PERSEPSI DAN LOYALITAS NASABAH PELAKU AGRIBISNIS TERHADAP BMT NGUDI MAKMUR DI DESA KARANGSEWU, KECAMATAN GALUR, KABUPATEN KULON PROGO

(1)

Skripsi

Disusun oleh:

RIZKI AGUNG WICAKSONO 20120220059

Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai persyaratan guna memperoleh

Derajat Sarjana Pertanian

Disusun oleh:

RIZKI AGUNG WICAKSONO 20120220059

Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

(4)

iii

1 always remember your goal[s] and strive to make it happen.

2nd although many obstacles in front of you, believe that you can face it with your own ways.

3rd the worst possibility is always there and should be considered from the outset.


(5)

iv

1st My parent, Mr. Subakri and Mrs. Patminah 2nd My sister, Anggara Krisna Dewi

3rd The best pals I’ve ever had: ࠕ

Yustina Febriani, Carlita Syarifa, Murni Shinta Dewi, Shela Silviana Augie, Intan Adhitya Rosmasari, Dian Dwi Aryanto, Khasan Syamsi, Friska Arsalina, Sigit Hariyanto, Prasetiyo Adi Wibowo, Teguh Purnama, Rival Chandra Saputra, Elkana Putra Purna Laga, Ii Inayah, Marsongko Bayu Permadi, Benny Yanuar Dwi Satrio, Rifki Firmansyah, Agil Prasojo, Eka Herawati, Maya Mustika Saragih, Dwi Wahyuli, and Ahmad Mustofa. 4th Agribusiness class of 2012.

5th Jogja Ceria [peeps since at the elementary school, junior high school, senior high school and till now but in different university/workplace in Yogyakarta]:

Mirna Oktavia Sari, Fatma Haulida Rahmah, Annisa Nur Fitriana, Hani Masfufah, Mashesa Rendra Indra Lesmana, Gika Idfi Nugrahani, Maulinda Raisha, and Mita Sai.

6th Team KKN 105 Bantarjo, Ngaglik, Sleman Regency: ࠕ

Muhammad Ali Akbar, Werdi Yudatama Sugiarto, Laily Latifah Fatkhurahmah, Lia Ainun Maftukhah, Atyanta Hendra Prasta, Muhammad Mahdia Pebriadita, Nur Rahmawati Khairiah, Rizkiana Nur Arianti, Linda Riani, Dita Filia, Habibullah, Rohyatin Isnaeni, Askariyanto, and Dian Ahyani.


(6)

v

judul “Persepsi dan Loyalitas Nasabah Pelaku Agribisnis terhadap BMT Ngudi Makmur di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo” guna memenuhi salah satu persyaratan dalam penyelesaian derajat sarjana strata 1 Program studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Tentunya kesempurnaan dalam penyelesaian skripsi ini telah melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada: 1. Ibu Ir. Siti Yusi Rusimah, M.S dan Ibu Retno Wulandari, SP,. M.Sc yang telah

memberikan ilmu, waktu, dan nasihat-nasihat selama membimbing penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Susanawati, SP,. M.P selaku dosen penguji skripsi, terimakasih telah memberikan saran kepada penulis.

3. Dosen beserta staff Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Segenap pengurus dan pengelola BMT Ngudi Makmur, seluruh pelaku agribisnis, dan masyarakat Imorenggo yang telah bersedia membantu memberikan data yang penulis butuhkan.

Penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun penyampaiannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta pengetahuan bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, November 2016


(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

x

KECAMATAN GALUR, KABUPATEN KULONPROGO. 2016. RIZKI AGUNG WICAKSONO ( Skripsi dibimbing oleh Ir. Siti Yusi Rusimah, M.S dan Retno Wulandari, SP,. M.Sc). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pelaku agribisnis dan BMT Ngudi Makmur, mengetahui persepsi dan faktor-faktor yang menimbulkan persepsi terhadap BMT Ngudi Makmur, serta mengetahui loyalitas terhadap BMT. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Teknik penetuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja yaitu di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo. Teknik pengambilan sampel secara Cluster Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 39 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nasabah memberikan persepsi yang baik terhadap bentuk fisik, produk, dan pelayanan BMT Ngudi Makmur dan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi adalah aktivitas organisasi dalam bentuk kelompok pengajian, kelompok arisan dan kelompok tani. Dari segi loyalitas nasabah mayoritas tidak loyal karena masih menggunakan lembaga keuangan lain seperti BRI untuk kebutuhan modal. Sementara itu untuk hubungan antara persepsi dengan interaksi pada kategori LKS yang lebih dulu dikenal, LKS menjadi tempat pertama kali menabung, dan LKS menjadi tempat untukmeminjam pertama kali menunjukan skor tinggi. Sedangkan skor tinggi juga ditunjukan pada hubungan persepsi dan loyalitas pada mereka yang mengakses berulang produk BMT Ngudi Makmur, mengajak orang lain mendaftar menjadi anggota sedangkan sisanya menunjukan skor sedang setelah dilakukan pengujian dengan analisis Crosstab.

Kata kunci: persepsi, loyalitas, pelaku agribisnis, BMT (Baitul Maal Wat Tamwil), faktor-faktor yang mempengaruhi.


(12)

(13)

xi

Perception and Loyalty of Agribusiness Performer Clients toward BMT Ngudi Makmur in Karangsewu Village, Galur Sub-Regency, Kulon Progo Regency

RIZKI AGUNG WICAKSONO

Ir. Siti Yusi Rusimah, M.S/Retno Wulandari, SP,. M.Sc Agribusiness Department, Faculty of Agriculture

Muhammadiyah University of Yogyakarta

Abstract

This study aims to determine the agribusiness performers profile and BMT

Ngudi Makmur’s profile, knowing the perception and the factors that affecting the perception towards BMT Ngudi Makmur, and knowing the loyalty towards BMT Ngudi Makmur. The method used is descriptive method. Mechanical determining location was done deliberately is in the village of Karangsewu, Galur Subdistrict, Kulon Progo Regency. Sampling technique using Cluster Sampling with a total sample of 39 people. The results showed that the customer agribusiness gives a good perception of the physical form, products, and services of BMT Ngudi Makmur and the affecting factors toward perception is organization activity in the form religion group, regular social in financial group, and farmer group. In terms of customer loyalty, majority are not loyal because they use other financial institutions such as BRI for their capital needs. Meanwhile, the relation between perception and interaction in the first category known LKS, LKS be the first place to save, and worksheets into a first to borrow showed high scores. While high scores are also shown on perceptions of the relationship and loyalty to those who access the product repeatedly BMT Ngudi Makmur, invite others to register as a member while the rest showed moderate score after testing with Crosstab analysis.

Keywords: perception, loyalty, agribusiness performers, BMT (Baitul Maal Wat Tamwil), factors that affecting perception


(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, terlebih sektor pertanian ini ternyata menjadi penyelamat perekonomian nasional terbukti ketika krisis multidimensi pada tahun 1998, pertanian menunjukan peningkatan sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Pertanian merupakan sektor primer yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pengembangan pembangunan pertanian karena usaha agribisnis memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan oleh pelaku usaha agribisnis (Muawin, 2010).

Saat ini, agribisnis telah jauh berkembang tidak hanya dalam lingkup penyediaan bahan makanan, tetapi usaha agribisnis sebenarnya telah mencakup pada sistem agribisnis yaitu penyediaan barang/saprodi, budidaya, pengelolaan, panen dan pasca panen, serta pemasaran produk yang dihasilkan sehingga usaha agribisnis tidak hanya berkonsentrasi pada penyediaan bahan makanan bagi konsumen (Sholihah et al 2014).

Karakteristik usaha agribisnis yang memiliki resiko tinggi menyebabkan para pelaku usaha agribisnis mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya, namun tidak bisa dipungkiri bahwa pertanian merupakan salah satu sektor sumber devisa negara yang terbesar di Indonesia yang membantu pertumbuhan dan menunjang perekonomian Indonesia (Sholihah et al 2014).


(15)

Modal merupakan sebuah syarat utama dalam mendirikan sebuah usaha, baik usaha skala kecil, menengah maupun besar, maka lembaga keuangan menjadi tempat yang sangat dicari oleh sebagian besar masyarakat untuk mendapatkan pinjaman modal demi memenuhi kebutuhan sehari harinya. Sumber modal dapat berasal dari pinjaman lembaga keuangan formal diantaranya terdiri atas bank konvensional, bank syariah, dan lembaga keuangan non-formal seperti tengkulak atau modal pribadi. Permasalahan utama yang sering dihadapi dalam mengembangkan usaha agribisnis adalah modal itu sendiri. Hal itu menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh para pelaku agribisnis dalam mengembangkan usahanya (Sholihah et al 2014).

Suheri (2009) mengemukakan bahwa bank konvensional menerapkan sistem pinjam-meminjam dengan menggunakan sistem bunga yang merupakan tambahan atas pinjaman, sehingga apapun yang terjadi dengan nasabah usaha agribisnis, apakah untung atau rugi, maka nasabah usaha agribisnis harus membayar bunga sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank. Kredit konvensional prinsipnya meminjamkan uang kepada nasabah usaha agribisnis untuk mendirikan suatu usaha, dimana nasabah usaha agribisnis harus mengembalikan cicilan uang tersebut yang telah dikenakan bunga sampai lunas, dimana dalam pandangan Islam bunga bank dan sejenisnya adalah termasuk ke dalam riba yang sudah sangat jelas dilarang oleh agama Islam, sehingga diperlukan peran suatu lembaga yang dalam peminjamannya bebas riba dan diharapkan bisa memberikan pembiayaan bagi perkembangan perekonomian negara.


(16)

Di Indonesia sendiri saat ini terdapat banyak lembaga keuangan baik yang konvensional maupun syariah yang menawarkan produk permodalannya kepada para pelaku usaha, tentunya dengan sistem dan prosedur yang berbeda pada masing-masing lembaga. Lembaga keuangan konvensional yang pada umumnya menggunakan sistem pengembalian modal dengan membebankan tingkat bunga sesuai dengan besaran pinjaman. Sementara itu, lembaga keuangan syariah menawarkan produk permodalannya dengan penerapan sistem bagi hasil dengan berbagai akadnya. Mencermati kondisi pelaku agribisnis di Indonesia dengan resiko usaha yang tinggi dan permasalahan yang kompleks, sistem permodalan lembaga keuangan syariah yang menerapkan sistem yang sesuai dengan kebutuhan pelaku agribisnis dipandang tepat dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional (Mokodongan, 2015).

