir Iran. Dalam hal ini, perusahaan-perusahaan Amerika tersebut akan berperan dalam pembangunan reaktor-reaktor dan penjualan senjata-senjata pabrikan AS kepada Shah Iran sebagai langkah AS untuk menutup atau memulihkan anggaran belanja minyak AS Iran.

Pemimpin Iran Shah Reza Pahlevi dikenal memiliki sikap yang sangat pro– Amerika Serikat. Shah Reza selalu menerima setiap proposal yang diajukan pemerintah AS terhadap proyek-proyek yang akan dibangun AS di Iran. Salah-satu proposal yang diajukan oleh AS terhadap Iran adalah pembangunan reaktor nuklir Iran. Berdasarkan proposal yang diajukan pihak AS tersebut, maka Shah Iran berencana untuk membangun program ambisius pembangunan reaktor-reaktor nuklir sebanyak 23 unit yang terbesar diseluruh wilayah Iran.18

18

Ibid, “Iran Nuclear Program” Part I (It’s History),

Untuk memulai keinginan ambisius Shah Iran, maka pemerintah Iran mengadakan kontrak kerjasama dengan anak perusahaan SIEMENS Jerman yang bernama Krafwerke Union. Kerjasama ini bertujuan untuk membangun 2 (dua) reaktor nuklir berkekuatan 1200- Megawat yang akan dibangun di kota Buser. Pekerjaan pembangunan reaktor nuklir tersebut mulai dikerjakan pada tahun 1974. Selain itu, pada tahun yang sama Iran menandatangani kerjasama dengan perusahaan Prancis Framatome


(46)

untuk membangun dua reaktor nuklir bertekanan udara dengan kekuatan 950 megawatt di wilayah Darkhovin.19

Pada tahun 1977, hubungan antara pemerintahan Iran dan AS semakin meningkat dan membaik. Hal ini disampaikan oleh Mr.Sydney Sober (wakil departemen luar negeri AS), yang mengatakan bahwa AS dan Iran adalah suatu mitra yang terus mengalami peningkatan hubungan kerjasama. Sober juga mengatakan bahwa pemerintahan Shah Iran akan membeli 8 reaktor nuklir dari AS yang akan digunakan untuk pembangkit listrik.

Memasuki tahun 1975, Massachussets Institute of Technology menandatangi kerjasama dengan Badan Energi Atom Iran (AEOI) untuk memberikan pelatihan-pelatihan bagi para kader-kader pertama insinyur nuklir Iran. Selang beberapa waktu kemudian, Iran dengan bantuan Perancis berencana untuk membangun pusat Teknologi Nuklir (Nuclear Technology Center) di kota Isfahan Iran yang berencana mengeporesikan 4 (empat) reaktor penelitian nuklir berskala kecil. Pusat teknologi nuklir di Isfahan ini nantinya bertujuan untuk memberikan pelatihan bagi para ilmuwan-ilmuwan Iran yang akan bekerja di reaktor nuklir Busher.

20

19

Leonard S. Spector, Nuclear Ambition, (Boulder Colorado : Westview press, 1990), hal. 204

20

Iran News, 13 juli 2003.

Pada tanggal 10 juli 1978 (hanya tujuh bulan sebelum terjadinya revolusi Iran), Iran dan AS menandatangani draft terakhir perjanjian energi nuklir. Perjanjian tersebut untuk memfasilitasi kerjasama dibidang energi nuklir dan untuk mengatur ekspor maupun transfer peralatan dan bahan-bahan bagi kepentingan program nuklir Iran. Iran juga menerima teknologi dan bantuan peralatan yang berfungsi untuk menghasilkan kandungan uranium.


