PENELITIAN TERHADAP EFISIENSI PENGELOLAAN PASAR BAWANG MERAH KLAMPOK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (STUDI PADA PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah,
Indonesia. Luas wilayahnya 1.657,73 km², jumlah penduduknya sekitar 1.767.000
jiwa (2003). Ibukotanya adalah Brebes. Brebes merupakan kabupaten dengan jumlah
penduduk paling banyak di Jawa Tengah. Kabupaten Brebes terletak di bagian barat
Provinsi Jawa Tengah, dan berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Jawa Barat.
Ibukota kabupaten Brebes terletak di bagian timur laut wilayah kabupaten. Kota
Brebes bersebelahan dengan Kota Tegal, sehingga kedua kota ini ‘menyatu’.
Ibukota kabupaten Brebes terletak sekitar 177 km sebelah barat Kota
Semarang, atau 330 km sebelah timur Jakarta. Kabupaten ini dilalui jalur pantura, dan
menjadi pintu masuk utama Jawa Tengah di sisi barat dari arah Jakarta atau Cirebon,
sehingga Brebes memiliki tata-letak wilayah yang cukup strategis. Selain itu, juga
terdapat jalan provinsi sebagai jalur alternatif menuju ke kota-kota di Jawa Tengah
bagian selatan seperti Purwokerto, Kebumen, dan Yogyakarta. Brebes merupakan
kabupaten yang cukup luas di Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar wilayahnya
adalah dataran rendah. Bagian barat daya merupakan dataran tinggi dengan
puncaknya Gunung Pojoktiga dan Gunung Kumbang; sedang bagian tenggara
terdapat pegunungan yang merupakan bagian dari Gunung Slamet. Dengan iklim


1

tropis, curah hujan rata-rata 18,94 mm per bulan. Kondisi itu menjadikan kawasan
tersebut sangat potensial untuk pengembangan produk pertanian, khususnya bawang
merah.
Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di
Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat
posisinya sebagai penghasil terbesar komoditi tersebut di tataran nasional serta
memilki brand image yang baik bagi konsumen bawang merah di Indonesia. Bawang
merah Brebes terkenal dengan kualitas yang lebik dari bawang merah yang berasal
dari daerah lain di Indonesia atau luar negeri seperti, Thailand dan China. Bawang
merah asli Brebes memiliki cita rasa tinggi, yaitu lebih menyengat dan harum serta
produk jadi (bawang ‘goreng’)-nya lebih enak dan ‘gurih’. Bawang merah merupakan
salah satu produk andalan dan unggulan sektor industri Kabupaten Brebes. Hal ini
ditegaskan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 8 tahun 1986 bahwa
lambang daerah dalam bentuk bulat telur serta gambar bawang merah melambangkan
bahwa telur asin dan bawang merah merupakan hasil spesifik daerah Brebes (Pemkab
Brebes, 2008)
Produksi bawang merah di Kabupaten Brebes dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan. Pada tahun 2007 sebesar 159.342, 6 ton, awal tahun 2008 meningkat
menjadi 179.227, 8 ton (Bappeda Brebes, 2008). Sementara harga bawang merah
cenderung berfluktuatif, pada awal 2007 harga bawang merah sebesar 7.000/kg, pada

2

awal tahun 2008 turun menjadi 6.000/kg, pada pertengahan tahun 2008 naik kembali
menjadi 10.000/kg (BPS Brebes, 2008). Fluktuasi harga bawang merah menjadi salah
satu penyebab berkurangnya keuntungan petani bawang merah di Kabupaten Brebes.
Fluktuasi harga bawang merah disebabkan terjadinya over supply akibat panen raya
atau masuknya bawang merah impor (Agustian et al., 2005). Penyebab yang lain
secara berurutan adalah fluktuasi harga pupuk, fluktuasi harga obat-obatan, fluktuasi
harga bibit, produksi turun akibat iklim dan produksi turun karena HPT (Nurasa dan
Darwis, 2007; Agustian et al., 2005; Saptana, et al., 2006).
Perubahan lingkungan strategis berupa globalisasi ekonomi-liberalisasi
perdagangan, otonomi daerah, perubahan preferensi konsumen, serta kelestarian
lingkungan menuntut adanya perubahan cara beroperasinya kelembagaan-kemitraan
usaha,

tercakup


di dalamnya

kemitraan usaha

pada

komoditas

sayuran.