Pertumbuhan lembaga keuangan syariah di Indonesia diprediksi akan terus meningkat setiap tahunnya. Namun, disisi lain ternyata belum diimbangi oleh tingkat pemahaman pelaku agribisnis terhadap lembaga ini. Kebanyakan pelaku agribisnis memang sudah mengetahui lembaga keuangan syariah dan sebagian besar pelaku agribisnis tidak mengetahui produk-produk yang ditawarkan lembaga keuangan syariah tersebut. Akibatnya adalah pelaku agribisnis kurang berminat untuk menggunakan jasa dari lembaga keuangan syariah, karena menganggap fasilitas penunjang yang diberikan masih kalah dengan fasilitas yang ditawarkan oleh lembaga keuangan konvensional. Pemahaman dan pengetahuan pelaku agribisnis tentang lembaga keuaangan syariah juga akan mempengaruhi pandangannya mengenai lembaga keuangan syariah itu sendiri dan persepsi


(17)

pelaku agribisnis terhadap lembaga keuangan syariah tergantung dari apa yang diketahui. Jika pengetahuan tentang lembaga keuangan syariah rendah kemungkinan besar pandangan terhadap lembaga keuangan syariah pun akan rendah juga (Mukarom, 2009).

Melihat perkembangan industri perbankan syariah, saat ini pada perkembangannya industri perbankan syariah dibagi dalam dua kategori yaitu lembaga keuangan Syariah Bank (LKSB) seperti Bank Umum Syariah (BUS), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dan lembaga keuangan syariah bukan bank (LKSBB) seperti Baitul Maal wat Tamwil (BMT), pegadaian Syariah, Asuransi Syariah (Takafful) dan Unit Simpan Pinjam Syariah (USPS).

Tabel 1. Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

Jenis LKS Jumlah (unit)

2011 2012 2013 2014 2015

Bank Umum Syariah 11 11 11 12 12

Unit Usaha Syariah 24 24 23 22 22

Bank Perkreditan Rakyat Syariah 155 158 163 162 161 Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2015

Diantara Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang ada, terdapat Lembaga Keuangan Syariah (LKS) bukan bank yang dipandang sesuai untuk menerapkan pembiayaan usahatani, yakni Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Hal ini dikarenakan karakteristik dari BMT yang dapat menjalankan dua fungsi sekaligus yakni pembiayaan dan pembinaan. Kesesuaian tersebut dapat dilihat dari sisi usahatani yang selalu membutuhkan modal sehingga perlu ada lembaga yang dapat memberikan pembiayaan. Selain itu, karakteristik masyarakat pelaku agribisnis yang pada umumnya masih sangat membutuhkan pendampingan, maka BMT


(18)

dengan program pembinaannya dipandang mampu untuk melakukan pembinaan kepada pelaku agribisnis. Pembinaan tersebut dapat berupa pendampingan mengelola usahatani dengan pembiayaan di BMT dan pembinaan dari sisi spiritual seperti pengenalan prinsip haramnya riba (Ashari dan Saptana, 2005).

Selain itu BMT juga merupakan lembaga keuangan syariah yang jumlahnya paling banyak dibandingkan lembaga keuangan syariah lainnya. Jumlah BMT sendiri diperkirakan sudah mencapai 3000 unit. Perkembangan tersebut terjadi tidak lain karena kinerja BMT yang selalu meningkat sepanjang tahunnya dan juga sistem yang dianut sangat membantu masyarakat (kompasiana.com).

BMT Ngudi Makmur sudah banyak membantu masyarakat di Desa Karangsewu yang mayoritas bermata pencaharian sebagai pelaku agribisnis dalam mengajukan pembiayaan, dari bulan Januari 2015 hingga bulan Januari 2016 tercatat ada 156 orang yang mengajukan permodalan usahatani. Di sisi lain, dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nisa (2014) dengan judul “Peran Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Ngudi Makmur dalam Mensejahterakan Petani di Dusun Imorenggo, Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta” menjelaskan bahwa implementasi pembiayaan syariah yang diterapkan oleh BMT Ngudi Makmur secara umum belum sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional serta biaya administrasi dan margin juga tidak jelas. Sementara dilihat dari peran, BMT Ngudi Makmur kurang berperan dalam mensejahterakan petani.


(19)

Dengan demikian, menarik untuk dikaji bagaimana persepsi nasabah pelaku agribisnis terhadap Baitul Maal wat Tamwil dari segi fisik bangunan, produk yang ditawarkan, pelayanan pegawai terhadap nasabah serta bagaimana loyalitas nasabah pelaku agribisnis terhadap Baitul Maal wat Tamwil sebagai lembaga keuangan syariah.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui profil BMT Ngudi Makmur dan nasabah pelaku agribisnis

2. Mengetahui persepsi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi nasabah pelaku agribisnis terhadap BMT Ngudi Makmur di Desa Karangsewu.

3. Mengetahui loyalitas nasabah pelaku agribisnis terhadap BMT Ngudi Makmur di Desa Karangsewu.


(20)

C. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, berguna sebagai penambah wawasan keilmuan khususnya tentang peran lembaga keuangan syariah seperti halnya BMT terhadap para pelaku agribisnis.

2. Bagi pembaca dan peneliti lain, tulisan ini dapat dijadikan sebagai acuan dasar dan bahan pengembangan untuk penelitian kedepannya.

3. Bagi BMT Ngudi Makmur adalah sebagai bahan evaluasi dan juga sebagai saran agar dapat mengoptimalkan akad-akad yang ada serta dapat menerapkan dasar syariah yang sesuai dengan Dewan Syariah Nasional.


(21)

8

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. BMT sebagai Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga Keuangan Syariah didirikan atas dasar keinginan umat manusia untuk menghindari riba, memperoleh kesejahteraan lahir batin melalui kegiatan muamalah yang sesuai dengan perintah agamanya. Maraknya rentenir di tengah-tengah masyarakat mengakibatkan masyarakat semakin terjerumus pada masalah ekonomi yang tidak menentu. Besarnya pengaruh rentenir terhadap perekonomian masyarakat tidak lain karena tidak adanya unsur-unsur yang cukup akomodatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan mereka berkeinginan adanya suatu lembaga keuangan yang sebisa mungkin berusaha untuk beroperasi berlandaskan kepada hukum-hukum Islam. Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam terbesar di dunia juga telah merasakan kebutuhan akan adanya bank yang diharapkan dapat memberikan kemudahan-kemudahan dan jasa-jasa perbankan kepada semua umat Islam dan penduduk di Indonesia yang beroperasi tanpa riba.

Lembaga Keuangan Syariah adalah suatu badan usaha yang memiliki kekayaan utama dalam bentuk aset-aset baik finansial maupun non-finansial yang aktivitasnya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat terutama dalam membiayai investasi pembangunan (Sasrawan, 2013). Lembaga keuangan yang ada saat ini terbagi menjadi dua, yaitu lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah keduanya memiliki


(22)

persamaan yaitu berperan sebagai perantara keuangan yang menghimpun dan menyalurkan dana komersil dan non-komersil (dana sosial), sedangkan perbedaannya terletak pada sistem yang diterapkan.

Secara etimologi syariah berarti ketetapan yang Allah berikan kepada manusia yang merupakan umat-Nya, seperti halnya puasa, sholat, haji, zakat dan perbuatan baik lainnya. Kata syariat berasal dari kata syar’a al-syai’u yang berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Atau berasal dari kata syir’ah dan syariah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan alat lain. Syariat dalam istilah syar’i adalah hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW dari perkataan, perbuatan dan penetapan. Syariat dalam penjelasan Qardhawi adalah hukum-hukum Allah yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah serta dalil-dalil yang berkaitan dengan keduanya seperti ijma’ dan qiyas. Syariat Islam dalam istilah adalah apa-apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya dari keyakinan (aqidah), ibadah, akhlak, muamalah, sistem kehidupan dengan dimensi yang berbeda-beda untuk meraih keselamatan di dunia dan akhirat. Dari berbagai pengertian diatas dapat dirumuskan bahwa syariah adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan perilaku manusia baik yang berkaitan dengan hukum pokok maupun hukum cabang yang berasal dari Al-Quran dan Sunnah (Suryantari, 2013).


(23)

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang merupakan Lembaga Keuangan Syariah terdiri dari dua istilah, yaitu baitul mal dan baitut tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti zakat, infak dan shodaqoh. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dana dan penyaluran dana komersial (Djazuli, 2002), sedangkan menurut Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK) dalam pelatihannya mengenai BMT (1995) mengartikan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. BMT memiliki dua fungsi utama:

a. Baitul Maal yaitu secara etimologi berarti rumah harta sementara, secara terminologis diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial) dan sumber dananya diperoleh dari zakat, infaq, dan sodaqoh (ZIS) atau sumber lain yang halal.

b. Baitut Tamwil yaitu (Bait = rumah, At-tamwil = pengembang harta) lembaga yang melakukan kegiatan pengembang usaha - usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.

Oleh karena itu, BMT yang merupakan Lembaga Keuangan Syariah non bank diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi ini serta mampu menjadi lembaga solidaritas sekaligus lembaga ekonomi bagi rakyat kecil khususnya petani dan pelaku agribisnis lainnya untuk bersaing di pasar bebas. Artinya BMT dapat memberikan pembiayaan tanpa bunga terlebih lagi sejatinya


(24)

sistem bunga tidak pas diterapkan pada sektor pertanian. Karena petani pada waktu-waktu tertentu harus membayar cicilan meski belum panen. Kandungan nilai spiritual dalam tubuh BMT juga berperan sebagai kontrol pembiayaan yang cukup efektif. Sehingga dapat mengurangi moral hazard dan meminimalisasi risiko pembiayaan macet. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) berupaya mengkombinasikan unsur-unsur iman, taqwa, uang, materi secara optimum sehingga diperoleh hasil yang efisien dan produktif dengan demikian membantu para anggotanya untuk dapat bersaing secara efektif memberikan pembiayaan yang berbasis syariah. (www.pelita.or.id).