(47)

Pemerintah Shah Iran memperoleh bahan-bahan dasar Uranium dari Afrika selatan pada tahun 1970-an menurut Dr. Akbar etemad (pendiri Presiden pertama badan energi atom Iran), dari tahun 1970 sampai 1978 pusat penelitian nuklir Teheran (TNRC) melakukan percobaan pengexytrasian plutonium dengan bahan-bahan kimia lainnya. Percobaan ini merupakan langkah awal untuk pembuatan senjata nuklir (seperti yang diinginkan Shah Iran). Selanjutnya Shah Iran kemudian membentuk sebuah tim perancang senjata nuklir di TNRC. Asadullah Alam, mentri kehakiman senior Iran mengatakan bahwa Shah Iran sangat memimpikan negara memiliki senjata nuklir.21

Revolusi Islam Iran 1979 menyebabkan pembangunan reaktor-reaktor di Busher mengalami hambatan. Untuk reaktor Bushehr-1 misalnya, pembangunannya telah selesai hingga 90% dan pemasangan peralatan pendukung telah rampung 60%. Selanjutnya, reaktor Bushehr-2 pembangunanya baru selesai 50% saja, dan peralatan pendukungnya sama sekali belum terpasang di reaktor ini. Seandainya revolusi Islam tidak terjadi di Iran, mungkin perusahaan Kraftwerke Union Jerman terus melanjutkan pekerjaannya dan

Memasuki bulan Februari 1979, impian Shah Iran untuk membangun proyek ambisius nuklirnya pun sirna. Iran mengalami Revolusi Islam besar-besaran Ayatullah Khomeini. Akibat revolusi Iran ini, Shah Iran Pahlevi akhirnya harus turun dari jabatannya sebagai presiden Iran, seperti yang diharapkan oleh rakyat Iran. Turunnya Shah Iran dari tampuk kekuasaan secara otomatis menyebabkan batalnya beberapa perjanjian–perjanjian pembangunan reaktor nuklir yang dahulu telah disepakati bersama, diantaranya dengan perusahaan framatome perancis. Selain itu revolusi Iran yang sangat anti – AS tersebut mengakibatkan putusnya hubungan diplomatik AS-Iran dan pembatalan beberapa kerjasama-kerjasama yang telah disepakati Shah Iran sebelumnya.

21

Muhammad Sahimi, op.cit, “Iran Nuclear Program” Part I (It’s History),


(48)

menyelesaikan proyek pembangunan reaktor nuklir. Setelah revolusi Islam Iran berakhir, pemerintah Iran dibawah perdana mentri Mehdi Bazarqan memutuskan bahwa Iran tidak memerlukan energi nuklir lagi, dan oleh karena itu pekerjaan pembangunan reaktor-reaktor nuklir (terutama di Bushehr) harus dihentikan.

Memasuki tahun 1980-an, terjadilah konflik antara Irak dan Iran akibat perebutan sumber minyak di wilayah teluk. Konflik yang berkepanjangan itu akhirnya menimbulkan kontak senjata dan perang diantara keduanya yang dikenal dengan istilah perang Teluk. Selama perang dengan Iran, Irak mengebom reaktor nuklir Bushehr sebanyak enam kali, yaitu pada bulan Maret 1984, Februari 1985, Juli 1986, dan dua kali pada bulan November 1987. Pengeboman tersebut menghancurkan seluruh bagian-bagian terpenting dari dua reaktor yang terdapat di Bushehr. Menurut para pejabat dari Technischer Ueberwachungsverein yang merupakan perusahaan reaktor nuklir nasional Jerman, sebelum dibom oleh Irak, reaktor Bushehr-1 proses penyelesaiannya memakan waktu 3 tahun. Akan tetapi, pada pengeboman tersebut belum ada satupun peralatan utama dari reaktor Bushehr yang terpasang, dan sebenarnya dua generator uap utama masih tersimpan di Italia, sedangkan alat bejana tekanan untuk reaktor Bushehr-1 juga masih tersimpan di Jerman.22

Revolusi Islam Iran dan dampak-dampak buruknya ditambah lagi dengan perang teluk yang berlangsung selama 8 tahun, menimbulkan kerusakan yang luar biasa pada bidang-bidang infrastruktur Iran. Hal ini menyebabkan menurunnya secara temporer akan impian Iran untuk memiliki nuklir sebagai pembangkit listrik Iran. Namun setelah perang

I.2. Nuklir Masa Rafsanjani

22


(49)

melawan Irak Berakhir, Iran mulai memikirkan kembali posisinya berkenaan dengan energi dan teknologi nuklir.