Pengembangan agribisnis yang tangguh di perlukan empat pilar penunjang (Suwandi,
dalam Saptana, 1995): (1) Eksistensi semua komponen agribisnis secara lengkap di
kawasan sentra produksi; (2) Pentingnya kemitraan usaha antar pelaku agribisnis; (3)
Iklim

usaha

yang


kondusif;

dan

(4)

Adanya

gerakan

bersama

dalam

memasyarakatkan agribisnis.
Baik dari aspek potensi permintaan pasar maupun aspek potensi produksi
mestinya sektor usaha komoditas sayuran dapat dijadikan sumber akselerasi
pertumbuhan sektor pertanian dan sekaligus memecahkan dua masalah mendasar

3


yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini yaitu masalah pengangguran dan
kemiskinan. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar, kenaikan pendapatan,
dan berkembangnya pusat kota-industri-wisata, serta liberalisasi perdagangan
merupakan faktor utama yang mempengaruhi permintaan. Permintaan komoditas
sayuran pada 1996 sebesar 44.1 kg/kapita/tahun, kemudian pada tahun 1999 menjadi
48.2 kg/kapita/tahun, terakhir pada tahun 2002 menjadi 38,92 kg/kapita/tahun
(Susenas,1996, 1999, dan 2002). Hasil kajian (Saptana, et. al., 2004) memberikan
informasi bahwa peran permintaan konsumen institusi untuk komoditas sayuran
berkisar antara 0,5-9 % dan sangat bervariasi antar kabupaten. Pada kabupatenkabupaten yang berkembang industri kota-wisata mencapai 5-9 persen. Dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan produktivitas, serta memenuhi permintaan pasar dan
preferensi konsumen maka dipandang penting membangun kelembagaan kemitraan
usaha agribisnis sayuran yang berdayasaing.
Permasalahan pokok pengembangan agribisnis sayuran adalah belum
terwujudnya ragam, kualitas, kesinambungan pasokan, dan kuantitas yang sesuai
dengan dinamika permintaan pasar dan preferensi konsumen, permasalahan tersebut
nampak nyata pada produk hortikultura untuk tujuan pasar konsumen institusi dan
ekspor. Permasalahan lain adalah ketimpangan dalam penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi, aset utama lahan, modal, dan akses pasar antar pelaku agribisnis


4

menyebabkan struktur kelembagaan kemitraan usaha pada komoditas sayuran yang
rapuh.
Untuk meningkatkan produksi yang lebih dan menguntungkan, beberapa hasil
penelitian bawang merah telah banyak dilakukan oleh Balai Penelitian Sayuran
(Suwandi dan Hilman dalam Thamrin, 2003) diantaranya, penggunaan varietas
unggul, pemupukan yang berimbang, pengendalian hama/penyakit secara terpadu,
dan panen/pascapenen yang tepat. Tetapi penerapan teknologinya di tingkat petani
masih perlu dikembangkan dalam hubungannya dengan peningkatan produksi petani,
terutama teknologi spesifik lokasi. Hasil penelitian tahun sebelumnya di Jeneponto
(Nurjanani et al., dalam Thamrin, 2003) menunjukkan bahwa penggunaan varietas
unggul Bima dan Bangkok, pemberian pupuk organik dan anorganik dengan dosis
pupuk kandang ayam 10 t + 175 kg Urea + 175 kg SP36 + 175 kg KCl + 400 kg
ZA/ha, pengendalian hama khususnya Spodoptera exiqua dengan pemberian Nuclear
Polihydrosis Virus (SeNPV) dan panen yang tepat, menghasilkan produksi di atas 10
t/ha dan mampu menekan kerusakan hama Spodoptera exiqua 5 – 60 persen. Dari
komponen teknologi yang diterapkan tersebut, terutama pengendalian hama secara
hayati, diketahui mampu menghemat penggunaan insektisida. Dengan rendahnya
populasi hama, maka kehilangan hasil berkurang, dan penggunaan insektisida dapat

ditekan menjadi 1 lt/ha. Artinya, ada penghematan penggunaan insektisida sebanyak
2 lt/ha atau senilai Rp.200.000,-. Apabila produktivitas bawang merah dapat