Ada 5 hal yang menjadi penentu perkembangan BMT yakni:

a. Pemahaman masyarakat mengenai keuangan syariah. Dengan memahami keuangan syariah, masyarakat bisa menggunakan produk-produk syariah secara bijak. Dengan tidak berlakunya sistem bunga pada lembaga keuangan syariah, menjadikan kehadiran sebuah lembaga keuangan syariah dalam peraturan dunia modern yang mengglobal, diharapkan mampu menjadi sebuah perwujudan dan perubahan terhadap sistem bunga bank konvensional yang dapat melahirkan pemerasan secara tidak langsung terlindungi oleh hukum positif yang ada. Situasi dan kondisi umat islam dewasa ini pada umumnya dan di Indonesia khususnya, tidak mungkin melepaskan diri dari perbankan konvensional dengan sistem bunganya. Karena itu suatu hal yang logis apabila para sarjana muslim atau para ulama menganggap situasi dan kondisi pada saat itu sebagai keadaan darurat. Kehadiran lembaga keuangan syariah, menjadi suatu keniscayaan dan sebagai alternative yang sangat positif


(25)

b. Pengaturan dan pengawasan yang efektif. Saat ini Otoritas Jasa Keuangan tengah mengkaji seluruh peraturan di bidang jasa keuangan khususnya non-bank dan pasar modal termasuk Lembaga Keuangan Syariah. Selain melalui lintas sektor, saat ini peraturan ditujukan untuk mengubah peraturan yang sudah ada tidak sesuai lagi dengan perkembangan produk-produk saat ini. c. Inovasi produk dan proses bisnis untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang

efisien. Lembaga Keuangan Syariah harus mampu menciptakan nilai tambah jasa keuangan syariah selain dengan prinsip syariah. Banyaknya masyarakat berpenghasilan rendah, Lembaga Keuangan Syariah mendorong untuk melakukan produk mikro.

d. Memanfaatkan teknologi informasi menjadi salah satu pendukung. Ini membantu lingkup geografis yang luas dengan biaya yang efisien.

e. Dukungan SDM dan permodalan yang memadai. Untuk menjalankan manajemen resiko dan tata kelolaan yang baik maka butuh permodalan dan SDM yang andal. Perlu peningkatan kompetensi SDM (finance.detik.com).

Ashari dan Saptana (2005:137-140) mengidentifikasi beberapa jenis produk pembiayaan syariah yang berpeluang besar untuk diterapkan pada sektor pertanian antara lain mudharabah, musyarakah, muzara’ah, bai’ al murabaha, bai’ as salam, dan bai’ al ishtishna. Adapun konsep-konsep jenis pembiayaan syariah dijelaskan sebagai berikut.

a. Mudharabah, yaitu akad kerjasama antara pihak pertama yang menyediakan seluruh modal, dan pihak lain menjadi pengelola. Bank bertindak sebagai


(26)

pemilik dana (shahibul mal) dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib).Mudharabah dibagi menjadi dua, yaitu;

1) Mudharabah mutlaqah, yaitu akad kerjasama antara pihak pertama yang menyediakan modal, dengan pihak lainnya yang mengelola tanpa pembatasan spesifikasi usaha, waktu dan lain-lain.

2) Mudharabah muqayyadah, yaitu akad kerjasama antara pihak yang pertama yang menyediakan modal, dengan pihak lainnya yang mengelola dimana pihak pertama menentukan spesifikasi usaha, waktu dan lain-lain.

b. Musyarakah, yaitu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu dimana setiap pihak memberikan kontribusi dana sesuai porsi yang disepakati.

c. Muzara’ah, yaitu akad kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan kepada penggarap untuk dikelola dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Benih yang ditanam merupakan milik dari pemilik lahan dan biaya pengerjaan dalam muzara’ah ditanggung oleh orang yang mengerjakan.

d. Murabahah, yaitu akad jual beli atas suatu barang dengan menyebutkan harga pokok dan margin atau keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli. e. Salam, yaitu akad jual beli atas suatu barang dengan jenis dan jumlah tertentu

yang penyerahannya dilakukan beberapa waktu kemudian, sedang pembayarannya di awal.


(27)

f. Istishna, yaitu akad jual beli antara pemesan atau pembeli dengan pihak produsen atau penjual atas suatu barang tertentu yang harus dipesan terlebih dahulu, dan pembayarannya dapat dilakukan di muka, di tengah, ataupun di akhir.

Secara teoritis, ada tiga hal yang menjadi pembeda pembiayaan syariah, yaitu bebas bunga, berprinsip bagi hasil dan resiko, serta perhitungan bagi hasil dilakukan pada saat transaksi berakhir. Perbedaan yang paling mendasar antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional adalah terletak pada sistem bunga. Pada lembaga keungan konvensional prinsip perhitungan kerjasama berdasarkan bunga, sementara itu lembaga keuangan syariah berdasarkan pada pembagian keuntungan atau bagi hasil (Ashari dan Saptana, 2005). Sistem bagi hasil dianggap lebih sesuai dengan iklim bisnis yang berpotensi untuk untung dan rugi seperti halnya pada sektor pertanian.


(28)

Tabel 1.Perbedaan Antara Sistem Bunga LKK dan Sistem Bagi Hasil LKS

Bunga Bagi hasil

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung

Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi

Besarnya persentase berdasarkan jumlah uang yang dipinjamkan

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang

diperoleh Pembayaran bunga tetap seperti yang

dijanjikan tanpa pertimbangan apakah usaha yang dijalankan oleh nasabah untung atau rugi

Bagi hasil bergantung pada

keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha yang dijalankan merugi, maka kerugian ditanggung kedua belah pihak

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai peningkatan jumlah pendapatan Eksistensi bunga diragukan (kalau

tidak dikecam) oleh semua agama

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

Sumber: Antonio dalam Ashari dan Saptana, 2005:137

Selain itu penghimpunan dana dari nasabah serta penyaluran/pembiayaan perbankan syariah sangat selektif dan menganut sistem “prudent” sebagaimana bank konvensional. Perbedaannya adalah “prudent” di perbankan syariah tidak hanya dalam memilih yang layak (administrasi dan profitable), tetapi juga pada jenis usaha/investasi yang dilakukan (usaha yang halal saja).oleh karena itu struktur perbankan syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk mengawasi operasional bank beserta produk yang ada didalamnya agar sesuai dengan garis-garis ketetapan syariah.


(29)

Tabel 2. Perbedaan Antara LKS dan LKK Menurut Ciri Internalnya Ciri Lembaga Keuangan Syariah Lembaga Keuangan

Konvensional Bidang Investasi Melakukan investasi yang

halal saja

Investasi yang halal dan haram

Perhitungan Hasil Berdasarkan prinsip bagi hasil

Memakai perangkat bunga

Tujuan Profit dan falah1 oriented Profit oriented Hubungan dengan

Nasabah

Kemitraan Kreditor –Debitor Pengawasan Penghimpunan dan

penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah

Tidak terdapat Dewan sejenis

Sumber: Antonio dalam Ashari dan Saptana, 2005:137 1)

Falah berarti mencari kemakmuran di dunia dan akherat 2. Pelaku Agribisnis sebagai Nasabah BMT

Pelaku agribisnis adalah orang yang melakukan usaha di sektor agribisnis. Dalam sektor agribisnis sendiri terdapat sektor hulu dan sektor hilir. Sektor hulu yaitu sektor agribisnis yang menghasilkan barang yang diperlukan dalam pertanian seperti halnya benih, pupuk, dan alat mesin pertanian. Sektor hilir yaitu sektor agribisnis yang mengolah hasil pertanian seperti halnya pengolahan makanan dan minuman, pengolahan pupuk, serta industri farmasi (Aziti, 2011).

Para pelaku agribisnis sangat berperan dalam mengolah pertanian sehingga menambah nilai tambah dari hasil pertanian itu sendiri. Dalam upaya tersebut pelaku agribisnis akan melakukan inovasi dalam pelaksanaan peningkatan nilai tambah hasil pertanian. Pelaku agribisnis perlu memperoleh pembiayaan pertanian dimana pembiayaan tersebut merupakan salah satu kebijakan penting untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di perdesaan serta memiliki peran utama dalam pembangunan pertanian (Meyer dan Nagarajan, 2000). Pembiayaan yang dimaksud adalah pembiayaan yang didalamnya tidak ada unsur yang


(30)

memberatkan pelaku agribisnis yang mana termasuk ke dalam kategori kurang mampu seperti halnya dengan adanya sistem bunga yang diterapkan lembaga keuangan konvensional yang ada.

Dari berbagai permasalahan terkait dengan peningkatan akses petani terhadap sumber pembiayaan, salah satu solusi yang dapat didorong adalah pengoptimalan peran lembaga keuangan mikro, terutama yang berbasis di perdesaan. Baitul Maal wat Tamwil (BMT), merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang keberadaannya sudah banyak ditemui di perdesaan, khususnya di Desa Karangsewu sendiri Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang ada yaitu BMT Ngudi Makmur tercatat sebanyak 156 nasabah yang melakukan pembiayaan pada tahun 2015 hingga Januari 2016.

3. Persepsi dan Faktor-Faktor yang Berhubungan

Rangkuti (2003), mendefinisikan persepsi individu sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan dan mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. Meskipun demikian, makna dari proses suatu persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan.

Selain itu menurut Rakhmat (2002), persepsi adalah pengalaman tentang objek, perisitiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan demikian, persepsi merupakan pemberian makna pada stimuli inderawi. Rakhmat merumuskan pendapat mengenai persepsi yaitu:


(31)

a. Persepsi bersifat selektif secara fungsional, ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi orang, biasanya adalah objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.

b. Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti.

c. Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Dari penjelasan sebelumnya bisa disimpulkan jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, maka semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek berupa asimilasi atau kontras.

Rakhmat (2002), mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi persepsi individu, antara lain:

1) Faktor fungsional, berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal- hal lain yang disebut sebagai faktor-faktor personal. Dalam hal ini, yang membentuk persepsi bukan bentuk atau jenis stimuli, melainkan karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Faktor- faktor fungsional pembentuk persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya.

2) Faktor struktural, berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf individu.

Sedangkan menurut Siagian (1995), faktor penyebab timbulnya persepsi antara lain:


(32)

a. Diri orang yang bersangkutan/internal, dalam hal ini yang mempengaruhi persepsi adalah karakterisitik individual itu sendiri yang meliputi sikap, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

b. Sasaran persepsi, yang menjadi sasaran persepsi berupa orang, benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya yang meliputi gerakan, suara, ukuran, dan tingkah laku.

c. Faktor lingkungan/eksternal, yang merupakan karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseoarang merasakannya atau menerimanya. Dalam hal ini tinjauan terhadap persepsi perlu adanya situasi yang mana persepsi akan timbul.

Dengan demikian, dari dua pengertian tentang persepsi diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu stimulus terhadap suatu objek yang diterima menggunakan alat indera dan kemudian mengartikannya menjadi suatu makna. Dalam hubungannya antara persepsi pelaku agribisnis terhadap Baitul Maal wat Tamwil, stimulus yang dimaksud adalah informasi tentang Baitul Maal wat Tamwil yang diterima pelaku agribisnis mengguna inderanya, kemudian dari berbagai informasi yang diterima akan diseleksi dan diproses melalui proses pembelajaran yang kemudian akan menghasilkan pemahaman tentang apa itu Baitul Maal wat Tamwil dan selanjutnya terbentuk persepsi terhadap Baitul Maal wat Tamwil. Lingkungan juga ikut berperan dalam pembentukan persepsi dimana lingkungan menjadi tempat terjadinya penerimaan informasi.