Rencana pembangunan dan rekonstruksi yang disampaikan oleh presiden Hashemi Rafsanjani meliputi tiga hal penting, yaitu: karena

1.Meningkatkan populasi penduduk di Iran

2.Kurangnya pasokan listrik Iran untuk memenuhi kebutuhan warganya

3.Memulai kembali progam nuklir Iran yang terhenti akibat insiden-insiden yang tidak diharapkan.

Presiden Rafsanjani kemudian melakukan pendekatan dengan Krafwerke Union Jerman untuk menyelesaikan proyek reaktor nuklir Bushehr. Akan tetapi, akibat berada dibawah tekanan AS pihak Krafwerk Union Jerman melakukan penolakan untuk melanjutkan pembangunan reaktor Bushehr. Selanjutnya Iran meminta pemerintah Jerman untuk mengijinkan perusahaan Kraftwerke Union memberikan komponen-komponen reaktor nuklir Bushehr dan data-data dokumentasi teknis yang telah dibayarkan Iran seperti yang telah disepakati pada International Commerce Commision ICC atau komisi perdagangan internasional tahun 1982 yang mana perusahaan siemens Jerman (induk Kraftwerke Union) bertanggung jawab untuk mengirimkan dan menyerahkan bahan-bahan maupun komponen-komponen bagi kepentingan pembangkit reaktor nuklir Iran yang disimpan diluar Iran. Akan tetapi pemerintah Jerman menolak tuntutan tersebut, sebagai jawabannya, kemudian pemerintah Iran mengajukan gugatan


(50)

kepada ICC pada bulan januari 1996 dengan meminta tuntutan ganti rugi sebesar 5,4 Juta dolar atas kegagalan Jerman mematuhi kesepakatan pada tahun 1982 itu.23

23

Ibid, “Iran Nuclear Program” Part I (It’s History

Pada akhir tahun 1980-an sebuah konsersium perusahaan dari Argentina, Jerman, Spanyol mengajukan proposal kepada pemerintah Iran tentang penyelesaian pembangunan reaktor nuklir bursher. Tetapi akibat tekanan dari Amerika serikat terhadap ketiganya maka perjanjian itu batal terlaksana. Tekanan AS juga menghentikan langkah Spain’s national institute of industry and nuclear equipment (Institut industri peralatan nuklir nasional spanyol) untuk melanjutkan proyek busher pada tahun 1990. Iran juga berusaha untuk memperoleh komponen-komponen bagi reaktor nuklir busher, tetapi usahanya selalu dimentahkan oleh AS.

Pada tahun 1993, Iran berusaha untuk mendapatkan delapan kondensor uap yang dibuat oleh perusahaan Ansoldo, Italia di dawah kontrak dengan kraftwerk union namun usahanya tersebut juga dibatalkan oleh pemerintah Italia. Memasuki tahun 1994, Iran juga masih berusaha untuk memperoleh komponen-komponen reaktor nuklir Busher, diantaranya dengan Negara Cheko. Perusahaan skoda plzen republic Cheko juga bersedia untuk mensuplay komponen-komponen reaktor ke Iran. Namun karena dibawah tekanan AS Cheko pun membatalkan perjanjian tersebut. Iran juga tidak berhasil dalam usahanya untuk membeli sendiri komponen-komponen reaktor nuklir dari reaktor-reaktor yang pembangunannya tidak terselesaikan di Negara Polandia.