5

ditingkatkan sampai 7,5 t/ha, berarti ada kenaikan produktivitas 1,5 t/ha atau senilai
Rp.9.000.000,-. Dari dua parameter di atas, apabila parameter yang lain sama, maka
dengan penerapan teknologi tersebut di atas ada tambahan pendapatan Rp.
9.200.000,- per hektar. Berdasarkan data pada Dinas Pertanian Kabupaten Jeneponto
(1999), lahan sawah potensial untuk pengembangan bawang merah di daerah ini
seluas 2.000 ha. Lahan yang telah dimanfaatkan baru 902 ha atau kurang dari 50
persen.
Pada sektor agribisnis hortikultura di kawasan sentra produksi hortikultura,
setiap kegiatan agribisnis mulai dari kegiatan pengadaan sarana produksi, kegiatan
produksi, hingga kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil, serta kegiatan jasa
penunjang umumnya dilakukan oleh pelaku agribisnis yang berbeda, seperti hasil
kajian di Jawa Tengah dan Sumatera Utara (Saptana et al., 2001) dan kajian di
Kawasan Hortikultura Sumatera (Saptana et al.,2004).
Ada tiga faktor utama yang menyebabkan struktur agribisnis menjadi tersekatsekat dan kurang memiliki daya saing (Irawan et al., 2001) yaitu : (1) tidak ada
keterkaitan fungsional yang harmonis antara setiap kegiatan atau pelaku agribisnis,

(2) terbentuknya margin ganda sehingga ongkos produksi, pengolahan dan pemasaran
hasil yang harns dibayar konsumen menjadi lebih mahal, sehingga sistem agribisnis
beljalan tidak efisien, (3) tidak adanya kesetaraan posisi tawar antara petani dengan
pelaku agribisnis lainnya, sehingga petani sui it mendapatkan harga pasar yang wajar.

6

Dalam agribisnis hortikultura ada beberapa kekhasan yang dimiliki antara lain (1)
usahatani yang dilakukan lebih berorientasi pasar (tidak konsisten), (2) bersifat padat
modal, (3) resiko harga relatif besar karena sifat komoditas yang cepat rusak dan (4)
dalam jangka pendek harga relatif berfluktuasi (Hadi et al., 2000; Irawan, 2001).
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Sudaryanto et al. (1993) yang
mengemukakan bahwa petani sayuran unggulan di sentra produksi pada saat panen
raya berada pada posisi lemah. Lebih lanjut Rachman (1997) mengungkapkan ratarata perubahan harga ditingkat produsen lebih rendah dari rata-rata perubahan harga
ditingkat pengecer, sehingga dapat dikatakan bahwa efek transmisi harga berjalan
tidak sempurna (Imperfect price transmission).
Kelembagaan pemasaran yang berperan dalam memasarkan komoditas
pertanian hortikultura dapat mencakup petani, pedagang pengumpul, pedagang
perantara/grosir dan pedagang pengecer (Kuma’at, 1992). Permasalahan yang timbul
dalam sistem pemasaran hortikultura antara lain, kegiatan pemasaran yang belum

berjalan efisien (Mubyarto, 1989), dalam artian belum mampu menyampaikan hasil
pertanian dari produsen kepada konsumen dengan biaya yang murah dan belum
mampu mengadakan pembagian balas jasa yang adil dari keseluruhan harga
konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi
dan pemasaran komoditas pertanian tersebut. Pembagian yang adil dalam konteks

7

tersebut adalah pembagian balas jasa fungsi-fungsi pemasaran sesuai kontribusi
masing-masing kelembagaan pemasaran yang berperan.
Hasil penelitian Gonarsyah. (1992), menemukan bahwa yang menerima
marjin keuntungan terbesar dalam pemasaran hortikultura dari pusat produksi ke
pusat konsumsi DKI Jakarta adalah pedagang grosir. Juga ditemukan bahwa, margin
keuntungan pemasaran yang diterima pedagang yang memasukkan sayurannya ke
PIKJ (Pasar Induk Kramat Jati) lebih rendah dari pedagang yang memasarkan
langsung sayurannya ke pasar-pasar eceran.