(33)

Manusia mempunyai keinginan untuk mengetahui dan mengerti lingkungan tempat hidup mereka serta mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Orang bertindak sebagian dilandasi oleh persepsi mereka pada suatu situasi. Di pihak lain, pengalamannya berperan pada persepsi orang itu. Persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta dan tindakan, karena itu, individu perlu mengerti dengan jelas tugas dan tanggung jawab yang dipikulkan kepadanya. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa walaupun seseorang hanya mendapatkan bagian-bagian informasi, ia cepat menyusunnya menjadi suatu gambaran yang meyeluruh. Informasi yang sampai pada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dari pemilihan atau penyaringan informasi tersebut, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi tersebut.

Persepsi dibentuk oleh serangkaian proses, yaitu seleksi, organisasi dan interpretasi. Ketiga proses tersebut merupakan rangkaian proses yang terjadi dengan cepat dan bersamaan. Seleksi adalah proses penyeleksian stimulus dan hanya stimulus yang sesuai dengan tujuan atau yang menarik saja yang kemudian akan diubah menjadi kesadaran. Organisasi merupakan suatu proses menyusun rangsangan ke dalam bentuk sederhana dan terpadu, sedangkan interpretasi yaitu proses di mana seseorang membentuk penilaian-penilaian dan mengambil kesimpulan yang lebih dikenal dengan evaluasi dan identifikasi (Sugiyanto, 1996).


(34)

Proses terbentuknya persepsi tidak terlepas dari bantuan alat indera sebagai penanggap yang cepat terhadap stimuli dasar seperti cahaya, warna dan suara. Sedangkan persepsi adalah proses bagaimana stimuli–stimuli itu diseleksi, di organisasikan dan diinterpretasikan. Gambar 1 berikut menggambarkan bagaimana stimuli ditangkap melalui indra dan kemudian diproses oleh penerima stimuli (persepsi).

STIMULASI Penglihatan

Suara Bau Rasa Tekstur

Pemberian Arti

Tanggapan

Persepsi Indra

penerima (Sensasi)

Perhatian


(35)

Dari hasil penelitian oleh Mukarom (2009), Rifa’i (2014) dan Mokodongan (2015) tentang persepsi petani terhadap Lembaga Keuangan Syariah adalah sebagai berikut:

1. Ajen Mukarom (2009) dengan judul “Analisis Persepsi Petani Terhadap Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)” mengatakan bahwa Responden merasa diberatkan pada sistem bunga. Sebagian besar responden mengetahui LKS sebagai lembaga keuangan yang menerapkan sistem syariah. LKS kurang dikenal masyarakat. Sebagian besar responden mengetahui kelebihan LKS adalah bebas dari riba. Selain itu, responden juga menyebutkan bahwa LKS terdapat kelemahan yaitu kurangnya sosialisasi. Dengan demikian sebagian besar responden berpersepsi bahwa sosialisasi yang dilakukan LKS kurang baik dan sama halnya dengan prospek LKS, yaitu mayoritas menilai kurang baik.

2. Akhmad Rifa’i (2014) dengan judul “Analisis Persepsi Masyarakat Petani Terhadap Baitul Mal Watamwil (Studi Kasus pada Masyarakat Petani di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal)” mengatakan bahwa persepsi masyarakat tentang BMT (Baitul Mal Watamwil) di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal secara umum dapat dikategorikan baik, akan tetapi masih banyak yang ragu-ragu mengenai sistem bagi hasilnya disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang BMT (Baitul Mal Watamwil), baik itu mengenai nama-nama produk, jenis dan lain-lain.


(36)

3. Fahri Zulkifli Mokodongan (2015) dengan judul “Analisis Persepsi Petani Terhadap Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus di Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul)” mengatakan bahwa Persepsi petani terhadap lembaga keuangan syariah di Kecamatan Bantul secara umum kurang baik disebabkan oleh kurangnya pemahaman petani tentang lembaga keuangan syariah. Persepsi dengan capaian kategori baik antara lain terdapat pada indikator sistem bagi hasil, keadilan sistem bagi hasil, dan memandang bahwa lembaga keuangan syariah mempunyai prospek yang baik dengan adanya syarat yang mudah serta beragamnya produk yang ditawarkan. Sementara itu petani menilai akses informasi dan promosi yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah kurang.

B. Kerangka Pemikiran

Keberadaan BMT Ngudi Makmur di Desa Karangsewu ini dianggap sebagai rangsangan kepada para pelaku agribisnis setempat yang kemudian mengakibatkan terjadinya proses interaksi. Proses interaksi yang terjadi pada pelaku agribisnis dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu lingkungan tempat tinggal dan lingkungan aktivitas organisasi. Interaksi yang dimaksud adalah seberapa sering terjadi kontak antara pelaku agribisnis dengan lembaga keuangan syariah, disini yang dimaksud adalah BMT Ngudi Makmur, yang dilihat dari pernah atau tidaknya pelaku agribisnis mendapatkan informasi, sosialisasi, ataupun pernah tidaknya memanfaatkan lembaga ini sebagai media pengembangan usaha dan keuangan para pelaku agribisnis. Dalam proses interaksi akan terjadi proses belajar, dikarenakan adanya pertukaran informasi antara pelaku agribisnis dengan BMT.


(37)

Selanjutnya, hasil dari proses interaksi akan menciptakan suatu persepsi pelaku agribisnis terhadap BMT dari segi fisik, produk yang ditawarkan, dan pelayanan petugas BMT. Selanjutnya dari persepsi yang timbul diiringi juga dengan timbulnya loyalitas dari nasabah pelaku agribisnis terhadap BMT.

Lembaga keuangan syariah telah berhasil mengembangkan sistem perekonomian berbasis syariah, hal ini diikuti dengan perkembangan lembaga keuangan syariah yang pesat dan tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, termasuk lembaga keuangan syariah dalam bentuk BMT yang kini telah mencapai Desa Karangsewu.


(38)

Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran

Profil Nasabah BMT Ngudi Makmur Identitas diri

1. Pendapatan 2. Tingkat Pendidikan 3. Tingkat Pengeluaran 4. Jumlah Tanggungan 5. Jarak menuju BMT 6. Aktivitas Organisasi 7. Asal Informasi

Profil BMT Ngudi Makmur

1. Proses pendirian 2. Struktur organisasi 3. Karakteristik anggota 4. Produk pembiayaan 5. Manajemen

Interaksi

1. LK yang dikenal dulu 2. Menabung pertama kali 3. Meminjam pertama kali

Persepsi Terhadap BMT Ngudi Makmur Kondisi Fisik BMT

1. Bangunan BMT 2. Lokasi BMT 3. Kebersihan BMT 4. Kenyamanan BMT

Produk BMT

1. Kemudahan pembiayaan

2. Keadilan sistem bagi hasil yang diterapkan 3. Keragaman produk yang ditawarkan 4. Kesesuian akad yang diterapkan di BMT 5. Keamanan produk

6. Angsuran yang dibebankan

Pelayanan BMT

1. Ketepatan petugas dalam pelayanan 2. Keramahan petugas dalam pelayanan

Loyalitas

1. Akses berulang 2. Coba produk lain

3. Mengajak orang lain untuk menjadi anggota


(39)

26

III. METODE PENELITIAN

Penelitian tentang Persepsi dan Loyalitas Nasabah Pelaku Agribisnis Terhadap BMT Ngudi Makmur di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Nawawi, (2012) metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak, atau sebagaimana adanya. Metode ini mendeskripsikan tentang kondisi fisik, produk yang ditawarkan, dan pelayanan karyawan BMT Ngudi Makmur di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo.

A. Teknik Penentuan Lokasi dan Pengambilan Sampel 1. Teknik Penentuan Lokasi

Penelitian dilakukan secara sengaja di Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo dikarenakan merupakan kawasan progam transmigrasi lokal Ring 1 dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berbasis pertanian sekaligus sebagai lokasi dari BMT Ngudi Makmur. Adanya progam transmigrasi lokal sebagai salah satu pembangunan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui lembaga keuangan mikro, yaitu BMT Ngudi Makmur. BMT Ngudi Makmur merupakan lembaga keuangan syariah yang awalnya memberikan pembiayaan syariah di bidang pertanian terhadap warga transmigrasi lokal dan pelaku agribisnis sekitar


(40)

untuk keperluan usaha. Saat ini nasabahnya tidak hanya berasal dari warga Desa Karangsewu itu sendiri tetapi juga ada yang berasal dari luar desa, bahkan luar kabupaten. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Ana Fauziyatun Nisa tahun 2014 dengan judul “Peran Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Ngudi Makmur dalam Mensejahterakan Petani di Dusun Imorenggo, Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi pembiayaan syariah oleh BMT Ngudi Makmur secara umum tidak sesuai dengan fatwa DSN, biaya administrasi dan margin tidak jelas, namun untuk pencairan dana cukup baik. Sedangkan implementasi pembiayaan syariah di BMT Ngudi Makmur yang diterapkan oleh petani sudah sesuai, baik dari kesesuaian penggunaan dana maupun ketepatan pengembalian. Sementara dilihat dari peran, BMT Ngudi Makmur kurang berperan dalam mensejahterakan petani. 2. Teknik Pengambilan Sampel Pelaku Agribisnis

Sampel yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini adalah nasabah BMT Ngudi Makmur. Dari 156 nasabah yang terdaftar sebagai nasabah BMT Ngudi Makmur dan 79 orang bertempat tinggal di Desa Karangsewu, sedangkan 67 orang sisanya bertempat tinggal diluar desa.

Jumlah sampel bervariasi di masing-masing dusun yang ada di Desa Karangsewu, maka untuk mempermudah pengambilan sampel dalam penelitian penulis menggunakan teknik pengambilan sampel secara Cluster Sampling. Sampel pada setiap dusun dibuat tiga kelas kategori yaitu dusun yang keberadaannya sangat dekat dengan letak BMT Ngudi Makmur, dusun yang


(41)

jaraknya menengah, serta dusun yang jauh dengan BMT Ngudi Makmur, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Dusun yang keberadaannya dekat dengan BMT Ngudi Makmur berada yang meliputi dusun Imorenggo dan Siliran berjumlah 39 orang.