I.3. Nuklir Masa Mohammad Khatami


(51)

Pada tahun 2003 Badan energi Atom Internasional (IAEA) mengumumkan bahwa negeri mullah itu tak terbukti mengembangkan bom nuklir. Yang bisa mereka temukan hanya indikasi bahwa Iran melakukan proses pengayaan uranium dan memproduksi plutonium. Dan ini adalah proses normal : bisa menunjukkan bahwa Iran mengembangkan reaktor nuklir untuk pembangkit listrik, bisa pula memang mereka mengembangkan bom nuklir.24

Bukannya gentar dengan ancaman itu, tiga hari setelah resolusi turun, Khatami menyatakan akan terus melanjutkan program nuklirnya. “Semua program pengayaan uranium kami lakukan untuk menghasilkan listrik dan tujuan-tujuan damai. Tak ada niat membuat senjata nuklir,” Kata Khatami.

Tentunya, bagi Amerika serikat, indikasi itu saja sudah lebih dari cukup. Bahkan, ketika pada 11 November 2003 Iran menantang untuk bersedia diperiksa lebih ketat oleh IAEA, namun Amerika tak peduli. Mereka tetap yakin negeri itu memang mengembangkan bom nuklir (maut). Pada bulan Juni 2004, Amerika mengubah tekanannya, bersama Israel, mereka sepakat melakukan langkah diplomatik mendesak IAEA agar membawa Iran kepada Dewan Keamanan PBB.

Kali ini IAEA setuju dan mengeluarkan resolusi: bahwa meminta Iran untuk membekukan semua aktifitas pengayaan uranium, termasuk gedung-gedung dan instalasi pemutaran (centrifuges), dua bulan. Jika tenggang pada November tak digubris, IAEA akan membawa masalah ini ke Dewan Keamanan PBB, yang akan menjatuhkan sanksi bagi pemerintahan Khatami.

25

24

Habis Irak Seranglah Iran, Tempo, 3 Oktober 2004

25


(52)

II. Bantuan Negara eks-komunis terhadap perkembangan program nuklir Iran

Setelah bertahun-tahun Iran gagal dalam melakukan kerjasama Negara-negara barat untuk memenuhi komponen-komponen reaktor nuklirnya, akhirnya Iran memutuskan untuk berganti haluan dan melakukan kerjasama dengan negara-negara eks-komunis. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah Iran ini mendapat respon yang sangat baik dari negara-negara tersebut, dan mereka bersedia melakukan kerjasama dengan Iran untuk membangun proyek nuklirnya yang sempat terhenti. Pada Tahun 1990 Iran melakukan perjanjian kerjasama dengan Rusia menyangkut penyelesaian pembangunan reaktor Busher. Pada perjanjian ini, selain harus menyelesaikan pembangunan reaktor nuklir busher, Rusia juga diminta untuk membangun dua reaktor tambahan VVER 440 diwilayah Iran. Namun akibat permasalahan keuangan Iran, akhirnya proyek ini terhenti.26

Pada bulan januari 1995 Iran menandatangani kontrak kerjasama dengan kementrian energi atom rusia untuk menyelesaikan rekonstruksi di reaktor Busher yang merupakan reaktor terbesar Iran. Reaktor busher ini jika sudah beroperasi mampu

Pada tahun 1991 China bersedia untuk menyediakan bahan uranium Hexsa Fluoride (UF6) yang merupakan senyawa uranium berupa gas dan digunakan untuk memperkaya uranium alami. Akan tetapi, bahan-bahan yang disediakan China tersebut harus berada dibawah pangawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Hal ini dikarenakan Iran pernah mengakui bahwa negaranya pernah menerima 1000 kg uranium hexsafluoride alami, 400 kg Uranium Tetracluoride (UF4), dan 400 kg Uranium Dioxside (UO2) dari China secara diam-diam (tanpa melapor ke IAEA). Meskipun jumlah senyawa Uranium yang diterima Iran masih relatif kecil, akan tetapi apa yang dilakukan Iran membuktikan bahwa Iran mempunyai niat serius untuk membangun senjata nuklir.

26


(53)

memproduksi 180 kg Plutonium pertahun. Rusia merencanakan pembangunan tersebut akan selasai dalam jangka waktu empat Tahun. Pada perjanjian itu, Iran juga meminta pihak Rusia untuk menyediakan termal Reaktor Air Ringan (Thermal light-research water reactor) berkekuatan 30-50 Megawatt, serta 2000 ton Uranium natural.27

Dalam perjanjian juga disebutkan bahwa Rusia bersedia melatih kurang lebih 15 ilmuwan nuklir Iran per tahun di pusat penelitian Rusia (Kurcatov Institute) dan di pembangkit tenaga nuklir Novovoronezh milik Rusia.