1.2. Perumusan Masalah
Sistem produksi pertanian (padi, palawija, dan holtikultura) di Indonesia
umumnya dicirikan oleh kondisi sebagai berikut: (1) skala usaha kecil dan

penggunaan modal kecil, (2) penerapan teknologi usahatani belum optimal, baik
teknologi pembibitan, budidaya, maupun pasca panen, (3) bibit bermutu kurang
tersedia sehingga tingkat produktivitas dan mutu hasil rendah; (4) belum adanya
sisitem pewilayahan komoditas yang memenuhi azas-azas pengembangan usaha
agribisnis (sentralitas, efisiensi, keterpaduan, dan berkelanjutan); (5) penataan
produksi belum berdasarkan pada keseimbangan antara pasokan dan permintaan,
sehingga harga jatuh pada saat panen; (6) penanganan pascapanen dan pemasaran
hasil belum efisien dan harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Akibat dari
sistem produksi seperti itu adalah produktivitas dan produksi belum optimal, bersifat

8

musiman, dan harga sangat fluktuatif. Konsekuensinya adalah keunggulan komparatif
yang sebagian besar dimiliki komoditas pertanian sulit diwujudkan menjadi
keunggulan kompetitif, khususnya untuk tujuan pasar ekspor (P3SEP, 2006)
Hasil analisis usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes oleh Nurasa dan
Darwis (2007) menunjukan bahwa produksi yang dihasilkan dari usahatani bawang
merah cukup tinggi yaitu mencapai 11,1 ton/ha dalam satu tahun dengan nilai yang
diperoleh sebesar Rp 70.892.000. Sementara keutungan yang diperoleh dalam satu
tahun atau dua kali tanam hanya sebesar Rp. 6.831.000, dengan R/C rasio sebesar

1,1. Selanjutnya

Nurasa dan Darwis (2007) memberikan kesimpulan bahwa

berusahatani bawang merah telah dapat memberikan keuntungan, akan tetapi menurut
para petani tingkat keuntungan yang diperoleh belum cukup untuk dapat memenuhi
kebutuhan ekonomi rumah tangga petani.
Perolehan keuntungan yang kecil oleh petani disebabkan tingginya biaya
produksi (output) yaitu 90% dari total pendapatan serta disebabkan oleh fluktuasi
harga output sebesar 33,33%, fluktuasi harga pupuk sebesar 28,57%, flutuasi harga
obat-obatan 55,56%, fluktuasi harga bibit, iklim dan hama pasca tanam (Nurasa dan
Darwis, 2007; Agustian et al., 2005; Saptana, et al., 2006). Sehingga dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur pendapatan (kinerja profitabilitas) dan kinerja margin
pemasaran usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes?

9

2. Bagaimana struktur bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) di
kabupaten Brebes?
3. Apakah usahatani bawang merah di kabupaten Brebes sudah dilakukan secara
efisien?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui dan menganalisis profitabilitas dan kinerja margin pemasaran
usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes;
2. Menganalisis dan mengetahui bagian harga yang diterima petani (farmer’s share)
di kabupaten Brebes dan
3. Menganalisis efisiensi usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes dan

1.4. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi:
1. Memberikan masukan kepada petani bawang merah di Kabupatrn Brebes untuk
melakukan efisiensi usahatani, sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang
maksimal
2. Sebagai bahan tambahan untuk mengambil kebijakan terkait dengan penataan dan
pengelolaan usahatani bagi pemerintah Kabupaten Brebes.

10

3. Sebagai referensi bagi peneliti berikutnya untuk mengembangkan kegiatan
penelitian sejenis lebih lanjut.

1.5. Sistimatika Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bagian (bab), yaitu, bab
pertama menyajikan latar belakang masalah; perumusan masalah; tujuan penelitian;
manfaat penelitian dan sistimatika pembahasan. Bab ke-dua membahas tentang kajian
teori dan review penelitian terdahulu berkenaan dengan efisiensi usahatani serta
dilanjutkan dengan pengembangan hipotesis. Bab ke-tiga menjelaskan metodologi
yang digunakan dalam penelitian, yaitu meliputi populasi dan pemilihan sampel;
sumber dan data yang digunakan, definisi operasional dan pengukuran variabel; dan
analisis efisiensi. Bab ke-empat menyajikan hasil empris, yang meliputi: hasil analisis
efisiensi usahatani bawang merah. Bab ke-lima menyajikan Simpulan penelitian;
Implikasi, keterbatasan, dan saran penelitian selanjutnya.