2. Dusun yang jaraknya menengah dari BMT Ngudi Makmur yang meliputi dusun Sorogaten dan Gupit berjumlah 24 orang.

3. Dusun yang jauh dengan BMT Ngudi Makmur yang meliputi Bapangan, Bedoyo, Wonopeti dan Barongan berjumlah 16 orang.

Berdasarkan jumlah anggota populasi tersebut, maka jumlah sampel diambil secara proporsional masing-masing 50 persen dari kategori yang ada sehingga total responden ada 39 sampel. Jumlah sampel yang diambil dari jumlah nasabah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 1. Jumlah Sampel Pada Masing-Masing Sebaran Dusun Kategori Dusun Responden Kisaran

Jarak

Jumlah Nasabah

Jumlah Sampel Dusun yang dekat dengan lokasi BMT

Ngudi Makmur

< 0,5 km

39 19

Dusun dengan jarak menengah terhadap lokasi BMT Ngudi Makmur

0,6 – 1,9

km 24 12

Dusun yang jauh dengan lokasi BMT Ngudi Makmur

> 2 km

16 8

Jumlah 79 39


(42)

B. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder yang dikumpulkan dengan berbagai metode:

1. Data Primer

Data penelitian yang diperoleh langsung dari pelaku agribisnis sekitar dan pegawai BMT Ngudi Makmur secara acak. Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan pelaku agribisnis yang menjadi responden menggunakan kuesioner terstruktur.

Data yang akan diteliti dari pelaku agribisnis meliputi data identitas diri pelaku agribisnis, frekuensi peminjaman dana dari BMT Ngudi Makmur, implementasi pembiayaan untuk usaha, dan tingkat kemampuan pengembalian dana serta tingkat pemahaman pelaku agribisnis terhadap produk-produk BMT, sedangkan data dari BMT Ngudi Makmur meliputi data proses pendirian BMT Ngudi Makmur dan implementasi pembiayaan di BMT Ngudi Makmur. Selain wawancara, pengumpulan data primer dilakukan dengan proses pengamatan secara langsung di BMT Ngudi Makmur dan lokasi pelaku agribisnis.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari BMT Ngudi Makmur, meliputi gambaran umum BMT Ngudi Makmur, syarat-syarat pembiayaan dan mekanisme pengajuan pembiayaan di BMT Ngudi Makmur. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari Pemerintah Desa Karangsewu yakni data monografi Desa Karangsewu.


(43)

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah

Asumsi adalah hal-hal yang dianggap benar tanpa dilakukan pembuktian. Asumsi dalam penelitian ini adalah pelaku agribisnis di Desa Karangsewu mempunyai kebebasan dalam mengakses lembaga keuangan baik konvensional maupun syariah dan menjadi nasabah BMT merupakan keputusan individu

Pembatasan Masalah dalam penelitian ini adalah masyarakat di Desa Karangsewu yang berinteraksi dengan BMT Ngudi Makmur sebagai nasabah dan melakukan pembiayaan seperti pinjaman usaha dan menabung.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Faktor eksternal merupakan karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalam proses pembentukan persepsi.

a. Jarak merupakan suatu gambaran dimana BMT berada. Lokasi disini BMT keberadaannya dekat atau tidak dengan tempat tinggal pelaku agribisnis. b. Aktivitas organisasi adalah segala macam kegiatan yang dilakukan secara

berkelompok demi mencapai tujuan bersama.

c. Asal informasi adalah sumber informasi yang diperoleh pertama kali oleh pelaku agribisnis sehingga mengetahui keberadaan BMT Ngudi Makmur serta memutuskan untuk menjadi anggota.

2. Faktor Internal yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu nasabah pelaku agribisnis yang menggambarkan tentang identitas diri pelaku agribisnis yang kaitannya dengan tingkat pendidikan, pendapatan tingkat pengeluaran, dan jumlah tanggungan dalam keluarga.


(44)

a. Tingkat Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang pernah ditempuh responden. Kategori pendidikan meliputi Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat, Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat, diploma, sarjana, dan tidak sekolah.

b. Tingkat Pengeluaran adalah jumlah uang yang dikeluarkan responden selama satu bulan terakhir dan satu tahun terakhir dihitung dengan satuan rupiah (Rp).

c. Pendapatan adalah jumlah pendapatan yang diperoleh nasabah pelaku agribisnis dari usaha yang digelutinya setiap bulan baik dalam pertanian maupun luar pertanian, diukur dalam satuan rupiah (Rp)

d. Jumlah tanggungan adalah jumlah orang dalam keluarga nasabah yang masih menjadi tanggungannya.

3. Interaksi pelaku agribisnis dengan BMT Ngudi Makmur yang merupakan pertemuan antara faktor internal yang ada dalam diri nasabah pelaku agribisnis dengan faktor eksternal sehingga terjadi pertukaran informasi tentang gambaran keadaan yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya persepsi.

4. Persepsi adalah suatu stimulus terhadap suatu objek yang diterima menggunakan alat indera dan kemudian mengartikannya menjadi suatu makna. Persepsi yang digambarkan meliputi persepsi pelaku agribisnis terhadap kondisi fisik BMT, Produk yang ditawarkan BMT Ngudi Makmur serta persepsi pelaku agribisnis terhadap pelayanan oleh petugas BMT.


(45)

a. Bangunan adalah struktur buatan manusia yang terdiri dari dinding, atap dan lantai yang didirikan permanen atau sementara di suatu tempat.

b. Lokasi adalah letak keberadaan bangunan BMT di suatu wilayah

c. Kebersihan adalah keadaan dimana menurut keyakinan dan akal manusia dianggap tidak mengandung noda atau kotoran

d. Kenyamanan adalah suatu kondisi yang dirasakan nasabahsaat berada dalam ruangan/bangunan BMT.

e. Kemudahan pembiayaan adalah hal yang dirasakan nasabah dalam mengakses pembiayaan atau produk yang ditawarkan oleh BMT.

f. Keadilan sistem bagi hasil adalah sistem yang diterapkan dalam pembiayaan usaha oleh BMT kepada nasabahnya. Dalam prinsipnya sistem bagi hasil dilakukan dengan perjanjian antara kedua belah pihak yang bertujuan untuk dapat saling menguntungkan.

g. Keragaman produk adalah suatu gambaran nasabah terhadap informasi yang diperoleh tentang produk yang ditawarkan oleh BMT tidak hanya satu jenis saja melainkan ada produk lain yang juga terdapat dalam BMT tersebut yang bisa diakses.

h. Kesesuaian akad adalah suatu gambaran yang dirasakan nasabah dalam mengakses pembiayaan yang diberikan apakah sesuai dengan kebutuhannya. i. Keamanan produk adalah adanya jaminan yang diperoleh nasabah terkait

dengan transaksi keuangan dan jaminan keselamatan pribadi seperti halnya kerahasiaan identitas diri nasabah.


(46)

j. Ringan tidaknya angsuran adalah hal yang dirasakan nasabah disaat mengembalikan pinjaman kepada BMT dengan cara mengangsurnya hingga lunas. Besarnya angsuran dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak. k. Ketepatan pelayanan adalah halyang dirasakan nasabah terhadap pelayanan

petugas tentang pemberian produk yang sesuai dengan yang dibutuhkannya saat ini.

l. Keramahan pelayanan adalah hal yang dirasakan terhadap pelayanan petugas saat mengakses BMT. Keramahan petugas dilihat dari tutur kata serta sikap yang diperlihatkan dalam melayani nasabah.

Persepsi pelaku agribisnis terhadap BMT Ngudi Makmur mempunyai kisaran skor 1 sampai 5 (Tabel 5).


(47)

Tabel 2. Pengukuran Variabel Persepsi Pelaku Agribisnis

Indikator Persepsi Skor

1 2 3 4 5

1. Bangunan BMT Sangat Tidak Baik Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik

2. Lokasi BMT

Sangat Tidak Strategis

Tidak Strategis

Kurang Strategis

Strategis Sangat Strategis

3. Kebersihan BMT Sangat Tidak Bersih Tidak Bersih Kurang Bersih Bersih Sangat Bersih

4. Kenyamanan BMT Sangat Tidak Nyaman Tidak Nyaman Kurang Nyaman Nyaman Sangat Nyaman

5. Kemudahan pembiayaan

Sangat Sulit Sulit Tidak Terlalu Sulit

Mudah Sangat Mudah

6. Keadilan sistem bagi hasil

Sangat Tidak Adil

Tidak Adil Kurang Adil Adil Sangat Adil

7. Keragaman produk yang ditawarkan

Sangat Tidak Beragam

Tidak Beragam

Kurang Beragam

Beragam Sangat Beragam

8. Kesesuaian akad yang diterapkan di BMT

Sangat Tidak Sesuai

Tidak Sesuai Kurang Sesuai

Sesuai Sangat Sesuai

9. Keamanan produk Sangat Tidak Aman Tidak Aman Kurang Aman Aman Sangat Aman

10. Ringan tidaknya angsuran

Sangat Berat Berat Tidak Terlalu Berat

Ringan Sangat Ringan

11. Ketepatan pelayanan

Sangat Tidak Tepat

Tidak Tepat Kurang Tepat

Tepat Sangat Tepat

12. Keramahan petugas Sangat Tidak Ramah

Tidak Ramah

Kurang Ramah

Ramah Sangat Ramah


(48)

5. Loyalitas merupakan dorongan perilaku untuk melakukan akses secara berulang-ulang terhadap suatu produk yang terdapat dalam BMT. Loyalitas yang digambarkan meliputi loyalitas nasabah pelaku agribisnis dalam mengakses pembiayaan di BMT Ngudi Makmur. Loyalitas nasabah dilihat dari akses berulang produk, mencoba produk lain yang ditawarkan BMT, mengajak orang lain untuk ikut bergabung menjadi anggota BMT, menceritakan kelebihan yang dimiliki BMT.

Loyalitas nasabah pelaku agribisnis terhadap BMT Ngudi Makmur mempunyai skor 1 untuk jawaban (Tidak) dan 2 untuk jawaban (Ya)

Tabel 3. Pengukuran Variabel Loyalitas Nasabah Pelaku Agribisnis

Indikator Loyalitas Ya Tidak

1. Mengakses produk berulang 2 1

2. Mencoba produk lain 2 1

3. Mengajak orang lain 2 1

4. Menceritakan kelebihan 2 1

E. Teknik Analisis Data

Perkembangan BMT Ngudi Makmur dianalisis secara deskripsi yaitu memaparkan keseluruhan proses terkait pendirian dan perkembangan BMT Ngudi Makmur di Desa Karangsewu. Data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.


