hukum perbuatannya. Dengan demikian, konsekuensi atas tindak pidana merupakan risiko yang sejak awal dipahami oleh pembuat.
Mempertanggungjawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu, tetapi juga sepenuhnya dapat
diyakini bahwa memang pada tempatnya meminta pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukannya.
3. Anak dan Perlindungan Terhadap Anak
Sejarah mencatat dan membuktikan bahwa anak adalah pewaris dan pembentuk masa depan bangsa. Oleh karena itu, pemajuan, pemenuhan dan
penjaminan perlindungan hak anak, serta memegang teguh prinsip-prinsip non- diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, melindungi kelangsungan hidup dan
tumbuh kembang anak, serta menghormati pandanganpendapat anak dalam setiap hal yang menyangkut dirinya, merupakan prasyarat mutlak dalam upaya
perlindungan anak yang efektif guna pembentukan watak serta karakter bangsa.
26
Menurut pengetahuan umum, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang lahir dari hubungan pria dan wanita. Sedangkan yang diartikan dengan anak-
anak adalah seseorang yang masih di bawah usia tertentu dan belum dewasa serta belum kawin. Pengertian yang dimaksud merupakan pengertian yang sering kali
dijadikan pedoman dalam mengkaji berbagai persoalan tentang anak. Dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, yang dijadikan kriteria untuk
menentukan pengertian anak pada umumnya didasarkan kepada batas usia tertentu. Namun demikian, karena setiap bidang ilmu dan lingkungan masyarakat
26
Komisi Nasional Perlindungan Anak, Sejarah Komisi Nasional Perlindungan Anak, 2011,
http:www.komnaspa.or.idKomnaspaTentang_Kami.html , diakses tanggal 19 Februari
2015, pukul 10.03 WIB.
mempunyai ketentuan tersendiri sesuai dengan kepentingannya masing-masing, maka sampai saat ini belum ada suatu kesepakatan dalam menentukan batas usia
seseorang dikategorikan sebagai seorang anak. Masyarakat Indonesia yang berpegang teguh kepada hukum adat, walaupun
diakui adanya perbedaan antara masa anak-anak dan dewasa, namun perbedaan tersebut bukan hanya didasarkan kepada batas usia semata-mata melainkan
didasarkan pula kepada kenyataan-kenyataan sosial dalam pergaulan hidup masyarakat.
Begitu juga dalam pandangan hukum Islam, untuk membedakan antara anak dan dewasa tidak didasarkan pada batas usia. Bahkan tidak dikenal adanya
pembedaan antara anak dan dewasa sebagaimana diakui dalam pengertian hukum adat. Dalam ketentuan hukum Islam hanya mengenal perbedaan antara anak-anak
belum balig dan balig. Ditinjau dari aspek psikologis, pertumbuhan manusia mengalami fase-fase
perkembangan kejiwaan yang masing-masing ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Untuk menentukan kriteria seseorang anak, di samping ditentukan atas dasar batas
usia, juga dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang dialaminya. Dalam fase-fase perkembangan yang dialami seorang anak, Zakiah
Daradjat
27
1. Masa kanak-kanak, terbagi dalam:
menguraikan bahwa:
a. Masa bayi, yaitu masa seseorang anak dilahirkan sampai umur dua
tahun. b.
Masa kanak-kanak pertama, yaitu antara usia 2-5 tahun. c.
Masa kanak-kanak terakhir, yaitu antara 5-12 tahun.
27
Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, Jakarta: Ruhama, 1994, hlm. 11.
d. Masa remaja, antara usia 13-20 tahun.
e. Masa dewasa muda, antara usia 21-25 tahun.
Adanya fase-fase perkembangan yang dialami dalam kehidupan seorang anak, memberikan gambaran bahwa dalam pandangan psikologi untuk
menentukan batasan terhadap seorang anak nampak adanya berbagai macam kriteria, baik didasarkan pada segi usia maupun dari perkembangan pertumbuhan
jiwa. Dapat disimpulkan bahwa yang dapat dikategorikan sebagai seorang anak adalah sejak masa bayi hingga masa kanak-kanak terakhir, yaitu sejak dilahirkan
sampai usia 12 tahun. Namun karena dikenal adanya masa remaja, maka setelah masa kanak-kanak berakhir seorang anak belum dapat dikategorikan sebagai
orang yang sudah dewasa, melainkan baru menginjak remaja pubertas. Atas dasar hal tersebut, seseorang dikualifikasikan sebagai seorang anak
apabila ia berada pada masa bayi hingga masa remaja awal, antara usia 16-17 tahun.