28

Iran dan Rusia juga setuju dengan membicarakan konstruksi fasilitas pengayaan Uranium sentrifugal di Iran. Setelah perjanjian itu ditandatangani kedua belah pihak, pemerintah AS dibawah Clinton memaksa Rusia untuk membatalkan kerjasama dengan Iran tersebut. Namun Rusia tidak mengindahkan permintaan AS dan terus memberlakukan kerjasama dengan Iran.29

Setelah bertahun-tahun mencari negara pemasok peralatan nuklir untuk menyelesaikan reaktor Busher, pemerintah Iran akhirnya memperoleh kesepakatan dengan Rusia untuk melakukan kerjasama didalam penyelesaian reaktor ini. Sebuah kontrak kerjasama antara Iran dengan departemen Tenaga Atom Rusia (MINATOM) yang menelan dana 800 juta dollar ini ditandatangani pada bulan januari 1995 oleh ketua

3. Fasilitas Pengembangan Nuklir 3.1. Reaktor Nuklir Busher

27

Michael Eisenstadt, Iranian military power: Capabilities and Intentions, (Washington-D.C.: The Washington Institute for Near Policy, 1996), hal. 106

28

Judith Perera, The Nuclear Industry in The Former Soviet Union : Transsition From Crisis to Opportunity, (London : Financial Times Energy Publising, 1997), hal : 68.

29


(54)

Minatom, Viktor Mikhailov dan pimpinan Organisasi Tenaga Atom Iran (AEOI) Reza Amrollahi dengan waktu penyelesaian empat tahun.30

Pada tahun 1996 cabang dari Minatom Rusia, Zarubezh atom energostroy (Konstruksi Tenaga Atom Luar Negeri Rusia) sedang berusaha menyelesaikan pembangkit nuklir Busher.

31

Persiapan lokasi Busher-1 sudah selesai, bejana reaktor telah diproduksi dan pembangunan generator-generator uap dan peralatan-peralatan lain telah dimulai. Proyek ini dipimpin langsung oleh Igor Magala, tokoh Rusia yang mengadakan penelitian tentang mungkin atau tidaknya rekonstrusi busher pada tahun tahun 1995 lalu. Jumlah personil yang bekerja pada proyek pembangunan pembangkit nuklir Busher ini juga meningkat tajam, dari semula hanya 150 orang yang bekerja, kemudian meningkat menjadi sekitar 3000 orang demi mengejar penyelesaian proyek raksasa dalam waktu 4 tahun.32

Kontrak Iran-Rusia mulai berlaku pada 12 Januari 1996 dan meminta agar pembangunan reaktor dapat diselesaikan dalam waktu 55 bulan. Bagaimanapun, tanpa spesifikasi teknis untuk komponen-komponen pasokan Jerman, diragukan bahwa Rusia akan dapat menyelesaikan reaktor tepat pada waktunya. Karena peralatan yang dipasang oleh Kraftwerke Union Siemens Jerman harus diganti dengan peralatan sejenis buatan Rusia, Rusia berencana untuk memasang sebuah reaktor VVER-1000 yang membutuhkan enam generator uap VVER horizontal; reaktor yang direncanakan Jerman pada waktu sebelumnya hanya berkekuatan 1300 Mwe yang dirancang untuk menampung empat generator uap vertikal.33

30

The Washington Times, 10 Januari 1995.

31

Nucleonics Week, 28 Maret 1996.

32

Ibid, Nucleonics Week, 28 Maret 1996

33

Mark Hibbs,”Minatom says It Can Complete One Siemens PWR in Iran in Five Years”, Nucleonics Week, 29 September 1994.