(49)

Setelah data terkumpul dari responden yang dijadikan sampel objek penelitian, selanjutnya akan dianalisis terhadap data yang terkumpul. Untuk mengetahui tentang persepsi dan loyalitas nasabah pelaku agribisnis terhadap Baitul Maal wat Tamwil, dianalisis menggunakan perhitungan interval dengan rumus seperti berikut:

Interval(i)

=

� � �� � � −� � �� � �

∑ �� � �

=

60−12

5

=

9,6

Tabel 4. Kategori Persepsi Pelaku Agribisnis

Kategori Persepsi Nasabah Pelaku Agribisnis Pencapaian Skor

Sangat Tidak Baik 12,00 – 21,59

Tidak Baik 21,60 – 31,19

Kurang Baik 31,20 – 40,79

Baik 40,80 – 50,39

Sangat Baik 50,40 – 60,00

Kisaran Skor 12,00 – 60,00

Interval(i) =

� � �� � � −� � �� � � ∑ �� � �

=

8−4

5


(50)

Tabel 5. Kategori Loyalitas Nasabah Pelaku Agribisnis Kategori Loyalitas Nasabah Pelaku Agribisnis Pencapaian Skor

Sangat Rendah 4,00 – 4,79

Rendah 4,80 – 5,59

Sedang 5,60 – 6,39

Tinggi 6,40 – 7,19

Sangat Tinggi 7,20 – 8,00

Kisaran Skor 4,00 – 8,00

Untuk mengetahui hubungan persepsi dengan interaksi dan loyalitas dilakukan analisis Cross Tabulation. Sementara itu untuk mengetahui hubungan antara persepsi dan faktor-faktor yang menimbulkan persepsi dilakukan perhitungan menggunakan rumus Rank Spearman (rs) dengan rumus sebagai berikut:

rs

= 1

6∑ �

2 2

−1 Keterangan: rs = Rank Spearman

di = Ranking dari anggota sampel n = Jumlah sampel


(51)

38

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Kulon Progo 1. Letak dan Luas Wilayah

Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates memiliki luas wilayah 58.627,512 ha (586,28 km2) terdiri dari 12 kecamatan 87 desa, 1 kelurahan, 917 pedukuhan, 1.825 rukun warga, serta 4.469 rukun tetangga. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat, dengan batas wilayah sebagai berikut; bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, bagian Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia, bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, dan bagian Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang

Kabupaten Kulon Progo memiliki rata-rata curah hujan sebesar 187 mm dan rata-rata hari hujan 14 hh per bulan selama tahun 2013. Menurut ketinggian tanahnya, 33% wilayah Kabupaten Kulon Progo terletak pada ketinggian 101-500 m di atas pemukaan air laut (dpal).

2. Keadaan Penduduk di Kabupaten Kulon Progo

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk, dibandingkan dengan tahun 1980, penduduk Kabupaten Kulon Progo di tahun 2010 bertambah 8.814 jiwa. Beberapa indikator kependudukan berdasar Sensus Penduduk 1980 - 2010 di Kabupaten Kulon Progo adalah pada Tabel 9 sebagai berikut :


(52)

Tabel 1. Sensus Penduduk 1980 - 2010 di Kabupaten Kulon Progo Sensus

Penduduk

Jumlah Penduduk

Jumlah

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Laki - laki Perempuan

1980 185.232 195.453 380.685 649

1990 182.344 189.965 372.309 635

2000 182.672 188.272 370.944 633

2010 190.694 198.175 388.869 663

Sumber: BPS Kulon Progo 2014

Di Kabupaten Kulon Progo, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Pada tahun 2010, mayoritas penduduk berada di Kecamatan Pengasih 11,62 persen Kecamatan Sentolo 11,45 persen, dan Kecamatan Wates 11,31 persen, sedangkan 9 kecamatan lainnya memiliki jumlah penduduk kurang dari 10 persen.

Komposisi penduduk menurut kelompok umur hampir merata di setiap level kelompok umur. Pada tahun 2010, jumlah penduduk usia muda (0-14) tahun sebanyak 89.691 jiwa (23,06 persen), penduduk usia produktif (15-49) tahun sebanyak 251.870 jiwa (64,77 persen), dan penduduk usia tua (65 tahun keatas) sebanyak 47.308 jiwa (12,17 persen). Angka beban ketergantungan penduduk usia produktif sebesar 54, artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sebanyak 54 penduduk usia tidak produktif.

3. Keadaan Pertanian di Kabupaten Kulon Progo

Komoditas pertanian yang berada di daerah Kabupaten Kulon Progo meliputi padi, palawija, dan hortikultura serta tanaman perkebunan. Dari jenis padi, terdapat jenis padi sawah dan padi ladang dengan total produksi mencapai 114.702 ton pada tahun 2013. Dari total produksi padi tersebut, sebanyak 112.007 ton merupakan padi sawah dan sisanya sebanyak 2.695 ton adalah padi ladang.


(53)

Sementara itu, jenis palawija seperti ketela pohon, jagung, kedelai, dan kacang tanah menempati posisi komoditas produksi tertinggi pada tahun 2013. Dari jenis tanaman hortikultura, komoditas potensial di Kulon Progo meliputi cabai, pisang, melon, dan semangka. Sementara dari jenis tanaman perkebunan, kelapa cukup potensial untuk terus dikembangkan karena secara fisik, sebagian besar keadaan wilayah Kulon Progo merupakan dataran rendah sehingga mendukung tanaman kelapa tumbuh dengan baik.

Tabel 2. Hasil Pertanian Tertinggi Kabupaten Kulon Progo Tahun 2014 Jenis Komoditas Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) 1. Padi:

a. Padi sawah b. Padi ladang

112.007 2.695

6,35 3,42 2. Palawija:

a. Ketela pohon b. Jagung c. Kedelai d. Kacang tanah

45.793 27.436 3.874 1.364 - - - - 3. Sayuran dan buah-buahan:

a. Cabai b. Petsai

c. Bawang merah d. Melon dan semangka e. Pisang

f. Mangga

10.920,8 3.265,8 2.150,5 29.884,2 19.785,8 9.246,9 - - - - - - 4. Perkebunan:

a. Kelapa b. Kopi c. Kakao d. Cengkeh

22.298,14 706,81 1.043,87 355 - - - - 5. Tanaman obat-obatan:

a. Kunyit b. Jahe

c. Temulawak d. Kencur e. Kapulaga

2.988,23 2.040,723 2.186,66 1.764,03 1.281,33 - - - - - Sumber: BPS Kulon Progo 2014


(54)

Berbagai jenis komoditas yang tercantum dalam Tabel 10 di atas merupakan komoditas dengan angka produksi tertinggi di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013.

B. Keadaan Wilayah Kecamatan Galur

Kecamatan Galur merupakan salah satu dari 12 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, terdiri dari 7 desa yaitu Brosot, Kranggan, Banaran, Nomporejo, Karangsewu, Pandowan dan Tirtorahayu yang terbagi dalam 75 pedukuhan, 148 RW, 305 RT dengan luas wilayah 3.291,2325 ha, jumlah penduduk 35.489 jiwa.

Luas wilayah Kecamatan Galur sebesar 3.291,2325 ha dengan penggunaan tanah pekarangan seluas 17,8705 ha, tanah sawah seluas 1.227,0000 ha, tanah tegalan seluas 956,2364 ha dan lain-lainnya seluas 890,1256 ha.

Terdapat wilayah di wilayah selatan Kecamatan Galur yang memanfaatkan lahan pasir pantai sebagai lahan untuk bercocok tanam. Lahan pasir pantai sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi lahan budidaya yang produktif terutama untuk budidaya tanaman seperti semangka, melon, buah naga, pepaya, dan cabai. Lahan pasir pantai yang berada di pedukuhan Imorenggo, merupakan daerah transmigrasi lokal yang berasal dari Kecamatan Samigaluh, Kecamatan Nanggulan, dan Kecamatan Kokap yang merupakan wilayah rawan bencana longsor di Kabupaten Kulon Progo.


(55)

C. Keadaan Wilayah Desa Karangsewu

Desa Karangsewu merupakan salah satu desa di Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo. Kecamatan Galur secara administratif memiliki 7 desa dan salah satunya adalah Desa Karangsewu dengan 17 pedukuhan yang merupakan wilayah Resettlement dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi D. I. Yogyakarta. Penempatan masyarakat di lokasi transmigrasi lokal dimulai sejak sepuluh tahun yang lalu tepatnya 12 Desember 2005.

Luas wilayah Desa Karangsewu adalah 926,2370 ha, dengan kondisi geografis berada pada 6 mdpl dengan keadaan suhu rata-rata 30C. Dari luas tersebut 243,6885 ha merupakan daerah pemukiman, perkantoran 0,3000 ha, tempat ibadah (Masjid, Gereja, Pura, Vihara, dan lain-lain) seluas 0,9950 ha, pemakaman umum seluas 2,1950 ha, dan 4,0000 ha untuk penggunaan jalan.

Selain penggunaan lahan tersebut diatas, lahan di Desa Karangsewu merupakan hamparan sawah, tegalan, perkebunan, dan hutan. Luas areal persawahan di Desa Karangsewu adalah 247,9495 ha yang terdiri atas; sawah pengairan setengah teknis seluas 239,7895 ha, sawah tadah hujan seluas 18,0000 ha, dan sawah pasang surut 6,3600 ha. Untuk perkebunan dan hutan di Desa Karangsewu merupakan perkebunan dan hutan rakyat dengan luas masing-masing 178,7216 ha dan 45,0000 ha.

Disisi selatan Desa Karangsewu merupakan daerah pantai dan sebagian sebagian daerah pantai tersebut merupakan daerah yang kritis/tandus. Luas lahan kristis/tandus di Desa Karangsewu mencapai 120 ha. Lahan kritis tersebut terus diupayakan oleh Pemerintah Desa untuk dioptimalkan penggunaannya sebagai


(56)

lahan pertanian yang produktif guna meningkatkan pendapatan masyarakat Desa Karangsewu.

Batas wilayah Desa Karangsewu adalah Desa Tirtorahayu di bagian Utara, Samudra Indonesia di bagian Selatan, Desa Bugel di bagian Barat, dan Desa Nomporejo di bagian Timur. Selain itu, Desa Karangsewu mempunyai jarak 2,50 Km dengan Ibukota Kecamatan yaitu Kecamatan Galur, 16 Km dengan Ibukota Kabupaten Kulon Progo, dan 29 Km dengan Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

1. Potensi Wilayah Selatan Desa Karangsewu

Imorenggo merupakan lokasi transmigrasi lokal di Desa Karangsewu yang memiliki dua potensi alam yang dapat diunggulkan, yakni potensi pertanian dan wisata bahari. Potensi pertanian yang berkembang di Dusun Imorenggo yaitu sistem pertanian lahan pasir pantai. Hal ini dikarenakan Dusun Imorenggo termasuk wilayah dengan struktur tanah pasir yang pada umumnya dikenal sebagai lahan marginal. Namun, ternyata lahan pasir di Dusun Imorenggo dapat dikelola dengan baik untuk lahan pertanian. Sejak awal dihuni, masyarakat Dusun Imorenggo telah memanfaatkan lahan pasir tersebut menjadi lahan pertanian yang dapat menumbuhkan berbagai tanaman dengan subur.