11

DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W. (2000). Perkembangan Ekspor-Impor dan Ketidakstabilan Penerimaan
Ekspor Komoditas Sayuran di Indonesia. Jurnal Hortikultura. Vol 10 (l):70-81.
Agustian, A., Zulham, A., Syahyuti, Tarigan, H., Supriatna, A., Supriyatna, Y.,
Nurasa, T. (2005), Analisis Berbagai Bentuk Kelembagaan Pemasaran dan
Dampaknya Terhadap Peningkatan Usaha Komoditas Pertanian. Laporan Akhir
Penelitian. PSEKP-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta:
Departemen Pertanian
Andersen, P., & Petersen, N. C. (1993). A procedure for ranking efficient units
in data envelopment analysis. Management Science, 39(10), 1261-1264.
Banker, R. D., Chames, A, & Cooper, W. W. (1984). Some models for
estimating technical and scale inefficiencies in data envelopment analysis.
Management Science, 30(9), 1078-1092.
Budiarto, Joko. Dukungan Teknologi Bagi Pengembangan Hortikultura Tahun 2003.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Bappeda Brebes (2005), Produk Unggulan Pertanian Di Kabupaten Brebes.
www.brebeskab.go.id
BPS Brebes (2008) Kabupaten Brebes Dalam Angka Tahun 2008. Brebes: Badan
Pusat Statistik Kabupaten Brebes.
Irawan, B., Simatupang P, Sugiarto, Supadi, Agustin, NK., Sinuraya, JF. (2006),
Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian
dan Pedesaan. Laporan Akhir Penelitian. PSEKP-Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Jakarta: Departemen Pertanian
Kuma’at, R. (1992). Sistem pemasaran sayuran dataran tinggi di provinsi Sulawesi
Utara. Thesis MS - FPS IPB, Bogor.
Mubyarto. (1989). Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES
Nopirin (1997), Pengantar IImu Ekonomi Makro dan Mikro. Yogyakarta: BPFEUGM
Nurasa, T., dan Darwis, V. (2007), Analisis Usahatani dan Keragaan Marjin
Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes”. Jurnal Akta Agrosia, Vol. 10
No.1 h. 40-48

55

Rachman, H.P.S. 1997. Aspek permintaan, penawaran dan tataniaga hortikultura di
Indonesia. Forum Agro Ekonomi 15 (1 dan 2) : 44-56. Laporan Akhir Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Rosyadi, I. (2009), Analisis Efisiensi Usahatani Bawang Merah Di Kabupaten
Brebes, Penelitian Reguler-FE-UM; Un-publisher.
Saptana, Indraningsih, K.C. dan Hastuti, E.L. (2006), Analisis Kelembagaan
Kemitraan Usaha di Sentra-Sentra Produksi Sayuran”. Bogor: Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
SudaryantoT., Y. Yusdja, A. Purwoto, K.M. Noekman, A.Bwariyadi, dan W.H.
Limbang. (1993). Agribisnis Komoditas Hortikultura. Laporan Akhir Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial
Talluri, S. (2000), Data Envelopment Analysis: Models and Extensions. International
Journal of Flexible Manufacturing System
Thamrin, M., Ramlan, Armiati, Ruchjaningsih dan Wahdania (2003), Pengkajian
Sistem Usahatani Bawang Merah Di Sulawesi Selatan. Jurnal Pengkajian dan
Pemgembangan Teknologi Pertanian Vol. 6, No. 2: 141-153

56

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

PENELITIAN TERHADAP EFISIENSI PENGELOLAAN PASAR
BAWANG MERAH KLAMPOK SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
PENDAPATAN PETANI (STUDI PADA PASAR BAWANG MERAH DI
KABUPATEN BREBES)

Oleh:
Drs. Triyono, M.Si.
Imron Rosyadi, SE, M.Si.
Fatchan Ahyani, SE, M.Si.