(1)

MAJALAH

• Majalah Islam Sabili, No 7 TH. XII 22 Oktober 2004 / 8 Ramadhan 1425. Hlm : 58-61. (Mengeroyok Nuklir Iran)

• Majalah Islam Sabili, No 11 TH. XXII 17 Desember 2004 / 5 Dzulqa’dah 1425. Hlm : 98-105 (Mengungkap Skandal Nuklir Israel)

• Majalah Islam Sabili, No 15 TH. XII. 10 Februari 2005 / 1 Muharam 1426. Hlm : 52-55. (Bersiap Menggempur Iran)

Mark Hibbs. “Minatom says It Can Complete One Siemens PWR in Iran in Five Years”, Nucleonics Week, 29 September 1994.

Nucleonics Week, 28 Maret 1996. Nucleonics Week, 8 Oktober 1992. Nucleonics Week, 1 Oktober 1992.

TEMPO, 22 Februari 2004. Hlm : 128-129 (Jaringan Pasar Gelap Nuklir). TEMPO, 3 Oktober 2004. (Nuklir Dalam Kalender).

SURAT KABAR • Iran News, 13 juli 2003. • Kompas, 07 Juni 2003.

• Pikiran Rakyat, 8 September 2004.

Kompas, Jumat, 13 Januari 2006, dalam “Sengketa Nuklir Iran Meruncing” Kompas, Selasa, 24 Januari 2006, dalam “Barat Hadapi Dilema Soal Iran” Kompas, Sabtu, 21 Januari 2006, Dalam “Suriah Dukung Program Iran”


(2)

Kompas, Kamis, 19 Januari 2006, dalam “Kekuatan Dunia Terbelah Soal Nuklir Iran”

The Washington Times, 13 Agustus 1992

The Washington Times, 25 September 1995

The Washington Times, 13 Desember 1995 “Rafsanjani’s Bombs”,

The Washington Post, 17 April 1995

The Washington Post, 30 September 1995 New York Times, 30 September 1995 The Sunday Telegrap, 16 Desember 1996 The Iran Brief, 6 mei 1996

Mednews, 8 Juni 1992

INTERNET

Mohammad Sahini, “Iran Nuclear Program” Part I (It’s History),

“Tak ada bukti nuklir Iran untuk bom atom”

www.suara karya.online.com


(3)

”Isfahan Alloy Steel Complex Goes on Stream,” Iranian Business Digest,

Antony Barnett, ”How Pakistan fuels Nuclear Arms Race”

http//observe.guardian.co.uk/international/story/06903/1125614 html. ”Saling tuding senjata nuklir Iran”, http//www.antara.co.id/senws/?id+3258. Mustafa Abdul Rahman, “Iran Antara Ambisi Nuklir dan Tekanan As”.

http;//www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0306/26/ln/379597.htm.

JURNAL

• ANALISA, Masalah Strategi Nuklir, 1986, CSIS. • ANALISA, Perkaitan Strategi Nuklir, 1986, CSIS.

• Jurnal Analisis Administrasi dan Kebijakan, Volume 3 Nomor I, Januari April 2006. • Nuclear Enginering International, Vol 32, Juli 1987.


(4)

Lampiran-lampiran

GBR.1 : Fasilitas Instalasi Nuklir Isfahan di ambil dari Udara.

GBR. 2 – 3 – 4 : Pipa penyulingan Uranium Ringan.


(5)

GBR. 4

. GBR. 5 : Manometer pengukur tekanan air kelas ringan Uranium

GBR. 6 : Area tanda bahaya

GBR. 7: Proses pemisahan isotop menggunakan mesin sentrifugal hingga terjadi pemisahan isotop sampai pengayaan selesai.


(6)

GBR.. 8 : Para ilmuwan nuklir sedang melakukan pengujian bahan uranium tingkat rendah yang sudah diperkaya, dan bisa dipergunakan sebagai bahan reaktor nuklir pembangkit tenaga listrik.

GBR. 9 : Proses lanjutan mesin sentrifugal sementara uranium tingkat tinggi yang sudah diperkaya bisa digunakan sebagai bahan bom nuklir.