Selain pertanian, Dusun Imorenggo juga berpotensi untuk mengembangkan wisata bahari. Hal ini dikarenakan letak Dusun Imorenggo yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sepanjang kurang lebih 2 km sangat berpotensi untuk dikelola. Apabila dikolaborasikan antara potensi bahari dengan potensi pertanian yang ada, Imorenggo sangat berpotensi untuk mengembangkan wisata


(57)

agrobahari. Perpaduan antara pemandangan pantai dan berbagai jenis tanaman lahan pasir pantai menjadi hal unik yang belum banyak ditemukan di wilayah-wilayah lain. Hal ini pula yang menjadi salah satu latar belakang pemerintah Kulon Progo mencanangkan Imorenggo sebagai Desa Wisata Agrobahari pada akhir tahun 2011.

2. BMT Ngudi Makmur sebagai Lembaga Penggerak Perekonomian

Sektor ekonomi merupakan sektor yang berpengaruh untuk menunjang kemajuan suatu wilayah. Dalam hal ini, koperasi dipandang mampu menjadi alternatif penggerak naiknya perekonomian masyarakat. Pada tahun 2013, terdapat 353 koperasi di Kabupaten Kulon Progo (BPS, 2014). Sedangkan, di Desa Karangsewu lembaga keuangan ada beberapa macam diantaranya Bank terdapat 1 unit, Usaha Bersama terdapat 1 unit, Lembaga Keuangan Mikro terdapat 1 unit, Kelompok Simpan Pinjam terdapat 32 unit, Lembaga Keuangan Mikro terdapat 1 unit, Koperasi Simpan Pinjam terdapat 2 unit, Koperasi Tani terdapat 1 unit dan Simpan Pinjam PNPM-MP terdapat 1 unit.

Dari sejumlah koperasi yang ada, di Desa Karangsewu terdapat 32 koperasi simpan pinjam yang salah satunya menangani keuangan di daerah transmigrasi lokal. Lembaga keuangan tersebut adalah KJKS BMT Trans Ngudi Makmur yang selanjutnya dikenal sebagai BMT Ngudi Makmur. Nasabah yang terdaftar pada tahun 2013 sebanyak 358 anggota dan setiap tahunnya bertambah 40 sampai 50 orang. Diantara nasabah tersebut, sebagian besar bermata pencaharian di sektor agribisnis.


(58)

Terbentuknya BMT Ngudi Makmur bermula dari adanya pertemuan warga dengan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kulon Progo. Pertemuan tersebut merupakan salah satu bentuk pendampingan dari dinas yang membahas tentang adanya bantuan program pembinaan untuk masyarakat Imorenggo, diantaranya program Bio Cyclo Farming (BCF). Dalam memudahkan penyaluran bantuan program dibutuhkan lembaga pengelola keuangan, kemudian dari pertemuan tersebut tercetuslah ide dan disepakati untuk membentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Imorenggo yang selanjutnya dikenal dengan BMT Ngudi Makmur.

Ada beberapa lembaga lain yang terdapat di Imorenggo, yaitu takmir masjid, karang taruna, kelompok tani, kelompok nelayan, dan kelompok usaha bersama (KUB). Dengan adanya lembaga-lembaga tersebut memudahkan Dinsosnakertrans Kabupaten Kulon Progo melakukan pendampingan dan pembinaan di Imorenggo. Takmir masjid merupakan lembaga yang pertama kali dibentuk oleh masyarakat Imorenggo untuk mengelola masjid. Takmir masjid bertanggung jawab atas manajemen masjid, terutama terkait kepengurusan dan pengelolaan keuangan masjid. Kegiatan keislaman juga menjadi salah satu kegiatan rutin dilaksanakan oleh takmir masjid bekerja sama dengan karang taruna, seperti peringatan hari besar Islam.

Karang taruna merupakan lembaga di Imorenggo yang paling aktif mengadakan kegiatan. Diantaranya adalah kegiatan lomba-lomba olahraga di luar Imorenggo, kegiatan peringatan hari besar Islam bekerja sama dengan takmir


(59)

masjid, dan kegiatan-kegiatan rutin seperti peringatan kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus.

Kelompok tani merupakan kelompok yang anggotanya terdiri dari para petani di Imorenggo. Pertemuan rutin yang diadakan oleh kelompok tani di Imorenggo setiap 35 hari sekali (selapanan). Dalam pertemuan tersebut membahas masalah-masalah yang dihadapi para petani dan penentuan awal musim tanam. Dengan adanya kelompok tani, Dinsosnakertrans mudah untuk mengontrol perkembangan usahatani masyarakat Imorenggo. Selain itu, dengan adanya lembaga ini, bantuan-bantuan untuk pengembangan program transmigrasi lokal Dusun Imorenggo juga menjadi mudah untuk diturunkan. Beberapa contoh bantuan yang telah diberikan yaitu program Bio Cyclo Farming (BCF) dan bantuan bibit pepaya california.

Kelompok nelayan merupakan kelompok yang terdiri dari masyarakat Imorenggo yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Kelompok nelayan tergolong kelompok baru apabila dibandingkan kelompok lainnya yang ada di Imorenggo. Pada tahun 2011, kelompok nelayan mendapat bantuan dari Dinsosnakertrans berupa perahu. Kelompok Usaha Bersama (KUB) merupakan kelompok yang fokus pada pengelolaan kegiatan usaha. Dalam kelompok ini tergabung dua kelompok utama yaitu kelompok kuliner dan kelompok ternak ayam petelur. Kelompok usaha kuliner terdiri dari ibu-ibu yang berminat menjalankan usaha kuliner di Imorenggo. Produk yang dihasilkan dari usaha kuliner meliputi sirup rosela dan minuman kemasan rosela. Sementara kelompok peternak ayam petelur telah mendapatkan bantuan berupa mesin penetas.


(60)

47 1. Sejarah BMT Ngudi Makmur

Pada tanggal 22 Desember 2009, LKM di Imorenggo resmi terdaftar di Dinas Koperasi dan memiliki badan hukum dengan nomor 34/BH/XV.3/2009 dengan nama KJKS BMT Trans Ngudi Makmur yang selanjutnya dikenal sebagai BMT Ngudi Makmur. Pembinaan yang berjalan selama ini berasal dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil Menengah (PINBUK) dan Dinas Koperasi Kabupaten Kulon Progo berupa pelatihan-pelatihan, seperti pelatihan untuk pengurus, pengawas dan pengelola.

Dalam upaya pengumpulan modal LKM, dibutuhkan sejumlah orang yang bertugas mengumpulkan modal dari masyarakat yang disebut sebagai tim motivator saham. Tim motivator saham bertugas mencari calon pembeli saham dengan cara memberikan sosialisasi ke setiap RT di Imorenggo. Hasilnya, total modal yang terkumpul dari masyarakat Imorenggo berjumlah Rp 8 juta dengan harga Rp 30.000 per lembar. Selain itu, untuk mendukung permodalan, BMT Ngudi Makmur mendapatkan dana hibah dari Dinsosnakertrans Kulon Progo sebesar Rp 35 juta pada tahun 2010.


(61)

2. Struktur Organisasi BMT Ngudi Makmur

Visi BMT Ngudi Makmur adalah menjadi lembaga keuangan yang dapat mendukung kelancaran ekonomi dan kemajuan serta kesejahteraan anggota dan masyarakat di Imorenggo. Dalam menjalankan sebuah organisasi, perlu adanya struktur yang merupakan salah satu sarana manajemen untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi merupakan susunan atau hubungan antara tiap bagian secara posisi yang ada dalam perusahaan dalam menjalin kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Pembentukan struktur organisasi dalam sebuah organisasi bertujuan agar posisi setiap anggota organisasi dapat dipertanggungjawabkan mengenai hak dan kewajibannya. Di BMT Ngudi Makmur, terdapat 9 komponen dalam struktur organisasi yang saling berkoordinasi sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.

Gambar 3. Struktur Organisasi BMT Ngudi Makmur

RAPAT ANGGOTA TAHUNAN

MANAJER

KASIR

PENGAWAS MANAJEMEN

ACCOUNTING MARKETING

PENGAWAS SYARIAH

NASABAH PENGURUS


(62)

Rapat Anggota Tahunan (RAT) adalah rapat anggota rutin yang dilakukan sekali dalam setahun. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi atau majelis tertinggi untuk membahas dan menetapkan keputusan yang berhubungan dengan kebijakan pengurus selama tahun yang lampau dan menyusun rencana kerjatahun yang akan datang. Pada tahun 2013, BMT Ngudi Makmur melaksanakan RAT pada bulan Maret. RAT dilakukan minimal satu tahun sekali untuk menetapkan beberapa hal sebagai berikut.

a. Anggaran dasar.

b. Kebijakan umum manajemen koperasi, keuangan dan usaha.

c. Memilih, mengangkat, memberhentikan pengurus, pengawas dan anggota. d. Menetapkan rencana kerja, anggaran pendapatan dan belanja, mengesahkan

laporan keuangan.

e. Mengesahkan laporan pertanggungjawaban pengurus dan pengawas dalam melaksanakan tugas.

f. Pembagian sisa hasil usaha, penggabungan, peleburan dan pembubaran.

Pengawas Syariah merupakan dewan pengawas yang dipilih anggota dalam RAT yang bertugas mengawasi jalannya operasional BMT agar tetap sesuai dengan ketentuan syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Pengawas syariah melakukan koordinasi dengan pengawas manajemen.


(63)

Pengawas Manajemen merupakan dewan pengawas yang bertugas mengawasi dan memberikan kontrol terhadap jalannya fungsi organisasi BMT. Pengawas manajemen berkoordinasi dengan pengawas syariah. Pengawas manajemen bertanggung jawab atas segala yang dilakukan oleh pengurus BMT Ngudi Makmur. Tugas dan wewenang dewan pengawas sebagai berikut.

a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi.

b. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. c. Berwenang meneliti catatan yang ada di koperasi.

d. Berwenang mendapat segala keterangan yang diperlukan.

Pengurus merupakan segenap orang yang bertanggung jawab atas jalannya seluruh operasional BMT Ngudi Makmur dan fungsi organisasi yang berlangsung di dalamnya. struktur pengurus BMT Ngudi Makmur terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara dengan tugas sebagai berikut.

a. Mengelola organisasi, usaha, aset dan administrasi.

b. Mengajukan rencana kerja, anggaran belanja dan pendapatan. c. Menyelenggarakan RAT.

d. Menyampaikan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas. e. Menyelenggarakan administrasi pembukuan keuangan dan inventaris secara

tertib.