Secara yuridis kedudukan seorang anak menimbulkan akibat hukum. Dalam lapangan hukum pidana, akibat hukum terdapat kedudukan seorang anak
menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana. Dalam konvensi tentang Hak-Hak Anak, secara tegas dinyatakan bahwa:
“For the purposes of the convention, a child means every human being below the age of 18 years unless, under the law applicable to the the child, majority is
attained earlier”.
28
28
The United Nations Children’s Fund, Convention on the Right of the Child, Resolusi PBB Nomor 4425, 20 November 1989. Pengertian anak menurut konvensi ini adalah setiap orang
yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, merumuskan pengertian anak sebagai berikut:
“Anak adalah seorang yang yang belum mencapai usia 21 dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin.”
Penjelasannya diuraikan lebih lanjut bahwa batas umur 21 tahun ditetapkan karena berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan
sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada umur tersebut.
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa batas umur 21 tahun tidak mengurangi ketentuan batas dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dan tidak pula
mengurangi kemungkinan anak melakukan perbuatan sejauh ia mempunyai kemampuan untuk itu berdasarkan hukum yang berlaku.
Dari kajian aspek hukum pidana, persoalan untuk menentukan kriteria seorang anak walaupun secara tegas didasarkan pada batas usia, namun apabila
diteliti beberapa ketentuan dalam KUHP yang mengatur masalah batas usia anak, juga terdapat keanekaragaman:
a. Seseorang yang dikategorikan berada di bawah umur atau belum dewasa
apabila ia belum mencapai umur 16 tahun Pasal 45 KUHP.
29
b. Batas kedewasaan apabila sudah mencapai umur 17 tahun Pasal 283
KUHP. c.
Batas umur dewasa bagi seorang wanita adalah 15 tahun Pasal 287 KUHP.
29
Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Pasal 45, 46, dan 47 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Dari ketiga ketentuan tersebut, apabila diterapkan terhadap persoalan pertanggungjawaban pidana maka yang dikategorikan sebagai anak di bawah
umur adalah apabila belum mencapai usia 16 tahun. Hal inilah yang membedakan keadaan seseorang termasuk dalam kategori sebagai seorang anak
atau seseorang yang telah dewasa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, anak adalah yang telah berumur 12 dua belas tahun, tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun.
30
Batas usia tersebut sejalan dengan penentuan seorang anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Dalam undang-undang tersebut, anak didik pemasyarakatan, baik anak pidana, anak negara maupun anak sipil
adalah anak binaan yang belum mencapai usia 18 tahun. Begitu juga menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
31
Konsep KUHP menentukan usia 18 tahun sebagai batas pertanggungjawaban bagi seorang anak. Secara tegas Pasal 113 Konsep KUHP
tahun 2012 menyatakan: 1
Anak yang belum mencapai umur 12 dua belas tahun melakukan tindak pidana tidak dapat dipertanggungjawabkan.
30
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
31
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
2 Pidana dan tindakan bagi anak hanya berlaku bagi orang yang berumur
antara 12 dua belas tahun dan 18 delapan belas tahun yang melakukan tindak pidana.
32
Dikategorikan seorang anak di bawah umur apabila seorang anak berada di antara usia 12 tahun sampai 21 tahun. Namun dari beberapa peraturan perundang-
undangan yang dibentuk pada periode selanjutnya secara umum membatasi kategori seorang anak pada usia di bawah 18 tahun.
Menurut Pasal 1 Nomor 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa: “Perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Istilah “perlindungan anak” child protection digunakan dengan secara berbeda oleh organisasi yang berbeda di dalam situasi yang berbeda pula. Istilah
tersebut mengandung arti perlindungan dari kekerasan, abuse, dan eksploitasi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, perlindungan anak mengupayakan agar
setiap hak sang anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi hak- hak lainnya dan menjamin bahwa anak-anak akan menerima apa yang mereka
butuhkan agar supaya mereka bertahan hidup, berkembang dan tumbuh.