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
OKTOBER, 2009

PRAKATA
Assalamua’laikum Wr. Wb
Alhamdulillah, penelitian yang kami beri judul “Penelitian Terhadap Efisiensi
Pengelolaan Pasar Bawang Merah Klampok Sebagai Upaya Meningkatkan Pendapatan Petani
(Studi Pada Pasar Bawang Merah Di Kabupaten Brebes)” sudah bisa kami laporkan kepada
lembaga yang telah mendanai penelitian ini sampai akhir. Sebagaimana diketahui oleh
masyarakat akademik, bahwa salah satu tugas pokok Dosen adalah melakukan penelitian,
sebagai media untuk penguatan pengalaman akademik dibidang keahlian-nya masing-masing,
serta sebagai salah satu metode untuk membuktikan „kebenaran relatif‟ yang telah diajarkan di
kelas. Manyadari hal ini, kami tertarik untuk melakukan penelitian sesuai dengan bidang yang
kami kuasai yaitu tentang efisiensi pengelolaan pasar bawang dan usahatani di Kabupataen
Brebes.
Hasil penelitian ini menunjukan: (a) Ber-usahatani bawang merah di lokasi penelitian
telah dapat memberikan keuntungan bagi petani, namun keuntungan yang diperoleh terhitung
sangat kecil jika dibandingkan dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan; (b) Harga jual
yang cukup tinggi di tingkat pengecer dan supermarket tidak tertransmisikan dengan baik ke
tingkat petani, sehingga petani tetap memperoleh farmer’s share yang kecil dan berfluktuasi; (c)
Perolehan margin pemasaran komoditas bawang merah pada petani terendah diperoleh untuk
tujuan pedagang pengumpul dengan margin yang diperolah sebesar Rp.900 dan (d) Usahatani
yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian tidak efisien, karena skor efisiensinya kurang dari
100%.

Akhirnya…, tidaklah mungkin menuntut kesempurnaan manusia secara mutlak. Tiada
gading yang retak. Segala kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan penulisan
laporan penelitian ini, dimasa-masa yang akan datang sangat diharapkan. OK, selamat membaca

Assalamua’laikum Wr. Wb

Surakarta, 20 Oktober 2009

Triyono

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN…………..….…………………………………

i

RINGKASAN DAN SUMMARY ……………..………………………………

ii

PRAKATA…………..………………………………………………………...

iii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..

v

DAFTAR TABEL ………………………………………………………….

vi

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..

vii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………...……………………………….. viii
BAB I

BAB II

PENDAHULUAN………………………………………………...

1

1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………

1

1.2. Perumusan Masalah…………………………………………..

8

1.3. Tujuan Penelitian……………………………………………

10

1.4. Manfaat Penelitian……………………………………………

10

1.5. Sistimatika Pembahasan………………………………………

11

TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….….

12

2.1. Perkembangan Produksi Sayuran Indonesia………………….

12

2.2. Perkembangan Sayuran di Beberapa Negara Asia..…………..

14

2.3. Perkembangan Ekspor dan Impor Komoditas Sayuran..……..

17

2.4. Wilayah Pembangunan Brebes..……………………………...

18

2.5. Efisiensi………………………………………………..…….

19

2.6. Data Envelopment Analysis (DEA)………………………......

23

2.7. Review Penelitian Sebelumnya……………………………….

28

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN………..……….….

BAB IV METODE PENELITIAN

34
35

3.1. Model Penelitian……………………………………………...

35

3.2. Populasi dan Sampel………………………………………….

36

3.3. Data dan Sumber Data ……………………...……………..…

36

3.4. Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya………..…

37

3.5. Analisis Data…………………….……………………………

37

BAB IV HASIL PEMBAHASAN

40

4.1. Deskripsi Penelitian….………...…………………..…………

40

4.2. Profitabilitas Usahatani……………………..…………...……

41

4.3. Farmer’s Share dan Kinerja Margin Pemasaran Usahatani.…

43

4.4. Efisiensi Usahatani dan Rantai Pemasaran…………………...

45

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

50

5.1. Simpulan…...…………………………………………………

50

5.2. Implikasi Manajerial………………...…..……………………

52

5.3. Keterbatasan Penelitian……………………………………….

53

5.4. Saran Penelitian Selanjut-nya………………………………

54

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………

55

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Perkembangan Produk Sayuran Menurut Jenis di Indonesia…...…….

14

Tabel 2.2. Perkembangan Produk Sayuran di Beberapa Negara 1999-2001.........

15

Tabel 2.3. Pertumbuhan Volume dan Nilai Ekspor Holtikultra 1996-2002...……

18

Tabel 5.1. Analisis Profitabilitas Usahatani Bawang Merah di Kabupaten
Brebes, 2008……………………………………………………………………..

42

Tabel 5.2. Farmer’s share oleh berbagai kelembagaan pemasaran…...…………

43

Tabel 5.3. Margin pemasaran bawang merah pada petani untuk berbagai……....

45

Tabel 5.4. Skor Efisiensi Usahatani, 2008……………………………………….