(64)

Manajer adalah orang yang bertanggung jawab kepada pengurus dan melakukan fungsi manajemen di BMT Ngudi Makmur dengan tugas sebagai berikut:

a. Memimpin operasional BMT Ngudi Makmur sesuai dengan tujuan dan kebijakan yang digariskan oleh pengurus.

b. Membuat rencana kerja tahunan, bulanan, dan mingguan yang meliputi rencana pemasaran, rencana pembiayaan, rencana biaya operasi, dan rencana keuangan. c. Laporan keuangan BMT Ngudi Makmur Imorenggo, Karangsewu, Galur. d. Membuat kebijakan khusus sesuai kebijakan umum yang telah digariskan oleh

pengurus.

e. Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh stafnya.

f. Membuat laporan bulanan dan tahunan serta mendiskusikannya dengan pengurus berupa laporan pembiayaan baru, laporan perkembangan pembiayaan, laporan keuangan, neraca, dan laba rugi, laporan kesehatan BMT Ngudi Makmur.

g. Membina usaha anggota, baik perorangan maupun kelompok.

Marketing adalah pengelola BMT Ngudi Makmur yang bertanggung jawab terhadap manajer terkait dengan penggalangan dana dengan tugas sebagai berikut.

a. Melakukan kegiatan penggalangan tabungan anggota atau masyarakat. b. Menyusun rencana penggalangan tabungan.

c. Merencanakan pengembangan produk-produk tabungan. d. Melakukan analisis data tabungan.


(65)

e. Melakukan pembinaan anggota penabung. f. Membuat laporan perkembangan tabungan.

g. Mendiskusikan strategi penggalangan dana bersama pengurus.

Accounting merupakan pengelola BMT Ngudi Makmur yang bertanggung jawab terhadap manajer terkait dengan penyaluran dana dengan tugas sebagai berikut.

a. Melakukan pelayanan dan pembinaan kepada peminjam. b. Menyusun rencana pembiayaan.

c. Menerima berkas pengajuan pembiayaan. d. Melakukan analisis pembiayaan.

e. Mengajukan berkas pembiayaan hasil analisis kepada komisi pembiayaan. f. Melakukan administrasi pembiayaan.

g. Melakukan pembinaan anggota pembiayaan agar tidak macet. h. Membuat laporan perkembangan pembiayaan.

Kasir atau teller adalah pengelola BMT Ngudi Makmur yang bertanggung jawab kepada manajer terkait dengan keluar masuknya keuangan di BMT Ngudi Makmur dengan tugas sebagai berikut.

a. Bertindak sebagai penerima uang dan juru bayar (kasir).

b. Menerima atau menghitung uang dan membuat bukti penerimaan. c. Melakukan pembayaran sesuai dengan perintah manajer.

d. Melayani dan membayar pengambilan tabungan. e. Membuat buku kas harian.


(66)

Nasabah adalah masyarakat Desa Karangsewu atau luar desa yang memanfaatkan BMT Ngudi Makmur, dengan mendaftar menjadi anggota BMT Ngudi Makmur dan memanfaatkan produk-produk yang ditawarkan oleh BMT Ngudi Makmur.

Namun pada kenyataan yang terjadi di lapangan, fungsi-fungsi struktur tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya. dimana salah satu fungsi bekerja rangkap yakni manajer merangkap sebagai marketing, karena pengelola yang bertugas di bagian marketing mengundurkan diri. Total terdapat tiga orang dalam struktur organisasi yang ada yaitu ketua BMT, manajer yang merangkap sebagai marketing juga dan kasir.

3. Karakteristik Anggota BMT Ngudi Makmur

Perkembangan anggota BMT Ngudi Makmur dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah anggota BMT Ngudi Makmur pada saat awal pembentukan yang terdiri 121 anggota kemudian semakin bertambah hingga mencapai 358 anggota pada tahun 2013. Dalam merekrut anggota, BMTNgudi Makmur tidak menetapkan syarat khusus, sehingga calon anggota atau masyarakat menjadi mudah untuk bergabung menjadi anggota BMT Ngudi Makmur. Rata-rata penambahan anggota BMT Ngudi Makmur setiap tahun sekitar 40 sampai 50 nasabah.

Anggota BMT Ngudi Makmur tersebar di berbagai wilayah, baik wilayah Imorenggo maupun luar Imorenggo. Rata-rata anggota BMT Ngudi Makmur yang berasal dari luar Imorenggo merupakan karyawan perusahaan tambang besi yang


(67)

terletak kurang dari 1 km dari Imorenggo. Adapun sebaran wilayah anggota yang berasal dari luar Imorenggo meliputi Siliran, Karangwuni, Pengasih, Wates, dan Bantul. Mayoritas anggota BMT Ngudi Makmur menekuni usaha di bidang pertanian, perdagangan, dan nelayan.

4. Produk BMT Ngudi Makmur

BMT Ngudi Makmur memiliki produk berupa simpanan, pembiayaan, baitul maal, dan jasa. Produk simpanan merupakan produk yang mendominasi di BMT Ngudi Makmur jika dibanding dengan kelima produk yang lainnya (Tabel 11)

Tabel 1. Jenis Produk BMT Ngudi Makmur Jenis Produk

Simpanan Pembiayaan Baitul Maal Jasa

1. Simpanan Mudharabah

1. Pembiayaan Usaha

1. Zakat 1. Pembayaran listrik secara online 2. Simpanan

Mudharabah Berjangka

2. Pembiayaan Jual Beli Barang

2. Infaq

3. Simpanan Pendidikan 3. Pembiayaan Sewa

3. Shadaqah 4. Simpanan Qurban 4. Pembiayaan

Kebajikan

4. Wakaf 5. Simpanan Walimah

6. Simpanan Haji dan Umrah

Sumber: Data Sekunder BMT Ngudi Makmur

Produk simpanan. Dari 6 jenis produk simpanan yang ditawarkan BMT Ngudi Makmur, baru 3 produk (50%) yang baru terlaksana dari tahun 2008 hingga saat ini, yakni simpanan mudharabah, simpanan mudharabah berjangka, dan simpanan pendidikan. Hal ini dikarenakan kemampuan masyarakat Imorenggo untuk melakukan simpanan masih sebatas simpanan mudharabah dan


(1)

PP * PERSEPSI Crosstabulation

PERSEPSI Total

47,00 48,00 60,00

PP

1,00

Count 0 1 0 1

% within PP 0,0% 100,0% 0,0% 100,0% % within PERSEPSI 0,0% 3,3% 0,0% 2,6%

% of Total 0,0% 2,6% 0,0% 2,6%

2,00

Count 2 21 1 24

% within PP 8,3% 87,5% 4,2% 100,0%

% within PERSEPSI 50,0% 70,0% 20,0% 61,5%

% of Total 5,1% 53,8% 2,6% 61,5%

3,00

Count 2 8 4 14

% within PP 14,3% 57,1% 28,6% 100,0% % within PERSEPSI 50,0% 26,7% 80,0% 35,9%

% of Total 5,1% 20,5% 10,3% 35,9%

Total

Count 4 30 5 39

% within PP 10,3% 76,9% 12,8% 100,0% % within PERSEPSI 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 10,3% 76,9% 12,8% 100,0%

PP: Pinjam Pertama Kali


(2)

Lampiran 4. Crosstab Loyalitas Dan Persepsi

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

AB * PERSEPSI 39 100,0% 0 0,0% 39 100,0%

CBL * PERSEPSI 39 100,0% 0 0,0% 39 100,0%

MOL * PERSEPSI 39 100,0% 0 0,0% 39 100,0%

CK * PERSEPSI 39 100,0% 0 0,0% 39 100,0%

AB * PERSEPSI Crosstabulation

PERSEPSI Total

47,00 48,00 60,00

AB

1,00

Count 1 5 0 6

% within AB 16,7% 83,3% 0,0% 100,0%

% within PERSEPSI 25,0% 16,7% 0,0% 15,4%

% of Total 2,6% 12,8% 0,0% 15,4%

2,00

Count 3 25 5 33

% within AB 9,1% 75,8% 15,2% 100,0%

% within PERSEPSI 75,0% 83,3% 100,0% 84,6%

% of Total 7,7% 64,1% 12,8% 84,6%

Total

Count 4 30 5 39

% within AB 10,3% 76,9% 12,8% 100,0%

% within PERSEPSI 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 10,3% 76,9% 12,8% 100,0%


(3)

CPL * PERSEPSI Crosstabulation

PERSEPSI Total

47,00 48,00 60,00

CPL

1,00

Count 4 28 5 37

% within CPL 10,8% 75,7% 13,5% 100,0% % within PERSEPSI 100,0% 93,3% 100,0% 94,9%

% of Total 10,3% 71,8% 12,8% 94,9%

2,00

Count 0 2 0 2

% within CPL 0,0% 100,0% 0,0% 100,0% % within PERSEPSI 0,0% 6,7% 0,0% 5,1%

% of Total 0,0% 5,1% 0,0% 5,1%

Total

Count 4 30 5 39

% within CPL 10,3% 76,9% 12,8% 100,0% % within PERSEPSI 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 10,3% 76,9% 12,8% 100,0%

CPL: Coba Produk Lain


(4)

MOL * PERSEPSI Crosstabulation

PERSEPSI Total

47,00 48,00 60,00

MOL

1,00

Count 2 18 1 21

% within MOL 9,5% 85,7% 4,8% 100,0% % within PERSEPSI 50,0% 60,0% 20,0% 53,8%

% of Total 5,1% 46,2% 2,6% 53,8%

2,00

Count 2 12 4 18

% within MOL 11,1% 66,7% 22,2% 100,0% % within PERSEPSI 50,0% 40,0% 80,0% 46,2%

% of Total 5,1% 30,8% 10,3% 46,2%

Total

Count 4 30 5 39

% within MOL 10,3% 76,9% 12,8% 100,0% % within PERSEPSI 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 10,3% 76,9% 12,8% 100,0%

MOL: Mengajak Orang Lain


(5)

CK * PERSEPSI Crosstabulation

PERSEPSI Total

47,00 48,00 60,00

CK

1,00

Count 0 8 0 8

% within CK 0,0% 100,0% 0,0% 100,0% % within PERSEPSI 0,0% 26,7% 0,0% 20,5%

% of Total 0,0% 20,5% 0,0% 20,5%

2,00

Count 4 22 5 31

% within CK 12,9% 71,0% 16,1% 100,0% % within PERSEPSI 100,0% 73,3% 100,0% 79,5%

% of Total 10,3% 56,4% 12,8% 79,5%

Total

Count 4 30 5 39

% within CK 10,3% 76,9% 12,8% 100,0% % within PERSEPSI 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 10,3% 76,9% 12,8% 100,0%

CK: Cerita Kelebihan


(6)