32
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, tahun 2012.
Perlindungan anak mencakup masalah penting dan mendesak, beragam dan bervariasi tingkat tradisi dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
33
Komitmen negara dalam perspektif kenegaraan adalah untuk melindungi warga negaranya termasuk di dalamnya terhadap anak, dapat ditemukan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945. Hal tersebut tercermin dalam kalimat: “... Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu ...”. Komitmen yuridis negara untuk melindungi warga negaranya sebagaimana
disebutkan dalam alinea ke-IV UUD 1945 tersebut, selanjutnya dijabarkan Bab XA tentang Hak Asasi Manusia HAM. Khusus untuk perlindungan anak, Pasal
28B ayat 2 UUD 1945 menyatakan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dari
diskriminasi. Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-
hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
33
UNICEF, Perlindungan Anak: Sebuah Buku Panduan bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, 2004,
http:www.unicef.orgindonesiaidresources_7444.html , diakses tanggal 19
Februari 2015, pukul 10.10 WIB.
dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
34
Berdasarkan Konvensi Hak Anak yang kemudian diadopsi dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ada empat “Prinsip
Umum Perlindungan Anak” yang harus menjadi dasar bagi setiap negara dalam menyelenggarakan perlindungan anak, antara lain:
35
a. Prinsip Nondiskriminasi
Semua hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak Anak harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini sangat
jelas, memerintahkan kepada Negara-Negara Pihak untuk tidak sekali-kali melakukan praktik diskriminasi terhadap anak dengan alasan apapun. Dengan
demikian, siapa pun di negeri ini tidak boleh memperlakukan anak dengan memandang ia berasal dari aliran atau etnis apa pun.
b. Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak Best Interest of the Child
Prinsip ini mengingatkan kepada semua penyelenggara perlindungan anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkut
masa depan anak, bukan dengan ukuran orang dewasa, apalagi berpusat kepada kepentingan orang dewasa. Apa yang menurut orang dewasa baik, belum tentu
baik pula menurut ukuran kepentingan anak. Boleh jadi maksud orang dewasa memberikan bantuan dan menolong, tetapi yang sesungguhnya terjadi adalah
penghancuran masa depan anak.
34
Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
35
Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010, hlm. 53
c. Prinsip Hak Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan the Right to
Life, Survival and Development Pesan dari prinsip ini sangat jelas bahwa negara harus memastikan setiap
anak akan terjamin kelangsungan hidupnya karena hak hidup adalah sesuatu yang melekat dalam dirinya, bukan pemberian dari negara atau orang per orang. Untuk
menjamin hak hidup tersebut berarti negara harus menyediakan lingkungan yang kondusif, sarana dan prasarana hidup yang memadai, serta akses setiap anak untuk
memperoleh kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan kata lain, negara tidak boleh membiarkan siapa pun, atau institusi
mana pun, dan kelompok masyarakat mana pun mengganggu hak hidup seorang anak.
Hal demikian juga berlaku untuk pemenuhan hak tumbuh dan berkembang. Tumbuh menyangkut aspek-aspek fisik, dan berkembang menyangkut aspek-
aspek psikis. Implementasi prinsip ini berarti negara melalui instrumen regulasi nasional maupun institusi nasional yang dimiliki harus mendorong tumbuh
kembang anak secara optimal. Jangankan melakukan eksploitasi, kekerasan, dan diskriminasi, pengabaian pun sangat dilarang karena akan mengganggu tumbuh
kembang anak. d.
Prinsip Penghargaan Terhadap Pendapat Anak Respect for the Views of the Child
Poin terpenting dari prinsip ini, anak adalah subjek yang memiliki otonomi kepribadian. Oleh sebab itu, dia tidak bisa hanya dipandang dalam posisi lemah,
menerima, dan pasif, tetapi sesungguhnya dia pribadi otonom yang memiliki
pengalaman, keinginan, imajinasi, obsesi, dan aspirasi yang belum tentu sama dengan orang dewasa.
F. Metode Penelitian