46

Tabel 5.5. Potensi pengembangan usahatani bawang merah dilihat dari input…..

47

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Konsep Efisiensi…………………………………………………

24

Gambar 3.1. Model Penelitian………………………………………………...

34

Gambar 4.1. Rantai Pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes………...

47

RINGKASAN

Sistem produksi pertanian (padi, palawija, dan holtikultura) di Indonesia
umumnya dicirikan oleh kondisi sebagai berikut: (1) skala usaha kecil dan
penggunaan modal kecil, (2) penerapan teknologi usahatani belum optimal, baik
teknologi pembibitan, budidaya, maupun pasca panen, (3) bibit bermutu kurang
tersedia sehingga tingkat produktivitas dan mutu hasil rendah; (4) belum adanya
sisitem pewilayahan komoditas yang memenuhi azas-azas pengembangan usaha
agribisnis (sentralitas, efisiensi, keterpaduan, dan berkelanjutan); (5) penataan
produksi belum berdasarkan pada keseimbangan antara pasokan dan permintaan,
sehingga harga jatuh pada saat panen; (6) penanganan pascapanen dan pemasaran
hasil belum efisien dan harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Akibat dari
sistem produksi seperti itu adalah produktivitas dan produksi belum optimal, bersifat
musiman, dan harga sangat fluktuatif. Konsekuensinya adalah keunggulan komparatif
yang sebagian besar dimiliki komoditas pertanian sulit diwujudkan menjadi
keunggulan kompetitif, khususnya untuk tujuan pasar ekspor (P3SEP, 2006)
Hasil analisis usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes oleh Nurasa dan
Darwis (2007) menunjukan bahwa produksi yang dihasilkan dari usahatani bawang
merah cukup tinggi yaitu mencapai 11,1 ton/ha dalam satu tahun dengan nilai yang
diperoleh sebesar Rp 70.892.000. Sementara keutungan yang diperoleh dalam satu
tahun atau dua kali tanam hanya sebesar Rp. 6.831.000, dengan R/C rasio sebesar
1,1. Selanjutnya

Nurasa dan Darwis (2007) memberikan kesimpulan bahwa

1

berusahatani bawang merah telah dapat memberikan keuntungan, akan tetapi menurut
para petani tingkat keuntungan yang diperoleh belum cukup untuk dapat memenuhi
kebutuhan ekonomi rumah tangga petani. Perolehan keuntungan yang kecil oleh
petani disebabkan tingginya biaya produksi (output) yaitu 90% dari total pendapatan
serta disebabkan oleh fluktuasi harga output sebesar 33,33%, fluktuasi harga pupuk
sebesar 28,57%, flutuasi harga obat-obatan 55,56%, fluktuasi harga bibit, iklim dan
hama pasca tanam (Nurasa dan Darwis, 2007; Agustian et al., 2005; Saptana, et al.,
2006).
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis profitabilitas
dan kinerja margin pemasaran usahatani bawang merah; menganalisis dan
mengetahui bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) dan menganalisis
efisiensi usahatani bawang merah di Kabupaten Brebes.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 30 petani bawang merah di
Kabupaten Brebes, yang bermukim di enam (6) Desa, masing-masing Desa diambil 5
petani sebagai sampel penelitian ini.
Perhitungan analisis efisiensi usahatani di daerah penelitian dengan
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA), dengan memasukan 7 variabel
input yaitu: (i) bibit, (ii) pupuk buatan, (iii) pupuk lain-nya, (iv) pestisida, (v) obat
lain-nya, (vi) tenaga kerja, dan (vii) biaya lain-nya. Sedangkan variabel outputnya
terdiri dari jumlah produksi (kg) atau nilai produksi (Rp.). Analisis struktur
profitabilitas usahatani bawang merah akan melihat seberapa besar pendapatan
usahatani dan produksi yang dihasilkan petani. Analisis ini menggunakan analisis

2

biaya dan pendapatan dengan rumus;

  TR  TC

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ber-usahatani bawang merah dilokasi
penelitian tidak memberikan keuntungan yang siginfikan (unprofitable) terhadap
ekonomi rumah tangga petani. Tingginya harga jual di tingkat pengecer dan
supermarket tidak berdampak signifikan terhadap tingkat keuntungan usahatani di
lokasi penelitian. Usahatani yang dilakukan oleh petani diokasi penelitian tidak
efisien.

3